Upload
james-gomez
View
55
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kecap merupakan hasil fermentasi substrat padat. bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kedelai kuning. Parameter yang diamati mencakup warna, kekentalan, kemanisan, dan aroma.
Citation preview
Acara II
KECAP
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :
Nama : Amelia Gita Fransiska MarkusNIM : 11.70.0057
Kelompok A5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN KECAP
Hasil pengamatan uji sensori pada produk kecap semua kelompok dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan uji sensori kecapKel Perlakuan Konsentrasi
Gula (gram)Aroma Rasa Warna Kekentalan
A1 0,5% Inokulum 1000 +++ + +++ +A2 0,5% Inokulum 1500 ++ + +++ +A3 0,75% Inokulum 2000 ++ ++ ++ +A4 0,75% Inokulum 2500 ++ ++ ++ +A5 1% Inokulum 3000 + +++ ++ ++
Keterangan:Aroma Kekentalan Rasa Warna+ : kurang kuat + : kurang kental + : kurang manis + : kurang hitam++ : kuat ++ : kental ++ : manis ++ : hitam+++ : sangat kuat +++ : sangat kental +++ : sangat manis +++ : sangat hitam
Berdasarkan Tabel 1. Diketahui bahwa data tiap kelompok yang dihasilkan berbeda-
beda. Pada kelompok 1 dengan penggunaan inokulum sebesar 0,5% dan gula sebanyak
1000 gram didapatkan aroma kecap sangat kuat, rasa kurang manis, warna sangat hitam
dan kekentalan kurang kental. Pada kelompok 2 dengan penggunaan inokulum sebesar
0,5% dan gula sebanyak 1500 gram dihasilkan produk kecap dengan aroma kuat, rasa
kurang manis, warna sangat hitam dan kekentalan kurang kental. Pada kelompok 3
dengan penggunaan inokulum sebesar 0,75% dan gula sebanyak 2000 gram dihasilkan
produk kecap dengan aroma kuat, rasa manis, warna hitam dan kekentalan kurang
kental. Pada kelompok 4 dengan penggunaan inokulum sebesar 0,75% dan gula
sebanyak 2500 gram dihasilkan aroma kecap kuat, rasa manis, warna hitam dan
kekentalan kurang kental. Sedangkan, kelompok 5 dengan penggunaan inokulum 1 %
dan gula sebanyak 3000 gram memiliki aroma kecap kurang kuat, rasa sangat manis,
warna hitam dan tingkat kekentalannya adalah kental.
1
2. PEMBAHASAN
Salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang dapat memperkuat flavor dan
warna pada bahan makanan lain seperti ikan dan daging adalah kecap. Kecap dapat
digunakan sebagai bumbu penyedap hal ini dikarenakan adanya kandungan asam
glutamat yang berkontribusi terhadap rasa. Dan berdasarkan rasa dan juga kekentalan
kecap dapat dibedakan menjadi kecap manis dan kecap asin (Rahman, 1992).
Sedangkan menurut SNI 01-354-1994 kecap diartikan sebagai produk makanan cair
berasal dari fermentasi atau hidrolisis kacang kedelai dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Kecap sudah lama dikenal
secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dengan konsistensi
cair, berwarna cokelat gelap dan beraoma daging (Winarno, 1986).
Berdasarkan jurnal dari Elbashiti (2010), dengan judul Isolation and Identification of
Aspergillus oryzae and the Production of Soy sauce with New Aroma yang mengatakan
bahwa soy sauce merupakan cairan cokelat tua asin yang khas dan citarasa daging.
Kecap ini biasa digunakan sebagai bumbu pemberi rasa asin pada makanan oriental.
