Upload
saiful-sarifudin
View
218
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Pemikiran Mahmud Yunus Tentang Pendidikan Islam
1. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan Islam
Berkaitan dengan tujuan dan materi atau kurikulum pendidikan Islam
para ahli atau tokoh pendidikan Islam merumuskannya dengan beragam
argumentasi sesuai dengan persepsi dan pengalaman masing-masing tetapi
dalam pembahasan ini penulis tidak bermaksud menguraikan rumusan-
rumusan atau konteks jamanya para ahli tersebut, mengingat bahasan ini
secara konsen akan merumuskan yang menjadi pemikiran Mahmud Yunus
tentang pendidikan Islam sebagaimana telah dijelaskan pada Bab sebelumnya.
Menurut Mahmud Yunus tujuan pokok pendidikan Islam tergambar
dalam orientasi atau kurikulum pendidikan yang meliputi dua tujuan atau
orientasi yaitu pertama untuk membangun kecerdasan pribadi anak didik
(akhlak) dan kedua memberikan keahlian,26 kecakapan atau keterampilan
profesional anak didik dalam mengerjakan pekerjaanya.27 Rumusan ini
sekaligus menyempurnakan pendapat para Ulama tradisional sebelumnya
(pada saat itu) yang merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan sangat
sederhana bahkan menurut Mahmud Yunus terlalu sempit dan kurang
sempurna dimana mereka(Ulama tradisional) mengatakan tujuan pendidikan
26 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, 1981, h.46 27 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, At-Tarbiyah Watta’lim,
Gontor Ponorogo, h. 11
29
Islam hanyalah untuk beribadah atau untuk sekedar mempelajari agama Islam
atau pendalaman ilmu-ilmu ke-Islaman.28
Lebih jauh Mahmud Yunus berpandangan bahwa beribadah
merupakan perintah agama Islam, sedangkan setiap amaliyah atau pekerjaan
duniawi yang berkaitan erat dan menguatkan pengabdian kepada Allah SWT,
juga merupakan agama Islam, ini berarti termasuk juga tujuan pendidikan
Islam, tegasnya tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah
menyiapkan anak didik agar kelak (para lulsan) mempunyai keterampilan
profesional baik untuk mengerjakan amalan-amalan duniawi maupun amalan
ukhrowi, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.29
Untuk kepentingan amaliyah akhirat atau supaya anak didik
mempunyai kecakapan dalam mengerjakan amalan-amalan akhirat maka harus
diajarkan pelajaran tauhid, akhlak, ibadah, sejarah islam dan pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an mengenai hukum halal, haram,
karena pada dasarnya manusia mempunyai banyak kecenderungan, pada garis
basarnya kecenderungan manusia itu ada dua yaitu kecenderungan menjadi
orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat, sedangkan
kecenderungan beragama termasuk kecenderungan manusia yang baik,30 dan
menjalankan kewajiban dan sunnah dan lain sebagainya. Dan agar anak didik
mempunyai keahlian dan ketetrampilan yang profesional dalam bidang amalan
duniawi maka harus diajarkan macam keilmuan yang secara khusus dan
28 Mahmud Yunus, Pokok-pokok..ibid, h. 15.29 Mahmud Yunus, Sejarah Pend...Op. Cit, h. 47 30 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung,
2001, h. 35
30
langsung menciptakan profesi dan keahlian seperti bertani, berdagang,
berkebun, bertukang, menjadi guru, pegawai negeri, pekerja atau buruh dan
lain sebagainya sesuai bakat dan potensi masing anak didik.31
Meski demikian, dari kesemua meteri pelajaran yang diberikan kepada
anak didik. Mahmud Yunus sangat menekankan pentingnya pendidikan
akhlak, mengingat diutusnya Rasul SAW ke dunia untuk menyempurnakan
akhlak manusia,32 maka menurut Mahmud Yunus tugas pertama dan utama
para Ulama’, guru-guru agama Islam, pemimpin-pemimpin Islam adalah
mendidik anak-anak, pemuda-pemudi, calon penerus generasi bangsa dan
masyarakat umumnya supaya mereka berakhlak mulia dan bebudi pekerti
luhur. Hal ini bukan berarti mengabaikan pendidikan lainya (pendidikan
jasmani, aqali, dan amali). Semuanya penting hanya menurut Mahmud Yunus
pendidikan akhlak lebih penting dari semuanya terutama sebagai tugas dari
ulama dan guru-guru agama Islam.33
Di sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam selain diajarkan
ilmu-ilmu keagamaan sebagaimana diterapkan dilembaga-lembaga pendidikan
Islam tradisional kala itu seperti : nahwu sharaf, fiqh, kalam, tafsir, hadits,
tasawuf, tarikh dan balaghoh, bahasa arab juga kedua lembaga pendidikan
tersebut diajarkan ilmu-ilmu umum seperti ilmu hayat, ilmu alam, ilmu pasti,
ekonomi, sejarah, ilmu bumi, tata negara, bahasa inggris dan belanda, ilmu
pendidikan, ilmu jiwa, ilmu kesehatan, olah raga, dan menggambar. Dari
31 Ibid, h. 19 32 Rochidin Wahab, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2004, h.
252 33 Op. Cit, h. 20
31
gambaran materi pelajaran yang di pelajari di kedua lembaga pendidikan
tersebut tergambar suatau sistem pendidikan yang sangat modern di saat itu,
meski prioritas pendidikan Islam kala itu tetap menempatkan pendidikan
moral sebagai sentral pendidikan.
Bagi Mahmud Yunus pendidikan adalah proses mempersiapkan anak
didik untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan secara mandiri, dan
bahasa merupakan alat untuk memahami segala ilmu pengetahuan tersebut
secara mandiri, karenanya pengajaran bahasa arab, bahasa inggris dan belanda
menjadi penting di Normal Islam bahkan dijadikan bahasa percakapan sehari-
hari. Dengan diajarkanya tiga bahasa tersebut terutama bahasa arab praktis
kitab kuning menjadi rujukan para siswa untuk memperaktekkan bahasa arab-
nya, tidak menjadi menu utama sebagaimana terjadi di lembaga-lembaga
Islam tradisional ini sekaligus merefleksikan keseimbangan antara ilmu
pengetahuan kegamaan dan ilmu pengetahuan umum.
