56
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan Pada mulanya PPN Gula WatoeToelis ini terdiri dari PG. WatoeToelis ditambah dengan perusahaan serat (Vezelondermining) Jengkol, dengan demikian riwayat singkat ini meliputi kedua perusahaan tersebut. Keterangan-keterangan yang dapat dikumpulkan menerangkan bahwa perkebunan jengkol didirikan pada tahun 1912 oleh Naaloze Vennootscha Handels Vergining Amsterdam (NV HVA) dengan tujuan mengusahakan tanaman tapioka dan serat. Pada waktu penjajah Jepang masuk Indonesia. Perusahaan ini bekerja terus secara operasional diambil oleh Jepang hingga tahun 1945 dan setelah proklamasi Kemerdekaan (tahun 1945) dibawah penguasaan Pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 10 Desember 1957 berdasarkan keputusan penguasa tertinggi Menteri Pertahanan Nomor 1053/PMT/1957 yang dikeluarkan pada tanggal 9 Desember 1957 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 186 tahun 1956 tentang Nasionalisasi terhadap semua perusahaan-perusahaan milik Belanda dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia dengan menggunakan nama Perusahaan Perkebunan Negara. 4

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Perusahaan

Pada mulanya PPN Gula WatoeToelis ini terdiri dari PG. WatoeToelis

ditambah dengan perusahaan serat (Vezelondermining) Jengkol, dengan

demikian riwayat singkat ini meliputi kedua perusahaan tersebut. Keterangan-

keterangan yang dapat dikumpulkan menerangkan bahwa perkebunan jengkol

didirikan pada tahun 1912 oleh Naaloze Vennootscha Handels Vergining

Amsterdam (NV HVA) dengan tujuan mengusahakan tanaman tapioka dan

serat. Pada waktu penjajah Jepang masuk Indonesia. Perusahaan ini bekerja

terus secara operasional diambil oleh Jepang hingga tahun 1945 dan setelah

proklamasi Kemerdekaan (tahun 1945) dibawah penguasaan Pemerintah

Republik Indonesia.

Tanggal 10 Desember 1957 berdasarkan keputusan penguasa tertinggi

Menteri Pertahanan Nomor 1053/PMT/1957 yang dikeluarkan pada tanggal 9

Desember 1957 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 186 tahun 1956

tentang Nasionalisasi terhadap semua perusahaan-perusahaan milik Belanda

dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia dengan menggunakan nama

Perusahaan Perkebunan Negara.

Berdasarkan PP Nomor 1 tahun 1963 tanggal 28 Januari 1963 didirikan

Perusahaan Perkebunan Gula Negara yang disingkat PPN Gula. Tanggal 1

April 1966 nama PPN Gula diganti dengan nama PNP (Perusahaan Negara

Perkebunan) sehingga menjadi PNP X dan PNP XII berdasarkan peraturan

pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 1960.

Dalam peraturan pemerintah No 23/1973 (L.N. No. 29 Tahun 1973)

diadakan penggabungan PNP XXI dengan PNP XXII menjadi PT. Perkebuna

XXI – XXII (Persero) dimana PG. Watoetoelis dan Pabrik-pabrk gula di

Karisedena Surabaya termasuk didalamnya dengan modal seluruhnya dimiliki

oleh negara dan kekayaan negara yang dipisahkan. Perlu diketahui bahwa

tanaman pokok pada waktu itu terdir tebu giling dan tebu bibit.

4

Page 2: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada Perkembangan selanjutnya berdasarkan PP. No. 15 tahun 1996,

tentang restukturisasi BUMN melalui Keputusan Menteri Kehakiman No.

52.8338 HT.01.01 tertanggal 11 Maret 1996, ptp XXI – XXII (Persero)

dilebur dengan PTP IX dan PTP XXVII, Pabrik Karung Pencangaan,

Perkebunan Tembakau Klaten menjadi PT. Perkebunan Nusantara X

(Persero) dan berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 – 5 Surabaya.

PTP XXI – XXII (Persero) dlebur dengan PTP IX dan PTP XXVII menjad

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang berkedudukan di Jl. Jembatan

Merah No. 3 – 5 Surabaya. Pabrik gula dan perkebunan yang bergabung

dengan PTP Nusantara X adalah :

a. PG. Watoe Toelis

b. PG. Toelangan

c. PG. Krembong

d. PG. Pesantren Baru

e. PG. Ngadiredjo

f. PG. Modjo Panggong

g. PG. Tjoekir

h. PG. Meritjan

i. PG. Gempolkrep

j. PG. Jombang Baru

k. PG. Lestari

5

Page 3: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

B. Lokasi Pabrik

PG. Watoetoelis berlokasi di :

- Desa : Temu

- Kecamatan : Prambon

- Kabupaten : Sidoarjo

- Propinsi : Jawa Timur

Lokasi pabrik berada tepatnya di Jalan Raya Krian – Mojosari sekitar 4

Km dari Stasiun Kereta Api Krian. Pabrik Gula Watoetoelis ditinjau letaknya

cukup strategis baik dari segi pemasaran hasil bahan baku, transportasi,

sumber tenaga kerja, dan sumber air yang berasal dari 2 (dua) sungai yaitu

Kali Purbaya dan Kali Kedung Uling yang mengapit PG. Watoetoelis.

C. Struktur Organisasi dan Susunan Management

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pabrik

adalah pengaturan organisasi dan management. Pengaturan organisasi yang

baik dan bijaksana sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada berguna untuk

mengendalikan perusahaan guna mencapai tujuannya.

Struktur oganisasi adalah suatu kerangka yang menunjukkan hubungan

antara bagan yang satu dengan bagan yang lain maupun bidang kerja yang

satu dengan bidang kerja yang lain, sehingga akan jelas kedudukan,

wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

Struktur organisasi PG. Watoetoelis yang sampai saat ini digunakan

adalah struktur organisasi bentuk garis seperti pada gambar 2.1

6

Page 4: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

STRUKTUR ORGANISASI

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO)

PABRIK GULA WATOETOELIS

PERSONALIAPOLIKLINIKPENDIDIKAN

TKKEAMANAN

GUDANG MATRIAL

TU HASILEMPL. KAS

KVAKOMPUTER

SKWSKWSKW

SKWSKWSKW

SINDER RIL

ST. KETELST. GILINGANST. TENGAHST. PUTERANST. LISTRIK

BESALIGEDUNG/HALLKENDARAANDOK/LOKO/LORITRAKTOR

KETEL PEMURNIAN LABORATORIUM

PUTERAN TIMBANGAN

GD. GULA

PENGUAPAN MASAKAN LIMBAH

HAK &

UMUMSEKUMPEMBUKUAN

PERENCANAAN/PENGAWASAN

SKK LAHAN

HISTORIS

SKK TEBANG ANGKUT

SKK LITBANG

SKK LAHAN PENGEMBANGAN

ADMINISTRATUR

BAGIAN PENGOLAAN BAGIAN INSTALASIBAGIAN TANAMAN

BAGIAN ADMINISTRASI KEUANGAN DAN UMUM

7

Page 5: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Berikut ini adalah sebagian dari susunan management pada PG.

Watoetoelis :

a. Bagian Tata Usaha, peranannya adalah :

Menyelenggarakan administrasi perusahaan yaitu mengawasi keluar

masuknya uang dan barang.

