34
TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM I. TATALAKSANA PADA PASIEN SIROSIS HATI Sirosis merupakan penyakit yang ireversibel. Oleh karena itu, terapinya ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. A. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi: 1. Menghilangkan etiologi atau penyebab dari sirosis, misalnya: - Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik. - Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal yang dapat menghambat kolagenik. - Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif. - Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. - Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis. - Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu

Ilmu Penyakit Dalam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Penyakit Dalam

Citation preview

Page 1: Ilmu Penyakit Dalam

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM

I. TATALAKSANA PADA PASIEN SIROSIS HATI

Sirosis merupakan penyakit yang ireversibel. Oleh karena itu, terapinya ditujukan untuk

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.

A. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi:

1. Menghilangkan etiologi atau penyebab dari sirosis, misalnya:

- Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik.

- Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal yang dapat menghambat

kolagenik.

- Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

- Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi

besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

- Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya

sirosis.

- Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan

terapi utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu

tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 x 1 minggu

selama 4-6 bulan.

- Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengan dosis 5 MIU, 3 x 1

minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

2. Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin,

metotreksat, vitamin A, dan obat-obat herbal sedang dalam penelitian.

B. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

1. Asites

- Tirah baring

- Diet rendah garam: sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

- Diuretik: Spironolakton 100-200 mg/hari.

Page 2: Ilmu Penyakit Dalam

Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa

edema kaki), atau 1,0 kg.hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg

hari (dosis max. 160 mg/hari)

- Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan

pemberian albumin.

2. Peritonitis Bakterial Spontan

Diberikan antibiotik, seperti sefotaksim IV, amoksisilin, atau aminoglikosida.

3. Varises Esofagus

- Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta

(propanolol).

- Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,

diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

4. Ensefalopati Hepatik

- Laktulosa, untuk mengeluarkan amonia.

- Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia

- Diet rendah protein 0,5 gram/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam

amino rantai cabang.

5. Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena itu,

pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama.

II. INSULIN

Insulin dihasilkan oleh kalenjar pankreas pada tubuh kita, hormon insulin yang

diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun,

ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon

insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa

obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen.

Walaupun demikian, hanyalah sebagian dari diabetesein yang membutuhkan insulin

eksogen. Seorang diabetesein yang menggunakan insulin eksogen sedikit banyak akan

memerlukan beberapa informasi serba serbi insulin eksogen tersebut.

Page 3: Ilmu Penyakit Dalam

Mulai dari cara kerja insulin eksogen, mula kerjanya, waktu tercapainya efek insulin

eksogen paling kuat, lama bekerjanya, dan waktu penyuntikan insulin eksogen

disamping pengetahuan cara pemberian insulin eksogen dan cara penyimpanannya.

A. Bagaimana insulin berfungsi

Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan cara

suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak didalam lambung. Setelah

disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh.

Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah (blood glucose) dan

merubah glucose menjadi energi.

B. Efek metabolik terapi insulin :

Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa.

Supresi produksi glukosa oleh hati.

Stimulasi utilisasi glukosa perifer.

Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.

Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.

Mengurangi glucose toxicity.

Perbaiki kemampuan sekresi endogen.

Mengurangi Glicosilated end product.

C. Tipe - Jenis Insulin

Insulin dapat dibedakan atas dasar:

1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak

disuntikan.

2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.

3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai

hilangnya efek insulin.

Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan

puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :

1. Insulin Eksogen kerja cepat.

Page 4: Ilmu Penyakit Dalam

Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang

termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini

dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang

ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit

sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan

samapai 8 jam.

2. Insulin Eksogen  kerja sedang.

Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan

menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara

memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah

Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis ini awal

kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya

dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)

Page 5: Ilmu Penyakit Dalam

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.

Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:

Mixtard 30 / 40

4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam). Merupakan campuran dari

insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga

efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc

Insulin ( PZI ), Ultratard

Page 6: Ilmu Penyakit Dalam

D. Cara pemberian insulin

Insulin kerja singkat :

IV, IM, SC

Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )

Jangan bersama darah (mengandung enzim merusak insulin) Insulin kerja

menengah/panjang

Jangan IV karena bahaya emboli.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien

dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah

diperiksa setiap 6 jam sekali.

