33
1 BAB I. Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, pada pelaksanaan implementasinya dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, sesuai kemampuan keuangan pemerintah. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, artinya akan menurunkan produktifitas kerja yang akan menurunkan pendapatan perkapita. Sebagai contoh : Kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemkes) menunjukkan, penyakit beserta kematian yang terkait rokok berdampak pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro. Kajian tersebut menyebutkan, kerugian ekonomi akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok meningkat tajam dari Rp 245,41 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 378,75 triliun pada 2013. Nilai kerugian ini lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah uang yang diperoleh negara dari cukai rokok, yaitu Rp 87 triliun di tahun 2010 dan Rp 113 triliun pada 2013 (Suara Pembaharuan, 2013). Selain itu Indonesia juga harus mengalami kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk sebesar Rp 42,3 trilyun per tahun. (Zaenab, Skm.Mkes, 2012). Oleh sebab itu, setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ina cbg's

Citation preview

Page 1: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

1

BAB I.

Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua

warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat

miskin, pada pelaksanaan implementasinya dilaksanakan secara bertahap dan

berkesinambungan, sesuai kemampuan keuangan pemerintah. Kesehatan

merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip

nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan

sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing

bangsa bagi pembangunan nasional. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya

gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian

ekonomi yang besar bagi negara, artinya akan menurunkan produktifitas kerja

yang akan menurunkan pendapatan perkapita. Sebagai contoh : Kajian Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan

(Kemkes) menunjukkan, penyakit beserta kematian yang terkait rokok berdampak

pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro. Kajian tersebut

menyebutkan, kerugian ekonomi akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok

meningkat tajam dari Rp 245,41 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 378,75 triliun

pada 2013. Nilai kerugian ini lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah uang

yang diperoleh negara dari cukai rokok, yaitu Rp 87 triliun di tahun 2010 dan Rp

113 triliun pada 2013 (Suara Pembaharuan, 2013). Selain itu Indonesia juga harus

mengalami kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk sebesar Rp 42,3 trilyun per

tahun. (Zaenab, Skm.Mkes, 2012). Oleh sebab itu, setiap upaya peningkatan

derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara.

Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti

pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan

merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Page 2: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

2

Dengan adanya sistem jaminan kesehatan yang baru, di harapkan nantinya semua

masyarakat tidak perlu khawatir lagi untuk menjamin kesehatan mereka, demikian

juga dengan pelayanan kesehatan karena akan dijamin oleh pemerintah dengan

sebuah program kesehatan yaitu melalui jaminan kesehatan nasional.

Peranan Coding dalam mendukung program kesehatan nasional sangat

penting, terutama dalam menentukan tarif pelayanan kesehatan. Besarnya

kecilnya tarif pelayanan kesehatan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan pada

INA-CBGs yang berpedoman ICD 10 untuk Diagnosis dan pedoman ICD 9 untuk

Prosedur dan Tindakan medis.

1.2.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui peranan coding dalam pemeriksaan

laboratorium untuk diagnosa suatu penyakit berdasarkan coding INA-CBGs yang

disertai tindakan / prosedur atau tanpa disertai tindakan / prosedur medis. Ini

penting untuk mengevaluasi biaya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan,

apakah sudah sesuai dengan tarif yang ditentukan oleh pemerintah dalam program

kesehatan terbaru yaitu BPJS Kesehatan.

Page 3: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

3

BAB II.

Jaminan Kesehatan Nasional

2.1. Pengertian / Definisi.

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Jamkesnas (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah sebuah program perlindungan

kesehatan perorangan yang diberikan pemerintah kepada setiap warga negara

Indonesia. Program ini bersifat wajib sehingga seluruh masyarakat baik mampu

maupun yang tidak mampu akan mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan.

Jaminan Kesehatan tersebut dikeluarkan oleh pihak pemerintah dan swasta,

pesertanya adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil), TNI, Polri, Karyawan swasta dan

Non karyawan swasta. Dari data yang diterima DJSN (Dewan Jaminan Sosial

Nasional), yang sudah terdaftar adalah yang sudah tergabung sebagai peserta

Jamkesmas, Askes PNS, Pensiunan TNI – Polri, Jamsostek, Jamkesda, Asuransi

Comersial dan Self Insuranced , termasuk orang asing yang bekerja paling singkat

6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

Dewan Jaminan Sosial Nasional, yang selanjutnya disingkat DJSN, adalah dewan

yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan

sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah badan hukum yang dibentuk

untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

Page 4: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

4

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) adalah badan

hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan

nasional.

PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan, selanjutnya disebut PBI

Jaminan Kesehatan adalah peserta JKN yang tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu.

Non PBI adalah peserta JKN yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak

mampu yang terdiri atas PNS, TNI, POLRI, Karyawan Swasta, Pekerja Mandiri,

pekerja penerima upah beserta keluarganya.

Faskes Primer adalah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama selain rumah sakit,

dalam hal ini adalah Puskesmas dan jaringannya serta dokter keluarga yang sudah

ditunjuk sebagai jejaring BPJS.

Faskes Lanjutan adalah Fasilitas Kesehatan lanjutan dalam hal ini adalah rumah

sakit dengan pelayanan yang berjenjang.

Sebelumnya, mungkin ada baiknya kita melihat sesaat sistem pelayanan kesehatan

ke belakang, mengingat biaya pengobatan saat ini yang begitu mahal. Kemudian

bagaimana jika kalangan tidak mampu sakit dan perlu penanganan cukup lama?

ditambah lagi, data dari kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa saat ini

masih banyak anggota masyarakat yang belum terlindungi oleh asuransi

kesehatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Dewan Sistem Jaminan Sosial

Nasional menyebutkan, jumlah penduduk yang menerima asuransi baru sebesar

151 juta jiwa. Artinya masih ada 88 juta penduduk yang belum terjamin.

Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan terbaru atau JKN, nantinya semua

masyarakat tidak perlu khawatir lagi. Karena sesuai Undang-undang no. 40 tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), seluruh masyarakat

Indonesia akan dijamin kesehatannya melalui sebuah program perlindungan

kesehatan perorangan yang diberikan pemerintah kepada setiap warga negara

Indonesia yang disebut JKN. Jaminan tersebut dikeluarkan oleh pihak pemerintah

Page 5: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

5

dan swasta, dengan pesertanya adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil), TNI, Polri dan

karyawan swasta serta non-karyawan. Dari data yang diterima DJSN (Dewan

Jaminan Sosial Nasional), peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

kesehatan yang sudah terdaftar adalah yang sudah tergabung di Askes PNS,

pensiunan TNI, Polri sebanyak 17,3 juta, Jamsostek 5,6 juta, jamkesda 31,8 juta,

Asuransi komersial 2,9 juta dan self insuranced 15,4 juta. Selain itu, program ini

juga sifatnya wajib (mandatory) sehingga masyarakat yang tidak mampu juga

akan mendapatkan layanan kesehatan. Untuk metode pembiayaan kesehatan

individu yang ditanggung pemerintah, dimana sumber pembiayaan berasal dari

dua yaitu bersumber dari Pajak dan Sistem Kapitasi.

