27
Perbandingan kemampuan mendiagnosis analisis Moorfield dan skor glaukoma dengan menggunakan HRT III ( Heidelberg Retinal Tomograph) pada mata dengan glaukoma primer sudut terbuka Shveta Jindal, Tanuj Dada, Vsreenivas, Viney Gupta, Ramajit Sihot, Anita Panda Latar Belakang : Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil diagnosis HRT GPS dengan analisis Noorfields (MRA) Bahan dan Metode : Penelitian ini melibatkna 50 mata normal dan 50 mata dengan glaukoma primer sudut terbuka stadium dini sampai dengan stadium lanjut. Gambar diperoleh dengan menggunakan HRT versi 3.0. Hasil : Koefisien untuk semua klasifikasi MRA dan GPS adalah 0.216 (95% CI: 0.119-0.315). Batas sensitivitas dan spesifisitas dievaluasi menggunakan yang paling spesifik (batas hasil ysng dimasukkan sebagai uji negatif) dan kriteria paling spesifik (batas hasil dimasukkan sebagai uji positif). Sensitivitas dan spesifisitas MRA adalah 30.61 dan 98% (lebih spesifik) dan 57.14 dan 98% (paling spesifik). Sensitivitas dan spesifisitas GPS adalah 81.63 dan 73.47% (lebih spesifik) dan 95.92 dan 34,69% (sedikit spesifik). MRA mempunyai rasio positif yang tinggi ( 28.57 vs 3.08) dan GPS mempunyai rasio negatif yang

Critical Appraisal Mata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Critical Appraisal Mata

Perbandingan kemampuan mendiagnosis analisis Moorfield dan skor glaukoma

dengan menggunakan HRT III ( Heidelberg Retinal Tomograph) pada mata dengan

glaukoma primer sudut terbuka

Shveta Jindal, Tanuj Dada, Vsreenivas, Viney Gupta, Ramajit Sihot, Anita Panda

Latar Belakang : Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil

diagnosis HRT GPS dengan analisis Noorfields (MRA)

Bahan dan Metode : Penelitian ini melibatkna 50 mata normal dan 50 mata

dengan glaukoma primer sudut terbuka stadium dini sampai

dengan stadium lanjut. Gambar diperoleh dengan

menggunakan HRT versi 3.0.

Hasil : Koefisien untuk semua klasifikasi MRA dan GPS adalah

0.216 (95% CI: 0.119-0.315). Batas sensitivitas dan

spesifisitas dievaluasi menggunakan yang paling spesifik

(batas hasil ysng dimasukkan sebagai uji negatif) dan kriteria

paling spesifik (batas hasil dimasukkan sebagai uji positif).

Sensitivitas dan spesifisitas MRA adalah 30.61 dan 98% (lebih

spesifik) dan 57.14 dan 98% (paling spesifik). Sensitivitas dan

spesifisitas GPS adalah 81.63 dan 73.47% (lebih spesifik) dan

95.92 dan 34,69% (sedikit spesifik). MRA mempunyai rasio

positif yang tinggi ( 28.57 vs 3.08) dan GPS mempunyai rasio

negatif yang tinghi ( 0.25 vs 0.44). Sensitivitas meningakat

dengan peningkatan ukuran disc pada keduanya yaitu MRA

dan GPS.

Kesimpulan : Terdapat hasil yang berbeda antara klasifikasi MRA dan

GPS. GPS cenderung mempunyai sensitivitas tinggi,

spesifisitas rendah dan rasio yang lebih rendah pula

dibandingkan MRA. Ukuran disc seharusnya dimasukkan

sebagai pertimbangan ketika menginterpretasikan hasil HRT.

GPS maupun MRA keduanya menunjukkan penurunan

sensitivitas untuk ukuran disc kecil dan GPS menunjukkan

penurunan spesifisitas untuk ukuran disc yang besar.

Kata kunci : Pemindaian oftalmoskopi confocal laser, skor probabilitas

glaukoma, Heidelberg retina tomograph

Page 2: Critical Appraisal Mata

Laser oftalmoskopi oleh tomografi retina Heidelberg (HRT) telah menjadi

pemeriksaan yang biasa dilakukan diseluruh pusat kesehatan utama untuk mendeteksi

glaukoma dan progresifitasnya terhadap nervus optikus. HRT menyediakan obyek yang

dapat digandakan dengan menggunakan analisis morfologi diskus optikus. Salah satu

algoritma HRT adalah MRA, yang dikembangkan suapaya HRT mendiagnosis lebih

baik dengan cara mengikat area yang berbeda di diskus optikus. Area pengukuran ini

terbatas karena membutuhkan pemeriksa untuk memperkirakan batas ukuran diskus

optikus dengan menggunakan garis untukparameter stereometer dan MRA.

