20
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk diubah menjadi kitosan. Sampel limbah udang kering sebanyak 50 g dapat menghasilkan 11,25 g kitosan dengan rincian massa dan rendemen pada Tabel IV.1. Protein dalam kitin tidak dapat dihilangkan seluruhnya sebab protein ini diikat oleh kitin melalui ikatan kovalen dan membentuk kompleks yang stabil. Residu yang didapat dicuci dengan air sampai netral kemudian dibilas menggunakan aquades. Hasil kitin kasar yang diperoleh setelah ekstraksi dengan NaOH berwarna coklat. Kandungan mineral utama dalam kulit udang adalah CaCO 3 , sebesar 40-50% berat. Mineral lain yang terdapat pada kulit udang adalah Ca 3 (PO 4 ) 2 . Larutan HCl akan bereaksi dengan mineral-mineral tersebut, sehingga terbentuk garam- garam yang larut dalam pelarut dan mudah dihilangkan atau terbentuk gas CO 2 yang dapat keluar dari campuran berupa gelembung-gelembung udara. Reaksi mineral dengan HCl adalah sebagai berikut : CaCO 3(s) + 2HCl (aq) CaCl 2(aq) + H 2 O (l) + CO 2(g) Ca 3 (PO 4 ) 2(s) + 4HCl (aq) 2CaCl 2(aq) + Ca(H 2 PO 4 ) 2 (aq) Penghilangan garam-garam yang larut dilakukan dengan penyaringan, sedangkan gas akan keluar saat pelarutan. Hal ini dapat dilakukan karena kitin tidak larut dalam HCl.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

  • Upload
    ledan

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang

Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan

protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk diubah menjadi kitosan.

Sampel limbah udang kering sebanyak 50 g dapat menghasilkan 11,25 g kitosan

dengan rincian massa dan rendemen pada Tabel IV.1.

Protein dalam kitin tidak dapat dihilangkan seluruhnya sebab protein ini diikat

oleh kitin melalui ikatan kovalen dan membentuk kompleks yang stabil. Residu

yang didapat dicuci dengan air sampai netral kemudian dibilas menggunakan

aquades. Hasil kitin kasar yang diperoleh setelah ekstraksi dengan NaOH

berwarna coklat.

Kandungan mineral utama dalam kulit udang adalah CaCO3, sebesar 40-50%

berat. Mineral lain yang terdapat pada kulit udang adalah Ca3(PO4)2. Larutan

HCl akan bereaksi dengan mineral-mineral tersebut, sehingga terbentuk garam-

garam yang larut dalam pelarut dan mudah dihilangkan atau terbentuk gas CO2

yang dapat keluar dari campuran berupa gelembung-gelembung udara. Reaksi

mineral dengan HCl adalah sebagai berikut :

CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)

Ca3(PO4)2(s) + 4HCl(aq) 2CaCl2(aq) + Ca(H2PO4)2 (aq)

Penghilangan garam-garam yang larut dilakukan dengan penyaringan, sedangkan

gas akan keluar saat pelarutan. Hal ini dapat dilakukan karena kitin tidak larut

dalam HCl.

Page 2: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

27

IV.2 Pembuatan Kitosan

IV.2 1 Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan

Deasetilasi kitin adalah penghilangan gugus asetil yang berikatan dengan gugus

amin menggunakan larutan basa kuat yang pekat. Larutan basa kuat yang

digunakan adalah NaOH 50%, hal ini disebabkan karena basa lemah tidak dapat

memutuskan ikatan C-N gugus asetamida pada atom C-2 pada asetamida kitin,

sedangkan basa kuat akan memutuskan ikatan antara gugus asetil dengan atom N,

sehingga terbentuk gugus amina (-NH2) pada kitosan. Banyaknya gugus asetil

yang hilang merupakan besarnya % deasetilasi kitosan. Transformasi kitin

menjadi kitosan adalah reaksi hidrolisa. Mekanisme reaksinya seperti pada

Gambar IV.1.