Perlu diketahui, saat ini tidak ada layanan kesehatan gratis melainkan pemerintah

daerah telah menerapkan model kapitasi ini melalui program Jamkesda, seperti

Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan oleh Pemda DKI.

2.2. Dasar Hukum dan Peraturan Pelaksanaan

1.Undang-Undang Nomor 326 Menkes SK/IX/2013 Tentang Penyiapan Kegiatan

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.

Menjelaskan tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dan persiapan

kegiatan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional.

2.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan

Kesehatan.

Menjelaskan tentang Jaminan Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan (BPJS Kesehatan), Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dari

Pemerintah (PBI), dan Peserta Jaminan Kesehatan.

3.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2013 Tentang

Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional

Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisisa Negara

Republik Indonesia.

Menjelaskan tentang pelayanan kesehatan tertentu, BPJS Kesehatan, Kementerian

Pertahanan (KemHan), Tugas pokok TNI dan POLRI untuk tujuan Pertahanan

Negara, Kesehatan TNI,POLRI, PNS HanKam dan Pegawai Negeri POLRI.

4.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012

Page 6: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

6

Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.

Menjelaskan perlu dilakukan perubahan Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat agar penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat

dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013

Menjelaskan Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam

Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

6.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Nomor 903/Menkes/Per/V/2011

Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

7.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)

8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 150 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4456)

9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996

Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996

Nomor 49)

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010

Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/ MENKES/PER/VIII/2010

Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)

12.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

440/Menkes/SK/XII/2012.

Tentang Tarif Rumah Sakit berdasarkan Indonesia Based Group (INA-CBG)

2.3. Proses / Prosedur

Peserta Jamkesnas tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun.

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut :

Page 7: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

7

2.3.1. Pelayanan Kesehatan Dasar

a. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya,

peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas. Untuk peserta gelandangan,

pengemis, anak/orang terlantar dan masyarakat miskin penghuni panti sosial,

menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas/Instansi Sosial setempat. Bagi

masyarakat miskin penghuni lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan

menunjukkan surat rekomendasi Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah

Tahanan dan untuk peserta PKH yang belum memiliki kartu Jamkesmas, cukup

menggunakan kartu PKH.

b. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas dan jaringannya meliputi

pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Khusus untuk pertolongan persalinan dapat

juga dilakukan fasilitas kesehatan swasta tingkat pertama, sebagaimana diatur

dalam Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

c. Bila menurut indikasi medis peserta memerlukan pelayanan pada tingkat lanjut

maka puskesmas wajib merujuk peserta ke fasilitas kesehatan lanjutan.

d. Fasilitas kesehatan lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta

Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara

medis peserta sudah dapat dilayani di fasilitas kesehatan yang merujuk.

2.3.2. Pelayanan Tingkat Lanjut

a. Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL

dan RITL), dirujuk dari puskesmas dan jaringannya ke fasilitas kesehatan tingkat

lanjutan secara berjenjang dengan membawa kartu peserta Jamkesnas/identitas

kepesertaan lainnya / surat rekomendasi dan surat rujukan yang ditunjukkan sejak

awal. Pada kasus emergency tidak memerlukan surat rujukan.

b. Kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan

surat rujukan dari puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi

Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan

kelengkapannya, selanjutnya dikeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) oleh

petugas , dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan.

c. Bagi bayi dan anak yang lahir dari kedua orang tua atau salah satu orang tuanya

peserta Jamkesmas cukup dengan menunjukkan kartu peserta Jamkesmas orang

Page 8: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

8

tuanya dengan melampirkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan

lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan.

Pelayanan tingkat lanjut meliputi :

1) Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit sebagai

penerima rujukan

2) Pelayanan rawat inap bagi peserta diberikan di kelas III (tiga) di rumah

sakit.

3) Pelayanan obat-obatan, alat dan bahan medis habis pakai serta

pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya.

d. Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu

lama, seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, dan lain-lain, surat rujukan dapat

berlaku selama 1 bulan. Untuk kasus kronis lainnya seperti kasus gangguan jiwa,

kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker, surat rujukan dapat berlaku selama

3 bulan. Pertimbangan pemberlakuan waktu surat rujukan (1 atau 3 bulan)

didasarkan pada pola pemberian obat.

e. Rujukan pasien antar rumah sakit termasuk rujukan rumah sakit antar daerah

dilengkapi surat rujukan dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas

kepesertaannya untuk dapat dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes (Persero)

pada tempat tujuan rujukan.

f. Dalam keadaan gawat darurat meliputi:

1) Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.

2) Apabila pada saat penanganan kegawatdaruratan tersebut peserta belum

dilengkapi dengan identitas kepesertaannya, maka diberi waktu 2 x 24 jam hari

kerja untuk melengkapi

g. Untuk pelayanan obat dalam program Jamkesmas mengacu pada Formularium

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Kewajiban Menggunakan Obat

Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan

rumah sakit bisa menggunakan formularium rumah sakit.

h. Bahan habis pakai, darah, dan pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya di

rumah sakit diklaimkan dalam INA-CBGs dan merupakan satu kesatuan.

i. Alat medis habis pakai (AMHP) yang dapat diklaim terpisah adalah hanya:

1) Intra Ocular Lens (IOL)

Page 9: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

9

2) J Stent (Urologi)

3) Stent Arteri (Jantung)

4) VP Shunt (Neurologi)

5) Mini Plate (Gigi)

6) Implant Spine dan Non Spine (Orthopedi)

7) Prothesa (Kusta)

8) Alat Vitrektomi (Mata)

9) Pompa Kelasi (Thalassaemia)

10) Kateter Double Lumen (Hemodialisa)

11) Implant (Rekonstruksi kosmetik)

12) Stent (Bedah, THT, Kebidanan)

Untuk AMHP, rumah sakit wajib membuat daftar dan kisaran harga yang

ditetapkan pihak rumah sakit atas masukan komite medik. Pilihan penggunaan

AMHP tersebut didasarkan pada ketersediaan AMHP dengan mempertimbangkan

efisiensi, efektifitas dan harga tanpa mengorbankan mutu.

k. Obat hemophilia, onkologi (kanker) dan thalassaemia (HOT) dapat diklaimkan

terpisah di luar paket INA-CBGs. Untuk memenuhi kesesuaian INA-CBGs,

dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosis yang tepat dan jelas sesuai

International Code Diseases Ten (ICD-10) dan International Code Diseases Nine

(ICD-9) Clinical Modification (CM). Dalam hal tertentu, identitas kepesertaan

tersebut, coder dapat membantu proses penulisan diagnosis sesuai ICD-10 dan

ICD-9 CM. Dokter penanggung jawab harus menuliskan nama dengan jelas serta

menandatangani berkas pemeriksaan (resume medik).

m. Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3

menurut kode INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik

atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab

oleh rumah sakit untuk hal tersebut.

n. Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses

perawatan di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim

menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap.

o. Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau

lebih diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari

diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs.