Page 7: Ilmu Penyakit Dalam

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah

< 60 mg % = 0  unit

< 200 mg % = 5 – 8  unit

200 – 250 mg% = 10 – 12 unit

250 - 300 mg% = 15 – 16 unit

300 – 350 mg% = 20 unit

350 mg% = 20 – 24 unit

E. Teknik Penyuntikan Insulin

Sebelum menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk

diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan

insulin eksogen :

1 Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik

haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan

kapas bersih dan steril.

2 Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.

3 Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara

perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan

kembali suspensi. (Jangan dikocok).

Page 8: Ilmu Penyakit Dalam

4 Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam

vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan

bila akan dipakai campuran insulin.

5 Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih

dahulu.

6 Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung

gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak

akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya

tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.

7 Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya

suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit

dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan

otot (intra muskular).

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan

insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana

penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah,

hindarilah penyuntikkan pada  daerah perut.

Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan

paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.

Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi

penyerapan.

Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya

perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan

sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm)  dari daerah sebelumnya. Lakukanlah rotasi di

dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.

 

Page 9: Ilmu Penyakit Dalam

Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses

penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk

mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai

berikut:

1. Menyuntik dengan suhu kamar

2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara

3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik

4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang

5. Tusuklah kulit dengan cepat

6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan

7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

F. Jenis alat suntik (syringe) insulin

1. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah

dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat

dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan

Page 10: Ilmu Penyakit Dalam

lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu

dibuang.

2. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan

pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah

dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini

menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.

3. Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk

mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan

kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah

terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.

G. Penyimpanan Insulin Eksogen

Bila belum dipakai :

Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti

di lemari pendingin) namun hindari freezer.

Bila sedang dipakai :

Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu,

tetapi janganlah terkena sinar matahari.

Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas

biologik sampai 100 kai dari biasanya.

Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di

lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.

Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh

dan gelap.

H. Efek samping penggunaan insulin :

Hipoglikemia

Lipoatrofi

Lipohipertrofi

Alergi sistemik atau lokal

Resistensi insulin

Edema insulin

Sepsis

Page 11: Ilmu Penyakit Dalam

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila

terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75%

pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi

lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga

disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi

di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan

jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak

ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi

disuntikkan di tempat tersebut.

I. Nama-nama produk Insulin

No Nama Generik Nama Dagang

1 Insulin Kerja Pendek :Insulin Injeksi (Reguler)Insulin LisproInsulin Asparr

Humulin R, Sansulin R, Insuman Rapid, Actrapid HumalogNovorapidApidra

2 Insulin Kerja Sedang :Isophan Insulin (NPH)Insulin Zine Saspensi

Humulin N, Sansulin N, Insulatard, Insuman Basal, Insuman Combination

3 Insulin Kerja Panjang :Extended Insulin ZineSuspensionInsulin Glargine

LevemirProtamin Zine InsulinLantus

4 Insulin Campuran :NPI-Regular CombinationPre-Mix Insulin AnalogMonotard, Humalog Mix, Novomix 30

Humulin 30/70Humulin Mixture 20/80, Humulin Mixture 30/70,Humulin Mixture 40/60, Humulin Mixture 50/50

III. OBAT YANG DIBERIKAN PADA KEGAWATAN HIPERTENSI

A. Dasar-dasar penanggulangan krisis HT :

Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan

akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi

dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya

perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Sampai

sejauh mana tekanan darah diturunkan ?. Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat

yang diharapkan perlu diperhaikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi

Page 12: Ilmu Penyakit Dalam

sendiri ( TD segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai

krisis hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan

pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring efek

samping obat.

B. AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap

aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak

dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi

otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.

Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu

normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (

MAP ) 60 – 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan

mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah

yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan

manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang

disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh

Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan

metabolisme di otak.

Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi,

masih dapat ditolelir.

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas

ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga

pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. ( gambar 1 dan 2 ).

Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13

penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang

normotensi. Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai nilai diantar group

normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol

cenderung menggeser autoregulasi kearah normal.

