Upload
rhapsody-andantio
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PAPER MIKROBIOLOGI
FERMENTASI PERMUKAAN
OLEH
KELOMPOK IV GENAP
ANGGOTA :
1. DWIYANTO (1110421018)
2. CINTHYA LARASSATI (1110422010)
3. YOLI YULIALDI (1110423044)
4. DELLA FARADILA (121042 )
5. ELFIRAHMI (121042 )
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2013
FERMENTASI PERMUKAAN
Fermentasi merupakan suatu disimilasi senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh aktifitas
mikroorganisme. Disimilasi merupakan reaksi kimia yang membebaskan energi melalui perombakan
nutrient. Pada proses disimilasi senyawa substrat yang merupakan sumber energi diubah menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Mikroba yang banyak digunakan dalam proses fe rmentasi adalah
khamir, kapang dan bakteri. Secara komersial, fermentasi dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1. Fermentasi yang menghasilkan sel mikroba atau biomassa
2. Fermentasi yang menghasilkan enzim mikroba
3. Fermentasi yang menghasilkan metabolit mikroba baik primer maupun sekunder
4. Fermentasi yang memodifikasi bahan yang disebut pula dengan proses transformasi
Proses fermentasi jika ditinjau berdasarkan cara operasinya, maka dapat dibedakan menjadi
2 (Iman, 2008), diantaranya :
1. Fermentasi cair
2. Fermentasi padat
1. Fermentasi cair
Contoh produk: etanol, protein sel tunggal, antibiotic, pelarut organic, kultur starter,
dekomposisi selulosa, pengolahan limbah cair, beer, glukosa isomerase, dan lain sebagainya.
Pada proses fermentasi cair dapat dibedakan menjadi 2 (Bambang, 2010), diantaranya :
1. Fermentasi bawah permukaan (submerged fermentation)
Contoh produk : etanol, dan lain sebagainya.
2. Fermentasi permukaan (surface fermentation)
Contoh produk : tapai, oncom tempe, nata de coco, yoghurt dan lain sebagainya.
Fermentasi Permukaan dengan penggunaan mikroorganisme yang terdapat di permukaan
tetapi aktivitasnya sampai kedalam permukaan (enzim). Bagian fermentasi permukaan :
o medium padat
o medium semi padat
o medium cair
Contoh produk dari fermentasi permukaan yaitu;
1. Fermentasi tempe
2. Fermentasi oncom
3. Fermentasi tape
4. Fermentasi nata de coco dan sebagainya (Rahman, 1992).
1. Fermentasi Tempe
Jenis tempe sebenarnya sangat beragam, bergantung pada bahan dasarnya, namun yang
paling luas penyebarannya adalah tempe kedelai. Untuk membuat tempe, selain diperlukan
bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme,
dalam hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis
kapang dari genus Rhizopus, antara lain :
a. Rhyzopus oligosporus
b. Rhyzopus stolonifer
c. Rhyzopus arrhizus
d. Rhyzopus oryzae
Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan
memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut
meningkatkan kadar protein tempe sampai 9x lipat (Pederson, 1971).
Gambar 1. Proses Pembuatan Tempe
Sumber : Pederson, 1971
Rhizopus sp.Rhizopus sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pembuatan
tempe. Sporangiosporenya kering dan sangat mudah ditiup angin sehingga dapat dengan
mudah mencemari laboratorium. Spesies-spesies dari Rhizopus sering ditemukan pada tanah,
buah yang busuk, dan tanaman. Miselium Rhizopus terdiri dari dua jenis, satu tertanam dalam
lapisan dan yang lainnya seperti antena membentuk stolon. Sporangiophore yang dibentuk
biasanya dalam grup-grup dua, tiga, atau lebih tetapi bisa juga hanya satu. Sporangia
berbentuk sama, bundar atau hampir bundar dengan bagian tengah yang agak rata, pertama-
tama berwarna putih, kemudian saat dewasa berubah menjadi hitam kebiruan. Spesies-spesies
Rhizopus yang dikenal antara lain R. nigricans, R. oryzae, R. arrhizus, R. cohnii, R. nodosus,
R. oligosporus, dan R. stolonifer (Alexopaulos, 1979).
Gambar 2. Rhizopus oligosporus
2. Fermentasi Oncom
Oncom merupakan sumber gizi yang potensial untuk masyarakat, karena dengan adanya
proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks, akan
terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan
dimanfaatkan oleh tubuh (Hesseltine, 1961).
Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Perbedaan kedua jenis
oncom tersebut terletak pada jenis kapang. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora
sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah muda, dan warna peach. Sedangkan
oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus. Jadi, warna merah atau hitam
pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan
dalam proses fermentasi. Oncom dapat dibuat dari kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan
baku lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat
mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang
peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel
kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang
berbau sedap dan harum (James M. Jay, 2000).
