27

Click here to load reader

Hukum Perburuhan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hukum Perburuhan

PEMBAHASAN

HUKUM PERBURUHAN

3.1 Sejarah Hukum Perburuhan

Pada awal mulanya hukum perburuhan merupakan bagian dari

hukum perdata yang diatur dalam bab VII A Buku III KUHPer tentang

perjnjian kerja.namun pada perkembangannya tepatnya setelah Indonesia

merdeka hokum perburuhan Indonesia mengalami perubahan dan

penyempurnaan yang akhirnya terbitlah UU No. I Tahun1951 tentang

berlakunya UU No. 12 Tahun 1948 tentang kerja, UU No. 22 Tahun 1957

tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No. 14 Tahun 1969

tentang pokok-pokok ketenagakerjaan dan lain-lain.

Hukum perburuhan yang asalnya merupakan hukum privat, lambat

laun didalamnya mulai terdapat campur tangan pemerintah untuk

memperbaiki kondisi perburuhan di Indonesia dengan mengeluarkan

berbagai peraturan perundangan. Hal ini mengakibatkan lambat laun sifat

public semakin kelihatan dalam hukum perburuhan di Indonesia.

Hukum publik menurut Sudikno Mertokusumo adalah hokum yang

mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan pengasa dengan

warga negaranya. Hukum public adalah keseluruhan peraturan yang

merupakan dasar Negara dan mengatur pula bagaimana caranya Negara

melaksanakan tugasnya. Hukum ii lansung dilaksanakan oleh penguasa

karena lebih memperhatikan kepentingan umum.

Hukum perdata atau yang biasa disebut dengan hukum privat

adalah hukum antara perorangan yang mengatur hak dan kewajiban

perorangan yang satu terhadaap yang lain didalam hubungan keluaga dan

didalam pergaulan masyarakat. Dan pelaksanaannya diserahkan kepada

pihak-pihak yang bersangkutan.

6

Page 2: Hukum Perburuhan

Adapun perbedaan antara hukum privat dan hukum public yaitu:

1. Hukum publik salah satu pihaknya adalah penguasa sedangkan

dalam hukum privat kedua belah pihak adalah perorangan tanpa menutup

kemungkinan bahwa dalam hukum perdatapun penguasa dapat menjadi

pihak juga.

2. Peraturan hukum publik sifatnya memaksa sedangkan hukum

privat bersifat melengkapi meskipun ada juga yang bersifat memaksa.

3. Tujuan hukum publik adalah melindungi kepentingan umum

sedangkan hukum privat adalah melindungi kepentingaperorangan atau

individu.

4. hukum publik mengatur hubungan Negara dan individu dan

hokum privat berhubungan dengan hokum berhubungan hokum antar

individu.

Pada awalnya hukum perburuhan lahir pada abad ke 19 akibat

adanya revolusi Inggris. Sebelum adanya revolusi orang bekerja dengan

menggunakan tenaga manusia tetapi akibat adanya revolusi industri yang

mengedepankan tenaga mesin menjadikan banyaknya pemutusan

hubungan kerja kepada para tenaga kerja.

Akibat adanya revolusi yang terjadi di inggris sedikit banya

menjadikan Indonesia sebagai negeri yang terjajah pada saat itu

menjadikan undang-undang perburuhan mereka pun mengadopsi dari

Negara yang menjajah mereka.

Menurut Imam Soepomo sejarah perburuhan di Indonesia dapat

dibagi menjadi 3 fase yakni:

1. Jaman perbudakan

Pada fase ini buruh dianggap seperti budak karena paa masa ini

merupakan masa penjajahan yang dilakukan pemerintah belanda.

Sehingga para udak tersebut tidak punya hak atas suatu apapun bahkan

untuk hidup sekalipun.

7

Page 3: Hukum Perburuhan

2. Pekerjaan Rodi

Kerja rodi yang dikenal dengan kerja paksa juga salah satu

kegiatan yang dilakukan para penjajah pada masa itu.

Adapun rodi digolongkan menjadi 3 bagian yaitu:

a) Rodi untuk kepentingan gubernemen dan para pegawainya yang

dilakukan tanpa bayaran .

b) Rodi untuk kepentingan para pembesar di Indonesia

c) Rodi desa untuk kepentingan desa

3. Poenale Sanksi

Poenale sanksi memiliki tujuan untuk memberikan kekuasaan bagi

majikan untuk berlaku tidak baik terhadap buruh serta menciptakan

keadan perburuhan yang buruk.