Beliau mengatakan bahwa Aspergillus oryzae merupakan anggota dari A. flavus dimana
diketahui bahwa meraka dapat memproduksi spora dengan warna kuning hijau hingga
cokelat olive. A. falvus dan A.paraciticus diketahui dapat memproduksi senyawa potensi
karsinogenik yaitu aflatoksin. Dikeathui bahwa fermentasi koji, memproduksi enzim
seperti α-amilase untuk melepaskan gula dari substrat sehingga dapat digunakan untuk
fermentasi yeast. Biasanya strain A.oyzae digunakan pada suhu 25-30°C. Sedangkan,
fermentasi moromi dimulai dengan mencampurkan fermentasi biji kedelai dengan
larutan garam.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui prinsip dan cara
pembuatan kecap selain itu dapat menjelaskan proses fermentasi yang terjadi pada
proses pembuatan kecap. Kecap biasa berasal dari kedelai hitam atau kacang-kacangan
lainnya. Kecap memiliki pH 4,9-5,0 (Rahman, 1992). Feng et al., (2013), mengatakan
bahwa kecap mengandung komponen senyawa flavor organik yang volatil seperti
alkohol, ester, fenol, asam dan heterosiklik. Pada praktikum ini digunakan kedelai
2
3
kuning biasa. Hal ini sesuai dengan teori dari Tortora et al., (1995), yang mengatakan
bahwa selain menggunakan kedelai hitam, kedelai kuning juga dapat digunakan untuk
membuat kecap baik dalam bentuk utuh maupun hancur.
Tahapan yang dilakukan oleh praktikan mencakup tahap persiapan kedelai, fermentasi
kapang, fermentasi dengan larutan garam dan pemasakan. Hal ini sesuai dengan teori
dari Yanfang & Wenyi (2009), yang mengatakan bahwa langkah utama dalam produksi
kecap adalah perlakuan panas pada bahan baku, fermentasi kapang, fermentasi moromi
termasuk aging, dan pasteurisasi. Pada tahap awal yaitu persiapan kedelai praktikan
merendam 500 gram kedelai kuning selama 1 malam yaitu 12 jam dalam air. Tortora et
al., (1995) mengatakan bahwa perendaman kedelai berfungsi untuk menghidrasi air
kedalam kedelai sehingga pada proses pemasakan tidak mmerlukan waktu yang lama
karena kedelai akan mudah lunak. Dan kemudian kulit ari dari kedelai baik yang
mengapung maupun masih melekat pada kedelai di lepas. Setelah perendaman
kemudian kedelai ditiriskan dan direbus dalam air. Api kompor dimatikan ketika air
sudah mendidih. Tujuan dari perebusan ini adalah menginaktifasi zat antinutrisi, bau
langu dan mikroorganisme yang ada di kedelai, selain tu dengan perebusan biji kedelau
dapat menjadi lunak dan protein inhibitor dapat rusak (Tortora et al.,1995). Setelah
matang kedelai kembali ditiriskan dan setelah suhu menurun dan setengah kering
kemudian dimasukkan inokulum. Kedelai matang diletakkan didalam tampah yang telah
dilapisi oleh daun pisang yang sudah di bersihkan terlebih dahulu. Kedelai matang
diletakkan secara merata. Kedelai yang digunakan tidak boleh sampai kering (Gambar
1.) hal ini dikarenakan kapang merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
kondisi yang lembab. Hal ini dibuktikan pada percobaan pertama dan kedua ketika
kedelai yang digunakan benar-benar kering maka kapang tidak dapat tumbuh dan
membentuk miselium sehingga membentuk seperti tempe (Gambar 2). Ketika pada
percobaan ke-3 dimana kedelai yang diguanakan sedikit lembab barulah kapang dapat
tumbuh dan dapat membentuk miselium seperti tempe (Gambar 3). Hal ini sesuai
dengan teori dari Atlas, (1984), yang mengatakan bahwa jamur membutuhkan
kelembaban untuk tumbuh supaya pada permukaan kedelai dan mengakumulasi
beberapa enzim termasuk proteinase dan amylase. Proteinase berperan sebagai pengurai
4
protein menjadi asam amino dan amylase berperan sebagai pengurai karbohidrat
menjadi gula sederhana.
Gambar 1. Kedelai dikeringkan Gambar 2. Tidak terbentuk miselium
Gambar 3. Kapang tumbuh dan membentuk miselium
Berdasarkan jurnal dari Mao, et al., (2013), dengan judul Biochemical changes in the
Fermentation of the Soy sauce Prepared with Bittern yang mengatakan bahwa soy sauce
merupakan bumbu dapur yang biasanya di konsumsi di China, Kore, dan Jepang.
