13
4 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pendekatan Realisme Pemikiran realisme terkemuka pada abad ke-20 adalah Hans Morgenthau (1965,1985). Ia melihat bahwa „politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik‟ (Morgenthau, 1965: 195). Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik meyakinkan bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan merupakan perhatian utama aktivitas politik. Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling utama, „politik kekuasaan‟ (power politics) suatu arena persaingan, konflik, dan perang antar negara dimana masalah-masalah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup negara. Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara, hal ini merupakan nilai-nilai yang menggerakan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis. Negara dipandang esensial untuk menjamin kehidupan yang baik bagi warga negaranya. Negara yang menjamin alat dan kondisi bagi keamanan dan kehidupan manusia, dalam frasa Thomas Hobbes (1946: 82) yang terkenal ialah „kesendirian, kemiskinan adalah hal yang sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan dan terbatas‟. Dengan demikian, negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan kehidupan warga negara terjamin dan bernilai. Kepentingan nasional adalah pertimbangan utama dalam menentukan kebijakan luar negeri. Morgenthau berpendapat bahwa „politik adalah perjuangan untuk kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara- cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik aksi politik‟ (Morgenthau,1965:195). Morgenthau berpendapat sama dengan Machiavelli dan Hobbes, jika masyarakat ingin memperoleh wilayah politik yang bebas dari intervensi atau kendali pihak asing, mereka harus mengerahkan kekuatan mereka dan menyebarkan kekuatannya

BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

4

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Pendekatan Realisme

Pemikiran realisme terkemuka pada abad ke-20 adalah Hans Morgenthau

(1965,1985). Ia melihat bahwa „politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan

atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan

cara-cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik

tindakan politik‟ (Morgenthau, 1965: 195).

Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik

meyakinkan bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan

merupakan perhatian utama aktivitas politik. Dengan demikian, politik internasional

digambarkan sebagai yang paling utama, „politik kekuasaan‟ (power politics) suatu arena

persaingan, konflik, dan perang antar negara dimana masalah-masalah dasar yang sama

dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup

negara.

Dasar normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara,

hal ini merupakan nilai-nilai yang menggerakan doktrin kaum realis dan kebijakan luar

negeri kaum realis. Negara dipandang esensial untuk menjamin kehidupan yang baik bagi

warga negaranya. Negara yang menjamin alat dan kondisi bagi keamanan dan kehidupan

manusia, dalam frasa Thomas Hobbes (1946: 82) yang terkenal ialah „kesendirian,

kemiskinan adalah hal yang sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan dan

terbatas‟. Dengan demikian, negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan

kehidupan warga negara terjamin dan bernilai. Kepentingan nasional adalah pertimbangan

utama dalam menentukan kebijakan luar negeri.

Morgenthau berpendapat bahwa „politik adalah perjuangan untuk kekuasaan atas

manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara-

cara memperoleh, memelihara, dan menunjukan kekuasaan menentukan teknik aksi politik‟

(Morgenthau,1965:195). Morgenthau berpendapat sama dengan Machiavelli dan Hobbes,

jika masyarakat ingin memperoleh wilayah politik yang bebas dari intervensi atau kendali

pihak asing, mereka harus mengerahkan kekuatan mereka dan menyebarkan kekuatannya

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

5

untuk tujuan tersebut. Yaitu, mereka harus mengorganisasikan diri mereka sendiri ke

dalam negara yang kuat dan efektif. Dengan cara itu mereka dapat mempertahankan

wilayah mereka.

Kekuasaan (singa) dan penipuan (rubah) adalah dua alat penting dalam

melaksanakan kebijakan luar negeri, menurut ajaran politik Machiavelli (1884 : 66).

