Upload
x-cape-kevin-giovanno
View
307
Download
2
Embed Size (px)
Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik
Kevin Giovanno
102011208
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
PENDAHULUAN
Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan diantara gangguan
mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan/disabilitas.
Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000
orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banya dibandingkan
dengan penduduk umum. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan,
studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko
bunuh diri dapat meningkat selama menopause. Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif
bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan
pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan
bunuh diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal.
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada
fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan proses
berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua
kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan
optimal.
Hal-hal yang perlu diketahui seorang dokter dalam melakukan anamnesis pada pasien antara
lain:
1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.
2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam
beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena
pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat
menanyakan hal ini kepada keluarganya (alloanamnesis).
3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan
kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna
karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi
semakin parah.
4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat
memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala,
mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti-hipertensi dan kotikosteroid dalam
jangka waktu lama.
5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan
atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat
dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya.
Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.
6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan
jiwa atau tidak.
Wawancara Psikiatri
Wawancara psikitari merupakan komunikasi 2 arah terapis pada klien. Sebagai terapis
hal-hal yang harus diketahui yakni: tidak mengadili/menghakimi, bukan interogasi, bersikap
empati, memahami apa yang terjadi, menerima klien apa adanya, sikap berada di sampingnya,
sikap menunjukkan perhatian, kontak mata sikap hangat dan sentuhan fisik, mampu menjadi
pendengar yang baik, memberikan kesempatan berbicara kepada klien. Tujuannya untuk
mendapat diagnosis yang dapat tepat dan mengenai faktor-faktor seperti biologik-genetik,
tempramen, psikologik, perkembangan, pendidikan, dan sosial-budaya.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan terdiri dari pemeriksaan status mental, status
neurologis, dan status internus.
Status Mental
Hal-hal yang harus diketahui saat pemeriksaan status mental pasien yakni:
1. Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada
beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka berpakaian
dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya mereka ke dokter
seperti akan ke acara pernikahan.
2. Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka
cenderung tertutup dan kurang member informasi, sedangkan pada pasien mania, mereka
berbicara terus-menerus tiada henti.
3. Mood atau suasana hati.
4. Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dia dapat
menentukan sikap, serta cara berbahasa.
5. Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang
tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi.
6. Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan
Psikodinamik formulasi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh pasien. Seperti
penolakan (deny), pada saat disalahkan dia akan menyalahkan orang lain, menggunakan orang
lain untuk mencapai tujuannya.
Clinical Interview adalah cara yang dilakukan pemeriksa dalam menggali informasi
kepada pasien agar pasien mau bercerita kepada dokter dengan leluasa. Hal ini dapat dicapai
dengan menimbulkan kedekatan (rapport), kepercayaan (trust), penjaminan (reassurance), dan
memberikan respon emosional yang positif.
Status Neurologis
Meliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan pupil dan gerakan mata, pemeriksaan tanda
rangsang meningeal, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik (gerakan pasif dan aktif),
pemeriksaan refleks patologis (babinski dan klonus kaki), pemeriksaan koordinasi.
Status Internus
Meliputi pemeriksaan abdomen, thorax, jantung, agar dapat memastikan bahwa gangguan mania
tersebut tidak disebabkan oleh adanya akibat dari penyakit dalam (interna) yang diderita pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji psikologi, elektroensefalografi (EEG),
dan CT-scan.
Uji Psikologi
Tes psikologi bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepribadian dan kemampuan tiap orang.
Pengertian tes psikologi adalah suatu ujian (test) untuk menguji mental dan dilakukan untuk
menyeleksi serta menetapkan psikis khusus individu.
Elektroensefalografi (EEG)
Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktivitas
listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks
otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang
kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram
yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang
delta,alpha, beta, theta, gamma dsb. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat
sehingga Gelombang Otak (Brainwave) yang didapat adalah Gelombang Otak (Brainwave) yang
bebas dari pengaruh obat. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar.
CT-Scan
Computed Tomography Scanning (CT Scan) adalah suatu peralatan radiologi yang dapat
digunakan untuk menampilkan dan mengalokasikan suatu objek yang akan di diagnosis
keadaannya dengan cara menggunakan teknik pemeriksaan tomografi untuk menghasilkan
gambaran-gambaran objek yang berupa potongan-potongan tubuh secara axial dengan
menggunakan prinsip kerja tomografi yang dilengkapi sistem komputer sebagai media
pengolahan data-data software dan recontruksi gambar objek. Pada umumnya radiasi dari sinar X
yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT Scan adalah aman dengan indikasi medis yang sesuai.2
Macam-macam gangguan bipolar
Bipolar dengan Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat daripada keadaan yang digambarkan.
