32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan untuk ketidaksejajaran mata yang biasanya persisten atau regular. Penderita strabismus tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual yang berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan visual yang berat. (1) Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya. (2,3) Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering 1

Diagnosis Dan PL Esotropia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Diagnosis Dan PL Esotropia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan untuk

ketidaksejajaran mata yang biasanya persisten atau regular. Penderita

strabismus tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual

yang berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang

sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan

visual yang berat.(1)

Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen

manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia

akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan

penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5

tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(2,3)

Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia.

Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian

akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada kelainan

di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma

khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati

premature, dan Coats disease.(3)

Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah. Pengobatan non

bedah hanya untuk memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi

ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila dengan pengobatan non

bedah ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.(4)

1

Page 2: Diagnosis Dan PL Esotropia

B. Batasan Masalah

Permasalahan dalam referat ini dibatasi pada diagnosis dan

penatalaksanaan esotropia.

C. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

tentang esotropia.

D. Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur dan dilengkapi ilustrasi kasus.

2

Page 3: Diagnosis Dan PL Esotropia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan

kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol

neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional,

atau kombinasi Dari ketiganya.(5)

Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata

dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu

penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.(5)

Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan.

Strabismus ini dibagi menjadi dua tipe : paretik (akibat paresis atau paralysis satu

atau lebih otot ekstraokular) dan nonparetik (komitan). Esotropia nonparetik

adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat akomodatif,

nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang dijumpai pada

anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada orang

dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang disebabkan

oleh kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial keenam.(3)

B. Diagnosis

Anamnesis

Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat

membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus.

Dalam hal ini perlu ditanyakan :

3

Page 4: Diagnosis Dan PL Esotropia

a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal

dominan.

b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya

strabismus makin jelek prognosisnya.

c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan

penyakit sistemik.

d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana

penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien

menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu

dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap

saat?

e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

Inspeksi

Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan

atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap

(nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus

diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat

fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya

nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya

menurun.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk

membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa

4

Page 5: Diagnosis Dan PL Esotropia

sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui

kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda,

yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa

memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil

mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya.

Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan

menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya

jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak

yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang

ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang

dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 ½ tahun). Pada umur 2

½ - 3 tahun anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-

gambar kecil (kartu Allen). Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa

melakukan permainan “E” (E-game) yaitu dengan kata snellen

konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak

menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.

Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan

dengan metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking

method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai

melihat lapangan yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan

yang seragam.

Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik

adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia

5

Page 6: Diagnosis Dan PL Esotropia

sempurna adalah atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau

salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari.

Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai

karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga

mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan

homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.

Menentukan Besar Sudut Deviasi

A. Uji Prisma dan Penutupan

Uji penutupan (cover test)

Uji membuka penutup (uncover test)

Uji penutup berselang seling (alternate cover test)

Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan

kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total

(heterotropia dan heteroforia)

Uji penutupan plus prisma

Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma

dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau

kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji

penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi

penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma

dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu

atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh

mata yang deviasi.

6

Page 7: Diagnosis Dan PL Esotropia

B. Uji Objektif

Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan

laporan –laporan pengamatan sensorik Dari pasien. Namun diperlukan

kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat

subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan laporan pengamatan

sensorik pasien.

Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak

kooperatif, mungkin tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan

klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji

objektif) jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.

Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada

pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :

1. Metode Hirschberg

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat

pantulan cahaya pada kedua kornea mata.

1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka

deviasinya 30 º

4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

2. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma

ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan

7

Page 8: Diagnosis Dan PL Esotropia

agar refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil

menunjukkan besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan

kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat

diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena

kelainan mekanik anatomik.

Versi (gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada

jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder –

kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan,

kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi

satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan

sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang (underreaction).

Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau

bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi

pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot

pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk

berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan

menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.

Pemeriksaan Sensorik

1) Uji stereopsis

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.

Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa

8

Page 9: Diagnosis Dan PL Esotropia

dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random

stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat

monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random

dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke

titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga

bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat

stereoskopis.

2) Uji supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang

pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau

didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan

merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda

untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa

dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan

bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina

yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa

dengan jarak dekat atau jauh.

3) Uji kelainan Korespondensi retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :

1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak

tegak lurus didepannya

2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada

satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah

yang bersamaan.