Menurut beliau soy sauce memiliki efek yang baik bagi kesehatan manusia seperti
membantu dalam penyerapan zat besi. Fermentasi dari soy sauce sangat kompleks
dimana terjadi sakarifikasi pati, degradasi karbohidrat, fermentasi alkohol, proteolisis,
pembentukan aroma, reaksi pantotenat dan reaksi Maillard dan masih banyak lainnya
lagi. Konvensional proses biasanya dilakukan secara batch dimulai dengan pembuatan
kedelai sebagai fermentasi substrat padat dengan penggunaan spesies Aspergillus dalam
campuran kedelai dan gandum dengan rasio yang jelas. Selama fermentasi aerobik 2
hingga 3 hari pada suhu 30°C. Aspergillus memproduksi enzim ekstraseluler. Setelah itu
kapang pada bahan baku di campur dengan air garam. Solusi garam disimpan pada suhu
5
40-50°C. pada solusi garam enzim dari Aspergillus melanjutkan untuk menghidrolisa
kedelai dan gandum sebagai hasilnya soysauce didapatkan.
Setelah itu pada tahap kedua adalah penginokulasian kapang. Pada praktikum ini
digunakan inokulum komersial untuk tempe. Menurut Astawan & Astawan (1991),
tahap kedua yaitu fermentasi kapang dimana kapang yang digunakan adalah Aspergillus
oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp. Kosentrasi inokulum
yang digunakan berbeda pada kelompok 1 dan 2 digunakan 0,5%, kelompok 3 dan 4
digunakan 0,75% dan pada kelompok 5 digunakan 1 % inokulum. Kemudian diinkubasi
pada suhu ruang selama 2 hari. Fermentasi yang dilakukan tidak boleh teralu cepat
karena enzim yang dihasilkan oleh kapang akan menjadi sedikit dan komponen-
komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting belum terbentuk. Namun demikian
fermentasi yang terjadi juga tidak boleh terlalu lama hal ini dikarenakan enzim yang
dihasilkan banyak dan hal ini mengakibatkan cita rasa yang dibentuk menjadi kurang
baik. Su et al. (2005), mengatakan bahwa enzim yang dihasilkan kapang selama
fermentasi, seperti amilase, maltase, fosfatase, lipase dan proteinase berpengaruh
terhadap rasa kecap yang juga dipengaruhi oleh hasil pemecahan komponen gizi. Suhu
inkubasi pada tahap ini yaitu 25-30°C yaitu suhu ruang (Gambar 4).
Gambar 4. Penginkubasian pada suhu ruang
Setelah diinkubasi selama 2 hari maka kedelai akan ditumbuhi kapang dan disebut
sebagai koji. Selanjutnya koji di keringkan dengan menggunakan dehumidifier selama 3
jam. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kapang yang melekat pada substrat, kapang
6
sudah tidak lagi digunakan pada tahap berikutnya (Tortora, et al., 1995).
Gambar 5. Koji Gambar 6. Koji yang sudah dipotong
Gambar 7. Koji siap untuk dimasukkan kedalam dehumidifier
Setelah 3 jam dikeringkan maka tahap selanjutnya adalah tahap fermentasi dalam
larutan garam. Sementara menunggu jam pengeringan koji selesai praktikan membuat
larutan garam 20%. Dimana sebanyak 200 gram garam dilarutkan kedalam 1 liter
aquades. Tahap fermentasi garam ini disebut moromi. Hal ini bertujuan untuk
memelihara bakteri yang penting dalam fermentasi kecap yaitu Lactobacillus delbruckii
dan ragi Hansenula sp., karena bakteri dan ragi tersebut bekerja pada tahap moromi.
Konsentrasi garam sebesar 20% ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa sederhana
hasil hidrolisis pada tahap fermentasi kapang dan juga untuk menimbulkan rasa asin.
Selain itu pada kondisi seperti ini tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh pada
media ini sehingga berperan sebagai medium selektif untuk mencegah pertumbuhan
mikroba berbahaya namun bakteri yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma masih
dapat tumbuh seperti misalnya bakteri halofilik (Astawan &Astawan, 1991).