Page 10: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

10

p. Fasilitas kesehatan lanjutan melakukan pelayanan dengan efisien dan efektif

agar biaya pelayanan seimbang dengan tarif INA-CBGs.

2.3.3.Menjadi Peserta JKN

Syarat pendaftaran dan bagaimana mendaftarkan peserta ke BPJS (Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial). Pada intinya baik pemerintah, pemberi kerja atau

pekerja bukan penerima upah bisa mendaftar di kantor BPJS kesehatan terdekat.

Ada yang otomatis jadi peserta seperti PNS, Pensiunan, TNI/Polri yang berjumlah

16,5 juta jiwa. Kemudian ada yang otomastis ikut karena kepersertaan

jamskesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) berjumlah 86,4 jiwa, otomastis

jamsostek 6,8 juta jiwa termasuk TNI/polri dan anggota keluarganya.

Selain itu ada peserta Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) dan seluruh

provinsinya yang ikut langsung daftar seperti Aceh yang berkomitmen. Begitu

juga dengan pemilik KJS (Kartu Jaminan Sehat) di DKI Jakarta.

Semua itu terdaftar pada 2014 secara otomatis. Tapi diluar itu, ada juga orang-

orang yang daftar sendiri, baik secara kolektif atau perorangan. Mereka

menggunakan identitas yang digunakan sekarang, tapi kartu askes atau jamkesmas

yang sudah mereka miliki tetap berlaku. Maka itu nanti ada 110 juta data base

online. Kepersertaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) akan dilakukan secara

bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepersertaannya paling

sedikit meliputi :

-PBI Jaminan Kesehatan

-Anggota TNI/PNS di lingkungan kementerian Pertahanan dan anggota

keluarganya.

-Anggota Polri/PNS di lingkungan dan anggota keluarganya

-Peserta asuransi kesehatan PT. ASKES (Persero) beserta anggota keluarganya

Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai

peserta BPJS kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2019.

Seperti yang disebutkan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

bahwa Peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah semua orang, termasuk

orang asing yang bekerja paling singkat (6) enam bulan di Indonesia yang

membayar iuran. Pihak Kementerian Kesehatan menyebutkan, peserta BPJS

Page 11: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

11

Kesehatan ini meliputi:

1. PBI (Penerima Bantuan Iuran)

Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan

orang tidak mampu.

1. Bukan PBI

Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan tidak

mampu yang terdiri atas :

a). Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu

- Pegawai Negeri Sipil;

- Anggota TNI;

- Anggota Polri;

- Pejabat Negara;

- Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

- Pegawai swasta; dan

- Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima

Upah.

b). Pekerja Bukan Penerima Upah terdiri atas:

- Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri

- Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan Penerima Upah.

c) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

- Investor

- Pemberi Kerja;

- penerima pensiun;

- Veteran;

- Perintis Kemerdekaan;dan

- Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang

mampu membayar Iuran.

- Perpres juga mengatur secara rinci siapa yang dimaksud dengan penerima

pensiun yang dikelompokkan ke dalam kelompok Peserta Bukan Pekerja.

d) Penerima pensiun terdiri atas:

- Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

- Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

Page 12: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

12

- Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

- penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c, dan

- Janda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak

pensiun.

Sementara anggota keluarga Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan dari

Pekerja Penerima Upah, menurut Pasal 5 ayat (1) Perpres meliputi:

- Istri atau suami yang sah dari peserta

- Anak kandung,anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta dengan

kriteria: Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan

sendiri dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25

(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

e) WNI di luar negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja di WNI (Warga Negara Indonesia) yang

bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundangan

undangan sendiri.

Kepersertaan wajib dan pentahapan peserta

Menurut Pasal 6 ayat (1) Perpres, ditentukan bahwa kepesertaan Jaminan

Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup

seluruh penduduk.

a. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, meliputi :

1. PBI Jaminan Kesehatan

2. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan

dan anggota keluarganya;

3. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota

keluarganya;

4. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi

Kesehatan Indonesia dan anggota keluarganya

5. Peserta Jaminan Pemeliharaan kesehatan Perusahaan Persero( Persero)

Jaminan Sosial tenaga Kerja ( Jamsostek) dan anggota keluarganya.

b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta

BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

Page 13: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

13

2.4. INA – CBGs

INA-CBG’S adalah kependekan dari Indonesia Case Base Group’s. Case

Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan

diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan

mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk

suatu kelompok diagnosis.

INA CBGs (Indonesia Case Base Group’s) adalah suatu sistem pembayaran yang

dibuat oleh Kementerian Kesehatan digunakan dalam program Jamkesnas. Sistem

INA-CBG’S adalah aplikasi yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan klaim

Rumah Sakit, Puskesmas dan semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi

masyarakat Indonesia.

Sistem Casemix INA-CBG’S adalah suatu pengklasifikasian dari episode

perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif

homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien

dengan karakteristik klinik yang sejenis.

2.4.1. Manfaat Pengguna INA-CBG’S

Bagi Pasien

Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan

derajat keparahan. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien

mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit,

karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan.

Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga

medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.

Bagi Rumah Sakit

Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya.

Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah Sakit.

Dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas

pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi

antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara

komprehensif serta dapat memonitor dengan cara yang lebih objektif.

Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat.

Page 14: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

14

Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing

klinisi.

Bagi Penyandang Dana Pemerintah (Provider)

Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan

kesehatan. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap

masyarakat luas akan akan terjangkau. Secara kualitas pelayanan yang diberikan

akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider /

Pemerintah. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada

biaya yang sebenarnya.

Page 15: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

15

BAB III.