3.2 Pengertian Hukum Perburuhan

Hukum perburuhan memiliki pengertian:

1. Menurut Molenaar

Hukum perburuhan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang

pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara

buruh dengan buruh dan antara penguasa dengan penguasa.

2. Levenbach

Hukum perburuhan adalah sebagai sesuatu yang meliputi hukum

yang berkenaan dengan hubungan kerja.,dimana pekerjaan itu dilakukan

dibawah pimpinan

3. Van Esveld

8

Page 4: Hukum Perburuhan

Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja yang

dilakukan dibawah pimpinan tetapi termasuk pula pekerjaan yang

dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.

4. Imam Soepomo

Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis

maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang

bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Jadi hukum perburuhan adalah kumpulan peraturan tertulis

mauuntidak tertulis yang mengatur hubungan searah atau timbal baik

antara buruh, majikan dan pemerintah didalam atau diluar hubungan kerja

dimana buruh dalam hubungan kerja dimana buruh dalam hubungan kerja

melaksanakan perintah dari majikan dengan mnerima upah.

Hakikat hukum perburuhan aada dua menurut imam soepomo

yaitu:

a) Hakekat secara yuridis.

b) Hakekat secara sosiologis.

Secara yuridis buruh memang bebas dan secara sosiologis buruh

tidak bebas,dengan demikian buruh memiliki kebebasan secara yuridis

yang berarti buruh memiliki kebebasan secara yuridis yang artinya buruh

memiliki kedudukan yang sama didepan hukum dengan majikan.akan

tetapi secara sosiologis kedudukan buruh tersubordinasi oleh majikan

yang artinya majikan memiliki kewenangan untuk memerintah buruh dan

menetapkan syarat-syarat kerja dan keadaan perburuhan. Dengan kata lain

kedudukan majikan lebih tinggi dari pada kedudukan buruh dalam

hubungan perburuhan.

3.3 Tujuan Hukum Perburuhan

9

Page 5: Hukum Perburuhan

Tujuan pokok hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan

sosial dalam bidang perburuhan dan pelaksanannya diselenggarakan

dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak terbatas

dari pihak majikan.

Menurut Senjung H. Manulang tujuan hokum perburuhan meliputi:

a) Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan social dalam

bidang ketenagakerjaan.

b) Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tak

terbatas dari pengusaha misalnya dengan membuat perjanjian atau

menciptakan peraturanperaturan yang bersifat memaksa agar pengusahA

tidak bertindak sewenang-wenang terhadap tenaga kerja sebagai pihak

yang lemah.

3.4 Sumber Hukum Perburuhan

Sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum material dan

sumber hukum formil.

Adapun sumber hukum materiil daru hukum perburuhan adalah

pancasila. Sedangkan sumber hukum formil dari hukum perburuhan

adalah :

1 .Undang-Undang

2. Peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari UU

seperti PP,KEPPRES.

3. Kebiasaan

Adalah tradisi yang merupakan sumber hukum tertua, sumber dari

mana dikenal atau dapat digali sebagian dari hukum diluar undang-

undang, tempat dimanadapat menemukan atau menggali hukumnya

Kebiasaan bisa menjadi hukum apabila :

10

Page 6: Hukum Perburuhan

a) Syarat materiil: adnya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap

atau di ulang.

b) Syarat Intelektual: kebiasaan itu harus menimbulkan keyakinan

umum bahwa

perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.

c) Adanya akibat hokum apabila hukum kebiasaan itu dilanggar.

4. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Peburuhan baik

daerah maupun pusat

5. Perjanjian perburuhan, perjanjian kerja atau peraturan

perusahaan.

3.5 Outsourcing

3.5.1. Definisi Outsourcing

Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang

ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan

kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga

kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal

sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus

menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan

pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini

dikenal dengan istilah outsourcing. Atau dengan kata lain outsourcing

atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja

dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk.

Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun

instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing

dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada

11

Page 7: Hukum Perburuhan

proses pendukung (non--core business unit) atau secara praktek semua lini

kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.