7
Berdasarkan jurnal yang berjudul Biochemichal changes in low- salt fermentation of
solid state soy sauce dikatakan bahwa dengan fermentasi kecap dengan menggunakan
medium padat dengan kadar garam yang rendah akan maka pada hari ke 15 masa
pematangan akan mengakibatkan peningkatan total kandungan nitrogen, nitrogen
formol titrasi, asam amino bebas, gula pereduksi, total gula dan warna cokelat. Namun
diikuti dengan penurunan nilai pH selama masa fermentasi. Analisis dari asam amino
bebas terlihat bahwa banyak kandungan dari asam glutamat, asam aspartat, alanin, dan
leusin merupakan asam amino yang paling tinggi diantara asam amino lainnya.
Sehingga hal ini mengindikasikan bahwa asam-asam amino inilah yang berkonstribusi
terhadap rasa dan flavor dari fermentasi substrat padar dengan kadar garam yang rendah
(Yanfang, et al., 2009)
Proses moromi yang dilakukan berlangsung selama 8 hari dan selama fermentasi ini
berlangsung setiap hari seharusnya diaduk sesekali dan dijemur selama 30 menit
dibawah cahaya matahari. Tujuan pengadukan ini yaitu agar garam dapat homogen
dalam menyentuh permukaan substrat serta memberikan udara untuk merangsang
pertumbuhan khamir dan bakteri (Tortora et al., 1995). Dikatakan didalam jurnal yang
berjudul Effect of Temperature on Moromi fermentation of sauce with intermitternt
aeration bahwa pada saat fase moromi maka nilai pH akan menurun dari pH 7 menjadi
4,88. Juga soy sauce memiliki konsentrasi etanol yang rendah ketika suhu moromi yang
digunakan adalah 45°C. menurut penelitian diketahui bahwa perbedaan suhu pada tahap
moromi tidak mempengaruhi kandungan nitrogen secara signifikan. Sedangkan suhu
45°C meningkatkan waktu aging dari soy sauce dan mengakibatkan kandungan etanol
yang rendah dan nilai pH lebih tinggi. Bagaimanapun juga kandungan nitrogen pada soy
sauce tidak terpengaruh secara signifikan dengan suhu fermentasi yang berbeda (Wu, et
al., 2010).
8
Gambar 8. Tahap moromi Gambar 9. Proses Penjemuran selama 30 menit
Setelah perendaman selama 8 hari dalam larutan garam maka hasil fermentasi disaring
hingga didapatkan 250 ml air hasil fermentasi. Kemudian air tersebut dimasak dengan
ditambahkan bahan-bahan lain seperti air 750 ml, ketumbar 3 gram (yang sudah
disangrai), kayu manis sebanyak 20 gram, bunga peka sebanyak 1 buah, laos seukuran
satu ruas jari dan gula jawa (yang sudah dihaluskan) dengan konsentrasi yang berbeda
tiap kelompoknya. Pada kelompok 1 digunakan gula jawa sebanyak 1000 gram, pada
kelompok 2 digunakan 1500 gram, pada kelompok 3 digunakan 2000 gram, pada
kelompok 4 digunakan 2500 gram dan pada kelompok 5 digunakan 3000 gram gula
jawa. Gula merupakan komponen yang penting dikarenakan kecap yang akan dihasilkan
adalah kecap manis. Hal ini sesuai dengan teori dari Santoso (1994), yang mengatakan
bahwa gula kelapa digunakan untuk menentukan jenis kecap yang dihasilkan apakah
kecap asin atau kecap manis dengan patokan setiap satu liter filtrat membutuhkan 2 kg
gula kelapa. Sedangkan menurut Kasmidjo (1990), bahwa gula kelapa yang
ditambahkan mempengaruhi viskositas, flavor spesifik, dan warna dari produk kecap
yang dihasilkan. Warna dari kecap dapat terbentuk karena adanya reaksi antar asam-
asam amino dengan gula pereduksi. Jenis gula yang ada dalam kecap contohnya adalah
glukosa, galaktosa, maltose, xilosa, arabinosa dan komponen gula alkohol seperti
gliserol dan manitol.
9
Gambar 10. Penyaringan setelah tahap moromi Gambar 11. Ketumbar disangrai
Gambar 12. Penghalusan gula jawa Gambar 13. Bahan yang digunakan
Pada tahap terakhir yaitu pemasakan dilakukan didalam wajan besar dimana gula jawa
dimasukkan terlebih dahulu ketika sudah larut maka bumbu lain dapat dimasukkan.
