27
FOTOGRAFI FORENSIK Disusun oleh : JIPI EKA PERKUSI - 12100113009 PEPI NUR AFIFAH 121001103059 ANGGA MUNAWAR-12100113052 OSHIN - 12100113042 RIRI NELIWANTI-12100113050 REZKY DWI PUTRI -12100113055 Preseptor : dr. Arya Yudhistira, SpF ILMU BAGIAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS BHAYANGKARA SARTIKA ASIH 2015

FOTOGRAFI FORENSIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penjelasan mengenai fotografi pada dunia forensik

Citation preview

Page 1: FOTOGRAFI FORENSIK

FOTOGRAFI FORENSIK

Disusun oleh :

JIPI EKA PERKUSI - 12100113009

PEPI NUR AFIFAH – 121001103059

ANGGA MUNAWAR-12100113052

OSHIN - 12100113042

RIRI NELIWANTI-12100113050

REZKY DWI PUTRI -12100113055

Preseptor :

dr. Arya Yudhistira, SpF

ILMU BAGIAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA

RS BHAYANGKARA SARTIKA ASIH

2015

Page 2: FOTOGRAFI FORENSIK

FOTOGRAFI FORENSIK

SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA-RS BHAYANGKARA SARTIKA ASIH

2015

1. Definisi Forensik

Ilmu kedokteran forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran, yang

mempelajari pemanfaatan dari ilmu kedokteran yang membantu penyeleseian masalah

hukum yang berkaitan dengan tubuh manusia dalam rangka penegak hukum dan keadilan.

Dalam perkembangan lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak semata-

mata bermanfaat dalam urusan penegak hukum dan keadilan dilingku pengadilan saja,

tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam

membantu penyeleseian klaim asuransi yang adil, baik bagi pihak yang di asuransi maupun

pihak yang mengasuransi, membantu dalam pemecahan masalah paternitas, membantu

upaya keselamatan kerja dalm bidang industri dan otomotif dengan pengumpulan data

korban kecelakaan industri maupun kecelakaam lalu lintas dan sebagainya.

Kedokteran forensik adalah penerapan atau pemanfaaatan ilmu kedokteran untuk

kepentingan penegak hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik memepelajari hal ikhwal

manusia atau organ manusia dengan kaitanya peristiwa kejahatan.

2. Definisi forensik fotografi

Fotografi forensik (Forensic Imaging/crime scene photography) adalah suatu proses

seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat

kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan.

Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang bukti

seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan

dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik atau penyidik saat melakukan

penyelidikan atau penyidikan.

Page 3: FOTOGRAFI FORENSIK

2.1 Syarat Fotografi Forensik

a. Menggunakan metode empat sudut

b. Semua barang bukti harus di foto close up, pertama dengan tanpa skala kemudian

dengan skala, mengisi seluruh frame foto.

c. Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.

d. Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.

2.2 Batasan Fotografi Forensik

Batasan fotografi forensik meliputi :

a. Fotografi TKP

Dalam penyidikan TKP, fotografi forensik merupakan elemen penting dalam

penyelidikan. Tujuanya berguna untuk mendokumentasikan temapt kejadian perkara

termasuk lokasi korban sebelum diperiksa oleh ahli patologi forensik dan dibawa ke

kamar mayat untuk diperiksa lebih lanjut. Untuk pengumpulan dan pemeriksaan bukti

fisik seperti noda darah dan item lainya, digunakan film berwarna. Pengumpulan semua

bukti fisik pada tempat kejadian perkara. Rekaman video juga sangat membantu dalam

dokumentasi forensik.

b. Gambaran Fotografi forensik

Fotografi forensik meliputi pemeriksaan bercak darah dengan luminol, sidik jari, blood

spatter, bitr marks, memar,.

c. Fotografi otopsi

Otopsi merupakan serangkaian langkah yang diperlukan oleh ahli forensik yang

menerima infirmasi mengenai latar belakang korban, melakukan pemeriksaan luar serta

diseksi internal dan mengumpulkan sampel yang sesuai dengan tubuh untuk pengujuian

tambahan. Perawatan dilakukan oleh oleh ahli patologindalam proses ini tercermin

dalam laporan otopsi yang akurat, yang membahas pertanyaan yang paling penting

penyebab kematian.

Page 4: FOTOGRAFI FORENSIK

Syarat utama yang harus dilimiliki oleh fotografi otopsi adalah memiliki dasar

pengetahuan anatomi tubuh manusia. Pengambilan gambar dilakukan sejak tubuh

korban tiba,dimulai dari jarak terjauh dari tubuh dengan sudut pengambilan gambar

pada bagian depan dan belakang korban, dilanjutkan dengan proses serupa saat

pemeriksaan dimulai yakni, mulai dari pelepasan pakaian hingga pembersihan tubuh

korban. Close up dilakukan pada pengambilan gambar perlukaan yang ditemukan pada

tubuh korban, pada luka tembak, patah tulang, tatto, serta jaringan parut.