Di dalam UUK tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah

dari outsourcing. Tetapi pengertian dari outsourcing ini sendiri dapat

dilihat dalam ketentuan pasal 64 UUK ini, yang isinya menyatakan bahwa

outsourcing1 adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha

dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan

sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui

perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Menurut Pasal 1601 b KUH Perdata, outsourcing disamakan

dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian

outsourcing adalah suatu perjanjian dimana pemborong mengikat diri

untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan

dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang

memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada

pihak pemborong dengan bayaran tertentu.2 Model outsourcing dapat

dibandingkan dengan bentuk perjanjian pemborongan bangunan walaupun

sesungguhnya tidak sama. Perjanjian pemborongan bangunan dapat

disamakan dengan sistem kontrak biasa sedangkan outsourcing sendiri

bukanlah suatu kontrak. Pekerja/buruh dalam perjanjian pemborongan

bangunan dapat disamakan dengan pekerja harian lepas seperti yang diatur

dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR : PER . 06 / MEN / 1985

tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas PHL). PHL adalah pekerja

yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu

dan dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume pekerjaan

dengan menerima upah yang didasarkan atas kehadiran pekerja secara

1 Undang-Undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Surabaya: Kesindo Utama.2 Soepomo, Imam. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.

12

Page 8: Hukum Perburuhan

harian. Sebagai contoh adalah pekerja tanam tebu atau tebang tebu pada

Pabrik Tebu PT. Cinta Manis di Kab. OKI.

Perjanjian pemborongan bangunan akan berakhir antara pengusaha

dengan pekerja apabila obyek perjanjian telah selesai dikerjakan. Misalnya

pembangunan jembatan, dalam hal jembatan telah selesai maka masa

bekerjanya pun menjadi berakhir kecuali jembatan tersebut belum selesai

dikerjakan. Sedangkan dalam outsourcing masa bekerja akan berakhir

sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara pengusaha dengan

perusahaan penyedian jasa tenaga kerja.

3.5.2. Pro dan Kontra Mengenai Outsourcing3

Pro Outsourcing Kontra Outsourcing

Business

owner bisa fokus

pada core business.

Cost

reduction.

Biaya

investasi berubah

menjadi biaya

belanja.

Tidak lagi

Ketidakpastian status

ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi

tenaga kerja.

Perbedaan perlakuan

Compensation and Benefit antara

karyawan internal dengan karyawan

outsource.

Career Path di outsourcing

seringkali kurang terencana dan terarah.

Perusahaan pengguna jasa sangat

3 Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Joko Pranoto. 2003. Proses Bisnis Outsourcing. Jakarta: Graasindo.

13

Page 9: Hukum Perburuhan

dipusingkan dengan

oleh turn over tenaga

kerja.

Bagian dari

modenisasi dunia

usaha

mungkin memutuskan hubungan

kerjasama dengan outsourcing provider

dan mengakibatkan ketidakjelasan status

kerja buruh. 

Eksploitasi manusia.

3.6 Undang-Undang Mengenai Outsourcing

Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaa

outsourcing, maka dibuat Undang-undang No.13/2003 tentang

Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang

didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan

outsourcing. Berikut dijabarkan isi dari undang-undang tersebut:

o Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja

o Pasal 56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Pasal 59

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk

pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan

pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara

sifatnya;

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam

waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

3. Pekerjaan yang bersifat musiman;

14

Page 10: Hukum Perburuhan

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,

kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam

percobaan atau penjajakan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan

untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau

diperbaharui.

4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas

jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun

dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali  untuk jangka waktu paling

lama 1 (satu) tahun.

o Pasal 60 – 63, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terbatas

(PKWTT)

o Pasal 64 – 66, Outsourcing

       Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh

yang dibuat secara tertulis. 

Pasal 65

1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan

pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

2. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lai

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-

syarat sebaga berikut:

15

Page 11: Hukum Perburuhan

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak

langsung dari pemberi pekerjaan;

Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara

keseluruhan; dan

Tidak menghambat proses produksi secara langsung

3. Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

harus berbentuk badan hukum.

4. Perlindungan kerja dan yarat-syarat kerja bagi

pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan

kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi

pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

5. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Menteri.

6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian

kerja secara tertulisa antara perusahaan lain dan pekerja/buruh

yang dipekerjakan.