Gambar 14. Proses pelarutan gula jawa Gambar 15. Proses pemasukan bumbu
10
Gambar 16. Produk kecap yang dihasilkan kelompok 1-6 (kiri ke kanan)
Diketahui bahwa pada kelompok 1 dan 2 dengan penggunaan inokulum sebesar 0,5%,
pada kelompok 3 dan 4 inokulum sebesar 0,75% digunakan dan pada kelompok 5
sebesar 1% inokulum digunakan menurut Masashi (2006) bahwa koji yang dihasilkan
semakin rata dan baik. Juga semakin tinggi penggunaan inokulum maka kontaminasi
akan semakin rendah karena kontaminan kalah bersaing dengan kapang dalam
memanfaatkan nutrisi untuk tumbuh. Beliau menambahkan bahwa banyak sedikitnya
inokulum juga dapat mempengaruhi komponen-komponen yang ada di dalam kecap
yaitu jumlah etanol dan asam laktatnya. Kontaminasi dapat terjadi dikarenakan
inokulum terlalu sedikit sehingga kedelai sulit untuk diuraikan oleh kapang karena
waktu perendaman atau perebusan yang kurang. Juga dikatakan oleh teori dari Sumague
et al. (2008), bahwa bakteri kelompok Bacillaceae dapat mengkontaminasi bahan pada
tahap koji maupun moromi karena tahan terhadap garam dengan konsentrasi yang
tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok 1 dengan gula sebanyak 1000 gram
didapatkan aroma kecap sangat kuat, rasa kurang manis, warna sangat hitam dan
kekentalan kurang kental. Pada kelompok 2 dengan penggunaan gula sebanyak 1500
gram dihasilkan produk kecap dengan aroma kuat, rasa kurang manis, warna sangat
hitam dan kekentalan kurang kental. Pada kelompok 3 dengan penggunaan gula
sebanyak 2000 gram dihasilkan produk kecap dengan aroma kuat, rasa manis, warna
hitam dan kekentalan kurang kental. Pada kelompok 4 dengan penggunaan gula
sebanyak 2500 gram dihasilkan aroma kecap kuat, rasa manis, warna hitam dan
kekentalan kurang kental. Sedangkan, kelompok 5 dengan penggunaan gula sebanyak
3000 gram memiliki aroma kecap kurang kuat, rasa sangat manis, warna hitam dan
11
tingkat kekentalannya adalah kental. Dari segi aroma diketahui bahwa pada kelompok 1
hingga 4 didapatkan aroma kuat sedangkan, pada kelompok 5 didapatkan aroma kurang
kuat. Hal ini disebabkan karena bumbu rempah-rempah seperti ketumbar yang sudah
disangrai dan kayu manis juga bunga pekak dan laos. Namun pada kelompok 5 aroma
tidak kurang kuat dapat disebabkan karena penambahan gula yang melebihi batas
sehingga aroma kecap kalah. Dari segi rasa kelompok 1 dan 2, 3 dan 4 didapatkan rasa
manis sedangkan pada kelompok 5 didapatkan rasa sangat manis. Rasa manis ini
dikontribusi oleh penggunaan gula jawa atau gula merah. Tidak hanya rasa. Penggunaan
gula mempengaruhi warna dan kekentalan dari kecap yang dihasilkan (Prabandari,
1995). Dari segi kekentalan pada kelompok 5 didapatkan kental sedangkan pada
kelompok lain didapatkan kurang kental. Hal ini dikarenakan gula jawa yang digunakan
melewati batas sehingga dihasilkan kecap yang sangat kental. Sedangkan pada
kelompok lain yang jumlah penggunaan gula yang berbeda namun didapatkan
kekentalan sama hal ini disebabkan karena perbedaan tidak terlalu besar sehingga
menurut persepsi manusia adalah sama. Sedangkan penggunaan gula sebanyak 3000
gram sudah melewati batas sehingga terdapat persepsi yang berbeda.