Proses fermentasi oleh kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus dapat
mencegah terjadinya efek flatulensi (kembung perut). Selama proses fermentasi oncom,
kapang akan menghasilkan enzim alpha-galaktosidase yang dapat menguraikan rafinosa dan
stakhiosa kedelai sampai pada level yang sangat rendah, sehingga tidak berdampak pada
terbentuknya gas. Pada saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah
sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain,
terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu memproduksi racun aflatoksin. Kapang
Aspergillus flavus juga biasanya tumbuh pada kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah
jelek mutunya sehingga sangat dianjurkan menggunakan bahan baku yang baik mutunya
untuk mencegah terbentuknya racun aflatoksin. Akan tetapi kita tidak perlu terlalu khawatir
dengan racun aflatoksin, karena kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus
mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin (James M. Jay, 2000).
Oncom segar yang baru jadi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu ruang,
setelah itu oncom akan rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang
mendegradasi protein seingga terbentuk ammonia, yang menyebabkan oncom tidak layak lagi
dikonsumsi (Sarwono, 2005).
Ragi yang digunakan dalam pembuatan oncom merupakan ragi jenis campuran
fungi/mixed culture. Penggunaan ragi yang baik sangat penting sehingga akan dihasilkan
oncom dengan kualitas baik. Ragi mixed culture yang digunakan dalam fermentasi oncom
terdiri dari campuran kelompok mikroba Neurospora sitophila, Penicillium, Mucor, dan
Rhizopus. Jenis kapang yang berperan penting dalam pembuatan oncom adalah Neurospora
sithophila (James M. Jay, 2000).
Neurospora sitophila
Neurospora sitophila (Neuron : urat saraf atau berurat loreng-loreng, spora, sitos : makanan,
dan philos : menyukai) merupakan salah satu spesies dari genus Neurospora yang memiliki
spora berbentuk seperti urat saraf berloreng-loreng. Neurospora sitophila sering terdapat
pada produk-produk bakeri dan menyebabkan kerusakan sehingga biasanya disebut bakery
mold atau red bread-mold. Neurospora sithophila juga dikenal sebagai jamur oncom. Dalam
proses fermentasi Neurospora sitophila berkembang biak dan menjadikan makanan menjadi
berwarna kuning-kemerahan. Jika Neurospora sitophila menyerang laboratorium mycology
atau bakteriologi sebagai kontaminan, maka dapat menimbulkan bahaya pada kultur dan
sangat sulit untuk dihilangkan karena banyaknya jumlah konidia yang mudah menyebar yang
diproduksi dan karena pertumbuhannya yang sangat cepat (Gilman, 1957).
Dua spesies lain dari Neurospora sitophila adalah Neurospora crassa dan Neurospora
tetrasperma. Sebelumnya Neurospora sithophila dinamakan Monilia sithophila. Hal ini
disebabkan oleh belum diketahuinya alat perkembangbiakan dari Neurospora sithophila.
Sebelum diketahui alat perkembangbiakannya, jamur ini tergolong kelas Deuteromycetes.
Nama ilmiahnya adalah Monilia sitophila (monile = manik-manik kalung, sitos = makanan,
philos = menyukai). Setelah diketahui alat perkembangbiakannya, maka kapang ini
digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes lalu nama spesies ini diganti menjadi Neurospora
sitophila (Alexopaulos, 1979). Hifa aerial Neurospora sitophila yang membentuk sejumlah
miselium dapat dikenali dengan mudah dari sejumlah massa berwarna pink dan konidia oval
yang terdapat pada rantai di conidiophores yang bercabang. Jamur ini dapat menggandakan
dirinya secara tidak terbatas dengan cara aseksual (Dube, 1990).
Neurospora, seperti kebanyakan anggota Sordariaceae lainnya, adalah organisme
yang pertumbuhannya sangat cepat tetapi askosporanya membutuhkan perlakuan khusus
untuk tumbuh sebagaimana dilakukan pada Sordariaceae lainnya. Sel hifanya memiliki inti
banyak (multinucleate). Miseliumnya berpigmen dengan jumlah pigmen bervariasi
tergantung substratumnya (Gilman, 1957).
Neurospora sitophila dan Neurospora crassa bersifat octosporous, hermaphrodit dan
heterothallic. Unsur betinanya diwakili oleh protoperithecia, dimana setiap multinucleate
askogonium ditempelkan. Askogonia menghasilkan cabang hifa panjang yang berfungsi
sebagai trichogynes. Antheridia tidak dihasilkan. Unsur jantan diwakili oleh mikrokonidia
yang diproduksi dalam rantai di microconidiophores; sejenis konidia, yang juga dapat
menyalurkan nuclei ke receptive trichogynes. Dalam spesies ini, ditemukan bahwa peran
organ seks jantan tidak terlalu besar dan fungsi seksual dikerjakan oleh bagian khusus dari
thallus (Alexopaulos, 1979).
