24
Case Report Session TINEA KRURIS ET KORPORIS Oleh: Mimi Fitriani 15100707360803117 Preseptor: dr. H. Yosse Rizal, SpKK SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH 2015

Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulkel

Citation preview

Page 1: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

Case Report Session

TINEA KRURIS ET KORPORIS

Oleh:

Mimi Fitriani

15100707360803117

Preseptor:

dr. H. Yosse Rizal, SpKK

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINRSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH2015

Page 2: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

BAB I

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.1 Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun pejamu. Infeksi jamur dermatofita yang terjadi pada badan, tungkai, lengan, tetapi tidak termasuk lipat paha, tangan dan kaki disebut tinea korporis, sedangkan tinea kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.

1.2 Etiologi

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi Imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita. Misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk perrtumbuhannyadan penyebab penyakit.

Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermaphyton 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Trichophyton. Telah juga ditemukan bentuk sempurna (perfect stage) pada spesies dermatofita tersebut. Adanya bentuk sempurna yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan jenis kelaminnya ini menyebabkan dermatofita dapat dimasukkan ke dalam famili Gymnoascaceae. Dari beberapa spesies dermatofita, misal genus Nannizzia dan Arthroderma masing-masing dihubungkan dengan genus Microsporum dan Trichophyton.

Untuk kepentingan klinis dan epidermologis, dermatofita yang menginfeksi manusia dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik untuk jamur yang berasal dari tanah antara lain M. Gypseum; golongan zoofilik berasal dari hewan misalnya M. Canis; Antropofilik khusus jamur yang bersumber dari manusia contohnya T. rubrum.

1.3 Patogenesis

Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu, periode refrakter dan periode involusi.

Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabang di dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini mengasilkan enzim keratolitik yang kemudian

Page 3: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

berdifusi ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosis. Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan. Jamur deramtofita ini dapat menimbulkan infeksi ringan sampai berat tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi dapat melibatkan mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting adalah adanya imunitas selular, melalui hipersensitifitas tipe lambat, sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan asam lemak jenuh berantai panjang di kulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor. Namun demikian bergantung dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun dan kambuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai korelasi dengan reaktivitas kulit tipe lambat. Derajatnya sesuai dengan sensisitasi oleh dermatofita dan sejalan pula dengan hipersensitifitas tipe lambat (HTL). HTL dimulai dengan penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagositosit, memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel langerhans berkumpul di dalam kulit membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening dan menuju pembuluh darah lalu mempertemukan dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel langerhans, peran serupa dilakukan oleh sel emdotel pembuluh darah, fibroblast dan keratinosis. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin, limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh jamur pathogen.

1.4 Gejala Klinis

1. Tinea Kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin)

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang dapat berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus. Daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada tengahnya. Effloresensi terdiri atas macam-macam bentuk primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.

2. Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine trichophytique)

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).

Page 4: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat dan lonjong, berbataas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lainnya. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.

2. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis at cruris atau sebaliknya tinea cruris at corporis. Bentuk menahun yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.

3. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya Kalimantan, Sulawesi, Papua, kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi Tengah. Tinea Imbrikata mulai dengan bentuk papul bewarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah luar, akan tersa jelas skuama yang meghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang polisklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan penderita. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai iktiosis. Kulit kepala penderita dapat terserang, akan tetapi rambut biasanya tidak.

4. Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang bewarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor) pada penderita favus. Kadang-kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroika. Tinea favosa pada kulit dapat dillihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa disertai kelainan kulit bentuk cawan, yang kemudian menjadi parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan dengan tinea unguium pada umumnya, yang disebabkan oleh spesies dermatofita lain. Tiga spesies dermatofita yang menyebabkan favus, yaitu Trichophyton schoeneini, Trichophyton violaceum, dan Microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak, tidak bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita sendiri.

Page 5: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

1.5 Penunjang Diagnosis

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut; terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spritus 70%, kemudian untuk:

1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan sisik

kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.2. Kulit berambut

Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu,3. Kuku

Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan labgsung dengan sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan 10x10 biasanya tidak diperlukan.

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemansan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat element jamur lebih nyata depat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora yang berderet ( artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat juga terdapat hifa pada sediaan rambut.

Pemeriksaan ddengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi

Page 6: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

bakterial maupun jamur kontaminan.

1.6 Diagnosis Banding

Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit misalnya, belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.

Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan-lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratorium yang dapat memastikan diagnosisnya. Tinea korporis kadang sukar dibedakan dengan dermatitis seboroika pada sela paha. Lesi-lesi di tempat-tempat predileksi sangan menolong menentukan diagnosis.

Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lain dapat membantu diagnosis. Kandidosis pada daerah lipat mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya flour albus dapat membantu pengarahan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes melitus, kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai.

Eritrasma merupkan penyakit yang tersering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red).