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham dan
iritabilitas serta kecurigaan menjadi waham kejar. Pada kasus berat, waham kebesaran atau
religius tentang identitas atau peranan mungkin mencolok, dan gagasan yang takabur dan
percepatan berbicaranya mengakibatkan individu tidak dapat dipahami lagi. Aktivitas dan
eksitasi fisik yang hebat dan terus menerus dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan;
pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi dapat berakibat keadaan dehidrasi dan
kelalaian diri yang berbahaya.
Jika diperlukan, waham dan halusinasi dapat diperbedakan sebagai yang serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood). “Tidak serasi” hendaknya diartikan meliputi waham dan
halusinasi yang afektif netral. Misalnya waham rujukan tanpa makna bersalah atau menuduh,
atau suara-suara yang berbicara dengan individu tentang peristiwa yang tidak mengandung arti
emosional khusus.
Pedoman diagnosis dari ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders:
Diagnostic Criteria for Research, disebutkan episode mania dengan gejala psikotik:
1. Suasana perasaan meningkat dengan jelas, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal bagi
pribadi yang bersangkutan. Perubahan suasana perasaan harus nyata dan menetap
sekurangnya selama 1 minggu (kecuali jika cukup berat dan membutuhkan perawatan
rumah sakit).
2. Setidaknya ada 3 tanda yang harus menyertai (4 bila afeknya hanya iritabel): (a)
Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik, (b) Suka bicara (ada dorongan untuk bicara
terus), (c) Flight of ideas atau alur pikirnya seperti berpacu, (d) Hilangnya larangan sosial
normal, menyebabkan perilaku yang tidak sesuai kepada keadaan, (e) Kebutuhan tidur
berkurang, (f) Meningkatnya harga diri atau grandiositas, (g) Distraktibilitas atau
perubahan terus-menerus dalam aktivitas dan rencana, (h) Perilaku sembrono atau
membabibuta dengan resiko yang tidak diketahui, (i) Kecerobohan seksual.
3. Episode tidak dihubungkan dengan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental
organik lain.
4. Episode tidak bertumpang tindih dengan kriteria skizofrenia atau gangguan skizoafektif
tipe mania.
5. Waham atau halusinasi muncul.2
Dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, pedoman diagnosis
untuk Mania dengan Gangguan Psikotik:3
1. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (Mania tanpa
gejala psikotik).
2. Harga diri yang membubung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham
kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas, dan kecurigaan menjadi waham kejar
(delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut
(mood congruent).
Bipolar Episode Kini Manik tanpa Psikotik
Suasana perasaan (mood) meninggi tidak sepadan dengan keadaan individu, dan dapat bervariasi
antara keriangan (seolah-olah bebas dari masalah apapun) sampai keadaan eksitasi yang hampir
tak terkendali. Eliasi (suasana perasaan yang meningkat) itu disertai dengan energi yang
meningkat, sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, dan
berkurangnya kebutuhan tidur. Pengendalian yang normal dalam kelakuan sosial terlepas,
perhatian yang terpusat tak dapat dipertahankan, dan seringkali perhatian sangat mudah
dialihkan. Harga diri membumbung, dan pemikiran yang serba hebat dan terlalu optimistis
dinyatakan dengan bebas.
Mungkin terjadi gangguan persepsi, seperti apresiasi warna terutama yang menyala atau
amat cerah (dan biasanya indah), keasyikan (mengikat perhatian) pada perincian sehalus-
halusnya mengenai permukaan dan penampilan barang, dan hiperakusis subjektif. Individu itu
mungkin mulai dengan pelbagai rencana yang tidak praktis dan boros, membelanjakan uang
secara serampangan, atau menjadi agresif, bersifat cinta kasih, atau berkelakar dalam situasi
yang tidak tepat. Suasana perasaan (mood) yang tampil pada beberapa episode manik lebih
banyak mudah tersingggung dan curiga, dripada elasi. Serangan pertama paling banyak muncul
pada usia antara 15-30 tahun, namun dapat terjadi pada setiap usia antara akhir masa kanak
sampai dasawarsa ketujuh atau kedelapan.2
Pedoman diagnosis berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III), mania
tanpa gejala psikotik:
1. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai
mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas
yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-
ide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu optimistik.
