Upload
vindie-findianti
View
583
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air Sungai
Sebagai makhluk yang berbudaya, membutuhkan air dalam berbagai kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup misalnya : pertanian, peternakan, perindustrian, aktivitas rumah
tangga dan sebagainya. Dialam ini ada tiga macam sumber air yaitu : air hujan, air dalam
tanah, dan air dipermukaan. Yang dimaksud dengan air hujan adalah salah satu bentuk
presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer, untuk air dalam tanah
didefinisikan sebagai sumber air dalam mata air. Sedangkan air permukaan merupakan air
yang berada dipermukaan tanah dan dapat dengan mudah dilihat oleh mata dan contoh air
permukaan adalah air sungai (Kartasopoetra, 1991)
Air sungai didefinisikan sebagai saluran dipermukaan bumi yang terbentuk secara
alamiah yang melalui saluran air dari darat mengalir ke laut. Air sungai bisa berasal dari air
hujan dan bisa pula berasal dari air es yang mencair di gunung atau pegunungan. Oleh karena
itu, debit air sungai bisa sangat dipengaruhi oleh musim. Air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi akan mengalir di permukaan bumi dan kemudian masuk ke dalam alur sungai dan
mengalir sebagai aliran sungai. Kawasan di permukaan bumi yang bila turun hujan air itu
masuk ke suatu aliran sungai tertentu disebut sebagai Daerah Aliran Sungai atau dikenal
sebagai DAS. Jadi besar kecilnya debit air sungai, selain ditentukan oleh tingginya curah
hujan juga ditentukan oleh luas DAS (Anonymous,2000)
2.2 Mutu Air Sungai
Mutu air adalah batas kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.
Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau yang terdiri dari
Hidrogen dan Oksigen dengan rumus kimia H2O. Karena air bersifat universal, maka yang
paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu ada zat yang terlarut
didalamnya. Disamping itu akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat lainnya
termasuk gas. Zat-zat ini disebut pencemaran yang terdapat didalam air (Linsley, R.K, 1995).
Secara fisik mutu air sungai dapat dilihat dari kekeruhan, warna, rasa, bau, dan suhu.
Sedangkan secara kimiawi mutu air sungai dapat dilihat dari sifat keasaman yaitu dengan
mengambil harga pH. Kapasitas air untuk menerima protein disebut alkalinitas. Alkalinitas
penting dalam perlakuan air seperti pada proses pengolahan air limbah industri atau limbah
7
domestik. Dengan mengetahui alkalinitas dapat dihitung jumlah bahan kimia yang harus
ditambahkan dalam pengolahan air limbah (Linsley, R.K, 1995).
Pada umumnya, komponen utama yang memegang peran dalam menentukan
alkalinitas perairan adalah ion bikarbonat, ion karbonat dan ion hidroksil (Achmad, 2004).
HCO3- + H+ CO2 + H2O
CO32- + H+ HCO3
-
OH- + H+ H2O
Yang lainnya, yang sedikit menyumbang alkalinitas adalah ammoniak dan konjugat
basa-basa dari asam-asam fosfat, silikat, borat dan asam-asam organik. Jika pH merupakan
faktor intensitas, alkalinitas merupakan faktor kapasitas, dimana kapasitas itu merupakan
kapasitas air tersebut untuk menetralkan asam. Oleh karena itu kadang-kadang penambahan
alkalinitas lebih banyak dibutuhkan untuk mencegah supaya air itu tidak menjadi asam
(Achmad, 2004).
Selain untuk menetralkan asam, pada sistem perairan alami juga ada kapasitas air
untuk menetralkan OH- yaitu yang disebut Aciditas. Istilah aciditas tidak dipergunakan
sesering alkalinitas dan umumnya tidak mempunyai arti yang penting seperti alkalinitas pada
perairan yang tidak tercemar. Penyebab dari aciditas umumnya adalah asam-asam lemah
seperti, HPO42-, H2PO4
-, CO2, HCO3-, protein dan ion-ion logam yang bersifat asam, terutama
Fe3+ . Mutu air sungai juga dapat dilihat dari sifat biologinya, yaitu dengan adanya organisme
mikro yang biasa terdapat dalam air permukaan (Achmad, 2004).