Gambar 3. Neurospora sitophila
3. Fermentasi Tape
Tape adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi dimana terjadi suatu perombakan
bahan – bahan yang tidak sederhana. Zat pati yang ada dalam singkong diubah menjadi
bentuk yang sederhana yaitu gula engan bantuan suatu organisme yang disebut ragi.Tape
mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis dan sedikit mengandung alkohol.
Selama fermentasi, tape mengalami perubahanperubahan biokimia akibat aktivitas
mikroorganisme. Pada dasarnya semua bahan pangan yang kaya akan karbohidrat dapat
diolah menjadi tape. Berdasarkan bahan bakunya, dikenal berbagai jenis tape yaitu tape
ketan, tape singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar dan tape sukun, akan
tetapi dewasa ini yang paling populer adalah tape singkong dan tape ketan (Buckle , 1988).
Tabel 1. Peranan Mikroba dalam ragi tape
Proses fermentasi tape :
Merupakan fermentasi yang komplek, tidak boleh anaerob dan aerob
Kerja amilase merobak pati menjadi gula
Gula asam laktat
Alkohol asam asetat
(Fardiaz, 1993).
Gambar 4. Produk Tape
Sumber : Fardiaz, 1993
4. Fermentasi Nata de Coco
Nata De Coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas
Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai
dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan suatu
lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal.
Pembuatan Nata de Coco yaitu pemanfaatan sumber gula sebagai sumber tenaga, sebagian
gula disintetis menjadi selulosa atau Nata, sebagian gula diuraikan menjadi asam cuka yang
menurunkan derajat keasaman (pH) medium sampai 3.0 – 2.5 sehingga medium semakin
asam. Untuk dapat menghasilkan masa yang kokoh, kenyal, tebal putih, dan tembus pandang,
diperlukan suhu inkubasi (pemeraman) komposisi, dan derajat keasaman (pH) media
(Fardiaz, 1993).
Tahapan pembuatan nata de coco :
Pemeliharaan Kultur Murni Acetobacter xylinum
Persiapan Substrat
Penyiapan Starter
Fermentasi
Gambar 5. Produk Nata de coco
Sumber : Fardiaz, 1993
5. Fermentasi Yogurt
Untuk membuat yoghurt, susu dipasteurisasi terlebih dahulu, selanjutnya sebagian besar
lemak dibuang. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt, yaitu
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. (Lactobacillus bulgaricus lebih
berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan
pada pembentukan cita rasa yoghurt.) Kedua bakteri tersebut ditambahkan pada susu dengan
jumlah yang seimbang, selanjutnya disimpan selama ± 5 jam pada temperatur 45oC. Selama
penyimpanan tersebut pH akan turun menjadi 4,0 sebagai akibat dari kegiatan bakteri asam
laktat (Rahman, A. 1992)
Proses fermentasi yoghurt berlangsung melalui penguraian protein susu. Sel-sel
bakteri menggunakan laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah
laktosa tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim β-
galaktosidase. Proses fermentasi akhirnya akan mengubah glukosa menjadi produk akhir
asam laktat. Laktosa → Glukosa+Galaktosa →Asam piruvat → Asam laktat+CO2+H2O.
Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil fermentasi susu ini
merubah tekstur susu menjadi kental. Hal ini dikarenakan protein susu terkoagulasi pada
suasana asam, sehingga terbentuk gumpalan. Proses ini memakan waktu 1-3 hari yang
merupakan waktu tumbuh kedua bakteri, dan bekerja menjadi 2 fasa, kental dan bening encer
dan rasanya asam (Fardiaz, 1993).
Setelah diketemukannya jenis bakteri Lactobacillus yang sifat-sifatnya dapat
bermanfaat bagi manusia dan dapat dibuat menjadi yoghurt, maka berkembanglah industri
pembuatan yoghurt. Yoghurt ini dibuat dari susu yang difermentasikan dengan menggunakan
bakteri Lactobacillus, pada suhu 40 derajat celcius selama 2,5 jam sampai 3,5 jam. Asam
laktat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dapat mengubah susu menjadi yogurt yang
melalui proses fermentasi (Fardiaz, 1993).
Gambar 5. Produk Nata de coco
Sumber : Fardiaz, 1993
DAFTAR PUSTAKA
Alexopaulos. 1979.
Buckle, Edward, dan Fleed, Watton. 1988. Ilmu Pangan. UI Press : Jakarta
Dube. 1990.
Fardiaz, S.1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Gilman. 1957.
Hesseltine. 1961.
Iman. 2008.
James M. Jay. 2000.
Pederson, C. S. 1971. Microbiology of Food Fermentations. The Avi Publishing Co., Inc,
Westport, Connecticut, 1 – 246
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan : Jakarta, 33 – 35, 149 –162
Sarwono. 2005.