7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6)

dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau

perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

8. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status

16

Page 12: Hukum Perburuhan

hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima

pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh

dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

      Pasal 66

Penyediaan jasa pekerja./buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau

kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi

harus memenuhi syarat sebagai berikut : Adanya hubungan kerja

antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh;

Pasal 1 ayat 15, “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai

unsur pekerjaan, upah, dan perintah.” Pekerja dari perusahaan

penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja

melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan

langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa

penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan

proses produksi.

Ketentuan lain mengenai outsourcing diatur di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata buku ketiga bab 7A bagian keenam  tentang  

Perjanjian  Pemborongan  Pekerjaan, yaitu:

1.  Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dimana

pihak kesatu pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu karya

tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan dengan menerima

bayaran tertentu dan dimana pihak yang lain yang memborongkan

mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak

pemborong dengan bayaran tertentu.

17

Page 13: Hukum Perburuhan

2.  Dalam perjanjian pekerjaan tidak ada hubungan kerja antara

perusahaan pemborong dengan perusahaan yang memborongkan sebab

dalam perjanjian tersebut tidak ada unsur “upah” sebagai salah satu

syarat adanya hubungan kerja. Jadi yang ada harga borongan.

3. Hubungan antara pemborong dengan yang memborongkan adalah

hubungan perdata murni sehingga jika terjadi perselisihan maka

penyelesaiannya dilaksanakan melalui Pengadilan Negeri.

4. Perjanjian/perikatan yang dibuat secara sah oleh pemborong

dengan yang memborongkan pekerjaan tunduk pada KUH Perdata

Pasal 1338 jo Pasal 1320 yaitu semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

5.   Untuk sahnya suatu perjanjian/perikatan harus dipenuhi 4 syarat

yaitu :

a. sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c.  suatu hal tertentu;

d. suatu sebab yang halal.

6.   Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan dapat diperjanjikan

bahwa :

       a. pemborong hanya untuk melakukan pekerjaan ;

       b. pemborong juga akan menyediakan bahan-bahannya.

7.  Dalam hal pemborong juga harus menyediakan bahan-bahannya

dan hasil  pekerjaanya kemudian karena apapun musnah sebelum

diserahkan maka kerugian tersebut dipikul oleh pemborong kecuali

yang memborongkan lalai untuk menerima hasil pekerjaan tersebut.

18

Page 14: Hukum Perburuhan

8.  Dalam hal pemborong hanya harus melakukan pekerjaan dan hasil

pekerjaan tersebut musnah maka pemborong hanya bertanggung jawab

atas kemusnahan tersebut sepanjang hal itu terjadi karena kesalahan

pemborong.

9.  Jika hasil pekerjaan diluar kelalaian dari pihak pemborong, musnah

sebelum penyerahan dilakukan dan tanpa adanya kelalaian dari pihak

yang memborongkan untuk memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan

tersebut maka pemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan

kecuali jika barang itu musnah karena bahan-bahannya ada cacatnya.

10. Jika pekerjaan yang diborongkan dilakukan secara potongan atau

ukuran, maka hasil pekerjaan dapat diperiksa secara sebagian demi

sebagian.

11. Perjanjian pemborongan pekerjaan berakhir karena meninggalnya

pemborong.

12. Jika pemborong meninggal dunia maka yang memborongkan

pekerjaan wajib membayar kepada ahli waris pemborong hasil

pekerjaan yang telah selesai dan harga bahan bangunan yang telah

diselesaikan menurut perbandingan dengan harga yang telah

diperjanjikan asal hasil pekerjaan itu atau bahan bangunan tersebut ada

manfaatnya bagi pihak yang memborongkan.

13. Pemborong bertanggung jawab atas tindakan pekerja yang

diperkerjakan.

14. Pekerja yang memegang barang milik orang lain untuk

mengerjakan sesuatu pada barang itu berhak menahan barang tersebut

sampai biaya dan upah dibayar seluruhnya, kecuali telah dikeluarkan

tanggungan secukupnya.