2.3 Pencemaran Air
Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air adalah masuk
dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau
berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan biasanya merupakan limbah dari
suatu aktivitas manusia. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar dibedakan
menjadi 5, yaitu limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium rumah sakit, limbah
pertanian, peternakan, dan limbah pariwisata (Manik, 2009). Pada limbah industri khususnya
industri kertas, limbah yang dikeluarkan dapat berupa limbah padat dan limbah cair, limbah
padat dapat berupa sludge sedangkan limbah cair berupa sisa-sisa proses untuk produksi.
8
Aktivitas dari bidang perindustrian sangat bervariasi, variasi ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain jenis bahan baku yang diolah / diproses, jenis produksi yang
dihasilkan, kapasitas produksi, teknis / jenis proses produksi yang diterapkan, kemampuan
modal, jumlah karyawan serta kebijakan manajemen industri (Soeparman, 2003).
Komponen utama dari limbah cair industri pulp atau kertas ini ada 2 macam, yaitu air
dari proses pencucian kertas setelah pemasakan dan pemisahan serat secara mekanis, dan air
dari proses pengelantangan konvensional dengan klor dan penghilang lignin pada pembuatan
kertas secara kimiawi (Clifton et al, 1994). Limbah cair ini akan mempengaruhi terhadap
kualitas air sungai, sehigga perlu adanya suatu pengolahan air agar air tersebut mencapai
baku mutu yang diinginkan yaitu dengan pengolahan FWT (Fresh Water Treatment).
2.4 Tahapan Proses Pengolahan Air
Air dalam industri haruslah memenuhi standart industri yang telah ditetapkan. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi gangguan-gangguan produksi, misalnya untuk air umpan
boiler tidak boleh mengandung kesadahan tetap yang terlalu tinggi, ini akan menyebabkan
kerak dalam ketel yang dapat mengisolasi kalor sehingga energi uap yang dihasilkan
berkurang secara otomatis bahan bakar tungkupun bertambah. Hal ini berlaku juga kegunaan
air pada proses-proses produksi lainnya yang perlu pengawasan mutu dan kuantitasnya.
Cara pemenuhan kebutuhan akan air bisa diperoleh dari vendor PAM, atau air tanah
dengan penanganan sendiri atau dari air sungai yang harus membuat infrastruktur dalam
proses pengolahannya, tergantung kondisi geologis tempat imdustri itu berada dan kapasitas
produksi yang dihubungkan dengan kegunaan dalam proses yang menyangkut produk.
Cara atau proses pengolahan air itu sendiri dapat melalui lima tahap, yaitu :
a) Screening
Screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-sampah dalam ukuran besar.
b) Tangki Sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur
dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal dan kedalam tangki sedimentasi
ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai
oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
c) Klarifier (Clearator)
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan
Alum (Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator yang berfungsi
sebagai alat untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan
9
antara air bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan
pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang
berbentuk bulat yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat. Dari inlet pipa klarifier, air
masuk ke dalam primary reaction zone. Di dalam prymari reaction zone dan secondary
reaction zone, air dan bahan kimia (Koagulan yaitu tawas) diaduk dengan alat agitator
blade agar tercampur homogen. Maka koloid akan membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk
melalui return floc zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang mengendap dalam
concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang akan terbuka setiap satu
jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke dalam clarification zone sudah tidak
dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator, sehingga lumpurnya mengendap. Air yang
berada dalam clarification zone adalah air yang sudah jernih.
d) Sand Filter
Penyaring yang digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat). Sand filter
jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk menyaring flok halus
dan kotoran lain yang lolos dari klarifier (clearator). Air yang masuk ke filter ini telah
dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu dengan
mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak
larut akan melekat pada media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar
dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju reservoir.
e) Bak penampung
Bak penampung berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring
melalui filter, air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan.
