41
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN ACARA I BIOREMEDIASI LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN Juju Junengsih NIM : 10/297392/PN/11910 Asisten : Tiara Pratiwi Benget R. Simanjuntak Budi Mulyara Program Studi Teknologi Hasil Perikanan LABORATORIUM MIKROBIOLOGI 1

Bioremediasi Acara 1 Juju

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bioremediasi Acara 1 Juju

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

ACARA IBIOREMEDIASI LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

Juju JunengsihNIM : 10/297392/PN/11910

Asisten :Tiara Pratiwi

Benget R. SimanjuntakBudi Mulyara

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan

LABORATORIUM MIKROBIOLOGIJURUSAN PERIKANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2013

1

Page 2: Bioremediasi Acara 1 Juju

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang

berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai

beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram.  Ikan rucah, yang jumlahnya banyak,

merupakan limbah dengan bobot mencapai ratusan kilogram atau ton.  Beberapa limbah

padatan masih dapat dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi

sebagai pencemar lingkungan. Kualitas limbah sangat ditentukan oleh volume, kandungan

bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.  Volume limbah berkaitan dengan

kemampuan alam untuk mendaur ulangnya.  Peningkatan volume limbah akan

meningkatkan beban siklus alami, terutama peningkatan yang berlangsung secara cepat.

Bahan pencemar yang terkandung didalam limbah berpengaruh terhadap kualitas limbah. 

Bahan pencemar berupa bahan organik relatif tidak berbehaya dibandingkan dengan logam

berat.  Demikian pula bahan pencemar yang berupa senyawa beracun (Soeparman, 2000).

Limbah industri perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran karena mengandung

protein dan lemak yang bersifat terlarut, tersuspensi, dan mudah terurai. Bentuk pencemaran

yang timbul dan dikeluhkan masyarakat akibat limbah industri perikanan adalah pencemaran

air tanah dan air permukaan, pencemaran udara berupa bau busuk dan debu/partikel,

perubahan peruntukan badan air (terutama air sungai untuk kebutuhan minum, mandi, dan

budidaya biota air), kematian masal biota air budidaya (ikan dan udang), konflik

kepentingan, dan bentuk pencemaran lainnya (Sahubawa, 2011).

Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-

masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah

yang satu dengan limbah lainnya. Teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi

menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis. Salah satu

penanganan dan pengolahan limbah yang dilakukan dalam praktikum yaitu dengan cara

bioremediasi. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan

dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran (Sugiharto, 1987).

2

Page 3: Bioremediasi Acara 1 Juju

B. Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu melakukan bioremediasi dengan metode fitoremediasi, aerob dan

anaerob.

2. Praktikan mampu melakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi.

3. Praktikan mampu menghitung debit limbah dan bahan pencemar limbah industri

perikanan.

C. Manfaat Praktikum

1. Memberikan keterampilan dalam melakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan

biologi.

2. Mengetahui metode yang efektif untuk mendegradasi limbah cair.

3. Mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung proses penanganan atau

pengolahan limbah secara bioremediasi.

4. Memberikan pengetahuan cara menghitung debit limbah dan bahan pencemar limbah

industri perikanan.

3

Page 4: Bioremediasi Acara 1 Juju

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Industri Perikanan

Limbah memiliki karakter khas.  Berdasarkan karakter tersebut limbah dapat

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak

dapat dimanfaatkan. Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. 

Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran

pencernaan.  Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian

ikan.  Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena

adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton (Jenie et al., 1993).

Limbah yang kualitasnya baik masih ada yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pangan bagi manusia, limbah yang kualitasnya sudah menurun hanya dapat digunakan

sebagai bahan pakan bagi ternak, atau limbah yang sudah membusuk tidak dapat

dimanfaatkan sehingga dapat menjadi menjadi pencemar bagi lingkungan (Mahida, 1984).

Berbagai produk telah dihasilkan dari limbah yang berkualitas baik, seperti

surimi, fish jelly, produk fermentasi dan kerupuk.  Sedangkan dari limbah yang kualitasnya

telah menurun dapat dihasilkan tepung ikan, tepung tulang, dan silase.  Masih banyak

peluang yang dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut. Limbah yang sudah

membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara apapun.  Limbah demikian harus ditangani

secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Soeparman, 2000). 

B. Bioremidiasi dan Bioaugmentasi

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan

dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi

bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan

selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang

berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Hal yang baru adalah bahwa teknik

bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah

dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Sheehan,

1997).

4

Page 5: Bioremediasi Acara 1 Juju

Bioaugmentasi yaitu penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih

mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat.

Biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa

(misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisme tumbuh dan beraktivitas lebih baik

(Backer and Herson, 1994). Kemampuan produk bioaugmentasi dalam pengolahan air

limbah diantaranya:

1. Biodegradasi senyawa organik

2. Mengkontrol bau dari sistem kumpulan

3. Mengkontrol akumulasi lemak dalam sistem kumpulan

4. Mengurangi akumulasi lemak pada permukaan clarifier

5. Mengurangi kebutuhan aerasi

6. Mengkontrol pertumbuhan bakteri filamentous

7. Mengurangi produksi busa dalam tangki aerasi dan digester

8. Meningkatkan penghilangan BOD

9. Mencegah shock loading

10. Menurunkan produksi lumpur

11. Meningkatkan pengendapan padatan di dalam clarifier sekunder

12. Meningkatkan kinerja digester aerobik

13. Meningkatkan kinerja digester anaerobik

C. Mekanisme Reduksi Limbah

1. Reduksi limbah secara aerob

Mereduksi limbah secara aerob dapat menggunakan aerasi. Proses aerasi bertujuan

untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses

pengolahan biologis. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer) massa antara gas

(oksigen) dan cairan. Reaksi reduksi limbah dan siklus reduksi limbah secara aerob dapat

dilihat pada Gambr 1. dan Gambar 2. (Mahida, 1984) :

5

Page 6: Bioremediasi Acara 1 Juju

Gambar 1. Reaksi lengkap reduksi limbah secara aerob (Mahida, 1984)

Gambar 2. Siklus reduksi limbah secara aerob (Mahida, 1984)

2. Reduksi limbah secara anaerob

Menurut Haryoto (1999), proses pengolahan secara anaerobik terjadi disebabkan

oleh adanya aktivitas mikroorganisme pada saat tidak ada oksigen bebas. Senyawa

berbentuk anorganik atau organik pekat yang berasal dari industri umumnya sukar atau

lambat sekali untuk diolah secara aerobik, maka pengolahan dilakukan secara anaerob.

Adapun reaksi reduksi limbah dan siklus reduksi limbah secara anaerob dapat dilihat pada

Gambar 3. dan Gambar 4. adalah:

Gambar 3. Reaksi reduksi limbah secara anaerob (Haryoto, 1999)

6

DEAD ORGANIC MATTER

Containing organisme, and nitrogenous and carbonaceous

materials with other essential nutrients

INITIAL PRODUCTS OF

DECOMPOSITION1. Ammonia

Nitrogen2. Carbon dioxide

INTERMEDIATE PRODUCTS OF

DECOMPOSITION1. Nitrite Nitrogen2. Carbon dioxide

RESERVOIR OF OXYGEN,

NITROGEN, AND CARBON DIOXIDE

IN AIR AND WATER

FINAL PRODUCTS OF

DECOMPOSITION1. Nitrate Nitrogen2. Carbon dioxide

LIVING PLANT MATTERProteins

CarbohydratesFats

LIVING ANIMAL MATTERProtein

Fats

Nitrog

en G

ases

and

Carbo

n diox

ide

Oxygen for Biological Oxydation

R edu

ctio n

Oxida

tion

Deco

mpos

ition

Anim

al Lif

e

Page 7: Bioremediasi Acara 1 Juju

Gambar 4. Siklus reduksi limbah secara anaerob (Haryoto, 1999)

3. Fitoremediasi

Menurut Gossalam (1999), fitoremediasi merupakan pemanfaatan tumbuhan untuk

meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan, strategi remediasi ini cukup penting, karena

tanaman berperan menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan

fitochelator. Konsep pemanfaatan tumbuhan untuk meremediasi tanah yang terkontaminasi

polutan adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah. Berdasarkan

pengamatan diketahui bahwa di tanah yang ditanami tumbuhan hijau kandungan senyawa

kimia organiknya lebih sedikit dibandingkan di sekitar tanah yang tidak ditanami tumbuhan

hijau. Fitoremediasi dapat diaplikasikan ada limbah organik maupun anorganik dalam

bentuk padat, cair, dan gas.

Menurut Gossalam (1999), saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi

fitoremediasi mulai digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan

fitoremediasi sehingga terbagi menjadi :

1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk memindahkan

logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara mengakumulasikannya di

bagian tumbuhan yang dapat dipanen.

2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk

mendegradasi polutan organik.

7

Page 8: Bioremediasi Acara 1 Juju

3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan, terutama logam

berat, dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam lingkungan.

5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan. Pemanfaatan

tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.

Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara

langsung bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel tanaman,

dan melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas mikroba, serta

menyerap mineral pada daerah rhizosfer. Tanaman juga dapat menguapkan sejumlah uap air.