2.3 Pelaku fotografi (jenis-jenis fotografer)

a. Fotografi jurnalistik (photojournalism)

Fotografi jurnalistik membutuhkan fotografernya untuk memotret sesuai dengan fakta

aslinya, tidak ada perubahan atau tidak ada manipulasi terhadap peristiwa aslinya. Foto

dari fotografi jurnalistik sering berupa foto yang bermakna kuat yang melibatkan

pemirsa atau pembacanya ke dalam suatu cerita.

b. Fotografi dokumenter (Documentary Photography)

Foto dokumenter menceritakan sebuah peristiwa dengan gambar. Perbedaan utama

fotografi jurnalistik dengan fotografi dokumenter adalah bahwa fotografi dokumenter

dimaksudkan sebagai dokumen sejarah era politik atau sosial, sementara fotografi

jurnalistik berisi peristiwa tertentu atau kejadian tertentu saja. Seperti foto jurnalistik,

foto dokumenter berusaha untuk menunjukkan kebenaran tanpa manipulasi gambar.

c. Fotografi aksi (Action Photography)

Fotografer profesional yang mengambil foto aksi dapat mengkhusukan diri dalam

berbagai objek yang berbeda, fotografi olahraga adalah salah satu jenis aksi tercepat

dan paling menarik dari fotografi.

Page 5: FOTOGRAFI FORENSIK

d. Fotografi makro (Macro Photography)

Fotografi makro adalah jenis fotografi dengan pengambilan gambar dari jarak dekat

dengan obyek utama benda-benda kecil. Objek fotografi makro dapat berupa serangga,

bunga, embun atau benda lain yang di close-up sehingga menghasilkan detail yang

menarik. Fotografi ini membutuhkan peralatan yang canggih dan mahal, akan tetapi

fotografer amatir dapat berlatih dengan menggunakan mode makro pada kamera

digital. Fotografer umumnya menggunakan lensa macro agar hasil foto terlihat lebih

tajam, tapi fotografer dengan budget terbatas bisa menggunakan close-up filter,

extension tube atau reverse ring sebagai alternatif lensa macro.

e. Fotografi mikro (Micro Photography)

Fotografi mikro menggunakan kamera khusus dan mikroskop untuk menangkap gambar

objek yang sangat kecil. Kebanyakan aplikasi fotogarafi mikro paling cocok untuk dunia

ilmiah. Misalnya, fotografi yang digunakan dalam disiplin ilmu yang beragam seperti

astronomi, biologi dan kedokteran.

f. Fotografi glamour (Glamour Photography)

Fotografi glamour berusaha untuk menangkap objek dalam pose yang menekankan

kurva dan bayangan. Tujuan fotografi glamour adalah untuk menggambarkan model

dalam cahaya glamour.

g. Fotografi aerial (Aerial photography)

Seorang fotografer ariel mempunyai spesialisasi dalam mengambil foto dari udara. Foto

dapat digunakan untuk survei atau konstruksi, untuk memotret burung atau cuaca pada

film atau untuk tujuan militer. Fotografer aerial biasanya menggunakan pesawat,

parasut, balon dan pesawat remote control untuk mengambil foto dari udara.

h. Fotografi Landscape

Page 6: FOTOGRAFI FORENSIK

Fotografi Landscape adalah fotografi pemandangan alam atau dalam pengertian lain

adalah jenis fotografi yang merekam keindahan alam. Dapat juga dikombinasikan

dengan yang lain seperti manusia, hewan dan yang lainnya, namun tetap yang menjadi

fokus utamanya adalah alam. Ada beberapa sub dari fotografi landscape seperti

seascape yang lebih fokus ke laut, cityscape yang fokus ke perkotaan dan skyscape yang

fokus pada pemandangan langit.

i. Fotografi Hitam Putih/Black and White Photograph

Pada awal sejarah fotografi, fotografi hitam-putih adalah satu-satunya pilihan seorang

fotografer untuk mengambil gambar. Bahkan ketika foto berwarna sudah tersedia, foto

hitam-putih pada awalnya mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih murah untuk

mengembangkan daripada foto berwarna. Seiring dengan kualitas foto berwarna

semakin membaik, foto berwarna menjadi pilihan yang lebih populer sehingga

menyebabkan fotografi hitam-putih kurang populer. Akan tetapi fotografi hitam-putih

untuk saat ini lebih cenderung digunakan untuk menimbulkan efek tertentu yang bisa

didapat dari berbagai aplikasi editing foto sehingga foto yang dihasilkan lebih bermakna

dan menarik.

j. Fotografi Satwa/Wildlife Photography

Fotografi satwa lebih memfokuskan objek pada pengambilan gambar adalah hewan.