2.5 Karakteristik Koagulan
Koagulan adalah bahan yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses
pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya (secara
gravimetris). Di dalam air, partikel-partikel koloid adalah bermuatan listrik sejenis, yang
saling tolak menolak sehingga tidak bisa saling mendekat (kondisi stabil) yang tidak
memungkinkan terbentuknya flok. Jika pada air tersebut diberikan koagulan yang berlawanan
muatannya, maka koagulan ini akan mengurangi gaya tolak antar partikel sehingga
memungkinkan terbentuknya flok-flok kecil yang akan diikat oleh flokulan menjadi flok
yang lebih besar yang akhirnya akan mengendap. Koagulan yang umum dan sudah dikenal
10
yang digunakan pada pengolahan air adalah seperti yang terlihat pada table 1 berikut ini
(Yulianti, 2007).
Table 1. Macam-macam koagulan
NAMA FORMULA BENTUK
REAKSI
DENGAN
AIR
pH
OPTIMUM
Aluminium Sulfat
Al2(SO4)3.xH2O
X = 14, 16, 18 bongkah, bubuk asam 6,0 - 7,8
Sodium Aluminat
NaAlO2 atau
Na2Al2O4 bubuk basa 6,0 - 7,8
Polyaluminium
Chloride Aln(OH)mCl3n-m cairan, bubuk asam 6,0 - 7,8
Ferri Sulfat Fe2(SO4)3.9H2O kristal halus asam 4,0 - 9
Ferri Klorida FeCl3.6H2O bongkah, cairan asam 4,0 - 9
Ferro Sulfat FeSO4.7H2O kristal halus asam > 8,5
(Sumber : Supranto, 2009)
Terjadinya proses penggumpalan dalam air dipengaruhi oleh pH, turbiditas penyusun
air, jenis koagulan, suhu, dan pencampuran untuk memperoleh kondisi optimum (Patimah,
2009) :
1) Pengaruh pH
Tingkat keasaman (pH) adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan proses
koagulasi. Pada koagulasi ada daerah optimum, dimana koagulasi akan terjadi dalam
waktu yang singkat dengan dosis koagulan tertentu. Apabila pH ini terlalu tinggi maka
koagulasinya akan berjalan lambat. Jadi proses koagulasi akan sempurna pada pH 6-9
sesuai dengan standart. Untuk proses koagulasi pH terbaik adalah berkisar 7,0 (pH
netral).
2) Pengaruh Temperatur
Pada temperatur yang rendah kecepatan reaksi lebih lambat dan viskositas air lebih
besar sehingga flok lebih mengendap.
3) Pengadukan (Mixing)
11
Tumbukan ini diperlukan agar tumbukan antar partikel untuk netralisasi menjadi
sempurna. Distribusi dalam air cukup baik dan merata, serta masukan energi yang cukup
untuk tumbukan antar partikel-partikel yang telah netral sehingga terbentuk mikroflok.
Dalam proses koagulasi ini pengadukan dilakukan dengan cepat. Air yang memiliki
turbiditas rendah memerlukan pengadukan yang lebih banyak dibanding dengan air yang
mempunyai turbiditas tinggi.
4) Pengaruh Garam
Pengaruh yang diberikan akan berbeda-beda tergantung dengan macam garam (ion)
dan konsentrasi. Semakin besar valensi ion akan semakin besar pengaruhnya terhadap
koagulan atau penggumpalan. Pengaruh ion kepada penggumpalan dapat dinyatakan
sebagai berikut yaitu penggumpalan dengan garam Fe dan Al akan banyak dipengaruhi
oleh anion dibandingkan dengan kation. Jadi Natrium, Calsium, Magnesium relatif tidak
mempengaruhi. Aluminium atau besi akan bereaksi dengan alkalinitas air. Pada
penambahan garam aluminium atau besi akan segera terbentuk ion-ion polimer dan dapat
terserap oleh partikel-partikel.