Tanggung jawab utama penguasa adalah selalu berupaya mencari keunggulan dan

mempertahankan kepentingan negaranya dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat

didalamnya. Pemikiran Machiavelli menggambarkan bahwa negara harus mempunyai

kekuatan. Jika negara tidak kuat maka akan mendorong hasrat kuat bagi yang lain untuk

menghancurkannya. Sehingga penguasa harus menjadi seekor singa dan juga

membutuhkan kecerdikan dan jika perlu “kekejaman” seperti seekor rubah, dalam

mengejar kepentingan nasional.

Selain itu, realisme juga meyakini bahwa tidak ada kewajiban internasional dalam

moral antar negara-negara merdeka. Menurut Machiavelli, salah satu tokoh realis,

menganggap bahwa nilai politik tertinggi adalah kebebasan nasional yaitu kemerdekaan.

Negara harus bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan stabilitas nasionalnya

karena tidak akan ada negara lain yang bersedia membantu jika negara tersebut mengalami

kesulitan. Jika pun ada, maka sudah dipastikan bahwa ada maksud terselubung dibalik

bantuan yang diberikan. Oleh karena itu, setiap negara harus berupaya mencari keunggulan

dan mempertahankan kepentingan negaranya serta menjamin kelangsungan hidupnya.

Dalam pandangan ini, Rusia dibawah kepemimpinan Vladimir Putin mencoba untuk

menaklukan kembali negara-negara kawasan Eropa Timur dengan mendukung gerakan

pemisahan diri Crimea dan bergabung dengan Rusia. Kebijakan luar negeri Putin yang

tetap mempertahankan Crimea karena sebanyak 58.3% masyarakat di Crimea beretnis

Rusia. Kebijakan Putin ini tentunya dipandang baik ketika dilihat dari pendekatan realis

bahwa Putin sebagai orang nomor satu di Rusia mewakili Rusia untuk tetap

mempertahankan wilayah Eropa Timur dan dianggap sebagai pemimpin yang baik bagi

warga negaranya kerana ikut menyelesaikan konflik Crimea. Selain itu ikut campur Putin

dalam konflik Crimea juga didasari oleh Rusia yang telah membangun armada angkatan

laut di wilayah Sevastopol yang merupakan wilayah bagian dari Crimea.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

6

Dalam kebijakan luar negeri Rusia yang ingin mengambil Crimea menjadi bagian

Rusia, tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang telah membangun armada laut hitam di

Sevastopol sejak tahun 1783. Kepentingan nasional yang ingin dicapai ialah ketika Crimea

masuk menjadi wilayah bagian Rusia, Rusia akan menguasai wilayah laut hitam yang

terdapat sumber energi yang banyak serta tidak perlu membayar sewa kepada Ukraina

terhadap armada angkatan laut Rusia yang ada di wilayah Crimea.1

Pandangan realis juga menyatakan bahwa pemimpin itu harus kuat seperti singa dan

licik seperti rubah. Dalam hal ini Vladimir Putin adalah pemimpin yang dikenal sukses

dalam mengembalikan ekonomi Rusia semenjak paska runtuhnya Uni Soviet. Putin

berhasil meningkatkan militer Rusia sehingga militer Rusia dikenal sebagai kekuatan Rusia

dan sampai sekarang Rusia dikenal sebagai negara yang kuat dalam bidang militer. Dalam

kepemimpinan Putin, Putin berani mengeluarkan kebijakan seperti contohnya krisis yang

terjadi di Ukraina yang berimbas kepada wilayah-wilayah yang dominan masyarakatnya

beretnis Rusia. Putin mengirim pasukan milliter untuk menjaga kemanan dan menjaga

masyarakat yang berada di wilayah Ukraina, pengiriman militer ini juga bermaksud untuk

mengambil wilayah Crimea menjadi bagian dari Rusia.

2.2 Konsep Rational Actor Model (RAM)

Graham T Allison dalam bukunya mengenai “how to understand the decisions and

actions of government”. Inti dari apa yang ingin disampaikan Allison terletak pada tiga

pendekatan untuk memahami perilaku pemerintah, tiga pendekatan tersebut terdiri dari

model asumsi yang akan penulis gunakan. Yaitu, pertanyaan yang ditanyakan, informasi

yang dicari, kosa kata yang digunakan, dan membentuk jawaban yang didapatkan. Tiga

konsep tesebut terdiri dari model I (Rational Actor), Model II (Organization Proces

Model), dan Model III (Governmental or Beraucratic Politic Model).