Baik ilmu pengetahuan keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum
menurut Mahmud Yunus akan bermuara pada tujuan pendidikan Islam yaitu
membentuk Insan Kamil yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, cakap,
terampil, tangkas dan kepribadian utama yang diridhai Allah SWT. Baik
dalam konsep (teori) maupun prakteknya selalu menekankan keseimbangan
pendidikan jsmani dan rohani,34 hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an, Surat(28) Al-qoshos ayat 77, yang berbunyi :
34 Mahmud Yunus dan Kasim Bakri, Attarbiyah Wat Ta’lim, Gontor Ponorogo, 1986, h.12
32
Artinya :“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ( QS. Al-qoshos : 77).35
Atau sesuai juga dengan hadits Nabi SAW, yang artinya :”Barang
siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka hendaklah dengan ilmunya
dan barang siapa yang manghendaki kehidupan akhirat maka hendaklah
dengan ilmu dan barang siapa yang menghendaki kedua-duanya
(keseimbangan) maka hendaklah menguasai ilmunya”.
Proses integrasi kedua ilmu pengetahuan tersebut (ilmu agama dan
umum) tercemin dalam kegiatan di sekolah maupun di asrama yang
disediakan untuk siswa misalnya pendidikan keterampilan, kesenian, olah
raga, Mahmud Yunus menegaskan tujuan pengajaran keterampilan (pekerjaan
tangan) dan kesenian adalah mendidik tangan, menumbuhkan perasaan,
merasakan keindahandan cakap dalam pekerjaan, dengan demikian menurut
penulis tujuan pendidikan Islam adalah membina kehidupan yang seimbang
bagi anak didik melalui latihan kerohanian, kecerdasan akal, penyucian diri,
penghalusan perasaan, pengembangan imajinasi, peningkatan keterampilan
yang kesemuanya dilakukan secara individual maupun kolektif sesuai dengan
pesan moral yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al Hadits.
35 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, Wazurriyyah, Jakarta, 2008, h. 580
33
Akhirnya penulis tegaskan bahwa gambaran pemikiran Mahmud
Yunus tentang tujuan dan kurikulum pendidikan Islam diatas tampaknya
sangat dipengaruhi oleh para pemikir tokoh-tokoh pendidikan Islam
sebelumnya atau lainya seperti Ibnu Taymiyah, Muhammad Abduh, Al-
Ghozali, Ibnu Rusd yaitu menyiapkan anak-anak didik agar kelak setelah
mereka dewasa cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat
sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.36 Pemikiran tokoh-tokoh
tersebut telah memberikan sumbangan yang besar bagi pembentukan
pemikiran Mahmud Yunus tentang pendidikan Islam dimana dalam pikaran
Mahmud Yunus menyiratkan adanya keterpaduan kurikulum, yaitu
pengetahuan agama,37 dan pengetahuan umum.
2. Metode dan Sistem Pendidikan Islam
Dalam sistem pendidikan dikenal beberapa metode penyampaian
pendidikan sebagaiman dikemukakan Muhammad Quthub dalam tulisanya,
diantaranya metode keteladanan, nasehat, memberikan pujian, peringatan dan
hukuman, bercerita, latihan kebiasaan, menyalurkan bakat, dan penggunaan
waktu senggang.38 Metode-metode ini telah digunakan sejak Islam mulai
berkembang sampai masa kejayaannya, karena metode-metode ini diambil dan
banyak di agmbarkan dalam Al-Qur’an seperti cerita, keteladanan, nasehat,
36 Rochidin Wahab, Sejarah pendidikan....Op. Cit, h. 251 37 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Paskakemerdekaan, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h. 183 38 M. Quthub, Sistem Pendidikan Islam,Terjemahan “ Minhaju Al Terbiyah Al Islamiyah
“, Oleh Salman Harun, Ma’arif, h. 324-374
34
pujian kepada manusia yang berbuat baik dan peringatan kepada yang berbuat
jahat.39
Metode-metode yang di gunakan oleh M. Quthub diatas adalah
metode-metode yang banyak ditawarkan dan di lakukan oleh Mahmud Yunus,
karena dalam prakteknya Mehmud Yunus senantiasa menggunakan berbagai
metode pengajaran dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didik, dan
dalam penerapanya Mahmud Yunus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
pendidikan dan pembelajaran dan yang berlangsung.
Disamping itu metode yang seringkali diterapkan Mahmud Yunus
khususnya dalam pengajaran bahasa arab adalah metode langsung (Thariqoh
Al Mubasyaroh) yaitu metode yang secara langsung mewajibkan siswa
berbicara dalam bahasa arab, metode ini merupakan ciri khas pengajaran
bahasa arab di Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam sebagai lembaga
eksperimen pertama Mahmud Yunus.
Penerapan metode langsung oleh Mahmud Yunus di kedua lembaga
tersebut dilatari oleh kenyataan lembaga-lembaga pendidikan milik
pemerintahan kolonial yang menerapkan langsung bahasa Belanda sebagai
bahasa sehari-hari, menurut Mahmud Yunus jika dalam sekolah-sekolah
tersebut bahasa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar, maka bahasa
Arab pun bisa dijadikan bahasa pengantar dalam mempelajari ilmu-ilmu
pengetahuan agama atau ilmu-ilmu lainnya.40
39 Diantara ayat-ayat Al-Qur’an tentang cerita (QS,5:27-30), tentang keteladanan (QS,33:21), tentang nasehat (QS, 4:36), tentang pujian (QS, 41:33-34), tentang peringatan (QS, 9:39,74,55), Lihat Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, Wazurriyyah, 2008
40 Didin Syafrudin, Tokoh dan Pemimpin...Op. Cit, h. 246
35
Untuk metode langsung ini Mahmud Yunus telah mengarang sebuah
buku panduan bahasa Arab saat beliau belajar di Mesir yaitu Darus Al Lughah
Arabiyah sebanyak empat jilid yang kemudian setelah kembali ke tanah air
tahun 1931 beliau mulai merealisasikan konsep pengajaran bahasa Arab
tersebut di Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam yang didirikanya sendiri.41
Disamping itu dalam pandangan Mahmud Yunus metode lebih penting dari
metreri pelajaran (At thariqu Ahammu minal Maadah), dengan kata lain untuk
mencapai tujuan pengajaran aspek metode menjai lebih penting dari pada
aspek lainya. Sebab dalam kenyataan (dilapangan) banyak para guru yang
cukup menguasai materi pelajaran tetapi tidak bisa mentransfer atau
menyampaikan materi tersebut kepada anak didik.