Belakangan ini telah dirilis pemeriksaaan glaukoma yang lebih maju dengan

analisis yaitu HRT versi 3.0( HRT III) yang merupakan revisi dari software HRTII. HRT

III menyediakan pengetahuan tentang algiloritma MRA dan yang terbaru, skor

kemungkinan glaukoma (GPS), yangmana tidak mengandalkan penggambaran bentuk

garis secara manual. GPS menganalisisONH bentuk struktur anatomi pasien, yang

tidak bergantung pada bentuk garis , menggunakan diskus optikus 3D dan lapisan serat

serabut saraf (RNFL). Itu dihitung probabilitas kelainan struktur, berdasarkan seberapa

dekat model sehat dibandingkan dengan pasien glaukoma.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan case

control yang telah dilakukan pada 50 mata normal dan 50 subyek penderita glaukoma

primer sudut terbuka dari stadium dini hingga lanjut. Kriteria inklusi untuk subyek-

subyek yang memenuhi syarat dipilih secara acak dengan menggunakan computer untuk

mengacak nomor. Semua subyek penelitian berusia > 35 tahun, dengan gangguan

refraksi tidak lebih dari 5 D ( dioptri), astigmatisme tidak lebih dari 3 D, dan dengan

koreksi terbaik visus > 20/40. Sedangkan kriteria ekslusi penelitian ini adalah:

1. subyek-subyek dengan kekeruhan kornea

2. penyakit intraocular lain

3. penyakit neurologi

4. gangguan lapangan pandang

5. gangguan diskus optikus

Penelitian ini telah disetujui oleh dewan komite etik di institusi. Informed

consent telah dilakukan pada semua partisipan. Subyek-subyek juga telah menjalani

sebuah pemeriksaan mata secara menyeluruh yang dimulai dari anamnesis,

biomikroskop slit lamp , tonometri, gonioskopi, pemeriksaan dilatasi fundus, dan

pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan analisis Humphrey 30-2 SITA

Page 3: Critical Appraisal Mata

(algoritma swedia). Subyek-subyek yang memenuhi syarat di masukkan kedalam dua

kelompok yaitu:

1. subyek dengan mata normal

2. subyek yang menderita glaukoma.

Subyek dengan mata normal tidak memiliki riwayat keluarga menderita

glaukoma, tekanan intraokular < 21mmhg, hasil gonioskopi menunjukkan sudut

terbuka, evaluasi klinis normal serta evaluasi dengan menggunakan analisis Humphrey

normal. Pada subyek yang mendeita glaukoma ditemukan tekanan intraokular > 21

mmHg pada saat di diagnosis, hasil gonioskopi menunjukkan sudut terbuka, glaukoma

mengubah nervus optikus, dan lapang pandang berubah, glaukoma khas ( 3 poin yang

ditemukan pada penelitian ini adalah batas P < 5% adalah normal, salah satunya

memiliki nilai P < 1%, dengan uji lapng pandang glaukoma keluar dari batas normal,

yang keudian di konfirmasi lagi dengan dua uji berturut-turut, standar pola deviasi <5%

telah dikonfirmasi dengan menggunakan dua uji lapang pandang berturut-turut.

Gangguan lapang pandang pada pasien glaukoma dikatakan dini bila ( deviasi

mean ( MD) > 6 db, kurang dari 18 poin level dibawah 5% dan kurang dari 10 poin

level P dibawah 1%, tidak ada poin sensitivitas < 15 db pada fiksasi sentral 5°, dan

lanjut bila (MD -6 db sampai -12 db, kurang dari 37 poin level P dibawah 5% dan

kurang dari 20 poin level P dibawah 1%, tidak ada kekurangan absolut (0 db) pada

fiksasi sentral 5°, dan hanya ada satu lapang pandang dengan sensitivitas < 15 db pada

fiksasi sentral 5°). Mata dengan koreksi visus maju dikeluarkan dari penelitian.

HRT adalah oftalmoskopi yang menggunakan laser iodida dengan panjang

gelombang 670 nm, yang bisa membaca permukaan retina lapis demi lapis dengan

beberapa fokus dalam bidang yang sejajar. Semua gambar yang diperoleh dari HRT III

memiliki kualitas yang bagus, gambar-gambar ini memiliki topografi dengan standar

deviasi < 3 mikrometer dan tidak ditemukan saerah yang melayang atau opak.

Kesalahan pada perbesaran telah diperbaiki dengan mengukur kelengkungan kornea

pasien.

Untuk MRA, garis ONH digambar menggunakan batas tepi ONH sebagai batas

dalam cincin Elschnig. Pada penelitian ini, garis digambar oleh seorang operator. MRA

membandingkan daerah neuroretinal secaravumum dan individual dalam 6 bagian

dwngan prediksi nilai untuk subyek sehat dengan ukuran disc dan umurbyang sama.

Hasil direkam sebagai klasifikasi yang kemudian dikategorikan sebagai berikut : ONL

( outside normal limit/ diluar batas normal), BL (borderline/perbatasan), dan WNL

(within normal limit/ dalam batas normal), Tergantung apakah area yang diamati lebih

Page 4: Critical Appraisal Mata

kecil 95% dari batas prediksi (diklasifikasikan BL) atau lebih kecil dari 99% dari batas

prediksi (diklasifikasikan ONL).