1 Defence Research and Development Canada. Crimea-naval and strategic implication’s of Russia’s annexation.

Scientific Letter. DRDC-RDDC-2014-L186. 2014-09-22. Diakses 12 April 2017

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

7

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model I adalah Aktor Rasional

(Rational Actor). Negara atau, lebih tepatnya, secara mutlak mengasumsikan bahwa

pemerintah seperti individu yang berpikir secara rasional yang memiliki nilai-nilai, tujuan,

dan berpikir secara strategi yaitu secara instrumental. Mereka membangun tujuan,

mengumpulkan dan menilai informasi, menimbang risiko, kemudian pilih dan

melaksanakan rencana. Jika aktor yang berpikir secara rasional gagal atau mendapat

masalah, itu karena ia tidak memiliki informasi yang diperlukan, salah perhitungan, atau

kurang dalam rasionalitas.

Model I (Rational Actor) seperti pemikiran Schelling dan Realisme Strategi. Dimana

realisme strategi secara sentral memfokuskan pada pembuatan keputusan kebijakan luar

negeri, ketika para pemimpin negara menghadapi isu-isu diplomatik dan militer, mereka

diwajibkan untuk berpikir strategi, yaitu secara instrumental jika berharap untuk berhasil.

Schelling (1980,1986).

Dapat dilihat bahwa Rusia dibawah kepemimpinan Valdimir Putin telah berhasil

merebut Crimea melalui referendum pada tahun 2014, kebijakan Rusia merebut Crimea

dengan alasan untuk mempertahankan wilayah Eropa Timur dimana NATO yang telah

memperluas jaringannya sampai ke wilayah Eropa Timur terutama ikut campur dalam

konflik di Crimea. Kebijakan dari Rusia dibawah kepemimpinan Putin secara rasional

Putin ingin mengambil Crimea karena faktor keamanan dan dimana Rusia telah

membangun armada angkatan laut di wilayah Crimea. Sampai pada tahun 2016, walaupun

Crimea telah referendum dan telah bergabung di Rusia, Ukraina tetap tidak menyetujui

karena referendum Crimea ini tidak diakui secara hukum internasional sehingga Putin terus

mengirim militer ke Crimea dan terus mempertahankan Crimea. Selain keamanan Putin

secara tidak langsung ingin menjadikan Eropa bagian Timur sebagai “New Russia”.

2.3 Responsibility to Protect (R2P)

Prinsip Responsibility to Protect (R2P) diciptakan sebagai akibat dari sejumlah

kegagalan komunitas internasional untuk menghentikan pembunuhan massal Bosnia dan

Rwanda. Prinsip Responsibility to Protect adalah sebuah prinsip hubungan internasional

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

8

yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan massal, kejahatan perang, pembersihan etnis,

dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan setiap negara memiliki

tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect) rakyatnya dari empat jenis

kejahatan tersebut.2

Ide mengenai Responsibility to Protect pada awalnya berkembang dari pemikiran

Francis Deng (seorang mantan Diplomat asal Sudan yang menjadi perwakilan khusus PBB

untuk masalah pengungsi internal (Internally Displaced Persons/ IDPs) selama dekade

1990-an) bersama dengan ahli lainnya yang bekerja dibidang yang sama. Deng dan para

ahli lainnya berpendapat bahwa ide mengenai „kedaulatan negara‟ harus didasarkan bukan

pada hak dari setiap negara untuk melakukan apa yang dikehendakinya tanpa ada campur

tangan internasional, tetapi bahwa kedaulatan negara harus diasaskan pada perlindungan

terhadap rakyatnya yang tinggal di wilayah tersebut. Secara sederhana, kedaulatan negara

harus dibangun diatas konsep “kedaulatan sebagai tanggung jawab (soverignity as

responsibility). Ide Deng mengenai „kedaulatan sebagai tanggung jawab‟ kemudian

digunakan untuk menciptakan prinsip “Responsibility to Protect” oleh Komisi Internasional

atas Intervensi dan Kedaulatan Negara (International Commission on Intervention and

State Sovereignity/ ICISS).3 Komisi ini dibentuk atas hasil pemikiran Deng yang

berpendapat negara seharusnya menerima tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya

yang tinggal di dalam batas-batas wilayahnya.