Tanaman melepaskan eksudatnya yang dapat membantu bioremediasi bahan organik oleh

mikroba agar bahan organik tersebut dapat diserap dan dimetabolisme dalam tubuh tanaman.

Penyerapan polutan berupa bahan organik dibatasi oleh mekanisme penyerapan oleh

tanaman dan jenis tanaman (Steven dan Marc, 1996).

D. Parameter

Menurut Kordi (2005) dalam pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter

utama yaitu parameter kimia, fisika, dan biologi. Parameter kimia terdiri atas oksigen

terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Kebutuhan Oksigen Biologis atau Biologycal Oxygen

Demand (BOD) dan Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD)

serta pH. Parameter fisika yang diamati terdiri dari TSS, kekeruhan, bau, warna. Parameter

biologi yang biasa diamati adalah jenis dan deskripsi mikrobia secara morfologis. Pada

praktikum ini parameter yang diuji untuk kimia adalah DO, BOD, dan pH. Parameter fisik

yang diamati yaitu TSS, kekeruhan dan bau.

1. DO

Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan

absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan

makanan oleh mahkluk hidup yang berada dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan,

dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin

banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang

terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja

terjadi. Menurut Fujaya (2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak

8

Page 9: Bioremediasi Acara 1 Juju

belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat

pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen

juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2 (Effendi, 2003).

2. BOD

BOD (Biochemichal Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk menguraikan zat– zat organik dalam air. Kebutuhan oksigen biokimia adalah ukuran

kandungan bahan organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia ditentukan dengan mengukur

jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama periode waktu

tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur tertentu, umumnya 20 °C (Kordi, 2005).

3. pH

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan

menunjukkan suasana air tersebut bereaksi asam atau basa. Ion hidrogen ini selalu dalam

keadaan seimbang yang dinamis dengan air yang membentuk suasana untuk semua reaksi

kimia.

Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan

senyawa bersifat asam. Fitoplankton dan tumbuhan air akan mengambil karbondioksida

dalam air selama proses fotosintesis sehingga pH akan naik pada siang hari dan menurun

pada malam hari. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan cara

memasukan bagian ujung pH meter yang sudah dikalibrasi ke dalam sampel air maka di

screen pH meter akan menunjukan nilai pH dari sampel air yang diuji. Jika pH dalam

perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan

sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan

yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2005).

4. TSS

TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang

tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganic yang dapat disaring

dengan kertas millipore berpori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk

terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan

air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Padatan

tersuspensi terdiri atas lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh

kikisan atau erosi tanah yang terbawa ke dalam perairan (Effendi, 2003).

9

Page 10: Bioremediasi Acara 1 Juju

5. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang terdapat di

perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut.

Apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun,

hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas

sehingga tumbuhan/fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk

mengasilkan oksigen. Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi, seperti

lempung, lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya (Effendi, 2003).

6. Bau

Senyawa utama yang menimbulkan bau adalah hidrogen sulfida, senyawa –

senyawa lain seperti indol, skatol, cadaverin dan mercaptan yang terbentuk pada kondisi

anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat menusuk hidung dari pada bau hidrogen

sulfida ( Mellor, 1996).

10

Page 11: Bioremediasi Acara 1 Juju

E. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan

Limbah industri perikanan yang dibuang ke lingkungan harus memenuhi standar

baku mutu limbah industri perikanan. Tujuannya agar tidak menyebabkan pencemaran

lingkungan. Standar baku mutu limbah industri perikanan berdasarkan Peraturan Menteri

No.6 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel. 1 dan Tabel. 2:

a. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang

melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Industri Perikanan

Parameter Satuan Kadar

pH - 6 - 9

TSS mg/L 100

Sulfida mg/L 1

Amonia mg/L 5

Klor Bebas mg/L 1

BOD mg/L 100

COD mg/L 200

Minyak-Lemak mg/L 15

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

11

Page 12: Bioremediasi Acara 1 Juju

b. Baku mutu limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang

melakukan satu jenis kegiatan pengolahan dapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku Mutu Limbah Industri Perikanan

Paramete

r

Pembekuan Ikan Pengalengan Ikan Tepung Ikan

Kadar

(mg/l)

Beban Pencemaran

(kg/ton bahan baku)

Kadar

(mg/l)

Beban Pencemaran

(kg/ton bahan baku)Kada

r

(mg/l)

Beban

Pencemaran

(kg/ton

produk)