GPS diperoleh menggunakan analisis secara otomatis yang tidak bergantung

pada penelusuran garis. Software menggunakan dua ukuran lapisan pada serat saraf

( kelengkungan horizontal dan vertikal RNFL) dan tiga ukuran bentuk ONH

( kedalaman lengkungan, kecuraman tepi lengkungan, dan ukuran lengkungan) sebagai

input kedalam komputer. Klasifikasi ini disediakan dalam bentuk indeks mulai dari 0

(kemungkinan sakit kecil) sampai 1 ( kemungkinan sakit tinggi), untuk menggambarkan

kemungkinan data yang mirip dalam data kelompok percobaan glaukoma maka GPS

kemudian menggunakan output secara otomatis dengan tiga kategori yaitu, ONL ( GPS

> 0.64), BL ( GPS 0.24- 0.64), dan WNL (< 0.24).

Semua analisis statistik menggunakan software SPSS versi 15.0 dan STATA

versi 9.0. Perbedaan antara kelompok dinilai dengan menggunakan uji t untuk

parameter kontinyu dan menggunakan uji chi square untuk parameter kategori. Kurva

karakteristik digunakan untuk menilai kegunaan setiap parameter dan sektor untuk

membedakan mata glaukoma dari mata sehat. Sensitivitas 95% (5% positif palsu).

Spesifisitas tetap dihitung untuk seluruh parameter. Kemampuan hasil diagnosis MRS

dan GPS telah dihitung. Rasio positif dan negatif telah dihitung untuk diklasifikasikan.

Statistik dwngan menggunakan nilai K digunakan untuk menganalisi kecocokan antara

klasifikasi MRA dan GPS.

HASIL

50 subyek mata sehat dan 50 subyek mata dengan glaukoma dini sampai

dengan lanjut telah dimasukkan dalam penelitian. Dasar demografi dan karakteristik

klinis ditunjukkan pada tabel 1. Pasien yang menderita glaukoma memiliki usia lebih

tua (perbedaan umur 14 tahun, p < 0.001), dari subyek sehat. Rerata panjangnya axis

untuk subyekbnormal adalah 22.94 lebih kurang 0.71 mm dan untuk pasien glaukoma

adalah 23.5+- 0.91 mm (p =0.001). Rerata untuk kesalahan refraksi untuk subyek

normal adalah +- 0.41 (+-0.97) D dan untuk kelompok glaukoma adalah - 0.23 (+- 1.95)

D (p = 0.04). Rerata lapang pandang MD untuk kelompok sehat adalahb-2.82 +- 1.36 db

dan untuk kelompok glaukoma adalah -6.45 +- 2.97 db mencerminkan derajat

kerusakan glaukoma dini sampai lanjut.

Page 5: Critical Appraisal Mata

Table 1

Baseline characteristics of the study population

ParameterNormal (n = 50)

Glaucoma (n =

50)Significance P

value

Mean SD Mean SD

Age (years) 44.74 8.88 58.78 11.08 P < 0.001

CCT* (mm) 537 27.77 530.8 27.99 P = 0.27

Mean deviation (db) - 2.82 1.36 - 6.45 2.97 P < 0.001

Pattern standard deviation

(db)2.50 1.19 5.71 3.23 P < 0.001

Cup-disc ratio 0.36 0.11 0.71 0.13 P < 0.001

*CCT: Central corneal thickness

Secara keseluruhan, GPS memperoleh hasil positif palsu tertinggi (25%) dan

MRA memperoleh hasil negatif palsu tertinggi (42%). Sensitivitas dan spesifisitas telah

dievaluasi untuk semua klasifikasi MRA dan GPS dengan menggunakan kriteria yang

lebih spesifik ( dengan pertimbangan kasus BL sebagai uji negatif) dan kriteria spesifik

paling sedikit ( dengan pertimbangan BL sebagai uji positif). Secara keseluruhan, GPS

memiliki sensitivitas relatif tinggi (73.47-81.63%) dibandingkan MRA (30.61-57.14%).

Bagaimanapun, spesifisitas GPS lebih rendah (34.69-73.47%) dibandingkan dengan

MRA ( 98%). Sensitivitas meningkat sesuai dengan peningkatan derajat glaukoma,

untuk MRA (52% untuk kasus dini dan 60% untuk kasus lanjut) dan GPS (78.3% untuk

kasus dini dan 84% untuk kasus glaukoma lanjut).

Nilai-nilai sensitivitas dan spesifisitas diekstrakpolasi untuk dihitung rasionya ,

untuk dilihat efeknya setelah uji probabilitas penyakit. Klasifikasi MRA secara umum

cenderung memberikan rasio positif yang lebar ( 28.57 vs 3.08) denga efek probabilitas

setelah uji lebar, dan untuk klasifikasi GPS cenderung meberi rasio negatif lebih ( 0.25

vs 0.44) dengan efek lanjut setelah uji probabilitas.

Kecocokan sempurna (diklasifikasikan dalam kategori yang sama dengan

analisis) diamati pada 36% mata normal dan pasien glaukoma (tabel 2 dan 3). Sebagian

cocok (.diklasifikasikan dengan analisis BL dan yang lain dengan WNL/ONL) diamati

pada 38% mata normal dan glaukoma. Terdapat sedikit kecocokan antara MRA dan

GPS, K= 0.216 (95% CI: 0.119 - 0.315), GPS memperoleh hasil positif palsu tertinggi

Page 6: Critical Appraisal Mata

(28%) dan MRA menunjukkan hasil negatif palsu tertinggi (42%).

