Referat Kulit Guruh

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    1/23

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Morbus Hansen atau biasa disebut sebagai kusta atau lepra adalah

    penyakit in feksi kronis yg disebabkan oleh Mycobacter ium leprae,

    pertama kali menyerang saraf tepi, sete lah itu menyerang kuli t dan

    organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit ini tersebar

    di seluruh dunia, terbanyak di daerah tropik dan subtropik (Djuanda,

    2007).

    Mycobacter ium Leprae ditemukan pertama kali oleh Armaeur

    Hansen di Norwegia pada tahun 1873 dan memiliki sifat basil tahan

    asam dan tahan alkohol, obligat intraseluler, dapat diisolasi dan

    diinokulasi, tetapi tidak dapat dibiakkan, membelah diri antara 12-21

    hari, masa inkubasi rata-rata 3-5 tahun (Asing, 2010).

    Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-

    beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah

    mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate < 1/10.000 penduduk. Pada tahun

    1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi

    kusta tahun 2000. Pada 1999, insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan

    640.000 dan 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, Word Health

    Organisation membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia

    terdapat di India, Myanmar, dan Nepal (Depkes RI, 2005).

    Di Indonesia, jumlah penderita kusta dengan frekuensi tertinggi di provinsi

    Jawa Timur yaitu mencapai 4 per 10.000 penduduk.selanjutnya provinsi Jawa

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    2/23

    Barat mencapai 3 per 10.000 penduduk dan provinsi Sulawesi Selatan yaitu 2 per

    10.000 penduduk (Depkes RI, 2002).

    Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke tiga setelah India dan

    Brazil dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Walaupun ada

    penurunan yang cukup drastis dari jumlah kasus terdaftar, namun sesungguhnya

    jumlah penemuan kasus baru tidak berkurang sama sekali. Oleh karena itu, selain

    angka prevalensi rate, angka penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang

    harus diperhatikan (Depkes RI, 2005).

    Pada pertengahan tahun 2000, Indonesia telah mencapai eliminasi sesuai

    target WHO. Pada tahun 2003, distribusi kusta menurut waktu yaitu Penderita

    terdaftar di Indonesia pada akhir tahun Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita

    yang terdiri dari 2.814 PB dan 15.498 MB dengan prevalens rate 0,86 per 10.000

    penduduk terdapat di 10 provinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,

    Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara

    Timur (Depkes RI, 2005).

    Insiden dapat terjadi pada semua umur, tapi jarang ditemukan

    pada bayi , laki- laki lebih banyak dibandin g wani ta .

    Penularan Mycobacterium Leprae belum diketahui dengan jelas, tetapi

    diduga menular melalui saluran pernapasan (droplet infection), kontak

    langsung dan berlangsung lama. Faktor- faktor yang mempengaruhi

    penularan penyakit morbus hansen adalah umur , jenis kelamin, ras ,

    genetik, iklim, lingkungan/sosial ekonomi (Asing, 2010).

    Klasifikasi untuk kepentingan program kusta berdasarkan WHO

    adalah Morbus Hansen Pausibasiler (MH PB) dan Morbus Hansen

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    3/23

    Multibasiler (MH MB). Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe

    dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah

    tipe dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan telah

    terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah

    kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan

    kerokan kulit, sedangkan apabila BTA positif maka akan dimasukan

    dalam kusta multibasiler. Gejala klinis yang khas (tanda Kardinal), yaitu

    : bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan ditemukannya

    kuman batang tahan asam (Rea,2003).

    Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi,

    pa tofi siologi, manifes tasi kl in is dan pena ta laksanaan penyakit Morbus

    Hansen Multibasiler.

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    4/23

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Definisi

    Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

    bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa

    pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah

    tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif,

    menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata (Daili,

    1998).

    Sedangkan Morbus Hansen tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta

    basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata

    diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak

    pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan hasil pemeriksaan

    bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah menular (Hasibuan, 1990).

    2.2 Epidemiologi

    Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah

    dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno , Mesir kuno , dan India .