Melaksanakan tata kerja dan prosedur yang telah di setujui

Mengkoordinasikan perusahaan secara keseluruhan baik interen

maupun eksteren

Mewakili perusahaan dalam perundangan dengan serikat kerja

Merencanakan garis besar semua kegiatan dalam perusahaan

Bertanggung jawab atas kegiatan operasonal di bidang administrasi

yang meliputi perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan sumber

dana yang sesuai dengan yang telah di tetapkan, serta pengadaan barang

yang diperlukan tiap-tiap bagian.

b. Bagian Instalasi, peranannya adalah :

Perbaikan, pengawasan, pemeliharaan dan penggantian pabrik, lori dan

kendaraan serta peralatan listrik.

Menyusun rencana kerja dan anggaran belanja tiap bagian instalasi

Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan rencana

anggaran belanja yang telah disetujui

Menyiapkan teknis instalasi agar siap pakai saat musim giling

Melaksanakan tercapainya kesempurnaan kelancaran teknis instalasi

sebagai terpenuhinnya target hasil produksi baik kualitas maupun

kuantitas

Mengendalikan biaya agar tidak terjadi pemborosan dan kebocoran

c. Bagian Tanaman, peranannya adalah :

Mengawasi proses pembuatan gula mulai penanaman tebu, administrasi

tanaman, statistik tanaman pada laporan mengenai tanaman.

Menyediakan bahan baku berupa tebu, sesuai dengan kapasitas dan

kuantitas yang diharapkan

Membina hubungan baik dengan para mitra kerja dengan instansi yang

terkait

8

Page 6: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

d. Bagian Pabrikasi, peranannya adalah :

Mengawasi proses pembuatan gula, administrasi gudang gula dan

pengambilan.

Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kerja dan rencana kerja

Memberikan kelestarian bagian pabrikasi agar dapat digunakan kembali

pada masa yang akan datang.

Melaksanakan ketercapainya standart kualitas dan kuantitas serta

mengikuti pedoman yang berlaku

Mengendalikan biaya agar tidak dapat terjadi pemborosan dan

kebocoran dana

Pembagian Kerja

a. Sinder kebun atau sinder tanaman

Bertugas : Mengawasi tanaman, melakukan pengamatan tebu,

mengawasi penebangan, pengiriman tebu ke pabrik untuk digiling.

b. Instalasi

Bertugas : Mengawasi dan memelihara keseluruhan peralatan

proses pembuatan gula.

c. Laboratorium

Bertugas : Mengadakan penelitian tebu, apakah sudah ditebang

atau belum, serta penelitian pada proses.

d. Pabrikasi

Bertugas : Mengawasi proses merubah gula dari bentuk larutan

menjadi gula dalam bentuk kristal sesuai standart dan

mengusahakan kehilangan gula yang sekecil-kecilnya.

D. Tenaga Kerja

Karyawan

Karyawan pada PG. Watoetoelis dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam,

yaitu :

a. Karyawan Staf

Karyawan staf adalah karyawan yang mempunyai hubungan dengan

perusahaan untuk jangka panjang waktu tidak tertentu, dimana pada

9

Page 7: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

saat dimulai hubungan kerja didahului dengan masa percobaan

selama tiga bulan. Jumlah karyawan staf sebanyak 42 orang.

b. Karyawan Non Staf

Karyawan non staf adalah karyawan yang mempunyai hubungan

dengan perusahaan dengan jangka waktu yang tertentu. Karyawan

non staf dibedakan menjadi 4 (empat) macam yaitu :

Karyawan Kampanye

Adalah karyawan yang bekerja pada masa giling dan bekerja

menurut kebutuhan proses produksi gula. Jumlah karyawan

kampanye sebanyak 669 orang.

Karyawan Musiman Tebang

Adalah karyawan yang melaksanakan pekerjaan penebangan

dan angkutan tebu. Jumlah karyawan musiman tebang

sebanyak 51 orang.

Karyawan Musim Tanam

Adalah karyawan yang melaksanakan pekerjaan mulai dari

pembukaan tanah sampai tanam serta pemeliharaan tebu.

Jumlah karyawan musim tanam sebanyak 20 orang.

Karyawan Musim Lain-lain

Adalah karyawan yang bekerja sekitar emplasement namun

tidak ada hubungan langsung dengan penggilingan tebu.

Bidang Usaha Perusahaan dan Prosedur Kerja

PG.Watoetoelis merupakan salah satu unit usaha dari PT.

Perkebunan Nusantara X (Persero) yang bergerak dibidang usaha

mengelola bahan baku “Tebu” menjadi produk utama “Gula pasir” dengan

hasil samping “Tetes” yang digunakan sebagai bahan baku Alkohol,

Spiritus untuk keperluan lain dan beberapa hasil yang lainnya.

Seperti yang telah disebutkan diatas, hasil produk utama

PG.Watoetoelis Krian adalah gula SHS (Super High Sugar) dengan bahan

baku utama tebu. SHS adalah gula pasir dengan kualitas yang paling

bersih. Untuk hasil produk sampingan antara lain :

10

Page 8: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Tetes, merupakan hasil sampingan yang

digunakan sebagai bahan baku pada industri alkohol, spirtus, dan

penyedap masakan.

Ampas, merupakan sisa produksi yang dapat

digunakan sebagai bahan bakar pada pabrik gula.

Blotong, merupakan sisa produksi yang dapat

dimanfaatkan oleh pabrik gula untuk bahan kompos.

Sedangkan untuk daerah pemasaran berdasarkan SK. Menteri

Pertanian Republik Indonesia Nomor 16/1984 di dalam menjamin

distribusi gula masyarakat, semua gula yang dihasilkan oleh pabrik gula

dikuasai pemerintah. Dalam hal ini gula bagian petani dibeli BULOG

melalui KUD. Ketetapan harga jual pada tiap tahun berbeda-beda

disesuaikan dengan situasi perekonomian dalam Negeri sehingga

perusahaan tidak bebas dalam menentukan harga jual. Harga jual berlaku

sama bagi semua pabrik gula di Indonesia dimana harga patokan

ditentukan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia. Produksi tetes

dijual sendiri oleh pabrik gula baik secara lokal maupun ekspor dengan

berpedoman pada harga hasil tender.

Pabrik gula merupakan perusahaan yang memproduksi secara

musiman yang pendapatan utamanya diperoleh pada masa giling yang

selama Kira-kira 7 bulan dalam setahun. Akan tetap, biaya usahannya

sudah mulai dikeluarkan sebelum tebu mulai digiling. PG.Watoetoelis

dalam kebijaksanaan pemasarannya tidak melakukan promosi sebab gula

yang dhasilkan merupakan milik pemerintah dengan syarat perusahaan

mempertahankan mutu yang ditetapkan, yaitu rendemen tebu harus

mencapai 8%.

Untuk menjalankan kegiatan usahanya, PG.Watoetoelis Krian

menerapkan hari kerja dimulai pada hari senin sampai dengan hari sabtu.

Jam kerja karyawan yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :

a. Karyawan bagian kantor

1. Hari senin sampai dengan kamis

06.30 – 11.30 : Waktu kerja 1

11

Page 9: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

11.30 – 12.30 : Istirahat

12.30 – 15.00 : Waktu kerja 2

2. Hari Jum’at : 06.00 – 11.00 WIB

3. Hari Sabtu : 06.30 – 11.30 WIB

b. Karyawan bagian produksi

1. Shif pertama : 06.00 – 14.00 WIB

2. Shif kedua : 14.00 – 22.00 WIB

3. Shif ketiga : 22.00 – 06.00 WIB

Penetapan pengubahan karyawan pada PG.Watoetoelis Krian

didasarkan pada ketentuan pemerintah. Bagi karyawan staf, besarnya gaji

didasarkan pada skala gaji pokok dan tingkat golongan-golongan serta

tunjangan-tunjangan. Untuk karyawan tetap pemberian upah dilaksanakan

bulanan, sedangkan untuk karyawan tidak tetap, musiman dan kampanye,

pembayaran dilakukan dengan bulanan, mingguan, dan hari berdasarkan

jam kerja produksi.