Ikan UdangLain-

lainIkan Udang

Lain

-lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

pH 6 - 9

TSS 100 1 3 1,5 100 1,5 3 2 100 1,2

Sulfida - - - - -

0,01

50,03 0,02 1 0,012

Amoniak 10 0,1 0,3 0,15 5

0,07

50,15 0,1 5 0,06

Klor

Bebas 1 0,01 0,03 0,015 1

0,01

50,03 0,02 - -

BOD5 100 1 3 1,5 75

1,12

52,25 1,5 100 1,2

COD 200 2 6 3 150 2,25 4,5 3,0 300 3,6

Minyak-

lemak 15 0,15 0,45 0,225 15

0,22

50,45 0,3 15 0,18

Debit Air

Limbah

(m3/ton)

- 10 30 15 - 15 30 20 - 12

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

12

Page 13: Bioremediasi Acara 1 Juju

III. HIPOTESIS

Hipotesis yang dapat diambil dari praktikum ini adalah metode bioremediasi secara

fitoremediasi, remediasi aerob, dan remediasi anaerob dapat menurunkan beban pencemaran

limbah cair industri pengolahan.

13

Page 14: Bioremediasi Acara 1 Juju

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Praktikum ini menggunakan bakteri proteolitik, tanaman air dan aerasi untuk

bioremediasi limbah cair dari pengolahan udang di P.T. ICS Banyuwangi. Pelaksanaan

praktikum ini dilakukan di laboratorium mikrobiologi perikanan lantai 2 gedung A4 Jurusan

Perikanan Fakultas Pertanian dan laboratorium bawah (dekat kolam jurusan perikanan).

A. Alat

Alat yang digunakan terdiri atas alat isolasi dan identifikasi mikrobia, alat pengukur

parameter fisika dan kimia, dan alat perlakuan bioremediasi. Alat isolasi terdiri dari pipet

tetes, tabung mikrotube, drigalski, bunsen, ose bulat, tabung reaksi, hot plate stirer,

erlenmeyer, dan Waterbath Sheker. Alat pengukuran parameter fisika dan kimia terdiri dari

timbangan analitik, kertas saring, corong, botol oksigen, kertas indikator pH, pipet ukur,

pipet tetes, erlenmeyer. Alat perlakuan bioremediasi terdiri dari toples kaca, aerator, plastik

penutup, selang.

B. Bahan

Bahan isolasi dan identifikasi bakteri terdiri dari media skim milk agar, bacto agar,

akuadest, TSB, NaCl 0,85%. Bahan pengukuran parameter fisika dan kimia terdiri atas

MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/80 Na2S2O3 untuk penentuan

kadar DO (Disolved Oksigen). H2SO4 4N, 0,1N kalium permanganat, 0,1N amonium

oksalat, MnSO4, reagen oksigen, H2SO4 pekat, 1/80 Na2S2O3 untuk pengukuran BOD

(Biologycal Oxygen Demand). Bahan untuk perlakuan terdiri atas limbah cair PT. Istana

Cipta Sembada (ICS), tanaman air dan bakteri proteolitik.

14

Page 15: Bioremediasi Acara 1 Juju

Skim Milk8 gram 1,6 gram

100 ml akuadest hangat

Erlenmeyer

Bacto Agar15 gram 3 gram

1000 ml akuadest 200 ml

Erlenmeyer (dihomogenkan dengan panas)

Dicampur

Autoklaf 15 menit; 121°C

Didinginkan 40-50°C

Dituang dalam petridisk

Kelompok 2 Kelompok 3Kelompok 1

C. Tata Laksana

1. Pembuatan medium skim milk agar

15

Page 16: Bioremediasi Acara 1 Juju

TSB 30 gram 15 gram

1000 ml akuadest 500 ml

Autoklaf 121°C, 15 menit

1000 ml akuadest 200 ml

2. Pembuatan medium TSB

16

Page 17: Bioremediasi Acara 1 Juju

10-5

10-4

10-3

10-2

10-1

Kelompok 1

Limbah cair900 NaCl

0,85% sterilSkim milk agar

10-5

10-4

10-3

10-2

10-1

Kelompok 2

Limbah cair900 NaCl

0,85% sterilSkim milk agar

10-5

10-4

10-3

10-2

10-1

Kelompok 3

Limbah cair900 NaCl

0,85% sterilSkim milk agar

(Enrichment) isolat yang

membentuk zona bening

TSB 500 ml

3. Isolasi bakeri proteolitik

17

Page 18: Bioremediasi Acara 1 Juju

Kontrol Bioremediasi Aerob Anaerob

Air limbah 3l Air limbah 3l Air limbah 3l Air limbah 3l

Ukur pH, DO, BOD, TSS, kekeruhan,

bau

+ Tanaman air dan bakteri proteolitik

+ Aerator dan bakteri

proteolitik

+ Bakteri proteolitik dan

tutup rapat dengan plastik

Inkubasi 7 x 24 jam

Air pengencer 990 ml

Aerasi

Limbah 10 ml

Tuang sampai luber jangan sampai ada

gelembung

Tutup rapat

Inkubasi 5 hari suhu ruang untuk uji BOD5

Pengukuran BOD0

4. Bioremediasi limbah industri perikanan

5. Pengenceran air limbah

18

Page 19: Bioremediasi Acara 1 Juju

1 ml H2SO4 4 N

2 tetes KMnO4 0,1 N; gojok (bening)