Tabel IV 1 Rincian Massa Tiap Proses Pembuatan Kitosan

Proses Massa (g) Rendemen

Penghilangan protein 26,50 53,0%

Penghilangan mineral 14,20 28,4%

Deasetilasi 11,25 22,5%

IV.2.2 Karakterisasi kitosan

Kitosan hasil deasetilasi dikarakterisasi dengan FTIR, dengan spektra yang

terlihat pada Gambar IV.2 untuk kitin dan Gambar IV.3 untuk kitosan. Dari

spektra tersebut dapat dilihat adanya puncak-puncak yang dimiliki oleh gugus

fungsi kitin pada Tabel IV.2, dan puncak-puncak yang dimiliki oleh kitosan pada

Tabel IV.3.

Page 3: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

28

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

NH

CCH 3

H

n

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

NH

C

CH 3

H

n

OH -

OH-OO

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

C

CH 3

NH

H

O-O H

OH -

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

NH 2+

C

CH 3

H

O --O

n n

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

NH 2+

C

CH 3

H

O --O

n

OH -

O

H

OH

CH 2OH

H

H

H

NH 2

H

n

+ CH3COO- + OH-

Gambar IV 1 Transformasi kitin menjadi kitosan

Page 4: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

29

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

37.5

45

52.5

60

67.5

75

82.5

90

97.5

%T

3448

.72

3309

.85

3267

.41

3109

.25

2960

.73

2929

.87

2885

.51

1658

.78

1627

.92

1564

.27

1417

.68

1377

.17

1315

.45

1157

.29

1116

.78

1074

.35

1024

.20

975.

9895

2.84

896.

90

750.

3170

0.16

599.

8656

3.21 53

2.35

401

19

Khitin Gambar IV 2 Spektrum FTIR kitin

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

3444

.87

2881

.65

1656

.85 15

95.1

3 1421

.54

1379

.10

1323

.17

1151

.50

1089

.78

1033

.85

896.

90

601.

79

401

19

Khitosan

Gambar IV 3 Spektrum FTIR kitosan

Page 5: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

30

Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin

Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis

Vibrasi

Gugus yang

bervibrasi

3000- 3500 Regang O-H dan N-H

2929,87 Regang C-H, CH3

1658,78 Regang C=O amida

1417,68 Tekuk C-H

1075-1200 Regang C-O-C

Tabel IV 3 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitosan

Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis

Vibrasi

Gugus yang

bervibrasi

3000- 3500 Regang O-H dan N-H

2881,65 Regang C-H, CH3

1656,85 Regang C=O amida

1421,54 Tekuk C-H

1089,78 Regang C-O-C

Spektra kitin dan kitosan menunjukkan puncak dengan intensitas yang sedikit

berbeda. Perbedaan puncak yang paling menonjol terlihat pada puncak C=O

amida, pada kitin intensitasnya lebih besar dibandingkan pada kitosan. Hal ini

menunjukkan adanya gugus asetil yang hilang dari kitin. Dari spektra kitosan,

terlihat masih ada karbonil yang terikat pada amida, hal ini menunjukkan kitosan

yang diperoleh derajat deasetilasinya kurang dari 100%. Dari hasil perhitungan

pada Lampiran 1 diperoleh derajat deasetilasi kitosan sebesar 71,52%

Page 6: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

31

IV.2.3 Penentuan Massa Molekul Relatif Rata-rata

Kitosan yang diperoleh pada penelitian ini, setelah ditentukan ηr, ηsp, ηred dan ηi,

kemudian dengan persamaan Mark-Houwink (persamaan II.5 ), memiliki massa

molekul relatif rata-rata sebesar 2,61. 106 Da, dengan perhitungan pada Lampiran

2.