12

Page 10: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

E. Instalasi

Instalasi di PG. Watoetoelis terbagi beberapa stasiun, yaitu :

1. Stasiun Gilingan ( Milling Station )

2. Stasiun Tengah :

Stasiun Pemurnian ( Purification Station )

Stasiun Penguapan ( Evaporation Station )

Stasiun Masakan/Kristalisasi ( Crystallization Station )

3. Stasiun Puteran

4. Stasiun Ketel

5. Stasiun Listrik

6. Stasiun Besali

7. Stasiun Kendaraan

Adapun tiga bagian penunjang di dalam operasi, yaitu pada bagian

pengolahan, diantaranya :

1. Bagian Laboratorium

2. Bagian Utilitas

3. Bagian Pengolahan Limbah

Emplasement ( Bagian Tebang dan Angkut )

Emplasement adalah suatu area di sekitar pabrik yang cukup luas

yang digunakan untuk menampung tebu minamal 1/3 kapasitas giling

yang baru datang dari kebun atau yang akan digiling. Kapasitas tebang

angkut yang dimiliki oleh PG. Watoetoelis tergantung oleh permintaan

pabrik, kapasitas terpasangnya berkisar 23.500 Ku per hari.

Maksud dan tujuan adanya emplasement yaitu diharapkannya

pengaturan persediaan tebu lebih efektif dari segi teknologi. Tebu yang

terlalu lama berada di emplasement akan mengalami kekeringan,

kerusakan seurose dalam batang tebu sehingga mengakibatkan

pemprosesan yang terlalu lama.

Untuk menghindari kerusakan tebu, maka tebu yang datang paling

awal digiling lebih dulu. Tebu yang diangkut ditimbang dengan digital

13

Page 11: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

crane scale dan dipindahkan ke lori, kemudian lori dibawa ke

emplasement tunggu, kemudian diletakkan di meja tebu dengan

menggunakan Hoist Crane (kontrol) di Stasiun Gilingan.

Peralatan :

1. Railban, yaitu rel yang menghubungkan antara desa penghasil tebu

di sekitar pabrik dan tempat penimbangan tebu.

2. Lori, yaitu kereta pengangkut tebu.

3. Truk, yaitu alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut

tebu dari desa penghasil tebu yang jaraknya jauh dari pabrik dalam

kota maupun dari luar kota.

4. Timbangan, yaitu alat yang digunakan untuk menimbang berat

tebu. Timbangan yang digunakan di PG. Watoetoelis ada 2 macam,

yaitu :

a. Timbangan berkel

Mula-mula truk ditimbang beserta tebu yang diangkut. Setelah

tebu dipindahkan ke meja tebu, truk kosong ditimbang kembali

sehingga akan diketahui berat tebu sebenarnya. Timbangan

Berkel ini mempunyai kapasitas 20 ton.

b. Timbangan digital crane scale (Timbangan Tebu Digital)

Tebu yang diangkut oleh truk dimasukkan timbangan, lalu tebu

diangkat dan secara otomatis dapat diketahui berat tebu

kemudian tebu diletakkan di lori. Cara kerjanya adalah dengan

memindahkan beban yang dikerjakan oleh crane transloading

oleh load sel ke dalam digital. Kapasitas timbangannya adalah

10 5 %

Tebu yang akan diangkut oleh lori langsung menuju ke timbangan

tebu untuk dilaksanakan penimbangan kemudian ditempatkan pada railban

sesuai dengan nomor urut railban yang ada di emplasement yang siap

giling. Sedangkan tebu yang diangkut oleh truk, terlebih dahulu

dipindahkan ke lori pada rel bongkaran kemudian ditimbang.

14

Page 12: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1. Stasiun Gilingan

Tujuan : Untuk mengambil nira dari tebu secara maksimal dengan

menekan kehilangan gula seminimal mungkin.

Peralatan :

1. Meja tebu, yaitu suatu alat dimana bentuknya seperti meja untuk

membongkar dan meratakan tebu yang telah diangkat oleh crane dari

truk atau lori untuk diarahkan menuju carrier I. Meja tebu yang

digunakan adalah Tipe Teral yaitu meja miring yang bergerak.

2. 2 buah carrier

c. Carrier I, yaitu alat yang digunakan untuk membawa tebu dari

meja tebu ke Cane Cutter I dan II, unigrator.

d. Carrier II, yaitu alat yang digunakan untuk memindahkan

potongan-potongan atau cacahan tebu dari unigrator menuju ke alat

penggilingan.

3. 2 buah Cane Cutter, yaitu alat yang digunakan untuk mencacah tebu

menjadi potongan yang lebih pendek untuk dibawa ke unigrator. Cane

cutter ini terdiri dari 40 buah pisau pada masing-masing cane cutter

yang digerakkan oleh elektromotor.

4. 1 buah Unigrator, yaitu alat yang digunakan untuk menumbuk dan

sebagai pengoyak tebu menjadi serabut halus berukuran ± 5 - 10 cm,

sehingga akan memudahkan pengambilan nira dalam proses

penggilingan.

5. Sugar Cane Mill atau gilingan tebu, yaitu alat yang digunakan untuk

memerah serpihan serabut halus tebu sehingga dihasilkan nira mentah.

Terdapat 4 unit gilingan tebu di PG. Watoetoelis, yang masing-masing

unitnya terdiri dari :

o Feeding Roll, yaitu suatu alat yang berfungsi sebagai pengumpan

untuk membantu masuknya tebu ke bagian depan gilingan.

o Tiga rol pemerahan, yaitu rol atas, rol depan, dan rol belakang.

o Scraper, yaitu alat pembersih ampas tebu yang masih melekat

pada alur rol gilingan dan menahan agar ampas dari rol depan

masuk ke bagian belakang.

15

Page 13: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

o Trash Plate, yaitu alat yang digunakan untuk menghubungkan rol

depan dan rol belakang ( sebagai jembatan ampas ).

6. Pompa nira mentah gilingan yang digunakan untuk memompa nira

mentah hasil dari gilingan I dan II menuju ke timbangan Boulogne.

Berikut adalah tahapan-tahapan dari stasiun gilingan :

a. Pengerjaan

Menata tebu yang akan digiling di meja tebu.

Memindahkan tebu dari meja tebu menuju ke Cane Cutter I dan

Cane Cutter II dengan Cane Carrier I.

Memotong atau mencacah tebu berukuran panjang ± 25 cm

dengan Cane Cutter I.

Masuk ke Cane Cutter II untuk dipotong menjadi lebih kecil lagi

yaitu ± 10 cm.

Tebu ditumbuk di unigrator dengan memecah sel tebunya

hingga berbentuk serabut yang halus sehingga mempermudah

proses pemerahan.

Memindahkan cacahan tebu dari unigrator menuju ke unit

gilingan dengan Cane Carrier II.

b. Pemerahan

Fungsi dari pemerahan ini yaitu untuk memerah nira tebu sebanyak

banyaknya serta menekan kehilangan nira sedikit mungkin. Terdapat

4 unit gilingan tebu di PG. Watoetoelis. Dalam setiap unit gilingan

terdiri dari 3 rol gilingan :

A

BM

Tebu

16

Page 14: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Keterangan:

a. Rol A (rol atas / Top roll).

Berfungsi untuk memerah tebu yang masuk dengan

menggunakan alas rol muka dari belakang

b. Rol M (rol muka / Voor roll)

Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari rol bagian belakang

dengan ini bagian atas.

c. Rol B (rol belakang / Achter roll).

Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari bagian belakang

dengan rol bagian atas.

Tebu diangkut menggunakan lori dan truk, tebu yang dari truk

ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, tebu yang dari

lori ditimbang dengan menggunakan timbangan berkel / manual,

kemudian tebu dari truk dipindahkan ke lori. Dari lori, tebu dipindah

ke meja dengan menggunakan Cane Unloading. Pada meja tebu

dilengkapi dengan rantai melintang dan tebu akan berjalan ke tepi

meja dan tebu akan jatuh pada Cane Carrier I kemudian masuk ke

Cane Cutter yang terdiri dari 2 alat yaitu Leveller I dan Leveller II

yang masing-masing bertujuan sebagai alat pemotong awal tebu dan

mencacahnya menjadi batangan kecil di mata pisaunya disusun

sedemikian rupa dan terbuat dari bahan stainless steel.

Selanjutnya hasil potongan dilewatkan Unigrator (alat

penghalus tebu) yang berputar berlawanan arah dengan Cane Carrier

I (berputar ke atas) dimana pada alat tersebut pada dinding bagian

belakang terdapat parut yang berfungsi untuk mengoyak tebu yang

belum terpotong dan menjadi lebih halus (berupa serabut).

Kehalusan ampas tebu harus benar-benar diperhatikan karena ampas

tersebut yang nantinya digunakan sebagai bahan bakar ketel (+ 85%

sel tebu sudah terbuka)

Dari Unigrator diangkut oleh Cane Carrier menuju gilingan.

Pada gilingan terdapat 4 buah alat penggiling dan pada masing-

masing alat terdapat 3 buah roll. Jarak antar roll diatur sedemikian

17

Page 15: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

rupa sesuai dengan kebutuhan yang mana pada gilingan I, II, III, IV

mempunyai jarak roll yang berbeda. Semakin ke belakang (urutan

terakhir) jarak rol semakin rapat.

Setelah tebu masuk ke gilingan I dan gilingan II maka

diperoleh nira mentah 1 dan nira mentah 2, kemudian ampas tebu

dari gilingan pertama dan kedua diteruskan menuju pada gilingan III.

Pada gilingan III, dilakukan proses air imbibisi dengan suhu lebih

kurang 70-90°C yang bertujuan untuk meningkatkan ekstraksinya

menjadi lebih tinggi. Proses air imbibisi ini memerlukan

perhitungkan efisiensi pemakaiannya (± 31% berat tebu) karena

berkaitan dengan kemampuan alat penguapan (evaporator) karena

apabila air yang diberikan terlalu banyak maka akan rnenambah

beban penguapan.

Nira yang dihasilkan dari gilingan III ini dialirkan ke ampas

keluar gilingan I dan nira yang dihasilkan dari gilingan IV dialirkan

ke ampas keluar gilingan II. Kemudian, hasil nira dari gilingan I dan

II ditampung oleh talang getar yang bertujuan untuk mencegah

pertumbuhan bakteri busuk sekaligus untuk memisahan nira dari

kotoran atau ampas halus yang kemudian dipompa menuju peti nira

mentah sebelum ditimbang. Kemudian, nira mentah masuk ke dalam

timbangan Bolougne yang bertujuan untuk ditimbang sebagai dasar

pengawasan perhitungan proses (bobotnya). Kapasitas timbangan

adalah 4 ton/cycle. Pada nira mentah gilingan ditambahkan susu

kapur untuk menaikkan pH dan 5,5 - 5,6 menjadi 6,5 - 6,6 agar tidak

terjadi inversi (kerusakan nira) serta mengantisipasi penurunan pH

karena penambahan phospat cair. Tujuan dari penambahan phospat

cair ini untuk menambah kadar phospat dalam nira mentah yang

semula antara 250 - 350 ppm menjadi 300 ppm agar proses

pemurnian berjalan dengan baik. Ampas akhir dari gilingan IV

diangkut menuju ke ketel sebagai bahan bakar dan ampas halusnya

dihembuskan oleh blower menuju ke Mixer Bagasilo.

18

Page 16: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Dari Unigrator diangkut oleh Cane Carrier II menuju gilingan I

sehingga menghasilkan nira I dan ampas I. disini mulai terjadi

pemerasan. Ampas I diteruskan ke gilingan II menghasilkan nira

perahan II dan ampas II. Nira hasil perahan I dan II dialirkan menuju

bak nira mentah. Ampas II masuk ke gilingan III menghasilkan nira

III dan ampas III. Nira III sebagai imbibisi pada ampas I. ampas III

masuk gilingan IV menghasilkan nira IV dan ampas IV. Untuk

mengambil sisa nira pada ampas, sebelum masuk gilingan IV ampas

diberi air imbibisi (air murni) suhu 70-90 o C. nira IV digunakan

sebagai imbibisi pada ampas II. Ampas IV diangkut oleh Conveyor

ke stasiun ketel sebagai bahan bakar ketel dan sebagian dibawa oleh

Conveyor ke Bagase House untuk disimpan. Dan bila berlebih

dikirim ke pabrik kertas.

2. Stasiun Tengah

Stasiun Pemurnian

Tujuan : Untuk memisahkan kotoran, koloid dan senyawa bukan

gula yang terdapat dalam nira mentah dengan beberapa

tahap, yakni :

a. Secara fisis, yaitu dengan pemanasan dan pengendapan.

b. Secara khemis, yaitu dengan mereaksikan komponen

nira dengan bahan pembantu proses sehingga

dihasilkan endapan yang baik.

c. Secara khemis dan fisis, yaitu dengan adsorbsi kotoran

koloid sehingga terjadi reaksi penggumpalan dan

pengendapan.

Setelah penambahan susu kapur, nira disaring kembali untuk

menyaring ampas lebih halus dan ampas hasil penyaringan

dikembalikan lagi ke stasiun gilingan untuk digiling.

19

Page 17: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Langkah-langkah di stasiun pemurnian :

Nira mentah dari stasiun gilingan ditimbang terlebih dahulu agar

tahu berapa nira yang dikerjakan serta kehilangannya. Nira

mentah ditampung buffer tank dengan volume 4,2 m3.

Nira dialirkan dengan pompa nira mentah yang memiliki

kapasitas 4 m3 / menit menuju Juice Heater I (JH I) untuk

dipanaskan sampai suhu 750 – 800 C dengan tujuan mematikan

bakteri yang ada di dalam nira dan mempercepat reaksi

Ca(OH)2 dengan phosphat.

Setelah itu masuk ke pre-contactor untuk memberikan

kesempatan susu bereaksi dengan nira.

Lalu masuk Defekator I dengan waktu tinggal selama 3 menit.

Di sini ditambahkan susu kapur dengan viskositas 6°Be hingga

pH 7,2 (netral) agar sukrosanya tidak mudah rusak, sehingga

terbentuk inti endapan [CaH(PO4)2] yang berguna untuk

mengikat zat bukan gula dan koloid.

Kemudian nira dilewatkan pada defekator II (waktu tinggal

selama 3 detik) disertai dengan penambahan susu kapur hingga

pH 8,6, dengan tujuan mempersiapkan kelebihan susu kapur

yang akan direaksikan dengan SO2(g) pada bejana sulfitir nira

mentah.

Setelah melalui defekator II, nira dialirkan ke sulfitir nira

mentah sampai dihasilkan pH 7,0 - 7,2 dimana gas SO2 yang

digunakan berasal dari pembakaran belerang di tabung belerang.