    Pada 1995 , Organisas i Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

    terdapat dua hingga t iga juta j iwa yang cacat permanen karena

    kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan

    masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidaketis , beberapa kelompok

    http://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok_kunahttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_kunohttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kesehatan_Duniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Etikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok_kunahttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_kunohttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kesehatan_Duniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Etika
  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    5/23

    penderita masih dapat di temukan di berbagai belahan dunia,

    seperti India dan Vietnam .

    Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada

    akir1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan der ivatnya .

    Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi

    kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga

    ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini

    pun mampu ditangani kembal i. Di Indonesia diketahui 22.175 orang

    menderi ta lepra. Indonesia merupakan negara ket iga terbanyak

    penderitanya setelah India dan Bras il dengan prevalensi 1,7 per 10.000

    penduduk (Depkes RI,2 005) .

    2.3 Etiologi

    Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana

    microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang,

    dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium,

    berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2 0,5 micro biasanya berkelompok dan

    ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau

    gram positif,tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap

    dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai

    basil tahan asam. Selain banyak membentuksafrifit, terdapat juga golongan

    organisme patogen (misalnya Mycrobacterium tuberculosis, Mycrobakterium

    leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis

    granuloma infeksion. Mycobacterium leprae belum dapat dikultur pada

    http://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Vietnamhttp://id.wikipedia.org/wiki/1940-anhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dapson&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/1980-anhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Vietnamhttp://id.wikipedia.org/wiki/1940-anhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dapson&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/1980-an
  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    6/23

    laboratorium. Kuman Mycobacterium Leprae menular kepada manusia melalui

    kontak langsung dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman

    membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima

    tahun. Setelah lima tahun, tandatanda seseorang menderita penyakit kusta mulai

    muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian

    anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Melniek, 2001).

    Gambar 1. Mycobacter ium Leprae

    2.4Patofisiologi

    Kuman masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan

    kulit yang tidak intak atau tidak utuh. Sumber penularannya adalah

    pender ita kusta yang banyak mengandung kuman (Tipe Multibasi ler)

    yang belum diobati . Dan ada syaratnya yai tu Prolonged contact

    dan intimate. Artinya bisa menular jika terdapat kontak yang lama dan

    intim. Misal dalam satu anggota keluarga, pergaulan sehari-hari.

    Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobacterium

    lepare, disamping itu sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit

    fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalamsel

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    7/23

    Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi

    saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yangprogresif (Depkes RI, 2000).

    2.5Patogenesis

    Masuknya Mycobacter ium Leprae ke dalam tubuh akan

    ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua

    signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah

    tergantung pada TCR-terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang

    dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan

    signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan

    dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T

    melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga

    To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12

    akan membantu differensiasi To menjadi Th1.Th 1 akan

    menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan

    fagositosis makrofag (fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari

    Mycobacter ium leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor

    CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan

    prol if eras i sel B. Selain itu , IL 2 juga akan mengaktif kan CTL la lu

    CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri

    dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal

    hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal

    membunuh antigen maka s itokin dan growth factors akan terus

    dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    8/23

    diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag

    akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid

    dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma. Th2 akan

    menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi

    dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4

    akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10,

    dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.Signal I tanpa adanya signal

    II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak

    teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke

    arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1

    akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th2 sedangkan pada

    Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.

    APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum

    sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid.

    Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang

    strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk

    tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisas i mikroba.

    Seldenritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari

    IDC menjadi DC. IDC akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC

    pada permukaan sel, sela in itu dengan adanya molekul kost imulator

    CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC

    akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik

    karena adanya ekspresi dari CCR7 (reseptor kemokin satu satunya

    yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    9/23

    melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui

    triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2

    polimorf isme dikaitkan dengan meningkatnya keren tanan terh adap

    leprosy (Ridley,1966).

    2.6 Tanda dan Gejala

    Manisfestasi klinis Morbus Hansen biasanya menunjukkan

    gambaran yang jelas pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup

    ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja. Gejala dan keluhan penyakit

    bergantung pada: multipl ikasi dan diseminasi kuman Mycobacter ium

    Leprae, respons imun penderita terhadap kuman Mycobacterium Leprae,

    komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer. Manifestasi

    klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit,

    saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat

    dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberku lo id ( Inggr is:

    paucibacil la ry), kusta lepromatosa (penyaki t Hansen multibasi ler), atau

    kusta multibasiler (borderline leprosy). Kusta multibasiler, dengan

    tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan

    (WHO,1988).