Table 2

Distribution of glaucoma subjects among classifications

GPS* → MRA † ↓ WNL‡ BL§ ONL|| Total

WNL‡ 2 6 13 21

BL§ 0 1 13 14

ONL|| 0 0 15 15

Total 2 7 41

*GPS: Glaucoma probability score†MRA: Moorfield’s regression analysis‡WNL: Within normal limits§BL: Borderline||ONL: Outside normal limits

Table 3

Distribution of healthy controls among classifications

GPS* → MRA † ↓ WNL‡ BL§ ONL|| Total

WNL‡ 17 19 13 49

BL§ 0 0 0 0

ONL|| 0 0 1 1

Total 17 19 14

*GPS: Glaucoma probability score†MRA: Moorfield’s regression analysis‡WNL: Within normal limits§BL: Borderline||ONL: Outside normal limits

Semua parameter ONH memiliki perbedaan yanh signifikan diantara kelompok

( tabel 4). Pasien-pasien glaukoma mempunyai area disc yang luas dibandingkan subyek

yang sehat ( mean 2.43 mm2 vs 2.24 mm2; p = 0.04). Parameter-parameter yanh

Page 7: Critical Appraisal Mata

mungkin membedakan antara subyek glaukoma dan subyek sehat adalah rasio area disc

(AUROC (area under roc curve)= 0.842 ; tabel 4)), rasio area lingratan- disc (AUROC

=0.842; tabel 2), dan area lingkaran (AUROC= 0.832; tabel 4). Spesifisitas tetap 95% ,

nilai sensitivitas terbaik adalah 57% untuk rasio area lingkaran-disc dan 55% untuk

rasio vertical lingakaran-disc. Tabel 5 menunjukkan perbandingan parameter-parameter

GPS antar kelompok. Parameter dengan perbedaan terbaik adalah kelengkungan

horizontal RNFL (AUROC= 0.832).

Table 4

Comparison of stereometric parameters between groups

Parameter

Normal (n

= 50)

Glaucoma (n

= 50)P

valueAUROC*

Sensitivity at 95%

Specificity (%)

Mean Mean

Disc Area (mm2) 2.24 ± 0.41 2.43 ± 0.52P =

0.04

Cup Area (mm2) 0.61 ± 0.38 1.28 ± 0.65P <

0.0010.813 36.7

Rim Area (mm2) 1.63 ± 0.37 1.15 ± 0.41P <

0.0010.832 26

Cup/Disc Area

Ratio0.26 ± 0.15 0.51 ± 0.21

P <

0.0010.842 57

Rim Area/Disc

Area Ratio0.74 ± 0.15 0.49 ± 0.21

P <

0.0010.842 8

Cup Volume

(mm3)0.17 ± 0.18 0.48 ± 0.38

P <

0.0010.792 35

Rim Volume

(mm3)0.43 ± 0.18 0.26 ± 0.15

P <

0.0010.780 20

Mean Cup Depth

(mm)0.24 ± 0.11 0.36 ± 0.14

P <

0.0010.760 24

Maximum Cup

Depth (mm)0.63 ± 0.22 0.79 ± 0.26

P <

0.0010.682 23

Cup Shape

Measure-0.17 ± 0.08 -0.08 ± 0.08

P <

0.0010.786 22

Cup/Disc 0.49 ± 0.21 0.70 ± 0.22 P < 0.775 41

Page 8: Critical Appraisal Mata

Parameter

Normal (n

= 50)

Glaucoma (n

= 50)P

valueAUROC*

Sensitivity at 95%

Specificity (%)

Mean Mean

Horizontal ratio 0.001

Cup/Disc Vertical

ratio0.38 ± 0.23 0.63 ± 0.24

P <

0.0010.823 55

FSM 1.27 ± 2,23 -1.23 ± 2.4P <

0.0010.805 14

RB 1.29 ± 0.75 0.17 ± 1.26_P <

0.0010.797 30

*AUROC: Area under receiver operating characteristic curve

Table 5

Comparison of glaucoma probability score parameters between groups

ParameterNormals (n=50) Glaucoma (n=50)

P value AUROC*

Mean Mean

Cup depth(mm) 0.64 ± 0.18 0.70 ± 0.19 P = 0.118 0.589

Horizontal RNFL† curvature -0.03 ± 0.05 -0.09 ± 0.05 P < 0.001 0.832

Vertical RNFL† curvature -0.11 ± 0.05 -0.16 ± 0.06 P < 0.001 0.753

Rim steepness -0.19 ± 0.48 -0.52 ± 0.54 P < 0.001 0.702

Cup size 0.51 ± 0.20 0.70 ± 0.29 P < 0.001 0.734

*AUROC: Area Under receiver operating characteristic curve†RNFL: Retinal nerve fibre layer

Tabel 6 menunjukkan analisis klasifikasi MRA dan GPS, cut off poin telah

dipilih BL untuk MRA dan ONL untuk klasifikasi GPS. Secara keseluruhan, GPS

memiliki AUROC lebih tinggi daripada MRA. Bagian dengan kemungkinan terbaik

adalah nasal inferior (AUROC= 0.723 ) untuk MRA dan temporal superior (AUROC=

0.860) untuk GPS. MRA memiliki rasio positif lebih baik (6.73-22.5) sebaliknya GPS

memiliki rasio negatif lebih baik (0.14-0.21).