2.6 Poly Aluminium Chloride sebagai Koagulan
Poly Aluminium Chlorida (PAC) adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-
aluminium chloride khusus ditentukan guna memberi daya koagulasi dan flokulasi
(penggumpalan dan pemadatan penggumpalan) yang lebih besar dibanding garam-garam
aluminium dan besi lainnya. Poly Aluminium Chlorida sebenarnya adalah merupakan suatu
senyawa kompleks berinti banyak dari ion-ion aquo aluminium yang terpolimerisasi yaitu
suatu jenis dari polimer senyawa organik. Berbagai bahan kimia senyawa organik maupun
anorganik biasanya dibutuhkan sebagai koagulan air (katalisator penggumpal) tetapi untuk
PAC biasanya tidak membutuhkan zat tersebut. Poly Aluminium Chlorida dengan arti
penting yang kuat mengumpulkan setiap zat-zat yang tersuspensi atau secara koloidal
tersuspensi dalam air, membentuk flok-flok (kepingan, gumpalan-gumpalan) yang akan
mengendap dengan cepat agar dapat membentuk sludge (lumpur endapan) yang dapat
disaring dengan mudah, dimana pH PAC air lebih kecil dari 6 disebut asam dan jika lebih
dari 7 maka disebut basa. Sifat-sifat koloid dapat dibedakan yaitu koloid yang suka air dapat
saling bergabung dan membentuk partikel yang lebih besar sehingga menggumpal dan
mengendap. Koloid yang tidak suka berasal dari logam-logam dari garam-garam dan dapat
stabil karena adanya permukaan air yang terikat dan menghalangi terjadinya kontak dari
partikel-partikel sekitarnya. Koloid ini dapat dihilangkan dengan menurunkan potensial yaitu
12
dengan menggunakan tebal lapisan. Poly Aluminium Chlorida biasanya dapat bekerja netral
dengan jangkauan pH (Annonymous, 1990).
Hal ini merupakan salah satu sebab kandungan dalam sumur yang dangkal lebih
rendah. Besi dalam jumlah yang sedikit dan air minum diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah, tetapi kalau sudah melebihi konsentrasi yang diperkenankan akan dapat
menyebabkan penyakit dan warna air kemerah-merahan, sehingga menimbulkan kekeruhan
serta rasa dan bau air yang tidak enak. Chlor dalam air dapat mengoksidasikan ion-ion Fe+2
menjadi Fe+3 yang dapat diendapkan. Adanya endapan Fe+3 mengakibatkan turbiditas air yang
semakin tinggi karena terbentuknya zat-zat yang tersuspensi. Dengan rumus kimia Poly
Aluminium Chlorida (PAC) yaitu Alm (OH)m Cl3n-m , fungsi dari Poly Aluminium Chlorida
(PAC) adalah untuk menurunkan turbiditas air atau menurunkan kekeruhan air
(Annonymous, 1990).
2.7 Keunggulan Poly Aluminum Chlorida
Sifat dari Poly Aluminium Chlorida sebagai Koagulan adalah sebagai berikut
(Annonymous, 1990):
a) Kekuatan Koagulasi-Flokulasi
Poly Aluminium Chlorida (PAC) benar-benar menggumpalkan zat-zat tersuspensi
dalam koloid dalam air untuk menghasilkan flok yang lebih besar yang kemudian
mempercepat pengendapan sehingga mudah dalam penyaringan. Jadi, pengolahan air
dengan koagulan PAC dapat lebih mudah dibandingkan dengan pengolahan yang
mempergunakan Aluminium Sulfat pada umumya.
b) Kesederhanaan dalam Penggunaan
Poly Aluminium Chlorida (PAC) mudah dalam perlakuan, penyimpanan dan
pemberian dosis. Tangki pencampuran yang lebih kecil bisa digunakan untuk PAC bila
dibandingkan dengan memakai koagulan aluminium sulfat. Karena PAC memiliki lebih
banyak Al2O3 aktif dari pada aluminium sulfat.
c) Tidak Membutuhkan Zat Tambahan Lain
Variasi zat kimia, baik organik maupun anorganik pada umumnya digunakan
sebagai zat pembantu koagulan, tapi pada umumnya PAC tidak membutuhkan
penambahan tersebut. Dalam hal ini yang khusus seperti penambahan zat Kaolin
digunakan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan.