Dalam sulfitir ini, kelebihan susu kapur akan bereaksi dengan

SO2(g) membentuk endapan CaSO3 dan endapan CaSO3 di

adsorbsi oleh inti endapan yang sudah ada [CaH(PO4)2]

sehingga terbentuk endapan dengan diameter yang lebih besar.

Pada dapur belerang dan sublimator diberi air pendingin berupa

nantel yang berguna untuk menurunkan temperatur gas SO2 ±

80°C agar sama dengan nira mentah dan diharapkan terjadi

20

Page 18: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

penyubliman S2 dan O2 yang belum bereaksi sempurna pada

sublimator.

Setelah proses sulfitasi, nira dipanaskan pada JH II hingga

temperatur 105 – 110oC, pemanasan ini bertujuan untuk

menyempurnakan reaksi. Jika suhunya melebihi 110°C maka

dapat mengakibatkan terjadi reaksi karamelisasi

(penggosongan), dimana zat lilin terlarut sehingga terikut di gula

yang menyebabkan warna menjadi coklat.

Untuk memisahkan gas-gas terlarut, maka nira dari JH II

dialirkan ke flash tank, lalu dialirkan ke snowballing tank

(flokulator) dimana nira diperlakukan sehingga membentuk

aliran turbulen dan flokulen menjadi homogen. Di snowballing

tank diharapkan inti endapan yang sudah terbentuk dengan

ukuran yang kecil bisa jadi besar dengan diberi ion-ion di sekitar

endapan sehingga terperangkap dan menjadi lebih besar. Setelah

nira dialirkan ke door clarifier untuk pemisahan nira jernih dan

nira kotor (proses pengendapan kotoran). Pada door clarifier

terdapat 4 buah tray dan pada masing-masing tray akan

terbentuk aliran overflow, nira jernih yang akan ditampung pada

bak penampung nira jernih. Supaya lebih bersih, dilakukan

penyaringan dengan saringan ukuran 200 mesh yang kemudian

diproses pada stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor berupa

slurry mengalir ke mixer bagasillo. Dimana pada mixer

bagasillo, nira ditambah ampas halus untuk memperbaiki

struktur endapan sehingga mempermudah dalam proses

penapisan. Dari mixer bagasillo nira dialirkan menuju bak nira

kotor pada Rotary Vacuum Filter (RVF). Dalam RVF, drum

berputar ± 0,125 rpm / 6-8 menit/putaran dengan perlakuan

vacuum, low vacuum dan no vacuum disertai dengan semprotan

air panas dengan temperatur 75°C sehingga diperoleh nira tapis

dan blotong. Nira tapis dialirkan ke nira mentah tertimbang

sedangkan blotong bisa dibuat sebagai kompos.

21

Page 19: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Peralatan :

1. Timbangan Boulogne, berfungsi untuk menimbang nira dari

stasiun gilingan yang bekerja secara otomatis dengan kapasitas 4

ton /cycle.

2. Peti tarik nira mentah yang merupakan bak penampungan nira

mentah dari timbangan Boulogne. Buffer tank ini memiliki

volume 4,2 m3.

3. 2 buah pompa nira mentah dengan kapasitas 200 m3/jam untuk

memompa yang sudah ditimbang ke JH I.

4. Voor Warmer / Juice Heater .PG. Watoetoelis mempunyai 2

jenis yaitu :

a. Juice Heater I (JH I), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang

berfungsi untuk memanaskan nira mentah sebelum masuk

defecator sampai suhu 75 - 80°C.

b. Juice Heater II (JH II), dengan menggunakan 12 sirkulasi

yang digunakan untuk memanaskan nira yang keluar dari

tangki sulfitasi nira mentah sampai suhu 100 - 105 °C.

5. Defekator I, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan

susu kapur dilengkapi dengan pengaduk agar campuran

homogen dan mempunyai Ph 7,2

6. Defekator II, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira

dengan susu kapur dilengkapi dengan pengaduk agar campuran

homogen dan mempunyai pH 8,8-9.

7. Tangki sulfitasi (Sulfitir) nira mentah untuk menetralkan nira

encer terkapur dari defekator dengan penambahan gas SO2

sampai pH 7,2.

8. Pompa nira mentah surfitir

9. Peti tarik nira mentah tersulfitir untuk menampung nira encer

tersulfitir dari tangki sulfitasi nira encer.

10. Expandeur (Flash Tank) yang berfungsi menghilangkan gas-gas

yang masih tersisa dalam nira yang akan masuk ke Door

Clarifier sehingga proses pengendapan berjalan baik.

22

Page 20: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

11. Snow Balling tank; berfungsi untuk mencampur nira tersulfitir

dan flokulant menjadi homogen.

12. Door Clarifier, merupakan multi tray clarifier yang memiliki 4

tray, berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran atau flok

dalam nira sehingga akan diperoleh nira jernih dan nira kotor.

Selanjutnya nira kotor dipisahkan dan dibawa ke Rotary

Vacuum Filter.

13. Rotary Vacuum Filter untuk menyaring nira kotor (blotong)

yang berasal dari Door Clarifier.

14. Vaccum Filter terdiri atas silinder yang sebagian tercelup dalam

tangki yang berisi nira kotor yang akan disaring. Bagian luar

dari dinding silinder berfungsi sebagai bidang penyaringan dan

dibagi dalam 18 bagian. Masing-masing bagian dihubungkan

secara individu oleh suatu jaringan pipa yang berakhir pada

suatu terminal yang merupakan pengatur mekanik vacuum.

Permukaan alat ini terbagi menjadi 3 sektor yaitu :

Unit Low Vacuum (15-30 cmHg), untuk menempelkan

blotong.

Unit High Vacuum (40-50 cmHg), untuk menghisap nira

tapis pada blotong.

Unit No Vacuum (0 cmHg), untuk melepaskan blotong yang

dibantu dengan sekrap.

Cara Kerja Rotary Vacuum Filter :

Pada saat vacuum bekerja, bagian silinder yang berhubungan

dengan kotor adalah bagian yang berhubungan dengan low vacuum,

hal ini menyebabkan nira terhisap oleh pengaruh vacuum. Sementara

itu zat-zat padatan yang tersuspensi dalam larutan akan menempel

pada permukaan saringan yang membentuk lapisan tipis. Lapisan ini

disebut blotong, yang juga mengandung serpihan ampas halus

(bagacillo) yang sengaja ditambahkan. Nira hasil penyaringan dari

23

Page 21: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

daerah low vacuum masih kotor dan disebut filter kotor (cloudy

filtrate). Lapisan tipis ini merupakan media penapis pada tahap

berikutnya.

Selanjutnya dengan berputarnya silinder, maka bidang

penyaringan yang sudah dilapisi dengan blotong masuk ke daerah

high vacuum karena pengaturan dalam distributing valve. Nira yang

keluar dari daerah vacuum ini lebih jernih dibandingkan dengan nira

pertama yang disebut nira tapis. Meskipun demikian mutunya belum

layak untuk menghasilkan gula SHS, oleh karena itu dikembalikan

lagi ke tangki bejana nira mentah tertimbang untuk dilakukan proses

pemurnian kembali.

Lapisan blotong yang terbentuk dengan berputarnya silinder

masuk ke daerah pengabut air panas sehingga blotong dibasahi air.

Karena pengaruh vacuum, air ini terhisap. Pengabutan ini merupakan

pembasuhan awa1. Setelah itu dimulai proses pengeringan oleh

vacuum. Silinder selanjutnya memasuki tangki nira kotor. Namun

sebelumnya masuk kambali lapisan blotong yang sudah kering

ditahan oleh scrapper dan blotong masuk ke Transport Band keluar

pabrik.