Page 7: FOTOGRAFI FORENSIK

k. Fotografi Portrait/Potrait Photography

Foto portrait adalah sebuah foto yang mengedepankan detail dari obyek foto, untuk

menunjukkan karakter dari sebuah obyek foto. Apabila objek adalah manusia, maka

pada umumnya mata dari obyek akan lurus menatap kepada kamera. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi “komunikasi” yang intens antara obyek dengan fotografer.

Ekspresi wajah begitu dominan untuk mengungkapkan persamaan, kepribadian, bahkan

perasaan seseorang. Pada umumnya foto portrait menampilkan ekspresi alami dari

objek yang di foto. disini mata dari objek menjadi komponen penting dari sebuah foto

portrait.

l. Fotografi Jalanan/Street Photography

Street Photography atau fotografi jalanan adalah aliran fotografi yang menarik. Sedikit

berbeda dengan foto jurnalistik yang fokusnya mengabadikan momen puncak/klimaks .

Street photography bertujuan untuk merekam kegiatan sehari-hari . Foto biasanya

diambil dari jarak dekat dan fotografer berada disekitar objek daripada dari jarak jauh.

Fotografer harus dapat mengambil gambar dengan diam-diam tapi bukan sembunyi dan

melakukannya dengan cepat dan lugas.

m. Fotografi Model

Pengertiannya sebenarnya hampir sama dengan fotografi potrait namun pada fotografi

model, fotografer memutuskan bagaimana posenya, ekspresinya, arah pandangan dan

Page 8: FOTOGRAFI FORENSIK

sebagainya. Model yang bagus adalah mereka tau bagaimana cara berpose untuk

mempermudah fotografer mendapatkan foto yang bagus.

n. Fotografi Panning

Panning adalah salah satu teknik fotografi yang digunakan untuk membekukan gerakan

benda yang bergerak. Ide dibalik teknik panning ini adalah untuk mengatasi masalah

dalam menangkap objek yang bergerak cepat. Ciri-ciri foto dengan menggunakan teknik

panning adalah fokus dengan tajam terhadap objek yang bergerak sedangkan

background nya blur atau kabur. Foto jenis ini bisa didapat dengan memanfaatkan

shutter speed rendah.

o. Fotografi Tilt Shift

Fotografi tilt shift adalah teknik fotografi yang bertujuan untuk mendapatkan hasil foto

yang tampak seperti miniatur. Teknik tilt-shift ini menggunakan lensa khusus yang

dikembangkan untuk memperbaiki perspektif dan mengatasi distorsi dengan cara

mengubah sudut lensa terhadap media (film atau sensor). Namun salah satu efek yang

paling nyata dari penggunaan lensa tilt-shift adalah menyempitnya ruang tajam (DoF -

Depth of Field) sehingga bisa menciptakan efek seperti miniatur. Seiring dengan

perkembangan teknologi digital, foto tilt shift bisa dibuat dengan memanfaatkan aplikasi

photo editor seperti Photoshop.

Page 9: FOTOGRAFI FORENSIK

p. Fotografi Light Painting

Fotografi light painting atau melukis dengan cahaya sangatlah unik. Memotret dengan

teknik light painting adalah hal yang sangat mengasyikkan dan salah satu penggunaan

kreatif shutter speed. Dalam fotografi light painting, kita membuka shutter dalam waktu

yang cukup lama (long exposure), memotret dalam kegelapan dan mengarahkan sumber

cahaya terarah (misal lampu senter) pada beberapa titik obyek foto dalam rentang

sepanjang shutter terbuka.

2.4 Teknik-teknik fotografi forensik

Teknik forensik untuk memeriksa keaslian file foto, merupakan salah satu bagian dalam

teknik fotografi forensik, yang digunakan untuk memeriksa suatu alat bukti, dalam bentuk file

gambar yang menjadi salah satu alat bukti yang bisa diajukan ke persidangan, apabila file foto

tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan hukum, selain itu juga bisa digunakan untuk

fungsi dokumentasi, analisis intelijen. Dalam pemeriksaan keaslian file foto digunakan beberapa

teknik forensik untuk pembuktian dan pemeriksaan terhadap foto tersebut baik dengan

menggunakan software yang digunakan untuk memeriksa data sensitif yang terdapat di dalam

foto dengan bantuan alat-alat dan teknik fotografi.(Peres, 2007). Berikut ini adalah tujuan

secara umum dari teknik forensik untuk memeriksa keaslian foto, yaitu :

Page 10: FOTOGRAFI FORENSIK

Bagaimana membuktikan bahwa sebuah foto adalah foto asli

Digunakan sebagai dokumen analisis intelijen

Sebagai alat bukti yang bisa diajukan dalam proses hukum dipengadilan

Pemeriksaan Metadata

Secara sederhana metadata didefinisikan sebagai informasi mengenai data. Metadata

sendiri berisi berbagai macam informasi mengenai data dari suatu file data yang secara

otomatis tertulis didalam sistem komputer, baik kita sadari maupun tanpa kita sadari.

