15
2.1. Teori Perilaku Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau &Hu, 2002). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control, sehingga secara skematik perceived behavioral control dilukiskan sebagaimana pada gambar 2.

BAB II Kel4 Tj.pasir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kuy

Citation preview

Page 1: BAB II Kel4 Tj.pasir

2.1. Teori Perilaku

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut

dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA,

yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk

ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu

dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau &Hu, 2002). Dengan kata lain,

dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh

sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol

yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol

tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor

latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control, sehingga secara

skematik perceived behavioral control dilukiskan sebagaimana pada gambar 2.

Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)

mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Latar belakang (background factors)

Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati,

sifat kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku

individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah

Page 2: BAB II Kel4 Tj.pasir

sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin

dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen

(2005), memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan

informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu,

sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan

kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis

kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor

informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media

massa.

2. Keyakinan perilaku (behavioral belief)

Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari

segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk

bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau

tidak suka pada perilaku tersebut.

3. Keyakinan normatif (normative beliefs)

Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas

dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris

bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived behavioral control. Menurut

Ajzen (2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang

berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat

mempengaruhi keputusan individu.

4. Norma subjektif (subjective norm)

Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan

orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau

individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang

akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia

akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan

dilakukannya. Fishbein dan Ajzen (1975), menggunakan istilah

”motivation to comply” untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah

individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam

hidupnya atau tidak.

5. Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang

dilaksanakan (control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama

adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau

Page 3: BAB II Kel4 Tj.pasir

pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain misalnya, teman,

keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu sehingga ia memiliki

keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain

pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai

suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan

waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk

melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap

kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral

control)

Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak

pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan

waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan

estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak

memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. Ajzen (2005)

menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

(perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (intention)

adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak

melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana

individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana

kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat

dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak berdasarkan

intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya (Ajzen,

2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku

manusia, tetapi juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku berada di bawah

kontrol kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku tidak hanya

bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak

ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan

untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sini lah Ajzen

memperluas teorinya dengan menekankan peranan dari kamuan yang kemudian

disebut sebagai Perceived Behavioral Control (Vaughan & Hogg, 2005).

Page 4: BAB II Kel4 Tj.pasir

Berdasarkan Theory of Planed Behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga

determinan, yang satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh

sosial dan ketiga berhubungan dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005). Berikut ini

adalah penjabaran dari variabel utama dari Theory of Planned Behavior yang

terdiri dari: intensi, attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived

behavioral control.

2.1.1. Intensi

Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen

dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan

tingkah laku tertentu.Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas

subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Bandura (1986),

menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk

melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di

masa depan. Intensi menurutnya adalah bagian vital dari Self regulation

individu yang dilatarbelakangi oleh motivasi seseorang untuk bertindak.

Merangkum pendapat di atas, Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi

adalah hal-hal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi

serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini mengindikasikan seberapa

keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar

perilaku yang diinginkan dapat dilakukan.

Menurut Theory of Planned Behavior, seseorang dapat bertindak

berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap

perilakunya (Ajzen, 2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada

rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa target

tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut. Suatu

tingkah laku tidak hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan

juga pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol dari individu,

misalnya ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan

tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005).

Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait dengan tindakan dan

merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

menunjukan pada keadaan pikiran seseorang yang diarahkan untuk

Page 5: BAB II Kel4 Tj.pasir

melakukan sesuatu tindakan, yang senyatanya dapat atau tidak dapat

dilakukan dan diarahkan entah pada tindakan sekarang atau pada tindakan

yang akan datang. Intensi memainkan peranan yang khas dalam

mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara pertimbangan yang

mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan

tertentu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi

adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau

memunculkan suatu perilaku tertentu.

Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, intensi terbentuk dari

attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavioral

control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku. Berikut ini adalah

rumus dari intensi:

Keterangan:

B = behavior

I = Intention

AB = Sikap (attitude) terhadap perilaku

SN = subjective norm

PBC = Perceived Behavioral Control

W1, W2& W3 = weight/bobot/skor

2.1.2. Attitude Toward Behavior

Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti

sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail &

Zain, 2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara

positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau

minat tertentu. Menurut Gagne dan Briggs (dalam Ajzen, 2002), sikap

merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi

pilihan tindakan individu terhadap objek, orang atau kejadian tertentu.

Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang

dipelajari untuk berespon secara positif maupun negatif terhadap objek,

situasi, institusi, konsep atau seseorang. Sikap merupakan faktor personal

B ~ I = (AB) W1 + (SN) W2 + (PBC) W3

Page 6: BAB II Kel4 Tj.pasir

yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang

menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993).

Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh

dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku

tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap

perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan

hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian

yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, seseorang

yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang

positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu

juga sebaliknya.

Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, seseorang yang percaya

bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasl yang

positif akan memiliki sika favorable terhadap ditampilkannya perilaku,

sedangkan orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu

akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan memiliki sikap

unfavorable (Ajzen, 1988). Berikut ini adalah rumus untuk mengukur

attitude toward behavior (Ajzen, 1988):

Keterangan:

AB = sikap terhadap perilaku B

bi = belief bahwa menampilkan perilaku B akan menghasilkan i

ei = evaluasi terhadap hasil i

2.1.3. Subjective Norms

Subjective Norms merupakan faktor dari luar individu yang berisi

persepsi seseorang tentang apakah orang lain akan menyetujui atau tidak

menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000).

Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative

belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen,

AB ∞ ∑ bi ei

Page 7: BAB II Kel4 Tj.pasir

2005).Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang

berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi

individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat,

rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Subjective

Norms didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan

sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu

memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan

menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila

individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan

mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.

Subjective Norms tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga

ditentukan oleh motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin

bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan

perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu,

akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya, individu

yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya

menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti

perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki

subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk

menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).

Dalam Theory of Planned Behavior, Subjective Norms juga diidentikan

oleh dua hal, yaitu: belief dari seseorang tentang reaksi atau pendapat

orang lain atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau

tidak boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk

mengikuti pendapat orang lain tersebut (Michener, Delamater, &Myers,

2004). Berikut adalah rumus dari Subjective Norms (Ajzen, 2005):

Keterangan:

SN = Subjective Norm

SN ∞ ∑ ni mi

Page 8: BAB II Kel4 Tj.pasir

ni= belief normative (keyakinan seseorang bahwa seseorang atau

kelompokyang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya

menampilkan atau tidak menampilkan perilaku)

mi= motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok

yangmenjadi referensi.

2.1.4. Perceived Behavioral Control

Perceived BehavioralControl menggambarkan tentang perasaan self

efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku.

Hal senada juga dikemukakan oleh Ismail dan Zain (2008), yaitu

Percieved Behavior Control merupakan persepsi individu mengenai

kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku

tertentu. Percieved Behavior Control merupakan keyakinan tentang ada

atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu

untuk melakukan suatu perilaku. Percieved Behavior Control ditentukan

oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu

mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku.

Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi

oleh informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman

orang-orang yang dikenal seperti keluarga, pasangan dan teman.

Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan bahwa perilaku

seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga

membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan

kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Perceived Behavioral Control

merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah

individu menunjukkan suatu perilaku. Ketika individu percaya bahwa

dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk

menunjukkan suatu perilaku, (kontrol perilaku yang rendah) individu

tidak akan memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku

tersebut (Engel, Blackwell, & Miniard, 1995).

Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan

untuk menjelaskan intensi, dan kebanyakan ketiga faktor ini masing-

Page 9: BAB II Kel4 Tj.pasir

masing berperan dalam menjelaskan intensi. Sebagai tambahan, tiap

individu memiliki perbedaan bobot dari antara ketiga faktor tersebut

mana yang paling mempengaruhi individu tersebut dalam berperilaku

(Ajzen, 2005). Sehingga kesimpulannya seseorang akan melakukan suatu

perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku tersebut secara

positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari sosial untuk

melakukan perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya bisa dan

memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen,

2005).Berdasarkan hal itu, Perceived Behavioral Control dapat

dirumuskan sebagai berikut (Ajzen, 2005):

Keterangan :

PBC= Perceived Behavioral Control

ci = control belief bahwa faktor i akan ada

pi = kekuatan faktor i untuk mempermudahkan atau menghambat dalam

menampilkan perilaku

Perceived Behavioral Control dapat diukur menggunakan dua skala,

yaitu:

a. Skala yang mengukur control belief subjek (Indirect Perceived

Behavioral Control) yaitu mengenai kemampuan individu untuk

mengontrol perilakunya terhadap faktor dari luar individu yang

menghambat atau mendukung individu untuk menampilkan perilaku

yang berasal dari luar individu.

Skala yang mengukur perceived power (Direct Perceived Behavioral Control) yaitu mengenai kemampuan individu untuk mengontrol perilakunya terhadap faktor dari dalam individu yang menghambat atau mendukung individu untuk menampilkan perilaku yang berasal dari dalam diri individu.

PBC ∞ ∑ ci pi