Coding

3.1. Coding Pada Pemeriksaan Laboratorium

Ketepatan pengkelasan CBGs (CBGs grouping) sangat tergantung kepada

ketepatan diagnosis utama. Diagnosis utama akan menentukan MDC (Major

Diagnostic Category) atau sistem organ yg terlibat. Tingkat keparahan penyakit

(severity level) ditentukan oleh diagnosis sekunder, prosedur dan umur pasien.

Ketepatan jumlah biaya rawatan pasien ditentukan oleh ketepatan pengkelasan

CBGs dan pemilihan diagnosis mengikuti standar resmi WHO dalam pengkodean

diagnosis (WHO Morbidity Refference Group) dan mengikuti standar resmi

aturan coding ICD 10 dan ICD 9.

Prosedur utama mesti berkaitan dengan Diagnosa utama (upcoding, unnecessary

procedure) Dalam pelaksanaan Case Mix INA-CBGs, peran koding sangat

menentukan, dimana logic software yang digunakan untuk menetukan tarif adalah

dengan pedoman ICD 10 untuk menentukan diagnosis dan ICD 9 CM untuk

tindakan atau prosedur. Besar kecilnya tarif yang muncul dalam software INA-

CBGs ditentukan oleh Diagnosis dan Prosedur. Kesalahan penulisan diagnosis

akan mempengaruhi tarif. Tarif bisa menjadi lebih besar atau lebih kecil.

Diagnosis dalam kaidah CBGs, harus ditentukan diagnosa utama dan diagnosa

penyerta. Diagnosa penyerta terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas.

Diagnosis penyerta juga dapat mempengaruhi besar kecilnya tarif, karena akan

mempengaruhi level severity (tingkat keparahan) yang diderita oleh pasien.

Logikanya pasien yang dirawat terjadi komplikasi, maka akan mempengaruhi

lama perawatan di rumah sakit. Jika lama perawatan bertambah lama dibanding

tidak terjadi komplikasi, maka akan menambah jumlah pembiayaan dalam

perawatan. Dalam logic software INA-CBGs penambahan tarif dari paket yang

sebenarnya, jika terjadi level severity tingkat 2 dan level severity tingkat 3. Jika

dalam akhir masa perawatan terjadi lebih dari satu diagnosis, koder harus bisa

menetukan mana yang menjadi diagnosa utama maupun sekunder.

Page 16: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

16

Diagnosa Utama (Principal Diagnosis)

Adalah diagnosa akhir/final yang dipilih dokter pada hari terakhir perawatan

dengan kriteria paling banyak menggunakan sumber daya atau yang menyebabkan

hari rawatan paling lama. Diagnosis utama selalu ditetapkan pada akhir perawatan

seorang pasien. Jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih satu diagnosis

yang paling banyak menggunakan resources (SDM, bahan pakai habis, peralatan

medik, tes pemeriksaan dan lainnya.

Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari diagnosis utama, yaitu

Komplikasi + Ko-morbiditi.

Komplikasi : Kondisi/diagnosa sekunder yang muncul selama masa perawatan

dan dianggap meningkatkan Length Of Stay (LOS) setidaknya satu hari rawat.

Prosedur /Tindakan

Prosedur Utama (Principal Procedure)

Prosedur utama adalah prosedur tindakan yang paling banyak menghabiskan

sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama dan biasanya

berhubungan erat dengan diagnosa utama.

Prosedur Sekunder

Seluruh signifikan prosedur tindakan yang dijalankan pada pasien rawat inap atau

rawat jalan, membutuhkan peralatan spesial atau dikerjakan oleh staf terlatih dan

berpengalaman dalam proses Case Mix INA CBGs, tidak semua prosedur atau

tindakan harus di input dalam software INA CBGs. Beberapa tindakan-tindakan

yang tidak perlu di input adalah:

Prosedur/tindakan yang berhubungan dengan keperawatan

Prosedur/tindakan yang rutin dilakukan

Prosedur/tindakan yang tidak memerlukan staf khusus

Prosedur/tindakan yang tidak memerlukan peralatan khusus

Aplikasi Software INA-CBGs UNU Grouper Untuk Klaim

Dalam implemetasi klaim pasien, ada 14 variabel yang harus dientry dalam

software INA CBGs agar tarif paket dapat diketahui jumlahnya , yaitu:

Identitas Pasien (no RM, dll)

Tanggal masuk RS

Page 17: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

17

Tanggal keluar RS

Lama Hari Rawat (LOS)

Tanggal Lahir

Umur (th) ketika masuk RS

Umur (hr) ketika masuk RS (pd bayi)

Umur (hr) ketika keluar RS

Jenis kelamin

Status keluar RS (outcome)

Berat Badan Bayi Baru Lahir (gr)

Diagnosis Utama

Diagnosis Sekunder (Komplikasi & Komorbiditi)

Prosedur/Pembedahan Utama

Coding Pemeriksaan Laboratorium di tentukan berdasarkan Coding Diagnosis

dalam ICD 9 dan ICD 10.

3.2. ICD – 10 Dan ICD – 9

International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems atau disingkat ICD adalah suatu sistem klasifikasi penyakit dan beragam

jenis tanda, simptoma, kelainan, komplain dan penyebab eksternal penyakit.

International Classification of Diseases ( ICD ) menjadi alat diagnostik standar di

dunia untuk epidemiologi, manajemen kesehatan dan tujuan klinis. Ini termasuk

analisis situasi kesehatan umum kelompok populasi . Hal ini digunakan untuk

memonitor insiden dan prevalensi penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Ini

merupakan kode beragam informasi kesehatan yang digunakan untuk statistik dan

epidemiologi, manajemen kesehatan, alokasi sumber daya, monitoring dan

evaluasi, penelitian, perawatan primer, pencegahan dan pengobatan. ICD

membantu untuk memberikan gambaran situasi kesehatan umum negara dan

penduduk . ICD dipublikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan

digunakan secara luas untuk morbiditas, mortalitas, sistem reimbursemen dan

sebagai penunjang keputusan dalam kedokteran. Setiap kondisi kesehatan

diberikan kategori dan kode. Dalam pengkodean ini menetapkan lebih dari

155.000 memungkinkan berbagai kode dan memungkinkan yang banyak berasal

dari pelacakan diagnosis dan prosedur baru dengan perluasan yang signifikan

Page 18: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

18

pada kode-kode yang telah tersedia 17.000 pengkodean pada ICD-9 dan ICD-10,

mulai bekerja dari tahun 1983 dan dapat diselesaikan pada tahun 1992.