1 tetes amonium oksalat 0,1N (bening)

1 ml MnSO41 ml reagen oksigen

H2SO4 pekat(gojok)

50 ml ke erlenmeyer

3 tetes amilum

Titrasi dengan 1/80 N Na2SO3 (bening)

Kertas pH indikator

Dicelup ke limbah

Dibaca dari perubahan warna

pH indikator

6. Pengukuran BOD

7. Pengukuran pH

19

Page 20: Bioremediasi Acara 1 Juju

8. Pengukuran DO 9. Pengukuran TSS

20

saring 100 mL sampel air

timbang kertas saring awal (a mg)

diamkan 10 menit

1 mLMnSO4

1 mL H2SO4 pekat, gojok

50 mL larutan sampel ke erlenmeyer

(bening)

titrasi Na2S2O3 1/80 N

3-4 tetes indicator amilum

air dalam botol oksigen

1 mL reagen oksigen

keringkan 24 jam

timbang kertas saring akhir (b mg)

TSS= (b-a)x10x1000x1/1liter=Xmg/L

DO=1000/50x V Na2S2O3x0,1 mg/L

Page 21: Bioremediasi Acara 1 Juju

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data bioremediasi hasil praktikum dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Bioremediasi Hasil Pengamatan

Bioremediasi Awal Kontrol Fitoremediasi Aerob Anaerob

BODH0 8 mg/l 8 mg/l 8 mg/l 8 mg/l 8 mg/lBODH5 0 mg/l 7,1 mg/l 7,10 mg/l 7,4 mg/l 7 mg/lBOD5 8 x 103 mg/l 1 x 103 mg/l 0,9 x 103 mg/l 0,6 x 103 mg/l 1 x 103 mg/lDO 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/lPh 7 7 8 8 7TSS 21600 mg/l 14200 mg/ l 13000 mg / l 12600 mg/ l 5600 mg/ lKekeruhan +++ + +++ ++++ ++Bau +++++ ++ +++ ++++ +

Keterangan :

Bau : + = Netral: ++ = Agak Bau: +++ = Bau: ++++ = Sangat Bau: +++++ = Sangat Bau Sekali

Kekeruhan : + = Bening: ++ = Agak Bening: +++ = Keruh: ++++ = Sangat Keruh: +++++ = Sangat keruh Sekali

B. Pembahasan

Praktikum bioremediasi limbah cair menggunakan tiga macam perlakuan yakni

fitoremediasi, aerob, dan anaerob dan satu kontrol. Setiap perlakuan dilakukan pengujian

parameter guna mengetahui kualitas air limbah yang akan diberikan perlakuan. Pengukuran

dilakukan saat sebelum limbah mendapatkan perlakuan dan saat sesudah limbah

mendapatkan perlakuan.

Parameter yang diujikan dalam praktikum ini antara lain parameter fisik dan kimia.

Parameter fisik yang dinilai yaitu kekeruhan, TSS dan bau. Parameter kimia yang diujikan

yaitu BOD5 (Biologycal Oxygen Demand (hari kelima)), DO (Dissolved Oxygen) dan pH

21

Page 22: Bioremediasi Acara 1 Juju

(derajad keasaman). Berdasarkan hasil pengukuran parameter maka didapatkan hasil sebagai

berikut :

1. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)

Hasil pengamatan DO awal dan akhir pada masing – masing perlakuan baik

fitoremediasi, aerob, dan anaerob yaitu 0 ppm. Hal ini diasumsikan bahwa kadar oksigen

terlarut dalam limbah telah habis digunakan oleh organisme untuk mengurai bahan-bahan

organik. Oleh karena itu, sebelum limbah memperoleh perlakuan maka terlebih dahulu

dilakukan aerasi sehingga nantinya dapat dilakukan pengukuran BOD. Fitoremediasi

menggunakan tanaman air dan yang digunakan yaitu tanaman hidrilla karena dapat berfungsi

untuk transfer oksigen bagi mikroorganisme dan dapat menurunkan water table sehingga

difusi gas dapat terjadi dan fungsi ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila

kontaminannya bersifat ready degraded (Syakti, 2005).