(Sulianta,2008) Selanjutnya menurut Aryawan (2010), ditinjau dari sifatnya metadata dapat

dibedakan menjadi 2 yakni metadata intrinsik (tidak dapat diubah) dan metadata ekstrinsik

(dapat diubah). Berikut ini penjelasannya :

Metadata Intrinsik. Jenis metadata ini menampilkan informasi data yang secara natural

muncul dari proses pengambilan itu sendiri. Metadata ini mencakup format file,

resolusi, kedalaman bit, dan color space. Sifatnya yang tidak dapat berubah membuat

Metadata ini dipercaya dapat digunakan menentukan asli tidaknya sebuah foto.

Metadata ekstrinsik. Metadata ini memiliki sifat metadata yang dapat diubah. Informasi

yang terkandung diantaranya: ukuran file, tanggal dan waktu pemotretan, dan nama

fotografer.

3. Fotografi

3.1 Definisi Fotografi

Fotografi berasal dari bahasa Latin yaitu: photos adalah cahaya, sinar. Sedang

graphein berarti tulisan, gambar atau disain bentuk. Jadi, fotografi secara luas adalah

menulis atau menggambar dengan menggunakan cahaya. Gambar mati atau lukisan yang

didapat melalui proses penyinaran dengan menggunakan cahaya. Karena dalam membuat

gambar kita menggunakan alat yang disebut camera.

Page 11: FOTOGRAFI FORENSIK

3.2 Basic Fotografi

a. Jenis Kamera

Kamera memiliki beberapa jenis seperti:

1. View finder kamera

2. View kamera

3. Twin lens camera (Box)

4. S.L.R / Single Lens Reflex

5. Instamatic camera

6. Polaroid kamera

7. Kamera digital

Page 12: FOTOGRAFI FORENSIK

b. Lensa

Lensa adalah alat yang terdiri dari beberapa cermin yang berfungsi mengubah benda

menjadi bayangan, terbalik dan nyata. Lensa terletak di depan kamera. Ada beberpa jenis

lensa. Lensa normal, lensa lebar (wide) dan lensa panjang atau biasa disebut dengan lensa

tele.

Lensa normal berukuran fokus sepanjang 50 mm atau 55 mm untuk film berukuran

35 mm. Sudut pandang lensa ini hamper sama dengan sudut pandang mata manusia.

Selain lensa lebar, ada juga lensa tele. Lensa lebar bisanya mempunyai lebar

fokusnya 16-24mm. Lensa ini cocok untuk mengambil gambar pemandangan.

Page 13: FOTOGRAFI FORENSIK

Lensa tele adalah lensa yang memiliki focal length panjang. Lensa ini dapat

digunakan untuk memperoleh ruang tajam yang pendek dan dapat menghasikan prespektif

wajah yang mendekati aslinya. Lensa ini biasanya berukuran 85mm, 135mm dan 200mm.

Bisanya fotografer menggunakan lensa sesuai dengan kebutuhannya. Bila ingin

memotret benda atau objek yang dekat, atau memotret pemandangan, biasanya mereka

menggunakan lensa normal atau lensa dengan sudut lebar. Namun bila fotografer ingin

mengabadikan sebuah moment tertentu dengan jarak yang jauh, biasanya mereka

Page 14: FOTOGRAFI FORENSIK

menggunakan lensa tele. Dengan demikian, mereka tak perlu repot untuk membidik objek,

dan kerja mereka akan semakin mudah.

Lensa Zoom merupakan gabungan dari ketiga lensa diatas. Beberapa ukuran lensa

zoom adalah 35-70mm, 80-200mm,137-200mm serta 70-300mm.

Selain lensa normal dan lensa tele, ada juga jenis lensa lainnya yang biasa disebut

dengan lensa variasi atau lensa special (special lense). Biasanya lensa ini digunakan untuk

keperluan tertentu. Contohnya fish eye lens (lensa mata ikan – 180 derajat). Memotret

dengan lensa ini fotografer akan memperoleh hasil yang unik. Namun, lensa ini tidak

berfungsi untuk menyaring sesuatu kecuali mengubah pandangan guna mencapai hasil yang

menyimpang dari pemotretan biasa.