Table 6

Page 9: Critical Appraisal Mata

Sectoral analysis of Moorfield’s regression analysis and glaucoma probability score classifications

AUROC* Sensitivity (%) Specificity (%) +LR † -LR†

Temp Superior

MRA ‡ 0.682 39 98 19.5 0.622

GPS § 0.860 89 77 3.9 0.14

Temp Inferior

MRA ‡ 0.716 47 96 11.75 0.55

GPS § 0.854 84 77 3.65 0.21

Nasal Superior

MRA ‡ 0.712 45 98 22.5 0.56

GPS § 0.846 87 78 3.95 0.17

Nasal Inferior

MRA ‡ 0.723 51 92 6.37 0.53

GPS § 0.847 84 76 3.5 0.21

*AUROC: Area under receiver operating characteristic curve†LR: Likelihood ratio‡MRA: Moorfield’s regression analysis§GPS: Glaucoma probability score

Ukuran disc optikus terbagi menjadi kecil (<1.87 mm2) , sedang (1.37-2.8mm2)

dan besar ( >2.81mm2) tergantung data populasi dengan etnis tertentu. Sensitivitas

keduanya MRA dan GPS menurun seiring dengan menurunnya ukuran disc (tabel 7).

spesifisitas untuk MRA tidak banyak berubah dengan berubahnya ukuran disc,

sebaliknya GPS meningkat pada ukuran disc yang besar pula.

Table 7

Effect of disc size on Moorfield’s regression analysis and glaucoma probability score classifications

Small discs (<1.87) n

= 13

Normal discs (1.87-2.81) n

= 73

Large discs (>2.81) n

= 14

MRA*

Sensitivity

 40 52.78 87.5

Specificity

 100 97.3 100

Page 10: Critical Appraisal Mata

Small discs (<1.87) n

= 13

Normal discs (1.87-2.81) n

= 73

Large discs (>2.81) n

= 14

GPS†

Sensitivity

 60 80.56 100

Specificity

 100 75 20

*MRA: Moorfield’s regression analysis†GPS: Glaucoma probability score Figures indicates in percentage

Untuk GPS populasi positif palsu memiliki ukuran disc lebih besar dari

populasi negatif palsu ( 2.57 vs 1.99 mm2). untuk MRA dibandingkan subyek negatif

palsu dengan positif palsu, area disc lebih kecil untuk negatif palsu ( 2.28 vs 2.64 mm2).

DISKUSI

Diagnosis glaukoma stadium dini adalah dengan penemuan klinis. Evaluasi

secara subyektif dengan menggunakan ONH sangat sulit dilakukan karena terdapat

perbedaan yang besar antar individu. Metode analisis ONH secara obyektif yang

terpercaya adalah seperti HRT yang digunakan untuk mendiagnosis dan merubah hasil

ONH untuk glaukoma. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan

operator menggambar garis yang tergantung MRA dan bentuk garis yang tidak

tergantung GPS, pada pasien glaukoma primer sudut terbuka dan subyek dengan mata

sehat.

Rata-rata umur penderita glaukoma adalah lebih tua ketika dibandingkan

dengan kontrol. Penelitian sebelumnya oleh Zangwill dkk, Javier dkk, Harizman dkk,

Coops dkk, dan Burgansky-Eliash dkk, juga melaporkan hasil yang mirip yaitu subyek

sehat lebih muda dibandingkan dengan pasien glaukoma. Hal ini dikarenakan bahwa

subyek yang lebih muda secara sukarela ikut dalam penelitian. Perbedaan nilai yang

terlalu besar untuk parameter normal terjadi ketika penelitian menggunakan kontrol

yang lebih muda daripada kasus dengan menggunakan subyek yang lebih tua. Pada

penelitian ini, kelompok pasien glaukoma sedikit lebih myopia dibandingkan kontrol,

kesalahan refraksi telah disesuaikan dengan fokus yang tepat untuk pasien glaukoma

yang telah terdaftar pada penelitian. Mereka telah memiliki kontrol IOP dengan obat-

obatan atau dengan pembedahan. Sebelumnya kontrol IOP telah diukur secara statistik

Page 11: Critical Appraisal Mata

untuk subyek glaukoma. Diharapkan, MD dan PSD pasien kelompok glaukoma lanjut

dan dini secra signifikan lebih tepat daripada subyek normal.

Parameter ONH telah dievaluasi dan dibandingkan antara glaukoma dan subyek

sehat menggunakan HRT III. Rata-rata area disc untuk subyek normal pada penelitian

ini adalah 2.24 mm2. Ini mirip untuk area disc kelompok ekslusif dari 275 mata normal

yang telah dievaluasi dengan HRT III pada penelitian sebelumnya yang dilakukan diluar

pusat kesehatan. Bagaimanapun, ukuran area disc pada kelompok glaukoma lebih lebar

(2.43mm2), salah satu penjelasan yang mungkin adalah terdapat bias pada data

percobaan. Kerusakan dini sulit untuk dideteksi pada diskus optikus yang kecil dengan

oftalmoskopi, disk yang besar lebih mudah untuk dideteksi.