ICD-9 adalah sebuah publikasi oleh WHO pada tahun 1977, pada saat ini,

National Center for Health Statistics di Amerika Serikat telah membuat ekstensi

dari kelanjutan sistem ini yang dapat lebih berdaya guna untuk dipergunakan

dalam masalah data mobiditas dan bagian dari procedure codes telah ada.

Dibagian ekstensi ini disebut sebagai "ICD-9-CM", dengan penambahan CM

untuk perujukan pada "Clinical Modification”

Dibawah ini adalah Klasifikasi Penyakit menurut ICD Seri 9

BLOK JENIS PENYAKIT

1. Kode 001-139: Penyakit Infeksi dan Parasit.

2. Kode 140-239: Neoplasma.

3. Kode 240-279: Endokrin, Penyakit Gizi Dan Metabolik, Dan

Gangguan Imunitas.

4. Kode 280-289: Penyakit Darah Dan Organ pembentuk darah

5. Kode 290-319: Gangguan Mental.

6. Kode 320-359: Penyakit pada sistem saraf.

7. Kode 360-389: Penyakit pada organ-organ indera.

8. Kode 390-459: Penyakit pada sistem sirkulasi.

9. Kode 460-519: Penyakit pada sistem pernapasan

10. Kode 520-579: Penyakit pada sistem pencernaan

11. Kode 580-629: Penyakit pada sistem genitourinari

12. Kode 630-676: Komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas

13. Kode 680-709: Penyakit kulit dan jaringan subkutan

14. Kode 710-739: Penyakit pada sistem muskuloskeletal dan jaringan

ikat

15. Kode 740-759: Anomali Kongenital

16. Kode 760-779: Kondisi tertentu yang berasal dari periode perinatal

17. Kode 780-799: Gejala, tanda, dan kondisi tidak jelas

18. Kode 800-999: Cedera dan keracunan

19. Kode E dan V: Eksternal penyebab klasifikasi cedera dan tambahan

Page 19: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

19

International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems revisi ke 10 atau disingkat dengan ICD-10, buku ini di Indonesia

dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke 10 disingkat

sebagai KIP / 10 adalah buku mengenai pengkodean atas penyakit dan tanda-

tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan

eksternal menyebabkan cedera atau penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh

World Health Organization (WHO). ICD 10 disahkan oleh Majelis Kesehatan

Dunia bulan Mei 1990 dan mulai digunakan di negara-negara anggota WHO sejak

tahun 1994. Revisi 11 klasifikasi telah dimulai dan akan berlanjut sampai 2017.

Versi 11 sekarang sedang dikembangkan melalui inovatif, proses kolaboratif.

Untuk pertama kalinya WHO menyerukan para ahli dan pengguna untuk

berpartisipasi dalam proses revisi melalui platform berbasis web. Hasilnya akan

menjadi klasifikasi yang didasarkan pada input pengguna dan kebutuhan.

ICD menjadi demikian penting karena menyediakan bahasa umum untuk

pelaporan dan pemantauan penyakit . Hal ini memungkinkan dunia untuk

membandingkan dan berbagi data dengan cara yang konsisten dan standar - antara

rumah sakit , daerah dan negara dan selama periode waktu. Ini memfasilitasi

pengumpulan dan penyimpanan data untuk analisis dan berbasis bukti

pengambilan keputusan. ICD-10 merupakan klasifikasi statistik, yang terdiri dari

sejumlah kode alfanumerik yang satu sama lain berbeda (mutually exclusive)

menurut kategori, yang menggambarkan konsep seluruh penyakit (WHO, 2004).

Klasifikasi terstruktur secara hierarki dengan bab, kategori dan karakter spesifik

untuk setiap penyakit/kondisi yang mana klasifikasi mencakup panduan yang

berisi rule yang spesifik untuk menggunakannya. Klasifikasi merupakan suatu

sistem dari pengelompokkan penyakit, cedera, keadaan dan prosedur-prosedur

yang ditentukan menurut kriteria yang telah ditetapkan. Penggunaan klasifikasi

dimaksudkan agar data penyakit/cedera/kondisi mudah disimpan, digunakan

kembali dan dianalisis, serta dapat dibandingkan antar rumah sakit, propinsi dan

negara untuk kurun waktu yang sama atau berbeda. International Classification of

Diseases yang dikembangkan didasarkan pada prinsip kepraktisan, untuk tujuan

epidemiologi dan statistik penyakit yang diklasifikasi sebagai berikut:

1. Penyakit-penyakit endemic

2. Penyakit-penyakit umum

Page 20: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

20

3. Penyakit-penyakit menurut letak organ

4. Penyakit-penyakit yang berkembang

5. Cedera.

ICD-10 terdiri dari 3 volume yaitu:

1. Volume 1 berisi klasifikasi utama.

Sebagian besar buku Volume 1 terdiri dari daftar kategori3 karakter dan daftar

tabel inklusi dan subkategori 4 karakter. Inti klasifikasi adalah daftar kategori 3

karakter yang dianjurkan untuk pelaporan ke WHO mortality database dan

perbandingan umum internasional. Daftar bab dan judul blok juga termasuk inti

klasifikasi. Daftar tabular memberikan seluruh rincian level 4 karakter dan dibagi

dalam 22 bab (WHO, 2004)

2. Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD

3. Volume 3 berisi alfabet klasifikasi, dibagi dalam 3 bagian:

Bagian 1, terdiri atas indeks tentang penyakit dan luka alami. Bagian 2,

merupakan indeks penyebab luar morbiditas dan mortalitas, berisi seluruh term

yang diklasifikasi. Bagian 3, berisi tabel obat dan bahan kimia.

Kode utama untuk penyakit yang mendasari diberi tanda dagger (†) dan kode

tambahan untuk manifestasinya diberi tanda asterisk (*). Kode dagger adalah

kode utama dan harus selalu digunakan. Dalam coding, kode asterisk tidak bisa

digunakan sendiri (WHO, 2004).

3.2.1.Fungsi dan Kegunaan ICD 10

Fungsi lCD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan

digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas.

Kegunaan Pengodean sistem lCD:

1. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan

2. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

3. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis

karakteristik pasien dan penyedia layanan

4. Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis-related groups) untuk

sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

Page 21: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

21

5. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

6. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan

medis

7. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan

sesuai kebutuhan zaman

8. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

9. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis

Klasifikasi ICD 10

Berdasarkan ICD (International Classification for Dieseases ke 10 yang

dikeluarkan oleh WHO tahun 2002, maka untuk kategori ICF (International

Classification of Functioning, Disability, and Health) dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1.Impairment / Hendaya

Individu memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik di masyarakat, tidak

tampak adanya gejala adanya suatu kelainan. Individu yang digolongkan pada

kelompok ini adalah individu dengan fungsi organ yang berkurang atau hilang

atau pun memiliki penyakit sistemik.