9

Page 10: Diagnosis Dan PL Esotropia

4) Uji kaca beralur Bagolini

Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan

alur-alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan

didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan

normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar

tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang

berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya

maka berarti ada kelainan korespondensi retina.

C. Penatalaksanaan Esotropia

Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang

hilang karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan

mempertahankan mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara

bedah maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita,

tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan binokular

tunggal.

Pengobatan non-bedah

a.Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan

mata yang ambliop

b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus

adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena

pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai

maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka

10

Page 11: Diagnosis Dan PL Esotropia

esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia

akomodatif refraktif).

c. Obat farmakologik

1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara

menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan

dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan

adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi

0,5% (anak) dan 1% (dewasa).

2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang

berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi

akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa

digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat

(Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan

neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek

impuls saraf.

3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot

ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan

lamanya tergantung dosisnya.

Pengobatan Bedah

Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada

berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat

pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah

pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk

dekat.

11

Page 12: Diagnosis Dan PL Esotropia

Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah

memperkuat dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara

yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran

tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali

pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara

melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan

dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.

Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada

jarak yang telah ditentukan.(4)

12

Page 13: Diagnosis Dan PL Esotropia

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien wanita umur 20 tahun masuk bangsal mata RS M. Djamil Padang

tanggal 21 April 2006 dengan :

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Mata kanan juling kedalam sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kanan juling kedalam sejak 10 tahun yang lalu, sebelumnya mata

kanan dirasakan kabur kemudian baru mata mulai juling.

Riwayat trauma tidak ada. Pasien menderita Toxoplasmosis mata tapi

sudah sembuh.

Pasien memeriksakan diri ke poliklinik mata RS. M. Djamil Padang sejak

8 bulan yang lalu karena sakit kepala dan mata juling.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Toxoplasmosis yang sudah sembuh

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita mata juling.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 64 x/menit

13

Page 14: Diagnosis Dan PL Esotropia

Nafas :20 x/menit

Suhu : afebris

Gizi : sedang

Status oftalmikus :

Status Oftalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi

Dengan koreksi

2/60

S-0,75→2/60

5/5

C-0,25. 1800→5/5

Refleks fundus +↓↓ +

Silia/supersilia Madarosis (-), trikiasis (-) Madarosis (-), trikiasis (-)

Palpebra superior Udem (-) Udem (-)

Palpebra inferior Udem (-) Udem (-)

Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Sclera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)

Pupil Bulat, refleks cahaya (+) Bulat, refleks cahaya (+)

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Bening Bening

Fundus :

Media Bening Bening

14

Page 15: Diagnosis Dan PL Esotropia

Papil

Pembuluh darah

Retina

Macula

Bulat, batas tegas, c/d 0,3

Aa:Vv = 2:3, crossing (-)

Sikatrik (+),

hiperpigmentasi (+)

Sikatrik (+),

hiperpigmentasi (+),

refleks fovea (+)↓↓

Bulat, batas tegas, c/d 0,3

Aa:Vv= 2:3, crossing (-)

Sikatrik (+),

hiperpigmentasi (+)

Sikatrik (+), refleks fovea

(+)

Tekanan bulbus okuli N (palpasi) N (palpasi)

Posisi bulbus okuli Esotropia, 30Δ Ortho

Gerakan bulbus okuli Versi kesegala arah Bebas kesegala arah

Pemeriksaan Khusus Strabismus

Motorik

Duksi → baik

Versi → baik

Cardinal position of gaze → baik

NPC 10 mm

Sensorik

OD OS

Visual acuity c.c 2/60 5/5

s.c S-0,75 → 2/60 S-0,25. 1800 → 5/5

Supresi → WFDT : nears and distance : melihat merah 2 ( supresi kanan )

Stereoskopik → TNO : (-)

Amblyopia : four duction test (-)

15

Page 16: Diagnosis Dan PL Esotropia

Retinal correspondence :

Amblyoscope :

SP : baik

Fusion : -

Stereopsis : -

Posisi binokuler

Kualitatif

Cover test : tutup mata kiri, esotropia mata kanan

Uncover test : -

Alternate cover test : -

Kuantitatif

OD OS

Hirschberg : jauh ET 30 Δ Ortho

Dekat ET 30 Δ Ortho

Prisma : Base out 30 Δ

Maddox rod : Esoforia Ods

Amblyoscope :