Bila fotografer ingin mengambil objek dengan ukuran kecil atau pemotretan berjarak

dekat (mendekatkan pemotret ke objek), umumnya lensa yang dipakai adalah lensa makro.

Lensa ini biasa digunakan untuk memotret benda - benda yang kecil seperti perhiasan,

Page 15: FOTOGRAFI FORENSIK

berlian, serangga, bunga dan sebagainya. Jenis ukuran lensa makro tidak sama pada setiap

merk kamera, ada yang 55mm, 60mm. Lensa ini biasanya juga dipakai untuk keperluan

reproduksi karena dapat memberikan kualitas prima dan distorsi minimal.

c. Aperture

Aperture adalah ukuran seberapa besar lensa terbuka (bukaan lensa) saat kita

mengambil foto.

Page 16: FOTOGRAFI FORENSIK

Saat kita memencet tombol shutter, lubang di depan sensor kamera kita akan

membuka, setting aperture-lah yang menentukan seberapa besar lubang ini terbuka.

Semakin besar lubang terbuka, makin banyak jumlah cahaya yang akan masuk terbaca oleh

sensor.

Aperture atau bukaan dinyatakan dalam satuan f-stop. Sering kita membaca istilah

bukaan/aperture 5.6, dalam bahasa fotografi yang lebih resmi bisa dinyatakan sebagai f/5.6.

Seperti diungkap diatas, fungsi utama aperture adalah sebagai pengendali seberapa

besar lubang didepan sensor terbuka. Semakin kecil angka f-stop berarti semakin besar

lubang ini terbuka (dan semakin banyak volume cahaya yang masuk) serta sebaliknya,

semakin besar angka f-stop semakin kecil lubang terbuka.

Page 17: FOTOGRAFI FORENSIK

Semakin tinggi f-number = aperture mengecil = cahaya yang masuk sedikit.

Semakin rendah f-number = aperture membesar = cahaya banyak yang masuk.

Page 18: FOTOGRAFI FORENSIK

Image: http://www.1people1camera.com/wp-content/uploads/2009/04/aperture.jpg

d. Shutter Speed

Secara definisi, shutter speed adalah rentang waktu saat shutter di kamera terbuka.

Secara lebih mudah, shutter speed berarti waktu dimana sensor kita ‘melihat’ subyek yang

akan kita foto. Gampangnya shutter speed adalah waktu antara kita memencet tombol

shutter di kamera sampai tombol ini kembali ke posisi semula.

Page 19: FOTOGRAFI FORENSIK

konsep ini dalam beberapa penggunaan di kamera:

• Setting shutter speed sebesar 500 dalam kamera berarti rentang waktu sebanyak 1/500

(seperlimaratus) detik. Sementara untuk waktu eksposur sebanyak 30 detik, akan

terlihat tulisan seperti ini: 30’’

• Setting shutter speed di kamera biasanya dalam kelipatan 2, jadi akan terlihat deretan

seperti ini: 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30 dst. Kini hampir semua kamera juga

mengijinkan setting 1/3 stop, jadi kurang lebih pergerakan shutter speed yang lebih

rapat; 1/500, 1/400, 1/320, 1/250, 1/200, 1/160 … dan seterusnya

• Untuk menghasilkan foto yang tajam, gunakan shutter speed yang aman. Aturan aman

dalam kebanyakan kondisi adalah setting shutter speed 1/60 atau lebih cepat, sehingga

foto yang dihasilkan akan tajam dan aman dari hasil foto yang berbayang (blur/ tidak

fokus). Kita bisa mengakali batas aman ini dengan tripod atau menggunakan fitur Image

Stabilization (dibahas dalam posting mendatang)

• Batas shutter speed yang aman lainnya adalah: shutter speed kita harus lebih besar dari

panjang lensa kita. Jadi kalau kita memakai lensa 50mm, gunakan shutter minimal 1/60

detik. Jika kita memakai lensa 17mm, gunakan shutter speed 1/30 det.

• Shutter speed untuk membekukan gerakan. Gunakan shutter speed setinggi mungkin

yang bisa dicapai untuk membekukan gerakan. Semakin cepat obyek bergerak yang

ingin kita bekukan dalam foto, akan semakin cepat shutter speed yang dibutuhkan.

Untuk membekukan gerakan burung yang terbang misalnya, gunakan mode Shutter

Priority dan set shutter speed di angka 1/1000 detik (idealnya ISO diset ke opsi auto)

supaya hasilnya tajam. Kalau anda perhatikan, fotografer olahraga sangat mengidolakan

mode S/Tv ini.