2. Pengukuran pH

Data pH awal yaitu 7, pH fitoremediasi 8, pH aerob 8, pH anaerob 7, pH kontrol yaitu

7. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa kadar pH dari seluruh perlakuan dan kontrol masih

dalam ambang batas baku mutu limbah industri pengolahan yaitu antara 6 – 9. Hal ini

mengindikasikan bahwa limbah tersebut masih dalam pH normal. Perlakuan anaerob

memiliki pH 7 (netral), jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya maka perlakuan ini

merupakan perlakuan yang baik. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan

bersifat asam, sedangkan air yang memilki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa.

Perubahan pH air tergantung pada polutan air tersebut.

3. Pengukuran BOD

Berdasarkan pengukuran BOD, seluruh sampel memiliki kadar BOD awal (BODH0) 8

mg/l. Sedangkan kadar BOD pada hari ke 5 (BODH5) pada kontrol sebesar 7,1 mg/l;

perlakuan fitoremediasi memiliki kadar BODH5 sebesar 7,10 mg/l; perlakuan aerob memiliki

kadar BODH5 sebesar 7,4 mg/l; dan perlakuan anaerob memiliki kadar BODH5 sebesar 7 mg/l.

Setelah masa inkubasi selama 5 hari maka dapat dihitung kadar oksigen yang digunkan oleh

bakteri untuk mendegradasi bahan-bahan organik (BOD5). Kadar BOD5 awal yaitu 8 x

103mg/l, fitoremediasi 0,9 x 103mg/l, aerob 0,6 x 103mg/l, anaerob 1 x 103mg/l dan kontrol 1

x 103mg/l, BOD5 standar yaitu 400 ppm. BOD5 adalah ukuran kandungan oksigen terlarut

yang diperlukan oleh mikroorganisme yang hidup di perairan untuk menguraikan bahan

organik yang ada di dalamnya dan apabila kandungan oksigen dalam air turun, maka

kemampuan mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan organik tersebut juga menurun.

22

Page 23: Bioremediasi Acara 1 Juju

BOD5 ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme

selama kurun waktu dan pada temperatur tertentu.

4. Pengukuran TSS

Data TSS didapat hasil pangamatan awal sebesar 21600 mg/l, fitoremediasi 13000

mg/l, aerob 12600 mg/l, anaerob 5600 mg/l, dan kontrol 14200 mg/l. maka dapat disimpulkan

seluruh perlakuan belum memenuhi standar baku mutu dengan kata lain kandungan TSS yang

dimiliki melebihi dari 100 mg/l. Namun berdasarkan hasil pengukuran TSS yang diperoleh

perlakuan anaerob merupakan perlakuan terbaik denan kadar TSS sebesar 5600 mg/l. Kadar

TSS berkaitan dengan BOD. Hal ini dikarenakan semakin banyak bahan organik yang dapat

didegradasi atau diuraikan maka akan semakin mengurangi kadar bahan terlarut dari suatu

perairan atau limbah. Sehingga semkin banyak zat organik yang diuraikan akan mengurangi

kadar TSS.

Terdapat penurunan masing – masing perlakuan tersebut dari kontrol, hal ini terjadi

karena tidak ada oksigen yang mendegradasi bahan buangan, dan akhirnya mengendap. TSS

merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat

mengendap langsung dan dapat membuat penurunan kejernihan air dan dapat menghalangi

sinar matahari yang masuk sehingga dapat berpengaruh terhadap organisme di dalamnya

(Puspita, 2008).

5. Pengukuran kekeruhan

Data kekeruhan awal didapat keruh (+++), fitoremediasi keruh (+++), aerob sangat

keruh (++++), anaerob agak bening (++), dan kontrol bening (+). Kekeruhan dilihat

berdasarkan intensitas warna yang dihasilkan dan dipengaruhi oleh TSS. Tingkat kekeruhan

yang menurun diakibatkan karena pengendapan sebagian partikel yang tersuspensi dalam

sampel telah berkurang (Nasution, 2004). Tingkat kekeruhan ini berhubungan dengan jumlah

bahan-bahan organik yang diuraikan oleh organisme. Semakin banyak bahan organik yang

diurai maka akan semakin mengurangi tingkat kekeruhan limbah. Hal ini dikarenakan bahan-

bahan organik biasanya merupakan penyebab utama dari kekeruha suatu limbah ataupun

perairan.