2.Disability / Disabilitas

Individu yang dapat bersosialisasi di masyarakat, tetatpi terbatas mobilitasnya

sehingga membutuhkan bantuan alat (prothesa) atau orang lain. Biasanya factor

kerusakan pada otak atau saraf juga dapat berperan dalam menyebabkan keadaan

tersebut.Contoh : orang yang menggunakan tongkat atau kaki palsu, dll.

3.Handicap / Cacat

Pada umumnya individu memiliki fungsi organ yang baik, namun tidak mampu

bermasyarakat,tidak bisa mandiri, dan bergantung pada orang lain.Contoh : CP

(cerebral palsy), MR (mental retardated), trisomia 21 (down syndrome), dll.

Catatan tambahan : CP dan MR paling banyak ditemukan. Dari ketiga klasifikasi

tersebut, klasifikasi nomor 2 (disabilitas) dan nomor 3 (handicap) termasuk

kedalam kategori “special needs”.

Page 22: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

22

Berikut adalah daftar ICD-10 untuk kode klasifikasi

Bab Blok Jenis Penyakit

I A00-B99 Penyakit Infeksi dan parasit

II C00-D48 Neoplasma

III D50-D89 Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem imun

IV E00-E90 Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolik

V F00-F99 Ganguan jiwa dan prilaku

VI G00-G99 Penyakit yg mengenai sistem syaraf

VII H00-H59 Penyakit mata dan adnexa

VIII H60-H95 Penyakit telinga dan mastoid

IX I00-I99 Penyakit pada sistem sirkulasi

X J00-J99 Penyakit pada sistem pernafasan

XI K00-K93 Penyakit pada sistem pencernaan

XII L00-L99 Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneous

XIII M00-M99 Penyakit pada sistem musculoskletal

XIV N00-N99 Penyakit pada sistem saluran kemih dan genital

XV O00-O99 Kehamilan dan kelahiran

XVI P00-P96 Keadaan yg berasal dari periode perinatal

XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosom

XVIII R00-R99 Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada

klasifikasi lain

Page 23: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

23

XIX S00-T98 Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luar

XX V01-Y98 Penyebab morbiditas dan kematian eksternal

XXI Z00-Z99 Faktor faktor yg mempengaruhi status kesehatan dan hubungannya dengan jasa

kesehatan

XXII U00-U99

Kode kegunaan khusus

3.3. Coding INA-CBG

Kode pada INA CBG dibagi menjadi 4 sub group, yaitu :

Kode : K - 4 - 17 - I

Sub Group 1

Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z) mewakili kode yang ada di ICD-10

Berhubungan dengan system organ tubuh

Terdapat 31 CMGs dalam UNU Grouper

22 Acute Care CMGs

2 Ambulatory CMGs

1 SubacuteCMGs

1 Chronic CMGs

4 Special CMGs

1 Error CMGs

Total DRGs (CBGs)= 1,220 (Range: 314-1,250)

Page 24: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

24

Sub Group 2

Dilabelkan dengan angka (1-9)

Menunjukkan tipe kasus

1. Prosedure Rawat Inap Group - 1

2. Prosedur Besar Rawat Jalan Group - 2

3. Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group - 3

4. Rawat Inap Bukan Prosedur Group - 4

5. Rawat Jalan Bukan Prosedur Group - 5

6. Rawat Inap Kebidanan Group - 6

7. Rawat Jalan kebidanan Group - 7

8. Rawat Inap Neonatal Group - 8

9. Rawat Jalan Neonatal Group - 9

10. X. Error Group -10

Sub-group ke-3

Menunjukkan spesifik CBG (kode CBG)

Sub-group ke-4

Menunjukkan severity level / Tingkat keparahan (0-III)

Contoh 1 : INA – CBGs (Rawat Inap) untuk “ Infark Miocard Akut”

N0. Kode INA-CBG Deskripsi

1. I – 4 – 10 – I Infark Miocard Akut Ringan

2. I – 4 – 10 – II Infark Miocard Akut Sedang

3. I – 4 – 10 – III Infark Miocard Akut Berat

Contoh 2 : INA – CBGs (Rawat Jalan)

N0. Kode INA-CBG Deskripsi

1. Q – 5 – 18 – 0 Konsultasi atau pemeriksaan lain-lain

2. Q – 5 – 35 – 0 Infeksi Akut

3. Q – 5 – 25 – 0 Gastrointestinal akut

Page 25: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

25

3.4. Evaluasi

Clinical Pathways bisa digunakan sebagai salah satu alat mekanisme

evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan

laten (latent / system errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen

Risiko Klinis (Clinical Risk Management) dalam rangka menjaga dan

meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien (patient safety).

Hasil dan revisi CP dapat dipakai juga sebagai alat (entry point) untuk melakukan

perbaikan dan revisi Standar Pelayanan Medis dan asuhan Keperawatan yang

bersifat dinamis dan berdasarkan pendekatan Evidence-based Medicine (EBM)

dan Evidence-based Nurse (EBN). Partisipasi aktif, komitmen dan konsistensi

dari seluruh jajaran direksi, manajemen dan profesi harus dijaga dan

dipertahankan demi terlaksana dan suksesnya program Casemix di rumah sakit.

Bila Sistem Casemix Rumah Sakit telah berjalan, maka untuk selanjutnya akan

lebih mudah untuk masuk ke dalam sistem pembiayaan lebih lanjut.

Clinical Pathway

Page 26: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

26

BAB IV.

Sistem Pembayaran / Klaim

4.1.Sistem Retrospektif

Pembayaran restropektif sesuai namanya dalam pembiayaan kesehatan berarti

bahwa besaran biaya dan jumlah biaya yang yang harus dibayar oleh pasien atau

pihak pembayar, misalnya perusahan majikan pasien, ditetapkan setelah

pelayanan diberikan.

4.2.Sistem Prospektif

Pembayaran Prospektif secara umum adalah pembayaran pelayanan kesehatan

yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari awal sebelum

pelayanan kesehatan diberikan. Berikut adalah macam-macam jenis pembayaran

pelayanan kesehatan dengan sistem Prospektif, yaitu:

1. Diagnostic Related Group (DRG)

Pengertian DRG dapat disederhanakan dengan cara pembayaran dengan biaya

satuan per diagnosis, bukan biaya satuan per pelayanan medis maupun non medis

yang diberikan kepada seorang pasien dalam rangka penyembuhan suatu

penyakit3. Dalam pembayaran DRG, rumah sakit maupun pihak pembayar tidak

lagi merinci pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien.