AUROC tertinggi antara parameter HRT adalah rasio area pinggir-area disc dan

rasio area cup-area disc diikuti oleh daerah pnggir dan rasio cup vertikal disc. Ferreras

dkk juga melaporkan hasil mirip dengan parameter yang disebutkan diatas. Keduanya,

fungsi linier diskriminatif HRT, RB, dan FSM memiliki perbedaan kemampuan antara

glaukoma dan subyek normal masing-masing (nilai AUROC 0.850 dan 0.797).

parameter GPS dengan AUROC yang tinggi adalah kelengkungan RNFL. Hasil yang

mirip pada beberapa penelitian berbeda, termasuk salah satunya oleh Swindale dkk,

yang menunjukkan parameter yang sama memiliki perbedaan yang tinggi antara subyek

normal dan glaukoma.

Terdapat sedikit kecocokan antara semua klasifikasi MRA dan GPS. Koefisien

kecocokan (k) adalah 0.216, yang berhubungan dengan sedikit kecocokan. Burgansky-

Eliash dan rekan melaporkan kesepakatan dari 78,5% (k, 0,56) dan Coops dan rekan

melaporkan kesepakatan dari 71% (k, 0,52). Namun, Javier dkk, [9] melaporkan

kecocokan yang lebih rendah pada 56% kasus (k, 0,34). Alasan untuk perbedaan dalam

penelitian ini dan penelitian oleh Javier dkk mungkin adalah jumlah mata dengan

glaukoma awal (50% dari pasien pada penelitian ini menderita glaukoma dini). Berbagai

studi melaporkan bahwa sensitivitas kedua algoritma menurun, terutama untuk MRA,

pada mata dengan glaukoma dini.

MRA, telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan diagnostik HRT,

dengan mempertimbangkan variabilitas daerah disk optik dalam evaluasi kuantitatif dari

daerah pinggiran. Teknik MRA menggunakan regresi linier dari daerah pinggiran

dengan daerah disk untuk meningkatkan kapasitas diagnostik HRT. Pada glaukoma

dini, dilaporkan sensitivitas 59,6% dan spesifisitas 72,3%. Sensitivitas dan spesifitas

yang berbeda telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya dengan berbagai

kemungkinan. Pertama, bentuk rim dan ukuran optik sangat bervariasi pada pasien

normal dan pasien glaukoma sudut terbuka. Kedua, sensitivitas dan spesifitas tergantung

Page 12: Critical Appraisal Mata

pada tingkat keparahan dan tahap glaukoma. Penelitian lain juga menunjukkan

pentingnya ukuran disk dan ras dalam klasifikasi mata glaukoma dan sehat dengan

menggunakan MRA. Baru HRT III menawarkan perubahan dengan mencoba untuk

meningkatkan presisi diagnostik, termasuk database normatif lebih besar, dan algoritma

GPS baru. Sampai sekarang, tingkat akurasi diagnostik beragam telah dilaporkan.

Dalam studi saat ini, kepekaan MRA berkisar 30,61-57,14%, lebih rendah daripada

yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya. Perbedaan dihasilkan dari fakta bahwa

50% dari pasien penelitian ini memiliki glaukoma dini. Spesifisitas lebih tinggi dari

pada penelitian sebelumnya.

Mengenai algoritma GPS, penelitian ini memperoleh sensitivitas sedikit lebih

tinggi dibandingkan dengan penelitian lain, dan spesifisitas lebih rendah. Dengan

demikian, GPS memiliki kecenderungan untuk sensitivitas yang lebih tinggi dan

spesifisitas lebih rendah dibandingkan dengan MRA. Namun, hasil terbaik diperoleh

ketika mempertimbangkan nilai-nilai BL GPS sebagai hasil negatif dan MRA BL nilai-

nilai sebagai hasil positif. Rasio kemungkinan positif lebih tinggi untuk MRA,

sedangkan, GPS memberikan yang lebih baik rasio kemungkinan negatif. Hasil ini

dalam populasi penelitian bahwa GPS memberikan informasi yang lebih baik untuk

mengkonfirmasikan disk normal, sedangkan, MRA lebih bermanfaat dalam

mengkonfirmasikan kecurigaan glaukoma. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Zangwill dkk dan Ferreras dkk.

Baik MRA dan GPS menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah untuk rim yang

lebih kecil dan sensitivitas yang lebih tinggi untuk rim yang lebih besar. Meskipun

spesifisitas tetap sama di berbagai ukuran disk untuk MRA, menurun dengan ukuran

disk yang semakin meningkat untuk GPS. Seperti penelitian sebelumnya yang

menunjukkan efek yang sama pada keakuratan diagnostik dari kedua algoritma.