Dalam penerapan metode ini Mahmud Yunus lebih mengutamakan
kamampuan berfikir daripada kemampuan menghafal, karena metode yang
lebih menekankan pada aspek hafalan hanya akan melahirkan pemikiran yang
stagnan, karena murid tidak diberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif
dan produktif sesuai dengan nalar dan kemampuan sendiri sebab penerapan
metode pengajran harus bersifat kondisional.
Selain itu dalam penerapan metode pada suatu pelajaran Mahmud
Yunus sangat memperhatikan unsur psikologis murid sesuai dengan kaidah-
kaidah pengajaran modern yaitu perbuatan dengan contoh dan tiru teladan,42
dan juga selalu menekankan pentingnya penanaman moral dalam proses
belajar mengajar.43 Dari sini jelas sekali bahwa konsep pemikiran yang di
41 Ibid, h. 246 42 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, h. 209 43 Mahmud Yunus, Poko k-pokok....Ibid, h. 85
36
sosialisasikan Mahmud Yunus benar-benar komprehensif atau menyeluruh,
mencakup aspek kognitif, afaktif, dan psikomotorik.
Aspek kognitif dapat menjaikan murid selalu berfikir secara kritis dan
rasional dalam menerima dan mendalami pelajaran, aspek afektif menurut
Mahmud Yunus agar murid mampu memahami, menghayati dan meneladani
nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh guru kepada murid, sudah barang tentu
hal ini akan berjalan bila dibarengi dengan sikap keteladanan guru dalam
berinteraksi dengan murid sehari-hari, sedangkan aspek psikomotorik dapat
mengarahkan murid dalam mengembangkan potensi diri dan secara langsung
dapat menerapkan atau mengamalkan pengetahuan yang dimilikinya.
Ketika Mahmud Yunus mendirikan Jami’ah Al Islamiyah di
Sungayang dan Normal Islam di Padang kemudian meperkenalkan kulliyatul
Mu’allimin Al Islamiyah pada tahun 1931, pelaksanaan pengajaran di kedua
lembaga tersebut dilakukan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum yang
telah di tetapkan, jenjang kelaspun diatur mulai dari Tingkat Dasar (MI),
Menengah (MTs), dan ‘Aliyah (MA). Sistem perjenjangan tersebut terkait
dengan meteri yang hendak diajarkan, kitab-kitab klasik oleh Mahmud Yunus
di revisi dan di sesuaikan dengan silabus, pelajaran umum di masukkan
sejalan dengan pelajaran agama dan murid –murid di haruskan berkomunikasi
dengan bahsa Arab.44
Jelasnya bila di lembaga-lembaga pendidikan tradisional menganut
sistem individual (sorogan atau halaqoh) tanpa menggunakan papan tulis,
meja, kursi maka dikedua lembaga tersebut telah menganut sistem klasikal
44 Mahmud Yunus, Sejarah...Op. Cit, h. 102-108
37
yang terpimpin dan terorganisir dalam bentuk perjenjangan kelas, dan dalam
jangka waktu yang ditetapkan, dengan menggunakan papan tulis, meja dan
kursi untuk duduk para siswa ditambah lagi dengan dimasukannya pelajaran
umum.
Dari sini tampak sekali bahwa metode dan sistem pendidikanyang
dilakuakan Mahmud Yunus diatas merupakan perubahan atau pembaharuan
secara drastis terutama dengan dimasukannya pelajaran umum dalam
kurikulum seperti praktikum IPA (Fisika, Kimia, Biologi) serta dijadikannya
bahasa Arab sebagai pengantar bahasa sehari-hari disamping bahasa Inggris
dan Belanda sehingga tercipta suasana ilmiah dan educatif di kedua lembaga
Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam tersebut. Meski demikian pelajaran
agama yang menjadi esensi kitab kuning yang dalam penyajianya telah
dikemas dan diselaraskan dengan tingkat atau jenjang anak didik tetap
menjadi prioritas atau ditekankan oleh Mahmud Yunus dan di harapkan
setelah menyelesaikan study di jenjang terakhir, anak didik sudah mampu
menelaah dan memahami kitab-kitab kuning yang besar maupun yang kecil
dengan sendirinya tanpa harus dibacakan atau diterjemahkan sang kiyai
sebagaimana lazimnya dalam metode sorogan atau halaqoh.
Untuk menghasilakan lulusan yang memuaskan (berkwalitas dan
profesional) Mahmud Yunus mewajibkan siswanya untuk tinggal di asrama
yang telah disiapkan oleh PGAI ( Pendidikan Guru Agama Islam ), agar
mereka terbiasa hidup disiplin yang tinggi selama menempuh pendidikan di
Normal Islam,45 sehingga tidak heran sejak berdiri tahun 1931-1946 Normal
45 Mahmud Yunus, Sejarah...Op.Cit, h 157
38
Islam,46 telah menghasilkan banyak alumni, tidak kurang 750 orang telah
dilahirkan dari lembaga ini dengan kwalifikasi keahlian dan pengetahuan
agama dan pengetahuan umum, mampu menguasa bahasa Arab, Inggris dan
Belanda yang aktif, mereka para alumni Normal Islam ini telah tersebar di
berbagai daerah dan berkecimpung diberbagai kehidupan (profesi) masyarakat
yang memegang peranan penting dalam upaya membangun bangsa setelah
Indonesia merdeka.