3. Ditambah dengan paling sedikit 4 gejala berikut ini: (a) Peningkatan aktivitas (ditempat
kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau ketidak-tenangan fisik, (b) Lebih banyak
berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk berbicara terus menerus, (c) Lompat
gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya sedang berlomba
(mania dengan gejala psikotik), (d) Rasa harga diri yang melambung tinggi (grandiositas,
yang dapat bertaraf sampai waham/delusi), (f) Berkurangnya kebutuhan tidur, (g) Mudah
teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus luar yang tidak
penting atau yang tak berarti, (h) Keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang
mengandung kemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan, tingkah laku seksual
secara terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi kendaraan (mengebut)
secara tidak bertangguang jawab dan tanpa perhitungan.3
Kriteria ICD–10 untuk episode mania (World Health Organization, 1992) tanpa gejala psikotik:
1. Elevasi mood atau perasaan dan iritabilitas.
2. Peningkatan energi dan overaktivitas.
3. Berbicara terus menerus.
4. Jangka waktu tidur menjadi pendek.
5. Disinhibisi sosial.
6. Perhatiannya mudah teralih.
7. Grandiositas.
8. Gemar menghambur-hamburkan uang atau hidup foya-foya.
9. Agresif.2
Etiologi
Faktor Biologi
Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan
alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya
memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang
yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali.
Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-
80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.2
Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata
penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.2
Neurotransmiter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang
mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-
Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).2
Kelainan Otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks
prefrontal subgenual. Selain itu ditemukan volume yang kecil pada amygdala dan
hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak
yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).2
Faktor Psikososial
Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan
Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan
suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk
pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.5
Teori Kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering
adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,
pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya
menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk
mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat
dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.5
Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun,
angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita
bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.
Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien.
Sementara yang diterapi ’hanya’ 1,3 per 1000 pasien. Gangguan pada lelaki dan perempuan
sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu
seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada
remaja dan bahkan anak-anak3.
Manifestasi Klinik
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I
memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik.
Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2
terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal
gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana.
Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan
gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap
maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode
manik. Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II
dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor
dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian
suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai
dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi
cenderung berlangsung lebih lama., rata-rata 6 bulan. Episode pertama bisa timbul pada setiap
usia dari masa kanak-kanak sampai tua. kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-
30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat,
kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik
tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan
seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang
dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual
yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan
daripada manik karena gejalagejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik,
gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan
curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik
berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria
hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word
salad'), dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik
dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan
wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania
dengan gejala psikotik perlu ditegakkan3,4,5.
Terapi
Terapi farmakologis.
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.
Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan
sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut
(contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga
harus diberikan.
Tabel 1. FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens
Nama Generik Nama
Dagang
Mani
k
Mixe
d
Maintenanc
e
Depres
i
Valproate Depakote X
Carbamazepine extended release Equestro X X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine
Combination
Symbyax X
Terapi Non Farmakologi
Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita
tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus
yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan
asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal
aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan
kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan
peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas
litium.
Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi
harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan
mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
Komorbid
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga menderita
gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am
J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata
sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5% gangguan cemas
menyeluruh, dan 19% gangguan panik5.
Prognosis
• Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di dalam 2 tahun pertama
setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami serangan manik lain.
• Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan lithium.
7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan
dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap.
• Faktor yang memperburuk prognosis :
- Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan
- Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
- Disertai dengan gejala psikotik
- Gejala depresi lebih menonjol
- Jenis kelamin laki-laki
• Prognosis lebih baik bila :
- Masih dalam episode manik 18
- Usia lanjut
- Sedikit pemikiran bunuh diri
- Tanpa atau minimal gejala psikotik
- Sedikit masalah kesehatan medis
KESIMPULAN
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada
fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan proses
berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua
kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. Berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu
gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik
sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Episode manik dibagi
menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan
manik dengan gejala psikotik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala
gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial. Untuk pengobatannya secara farmakologis
dapat digunakan antipsikotik dan antidepresan, setelah itu dapat juga ditambah psikoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Oegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2005.h.35-7.
2. Sadock, Benjamin J, Virgina A. Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry: behavioral
sciences/clinical psychiatry.10th Edition. New York : Lippincott Williams &
Wilkins.2007.p.777-857.
3. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ III, pedoman diagnostik
F30-39 : gangguan suasana perasaan/mood (gangguan afektif). Jakarta, Bagian Ilmu
Kedokteran jiwa FK – Unika Atmajaya.2001.h.58-69.
4. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, ahli bahasa Wicaksana M.Ilmu kedokteran jiwa
darurat. Jakarta : Binarupa Aksara.2002.h.73-8.
5. Ingram, Timbury, Mowbray, Editor Peter A.Catatan kuliah psikiatri. Edisi ke-6.