Stasiun Penguapan

Tujuan : Untuk menguapkan air yang terdapat dalam nira encer,

karena nira encer dari hasil pemurnian masih mengandung

air sekitar 80 – 85%, sehingga tercapai brix 65%. Sistem

penguapan yang dipakai adalah Quadrupple Effect

Evaporator (4 buah evaporator). Sistem ini menghemat

bahan pemanas karena setiap 1 kg uap pemanas mampu

menguapkan 4 kg air. Tekanan evaporator berikutnya

dibuat lebih rendah daripada evaporator sebelumnya

sehingga tidak dibutuhkan pompa untuk mengalirkan nira

dan titik didihnya akan makin rendah.

24

Page 22: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Proses :

Nira masuk ke dalam evaporator karena adanya perbedaan

tekanan dalam evaporator. Steam masuk lewat pipa dan

mengalir terdistribusi dalam pipa calandria. Dengan adanya

perpindahan panas, maka steam terkondensasi menjadi

kondensat. Uap nira yang terbentuk akan mengalir ke bagian

atas evaporator dan selanjutnya sebagian digunakan untuk

pemanas pada evaporator berikutnya.

Proses penguapan dilakukan dalam kondisi vacuum untuk

menekan kerusakan gula akibat suhu tinggi karena gula tidak

tahan pada suhu tinggi. Selain itu juga untuk penghematan

steam.

Uap nira dari evaporator I digunakan sebagai pemanasan

evaporator II, sebagian lagi dibleeding ke pan masakan. Uap

nira dari evaporator II digunakan sebagai pemanasan evaporator

III. Sebagian lagi dibleeding ke pemanas I. Uap nira dari

evaporator III digunakan untuk memanaskan evaporator IV. Uap

nira dari evaporator IV dialirkan ke kondensor.

Kondensat yang tidak mengandung gula digunakan sebagai air

pengisi ketel. Sedangkan kondensat yang mengandung gula

digunakan sebagai pencuci pada masakan, air siraman RVF dan

putaran, serta air imbibisi pada gilingan III.

Nira kental dari evaporator terakhir biasanya lebih keruh

dibanding nira sebelumnya karena adanya kenaikan konsentrasi,

penggumpalan, dan suspensi dari beberapa jenis zat bukan gula.

Untuk menghilangkan warna gelap, nira dialirkan ke tangki

sulfitasi II untuk pemucatan agar diperoleh gula yang lebih

putih. Pada tangki sulfitasi II ditambahkan gas SO2 yang berasal

dari tobong belerang sehingga pH 5,4 - 5,6.

25

Page 23: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Peralatan :

1. Evaporator yaitu alat yang berfungsi untuk mengurangi

kandungan air yang terdapat dalam larutan nira menjadi lebih

kental. Di PG. Watoetoelis digunakan sistem Quadruple Effect

Evaporator (4 unit evaporator)

2. Pompa hampa udara sentral, digunakan untuk menurunkan

tekanan vacuum terdiri dari dua bagian tekanan, yaitu pompa

vacuum dan kondensor.

3. Pompa kondensat untuk mengeluarkan air kondensat.

4. Tangki sulfitir yang digunakan untuk proses sulfitasi nira

kental.

5. Peti diksap untuk menampung nira kental

6. Mesin uap untuk mempercepat terjadinya kondisi vakum.

7. Pompa injeksi untuk menghindari suhu yang terlalu panas yang

mengakibatkan tekanan evaporator naik.

26

Page 24: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Stasiun Masakan

Tujuan : Untuk mengubah nira dari larutan kental menjadi bentuk

semi solid, dimana dalam proses ini juga terjadi

pembibitan untuk pembentukan kristal yang lebih besar.

Proses : Kecepatan kristalisasi dipengaruhi oleh :

a. Temperatur

Dalam hal ini temperatur akan mempengaruhi viskositas dan

koefisien kejenuhan.

Viskositas larutan induk : bila temperatur turun, maka

viskositas akan naik dan sebaliknya.

Koefisien kejenuhan : bila temperatur turun, koefisien turun

sehingga kecepatan kristalisasi berkurang. Secara teoritis

kecepatan kristalisasi sebanding dengan kuadrat kejenuhan

tetapi dalam praktek tidak boleh melewati harga kritis (1.44)

karena kemurnian kristal akan sulit dikontrol.

b. Kemurnian larutan induk, Bila kemurnian larutan induk menurun,

kecepatan kristalisasi akan menurun.

c. Ukuran inti kristal

d. Viskositas larutan

Pada stasiun masakan terdapat 21 peti masakan, yaitu :

a. Peti nomor 1-10 berisi stroop A

b. Peti nomor 11-15 berisi stroop C

c. Peti nomor 16-21 berisi stroop D

Selain itu juga terdapat 7 peti untuk penampungan nira kental

yang berasal dari badan penguapan. Pada stasiun masakan terdapat 8

pan masakan yang menjadi 3 macam masakan, yaitu :

1. Masakan A menggunakan 5 buah pan masakan

2. Masakan C menggunakan 1 buah pan masakan

3. Masakan D menggunakan 2 buah pan masakan

27

Page 25: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Perbedaan pan masakan A, C, dan D teletak pada desain

pemanasnya. Pemanas pada pan masakan itu berupa koil yang

disebut serpetin, dimana steam pemanasnya mengalir dalam pipa,

sedangkan jenis pemanas pada pan A dan C adalah tromol

(calendria), steam pemanasnya berada di luar pipa.

Adapun pada setiap masakan mempunyai ukuran butiran gula

masing-masing sebagai berikut :

i. Masakan A berukuran 0,9 – 1,1 mm

ii. Masakan C berukuran 0,6 mm

iii. Masakan D berukuran 0,3 mm

Proses kristalisasi, ada 3 jenis masakan berdasarkan kadar brix

dan ukuran kristal yang terbentuk, yaitu :

i. MASAKAN D

Bahan : stroop A, stropp C, klare D, fondan (bubuk kristal halus

berukuran 0,3 µm)

Proses : Pada masakan ini ditentukan HK masakan D 60% dengan

harapan kehilangan gula pada tetes dan jumlah tetes dapat

ditekan seminimal mungkin, untuk menghasilkan stroop C

yang digunakan sebagai bibitan gula D, dan untuk

menghasilkan gula D2 sebagai inti bibitan masakan C. Ada

2 putaran yaitu : masakan D1 dan D2.

MuIa-mula pan masakan di vacuum untuk diisi stroop A/nira

kental dan dipanaskan sampai terbentuk benangan, diusahakan

jangan sampai terbentuk gula kristal kemudian diberi fondan (gula

halus) sebagai bibit dan pembentuk kristal sambil dibantu dengan

penambahan air. Setelah terbentuk kristal yang cukup, stroop C dan

klare D dimasukkan. Sebelum terlalu kental sebagian masakan

dipindah ke pan D2 dan sisanya di pan D1 ditambah stroop A atau C.

Hasil masakan di D1 diturunkan ke palung pendingin yang bertujuan

mendinginkan hasil masakan gula D1 agar sisa-sisa sakarosa yang

28

Page 26: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

masih larut dapat mengkristal. Masakan yang keluar dipanaskan lagi

agar tidak beku dapat dipisahkan dengan tetes. Setelah dari receiver,

hasil masakan kemudian ditarik ke putaran LGF D1 (no.3,4,5). Dari

putaran LGF D1 dihasilkan tetes dan gula D1. Tetes kemudian

dialirkan ke tangki tetes dan gula D1 dialirkan ke putaran LGF (no.6)

untuk menghasilkan gula D2 dan klare D. Gula D2 selanjutnya masuk

ke pan masakan C sedangkan klare D dikembalikan ke peti masakan

nomor 16-21.

ii. MASAKAN C

Bahan : nira kental, gula C/D2, dan klare SHS.