Yang tak kalah penting Mahmud Yunus juga menulis sebuah buku
pegangan bagi guru-guru agama yang berisi tuntunan bagaimana cara terbaik
dalam mengajarkan agama kepada siawa sesuai dengan umur dan jenjang
pendidikannya mulai dari Tingkat Dasar SD/MI sampai dengan porguruan
tinggi,47 Mahmud Yunus menerangkan beberapa kaidah mengajar diantaranya,
pentingnya langkah appersepsi ketika memulai pelajarn sebelumnya atau
pelajaran lama, dalam penyajian pelajaran kepada anak didik harus hidup,
menumbuhkan minat siwa dengan pengaktifan panca indra mereka baik
dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun dengan alat peraga, setelah
membahas pelajaran lalu disimpulkan dan diakhiri dengan latihan atau
ulangan, dengan demikian siswa dilatih berfikir, dapat memecahkan masalah,
dan menguasai pelajaran yang diberikan.48
Menurut Mahmud Yunus guru sebaiknya hidup dan berada di tengah-
tengah peserta didik sering berkomunikasi dengan mereka, penuh kasih 46 Al-Jami’ah Islamiyah yang didirikan Mahmud Yunus bersamaan dengan Normal Islam
(1931) pada tahun 1933 disatukan dengan Normal Islam karena kekurangan guru, Lihat Mahmud Yunus, Sejarah...Op.Cit, h. 108
47 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Hidakarya Agung, Jakarta, h. 3 dan 117-118
48 Mahmud Yunus, Pokok-pokok...Op.Cit, h. 79-81
39
sayang, mengetahui gejolak jiwa, kecenderungan potensi, minat anak didik,
bakat dan kemampuan muridnya, penyajian pelajaranpun harus disesuaikan
dengan waktu dan suasana juga dengan metode yang berfareasi yaitu metode
tanya jawab, metode diskusi, dan diselingi metode-metode yang lainnya.49
Disamping menulis buku panduan bagi guru “Metodik Khusus
Pengajaran Agama” Mahmud Yunus juga menulis secara khusus tentang
metode mengajarkan keimanan, ibadah, akhlak, sejarah Islam untuk anak-anak
dan orang dewasa, yang diuraikan secara rinci dan sistematis, buku ini dengan
jelas memberikan panduan khusus bagi para guru agar memiliki keterampilan
dalam memilih dan menerapkan metode-metode penganjaran yang hendak
diterapkan, sesuai dengan meteri pelajaran dan kondisi murid, dengan kata
lain dari penulisan buku ini adalah ingin meningkatkan profesionalitas dan
kwalitas guru dalam melaksanakan tugasnya.50
3. Kelembagaan Pendidikan Islam
Sebagaimana telah penulis sebutkan bahwa aplikasi dari
pemikiran Mahmumud Yunus dalam pendidikan Islam di
Indonesia secara formal dimulai ketika beliau kembali ke
Tanah Air studinya dari Mesir pada tahun 1931, dan langakah
awal yang dilakukan beliau adalah dengan mendirikannya
sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam di Padang
Sumatera Barat.
49 Ibid, h. 83-84 50 Mahmud Yunus, Metodik Pengajaran Agama dan Pokok-pokok Pengajaran, Hidakarya
Agung, Jakarta
40
Pada kedua lembaga inilah beliau menerapkan
pengetahuan dan pengalamanya dari Universitas Dar Al Ulum
Kairo, dan melaui kedua lembaga pendidikan Islam ini
pemikiran Mahmud Yunus dimulai dengan mengklasifikasi
murid dalam kelas-kelas dan membuat jenjang pendidikan
berdasarkan tingkat usia anak didik, klasifikasi dan
perjenjangan ini sebelumnya pada masa itu di lembaga-
lembaga pendidikan Islam di Indonesia belum mengenal
sistem ini, yang ada pada masa itu anak didik membaur
dalam kelas yang besar, menyatu baik dari segi usia, maupun
dari pengalaman pendidikan.51
Mahmud Yunus kemudian mengeluarkan ketentuan bagi
anak berumur antara 6-8 tahun di perbolehkan masuk tingkat
ibtidaiyah atau tingkat dasar, disamping itu secara
kelembagaan program pendidikan yang dilakuakan
berlangsung selama 12 tahun dengan jenjang sebagai
berikut :
1. Tingkat Ibtidaiyah ( Masa Belajar 4 Tahun )
2. Tingakat Tsanawiyah ( Masa Belajar sampai dengan 4
Tahun )
3. Tingkat ‘Aliyah ( Masa Belajar sampai dengan 4
Tahun )
51 Mahmud Yunus, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1997, h. 34 dan 39
41
Jika diperhatikan program perjenjangan ini serupa
dengan program pendidikan di Al Azhar dan Dar Al Ulum Mesir
juga sejalan dengan sistem pendidikan nasional sekarang
yaitu Pendidikan Dasar, menengah, dan atas, ini berarti
bahwa adanya perjenjangan pada sekolah-sekolah yang di
pimpin Mahmud Yunus merupakan model sekolah modern
dengan kata lain sejak munculnya Jami’ah Al Islamiyah dan
Normal Islam, modernisai pendidikan Islam telah dimulai di
Indonesia.52
Disamping itu, pemikiran lainya yang di laukan Mahmud
Yunus pada sekolah Jami’ah Al Islamiyah Sungayang dan
Normal Islam padang yaitu pengenalan pengetahuan umum
dan pembahuruan pengajaran bahasa Arab, pengajaran
pengetahuan umum yang di tekankan pada kedua lembaga
itu pada dasarnya tidaklah baru, karena Abdullah Ahmad pada
tahun 1909 sebelumnya telah mengajarkan pengetahuan
umum seperti berhitung denngan bahsa Belanda / Inggris di
Adabiyah School, bedanya Mahmud Yunus menambahkan
pelajaran umum lainya seperti ilmu alam ( fisika, kimia,
biologi ), ilmu dagang, tata buku sebagaimana beliau pelajari
di Dar Al Ulum bahkan mendirikan laboratorium IPA.