IV.3 Penggunaan Kitosan Untuk Penjernihan Air

Sampel air yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu air keruh

simulasi yang mengandung ion Fe (III) dari larutan FeSO4, dan air dari sungai

Cikapundung di sekitar Babakan Siliwangi. Untuk penjernihan air keruh ini

digunakan dua jenis koagulan yaitu kitosan dan tawas (Al2(SO4)3). Parameter

yang dianalisis pada pengolahan sampel air ini adalah turbiditas (kekeruhan) dan

derajat keasaman (pH). Tabel IV.4 menunjukkan karakteristik sampel air sebelum

pengolahan.

Tabel IV 4 Karakteristik sampel air sebelum pengolahan

Parameter

Sampel Air

Kekeruhan (NTU) pH

Sampel air keruh simulasi 67,43 7,87

Sampel air sungai 72,91 7,53

Dari hasil pengukuran dengan Spectronic 20 diperoleh nilai Transmitan (%T),

yang kemudian ditentukan nilai Absorbannya dan ditentukan nilai kekeruhan

(NTU) berdasarkan persamaan regresi linier dari larutan standar hidrazin sulfat

pada Lampiran 4.

Page 7: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

32

IV.3.1 Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dan Tawas Terhadap Efektifitas Penjernihan Sampel Air Keruh Simulasi

Koagulan kitosan dan tawas dengan volume tertentu ditambahkan ke dalam 200

mL sampel air sehingga konsentrasi koagulan kitosan maupun tawas dalam

pengolahan ini bervariasi dari 2-10 ppm. Pada awal penambahan koagulan

kitosan dengan pengadukan cepat, sudah mulai terlihat sampel air yang diolah

menjadi keruh kemudian dengan pengadukan lambat mulai terbentuk gumpalan-

gumpalan kecil atau disebut mikroflok. Gumpalan-gumpalan tersebut semakin

lama semakin membesar atau disebut makroflok. Setelah didiamkan beberapa

saat, makroflok-makroflok tersebut mengendap dalam waktu 40 menit sehingga

bagian atas air terlihat lebih jernih dari sebelumnya. Endapan yang terbentuk

adalah berupa gumpalan yang berwarna coklat kekuningan serta mudah terpecah,

sehingga ada sebagian kecil lapisan yang mengapung dan membentuk lapisan

dipermukaan. Kemudian untuk memisahkan endapan dan lapisan di permukaan

air dilakukan proses penyaringan dengan kertas saring sehingga diperoleh air yang

jernih. Sedangkan penambahan koagulan tawas yang diolah dengan cara yang

sama tidak banyak menghasilkan endapan, sehingga bagian atas air tidak begitu

jernih dan masih kelihatan keruh, walaupun sudah dilakukan proses penyaringan.

Lampiran 5 menunjukkan pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap

kekeruhan air keruh simulasi.

Gambar IV.4 menunjukkan pengaruh konsentrasi koagulan kitosan dan tawas

pada penjernihan air keruh simulasi. Dan Gambar IV.5 menunjukkan pengaruh

konsentrasi kitosan dan tawas terhadap persen penurunan kekeruhan air keruh

simulasi. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa dengan menggunakan koagulan

kitosan, dengan konsentrasi 2 ppm, dari kekeruhan awal air keruh simulasi

sebesar 67,43 NTU mengalami penurunan kekeruhan menjadi 9,78 NTU dengan

persentase penurunan kekeruhan sebesar 85,49 %. Setelah ditambahkan koagulan

kitosan dengan konsentrasi 4 ppm, terjadi penurunan kekeruhan yang lebih besar

lagi, menjadi 0,09 NTU dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 99,88 %.

Tetapi dengan penambahan konsentrasi koagulan kitosan yang lebih besar lagi

misalnya dengan konsentrasi kitosan 6 ppm sampai 10 ppm, kekeruhan

Page 8: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

33

mengalami kenaikan lagi, dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 97,03

% ; 94,20%; dan 91,35%. Penurunan kekeruhan yang maksimal diperoleh dengan

konsentrasi kitosan 4 ppm.