19

Page 15: Hukum Perburuhan

3.7 Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-hak Pekerja

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha dapat

diwajibkan oleh P4-D atau P.N. ( Dalam UU No.2 tahun 2004 disebut

Pengadilan Hubungan Industrial) untuk membayar uang pesangon

(UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang

penggantian hak (PH). Untuk UP menurut pasal 156 (2) UUK paling

sedikit:

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun,.............1 bulan upah

b. Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun,

........ 2 bulan upah

c. Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun,

.........3 bulan upah

d. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari  4 tahun,

.......  4 bulan upah

e. Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun,  

.......5 bulan upah

f. Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 

........ 6 bulan upah

g. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 

......... 7 bulan upah

h. Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 

......... 8 bulan upah

I  Masa kerja  8 tahun atau lebih,............... 9 bulan upah

 Sedangkan besarnya UPMK menurut pasal 156 (3) UUK

sebagai berikut:

a. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 

............2 bulan upah

20

Page 16: Hukum Perburuhan

b. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun,  

........... 3 bulan upah

c. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 

........... 4 bulan upah

d. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 

......... 5 bulan upah

e. Masa kerja 15 tahun atau lebih  tetapi kurang dari 18 tahun,

........ 6 bulan upah

f. Masa kerja 18 tahun atau lebih  tetapi kurang dari 18 tahun,

......... 7 bulan upah

g. Masa kerja 21 tahun atau lebih  tetapi kurang dari 24 tahun,

.... 8 bulan upah

h. Masa kerja 24 tahun atau lebih,   ..........10 bulan upah

Untuk UPH dalam pasal 156 (4) UUK meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan

keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja.

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan

perawatan ditetapkan sebesar 15 % dari UP dan UPMK bagi yang

memenuhi syarat;

d. hal-hal lain ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan atau PKB.

      Dengan perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing, maka

pasal 156 (2) dan 156 (3) UUK, akan terkesan hanya menjadi hiasan

dalam UUK. UP dalam pasal 156 (2) maksimum hanya untuk upah 2

bulan kerja. Sebab dalam prektek, sebagai berikut:

21

Page 17: Hukum Perburuhan

1. UP dalam pasal 156 (2) maksimum hanya untuk upah 2

bulan kerja, sebab lama  bekerja bervariasi 6 bulan, 1 tahun dan 2

tahun.

2. UPMK pasal 156 (3) tidak mungkin didapat oleh para

pekerja outsourcing, karena pekerja yang di phk minimal telah bekerja

selama 3 tahun untuk mendapatkan UPMK 2 bulan upah.

3. UPH seperti biaya atau ongkos pulang untuk pekerja

dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, sangat

jarang untuk didapat oleh pekerja; sebab lamaran penerimaan dan

seleksi dilakukan di kota tempat perusahaan. Apalagi jenis

pekerjaannya tidak memerlukan keahlian khusus.

Hak Jamsostek

Hak pekerja outsourcing terhadap jamsostek, tidak jelas

disebutkan di dalam perjanjian kerjanya. Pekerja outsourcing pada

PT.Jamsostek mencantumkan hak untuk mendapatkan jaminan dari 4

program jamsostek, yaitu: 1. program jaminan kecelakaan kerja, 2.

program jaminan kematian, 3. program jaminan tabungan hari tua, 4

program jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun yang menjadi

pertanyaan tentang hak terhadap program jaminan tabungan hari tua.

Sebab perjanjian kerja outsourcing waktunya paling lama 2 tahun.

Hak Upah Yang Layak  dan Hak Tabungan Pensiun

Upah yang diperoleh oleh pekerja outsourcing biasanya dalam

bentuk Upah Minimum Propinsi (UMP) yang besarnya untuk Sumatera

Selatan berkisar sekitar Rp. 504.000,-. Walaupun ada kenaikan upah

setiap tahun, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan Peraturan

Daerah tentang UMP untuk penyesuaian saja.

22

Page 18: Hukum Perburuhan

Kehendak untuk mendapatkan upah yang layak, jauh dari

harapan para pekerja outsourcing. Untuk pekerja tetap saja belum tentu

mendapat upah yang layak. Namun paling tidak ada kriteria dalam

penentuan skala upah, misalnya melalui penjenjangan upah.

Demikian juga terhadap tabungan pensiun tidak mungkin akan

didapatkan oleh pekerja outsourcing, walaupun mereka selalu

memperpanjang perjanjian dari waktu ke waktu. Oleh karena itu perlu

ada ketegasan dalam peraturan perundang-undangan bahwa setelah

kontrak pertama atau kedua berakhir, pekerja outsourcing harus diangkat

menjadi pekerja tetap pada perusahaan tersebut. 

23