Dalam KTT Dunia 2005 atas “Responsibilty to Protect/R2P”, Sekretaris Jenderal PBB

Ban Ki Moon menjelaskan tentang tiga pilar dalam menerapkan prinsip R2P:

1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal

(genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic cleaning)

dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala

macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut.

2 Outreach Programe Rwanda Genocide and the United Nations. Bacground Note . “ The Responsibility to Protect.

http://www.responsibilitytoprotect.org/files/UMC_R2PBackground.pdf. Diakses pada 4 April 2017 3 Report of The International Commission on Intervention and State Sovereignity “The Responsibility To

Protect” http://responsibilitytoprotect.org/ICISS%20Report.pdf diakses pada 4 April 2017

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

9

2. Komitmen komunitas internasional untuk membantu negara-negara dalam

menjalankan tanggung jawab itu.

3. Tanggung jawab setiap negara anggota PBB untuk merespon secara kolektif, tepat

waktu dan tegas ketika suatu negara gagal memberikan perlindungan yang

dimaksud.

Dalam kasus mengenai Intervensi Rusia di Crimea, Rusia menekankan bahwa tindakan

intervensi militer tersebut didasari dengan prinsip Responsibility to Protect. Intervensi

tersebut merupakan bentuk dari tanggung jawab Rusia terhadap perlindungan warga negara

yang beretnis Rusia di Crimea. Pengiriman pasukan militer Rusia juga berdasarkan pilar ke 1

R2P yang menyatakan bahwa “Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri

dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic

cleaning) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala

macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut.”. Melalui konsep R2P,

Rusia melihat konflik tersebut tidak dapat diselesaikan oleh negara yang sedang terjadi

konflik (Ukraina) dikarenakan presiden telah digulingkan oleh pihak oposisi dan

mengakibatkan kondisi dalam negeri tidak stabil sehingga Rusia merespon melalui kebijakan

yang dikeluarkan Vladimir Putin yang mengirimkan pasukan militer untuk melindungi

masyarakat Crimea yang bertenis Rusia dalam mengalami konflik sampai pada tindakan

diskriminasi oleh pihak oposisi di wilayah Ukraina.

2.4 Politik Identitas

Politik identitas merupakan tindakan atau sikap politis yang mengedepankan pada

kelompok sosial yang dapat diiedentifikasi berdasarkan gender, ras, etnisitas, agama, yang

memeiliki kesamaan identitas. (Vasiliki Neofotistos: 2010). Politik identitas merupakan alat

untuk mengklaim kelompok tertentu dalam memetakan atau menentukan hak mereka ketika

mendapat sikap ketidakadilan atau ketidaksetaraan. Sebagai contohnya pada abad ke 20 ini

banyak gerakan-gerakan sosial yang muncul seperti gerakan perempuan, gerakan hak-hak sipil

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

10

masyarakat, gerakan etnis (ras/suku), gerakan gay dan lesbian, serta gerakan nasionalis dan

postkolonial. 4

Dalam menentukan politik identitas, menurut Castells harus lebih dahulu dilakukan

identifikasi suatu konstruksi yang timbul yang menurutnya bisa dilihat dengan 3 model identitas,

yaitu:

a. Legitimizing identity (legitimasi identitas), yaitu identitas yang dibangun oleh institusi

yang dominan ada dalam kehidupan sosial. Lembaga ini menunjukkan dominasinya

dengan melekatkan sebuah identitas tertentu pada seseorang atau kelompok.

