II. PELAKSANAAN PROGRAM KERJA - dewapurnama · PDF fileLaporan Kinerja Tahun 2005 Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian 12 a. Kebijakan Subsidi Pupuk 2003 -2005 (1) Kesepakatan

  • Upload
    dotruc

  • View
    225

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • Laporan Kinerja Tahun 2005

    Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian 10

    II. PELAKSANAAN PROGRAM KERJA

    A. Perumusan Kebijakan

    1. Evaluasi Inpres Nomor 2 Tahun 2005

    Penerbitan Inpres No. 2 Tahun 2005 pada tanggal 2 Maret 2005 sebagai pengganti Inpres No.9 Tahun 2002, dilatarbelakangi: (a) perlunya penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras dalam negeri sesuai perkembangan inflasi dan kenaikan harga BBM, serta meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan HPP; dan (b) perlunya penyempurnaan kebijakan perberasan nasional ke arah yang lebih komprehensif dan terintegrasi sesuai dinamika ekonomi perberasan nasional dan internasional. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan Inpres No.2/2005, dihasilkan simpulan:

    a. Secara umum, kebijakan HPP selama periode MaretJuli 2005 efektif dilaksanakan, yang ditunjukkan oleh harga rata-rata GKP yang diterima petani di atas HPP dan naik dari tahun 2004, dengan laju peningkatan harga GKP lebih tinggi dari GKG. Hal ini menunjukkan, bahwa skenario harga GKP, GKG, dan beras dalam Inpres No. 2/2005 lebih baik dari sebelumnya, dan efektif menopang harga GKP yang dijual petani. Untuk itu, disarankan skenario harga relatif tersebut dijadikan acuan dalam penyesuaian HPP.

    b. Kenaikan harga BBM pada bulan Maret 2005 telah mendorong naiknya harga, sewa, dan upah sarana prasarana usahatani antara 1025 persen, yang diikuti oleh naiknya harga gabah petani, sehingga keuntungan usahatani padi tidak berubah. Hal ini menunjukkan, bahwa kebijakan HPP tahun 2005 berhasil mempertahankan profitabilitas usahatani padi pada pasca kenaikan harga BBM.

    c. Guna memberikan kompensasi terhadap dampak kenaikan BBM, maka Departemen Pertanian mengusulkan penyesuaian HPP untuk gabah petani. Berdasarkan hasil analisis biaya usahatani padi, diusulkan agar HPP untuk GKP di tingkat penggilingan dinaikkan menjadi Rp.1.470-1.500/kg, sesuai persentase kenaikan harga BBM.

    d. Hasil analisis penyesuaian HPP sesuai kenaikan BBM telah dibahas dalam rapat DKP pada tanggal 8 September 2005 dan 19 September 2005.

    e. Justifikasi pelaksanaan Inpres No 2 tahun 2005, dukungan pelaksanaan, pencapaian sasaran, dan perspektif penyesuaian HPP tahun 2006, secara lengkap disampaikan dalam Laporan Evaluasi Pelaksanaan Inpres No. 2/2005.

    2. Perpanjangan Masa Pelarangan Impor Beras Tahun 2005

    Menindaklanjuti kebijakan pengaturan impor beras Tahun 2005 yang pada intinya menyepakati perpanjangan masa pelarangan impor beras sampai 31 Desember 2005, maka dalam implementasi, Pokja Perberasan menyepakati perlunya pengecualian/dispensasi bagi beras yang spesifik peruntukannya, dan belum/tidak diproduksi di dalam negeri, serta diyakini tidak mengganggu harga gabah/beras petani dalam negeri. Pemberian dispensasi impor tersebut dibatasi volumenya dengan mengacu pada kebutuhan jenis beras tersebut di dalam negeri, antara lain: (a) Beras pecah (100 %) HS 1006.30.69.00, rata-rata kebutuhan

    https://www.youtube.com/user/Dewa89s

  • Laporan Kinerja Tahun 2005

    Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian 11

    per tahun sebesar 350.000 ton; (b) Beras Ketan (Pecah dan Utuh) HS 1006.30.30.00, rata-rata kebutuhan per tahun 150.000 ton; (c) Beras kukus (Steam Rice) Herbal Ponni bagi penderita diabetes, rata-rata kebutuhan per tahun 800 ton; (d) Tepung Beras HS 1102.30.00.00 untuk kebutuhan pre marketing, rata-rata kebutuhan per tahun 4.800 ton; (e) Tepung Beras HS 1102.90.00.00 untuk kebutuhan pre marketing, rata-rata kebutuhan per tahun 7.200 ton; dan (f) Brown Rice Thai Hom Mali kualitas tinggi, HS 1102.20.10.00, rata-rata kebutuhan per tahun 50.000-75.000 ton.