Page 13: Ilmu Penyakit Dalam

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,

ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira- kira 25% dibawah

resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP

sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau

urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat

payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebir rendah lagi

dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,

penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun

pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan

harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

Gbr. I : Auto regulasi Pada orang normotensi. Aliran darah otak dipertahankan pada MAP antara 60 – 120 – 140 mmHg.

Gbr. II : Auto regulasi pada orang hipertensi aliran darah otak pada TH krinis dipertahankan pada MAP tinggi yaitu 120 – 160 – 180 mmHg. Kurva bergeser ke kanan.

Page 14: Ilmu Penyakit Dalam

C. GANGGUAN HEMODINAMIK PADA KRISIS HIPERTENSI

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac output ( C.O ) dan

systemic vasculer resistance ( SVR ). Cardiac output ditentukan oleh Stroke Volume (

SV ) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi perifer terjadi akibat peripheral vascular

resistensi ( PVRB) dan renal vascular resistence ( RVR ).

TD = CO >< SVR

SV HR PVR RVR

Pada HT primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 – 25%. Pada hipertensi

maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur hipertensi kronis dan

perubahan perubahan vasekonstriksi akut.

Secara logika disukai obat anti hipertensi yang dapat memperbaiki gangguan

hemodinamik pada krisis hipertensi. Obat yang mengurangi SVR tanpa mengurangi

CO lebih disukai oleh sebagian besar penderita krisis hipertensi dengan kekcualian

bagi disecting aneurysma aorta.

Obat yang menambah SVR dan mengurangi CO seperti beta blocker tanpa intrinsic

sympathomimetic activity ( ISA ) haruslah dihindari karena akan menyebabkan

eksaserbasi gangguan hemodinanamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem

paru.

Status volume cairan

Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume

depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara klinis

dibuktikan adanya volume over load seperti payah jantung kongestif atau oedema

paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam ( natrium ) serta diretika

pada hipertensi maligna akan menyebabkan bertambahnya volume depletion

sehingga bukannya menurunkan TD malah meningkatkan TD.

Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan obat anti hipertensi non

diuretikal beberapa hari dan telah terjadi reflex volume retention.

D. PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI :

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.

Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

Page 15: Ilmu Penyakit Dalam

1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila

ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume

intravaskuler.

2. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.

tentukan penyebab krisis hipertensi

singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

tentukan adanya kerusakan organ sasaran

3. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,

cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan

usia pasien.

Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak

kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg

selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :

disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP

ataupun TD yang didapat.

Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal

pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan

ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali

pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.

TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua

minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi

tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika

hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita

dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti

hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun

venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis

1 – 6 ug / kg / menit.

Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

Page 16: Ilmu Penyakit Dalam

2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila

dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5

menit, duration of action 3 – 5 menit.

Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.V

bolus.

Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 –

12 jam.

Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5

menit sampai TD yang diinginkan.

Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,

hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.

Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 –

12 jam.

Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk

mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume

intravaskular.

Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out

put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action

15 – 60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.

Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.

Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.

Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi

sistem simpatis dan parasimpatis.

Page 17: Ilmu Penyakit Dalam

Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action : 1 – 5 menit.

Duration of action : 10 menit.

Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma,

hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.

Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus

i.v.

Onset of action 5 – 10 menit

Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,

bradikardi, dll.

Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of

action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan

komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem

syaraf simpatis.

Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.

Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.

Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal

sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak

konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.

Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam

100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.

Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau

beberapa jam.

Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada

parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral

yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih

aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat

Page 18: Ilmu Penyakit Dalam

diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara

menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat

naik kembali dalam beberapa menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten

intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah

dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat

parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit

untuk dinaikkan kembali.

Hal yang kurang menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan

yang tepat bagi pasien di ICU.

Yang menjadi adalah kebanyakan obat-obat parenteral tidak dapat diperoleh secara

komersil di Indonesia. Obat parenteral yang tersedia adalah clonidine. Pengguna

clonidone untuk krisis hipertensi lebih banyak dipakai di Eropa, sedangkan di Amerika

bentuk injeksi clonidine tidak tersedia.

Van Der Hem ( Belanda, 1973 ) menggunakan clonidine intra vena 0,15 mg dan bagi

pasien yang tidak respons dengan satu kali injeksi, digunakan clonidine 0,9 – 1,05

mg dalam 500 ml Dekstrose dan disis ditittrasi. Hasil yang diperoleh cukup baik dan

efek samping yang minimal.