b. Resistance identity (resistensi identitas), yaitu identitas yang dilekatkan oleh aktor-

aktor sosial tertentu dimana pemberian identitas tersebut dilakukan dalam kondisi

tertekan karena adanya dominasi hingga memunculkan satu perlawanan dan

terbentuknya identitas baru yang berbeda dari yang sedang dibangun oleh

masyarakat.

c. Project identity (proyek identitas), konstruksi identitas pada model ini dilakukan oleh

aktor sosial dari kelompok tertentu dengan tujuan terbentuk identitas baru untuk bisa

mencapai posisi tertentu dalam masyarakat, hal ini bisa terjadi sebagai implikasi dari

gerakan sosial yang bisa merubah struktur sosial secara global.5

Dalam penelitian ini mengenai kebijakan luar negeri Putin di Crimea berhasil

membuat Crimea melakukan referendum dan menjadi bagian dari Rusia juga memiliki

faktor pendukung. Faktor pendukung tersebut ialah Etnis, dimana dapat dikaitkan dengan

konsep identitas politik “tindakan sosial kelompok tertentu untuk menetukan hak mereka

dalam mancapai kesetaraan atau keadilan”. Di Crimea terdapat etnis dominan Rusia

dengan jumlah 58,3%, Crimea yang dominan etnis Rusia ini sebelum melakukan

referendum, terlebih dahulu melakukan aksi demonstrasi yang mengibarkan bendera

Rusia dan mengatakan mereka sebagai orang Rusia. Survei juga dilakukan oleh lembaga

non pemerintah Ukraina (Razumkov center) yang meneliti tentang dominan bahasa di

4 Richard Thompson Ford “Political Identity as Identity Politics” Unbound. Harvard Journal Vol. 1: 53, 2005.

egalleft.org/wp-content/uploads/2015/09/1UNB053-Ford.pdf 5 Manuel Castells, The Power Of Identity: The Information Age, Economy, Society and Cultural, Vol II, Australia:

Blacwell Publishing, 2003 p.7

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

11

Crimea serta dukungan masyarakat di Crimea dengan keinginan mereka mendukung

untuk menggantikan bahasa resmi di wilayah tersebut menjadi bahasa Rusia. Bentuk

dukungan internal berupa aksi demonstrasi dan keinginan kuat mesyrakat Crimea sendiri

merupakan politik identitas yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Putin dapat

berhasil.

Dalam permasalahan yang terjadi di Crimea juga dapat dikaitkan dengan Resistance

identity yang menyatakan bahwa “pemeberian identitas oleh aktor-aktor sosial tertentu

dalam kondisi tertekan karena adanya dominasi hingga memunculkan satu perlawanan

dan terbentuknya identitas baru. Masyarakat Crimea sebelum melakukan referendum

awalnya bagian dari wilayah Ukraina, sehingga bahasa resmi yang harus dipakai yaitu

bahasa Ukraina. Pemerintah Ukraina menekeankan kepada masyarakat di Crimea agar

dapat memakai bahasa resmi Ukraina sebagai bahasa keseharian. Kebijkaan Ukraina

tersebut dilakukan karena Ukraina sebagai negara (merupakan penguasa) untuk wilayah

Crimea. Tetapi kebijakan tersebut tidak dipatuhi oleh masyarakat Crimea, masyarakat

Crimea tetap menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa ibu mereka (bahasa

keseharian). Dari kasus tersebut merupakan resisten identitas atau bentuk penolakan

Crimea dalam membulatkan tekad melakukan referendum dan lebih menerima Rusia

sebagai negara mereka.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

12

2.5 Penelitian Terdahulu

No. P

enelitian

Hasil Penelitian

1. Sri Rahayuni,

Kebijakan

pertahanan Rusia

dan dampaknya

terhadap NATO:

Konsep tentang

Pertahanan

Keamanan,

Perimbangan

Kepentingan,

Dampak (Aksi

Reaksi). Skripsi

Universitas

Hasanuddin

Makasar 2012.