    3. Penyempurnaan Kebijakan Perberasan Nasional

    Guna mengatasi kendala perberasan nasional, telah disusun reformulasi kebijakan perberasan nasional untuk memberikan analisis ilmiah tentang konsep kebijakan nasional yang komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi yang obyektif. Selanjutnya Inpres No. 9 Tahun 2002 jo. Inpres No. 9 Tahun 2001 telah disempurnakan dengan Inpres No. 2 Tahun 2005 tentang Kebijakan Perberasan Nasional yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2005. Inpres No.2/2005 tersebut, selain mengantisipasi kompensasi atas kenaikan BBM 29 persen yang diumumkan sehari sebelumnya, juga tidak lagi menggunakan istilah harga dasar pembelian pemerintah (HDPP), tetapi menjadi harga pembelian pemerintah (HPP).

    Sejak awal tahun 2005 dan setelah dikeluarkan Inpres 2/2005, harga gabah/beras cenderung di atas HPP. Rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp.1.408/kg (6% diatas HPP pada periode s.d. bulan April), rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp.1800/kg (3,4% diatas HPP), dan harga beras IR II di PIBC Rp.2.775/kg. Hal ini disebabkan: (a) dampak pelarangan impor beras, sejak Januari 2004 dan diperpanjang sampai Juni 2006, sehingga hampir tidak ada suplai beras dari impor; (b) kenaikan input produksi sebagai dampak kenaikan BBM pada awal tahun 2005, dan kemungkinan produksi padi tahun 2005 turun sekitar 2 persen (ARAM II); (c) tingginya harga gabah/beras menyebabkan Perum Bulog tidak dapat menambah stok dari pengadaan dalam negeri; dan (d) pada 1 Oktober 2005 Pemerintah kembali menaikkan harga BBM.

    Untuk itu, kebijakan HPP pada Inpres No. 2/2005 disempurnakan menjadi Inpres No. 13 Tahun 2005 pada tanggal 10 Oktober 2005, yang menetapkan HPP untuk GKP Rp.1.730/kg dan GKG Rp.2.250/kg di tingkat penggilingan, serta harga pembelian beras Rp.3.550/kg di gudang penyimpanan. Di samping itu juga telah menyempurnakan diktum ke-7 tentang ketentuan ekspor dan impor beras.

    4. Rapat Pelaksanaan Subsidi Pupuk Tahun 2005 dan Workshop Kebijakan Perpupukan Tahun 2006

    Rapat Pokja Pupuk DKP di Departemen Keuangan guna menindaklanjuti hasil rapat Pokja Pupuk selama tahun 2003-2004 dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2005, yang dipimpin Deputi Menko Perekonomian selaku Ketua Tim Pokja Pupuk, dan dihadiri oleh Dirjen Bina Sarana Pertanian, Sekretariat DKP, Menneg BUMN, Menperindag, Ditjen Bea Cukai, Depdagri, dan PT. Migas. Pertemuan dimaksudkan untuk memberikan usulan tentang pupuk bersubsidi di sektor pertanianuntuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, mengingat DPR RI telah menyepakati pemberian pupuk bersubsidi tahun 2003-2005. Dari hasil pembahasan diperoleh beberapa simpulan berikut:

    https://www.youtube.com/user/Dewa89s

  • Laporan Kinerja Tahun 2005

    Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian 12

    a. Kebijakan Subsidi Pupuk 2003-2005

    (1) Kesepakatan pemberian subsidi pupuk dilakukan, yaitu: (a) TA 2003 sebesar Rp.1,315 trilyun, yakni subsidi Pupuk Urea melalui subsidi gas bumi dengan penetapan harga gas US$ 1,0/MMBTU dan Pupuk Non Urea (SP-36, ZA, dan NPK) melalui subsidi harga; (b) TA 2004 sebesar 1,353 trilyun; dan (c) TA 2005 sebesar Rp.1,3 trilyun.