Blur yang disengaja – shutter speed untuk menunjukkan efek gerakan. Ketika

memotret benda bergerak, kita bisa secara sengaja melambatkan shutter speed kita untuk

menunjukkan efek pergerakan. Pastikan untuk mengikutkan minimal satu obyek diam

sebagai jangkar foto tersebut.

Page 20: FOTOGRAFI FORENSIK

e. Sensitivitas media sensor/ISO/ASA

Dalam fotografi tradisional atau film ISO atau ASA bisa diartikan sebagai seberapa

sensitif-kah sebuah film terhadap cahaya. Parameter ISO diukur dengan menggunakan

angka, mungkin Anda pernah melihat pada film tertera angka 100, 200, 400, 800, dan lain-

lain. Semakin rendah angka atau jumlah ISO yang tertera berarti semakin rendah juga

sensitifitas film dan lebih halus juga grain atau noise yang dihasilkan oleh film tersebut.

Page 21: FOTOGRAFI FORENSIK

Dalam fotografi digital sekarang ini ISO mengukur sensitifitas dari sensor kamera.

Prinsip yang digunakan sama dengan apa yang berlaku pada fotografi film, semakin rendah

angka ISO maka semakin rendah juga tingkat ke-sensitifan kamera terhadap cahaya, dan

semakin sedikit grain atau noise yang dihasilkan. Pengaturan ISO tinggi biasanya digunakan

untuk mendapatkan kecepatan rana yang cepat pada kondisi ruangan yang kekurangan

cahaya atau gelap, contoh: pada event olah raga indoor dan Anda ingin membekukan

gerakan aksi para atlet, dan konsekuensinya adalah hasil jepretan yang memiliki noise.

Dibawah ini merupakan ilustrasi dari hasil pemotretan dengan menggunakan ISO 50, 100,

200 dan 400.

ISO 100 pada umumnya diterima sebagai ukuran ISO yang normal dan akan

memberikan hasil yang memuaskan, sedikit noise atau grain. Kebanyakan orang lebih

memilih untuk mengatur ISO pada kamera mereka dengan 'Auto Mode', dimana kamera

akan menentukan pengaturan ISO yang tepat berdasarkan kondisi pada saat pemotretan

(setting secara otomatis serendah yang kamera bisa) tetapi kebanyakan kamera juga

memfasilitasi untuk menentukan pengaturan ISO Anda sendiri.

Apabila ingin memiliki kendali penuh terhadap kamera, dan lebih memilih pengaturan

ISO secara manual, Anda akan menjumpai bahwa itu akan berpengaruh terhadap aperture

serta shutter speed, dan pengaturan ketiga-nya harus diselaraskan untuk mendapatkan

exposure yang tepat. Sebagai contoh, jika Anda berniat meninggikan ISO dari 100 ke 400

maka Anda akan mendapatkan shutter-speed yang lebih atau aperture yang lebih kecil.

Beberapa pertimbangan dalam menentukan ISO :

• Cahaya - Apakah subyek foto cukup cahaya?

• Grain - Apakah Anda memang menginginkan foto dengan sedikit grain atau foto

rendah noise?

• Tripod - Apakah Anda sedang menggunakan tripod?

• Subyek gerak - Apakah subyek foto Anda bergerak atau diam?

Page 22: FOTOGRAFI FORENSIK

Jika ternyata subyek foto cukup cahaya, ingin sedikit noise, menggunakan tripod, dan

subyek dalam keaadaan diam, direkomendasikan untuk menggunakan pengaturan ISO

rendah. Jika lingkungan dalam kondisi kurang cahaya, dan memang menginginkan nuansa

noise/grain, tidak menggunakan tripod, atau subyek foto bergerak, mungkin sebaiknya

mempertimbangkan untuk meninggikan ISO yang berdampak pada kecepatan shutter yang

lebih tetapi masih terexpose dengan baik. Konsekuensi dari meninggikan ISO ini tentu

adalah hasil foto Anda akan lebih grain/noise

Berikut ini adalah contoh situasi-situasi yang mungkin membutuhkan ISO tinggi :

• Even olah raga indoor - subyek foto bergerak cepat dan Anda memiliki cahaya yang

kurang

• Konser musik - kurang cahaya dan sering kali tidak boleh menggunakan flash

• Galeri seni, gereja, dan lain lain - Kebanyakan galeri memiliki peraturan yang melarang

penggunaan flash, dan ruangan indoor bisa dipastikan kurang cahaya.

• Pesta ulang tahun - Penggunaan flash ketika klien yang berulang tahun sedang meniup

lilin pasti akan merusak suasana.