Penelitian ini meneliti mengenai:

1. Dampak Kebijakan pertahanan Rusia terhadap

Perimbangan Kekuatan Konvesional dengan NATO.

2. Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia terhadap

Perimbangan Kekuatan Non-Konvesional dengan

NATO

Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa :

Kebijakan pertahanan Rusia telah mampu memberikan

kondisi perimbangan relatif dalam bidang pertahanan

keamanannya dengan pihak NATO, khususnya dalam hal

kualitas kemampuan militer. Hal ini dapat terlihat, ketika

pemerintah Rusia menempuh kebijakan modernisasi dan

reformasi militernya sejak tahun 2000, serta dikeluarkannya

doktrin untuk menaikan kemampuan militer Rusia, baik di

bidang persenjataan militer konvensional maupun non-

konvensional seperti nuklir.

2. Ananta Kaisar

Rawung, kebijakan

Ofensif Rusia

terhadap Ukraina

dalam melakukan

aneksasi di Krimea

(2014). Skripsi

Universitas

Penelitian ini meneliti mengenai :

Bagaiman kebijakan offensive Rusia dalam

melakukan aneksasi wilayah Crimea selatan, Ukraina

(2014)

Apa dampak aneksasi Rusia terhadap kondisi politik

dan keamanan kawasan (2014)

Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa :

Pola yang tercipta, baik Ofensif maupun Difensif,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

13

Paramadina Jakarta

2015

merupakan hasil sebuah perhitungan secara rasional maupun

sebagai konsekuensi dari sistem internasional. Semenjak

suatu negara diasumsikan tidak memiliki informasi yang

pasti dari negara lain maka ofensif menjadi pilihan dari para

pengambil keputusan untuk bertindak merespon potensi

ancaman yang ada.

Asumsi tersebut menjadi semakin menarik ketika feno

mena mengenai ekspansi keanggotaan Uni Eropa dan

NATO dilihat sebagai potensi ancaman bagi Rusia sehingga

campur tangan dari aliansi Barat untuk mepengaruhi kondisi

domestik Ukraina dianggap sebagai ancaman bagi

kepentingan dan keamanan nasional Rusia. Sulit untuk

membedakan bahwa ekspansi keanggotaan yang dilakukan

oleh aliansi Barat dapat diposisikan sebagai postur ofensif

atau defensif, namun konsekuensi dari perilaku tersebut

menyebabkan Rusia harus memilih untuk bersikap secara

ofensif.

3. Frans Yosua

Sinuhaji, Intervensi

Rusia dalam

Perspektif Hukum

Internasional.

Skripsi Universitas

Sumatra Utara 2015

Penelitian ini meneliti mengenai:

Mengapa Rusia melakukan intervensi di Crimea,

bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai

intervensi, dan bagaimana perspektif hukum internasional

terhadap intervensi Rusia di Crimea.

Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa :

Tindakan intervensi yang dilakukan Rusia telah

melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum

internasional, namun pada faktanya hingga kini Crimea

telah menjadi bagian wilayah Rusia dan Rusia tidak

menerima sanksi apapun atas pelanggaran yang

dilakukannya. Hukum internasional seperti kehilangan

taring dihadapan negara-negara besar, sehingga tindakan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

14

negara tersebut yang melanggar hukum internasional tidak

berarti apa-apa. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat

internasional untuk mengadakan perubahan dan/atau

mengkaji kembali norma-norma dalam hukum internasional

untuk membentuk suatu hukum internasional yang mengikat

bagi semua negara tanpa terkecuali.

4. Mega Chintia

Gunadi, Upaya

Ukraina menghadapi

Rusia atas aneksasi

semenanjung

Crimea tahun 2014.

Skripsi Universitas

Riau.

Penelitian ini meneliti mengenai:

Apa bentuk upaya yang dilakukuan Ukraina paska

aneksasi yang dilakukan Rusia pada Semenanjung Crimea.

Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa :

Penelitian ini menjelaskan bagaimana suatu negara

sebagai aktor rasional dalam perpolitikan hubungan

internasional sangat memperhitungkan setiap tindakan yang

diambil dan memperhatikan fenomena yang terjadi di dunia

internasional baik itu yang berpengaruh atau berdampak

langsung atau tidak langsung. Setiap keputusan atau

kebijakan yang diambil oleh sebuah aktor hubungan

internasional selalu dikaitkan dengan kepentingan yang

ingin dicapai, setiap keputusan negara harus

menguntungkan negaranya atau sesuai dengan kepentingan

yang dimilikinya atau negara dapat juga bertindak tidak

sesuai dengan apa yang aktor lainnya inginkan karena

kebijakan yang dimilikinya memberi pengaruh negatif

kepada negara. Hal ini kemudian juga dapat berakhir dengan

konflik internasional.

Krisis yang terjadi di Ukraina belum berakhir,

permasalahan Ukraina Timur masih berlanjut sampai saat

ini. Akan tetapi penulis membatasi pembahasan sampai

dengan hanya masalah dua negara Ukraina dan Rusia. Krisis

ini merupakan masalah perebutan wilayah dan penunjukan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

15

kekuasaan antara dua negara super power yakni, Amerika

Serikat dan Rusia.

Ukraina yang merupakan bagian dari Uni Soviet yang

memiliki geokultur campuran, wilayah timur pro-Ukraina

dan wilayah Barat pro Uni Eropa, ditekan oleh Rusia paska

turunnya Presiden Yanukovych (pro Rusia) sehingga Rusia

menganeksasi Semenanjung Crimea. Sebagai respon atas

aneksasi yang dilakukan Rusia, Ukraina memilih untuk

merubah orientasi politik luar negerinya dengan cara

mendekatkan diri ke Uni Eropa dan NATO yang diprakaisai

oleh Amerika Serikat sebagai strategi keamanan bagi

Ukraina dalam menghadapi Rusia yang kuat Ukraina jelas

sedang untuk menyelamatkan negaranya dari tekanan Rusia.

Walau hingga kini Ukraina belum berhasil mendapatkan

Semenanjung Crimea kembali, tetapi pengakuan atas tidak

sahnya referendum Semenanjung Crimea diakui dunia

internasional dan tampaknya Ukraina memfokuskan diri

untuk menjaga Ukraina bagian Timur agar tidak lepas ke

Rusia.

Pada penelitian terdahulu memiliki perbedaan dengan penelitian saya, dimana penelitian

terdahulu mengkaji mengenai kebijakan pertahanan Rusia dan dampaknya terhadap NATO

(hanya melihat kebijakan NATO yang mulai mempengaruhi dan masuk di kawasan Eropa

Timur), kebijakan ofesif Rusia terhadap Ukrainadalam melakukan aneksasi di Crimea,

intervensi Rusia dalam perspektif Hukum Internasional di Crimea, dan Upaya Ukraina

menghadapi Rusia atas aneksasi semenanjung Crimea. Sedangkan penelitian saya lebih m

elihat kebijakan luar negeri Vladimir Putin dalam mengambil Crimea dilihat dari pengaruh

kebijakan dan faktor-faktor pendukung kebijakan Putin sehinggah Crimea dapat melakukan

referendum masuk menjadi wilayah federal Rusia.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIS - UKSW · 2020. 12. 1. · 1. Tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnah massal (genocide), kejahatan perang (war crimes), pembersihan

16

2.6 Kerangka Berpikir

Vladimir Putin

Russia

Kebijakan Luar Negeri Rusia di Crimea pada masa

pemerintahan Vladimir Vladimirovich Putin

Crimea

Landasan Teori dan Konsep untuk melihat kebijakan luar nageri Rusia

di Crimea pada masa pemerintahan Vladimir Putin:

Realisme, Rational Actor Model (RAM), dan

Responsibility to Protect (R2P)