52 Armei arief, Pemnaharuan Pendidikan Islam Indonesia (Kajian Tentang Pemikiran Mahmud Yunus) tulisan pada Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Syahid Jakarta, edisi 2 April 2001, h. 81
42
Modernisasi sekolah Mahmud Yunus juga terlihat dari
sikap keterbukaan dalam hal penerimaan dari siswa yang
belajar di kedua lembaga tersebut. Dengan beragam latar
belakang, yang membolehkan siapa saja yang bersekolah di
lembaga tersebut dengan syarat beragama Islam. Kebijakan
ini berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang
didirikan pemerintah kolonial belanda yang sangat
diskriminatif terhadap rakyat miskin yang bukan dari kalangan
kaya atau pejabat pemerintahan belanda, antara masyarakat
pribumi (Bumi Putra) dengan anak-anak Belanda atau
kalangan Borjuis lainya.53
Dengan adanya Jami’ah Al Islamiyah di sungayang dan
Normal Islam di Padang, Mahmud Yunus telah berjasa dalam
mencerdaskan umat Islam Minangkabau umumnya atau
Sumatra Barat khususnya, melalui jenjang pendidikan
tersebut Mahmud Yunus kemudian berkeinginan untuk
menghilangkan kebodohan yang talah menjadi penyakit
masyarakat muslim pada saat itu terutama yang melanda
generasi muda Islam Indonesia.
Keberhasilan Mahmud Yunus modernisasi sekolah
Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam semakin menguatkan
keinginan Mahmud Yunus untuk mendirikan sekolah Islam
53 Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994, h. 22
43
Tinggi di Padang yang pada tanggal 7 November 1940
Mahmud Yunus kemudian mendirikan Sekolah Tinggi tersebut
sekaligus menjabat sebagai Derekturnya, namun sayang
Sekolah Tinggi ini tidak berumur panjang karena pada
tanggal 1 Maret 1942 pemerintahan Jepang melarang adanya
Sekolah Tinggi tersebut.
Setelah Sekolah Tinggi Islam di bubarkan Mahmud
Yunus kemudian mendirikan SGHA ( Sekolah Guru Hakim
Agama ) di kota Raja Bukit Tinggi dari bandung juga
mendirikan PGA ( Pendidikan Guru Agama ) di 8 kota, dan
yang jika diperhatikan, konsep pemikiran ini menunjukan
bahwa Mahmud Yunus mempunyai keinginan menerapkan
konsep pendidikan Link and Match yaitu konsep pendidikan
yang berorientasi bagaiman para lulusanya atau alumni
Sekolah Islam selain memiliki kemampuan akademis juga
memiliki kemampuan profesional atau keahlian sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja.54
Kaitanya dengan konsep Link and Match ini Mahmud
Yunus ingin menerapkan sistem pengajaran ganda ( Double
System Of Learning ) yakni sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan
praktek kerja lapangan sesuai dengan pengetahuan yang
54 Armai Arief, Op.Cit, h. 81 atau Didin Syafrudin, Op.Cit, h. 315
44
diperolehnya, hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian SGHA (
Sekolah Guru Hakim Agama ) dan PGA ( Pendidikan Guru
Agama ) dimana lulusan dari lembaga pendidikan ini
diharapkan dapat bekerja sesuai dengan keterampilan yang
dimilikinya.55
B. Analisis Terhadap Pemikiran Mahmud Yunus dalam
Pendidikan Islam di Indonesia
Melihat dari gambaran pemikiran Mahmud Yunus dalam
konsep pendidikan Islam di Indonesia serta pengaruhnya
terhadap proses sejarah pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia diatas, penulis pada
kesempatan ini ingin mencoba menganalisa atau sekedar
meberi catatan dari potret konsep pendidikan Islam yang
ditawarkan Mahmud Yunus sebagaimana yang telah penulis
uraikan diatas. Beberapa hal yang ingin penulis sampaikan
menutup pembahasan pada Bab ini adalah :
Mahmud Yunus adalah tokoh pendidikan Islam di
Indonesia, argumentasi ini didasarkan pada apa yang telah
diberikan Mahmud Yunus dalam dunia pendidikan Islam baik
melalui ide atau pemikiran, maupun melalui karya-karyanya
yang cukup monumental, diantaranya :
55 Armei Arief, Ibid, h. 81-82
45
1. Mahmud Yunus adalah peletak pertama dari sistem
pendidikan modern secara formal di dunia pendidikan
Islam Indonesia dengan beliau mendirikan Jami’ah Al
Islamiyah dan Normal Islam sekaligus menjadi
Derekturnya. Kemodernya lembaga pendidikan Mahmud
Yunus diatas dapat dilihat pertama adanya perjenjangan
anak didik yang belajar disana berdasarkan segi usia dan
tingkat pendidikan perjenjangan ini untuk menetapkan
materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, sistem
perjenjangan ini sejalan dengan sistem pendidikan nasional
sekarang mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah,
dan atas. Kedua bila di lembaga-lembaga pendidikan Islam
tradisional pada saat itu masih menggunakan sistem
individual tanpa menggunakan papan tulis, meja dan kursi
sebagai tempat belajar maka di lembaga pendidikan
Mahmud Yunus telah mengan sistem klasikal yang
terpimpin dan terorganisir dalam bentuk perjenjangan
kelas dan dalam jangka waktu yang telah ditetepkan telah
menggunakan papan tulis, meja dan kursi sebagaimana
model sekolahan Belanda pada waktu itu. Ketiga dari
konsep kurikulum lembaga pendidikan Mahmud Yunus
bukan hanya mengajarkan materi pelajaran kegamaan
semata tetapi ilmu pengetahuan umum bahkan Normal
46
Islam mempunyai laboratorium tempat praktikum IPA
( fisika, kimia, biologi ), yang pada waktu itu belum ada
lembaga pendidikan Islam yang memilikinya. Keempat
lembaga pendidikan Mahmud Yunus menjadikan bahasa
Asing khususnya bahasa Arab ( disamping bahasa Inggris
dan Belanda ) sebagai bahasa pengantar sekaligus sebagai
bahasa komunikasi sehari-sehari secara aktif dengan
menerapkan metode langsung di kelas. Kelima
kemodernan lembaga pendidikan yang dipimpin Mahmud
Yunus juga ditandai dengan adanya sikap keterbukaan
dalam hal rekrutmen siswa, yang membolehkan semua
golongan dan darimana saja brasal, asalkan siswa tersebut
beragama Islam. Kondisi ini berbeda dengan sekoalah-
sekolah penjajah yang diskriminatif yang hanya menerima
anak-anak Bumi Putera dari orang kaya (pribumi) dan
anak-anak belanda sendiri.