Penelitian lain di Australia ( 1974 ) menggunakan clonidine intra vena 150 mg atau

300 mg dalam 10ml NaCl 0,9% secara i.v 5 menit dan mendapat respons yang baik dan

efek samping maksimum dalam 30-60 menit.

Di bagian penyakit Dalam FK USU Medan ( 1989 ), telah diteliti pemakaian clonidine

pada krisis hipertensi dengan cara : Dosis yang digunakan adalah 150mcg ( 1 ampul )

dalam 1000 ml deksmenit 5% didalam mikrodrid dan dimulai dengan 12

tetes/menit. Setiap 15 menit dosis dititrasi dengan menaikkan tetesan dengan 4

tetes setiap kalinya sampai TD yang diingini diperoleh. Bila TD ini telah dicapai

diawasi selama 4 jam dan selanjutnya dengan obat per oral. Dengan tetesan

berkisar 12-104 tetes/menit dapat dicapai TD yang diingini dan penderita tidak

mengalami penurunan TD yang berlebihan.

Hasil yang diperoleh yaitu TD diastolik dapat diturunkan <120mmHg dalam 1 jam

dan respons yang baik pada 90,5% kasus.

Kerugian obat ini adalah efek samping yang sering timbul seperti mulut kering,

Page 19: Ilmu Penyakit Dalam

mengantuk dan depresi. Pada hipertensi dengan tand iskemi cerebral ataupun

stroke, obat ini akan memperberat gejala.

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun

yang sebaiknya dihindari adalah sbb :

1. Hipertensi ensenpalopati : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.

Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark : Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol, Hindarkan : B-

antagonist, Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid : Anjuran : Sodiun nitroprusside

Labetalol, Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.

4. Miokard iskemi, miokrad infark :

Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium

Nitroprusside dan loopdiuretuk. Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.

5. Oedem paru akut : Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik. Hindarkan :

Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labeta Lol.

6. Aorta disseksi : Anjuran :Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan

dan B-antagonist, labetalol.

Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil

7. Eklampsi : anjuran : Hydralazine, Diazoxxide, labetalol,cantagonist, sodium

nitroprusside.

Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

8. Renal insufisiensi akut : anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist

Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan

9. KW III-IV : Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca–antagonist.

Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.

10. Mikroaangiopati hemolitik anemia : Anjuran :

Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.

Hindarkan : B-antagonist.

Dari berbagai sediaan obat antu hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium

nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena

pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan

Page 20: Ilmu Penyakit Dalam

monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi

berat. Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang

dapat memberikan bolus intravena. Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine

diindikasikanpada kondisi tertentu.

Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan

secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil)

dan tampaknya memberikan harapan yang baik.

Obat oral untuk hipertensi emergensi :

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat

oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) Captopril dalam penanganan hipertensi

emergensi.

Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan dengan

pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang menarik adalah

bahwa 4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral meningkat, sedang

dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai tahap

bermakna secara statistik.

Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan

captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan

setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna

dam Menurunkan TD.

Captoprial 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual

kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga

dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan nonrespons bila

penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila

TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan

simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60

menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit pemberian obat.

Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP masih

>150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

Penaggulangan hipertensi urgensi :

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur

Page 21: Ilmu Penyakit Dalam

kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai

pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi

hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan antara lain :

1. Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset

5 –10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara

sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing,

hoyong.

2. Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of

Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d

0,7mg. Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree

atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati

dengan tolazoline.

3. Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang

setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash,

gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.

4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila

perlu.Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit

kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP

sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama

digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan

penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun

hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi

akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan

stroke.

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat

diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Page 22: Ilmu Penyakit Dalam

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih

sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita

dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua

dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus

dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun

untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila ID

penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

Page 23: Ilmu Penyakit Dalam

DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah, Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi

Keempat, Penerbit FKUI, Jakarta, 2007, p.443-53.

2. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Volume 1, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta, 2005, p.493-95.

3. www.library.usu.ac.id/download/fk/penydalam.pdf

4. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with

Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.

5. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti

hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan

berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.