Dari segi warna maka pada kelompok 1d an 2 sangat hitam pada kelompok 3, 4, dan 5
adalah hitam. Terbentuknya warna hitam dipengaruhi oleh penggunaan gula jawa dan
adanya ketumbar yang disangrai menjadi hitam (Prabandari, 1995). Sedangkan menurut
Dedin (2006) mengatakan bahwa warna kecap dibentuk pada saat fermentasi moromi
dan proses pemasakan. Selama pemasakan dapat terjadi warna cokelat gelap karena
adanya reaksi pencoklatan non enzimatis yaitu maillard dan karamelisasi. Hal ini sering
dijumpai pada saat pengolahan makanan. Intensitas warna ditimbulkan oleh berbagai
komponen pembentuk flavor seperti asam amino dan gula. Asam asetat, asam laktat,
asam piroglutamat, asam suksinat dan asam format juaga mempengaruhi pembentukan
warna dan flavor.
Berdasarkan jurnal dari Murooka and Mitsuo (2008), dengan judul Traditional healthful
fermented products of Japan yang mengatakan bahwa soy sauce atau dalam bahasa
Jepang disebut “Shoyu”, merupakan bumbu berbentuk cairan soy sauce tradisional
dibuat didalam tangki berkayu oleh fermentasi secara statis selama 1 hingga 2 tahun.
12
Namun sekarang soy sauce dibuat dengan system computer yang terkontrol, dari
pemasakan bahan baku hingga pembotolan. Kedelai direndam pada tekanan dan suhu
yang tinggi, sedangkan gandum di panggang. Kemudian campuran kedelai, gandum
dengan berat yang hampir sama di campur dengan kapang koji yaitu A. oryzae atau
Aspergillus sojae. Hancuran koji yang dicampur dengan NaCl (15-17% (w/v)) dan air
disebut moromi dan di fermentasi di tangki enamel atau stainless stell selama 6 – 8
bulan pada suhu ruang atau lebih tinggi dari suhu ruang. Pada tahap moromi
mengandung bakteri halotolerant lactobacilli contohnya Pediococcus soyae nov. sp.
Atau Tetragenococcus halophilus dan halotoleran yeast seperti Zygosaccharomyces
rouzii dan Candida famata. Akhirnya moromi yang sudah selesai di peras dan cairan
yang dihasilkan dipasteurisasi untuk menghasilkan soy sauce.
Soy sauce mengandung komponen bioaktif yang berpengaruh terhadap komponen rasa
seperti asam amino dan poliol yang di kontribusi oleh Aureobasidium pullulans dan
Metschnikowia koreensis dan komponen aromatik juga aktivitas biologis yang
bermacam-macam. Aktivitas tersebut termasuk aktivitas antikarsinogenik dan
antomikroba melawan Shigella flexneri, Salmonella typhi, S. enteritidis, Vibrio cholera
dan Escherichia coli O157:H7. Soy sauce juga memiliki aktivitas antioksidan yang
berhubungan dengan komponen flavor dan komponen tersebut juga berhubungan
dengan potensi aktivitas antioksidan dan antikarsinogenik. Penggunaan dari koji adalah
untuk sakarifikasi dari pati dari biji atau kedelai merupakan kunci dari persiapan
fermentasi makanan secara tradisional. Campuran dari beras yang disteam atau biji
lainnya dan spora kapang yang ditempatkan dalam piring berporos besar atau container
kayu dengan suhu dan kelembaban yang dikontrol udara yang dapat masuk
menyedianan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan kapang sehingga dapat
memproduksi enzim. Kapang yang sangat terkenal adalah A. oryzae yang digunakan
untuk produksi sake, shochu, miso, shoyu, dan berbagaimacam sawi yang dikenal
dengan naman tsukemono. Penggunaan A.oryzae dikarenakan tidak hanya A.oryzae
dapat memproduksi enzim yang tinggi tapi juga mikroba ini memiliki kemampuan yang
tinggi dalam pengubahan pati, protein dan lemak menjadi komponen bioaktif. Dan
mikroba ini tidak dapat memproduksi aflatoxin sebagai karsinogen yang kuat seperti
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus.
3.KESIMPULAN
Kecap merupakan salah satu makanan tradisional hasil fermentasi yang dapat
memperkuat flavor dan warna pada bahan makanan lain seperti ikan dan daging.
Kecap mengandung komponen senyawa flavor organik yang volatil seperti alkohol,
ester, fenol, asam dan heterosiklik.