2. Pemikiran Mahmud Yunus tentang konsep pendidikan Islam
hingga saat ini masih aktual dan uptodete meski
disampaikan dan dibahasakan secara sederhana pada saat
itu tetapi secara konsep pemikiran Mahmud Yunus tentang
pendidikan Islam sangat visioneris atau berorentasi pada
masa depan ( yang akan datang ), dianta pemikiranya itu,
Pertama produk lambaga pendidikan Islam harus
47
melahirkan Ulama – Intelektual dan Intelektual – Ulama,
Mahmud Yunus merumuskan tujuan pendidikan Islam
adalah meningakatkan kecerdasan intelektual dan memiliki
keterampialan (keahlian) profesional. Mahmud Yunus tidak
sependapat dengan pendapat yang mengatakan tujuan
pendidikan Islam itu hanya untuk ibadah dan hanya untuk
mendalami ilmu-ilmu keagamaan semata, ini adalah
pendapat yang sempit dan kurang sempurna, karenanya
menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan Islam pada
dasarnya adalah menyiapkan anak didik agar setelah
mereka dewasa kelak dapat melakukan pekerjaan duniawi
dan amalan akhirat untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat, dengan kata lain sesungguhnya
pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus hendaknya
dapat melahirkan sosok “intelektual yang Ulama dan
Ulama yang intelaktual“, ini dibuktikan oleh Mahmud Yunus
dengan memberikan pengajaran ilmu pengetahuan umum
disamping ilmu pengetahuan keagamaan, pada kurikulum
di Normal Islam dengan ilmu pengetahuan keagamaan di
harapkan anak didik mempunyai bekal wawasan
keagamaan serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-
hari, dan dengan ilmu pengetahuan umum bertujuan agar
anak didik mempunyai bekal keterampilan dan keahlian
48
profesional sesuai dengan bidangnya.56 Kedua Mahmud
Yunus sebagai pencetus konsep Link and Macht di dunia
pendidikan Islam Indonesia dengan diterapkannya sistem
pengajaran ganda ( Double System Of Learning ) yaitu
pendidikan keagamaan dan pendidikan umum. Pada
hakekatnya Mahmud Yunus menerapkan konsep “Link and
Match” yakni sebuah konsep yang menghendaki agar para
lulusan dari sebuah sekolah selain memiliki kemampuan
akademis juga memiliki kamampuan profesional sesuai
dengan tuntutan lapangan kerja dan ini dibuktikan oleh
Mahmud Yunus dengan mendirikan PGA ( Pendidikan Guru
Agama ) di delapan kota besar (yaitu Tanjung Pinang, Kota
Raja, Padang, Banjar Masin, Jakarta, Tanjung Karang,
Bandung dan Panekasan) dan SGHA ( Sekolah Guru Hakim
Agama ) di tiga kota (yaitu Kota Raja, Bukit Tinggi dan
Bandung). Ketiga Mahmud Yunus adalah tokoh pendidikan
Islam yang memperkenalkan teori pendidikan didaktis
metodis modern atau lebih dikenal dengan strategi belajar
mengajar pada pengajaran bahasa Arab Mahmud Yunus
memperkenalkan teori strategi belajar mengajar
bagaimana para siswa secara diktatis metode modern
dapat menguasai bahasa Arab dengan cepat dan mudah,
56 Lihat : Bahasan Tujuan dan Kurikulum dari Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Mahmud Yunus
49
ini ditandai dengan penerapan metode langsung ( Direct
Method ) yang mendorong pada pelatihan kemampuan
siswa secara langsung sebagai bahasa komunikasi sehari-
hari dengan titik tekan pada empat kemampuan yaitu
kemampuan benicara, mendengar, menulis dan membaca
menggunakan bahasa dan pola-pola kalimat sederhana
sesuai dengan kemampuan bahasa anak didik,
menyesuaikan materi ajar sesuai dengan situasi dan
kondisi sosial budaya anak didik, disajikan dalam bentuk
dan kisah-kisah gambar, dan demonstrasi, merangsang
siswa agar dapat mengkomunikasikan ide dan fikiranya
sendiri dalam bahasa Arab sehingga pelajaran muthola’ah
harus diutamakan. Keempat Mahmud Yunus pencentus
pertama penerapan teori satu kesatuan (all in one system
atau al ittihadiyah) dalam pendidikan Islam di Indonesia
khususnya dalam penyampaian materi pengajaran bahasa
Arab dan menolak pendekatan “terpisah” (furu’iyah)
dimana pengajaran bahasa Arab dipisah-pisah seperti :
nahwu, sharaf, mutholaah, muhadatsah, dan lain
sebagainya, sebagaimana diterapkan dilembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional. Menurut Mahmud Yunus
pengajara bahasa Arab harus terdiri dari satu kesatuan
diantara sub-sub materi ajar bahasa Arab, sebuah metode
50
yang menggunakan pendekatan terpisah ( furu’iyah) lebih
menyulitkan siswa. Kelima dalam pengajarannya Mahmud
Yunus lebih menekankan keaktifan siswa beliau sendiri
hanya sebagai fasilitator, menurut Mahmud Yunus
penyajian pelajaran kepada siswa harus hidup dan
menimbulkan minat siswa yakni bagaimana para siswa
dapat menguasai dan memahami materi ajar dengan
mudah dan cepat, termasuk dalam pengajaran bahasa
Arab, untuk ini Mahmud Yunus menulis buku tantang
Metodik Khusus Pendidikan Agama dan Metode Khusus
Pengajaran Bahasa Arab, siswa dilatih berfikir sendiri,
dengan menumbuhkan kreatifitas berfikir dan bernalar
dalam memecahkan masalahnya sendiri sesuai dengan
kemampuanya, pendidik hanya mendampingi selama
proses pembelajaran, penerapan konsep pengajaran yang
lebih menekankan tingkat partisipasi anak didik ini, secara
tidak langsung Mahmud Yunus telah menerapkan konsep
pendidikan “andragogi” yakni sebuah konsep yang
menempatkan siswa sebagai bagian dari subjek
pendidikan. Dalam konsep pendidikan andragogi dikenal
istilah Daur Belajar yaitu mengalami, mengungkapkan,
mengolah, menyimpulkan dan menerapkan, dan inilah
yang telah dan ingin diterapkan oleh Mahmud Yunus dalam
51
pembelajaran pendidikan Islam khususnya di lembaga
pendidikan Islam Normal Islam yang didirikannya.57
3. Kelebihan dan kekurangan konsep pemikiran Mahmud
Yunus dalam pendidikan Islam di Indonesia
a. Kelebihan atau Keunggulan Konsep Pemikiran
Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Berbicara kelebihan atau ke unggulan konsep
pemikiran Mahmud Yunus dalam pendidikan Islam
adalah sama halnya membicarakan apa yang telah di
gambarkan diatas karena kontribusi yang telah
diberikan Mahmud Yunus baik berupa ide, pemikiran
dan karya-karyanya telah memberi pengaruh yang
signifikan bagi perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia, tetapi pada kali ini penulis ingin
menggambarkan kelebihan atau keunggulan
tersebut berdasarkan fokus pembahasan konsep
pemikiran Mahmud Yunus tentang pendidikan Islam.