    Pada pemeriksaan fisik sesuai dengan teori Morbus Hansen tipe

    multibasiler lesi kulit dapat berupa makula, plak, papul, infiltrat atau

    nodus dengan permukaan halus mengkilat, jumlah lesi > 5, hilangnya

    sensasi kurang jelas, dan pada pemeriksaan saraf ditemukan penebalan

    saraf tepi. Penilaian untuk tanda-tanda phisik terdapat pada 3 area

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    10/23

    umum: lesi kutaneus, neuropathi, dan mata. Untuk lesi kutaneus,

    menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula

    hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi

    kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa plak.

    Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada

    pantat sering sebagai indikasi ti pe borderl ine. Berkenaan dengan

    neuropathi, menilai untuk area yang hypoesthesia (sentuhan ringan,

    pinprick, suhu dan anhidros is) , terutama cabang saraf peri fer

    dan saraf kutaneus. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf

    tibia posterior. Saraf lainnya yang pada umumnya mengalami

    kerusakan adalah ulna, median, poplitea lateral, dan saraf facial.

    Disamping kehilangan sensoris, pasien dapat juga mengalami kelemahan

    dan kehilangan gerak (Sridharan, 2007).

    Tanda-tanda umum dari neuropathy lepra adalah neuropathy

    sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi

    neuropathy motorik murni dapat juga muncul. Mononeuropathy dan

    multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan saraf ulna dan peroneal

    yang lebih sering terlibat. Neuropathy perifer simetris dapat juga timbul.

    Gejala dari neuropathy lepra biasanya termasuk anesthesia, tidak nyeri,

    pa tch kuli t yang tidak gatal , pasien dengan les i kuli t yang menutupi

    cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk

    berkembangnya kerusakan motoris dan sensor is . Deformitas yang

    disebabkan kelemahan dari otot-otot yang diinervasi oleh saraf

    perif er yang terpengaruh. Geja la sensoris yang berkurang untuk

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    11/23

    melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia dalam distribusi saraf-saraf

    yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek atau

    diregangkan (Sridharan, 2007).

    Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer

    mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat

    mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh

    rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis N.orbitkularis

    pa lpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagofta lmus yang

    selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian bagian mata lainnya.

    Secara sendirian atau bersama sama akan menyebabkan kebutaan.

    Kerusakan pada mata lebih sering terlihat dengan adanya lesi

    fasial. Lagophthalmos (ketidakmampuan menutup mata), hasil

    keterlibatan dari zigomatik dan cabang-cabang temporal dari saraf

    fasial (nervus cranialis VII). Keterlibatan dari cabang ophthalmic dari

    saraf trigeminal (nervus kranialis V) dapat menyebabkan reflek

    kornea berkurang, mata kering, dan kurang berkedip (Lewis,2008).

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    12/23

    Gambar 2 Penebalan cuping telinga penderita Morbus Hansen

    Gambar 3 Kecacatan akibat Morbus Hansen

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    13/23

    Gambar 4. Facies Leonina

    Gambar 5. Lesi di kulit penderita Morbus Hansen

    2.7 Diagnosis

    Diagnosis berdasarkan atas :

    1. Anamnesa

    2. Gambaran klinis

    Lesi kulit pada tipe karakteristik lepra dengan penurunan atau

    kehilangan sensasi (anestesi), penebalan saraf perifer. Ditemukan

    Mycobacterium Lepra biasanya pada kulit, lesi kulit dapat bersifat

    tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    14/23

    3. Pada pemeriksaan laboratorium pengecatan ZN : ditemukan

    bakter i tahan asam berwarna merah (globi). Kepadatan BTA tanpa

    membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan

    dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 1+ sampai 6+ menurut

    Ridley.