Proses : Proses pertama membuat bibitan masakan A yang artinya

akan dipecah menjadi gula A1 yang merupakan gula produk

sebanyak 4 kali. Penentuan pemecahan ini adalah dari

ukuran kristal gula yang telah terbentuk. Jika kristal gula

yang telah terbentuk sudah besar, maka pemecahan yang

dilakukan tidak terlalu banyak karena semakin banyak

pemecahan akan semakin menurunkan HK masakan yang

akan berpengaruh pada produk smaping. Kadang prosesnya

tidak melalui gula A4 tetapi bisa menjadi A3 atau A2 yang

artinya gula A3 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 3

kali dan gula A2 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 2

kali tergantung dari ukuran gula yang telah terbentuk tadi.

Ukuran yang diinginkan untuk menjadi gula produk adalah

0,9 -1,1 mm.

Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula SHS

sebagai gula produksi.

29

Page 27: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Gambar 2.2 Macam masakan gula A

Pada saat awal gilingan, nira kental dari evaporator masuk ke

pan masakan A yang divakum dan dicampur dengan fondan. Hal ini

dilakukan karena pada awal gilingan belum terbentuk stroop A.

Setelah terbentuk stroop A dari pan masakan A, maka fondan

dimasukkan ke pan masakan D1.

Seperti halnya pada evaporator, gas amoniak harus dikeluarkan

dari masakan karena akan menyelimuti tube dan akan menghalangi

aliran panas ke nira, sehingga proses pemanasan akan terganggu.

Aliran panas yang digunakan berasal dari uap nira dan uap bekas.

Uap nira diperoleh dari nira yang dipanaskan dengan tekanan 0,5

kg/cm2, sedangkan uap bekas adalah uap dari gilingan.

Penambahan bahan-bahan dalam masakan harus dilakukan

secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk :

Mencegah penurunan koefisien kejenuhan sehingga gula tidak

larut.

Memperbesar pertumbuhan kristal.

Mempertahankan kedudukan larutan dalam proses pembesaran.

A2

A1

A1

A4

A2 A1

A1

A2 A1

A1

A3 A1

A2

A1

A1

30

Page 28: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Berikut beberapa palung pendingin yang ada di PG. Watoetoelis

antara lain :

a. Palung 1 – 6 untuk gula D

b. Palung 7 – 8 untuk gula C

c. Palung 9 – 14 untuk gula A

Harga kemurnian dari Brix tiap hasil masakan berbeda-beda,

antara lain :

Untuk jenis masakan A

Harga kemurnian (HK) : > 80%

Brix : 94 – 96 %

Untuk jenis masakan C

Harga kemurnian (HK) : 72 – 74 %

Brix : 96 – 97 %

Untuk jenis masakan D

Harga kemurnian (HK) : 60 – 62 %

Brix : 99 – 100 %

Peranan air dalam stasiun masakan ini adalah untuk :

Melarutkan kristal-kristal palsu

Membersihkan nira

Memisahkan kristal gula yang menggumpal

Memperbesar ukuran kristal

Peralatan :

1. Pan masakan (vacuum pan), yang berfungsi membuat kondisi

lewat jenuh larutan gula dan untuk mempercepat proses

kristalisasi. Tersedia 8 buah pan masakan

2. Kondensor sentral, berfungsi untuk mengkondensasikan uap

yang keluar masakan.

3. Pompa vacuum untuk memvacuumkan pan masakan.

31

Page 29: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4. Palung pendingin (Cooltrog) untuk pan masakan, berfungsi

untuk mendinginkan hasil masakan dan tempat terjadinya proses

kristalisasi lanjut.

5. Peti-peti masakan, untuk menampung nira kental , stroop A,

stroop C, klare D, dan klare SHS

3. Stasiun Puteran dan Stasiun Penyelesaian.

Stasiun Puteran.

Tujuan : Untuk memisahkan kristal gula dari larutan sehingga didapat

kristal gula yang bersih

Proses :

Campuran antara kristal sukrosa dan larutannya yang keluar dari

pan masakan dipisahkan dengan cara pemutaran (sentrifugal). Dalam

centrifuge kristal akan tertahan dan cairan / stroop akan keluar melalui

saluran pipa centrifuge dan berputar didalamnya. Alat pemutaran terdiri

dari suatu silinder yang terbuat dari saringan dan dihubungkan dengan

sumbu yang berputar. Bila alat pemutar dijalankan maka larutan akan

terlempar menjauhi sumbu putarannya. Dinding alat pemutar yang

berupa saringan akan menahan kristal gula dan melewatkan larutannya.

Kristal yang menempel pada saringan setelah proses pemutaran masih

mengandung kotoran sehingga perlu disiram air untuk melepaskan

kotoran yang masih menempel pada kristalnya.

Gula dari palung pendingin A akan mengalami dua kali proses

putaran. Setelah keluar dari palung pendingin A, gula dialirkan ke feed

distributor dan mengalami proses pencampuran, selanjutnya diproses

pada putaran A. Dimana pada putaran A ditambahkan air dengan suhu

kamar. yang gunanya melepaskan kotoran-kotoran yang masih menempel

dan untuk mengencerkan agar dapat dialirkan kembali. Hasil dari putaran

A berupa stroop A dengan HK ± 61 yang akan digunakan kembali

sebagai bahan baku di vaccum pan C dan D dan juga menghasilkan

kristal gula A yang dialirkan ke mingler mixer A. Kemudian gula A

32

Page 30: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

mengalami proses putaran yang kedua di putaran SHS. Putaran SHS ini

dilengkapi dengan steam pemanas yang berguna untuk menghilangkan

warna sehingga warna gula menjadi putih bening dan juga ada

penambahan air panas ± 65-70°C untuk melarutkan gula yang berukuran

sangat kecil sehingga tidak menyumbat saringan. Kristal gula yang

keluar putaran masih panas dan akan kering dengan sendirinya dengan

melewatkan pada talang goyang yang panjang dan dilengkapi dengan

blower pendingin. Putaran SHS menghasilkan gula produk dengan nilai

HK ± 99,9 dan juga klare SHS yang merupakan bahan baku dari masakan

A.

Gula dari palung pendingin C hanya akan mengalami satu kali

proses putaran, yaitu di putaran C. Kristal gula C dipompa ke feed

distributor C yang kemudian dialirkan ke putaran C. Pada putaran C

ditambahkan air dengan suhu kamar untuk pengenceran agar mudah

dialirkan ke proses selanjutnya. Hasil dari putaran ini berupa stroop C

dengan HK ± 52 sebagai bahan baku masakan D dan gula C sebagai inti

bibitan masakan A.

Gula dari palung pendmgin D akan mengalami dua kali proses

putaran. Masakan D yang telah diproses ditempatkan pada palung

pendingin D selama 16-20 jam dengan tujuan agar terjadi Nakristalisasi

(kristalisasi lebih lanjut) karena pada masakan D, gula D telah terbentuk

tetapi gulanya sangat kecil sehingga jika diputar gula D akan terikut ke

tetes pada putaran D1. Gula D akan dimasukkan pada feed mixer D

kemudian dialirkan ke putaran D1 dan akan menghasilkan tetes dengan

HK < 32 sebagai hasil samping gula D1 dan selanjutnya dimasukkan ke

putaran D2. Putaran D2 menghasilkan klare D dan gula klare D akan

dikembalikan lagi sebagai bahan baku masakan D sedangkan gula D2

akan digunakan sebagai inti bibitan masakan C. Pada D1 dan D2

ditambahkan air dingin untuk pengenceran supaya hasil dari putaran

dapat dialirkan dengan mudah.