1). Kelebihan pada konsep tujuan dan kurikulum
Kelebihan pada konsep ini terliahat dari obsesi
Mahmud Yunus yang menginginkan alumni sekolah-
sekolah Islam menjadi sosok muslim yang sempurna
(Insan Kamil) dalam istilah lain menjadi Ulama-
57 Lihat : Pembahasan Metode dan Sistem Pendidikan Islam
52
Intelektual dan Iintelektual-Ulama, yang berorientasi
pada pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat,
dan ini terlihat dari penerapan kurikulum ganda
(Double System Learning) dan juga mengajarkan
pelajaran-pelajaran umum dimana sekolaha lain
belum ada yang menerapkan praktikum IPA dan lain
sebagainya. Lebih jauh melalui kurikulum yang
diterapkan Mahmud Yunus telah memperkenalkan
konsep pendidikan “Link and Match” yakni konsep
pendidikan yang menghendaki para lulusannya
disamping memiliki keahlian profesional sesuai
dengan tuntutan lapangan kerja, dan untuk yang
terakhir ini Mahmud Yunus yang mempunyai ide dan
pemikirannya sudah lebih maju dari jamanya.
2). Kelebihan pada konsep metode dan sistem
pendidikan
Kelebihan pada konsep ini Mahmud Yunus dalam
praktek pengajaranya secara langsung menerapkan
dan memperkenalkan metode pengajaran yang
varian sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis
serta kemampuan anak didik, menggunakan metode
didaktik metodik modern, memperkenalkan teori
pengajaran All In One System atau teori satu
53
kesatuan dalam pengajaran bahasa Arab dan lebih
jauhnya Mahmud Yunus menerapkan konsep
pendidikan “Andragogi” yang lebih menekankan
pada tingkat partisipasi anak didik yang ini semua
sebelumnya belum ada yang menerapkan atau
memperkenalkan selain Mahmud Yunus.
Mahmud Yunus salah seorang tokoh pendidikan
Islam di Indonesia memiliki perhatian dan komitmen
tinggi tehadap upaya membangun, meningkatkan
dan mengembangkan pendidikan agama Islam
sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang
di peruntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia,
khususnya yang beragama Islam, konsep
pemikiranya dalam bidang pendidikan secara
keseluruhan bersifat strategis dan merupakan karya
perintis, dalam arti belum pernah dilakukan oleh
tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumya.
3). Kelebihan pada konsep kelembagaan
Menurut penulis pengelolaannya lembaga
pendidikan Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam
yang di pimpin oleh Mahmud Yunus di kelola dan di
manaj secara profesional dan terorganisir menurut
prinsip-prinsip manajemen organisasi modern mulai
54
dari menetapkan tujuan, sistem perjenjangan,
bersifat klasikal, kurikulum yang tetap,
menggunakan alat-alat atau media pembelajaran
seperti papan tulis, meja dan kursi, memiliki asrama
sekolah, menerapkan dislipin yang tinggi terutama
dalam menerapkan bahasa Arab sebagai bahasa
sehari-hari dan juga memiliki laboratorium IPA
sebagai tempat praktikum anak didik.
Meski Normal Islam bukan satu-satunya lembaga
pendidikan yang menerapkan sistem sekolah
modern, sebelumnya ada Madras school (1910) milik
HM. Thaib Umar yang diawal berdirinya menerapkan
sistem klasikal tetapi kemudian kembali ke sistem
halaqoh kerena jumlah muridnya semakin banyak
juga sekolah Adabiyah School (1990) yang didirikan
oleh Abdullah Ahmad di Padang Panjang telah
menggunakan papan tulis, meja dan kursi, tetapi
sekolah ini tidak lama ditutup karena mendapat
tantangan masyarakat yang menganggap sekolah ini
sama dengan sekolah kafir Belanda, yang pada tahun
1916 sekolah Adabiyah School pindah ke Padang dan
di akui Belanda sebagai HIS pertama dari pendidikan
55
Islam58 termasuk juga Diniyah School di Padang
Panjang yang didirikan oleh Zainuddin Labai (1915-
1935) yang sudah menganut sistem klasikal, hanya
bedanya di sekolah ini tidak mempunyai kurikulum
yang tetap dan hanya mengajarkan pelajaran
keagamaan semata di samping itu Rahman Al
Yunusiah mendirikan Diniyah Puteri (1923) yang juga
menganut sistem klasikal.59
Dengan demikian meski sekolah-sekolah yang
disebutkan diatas telah menganut sistem klasikal
dan sudah menggunakan media pembelajaran
seperti papan tulis, meja dan kursi tempat belajar
siswa tetapi Normal Islam lebih maju karena di manaj
secara profesional, kurikulum yang terorganisir dan
terpimpin juga memiliki Lab IPA yang ini tidak
dilakukan atau tidak ada di sekolah-sekolah yang
telah disebut diatas.