6. Pengamata bau

Data pengamatan bau untuk awal yaitu sangat bau sekali (+++++), fitoremediasi yaitu

bau (+++), aerob sangat bau (++++), anaerob netral (+), dan agak bau (++). Bau dapat

diakibatkan oleh campuran pada limbah yang telah mengalami aktivitas enzim yang

diakibatkan oleh bakteri yang dapat memecah lemak dan protein, sehingga menimbulkan bau

yang menyengat. Bau yang dimiliki oleh limbah ini juga dipengaruhi oleh seberapa banyak

23

Page 24: Bioremediasi Acara 1 Juju

bahan-bahan organik yang didegradasi oleh organisme. Hal ini dikarenakan adanya

penguraian bahan-bahan organik dapat mereduksi bau suatu limbah.

DO dengan nilai 0 menunjukan tidak ada bakteri aerob yang dapat hidup di dalam

limbah cair karena tidak terkandung DO di dalamnya. Puspita (2008) menjelaskan, bahwa

prinsip perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun

oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan kandungan oksigen

terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan

organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan

oksigen meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat.

Berdasarkan baku mutu limbah cair industri perikanan, pengukuran BOD limbah

sebelum memperoleh perlakuan memiliki kadar yang masih melebihi ambang batas. Setelah

mengalami perlakuan fitoremediasi kadar BOD turun menjadi 900 mg/l, namun kadar

tersebut belum memenuhi baku mutu. Hal ini mungkin dapat disebabkan kurang optimalnya

tumbuhan air dalam menyerap bahan organik dan juga kurangnya oksigen yang dapat

disebabkan aeretor yang mati serta kurangnya tumbuhan air yang digunakan. Perlakuan aerob

juga masih memiliki kadar BOD melebihi ambang batas yaitu 600 m/l. Hal ini mungkin

disebabkan kurang maksimalnya bakteri proteolitik dalam kondisi aerob. Hal serupa juga

terjadi pada perlakuan anaerob, kadar BOD pada perlakuan ini masih belum memenuhi baku

mutu limbag cair industri pengolahan hasil perikanan. Saat bahan organik yang terkandung

tinggi, maka bakteri semakin membutuhkan oksigen, yang diukur dari nilai BOD yang

meningkat, dan setelah terjadi perombakan bahan organik maka nilai BOD menurun sampai

nilai tertentu yang menandakan bahwa air sudah bersih (Melethia, 1996).

Terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun, namun pada waktu yang

bersamaan terbentuk buffer yang dapat menetralisir pH. Berdasarkan baku mutu limbah cair

industri perikanan, pengukuran pH untuk seluruh perlakuan masih dalam ambang batas yakni

6 – 9. Hal ini mengindikasikan bahwa limbah tersebut masih dalam pH normal. Perlakuan

anaerob memiliki pH 7 (netral), jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya maka

perlakuan ini merupakan perlakuan yang baik. Kisaran pH yan dimiliki oleh seluruh

perlakuan mendekati angka yang netral. Hal ini mungkin disebabkan adanya pendegradasian

materi organik yang berada didalam limbah dan juga pH dari sumber limbah sendiri yang

berada pada kisaran yang sudah normal.

TSS Berdasarkan pengukuran TSS, maka didapatkan seluruh perlakuan belum

memenuhi standar baku mutu dengan kata lain kandungan TSS yang dimiliki melebihi dari

100 mg/l. Namun berdasarkan hasil pengukuran TSS yang diperoleh perlakuan anaerob

24

Page 25: Bioremediasi Acara 1 Juju

merupakan perlakuan terbaik dengan kadar TSS sebesar 5600 mg/l. Hasil pengukuran TSS

ini berbanding lurus dengan kekeruhan yang dimiliki limbah setelah memperoleh berbagai

macam perlakuan.

Perameter kekeruhan limbah dengan berbagai macam perlakuan menunjukkan hasil

yang beragam. Sebelum limbah memperoleh berbagai macam perlakuan limbah yang

digunakan memiliki tingkat kekeruhan 3 yakni keruh. Setelah limbah mengalami perlakuan

fitoremediasi kekeruhan memiliki tingkat yang sama. pengolahan limbah cair dalam kolam

yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan

batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan

dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu. Tingkat kekeruhan

perlakuan aerob memiliki sedikit peningkatan. Limbah yang telah mengalami perlakuan ini

berubah menjadi keruh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang maksimalnya bakteri

proteolitik dalam penyerapan bahan organik dalam kondisi aerob.

Hasil pengamatan bau limbah dengan berbagai perlakuan hampir serupa dengan

tingkat kekeruhan. Perlakuan fitoremediasi dan aerob hanya mereduksi sedikit bau yang

dimiliki oleh limbah. Sedangkan perlakuan anaerob dapat mengurangi bau busuk limbah. Hal

ini disebabkan bahan organik yang berada dalam air limbah diuraikan oleh bakteri dan

menghasilkan asam lemak mudah menguap, karbondioksida dan hidrogen.