ISO merupakan aspek penting dalam fotografi digital dan untuk lebih memahaminya,

Anda harus menguasai bagaimana melakukan pengaturannya pada kamera Anda. Lakukan

percobaan atau eksperimen dengan memotret menggunakan pengaturan ISO yang berbeda,

lihat bagaimana dampaknya terhadap foto-foto Anda.

f. Komposisi

Komposisi adalah susunan objek foto secara keseluruhan pada bidang gambar agar

objek menjadi pusat perhatian (POI=Point of Interest). Dengan mengatur komposisi foto kita

juga dapat dan akan membangun “mood” suatu foto dan keseimbangan keseluruhan objek.

Berbicara komposisi maka akan selalu terkait dengan kepekaan dan “rasa” (sense). Untuk itu

sangat diperlukan upaya untuk melatih kepekaan kita agar dapat memotret dengan

komposisi yang baik.

Page 23: FOTOGRAFI FORENSIK

Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghasilkan komposisi yang baik. Diantaranya:

1. Sepertiga Bagian (Rule of Thirds).

Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang

sama. Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian

bidang foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang umum dilakukan, di mana kita selalu

menempatkan objek di tengah-tengah bidang foto.

Garis imaginer dibagi menjadi tiga bagian yang sama secara horisontal dan vertikal.

Terbagi menjadi "pertiga". Konsepnya adalah menempatkan subjek atau elemen pada salah

satu garis imaginer, dan terutama pada atau dekat titik berpotongan, membuat foto lebih

alami menarik bagi yang melihat.

2. Sudut Pemotretan (Angle of View).

Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan

objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari

itu, jika kita ingin mendapatkan satu moment dan mendapatkan hasil yang terbaik, kita

jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang

standar (sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas,

bawah, samping sampai kepada sudut yang ekstrim.

Page 24: FOTOGRAFI FORENSIK

3. Komposisi pola garis Diagonal Horizontal, Vertikal, Curve.

Didalam pemotretan Nature, pola garis juga menjadi salah satu unsur yang dapat

memperkuat objek foto. Pola garis ini dibangun dari perpaduan elemen-elemen lain yang

ada didalam suatu foto. Misalnya pohon, ranting, daun, garis cakrawala, gunung, jalan, garis

atap rumah dan lain-lain.

Elemen-elemen yang membentuk pola garis ini sebaiknya diletakkan di sepertiga

bagian bidang foto. Pola Garis ini dapat membuat komposisi foto menjadi lebih seimbang

dinamis dan tidak kaku.

4. Background (BG) dan Foreground (FG).

Latar belakang dan latar depan adalah benda-benda yang berada di belakang atau di

depan objek inti dari suatu foto. Idealnya, BG dan FG ini merupakan pendukung untuk

memperkuat kesan dan fokus perhatian mata kepada objek. Selain itu juga “mood” suatu

foto juga ditentukan dari unsur-unsur yang ada pada BG atau FG. BG dan FG, seharusnya

tidak lebih dominan (terlalu mencolok) daripada objek intinya. Salah satu caranya adalah

dengan mengaburkan (Blur) BG dan FG melalui pengaturan diafragma.

Beberapa teknik sudut pengambilan (angle) sebuah foto, yaitu:

a. Pandangan sebatas mata (eye level viewing);

Paling umum, pemotretan sebatas mata pada posisi berdiri, hasilnya wajar/biasa, tidak

menimbulkan efek-efek khusus yang terlihat menonjol kecuali efek-efek yang timbul

oleh penggunaan lensa tertentu, seperti menggunakan lensa sudut lebar, mata ikan,

tele, dan sebagainya karena umumnya kamera berada sejajar dengan subjek.

b. Pandangan burung (bird eye viewing);

bidikan dari atas, efek yang tampak subjek terlihat rendah, pendek dan kecil. Kesannya

seperti kecil’/hina terhadap subjek. Manfaatnya seperti untuk menyajikan suatu lokasi

atau landscape.

Page 25: FOTOGRAFI FORENSIK

c. Low angle camera;

Pemotretan dilakukan dari bawah. Efek yang timbul adalah distorsi perspektif yang

secara teknis dapat menurunkan kualitas gambar, bagi yang kreatif hal ini dimanfaatkan

untuk menimbulkan efek khusus. Kesan efek ini adalah menimbulkan sosok pribadi yang

besar, tinggi, kokoh dan berwibawa, juga angkuh. Orang pendek akan terlihat sedikit

‘normal’. Menggambarkan bagaimana anak-anak memandang ‘dunia’ orang dewasa.