01020304050607080

0 5 10 15

konsentrasi koagulan (ppm)

keke

ruha

n (N

TU)

kitosantawas

Gambar IV 4 Pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap kekeruhan air

keruh simulasi

020406080

100120

0 5 10 15

konsentrasi koagulan (ppm)

% p

enur

unan

kek

eruh

an

kitosantawas

Gambar IV 5 Pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap persen

penurunan kekeruhan air keruh simulasi

Sedangkan pengolahan air dengan menggunakan koagulan tawas, penambahan

koagulan tawas sebesar 2 ppm terjadi penurunan kekeruhan menjadi 64,74 NTU,

Page 9: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

34

dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 3,99%. Setelah ditambahkan

koagulan tawas dengan konsentrasi yang lebih besar lagi, terjadi penurunan

kekeruhan, tetapi tidak begitu besar, misalnya dengan penambahan konsentrasi

maksimal koagulan tawas 10 ppm, kekeruhan menjadi 28,57 NTU dengan

persentase penurunan kekeruhan sebesar 57,63%. Penurunan kekeruhan yang

maksimal diperoleh dengan konsentrasi tawas 10 ppm. Data persen penurunan

kekeruhan air keruh simulasi dengan koagulan kitosan dapat dilihat pada Tabel

IV.5, dan data persen penurunan kekeruhan air keruh simulasi dengan koagulan

tawas pada Tabel IV.6 .

Tabel IV 5 Persen penurunan kekeruhan air keruh simulasi dengan koagulan kitosan

Kekeruhan (NTU) Konsentrasi

kitosan (ppm) awal akhir

% penurunan

kekeruhan

2 67,43 9,78 85,49

4 67,43 0,09 99,87

6 67,43 2,00 97,03

8 67,43 3,91 94,20

10 67,43 5,83 91,35

Tabel IV 6 Persen penurunan kekeruhan air keruh simulasi dengan koagulan tawas

Kekeruhan (NTU) Konsentrasi

tawas (ppm) awal akhir

% penurunan

kekeruhan

2 67,43 64,74 3,99

4 67,43 59,52 11,73

6 67,43 35,26 47,71

8 67,43 33,00 51,06

10 67,43 28,57 57,63

Page 10: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

35

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa koagulan kitosan lebih efektif dan

efisien dibandingkan koagulan tawas. Konsentrasi optimal kitosan adalah 4 ppm

sedangkan konsentrasi optimal tawas 10 ppm. Hasil pengolahan air keruh

simulasi dengan koagulan kitosan dan tawas dapat dilihat pada Gambar IV.7,

IV.8, IV.9, IV.10.

Air keruh simulasi, dibuat dengan melarutkan serbuk FeSO4 ke dalam air, dan

dibiarkan selama kira-kira 24 jam. Kekeruhan air keruh simulasi disebabkan oleh

ion Fe2+ yang teroksidasi menjadi ion Fe3+ dan membentuk koloid Fe(OH)3.

Koloid Fe(OH)3 dapat bermuatan positif dengan mengadsorpsi ion Fe3+ dalam

suasana asam (pH < 7). Dan koloid Fe(OH)3 juga dapat bermuatan negatif

dengan mengadsorpsi ion OH- dalam suasana basa (pH > 7). Pada pembuatan air

simulasi , serbuk FeSO4 dilarutkan dalam air PAM dengan pH 7,87 (suasana

basa), sehingga koloid Fe(OH)3 yang terbentuk bermuatan negatif. Skema

hidrolisis ion Fe+3 dapat dilihat pada Gambar IV.6. Muatan negatif dari koloid

Fe(OH)3 akan dinetralkan oleh polielektrolit kitosan. Prinsip koagulasi kitosan

disini adalah adanya gaya tarik menarik antara koloid Fe(OH)3 yang bermuatan

negatif dengan kitosan yang memiliki gugus amina bebas yang bermuatan positif

karena mengikat ion H+ dari asam asetat. Akibatnya partikel-partikel koloid

Fe(OH)3 akan menyatu membentuk flok dan akhirnya mengendap.