1.7 Pengobatan

Tersedia bermacam pengobatan topikal maupun sistemik untuk berbagai tipe dermatofitosis. Sejalan dengan penetrasi dermatofita ke dalam folikel rambut, maka infeksi yang mengenai daerah berambut memerlukan pengobatan oral. Selama ini pengobatan standar untuk tinea kapitis di Amerika Serikat adalah griseofulvin, sedangkan golongan triazol dal alilamin menunjukkan keamanan, efikasi dan manfaaat lebih karena penggunaanya yang memerlukan waktu singkat, namun semenjak tahun 2007, terbinafin juga direkomendasi untuk pengobatan tinea kapitis pada anak berusia di atas 4 tahun, khususnya yang disebabkan oleh T.Tonsurans.

Dosis pengobatan griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5g untuk anak-anak sehari atau 10-25mg/kg berat badan. Di berikan 1-2 kali sehari, lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis pengobatan dilanjutkan hingga 2 minggu. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang diperlukan tindakan khusus

Page 7: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

atau pemberian obat topikal tambahan. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah selfagia, dizziness dan insomnia. Efek samping yang dapat berupa gangguan traktus digestivus ialah nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200mg/hari selama 10hari-2minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontra indikasi bagi penderita kelainan hepar.

Sebagai ketokonazol yang mempunayai sifat hepatotoksik teruma bila diberikan lebih dari sepuluh hari, dapat diberikan suatu obat triazol yaitu itrakonazol yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2x100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Khusus untuk onikomikosis dikenal sebagai dosis denyut selama 3 bulan. Cara pemberiannya sebagai berikut, diberikan 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1 minggu dengan dosis 2x200mg sehari dalam kapsul. Hasil pemberian itrakonazol dosis denyut untuk onikomikosis hampir sama dengan pemberian terbinafin 250mg sehari selama 3 bulan. Kelebihan itrakonazol terhadap terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis. Obat anti jamur golongan azol dan golongan alilamin mengalami proses metabolisme oleh enzim sitokrom P450 sehingga dapat terjadi interaksi dengan berbagai obat lain yang mengalami metabolisme oleh kelompok enzim yang sama seperti rimfapisin, simetidin. Sebagai contoh interaksi intrakonazol dengan berbagai obat lain (lihat tabel).

Terbinafin bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250mg sehari bergantung pada berat badan. Efek samping terbinafin ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Selfagia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3-7% kasus. Interaksi obat dapat terjadi antara lain dengan enmetideine dan ritompisin.

Tabel 12.1 Interaksi obat yang menurunkan kaadar obat triazol dalam darah

CYP induser Flukonazol Itrakonazol Vorikonazol posakonazolRimpafisin + + + +

Fenitoin + + + +Fenobarbital x + x x

Karbamazepin x + x xAdaptasi dari(+) Interaksi tercatat dalam studi Klinis atau serial kasus(x) tidak ada publikasi

Pada masa kini selain obat-obat topikal konvensional, misalnya asam salisilat 2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5%. Dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini di antaranya tolnaftat 2%;haloprogin, derivat-derivat

Page 8: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

imidazol,dan naftifine masing-masing 1%. Pada penggunaan obat topikal, selain pemilihan obat yang begitu banyak macam ragamnya perlu juga diterapkan cara pengobatan yang efektif dengan penggunaan vehikulum yang sesuai

Page 9: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. AHUmur : 67 tahunJenis Kelamin : PerempuanPekerjaan : Pedagang Alamat : BangkoStatus : MenikahSuku : MelayuNegeri Asal : Bangko, Jambi

2.2 Anamnesis

Seorang pasien perempuan berusia 67 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelan RSUD Dr. Achamad Mochtar Bukittingi pada tanggal 4 Agustus 2015 dengan :

Keluhan Utama :

Pasien mengeluhkan gatal-gatal pada seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penderita mengeluhkan gatal pada seluruh tubuh terutama pada tangan, perut bagian atas, regio gluteal dan tungkai bawah sejak setahun yang lalu. Pasien tidak menyadari awal kemunculan lesi. Gatal pada tubuh sudah dirasakan sewaktu pasien bekerja sebagai petani. Pasien tidak pernah berobat ke Rumah Sakit. Untuk menghilangkan gatal pasien mengoleskan dengan daktarin yang di perolehnya dari apotek. Daktarin di olehkan hanya dibagian tangan saja sewaktu gatal. Lesi kulit pada regio gluteal jarang menimbulkan gatal. Gatal semakin berat bila pasien dalam keadaan berkeringat. Karena kesibukan dagang pasien mengutarakan bahwa pasien mandi 1 kali dalam sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama.Pasien ada riwayat Diabetes Melitus

Riwayat Penyakit Keluarga :

-keluarga ada yang menderita penyakit yang sama, namun sekarang sembuh setelah berobat kedokter-keluarga dan pasien tidak ada alergi terhadap makanan, dan obat-obatan. Pada keluarga

Page 10: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

disangkal adanya riwayat atopi seperti asma, dermatitis alergika, maupun rhinitis alergika.