Termasuk juga dalam jenis ini pemotretan panggung, orang sedang berpidato di atas

mimbar yang tinggi.

d. Frog eye viewing, pandangan sebatas mata katak.

Pada posisi ini kamera berada di bawah, hampir sejajar dengan tanah dan tidak

diarahkan ke atas, tetapi mendatar dan dilakukan sambil tiarap. Angle ini digunakan

pada foto peperangan, fauna dan flora.

e. Waist level viewing, pemotretan sebatas pinggang.

Arah lensa disesuaikan dengan arah mata (tanpa harus mengintip dari jendela

pengamat). Sudut pengambilan seperti ini sering digunakan untuk foto-foto candid

(diam-diam, tidak diketahui subjek foto), tapi pengambilan foto seperti ini adalah

spekulatif.

f. High handheld position;

Pemotretan dengan cara mengangkat kamera tinggi-tinggi dengan kedua tangan dan

tanpa membidik. Ada juga unsur spekulatifnya, tapi ada kiatnya yaitu dengan

menggunakan lensa sudut lebar (16 mm sampai 35 mm) dengan memposisikan gelang

fokus pada tak terhingga (mentok) dan kemudian memutarnya balik sedikit saja.

Pemotretan seperti ini sering dilakukan untuk memotret tempat keramaian untuk

menembus kerumunan.

Page 26: FOTOGRAFI FORENSIK

g. White Balance

White balance (WB) dapat diartikan sebagai kemampuan kamera dalam membaca

atau menerjemahkan warna putih berdasarkan sumber cahaya yang ada. Tujuan dari

pengaturan WB yaitu agar kamera mengenali suhu sumber cahaya yang ada, sehingga

warna dari objek foto terlihat sesuai aslinya, misalnya yang putih kelihatan putih, dan yang

merah kelihatan merah, atau dengan kata lain agar kamera merekam warna objek secara

tepat dalam keadaan pencahayaan apapun.

Sumber cahaya mempengaruhi kemampuan kamera dalam membaca warna putih

karena sumber cahaya mempunyai suhu yang berbeda, sehingga akan mempengaruhi

kamera dalam membaca warna putih

h. Film

Film adalah media untuk merekam gambar yang terdiri dari lempengan tipis dengan emulsi

yang peka cahaya. Karena peka cahayalah yang membuat film harus disimpan dalam kotak atau

tabung yang tak terkena cahaya. Film mempunyai ukuran 35mm dan 120mm atau disebut

medium format.

Ada beberapa jenis film. Diantaranya:

1. Negative film :

Film negatif atau klise, adalah sebutan untuk citra yang terbentuk pada film sesudah

dipotretkan dan sesudah dikembangkan, di mana bagian yang terlihat gelap pada gambar,

pada objek terlihat terang. Warna yang timbul berlawanan karena bagian terang dari

objek memantulkan banyak cahaya ke film dan menghasilkan area gelap.

2. X-ray film :

Film sinar-x. Film ini dibuat kontras dan dibungkus dengan kertas timah. Karena sinar x

dapat menembus benda-benda padat seprti kulit, tekstil, dan lain-lain, maka dalam

pemotretan akan tampak bayangan-bayangan yang mengganggu. Film ini biasa digunakan

dalam bidang kedokteran dan pengobatan.

3. Polaroid film :

Page 27: FOTOGRAFI FORENSIK

Polaroid film adalah film yang digunakan untuk menghasilkan foto dalam waktu singkat

tetapi tidak mempunyai negatif. Dahulu banyak fotografer professional yang

menggunakan kamera ini namun semakin hari kamera dan film jenis ini sudah

ditinggalkan. Hanya sebagian fotografer yang masih memakainya. Film Polaroid

ditemukan oleh dr Land.

4. Orthochromatic film :

Film yang sensitif terhadap warna biru dan hijau tapi tidak pada merah.

5. Medium film :

Film dengan kecepatan sedang (ISO 100, 200). Kelompok film yang paling popular dan

banyak diminati pemotret. Ideal untuk pemotretan dalam cuaca yang terang/cerah.

Sumber :

1. Basic Photography: Belajar Fotografi = Paham Dasar-Dasar Fotografi dan Kamera.

Mishbahul Munir, Poetrafoto Photography Studio Yogyakarta

Indonesia. http://www.poetrafoto.com

2. budiyanto A,Widiatmaka W, Sudiono S,et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:Bagian

Kedokteran Forensik FKUI : 1997 p.147-158

3. M Stark,Margaret. Clinical Forensik Medicine A Physician’s Guide. 2005. Humana Press:

New Jersey

4. fotografi forensik. Diunduh dari http://www.pdfi-indonesia.org/news/fotografi-

forensik/, diakses tanggal 21 february 2015