Tahapan yang dilakukan oleh praktikan mencakup tahap persiapan kedelai,
fermentasi kapang, fermentasi dengan larutan garam dan pemasakan
Perendaman kedelai berfungsi untuk menghidrasi air kedalam kedelai sehingga pada
proses pemasakan tidak memerlukan waktu yang lama karena kedelai akan mudah
lunak.
Tujuan dari perebusan ini adalah menginaktifasi zat antinutrisi, bau langu dan
mikroorganisme yang ada di kedelai, selain tu dengan perebusan biji kedelau dapat
menjadi lunak dan protein inhibitor dapat rusak
Fermentasi koji, memproduksi enzim seperti α-amilase untuk melepaskan gula dari
substrat sehingga dapat digunakan untuk fermentasi yeast.
Fermentasi kapang dimana kapang yang digunakan adalah Aspergillus oryzae,
Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp.
Fermentasi moromi dimulai dengan mencampurkan fermentasi biji kedelai dengan
larutan garam.
Tahap fermentasi garam bertujuan untuk memelihara bakteri yang penting dalam
fermentasi kecap yaitu Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.
Proteinase berperan sebagai pengurai protein menjadi asam amino dan amylase
berperan sebagai pengurai karbohidrat menjadi gula sederhana.
Fermentasi dari soy sauce sangat kompleks dimana terjadi sakarifikasi pati,
degradasi karbohidrat, fermentasi alkohol, proteolisis, pembentukan aroma, reaksi
pantotenat dan reaksi Maillard.
Gula kelapa yang ditambahkan mempengaruhi viskositas, flavor spesifik, dan warna
dari produk kecap yang dihasilkan.
Warna dari kecap dapat terbentuk karena adanya reaksi antar asam-asam amino
dengan gula pereduksi.
13
14
Semakin tinggi penggunaan inokulum maka kontaminasi akan semakin rendah
karena kontaminan kalah bersaing dengan kapang dalam memanfaatkan nutrisi
untuk tumbuh.
Penggunaan dari koji adalah untuk sakarifikasi dari pati dari biji atau kedelai
merupakan kunci dari persiapan fermentasi makanan secara tradisional
Semarang, 6 Juni 2014 Asisten Dosen
Katharina Nerissa A. A.
Amelia Gita Fransiska M11.70.0057
4. DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York
Dedin, Dedi Fardiaz, Anton Apriyanto, Nuri Andarwulan. (2006). Isolasi Dan Karakterisasi Melanoidin Kecap Manis Dan Peranannya Sebagai Antioksidan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XVII No.3 Th. 2006. Program Studi Ilmu Pangan IPB. Bogor.
Elbashiti, T., Amal, and Abboud. 2010. Isolation and Identification of Aspergillus oryzae and the Production of Soy sauce with New Aroma. Pakistan Journal of Nutrition. Vol 9(12): 1171-1175.
Feng, J; X. Zhan, Z. Zheng; D. Wang; L. Zhang & C. Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292–305.
Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Mao, Guoqing, Xinyong, Meilin and Shinyang G. 2013. Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy sauce Prepared with Bittern. Advanced Journal of Food Science and Technology. Vol 5(2): 144-147.
Masashi, K. (2006). Method of Brewing Soy Sauce. http://osdir.com/patents/Food-processes/Method-brewing-soy-sauce-07056543.html. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014.
Murooka, Y and Mitsuo. 2008. Tradtional healthful fermented products of Japan. J. Ind Microbiol Biotechnol. Vol 35 :791-798.
Prabandari, E. (1995). Cara Membuat Kecap. Balai Pustaka. Semarang.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Santoso, H. B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Su, N; M. Wang; K. Kwok & M. Lee. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. J. Agric. Food Chem. 2005, 53, 1521-1525.
Tortora, G. J.; R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.
15
16
Winarno, F. G. (1986). International Soyfoods Symposium. Yogyakarta, September. Organized by Food Technology Development Centre, Bogor Agricultural University.
Wu, T., Mun, Lee, and Lithnes K. 2010. Effect of Temperature on Mormi fermentation of Soy sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology. Vol 9(5): 702-706.
Yanfang, Z. & T. Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology.
Yanfang, Z., Wang, and Tao W.2009. Biochemichal changes in low- salt fermentation of solid state soy sauce. African Journal of Biotechnology. Vol 8(24) : 7024-7034
5. LAMPIRAN
5.1. Jurnal
5.2.Laporan Sementara
17