2.3 Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis cooperatif

Status Gizi : Baik

Pemeriksaan Thorax : Diharapkan dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

Status Dermatologikus

Lokasi : di pergelangan tanagan, perut bagian atas, regio gluteal, tungkai bawah.

Distribusi : difus

Bentuk : tidak khas

Susunan : polisiklik

Batas : tegas, pinggir aktif

Ukuran : plakat

Effloresensi : plak eritem, makula hiperpigmentasi, skuama, krusta kecoklatan, erosi.

Status Venerologikus : tidak ditemukan kelainan

Kelainan Selaput : tidak ditemukan kelainan

Kelainan Kuku : kuku dan jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan

Kelainan Rambut : tidak ditemukan kelainan

Page 11: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

Kelaianan kelenjar Limfe : tidak terdapat pembesaran KGB

Page 12: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 13: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 14: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 15: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 16: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 17: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 18: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 19: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 20: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2
Page 21: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

2.4 Pemeriksaan Anjuran

Dengan pemeriksaan KOH 10% diharapkan hasil positif, yaitu ditemukan hifa panjang terbagi oleh septum-septum dan bercabang.

2.5 Diagnosis

Tinea cruris et corporis

2.6 Penatalaksanaan

Terapi Umum : - Menghindari penggunaan pakaian yang panas (karet,nylon) disarankan untuk memakai pakaian yang menyerap keringat-menghindari keringat berlebihan-meningkatkan kebersihan lingkungan-memperbaiki status gizi dalam makanan

Terapi Khusus :

Topikal : mikonazol cream 2%

Sistemik : Griseofulvin tab 500mg 1x sehariLoratadine tab 10mg (siang hari)CTM tab 4mg (malam hari)

2.7 Prognosis

Quo ad sanationam : Bonam Quo ad vitam : BonamQuo ad kosmetikum: BonamQuo ad functionam : Bonam

Page 22: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

RSUD ACHMAD MOCHTARRuangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin

Dokter : dr. MSip No. 123/sip/2015

Bukittinggi, 19 Agustus 2015

R/ miconazol cream 2% tube 1

S2dd applic loc dol_______________________________R/ Griseofulvin tab 500mg No. XXX

S1dd tab 1_______________________________R/ Loratadine tab 10mg No. XV

S1dd tab 1_______________________________R/ CTM tab 4mg No. XV

S1dd tab 1_______________________________

Pro: Ny. AHUmur: 67 TahunAlamat : Bangko, Jambi

Page 23: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

RESUME

Seorang pasien perempuan berusia 67 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelan RSUD Dr. Achamad Mochtar Bukittingi pada tanggal 4 Agustus 2015 penderita mengeluhkan gatal pada seluruh tubuh terutama pada tangan, perut bagian atas, regio gluteal dan tungkai bawah sejak setahun yang lalu. Pasien tidak menyadari awal kemunculan lesi. Gatal pada tubuh sudah dirasakan sewaktu pasien bekerja sebagai petani. Pasien tidak pernah berobat ke Rumah Sakit. Untuk menghilangkan gatal pasien mengoleskan dengan daktarin yang di perolehnya dari apotek. Daktarin di olehkan hanya dibagian tangan saja sewaktu gatal. Lesi kulit pada regio gluteal jarang menimbulkan gatal. Gatal semakin berat bila pasien dalam keadaan berkeringat. Karena kesibukan dagang pasien mengutarakan bahwa pasien mandi 1 kali dalam sehari. Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama. Pasien ada riwayat Diabetes Melitus. keluarga ada yang menderita penyakit yang sama, namun sekarang sembuh setelah berobat kedokter.Pada pemeriksaan fisik, status generalisatanya baik dan dalam batas normal. Pada status dermatologikus pada di pergelangan tanagan, perut bagian atas, regio gluteal, tungkai bawah ditemukan plak eritem, makula hiperpigmentasi, skuama, krusta kecoklatan, dan erosi. Dari Anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut pasien didiagnosa Tinea cruris et corporis. Pasien disarankan :

- Menghindari penggunaan pakaian yang panas (karet,nylon) disarankan untuk memakai pakaian yang menyerap keringat-menghindari keringat berlebihan-meningkatkan kebersihan lingkungan-memperbaiki status gizi dalam makanan

Dan pasien diberi obat :

Topikal : mikonazol cream 2%

Sistemik : Griseofulvin tab 500mg 1x sehari 1tabLoratadine tab 10mg (siang hari)CTM tab 4mg (malam hari)

Prognosis

Quo ad sanationam : Bonam Quo ad vitam : BonamQuo ad kosmetikum : BonamQuo ad functionam : Bonam

Page 24: Case Report Session KULKEL 2 Baru 2

DAFTAR PUSTAKA

Dorland,W.A. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Gunawan, Gun.S.(ed). 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FK-UI.

Menaldi,Sri.(ed). 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK-UI.

Siregar,R.S. 2014. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.