Kesimpulannya, kecocokan secara keseluruhan antara MRA dan klasifikasi

GPS adalah sedikit. GPS memiliki sensitivitas yang lebih baik dan spesifisitas rendah

dari MRA. GPS dan MRA menunjukkan penurunan sensitivitas untuk rim yang lebih

kecil dan GPS menunjukkan penurunan untuk cakram yang lebih besar.

DIAGNOSIS WORKSHEET

Citation:

Page 13: Critical Appraisal Mata

Apakah hasil penelitian diagnosis valid?

Pakah terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian baku emas?

Apakah subyek penelitian meliputi spectrum penyakit dari yang ringan sampai berat, penyakit yang terobati dan tidak dapat diobati?Apakah lokasi penelitian disebutkan dengan jelas?Apakah presisi uji diagnostic dan variasi pengamat dijelaskan?

Are the valid results of this diagnostic study important?

SAMPLE CALCULATIONSTarget disorder

(iron deficiency anemia)TotalsPresent Absent

Diagnostic test result

(serum ferritin)

Positive(< 65 mmol/L)

731a

270b

1001a+b

Negative ( 65 mmol/L)

78c

1500d

1578c+d

Totals809a+c

1770b+d

2579a+b+c+d

Sensitivity = a/(a+c) = 731/809 = 90%Specificity = d/(b+d) = 1500/1770 = 85%Likelihood ratio for a positive test result = LR+ = sens/(1-spec) = 90%/15% = 6Likelihood ratio for a negative test result = LR - = (1-sens)/spec = 10%/85% = 0.12Positive Predictive Value = a/(a+b) = 731/1001 = 73%Negative Predictive Value = d/(c+d) = 1500/1578 = 95%Pre-test probability (prevalence) = (a+c)/(a+b+c+d) = 809/2579 = 32%Pre-test odds = prevalence/(1-prevalence) = 31%/69% = 0.45Post-test odds = pre-test odds LRPost-test probability = post-test odds/(post-test odds +1)

YOUR CALCULATIONSTarget disorder

TotalsPresent AbsentPositive a b a+b

Page 14: Critical Appraisal Mata

Diagnostic test result

Negative c d c+d

Totalsa+c b+d a+b+c+d

Can you apply this valid, important evidence about a diagnostic test in caring for your patient?

Is the diagnostic test available, affordable, accurate, and precise in your setting?

Can you generate a clinically sensible estimate of your patient’s pre-test probability (from personal experience, prevalence statistics, practice databases, or primary studies)? Are the study patients similar to your

own? Is it unlikely that the disease possibilities

or probabilities have changed since the evidence was gathered?

Will the resulting post-test probabilities affect your management and help your patient? Could it move you across a test-

treatment threshold? Would your patient be a willing partner

in carrying it out?

Would the consequences of the test help your patient?

Additional notes:

3.

Telaah Kritis Uji Diagnosis

3.3.1 Telaah Kritis berdasarkan Kedokteran Berbasis Bukti

3.3.1.1 Penilaian Validitas (Validity) (Sackett, 2000, Soeparto,et al, 1998)

Page 15: Critical Appraisal Mata

1. Apakah dilakukan suatu pembandingan yang independen dan blind/

tersamar dengan standar referensi diagnosis (gold standard)?

Ya.

Pertama, tes diagnosis diterapkan pada setiap subyek yang sama dengan diagnosis standard dan dinilai secara independen. Pada penelitian ini subyek menjalani keduanya, baik uji diagnostik yang diteliti (pemeriksaan PCR), maupun uji gold standard (pemeriksaan kultur sputum).

Kedua, hasil dari uji diagnostik yang satu tidak diketahui oleh pihak yang melakukan uji yang lain. Petugas yang melakukan pemeriksaan PCR tidak mengetahui hasil dari pemeriksaan klinis ataupun diagnose akhir dari sample. Contoh darah dari sample hanya diberi kode angka dan diantarkan ke laboratorium tanpa ada informasi klinis kepada petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan PCR. Demikian juga klinisi yang merawat tidak mengetahui hasil pemeriksaan PCR nya.

2. Apakah tes diagnosis ini dievaluasi pada spektrum pasien yang tepat

(seperti pada pasien yang biasanya kita akan ukur dengan tes tersebut)?

Ya.

Penelitian ini melibatkan subyek pasien bangsal paru yang dicurigai secara klinis menderita TB.

3. Apakah rancangan penelitian maupun seleksi subyek penelitian yang

dilibatkan dijelaskan dengan baik?

Tidak.

Pada bagian metode peneliti tidak menjelaskan metode pemilihan subyek yang dilibatkan dalam penelitian. Sampel darah hanya diambil pada semua pasien yang dating selama periode 6 bulan yang akan menjalani evaluasi diagnostic untuk menegakkan diagnose TBC. Peneliti tidak menjelaskan kriterian inklusi dan eksklusi dari sunyek penelitian. Rancangan penelitian tidak digambarkan secara terperinci.

Page 16: Critical Appraisal Mata

4. Apakah reproduksibilitas ( presisi ) dari hasil test dan interpretasinya

(variasi pengamat) disebutkan?

Ya.