d) Efektif Pada Range pH yang Tinggi
13
Poly Aluminium Chlorida (PAC) bekerja pada range pH yang lebih tinggi
dibandingkan Aluminium Sulfat dan koagulan lain. Poly Aluminium Chlorida (PAC)
pada umumnya digunakan pada range pH 6-9, tetapi dalam sebagian kasus dapat juga
digunakan pada pH 5-10. Hal ini dapat dilihat dari reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Alum Sulfat :
2 Al3+ + 6 H2O 2 Al (OH)3 + 6 H+
PAC :
[Al2 (OH)5]+ + H2O 2 Al (OH)3 + H+
Dalam hal ini semakin banyak kadar PAC yang ditambahkan dalam sampel air, semakin
banyak ion H+ yang dilepaskan dalam air. Hal ini dapat dijelaskan melalui reaksi sebagai
berikut :
[Al2 (OH)5]+++ + 3 H2O 2 Al (OH)3 + 3 H+
e) Tidak Dipengaruhi Temperatur
Koagulan PAC tidak dipengaruhi oleh temperatur air. Tetapi keefektifitasnya akan
semakin tinggi pada daerah yang dingin atau cuaca dingin.
f) Kecepatan Pembuatan Flok
Poly Aluminium Chlorida (PAC) membentuk flok lebih cepat dari aluminium
sulfat dan waktu pengadukan yang lebih singkat untuk membentuk flok. Sebagai
hasilnya, tangki pembentukan flok yang lebih kecil dapat digunakan atau volume air yang
besar dapat diolah dengan PAC. Poly Aluminium Chlorida (PAC) pada umumnya dapat
digunakan dalam segala hal, dimana keefektifan dan kekuatan penggumpalan dibutuhkan.
2.8 Cara Kerja PAC
Cara kerja PAC untuk membentuk suatu koagulasi-flokulasi adalah dari kadar Klorida
yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan lebih cepat bereaksi dan merusak
ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang umumnya dalam struktur ekuatik
membentuk suatu makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun
minyak dan lipida. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit
yang dapat mengurai atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, ini
berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air. Kandungan basa
yang cukup pada PAC ini akan menambah gugus hidroksil dalam air, sedangkan yang
menyebabkan kerja PAC dalam pembentukan flok lebih cepat dikarenakan gugus aktif
aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai
14
polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat,
penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat
molekul (Alaert, 1984).
Dalam semua hal, PAC dapat dipergunakan untuk beberapa perlengkapan pengolahan
air yang ada yakni apakah itu digunakan hanya dengan penambahan larutan yang murni atau
pengenceran yang sesuai pada air baku dan diikuti dengan pengadukan. Dalam sebuah unit
pengolahan hasil yang memuaskan dapat diperoleh walaupun kondisi agitasi tidak berubah.
Dosis koagulan yang seharusnya diubah sesuai dengan kualitas air baku dan sebaliknya
dilakukan penentuan dosis koagulan yang optimum dengan melakukan percobaan Jar Test
atau sejenisnya.
2.9 Proses Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi menurut Mackenzie L. Davis, adalah proses untuk membuat partikel-
partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan yang lainnya sehingga membentuk flok
yang lebih besar. Sedang menurut Reynold (1977), koagulasi adalah proses destabilisasi pada
suatu sistem koloid yang berupa penggabungan dari partikel-partikel koloid akibat
pembubuhan bahan kimia. Pada proses ini terjadi pengurangan besarnya gaya tolak menolak
antara partikel-partikel koloid di dalam larutan.
Fair et al (1978) menerangkan bahwa disamping gaya-gaya yang menyebabkan
kestabilan partikel koloid, maka pada koloid juga bekerja gaya-gaya yang cenderung untuk
menyebabkan koloid menjadi tidak stabil. Salah satu dari gaya itu adalah gaya Van der
Waals, yang mana bila partikel koloid bisa saling mendekat hingga jarak keduanya dapat
mencapai jarak dalam dimensi atom, maka dalam keadaan seperti ini gaya Van der Waals
akan berpengaruh pada kestabilan partikel koloid. Besarnya gaya tarik menarik Van der
Waals berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel koloid, sedangkan
besarnya gaya tolak menolak elektrostatis akan berkurang secara eksponensial dengan makin
besarnya jarak antar partikel. Kedua gaya tersebut dapat dilukiskan dalam suatu grafik,
seperti pada Gambar 2.1.