    (2) Langkah antisipasi penghapusan subsidi pupuk TA.2006 berupa pengurangan pupuk subsidi TA 2005, yaitu Urea 3,38 juta ton dan NPK 213 ribu ton, yakni:

    (a) Menteri Pertanian/Ketua Harian DKP meminta produsen pupuk ZA dan SP-36 (PT. Petrokimia) untuk tidak menaikkan harga mulai 1 Januari 2005.

    (b) Hasil rapat kerja Menteri Pertanian/Ketua Harian DKP dengan Komisi IV DPR RI pada tanggal 25 Januari 2005 dan 8 Pebruari 2005 menyepakati: (i) subsidi untuk semua jenis pupuk seperti Urea, NPK, ZA, SP-35, dengan HET tetap; (ii) anggaran subsidi transportasi Rp.181,76 milyar dikurangi menjadi Rp.81,76 milyar untuk menambah jenis dan jumlah subsidi pupuk; (iii) anggaran pengawasan Rp.20 milyar oleh 650 orang Tenaga Pendampingan Masyarakat di 325 kabupaten; (iv) jika HET tetap, sampai Desember 2005 subsidi menjadi Rp.1,834 trilyun; (v) kekurangan subsidi pupuk tahun 2005 diajukan pada rapat pembahasan APBN Perubahan bulan Juni 2005; dan (vi) rencana dan realisasi penyaluran pupuk sektor pertanian (2003-2005) berdasarkan Kep Mentan No. 64/Kpts/SR.130/ 3/2005.

    Tahun 2003 (ton) Tahun 2004 (ton) Tahun 2005 (ton) Jenis Pupuk APBN Realisasi APBN Realisasi APBN Proyeksi Urea 4.339.413 4.008.169 4.238.724 4.155.090 3.386.565 4.027.415

    ZA 715.000 604.451 600.000 639.803 - 600.000 SP-36 1.000.000 802.853 800.000 798.193 - 750.000

    NPK 300.000 110.496 400.000 191.955 213.289 230.000

    b. Rencana Perubahan Subsidi Pupuk bagi Petani

    (1) Subsidi untuk semua jenis pupuk, biaya transportasi, dan pengawasan.

    Jenis Pupuk Volume (Ton) HET (Rp/Kg) Subsidi (Rp.Juta) Urea 4.027.415 1.050 1.158.162,3 ZA 600.000 950 219.809,4 SP-36 750.000 1.400 212.536,5 NPK 230.000 1.600 141.710,5

    Jumlah Subsidi Pupuk 1.732.218,7 Transportasi 81.761,3 Pengawasan 20.000

    Total 1.833.980 Anggaran Subsidi Pupuk APBN 2005 1.300.000

    Kekurangan Dana Subsidi Pupuk 533.980 Catatan: (a) Nilai tukar Rp.8.600 per USD; dan (b) Dana APBN 2005 untuk subsidi transportasi Rp. 181,76 milyar,

    pengalihan dana Rp. 100 milyar untuk menambah jenis dan jumlah subsidi pupuk.

    https://www.youtube.com/user/Dewa89s

  • Laporan Kinerja Tahun 2005

    Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian 13

    (2) Periode JanuariAgustus 2005 semua jenis pupuk disubsidi dengan HET tetap, biaya transportasi, dan pengawasan. Untuk plafon Rp.1,3 trilyun hanya cukup sampai bulan Agustus 2005, dan sisanya Rp.49 milyar untuk bulan berikutnya.

    Januari Agustus 2005 ; HET tetap Jenis Pupuk Volume (Ton) HET (Rp/Kg) Subsidi (Rp.Juta) Urea 2.648.253 1.050 759.733

    ZA 410.000 950 150.203 SP-36 524.653 1.400 148.677

    NPK 191.697 1.600 118.111 Jumlah Subsidi Pupuk 1.176.724

    Transportasi 54.508 Pengawasan 20.000

    Jumlah Subsidi 1.251.231

    c. Mekanisme Pelaksanaan dan Pengawasan Penyaluran Pupuk bagi Petani

    (1) Mekanisme pelaksanaan penyaluran subsid