Fe(H2O)63+ [Fe(H2O)5OH]2+ [Fe(H2O)4(OH)2]+ [Fe(H2O)3(OH)3](s)

[Fe(H2O)2(OH)4]-

Fe2(OH)24+

Gambar IV 6 Skema hidrolisis untuk Fe3+ 21

kenaikan pH

Page 11: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

36

Gam

bar I

V 8

Air

keru

h si

mul

asi

hasi

l pen

gola

han

deng

an k

itosa

n se

belu

m p

enya

ringa

n

Gam

bar I

V 8

Air

keru

h si

mul

asi h

asil

peng

olah

an d

enga

n ta

was

sebe

lum

pen

yarin

gan

Page 12: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

37

Gam

bar I

V 9

Air

keru

h si

mul

asi h

asil

peng

olah

an d

enga

n k

itosa

n se

tela

h p

enya

ringa

n

Gam

bar 1

0 A

ir ke

ruh

sim

ulas

i has

il pe

ngol

ahan

den

gan

taw

as se

tela

h pe

nyar

inga

n

Page 13: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

38

IV.3.2 Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dan Tawas Terhadap Efektifitas Penjernihan Air Sungai

Pada Tabel IV.1 terlihat bahwa sampel air sungai mempunyai karakteristik nilai

kekeruhan sebesar 72,91 NTU, dengan pH sebesar 7,53. Sampel air sungai

memiliki kekeruhan yang relatif tinggi dibandingkan dengan kekeruhan air keruh

simulasi. Seperti halnya sampel air keruh simulasi, pengolahan sampel air

sungaipun dilakukan dengan variasi konsentrasi kitosan dan tawas yaitu 2-10

ppm. Data lengkap hasil penjernihan dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada

Gambar IV.11 dapat dilihat pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap nilai

kekeruhan (NTU) air sungai, dan Gambar IV.12 pengaruh konsentrasi kitosan dan

tawas terhadap persentase penurunan kekeruhan air sungai.

01020304050607080

0 5 10 15konsentrasi koagulan (ppm)

keke

ruha

n (N

TU)

kitosantawas

Gambar IV 11 Pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap kekeruhan air

sungai

Page 14: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

39

0

20

40

60

80

100

120

0 5 10 15konsentrasi koagulan (ppm)

% p

enur

unan

kek

eruh

an

kitosan tawas

Gambar IV.12 Pengaruh konsentrasi kitosan dan tawas terhadap persen

penurunan kekeruhan air sungai

Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa dengan menggunakan koagulan

kitosan, dengan konsentrasi 2 ppm, kekeruhan berkurang menjadi 7,78 NTU,

sehingga persentase penurunan kekeruhan yaitu sebesar 89,33%. Setelah

ditambahkan koagulan kitosan dengan konsentrasi 4 ppm, terjadi penurunan

kekeruhan yang lebih besar lagi, dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar

99,88%. Tetapi dengan penambahan konsentrasi koagulan kitosan yang lebih

besar lagi, kekeruhan mengalami kenaikan lagi. Hal ini menunjukkan pentingnya

optimasi konsentrasi koagulan agar suatu proses koagulasi dapat berjalan efektif.

Pada pengolahan air sungai dengan menggunakan koagulan tawas, penambahan

koagulan tawas sebesar 2 ppm mengakibatkan penurunan kekeruhan menjadi

44,61 NTU, dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 38,81%. Setelah

ditambahkan koagulan tawas dengan konsentrasi yang lebih besar, yaitu 10 ppm

terjadi penurunan kekeruhan dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar

54,74%. Data persen penurunan kekeruhan air sungai dengan koagulan kitosan

dapat dilihat pada Tabel IV.7, dan data persen penurunan kekeruhan air sungai

dengan koagulan tawas pada Tabel IV.8 .