33

Page 31: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Kualitas gula pada stasiun putaran bergantung pada :

1. Keadaan kristal dalam masakan, meliputi ukuran dan jumlah

kristal.

2. Kekuatan putar centrifuge. Makin cepat putaran centrifuge, proses

pemisahan akan semakin cepat.

3. Jumlah air panas yang disemprotkan. Jumlah air panas yang

disemprotkan harus tepat, jika terlalu sedikit proses pemisahan

tidak efektif sedangkan jika terlalu banyak ada kemungkinan gula

akan larut dalam air.

Peralatan :

a. Putaran LGF (Low Grade Centrifuge) berjumlah 6 buah, berfungsi

untuk memisahkan tetes dari gula D1 (LGF no. 3,4,5); memisahkan

gula D2 dan klare D (LGF no. 6); dan memisahkan gula C dari

stroop C (LGF no. 1,2).

b. Putaran HGF (High Grade Centrifuge) berjumlah 23 buah yang

terbagi alas 2 bagian, yaitu :

HGF A (no. 1-5), HGF Broad Bent (no. 1-4) berfungsi untuk

menghasilkan gula A dan stroop A.

HGF SHS (no. 12-21) berfungsi untuk menghasilkan gula SHS

dan produk samping klare SHS.

Stasiun Penyelesaian

Tujuan : Untuk mengeringkan gula dan mengemas gula agar siap

dipasarkan.

Peralatan:

a. Talang goyang (grash hopper), merupakan talang yang dilengkapi

dengan saringan / ayakan untuk membawa gula dari stasiun putaran

ke stasiun penyelesaian.

b. Vibrating screen untuk memisahkan gula dengan ukuran yang

diinginkan.

c. Timbangan untuk menimbang gula sesuai dengan berat yang

diinginkan.

34

Page 32: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

d. Tangga Yacob, digunakan untuk membawa gula dan talang goyang

ke sugar bin untuk ditampung sementara.

e. Sugar Bin, merupakan tempat penampungan sementara gula produk

sebelum dikarungi.

Proses :

Gula SHS dari putaran dibawa oleh tangga yacob menuju vibrating

screen (VS). Pada stasiun penyelesaian terdapat 3 jenis vibrating screen

dengan ukuran 4 x 4, 8 x 8, 23 x 23 lubang/m2. Pertama-tama gula SHS

dipisahkan dengan vibrating screen 4 x 4,dan dibawa ke vibrating screen

8 x 8. Gula yang terbawa dipisahkan lagi dengan vibrating screen 23 x 23

sehingga diperoleh gula produk yang diharapkan yaitu gula yang

memenuhi standar antara gula halus dan gula kasar dengan diameter ±

0,9 - 1,1 mm. Kemudian dimasukkan ke pengemasan dengan berat netto

50 kg/karung. Setelah itu karung dijahit dan dimasukkan dalam gudang

gula.

Gula halus dan gula kasar dari hasil kerja vibrating screen ditampung

dan dilebur kembali kemudian dibawa ke stasiun pemurnian atau stasiun

masakan tergantung kondisi dan jensi gula yang didapatkan.

35

Page 33: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Gambar 2.3 Bagan Proses Produksi Gula

4. Stasiun Ketel

a. Pengertian umum

Ketel uap adalah pesawat untuk memproduksi uap pada suatu

jumlah tertentu setiap jamnya dengan suatu tekanan dan suhu yang

telah ditentukan besarannya.

Uap yang dihasilkan dengan menggunakan panas langsung dari

hasil pembakaran bahan bakar.bahan bakar ini dapat berupa

padat ,cairan dan gas. Untuk bahan bakar di pabrik gula watoetoelis

ini menggunakan bahan bakar ampas tebu, moulding dan residu.

Gula SHS

Tebu

Stasiun Gilingan

Stasiun Puteran

Stasiun Masakan

Stasiun Pemurnian

Stasiun Penguapan

Air Imbibisi Ketel uap dengan bahan bakar ampas

Bahan pendukung : Susu kapur, asam, phospat, gas SO2, flokulan

Air diuapkan

Tetes

Air diuapkan

Uap

36

Page 34: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Hasil ampas dari stasiun gilingan ditarik menuju ke dapur stasiun

ketel untuk menjalankan mesin uap.

Di PG. Watoetoelis menggunakan beberapa jenis ketel, diantaranya :

1. KTR (Ketel Tekanan Rendah) : Tekanan 6 kg/cm2

2. Ketel WS 1,2,3 : Tekanan 7 kg/cm2

3. Ketel Stork : Tekanan 20

kg/cm2

4. Ketel Cheng chen : Tekanan 21 kg/cm2

Dilihat dari cara pemasukan panas, panas ketel uap dibagi menjadi

dua kelompok yaitu ketel pipa api dan ketel pipa air.ketel piapa api

adalah dimana hasil-hasil pembakaran bahan bakar dan gas panas

melalui dalam pipa yang diluarnya dikelilingi oleh air.jenis ketel ini

juga sering disebut ketel tekan rendah.ketel piapa air adalah ketel

dimana air melalui dalam pipa yang diluarnya adalah hasil-hasil

pembakaran dan gas panas.ketel jenis ini juga sering disebut ketel

tekanan menengah dan tinggi.

Ketel pipa api dan kete pipa air mempunyai perbedaan prinsipal,

pipa – piapa pada ketel pipa api berada di dalam drum yang berisi

air.hal ini sangat berbeda dengan ketel pipa air yang mana pipa – pipa

air dimana pipa – pipa air diletakkan dan disusun diluar drum. Untul

ukuran ketel kecil , ketel pipa api merupakan ketel pipa api yang

kompak. Tetepi untuk ukuran besar, kapasitas ketel pipa api

mempunyai keter batasaan yang disebabkan ukuran drum yang

diperlukan. Disinilah pipa air mempunyai kelebihan yang sangat

berbeda dari ketel pipa api ,karena pada pipa ketel air, pipa –pipa

dapat disusun menjadi beberapa bentuk susunan untuk mendapatkan

bidang pemanasan yang jauh lebih besar.

Akibatnya ketel pipa air mampu memberikan kapasitas dan

tekanan kerja yang lebih tinggi yang mana hal ini tidak dapat dicapai

ketel pipa api.

37

Page 35: BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5. Stasiun Listrik

Stasiun listrik berfungsi sebagai sumber power yang terdiri dari :

Turbin Alternator untuk pembangkit daya

Turbin uap untuk menggerakkan generator yang kemudian

menghasilkan listrik

Sumber-sumber listrik yang disalurkan di PG. Watoetoelis berasal

dari :

PLN ( 555 kVA )

Diesel ( 450 kVA )

Turbin Alternator : Allen I & II ( masing-masing 1500 kW )

: Shinko ( 3500 kW )

6. Stasiun Besali

Stasiun ini berfungsi sebagai tempat perawatan atau perbaikan

komponen-komponen mesin dari semua stasiun

Stasiun Besali di PG. Watoetoelis memiliki beberapa alat perbaikan

yang terdiri dari :

Mesin Bubut

Mesin Skrap

Mesin Frais

Mesin Bor

Dapur Pengecoran/Peleburan

Las Listrik

7. Stasiun Kendaran

PG. Watoetoelis juga memiliki bengkel kendaraan dengan berbagai

kendaraan yang dipergunakan untuk operasional keperluan sehari-hari

sebagai pengangkutan dikebun juga keperluan kantor.

38