Dalam penelitian ini pemeriksaan PCR spesifik untuk elemen insersi IS 110 dari kompleks organism M.TBC ( termasuk M. bovis, M. africano, dan M. microti) dan tidak akan mendeteksi organism dari kompleks M. avium. Sehingga bila dilakukan penelitian ulang, hasilnya akan tidak jauh berbeda. Hasil penelitian ini di interpretasikan oleh 2 orang pengamat dan semua sampel diperiksa 2 kali.

5. Apakah istilah “normal” disebutkan dengan jelas?

Tidak.

Penelitian ini tidak menggunakan rentang pengukuran. Tapi hanya mendeteksi elemen insersi IS6 110. Apabila ditemukan elemen tersebut maka pasien di diagnose terinfeksi TBC.

6. Apakah uji diagnostik yang diteliti merupakan bagian dari suatu kelompok

uji diagnosis, apakah kontribusinya pada kelompok uji diagnostik tersebut

dijelaskan?

Tidak.

Uji diagnosis pada penelitian bukan merupakan bagian dari suatu kelompok uji diagnosis, tetapi merupakan uji diagnosis tersendiri yang dapat digunakan tanpa dikombinasi oleh uji yang lain.

7. Apakah cara dan tehnik melakukan uji diagnosis yang sedang diteliti

dijelaskan, sehingga dapat direplikasi?

Ya.

Page 17: Critical Appraisal Mata

Cara dan teknik telah dibahas dengan baik pada bab methods, sehingga dengan membaca jurnal tersebut, kemungkinan orang lain dapat mereplikasi penelitian tersebut.

8. Apakah kegunaan uji diagnosis yang sedang diteliti disebutkan?

Ya.

Kegunaan dari pemeriksaan PCR disebutkan pada diskusi. Yaitu untuk mendapatkan hasil diagnosis dari TBC paru aktif dengan cepat

2. Penilaian Pentingnya Hasil Penelitian Uji Diagnostik

(Importance)

Dari jurnal kami dapat merekontruksi tabel 2x2 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pemeriksaan PCR darah tepi penderita curiga tuberkulosis paru dibandingkan dengan kultur dari sputum

Penyakit

Positif Negatif

PCR assay

Positif 3

a

9

5

b

44

Negatif 2

c

4

d

2

44

41 47 88

Page 18: Critical Appraisal Mata

Perhitungan nilai :

Sensitivitas : a/ (a+c) = 95 %

Spesifisitas : d/(b+d) = 89 %

Akurasi : (a+d)/(a+b+c+d) = 92 %

Positive Predictive Value (PPV/NP+) : a/(a+b) = 89%

Negative Predictive Value (NPV/NP-) : d/(c+d) = 95%

Positive Likelihood Ratio (LR+) : sens/(1-spec) = 8,94

Negative Likelihood Ratio (LR-) : (1-sens)/spec = 0,05

Prevalensi : (a+c)/(a+b+c+d) = 46%

Pre-test odds : prevalence/(1-prevalence) = 0,86

Post-test odds : pre-test odds x LR = 7,71

Post-test probability : post-test odds/(post-test odds+1) = 88%

Interpretasi:

Positive Likelihood Ratio (LR+) pemeriksaan PCR berdasarkan perhitungan adalah 8,94, Negative LR (LR-) diperoleh 0,05 ; menunjukkan perubahan moderat dari Pre Tes Probabillitas menjadi Post Tes Probabilitas. Dari pre-test odds, diperoleh Pre Tes Probabilitas 46% (pre-test odds/(pre-test odds+1)). Sehingga perubahan Pre Tes Probabilitas ke Post Tes Probabilitas adalah sebesar 42% (88% - 46%). Disebutkan bahwa tes diagnosis yang menghasilkan perubahan yang besar Pre Tes Probabilitas menjadi Post tes Probabilitas (pre-test to post-test probability) adalah penting.

3.3.1.3 Kemampuan Terapan Hasil Studi yang Valid ini pada Pasien (Applicability)

1. Apakah tes diagnosis tersebut tepat, akurat, dan dapat dipakai dalam

konteks kita?

Page 19: Critical Appraisal Mata

Belum bisa.

Penggunaan pemeriksaan PCR dalam konteks klinis di negara kita belum memungkinkan dikarenakan keterbatasan biaya, alat maupun sumber daya manusianya. Dan juga dikarenakan endemisitas TB yang tinggi di negara kita sehingga dengan pemeriksaan BTA sputum sudah mencukupi untuk melakukan diagnosis penyakit TB paru.

2. Apakah Kita dapat secara klinis melihat estimasi pre-test probabilitas

pasien kita?

Ya.

Prevalensi kasus TB di Negara kita sudah terdata sampai di tingkat kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia..

3. Apakah hasil post-test probabilitas berpengaruh pada penanganan

terhadap pasien kita?

Tidak.

Walaupun hasil post-test probabilitas meningkat banyak dibandingkan dengan pre-test probabilitas namun tidak banyak berpengaruh kepada penanganan pasien TB di negara kita oleh karena sampai saat ini penggunaan pemeriksaan PCR belum lazim digunakan dalam konteks klinis untuk diagnosis TB paru di Indonesia.