Page 15: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

40

Tabel IV 7 Persen penurunan kekeruhan air sungai dengan koagulan kitosan

Kekeruhan (NTU) Konsentrasi

kitosan (ppm) awal akhir

% penurunan

kekeruhan

2 72,91 7,78 89,33

4 72,91 0,09 99,88

6 72,91 2,00 97,26

8 72,91 5,83 92,00

10 72,91 7,78 89,33

Tabel IV 8 Persen penurunan kekeruhan air sungai dengan koagulan tawas

Kekeruhan (NTU) Konsentrasi

tawas (ppm) awal akhir

% penurunan

kekeruhan

2 72,91 44,61 38,81

4 72,91 37,57 48,47

6 72,91 37,57 48,47

8 72,91 35,26 51,64

10 72,91 33,00 54,74

Seperti halnya pada pengolahan sampel air keruh simulasi yang mengandung ion

Fe(III), pada pengolahan sampel air sungai juga terjadi kekeruhan pada waktu

pengadukan cepat, kemudian dengan pengadukan lambat mulai terbentuk

gumpalan-gumpalan kecil atau disebut mikroflok. Gumpalan-gumpalan tersebut

semakin lama semakin membesar atau disebut makroflok. Setelah didiamkan

beberapa saat, makroflok-makroflok tersebut mengendap dalam waktu 40 menit,

sehingga bagian atas air terlihat lebih jernih dari sebelumnya. Setelah dilakukan

penyaringan baru diperoleh air yang jernih. Endapan yang terbentuk dari hasil

pengolahan air sungai berupa gumpalan-gumpalan yang lebih besar dibandingkan

Page 16: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

41

gumpalan hasil pengolahan air keruh simulasi, dengan warna endapan coklat dan

stabil. Hal ini terjadi karena kekeruhan pada air sungai terjadi karena adanya

padatan tak larut dalam air tersebut. Padatan ini sangat bervariasi, baik jenis,

sumber maupun ukuran partikelnya. Jenis padatan yang merupakan faktor utama

penyebab kekeruhan adalah padatan-padatan yang tergolong koloid, baik koloid

organik maupun koloid anorganik. Partikel-partikel koloid dalam air keruh

simulasi hanya sejenis dengan ukuran partikel koloid yang lebih halus, sehingga

gumpalan-gumpalan makrofloknya lebih mudah pecah dengan warna endapan

coklat kekuningan, karena banyak mengandung koloid Fe(OH)3. Dari data

tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan koagulan kitosan juga lebih efektif

dan efisien untuk menjernihkan air sungai dibandingkan koagulan tawas.

Konsentrasi optimal kitosan adalah 4 ppm sedangkan konsentrasi optimal tawas

10 ppm. Hasil pengolahan air sungai dengan koagulan kitosan dapat dilihat pada

Gambar IV.13, IV.14 dan hasil pengolahan air sungai dengan koagulan tawas

pada Gambar IV.15, IV.16.

Salah satu penyebab kekeruhan air sungai adalah banyaknya padatan tak larut.

Padatan ini sangat bervariasi, baik jenis, sumber maupun ukuran partikelnya.

Jenis padatan yang merupakan faktor utama penyebab kekeruhan air sungai

adalah padatan-padatan yang tergolong partikel koloid tanah liat yang dihasilkan

dari erosi tanah21, dan padatan-padatan lain baik koloid organik maupun

anorganik. Partikel koloid merupakan partikel yang bermuatan listrik sebagai

hasil dari adsorpsi ion positif atau negatif pada permukaan partikel-partikel

koloid. Partikel-partikel koloid dalam media air pada umumnya mengadsorpsi

anion sehingga bermuatan negatif21 dan terdistribusi merata pada permukaannya.

Kemampuan koagulasi dari kitosan disebabkan oleh adanya gugus amino bebas

yang mengalami protonasi karena adanya ion H+ dari asam asetat, sehingga

kitosan dapat menyumbangkan sifat polielektrolit kation yang sangat potensial

untuk digunakan sebagai koagulan.