Rumah Sakit hanya menyampaikan diagnois pasien waktu pulang dan memasukan

kode DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya tagihan untuk diagnosis tersebut

telah disepakati oleh seluruh rumah sakit di suatu wilayah dan pihak pembayar,

misalnya badan asuransi/jaminan sosial atau tarif DRG tersebut telah ditetapkan

oleh pemerintah sebelum tagihan rumah sakit dikeluarkan.

2. Pembayaran Kapitasi

Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengedalian biaya dengan

menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko, seluruhnya atau

sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang

ditanggung.

Page 27: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

27

3. Pembayaran Per Kasus

Sistem pembayaran per kasus (case rates) banyak digunakan untuk membayar

rumah sakit dalam kasus-kasus tertentu. Pembayaran per kasus ini mirip dengan

DRG, yaitu dengan mengelompokan berbagai jenis pelayanan menjadi satu-

kesatuan. Pengelompokan ini harus ditetapkan dulu di muka dan disetujui kedua

belah pihak, yaitu pihak rumah sakit dan pihak pembayar.

4. Pembayaran Per Diem

Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan disepakati di

muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan, tanpa

mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit. Satuan biaya per

hari sudah mencakup kasus apapun dan biaya keseluruhan, misalnya biaya

ruangan, jasa konsultasi/visite dokter, obat-obatan, tindakan medis dan

pemeriksaan penunjang lainnya. Sebuah rumah sakit yang efisien dapat

mengendalikan biaya perawatan dengan memberikan obat yang paling cost-

effective, pemeriksaan laboratorium hanya untuk jenis pemeriksaan yang benar-

benar diperlukan, memiliki dokter yang dibayar gaji bulanan dan bonus, serta

berbagai penghematan lainya, akan mendapatkan keuntungan.

5. Pembayaran Global Budget

Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu badan

asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana untuk

mmembiayai seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun. Alokasi dan ke rumah

sakit tersebut diperhitungkan dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun

sebelumnya, kegiatan lain yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja rumah

sakit tersebut. Manajemen rumah sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana

anggaran global tersebut untuk gaji dokter, belanja operasional, pemeliharaan

rumah sakit dan lain-lain.

4.3. Pengembangan Dengan INA CBGs

Dalam pembayaran menggunakan Sistem INA-CBG’S, baik Rumah Sakit

maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan

yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien

dan kode DRG (Disease Related Group). Besarnya penggantian biaya untuk

Page 28: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

28

diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider / asuransi atau

ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length

of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya

disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.

INA-CBG’S merupakan kelanjutan dari aplikasi INA-DRG yang lisensinya

berakhir pada tanggal 30 September 2010 lalu. INA-CBG’S menggantikan fungsi

dari aplikasi INA-DRG. Sistem INA-CBG’S adalah ciptaan anak bangsa dengan

tetap mengadopsi sistem DRG.

Aplikasi INA-CBG’S, lebih real dibandingkan dengan INA-DRG karena

menekankan pendekatan prosedur dibanding diagnosa, sementara aplikasi INA-

CBGs lebih mengedepankan diagnosa dibandingkan prosedur.

Sistem INA-CBG’S telah diterapkan di beberapa RSUD di seluruh Indonesia.

Tarif sistem INA-CBG’S diharapkan akan lebih efisien. Namun pelaksanaan INA-

CBG’S dalam rangkaian pelaksanaan Program Jamkesnas masih banyak

menghadapi kendala, salah satunya mengenai coding untuk pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, sehingga tarif untuk

pemeriksaan penunjang tersebut belum ditetapkan atau diatur dalam tarif INA

CBG.

4.3.1. Kapitasi INA CBGs

Kapitasi dan INA CBGs (Indonesia Case Base Group's) akhir-akhir ini kerap kita

dengar. Apalagi saat program Jaminan Kesehatan Nasional sudah meluncur awal

tahun ini. Keduanya sebenarnya merupakan sistem pembayaran. INA-CBG's

bukanlah sistem baru karena telah ada sejak 2006 dan dibuat Kementerian

Kesehatan. Bahkan pada 2008, INA CBGs digunakan dalam program Jamkesmas

(Jaminan Kesehatan Masyarakat). Begitu pula dalam program JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional) yang sudah berlaku. Sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 69 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan

Kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan.

Penjelasan untuk pembayaran secara kapitasi dan INA CBG adalah sebagai

berikut:

1. Kapitasi untuk fasilitas kesehatan primer / tingkat pertama.

Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS

Page 29: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

29

Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat Pertama (primer)

berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan

jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Exc : ada 5.000 peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar pada satu faskes dengan

kapitasi Rp 8.000 per orang per bulan. Idealnya 5.000 orang bisa untuk 1 orang

dokter dengan waktu buka 6 jam. Kemudian dilihat yang sakit berapa, yang pasti

dia dibayar sesuai dengan jumlah peserta terdaftar 5.000 dikalikan Rp 8.000

berarti dokter mengelola Rp 40 juta. Dana ini yang setiap akhir bulan akan

dikelola untuk bayar laboratorium, apotek, bidan dan sebagainya.

2. Tarif Non Kapitasi juga untuk faskes pertama,sesuai Permenkes, besaran

pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Namun, tarifnya ini belum dibahas secara jelas besarannya.

3. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-

CBG’s.

Tarif INA-CBGs merupakan besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan

kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan

kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Perhitungan tarif ini diberlakukan di

fasilitas kesehatan lanjutan dalam hal ini adalah rumah sakit.

Perhitungannya lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. INA-CBGs

merupakan sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama

dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokkan ini

ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada penyelenggara jaminan kesehatan

sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif. Tarif INA-CBGs adalah tarif

berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit. Tarif INA-

CBGs berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu pada

Internastional Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO (Organisasi

Kesehatan Dunia), Sehingga menggunakan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500

kode dan ICD 9 Clinical Modification yang mencakup 7.500 kode. Sedangkan

tarif INA CBGs terdiri dari 1.077 kode CBG yang terdiri dari 789 rawat inap dan

288 rawat jalan dengan tingkat keparahannya. Tarif INA-CBGs dikelompokkan

menjadi 6 jenis rumah sakit yaitu rumah sakit kelas D, C, B dan A serta rumah

Page 30: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

30

sakit umum dan rumah sakit rujukan nasional. Selain itu tarif ini juga disusun

berdasarkan perawatan kelas 1, 2 dan 3. Perlu diketahui, sebelumnya, dalam

Jamkesmas yang ada hanya tarif INA-CBGs untuk kelas 3.