Perlakuan bioremediasi terbaik yaitu pada perlakuan anaerob jika dilihat dari data dan

dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan dalam perlakuan ini dapat

mereduksi tingkat kekeruhan dan bau limbah secara signifikan. Selain itu kadar BOD yang

dimiliki juga cukup bagus meskipun belum memenuhi baku mutu. Hal ini juga didukung oleh

gagasan Tobing dalam Husin (2008) yang menyatakan bahwa untuk limbah cair pekat dengan

kandungan BOD5 > 1000 mg/l metode pengolahan yang layak adalah dekomposisi anaerob.

25

Page 26: Bioremediasi Acara 1 Juju

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlakuan bioremediasi terbaik yaitu pada perlakuan anerob karena dilihat dari segi

tingkat kekeruhan yang paling rendah dan tingkat aroma / bau yang juga dalam

tingkatan paling rendah. Selain itu kadar BOD yang dimiliki juga cukup bagus

meskipun belum memenuhi baku mutu. Hal ini juga didukung oleh gagasan Tobing

dalam Husin (2008) yang menyatakan bahwa untuk limbah cair pekat dengan

kandungan BOD5 > 1000 mg/l metode pengolahan yang layak adalah dekomposisi

anaerob. Adapun parameter yang dimiliki oleh perlakuan ini adalah BOD sebesar

1000 mg/l, pH sebesar 7, TSS sebesar 5600 mg/l, dengan kemanpakan limbah agak

keruh dan bau yang netral.

2. Parameter yang diamati dari praktikum bioremediasi limbah industri perikanan terdiri

atas oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Kebutuhan Oksigen Biologis atau

Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan pH. Parameter fisika yang diamati terdiri dari

TSS, kekeruhan, bau.

3. Metode bioremediasi secara fitoremediasi, aerob, dan anaerob dapat mengurangi atau

mereduksi limbah cair industri perikanan.

B. Saran

Peralatan untuk praktikum seperti botol oksigen dan kempot perlu ditambah.

Tujuannya untuk mengefisiensikan waktu.

26

Page 27: Bioremediasi Acara 1 Juju

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C and Herson, D. 1994. Bioremediation . Mcgraw Hill. Inc.USA.

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.

Kanisius. Yogyakarta.

Gossalam. 1999. Kemampuan Degradasi Hidrokarbon Minyak Bumi oleh Isolat Bakteri dari

Lingkungan Hutan Magrove. Tesis. Magister ITB. Bandung

Haryoto, K. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengolahan Limbah dalam Menghadapi Tantangan

Global. Di dalam : Teknologi Pengolahan Limbah dan Pemulihan Kerusakan

Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, Jakarta 13 Juli 1999, BPPT, Jakarta.

Husin, Amir. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam

Reaktor Fixed-Bed (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Jenie, Betty dan Winiaty Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius.

Yogyakarta.

Kordi, K. M. G. H. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta,

Jakarta.

Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali. Jakarta.

Mellor, E., Landin P, O’Donovan C., Connor, D. 1996. Microbiology og in situ

bioremediation. Environ Scu Technol. 12: 60-64

Nasution, D.Y. 2004. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit yang Berasal dari Kolam

Akhir (Final Pond) dengan Proses Koagulasi Melalui Elektrolisis. Jurnal Sains Kimia

Vol. 8, No.2, 2004: 38-40. Pedoman Design Teknik IPAL Agroindustri. Bogor.

27

Page 28: Bioremediasi Acara 1 Juju

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 6 tahun 2007. Baku Mutu Air Limbah Bagi

Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Menteri Negara Lingkungan

Hidup. Jakarta.

Puspita, D. 2008. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Laundry

dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Disertai dengan Reaktor Activated

Carbon. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. UII.

Yogyakarta. Tugas Akhir.

Sheehan, D. 1997. Bioremediation Protocol. Humana Press. Totowa. New Jersey.

Soeparman. 2001. Pengelolaan Limbah Cair. Buku Kedokteran. Jakarta.

Steven, B dan Marc, K. 1996. In situ Bioremediation Of Petroleum Aromatic Hydrocarbon.

Ground Water Polution. Down loading, available at

http:www.cee.vt.edu/program_areas/enviromental/teach/gwprimer/group1/ind/ex/html.

Diakses tanggal 18 April 2013 pukul 14.55 WIB.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.

28

Page 29: Bioremediasi Acara 1 Juju

LAMPIRAN

Hasil Panen Limbah

Kontrol Fitoremediasi Aerob Anaerob

Hasil panen limbah seluruh kelompok

29