15
Gambar 2.1 Gaya-gaya yang terjadi pada interaksi antar partikel koloid (Fair, 1978)
Kurva A menunjukkan gaya tarik menarik Van der Waals, sedangkan kurva R
menunjukkan gaya tolak menolak elektrostatis. Resultan dari kedua gaya ini dilukiskan
sebagai kurva S. Supaya terjadi kontak antar partikel gaya-gaya yang menyebabkan
kestabilan partikel koloid harus dikurangi atau dihilangkan. Keadaan seperti ini ditunjukkan
dengan terjadinya kesetimbangan antara gaya tarik menarik Van der Waals dengan gaya tolak
menolak elektrostatis. Kesetimbangan dapat dicapai dengan cara membubuhkan suatu
elektrolit pada sistem koloid tersebut seperti aluminium sulfat. Pembubuhan aluminium sulfat
atau koagulan lainnya akan menyebabkan membesarnya konsentrasi ion-ion positif dalam
larutan dan akibatnya kurva gaya tolak menolak R akan lebih curam.
Sedangkan pada gambar 2.2 memperlihatkan bahwa makin besar konsentrasi ion-ion
positif, maka besarnya gaya resultan maksimum akan mengecil sehingga pada akhirnya dapat
mencapai nol yang menunjukkan telah terjadi kesetimbangan antara kedua gaya tersebut.
Berkurangnya gaya tolak menolak ini ditunjukkan dengan berkurangnya harga potensial zeta.
Pada suatu konsentrasi aluminium sulfat tertentu harga potensial zeta akan mencapai harga
kritis seperti yang telah dikemukakan di atas. Maka selanjutnya gaya-gaya Van der Waals
akan mulai bekerja untuk memperkuat ikatan antar partikel dan terjadilah penggabungan dari
partikel-partikel koloid tersebut yaitu menjadi koagulasi yang lebih besar yang biasa disebut
flokulasi.
16
Gambar 2.2 Pengurangan gaya tolak menolak oleh ion-ion aluminium (Fair, 1978)
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses
tak terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid partikel dalam air sebagai
akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan). Akibat
pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai
menjadi partikel yang bermuatan posistif dan negatif. Pembentukan ion positif dan negatif
juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut dengan pembentukan
ikatan antara ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion negatif dari partikel (misal
OH-) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan ion positif dari koagulan (misal
SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti flok (presipitat).
Flokulasi merupakan proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah
mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh menjadi partikel-
partikel yang lebih besar (Kiely, 1998). Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi
yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan
atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi (Sutrisno,
1991).
Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk
suspensi atau koloid. Partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu yang
wajar dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa. Koloid yang tidak
stabil cenderung untuk menggumpal, walaupun kecepatan penggumpalannya sangat lambat.
Kecepatan penggumpalan ini ditentukan oleh banyaknya kontak antar partikel koloid, dan
efektifitas kontak yang terjadi. Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat
17
dan pengaduk lambat dengan dibubuhkannya koagulan. Pada bak pengaduk lambat, terjadi
pembentukan flok yang berukuran besar sehingga mudah diendapkan pada bak sedimentasi.
2.10 Metode Jar Test
Untuk penentuan konsentrasi yang optimal flokulan dan nilai-nilai parameter lain
seperti pH, jenis flokulan yang digunakan dalam proses flokulasi dan sebagainya. Jar Test
merupakan model sederhana proses flokulasi. Prinsip dari Jar Test melalui tiga tahap, yaitu
proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Proses koagulsi-flokulasi-sedimentasi terdiri dari
tiga langkah (Alaerts, 1987) :
a) Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat (1 menit; 100 rpm); bila perlu juga
pembubuhan bahan kimia (sesaat) untuk pengaturan pH
b) Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok (15 menit; 20 rpm). Pengadukan yang
terlalu cepat dapat merusak flok yang telah terbentuk.
c) Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui sedimentasi (15
menit atau 30 menit; 0 rpm).
Suatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat
dianggap stabil bila (Alaerts, 1987) :
1) Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu pendek
(beberapa jam)
2) Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang
lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan-permukaan partikel
adalah senada (biasanya negatif), sehingga ada repulse elektrostatis antara partikel
satu dengan lainnya.
Dengan penambahan koagulan maka stabilitas tersebut akan terganggu karena (Alaerts,
1987):
1) Sebagian kecil tawas terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat menempel pada
permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisnya karena sebagian molekul Al
bermuatan positif sedangkan koloid biasanya bermuatan negatif (pada pH 5 - 8)
2) Sebagaian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok Al (OH)3 yang
dapat mengurung koloid dan membawanya mengendap. Proses ini umumnya paling
efisien.
18
2.11 Turbiditas
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi seperti lempung, lumpur,
zat organik, plankton dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu
larutan, yaitu hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya. Kekeruhan dapat mengganggu
penitrasi sinar matahari sehingga mengganggu fotosintesa tanaman air. Nilai numerik yang
menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut bercampurnya bahan-bahan yang tersuspensi
pada jalannya sinar matahari melalui sampel. Nilai ini tidak serta langsung menunjukkan
banyaknya bahan yang tersuspensi tetapi ia menunjukkan kemungkinan penerimaan
konsumen terhadap air tersebut. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang
membahayakan tetapi ia tidak disenangi karena rupanya.
Turbiditas merupakan sifat optik akibat disfersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang masuk. Intensitas cahaya yang
dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya
konstan.
Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu
pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya
yang datang; pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang:
pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam
lapisan medium yang keruh. Instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedang pada
nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standart. Turbiditymeter meliputi
pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan
ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil,
Rasio Efek Tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel berbanding terbalik
terhadap pangkat empat panjang gelombangnya.
Aplikasi teknik turbiditas cukup luas, misalkan dalam studi pencemaran air, jumlah
sulfat dalam air diukur dengan turbiditymeter lilin Jackson dalam satuan J.U (Jack Unit)
sekarang diukur dalam satuan NTU (Nefelo Turbiditas Unit). Ammonia dalam air dapat
ditentukan dengan reagent Nessler. Demikian juga Fosfat sebagai Fosfomolibdat. Selenium
dan Telerium dapat ditentukan dengan Nefelometer. Kemudian Sulfur Koloidal, aseton
pepsin, protein dan tipsin dalam analisis biokimia (Khopkar, 2002).
2.12 Derajat Keasaman (pH)
Konsentrasi ion Hidrogen (H+) dalam suatu cairan dinyatakan dengan tingkat
keasaman atau pH (Power of Hydrogen), yang menyatakan intensitas keadaan asam atau basa
19
suatu larutan. Organisme sangat sensitif terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses
penjernihan air limbah, pH menjadi indikator untuk meningkatkan efisiensi proses
penjernihan (Sutrisno, 2004).
Pengukuran pH dapat menggunakan pH meter, pH meter pada dasarnya menentukan
kegiatan ion hidrogen menggunakan elektroda yang sangat sensitif terhadap ion merubah
signal arus listrik. Instrument pH meter adalah peralatan laboratorium yang digunakan untuk
menentukan pH atau tingkat keasaman dari suatu sistem larutan. Tingkat keasaman dari suatu
zat, ditentukan berdasarkan keberadaan jumlah ion hidrogen dalam larutan, yang dapat
dinyatakan dengan persamaan (Tahir, 2009):
pH = -log [H+]
Keuntungan dari penggunaan pH meter dalam menentukan tingkat keasaman suatu
senyawa adalah pemakaiannya bisa berulang-ulang dan nilai pH terukur relatif cukp akurat
(Tahir, 2009).