    1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP

    2+ Bila 1 10 BTA dalam 10 LP

    3+ Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP

    4+ Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP

    5+ Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP

    6+ Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP

    4. Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi

    tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun

    penderita terhadap Mycobacterium Leprae. O,1 ml lepromin dipersiapkan

    dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca

    setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 4 minggu ( reaksi

    Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang

    menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun

    tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada tuberkolosis11.

    Reaksi Mitsuda bernilai :

    0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang

    1 + 1 Papul berdiameter 4 6 mm

    2 + 2 Papul berdiameter 7 10 mm

    3 + 3 Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    15/23

    5. Respon imun seluler melawan Mycobacterium leprae juga dapat

    dipelajari dengan lymphocyte transformation test dan lymphocyte migration

    inhibition test (LMIT). Tes berdasar pada deteksi antibody Mycobacterium

    lepra atau antigen.

    6. Tes serologi, pemeriksaan serologi, didasarkan terbentuk antibodi

    pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh Mycobacterium leprae.

    Pemeriksaan serologiknya adalah MLPA (Mycobacterium Leprae Particle

    Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick. Pemeriksaan serologi utama

    terdiri dari fluorescent antibody absorption test (FLA-ABS),

    radioimmunoassay (RIA), ELISA, passive hemagglutination assay (PHA),

    serum antibody competition test (SACT), dan particle agglutination assay

    (PAA).

    2.8 Diagnosis banding

    Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosa banding Morbus Hansen

    tipe Multibasiler pada lesi kulit dapat berupa makula hiperpigmentosa,

    plak, papul, nodul, hi langnya sensasi kurang jelas pada bercak, dan pada

    pemeriksaan saraf di temukan penebalan saraf tepi . Makula hiperpigmentosa

    : pitiriasis versikolor.

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    16/23

    Plak : Psoriasis

    Papul : Liken planus

    Nodul : Neurofibroma

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    17/23

    2.9 Penatalaksanaan

    2.9.1 Non Medikamentosa

    Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada

    dosis therapeutik. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya

    prof ilaks is terh adap lepra . Menje laskan pada pasien bahwa penyakit ini

    bisa disembuhkan, tetap i pengobatan akan berlangsung lama, an tara 12-

    18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di puskesmas dan

    tidak boleh putus obat. Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan

    pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disert ai bercak-bercak

    kemerahan, maka harus segera mencari perto longan ke saranan

    pelayanan kesehatan. Penyaki t ini mengganggu syaraf sehingga mungkin

    akan terjadi kecacatan jika tidak ada tindakan pencegahan. Cuci tangan

    dan kaki setiap sesudah bekerja dengan sabun, terutama yang banyak

    mengandung pelembab, bukan detergen. Rendam jari kaki/tangan sekitar

    20 menit dengan air dingin. Apabila kulit sudah lembut, gosok kaki

    dengan busa agar kulit kering terkelupas. Untuk menambah kelembaban

    dapat diolesin minyak (baby oil). Secara teratur periksa kaki, apakah ada

    luka, kemerahan atau nyeri dan segera mencari pertolongan medis.

    Proteksi jari tangan dan kaki, misalnya memakai sepatu, hindari berjalan

    jauh atau menghindar i bersen tuhan dengan benda-benda tajam (Depkes

    RI, 2005).

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    18/23

    2.9.2 Medikamentosa

    Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk

    menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,

    mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg

    dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita. Dapson,

    diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau

    menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif

    dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk

    sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adalah anemia hemolitik, skin

    rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan vertigo.

    Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi

    kusta. Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor

    dari NA/K ATPase. Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna

    ungu kehitaman, warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut dihentikan,

    diare, nyeri lambung. Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin

    bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel

    bakteri dengan berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik,

    dan nefrotoksik. Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta.

    Sulfas Ferrosus untuk penderita kusta dengan anemia berat. Vitamin A, untuk

    penderita kusta dengan kekeringan kulit dan bersisik (ichtyosis). Regimen

    pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES

    RI untuk klasifikasi Morbus Hansen tipe Multi Basiler (MB) dengan memakai

    regimen pengobatan MDT= multi drug treatment. Kegunaan MDT untuk

    mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    19/23

    ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat

    pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi

    kuman kusta dalam jaringan. Lama pengobatan MDT 12 dosis ini bisa

    diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini,

    dinyatakan RFT=Realease From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa

    pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk Morbus Hanses tipe MB

    selama 5 tahun. Dosis MDT : Rifampicin 600 mg/ bulan, Lamprene 300

    mg/bulan, ditambah dengan Lampren 50 mg/hari dan DDS 100 mg/hari

    (Djuanda, 2007).