b. Kelemahan Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Setelah menggambarkan segala kelebihan atau keunggulan
konsep pemikiran Mahmud Yunus dalam pendidikan Islam diatas
kini penulis akan menggambarkan juga kelemahanya, sebab segala
kelebihan yang terdapat pada konsep pemikiran Mahmud Yunus
58 Mahmud Yunus, Sejarah...Op.Cit, h. 63 dan Karel Steenbrink, Pesantren....Op.Cit, h. 39-40
59 Mahmud Yunus, Ibid, h. 68-69
56
tentang pendidikan Islam tersebut bukan berarti tidak menyertakan
kekurangan atau kelemahan, terutama jika kita lihat dari konteks
pendidikan Islam saat ini, ini bisa difahami karena Mahmud Yunus
dengan segala konsep pemikiranya hadir dalam konteks ruang dan
waktu disisi lain semua pengetahuan atau teori keilmuan disamping
menawarkan kebenaran relatif juga bersifat dinamis, berkembang
sesuai dengan konteks zaman.
Mengetahui beberapa hal yang menjadi kelemahan atau
kekurangan konsep pemikiran Mahmud Yunus dalam pendidikan
Islam di Indonesia menurut penulis menjadi penting, selama itu
berangkat dari keinginan untuk melihat dan menjadikan kondisi
pendidikan Islam menjadi lebih baik, dalam arti segala kelemahan
dan kekurangan dari konsep pemikiran Mahmud Yunus tersebut
dapat kita jadikan pelajaran untuk semakin membenahi atau
memperbaharui dunia pendidikan Islam kita saat ini, kelemahan
atau kekurangan konsep pemikiran Mahmud Yunus dalam
pendidikan Islam itu menurut penulis hanya terlihat lebih banyak
pada hal-hal yang tidak bersentuh atau luput dari pengamatan
Mahmud Yunus sendiri, baik pada aspek tujuan dan kurikulum,
metode dan sistem maupun kelambagaan pendidikan Islam.
Meski telah disebutkan bahwa modernisasi lembaga
pendidikan Islam secara fomal dimulai sejak hadirnya Jami’ah Al
Islamiyah dan Nomal Islam yang didirikan oleh Mahmud Yunus
57
akan tetapi sebenarnya apa yang dilakukan oleh Mahmud Yunus
sesungguhnya sekedar meneruskan dari HM. Thaib Umar dan lain-
lain, mereka telah melakukan modernisasi di lembaga pendidikan
yang mereka pimpin di Adabiyah School antara lain Abdullah
Ahmad atau Abdul Karim Amrullah misalnya yang menekankan
pada penguasaan bahasa Arab untuk memahami kitab-kitab
keagamaan fiqih atau lainya. HM. Thaib Umar yang
mengembangkan sistem klasikal dan banyak yang lainya jadi
modernisasi yang di maksud adalah modern pada masanya,
terbesar pada masanya tetapi secara kelembagaan Mahmud Yunus
bukan yang pertama meski tidak bisa dipungkuri pemikiran yang
dilakukan Mahmud Yunus tentang pendidikan Islam sesuai keadan
pada saat itu di Sumatra Barat.
Selanjutnya jika dilihat dari karya-karyanya konsep
pemikiran pendidikan Islam Mahmud Yunus lebih banyak di
tujukan pada konsep pengajaran pada anak-anak mulai dari tingkat
Ibtidaiyah sampai dengan Aliyah dan sedikit sekali ditujukan pada
orang-orang dewasa,60 Mahmud Yunus kurang menyoroti konsep
pendidikan agama pada masa dini, pendidikan di lembaga non atau
in fomal di keluarga atau masyarakat, padahal pendidikan di
60 Lihat : Mahmud Yunus dalam “Pokok-pokok Pengajaran Pendidikan Islam atau Metodik Khusus Pendidikan Islam” Mahmud Yunus sedikit sekali membicarakan konsep pendidikan agama untuk orang-orang dewasa, pendidikan pra atau paska nikah, pendidikan Indonesia-non formal di keluarga dan masyarakat.
58
keluarga atau masyarakat menjadi signifikan untuk mendukung
pendidikan di sekolah atau pendidikan lainya.
Untuk pendidikan dan pengajaran bahasa Arab Mahmud
Yunus terfokus pada penerapan metode langsung dan pendekatan
sistem pengajaran All In One System (konsep pengajaran terpadu)
kurang di barengi dengan aspek-aspek lainnya seperti sarana atau
fasilitas pengajaran, buku-buku tentang bahasa Arab temasuk
kamus bahasa Arab, pengembangan Bi’ah lughoh (lingkungan
bahasa), terbatasnya guru bahasa apalagi native speaker dan lain
sebagainya, padahal sebagaimana kata Karel Steenbrink meski
dalam pendidikan bahasa Arab siswa tinggal di asrama dan dengan
disiplin yang tinggi, menggunakan metode pengajaran modern
akan tetapi tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika sarana
dan fasilitas pengajaran terbatas mulai dari buku-buku bahasa
Arab, kamus bahasa, surat kabar bahasa Arab, laboratorium bahasa
dan lainya, karena keterbatasan ini menurut Karel akan tetap
menjadikan bahasa Arab kurang akrab dengan para siswa, di
tambah lagi kurangnya penghargaan masyarakat Islam sendiri
terhadap bahasa Arab dibanding bahasa asing lainya seperti bahasa
Inggris.61 Inilah beberapa kelemahan atau kekurangan yang luput
dari pengamatan Mahmud Yunus dalam konsep pemikiran terhapat
pendidikan Islam di Indonesia, dan bahasan ini sekaligus menutup
61 Karel, Pesantren...Op.Cit, h. 180
59