Page 17: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

42

Gam

bar I

V.1

3

Air

sung

ai h

asil

peng

olah

an d

enga

n ki

tosa

n se

belu

m p

enya

ringa

n

G

amba

r IV

.14

A

ir su

ngai

has

il pe

ngol

ahan

den

gan

taw

as se

belu

m p

enya

ringa

n

Page 18: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

43

Gam

bar I

V.1

5

Air

sung

ai h

asil

peng

olah

an d

enga

n ki

tosa

n se

tela

h pe

nyar

inga

n

Gam

bar I

V.1

6

Air

sung

ai h

asil

peng

olah

an d

enga

n ta

was

sete

lah

peny

arin

gan

Page 19: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

44

IV.3.3 Tinjauan Kekeruhan dan pH

Proses koagulasi yang disebabkan oleh polielektrolit meliputi empat tahap, yaitu:

1. Dispersi dari polielektrolit dalam koloid

2. Adsorpsi antara permukaan solid-liquid

3. Kompresi dari polielektrolit yang teradsorpsi

4. Koalisi atau penyatuan dari masing-masing polielektrolit yang terlingkupi oleh

partikel untuk membentuk flok-flok kecil dan berkembang menjadi flok yang

lebih besar

Pada penelitian ini konsentrasi optimum kitosan sebesar 4 ppm, baik pada

pengolahan air keruh simulasi maupun air sungai. Tetapi jika penambahan

kitosan melebihi 4 ppm maka akan terjadi kenaikan kekeruhan. Hal ini

menunjukkan bahwa proses koagulasi dan flokulasi sangat dipengaruhi oleh faktor

konsentrasi koagulan. Pada suatu dosis tertentu akan terjadi suatu proses

koagulasi yang paling efektif terhadap koloid tertentu. Kitosan merupakan

koagulan berupa polimer, yang terdiri dari satuan-satuan kecil monomer. Jika

dosis polimer berlebih, maka segmen polimer akan menjenuhkan permukaan

partikel koloid, sehingga tidak ada lagi sisi untuk membentuk jembatan, hal ini

mengakibatkan partikel stabil kembali.

Penambahan koagulan kitosan ke dalam air keruh simulasi maupun air sungai,

tidak menunjukkan perubahan pH yang signifikan. Seperti yang terlihat pada

Lampiran 5 dan Lampiran 6. Perubahan pH yang terjadi hanya berkisar 0,02-0,3

unit pH saja untuk setiap penambahan konsentrasi koagulan. Misalnya untuk

sampel air keruh simulasi dengan pH awal sebesar 7,87 berubah menjadi 7,70,

sampel air sungai dari 7,53 berubah menjadi 7,23 setelah masing-masing sampel

air ditambahkan koagulan kitosan dengan konsentrasi sebesar 4 ppm.

Dari data yang diperoleh pada Lampiran 5 dan Lampiran 6, secara umum setiap

kenaikan konsentrasi koagulan kitosan yang ditambahkan ke dalam sampel air,

maka akan terjadi kecenderungan penurunan pH. Hal ini disebabkan karena

Page 20: Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel IV 2 Jenis Vibrasi Gugus-gugus Fungsi Yang Terdapat Dalam Kitin Bilangan Gelombang (cm -1) Jenis Vibrasi Gugus yang bervibrasi 3000- 3500

45

koagulan yang ditambahkan relatif bersifat asam karena terdiri dari kitosan yang

dilarutkan dalam asam asetat. Penurunan pH sampel air terjadi secara perlahan

karena asam yang digunakan sangat rendah konsentrasinya yaitu 1%, dan asam

yang digunakan asam asetat yang tergolong asam lemah dengan tetapan ionisasi

(Ka) sebesar 1,8 x 10-5. Kitosan merupakan koagulan yang tidak terionisasi

dengan baik di dalam air, sehingga tidak merubah pH yang begitu besar pada

sampel air.