Objective deviation angle : 30 Δ

Subjective deviation angle : -

Angle of anomaly : -

Fiksasi : monokuler

Visuscope : eccentric viewing

Diagnosis Kerja : Esotropia OD didapat (Toxoplasmosis)

Terapi : Strabismus repair OD

16

Page 17: Diagnosis Dan PL Esotropia

Laboratorium klinik

Anti Toxoplasma IgG Positif (kons:62) Nilai rujukan ≥ 8.

positif

Tanggal 22 April 2006 dilakukan operasi selama 55 menit dalam anestesi umum

Nama operasi : Recess MR + Resect LR

Jaringan yang dieksisi/insisi : Konjungtiva + otot – otot ekstra okuler

Recess MR 6 mm

Resect LR 7 mm

Follow up

23 April 2006

A/ Mata kanan sakit

OD

Visus 1½/60

Kornea edema

Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)

Posisi ortho(under) 10-150

Diagnosis : Post strabismus repair OD hari I

Terapi : - Redressing

- tutup mata kanan

- amoxicillin 3x500mg

- asam mefenamat 3x500mg

17

Page 18: Diagnosis Dan PL Esotropia

24 April 2006

A/ Mata kanan sakit ↓

OD

Visus 2/60

Kornea edema ↓

Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)

Posisi ortho(under) 10-150

Gerak bebas

Diagnosis : Post strabismus repair OD hari II

Terapi : - Redressing

- tutup mata kanan

- amoxicillin 3x500mg

- Asam mefenamat 3x500mg

- Xytrol ED 4x1 tetes

25 April 2006

A/ Mata kanan sakit (-)

OD

Visus 2/60

Kornea edema ↓

Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)

Posisi ortho(under) 10-150

Gerak bebas

Diagnosis : Post strabismus repair OD hari III

18

Page 19: Diagnosis Dan PL Esotropia

Terapi : - Redressing

- tutup mata kanan

- amoxicillin 3x500mg

- Asam mefenamat 3x500mg

- Xytrol ED 4x1 tetes

Pasien boleh pulang hari ini dan rawat jalan ke Poli Mata RS M. Djamil Padang

29 April 2006

OD

Visus 1/60

Kornea edema (-)

Konjungtiva hiperemis (+), jahit (+)

Kornea bening

Posisi esotropia 100(under correction)

Gerak bebas

Diagnosis : Post strabismus repair OD hari VII

Terapi : - heacting aff

- Chloramphenicol salf mata

BAB IV

DISKUSI

19

Page 20: Diagnosis Dan PL Esotropia

Telah dilaporkan kasus seorang wanita umur 20 tahun, masuk Bangsal

Mata RS Perjan Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 21 April 2006 dengan

diagnosis kerja Esotropia OD akuisita karena Toxoplasmosis.

Dari anamnesis, pasien mengeluhkan mata kanan juling ke dalam sejak 10

tahun yang lalu yang didahului oleh mata kabur. Hal ini sesuai dengan infeksi

toxoplasma yang bila menginfeksi akut di retina akan ditemukan reaksi

peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan

kerusakan total dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatrik) dengan

atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi. Pada keadaan ini terjadi fiksasi

eksentrik karena hilangnya fiksasi sentral karena timbulnya skotoma supresi pada

fovea mata yang ambliop. Besarnya derajat “eccentricity” pada umumnya sama

dengan besarnya sudut deviasi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sikatrik pada retina di sekitar maula

sehingga tidak mungkin visus pasien ini kembali sempurna setelah dilakukan

terapi bedah.

BAB V

KESIMPULAN

20

Page 21: Diagnosis Dan PL Esotropia

1. Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes

dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.

2. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan motorik dan

sensorik penglihatan.

3. Penatalaksanaan adalah terapi non-bedah dan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Diagnosis Dan PL Esotropia

1. Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam

gangguan penglihatan pada anak. Dalam : The 4th Sumatera

Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006

2. Ilyas S. Strabismus. Dalam : Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta, 2004 : 227-58

3. Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file :

http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm

4. Asbury T. Strabismus. Dalam : Oftalmologi umum. Edisi 14. Widya

Medika, Jakarta. 2000 : 240-60

5. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4 th Sumatera

Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006

22

Page 23: Diagnosis Dan PL Esotropia

23