Tabel 1. Rawat Inap Regional A, (PMK no 69 th 2013, Tentang Tarif INA- CBG)

No Tipe RS Kode INA

CBG

Deskripsi Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1

280 A I - 4 - 10 - I IMA Ringan 6.524.956 7.829.948 9.134.939

280 B I - 4 - 10 - I IMA Ringan 5.014.650 6.017.579 7.020.509

280 C I - 4 - 10 - I IMA Ringan 4.011.720 4.814.064 5.616.408

280 D I - 4 - 10 - I IMA Ringan 2.957.503 3.549.004 4.140.505

280 RSU Rujukan

Nasional

I - 4 - 10 - I IMA Ringan 11.471.714 13.766.057 16.060.400

280 RSK Rujukan

Nasional

I - 4 - 10 - I IMA Ringan 10.189.272 12.227.127 14.264.981

4.3.2. Sumber Dana JKN

Data dari kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa saat ini masih banyak

anggota masyarakat yang belum terlindungi oleh asuransi kesehatan.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Dewan Sistem Jaminan Sosial Nasional dikutip

Senin (16/12/2013) menyebutkan, jumlah penduduk yang menerima asuransi baru

sebesar 151 juta jiwa. Artinya masih ada 88 juta penduduk yang belum terjamin.

Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan terbaru atau JKN, nantinya semua

masyarakat tidak perlu khawatir lagi. Karena sesuai Undang-undang no. 40 tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), seluruh masyarakat

Indonesia akan dijamin kesehatannya melalui sebuah program perlindungan

kesehatan perorangan yang diberikan pemerintah kepada setiap warga negara

Indonesia yang disebut JKN. Jaminan tersebut dikeluarkan oleh pihak pemerintah

dan swasta, dengan pesertanya adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil), TNI, Polri dan

karyawan swasta serta non-karyawan. Dari data yang diterima DJSN (Dewan

Jaminan Sosial Nasional), peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

kesehatan yang sudah terdaftar adalah yang sudah tergabung di Askes PNS,

pensiunan TNI, Polri sebanyak 17,3 juta, Jamsostek 5,6 juta, jamkesda 31,8 juta,

Asuransi komersial 2,9 juta dan self insuranced 15,4 juta. Selain itu, program ini

Page 31: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

31

juga sifatnya wajib (mandatory) sehingga masyarakat yang tidak mampu juga

akan mendapatkan layanan kesehatan. Untuk metode pembiayaan kesehatan

individu yang ditanggung pemerintah, terbagi dua yaitu :

1. Bersumber dari hasil pajak

Berasal dari pajak penghasilan, pajak kepemilikan rumah, tanah dan bangunan,

pajak kendaraan bermotor, pajak kepemilikan usaha perorangan, usaha bersama,

listrik, air, dll.

2. Menggunakan sistim kapitasi yang prinsipnya adalah sejumlah individu

ditanggung dengan nilai nominal tertentu. Perlu diketahui, saat ini tidak ada

layanan kesehatan gratis melainkan pemerintah daerah telah menerapkan model

kapitasi ini melalui program Jamkesda, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang

diterapkan oleh Pemda DKI. Satu hal yang perlu ketahui, JKN nanti akan dikelola

oleh BPJS yang terbentuk dari PT. Askes dam PT. Jamsostek kesehatan yang saat

ini sudah mengelola sistim jaminan bagi PNS, TNI-Polri dan pekerja. Kedua

perusahaan milik pemerintah ini mengklaim memiliki kepersertaan kurang lebih

120 juta penerima anggota jaminan kesehatan.

Page 32: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

32

BAB V.

Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan

1. INA-CBGs merupakan sistem pembayaran yaitu besarnya tarif yang dibayarkan

(klaim) oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas

paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.

2. Coding INA- CBGs berperan sebagai kode diagnostik dan prosedu. r medis

serta kendali biaya pelayanan kesehatan era BPJS

3. INA-CBGs berbasis pada data costing dan coding penyakit, mengacu pada

Internastional Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO (Organisasi

Kesehatan Dunia)

4. Belum adanya coding pemeriksaan laboratorium di Indonesia

5.2. Saran

1. Perlunya pembuatan coding untuk pemeriksaan laboratorium

2. Peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan

3. Peningkatan mutu rekam medis

4. Peningkatan kecepatan dan mutu klaim pelayanan JKN – INA CBGs

Page 33: Coding Lab INA CBG's-dr. Guruh

33

Daftar Pustaka

Adadiyah, Min. Mekanisme Pengedalian oleh Manajemen dan Peran Komite

Medis Dalam Penerapan INA-CBGs pada Pasien Jamkesmas di RS PKU

Muhammadiyah Temanggung (RS Tipe C)

Budiarto, Wasis, dkk. Biaya Klaim INA-CBGs dan Biaya Rill Penyakit

Katastropil Rawat Inap Peserta Jamkesmas di Rumah Sakit (Studi di 10 Rumah

Sakit Milik Kementrian Kesehatan Januari – Maret 2012), Jakarta, 2013

Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan, Depkes, 2012

Buku Pegangan Sosialisasi JKN - Departemen Kesehatan Republik 2013-05-24

Depkes RI, Indonesia Sehat 2010 Visi Baru, Misi, Kebijakan Dan Strategi

Pembangunan Kesehatan, Jakarta, Departemen kesehatan RI,1999

Depkes RI, Standar pelayanan Rumah Sakit, Jakarta Direktur Jenderal Pelayanan

Medik RS Umum dan pendidikan

http://health.liputan6.com/read/794240/hitung-hitungan-tarif-fasilitas-primer-

lanjutan-bpjs-kesehatan#sthash.QSHxf0Qa.dpuf

http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan

Martabat - www.jamsosindonesia.com, 2013

inacbg.blogspot.com/2013/12/apa-itu-ina-cbg.html

Kementrian Kesehatan RI, (2013) “Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Masyarakat Tahun 2013” Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, (2013) “Petunjuk Teknis Jaminan Kesehatan

Masyarakat Miskin diPuskesmas dan Jaringannya Tahun 2013” Direktorat

Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Managemenrumahsakit.blogspot.com/2013/06/sistem-ina-cbgs.html

Suara Pembaharuan, 2013, Kerugian ekonomi akibat rokok.

www. bpjs-kesehatan.go.id

www.depkes.go.id/pdf.php?pg=JKN-SOSIALISASI-ISI

www.jkn.kemkes.go.id

Zaenab, Skm.Mkes, 2012, Kerugian ekonomi akibat sanitasi yang buruk.