    Gambar 6. Multi Drug Treatmen Morbus Hansen tipe MB

    2.10 Komplikasi

    Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan pada

    organ tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan

    hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering

    terjadi kebutaan. Hilangnya hidung juga dapat terjadi.

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    20/23

    2.11 Prognosis

    Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih

    sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika

    sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik

    (Siregar, 2005).

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    21/23

    BAB III

    KESIMPULAN

    Morbus Hansen tipe MB adalah infeksi menahun yang ditandai

    adanya kerusakan saraf per ifer , kul it , dan mata . Disebabkan

    oleh Mycobacter ium Leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan Basil

    Tahan Asam (BTA) positif pada pemeriksaan kerokan kulit.

    Kuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan

    kulit yang tidak intak atau tidak utuh. Sumber penularannya adalah

    penderita kusta yang banyak mengan dung kuman yang belum diobat i.

    Untuk menetapkan diagnosis Morbus Hansen perlu dicari tanda-

    tanda pokok, atau tanda cardinal diagnosis, yaitu:

    1. Bercak kulit yang mati rasa

    2. Penebalan saraf tepi

    3. Ditemukan kuman tahan asam.

    Pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh

    WHO/DEPKES RI untuk klasifikasi Morbus Hansen tipe Multi Basiler (MB)

    dengan memakai regimen pengobatan MDT= multi drug treatment. Kegunaan

    MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat,

    mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka

    putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi

    persistensi kuman kusta dalam jaringan. Dosis MDT : Rifampicin 600 mg/

    bulan, Lamprene 300 mg/bulan , di tambah dengan Lampren 50 mg/hari

    dan DDS 100 mg/hari . Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    22/23

    berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah berhenti minum obat dilakukan

    secara pasif untuk Morbus Hanses tipe MB selama 5 tahun.

    Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih

    sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika

    sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.

  • 7/31/2019 Referat Kulit Guruh

    23/23

    DAFTAR PUSTAKA

    Asing I. Morbus Hansen (kusta/lepra). Askep gangguan muskuloskeletal.

    2010

    Daili, dkk. 1998. Kusta. UI PRES. Jakarta

    Depkes RI, 2002b. Buku Panduan Pelaksanaan Program P2 Kusta Bagi Unit

    Pelayanan Kesehata. Dit. Jen PPM & PL. Jakarta.

    Depkes RI , 2002c. Buku Pedoman Pemberantasan Program P2 Kusta. Dit. Jen

    PPM & PLP. Jakarta.

    Depkes RI , 2005d. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit.

    Jen P2 dan PL. Jakarta..

    Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti

    Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima.

    Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 ;

    73- 88.

    Hasibuan. T,W.A. Kadri. Epidemiologi Kusta dan Program Pemberantasan

    Penyakit Kusta ; Berita Epidemiologi Buletin Epidemiological

    Edisi Mei 1990, Ditjen. Jakarta.

    Lewis Felisa S, Conologue T, Harrop E. Leprosy: mycobacterial infection. 2008.

    Melniek, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Unair. Surabaya.

    Rea TH, Modlin RL,Leprosy. In:Freedberg M, Eisen AZ, Wolff K,

    Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, et al editors, Fitzpatricks

    dermatology in general medicine, 6th edition. New york.

    McGraw-Hill, 2003

    Ridley DS, Jopling WH. Classification of leprosy according to Immunity.

    International Journal of Leprosy, 1966; 34 : 255-273

    Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005 ;155

    Sridharan R, Lorenzo NZ. Neuropathy of leprosy. 2007.

    Tim Penyusun. Manual Pemberantasan Penyakit Menular ; Kusta/Lepra, Edisi

    ke-17. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan

    Lingkungan, Departemen Kesehatan RI, 2000.

    World Health Organization. WHO Expert Committee on Leprosy

    Six Report. World Health Organization, Geneva. 1988