54
Instrumen Penelitian A. Jenis-jenis Alat Pengumpul Data Instrumentasi penelitian artinya peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian. Secara fungsional, kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti suda menginjak langkah pengumpulan informasi di lapangan. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian pendidikan berbeda dengan penelitian non kependidikan. Instrumen dalam bidang pendidikan biasanya berupa tes, kuesioner, format wawancara, format observasi, dan sebagainya, yang dibuat oleh peneliti sendiri atau oleh peneliti sebelumnya yang sudah distandardisasi (sudah diuji validitas dan reliabilitasnya). Pada penelitian nonkependidikan, instrumen biasanya sudah siap pakai, yang dibuat oleh perusahaan. Istilah instrumentasi sering digunakan dalam penelitian bidang pendidikan yang pengertiannya mencakup instrumen dan pengembangannya (uji validitas, reliabilitas, dan sebagainya), sedangkan dalam bidang non kependidikan sering digunakan kata alat dan bahan penelitian. Macam-macam instrumen alam bidang pendidikan yaitu: 1. Tes Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan

Instrumentasi Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Instrumentasi Penelitian

Instrumen Penelitian

A. Jenis-jenis Alat Pengumpul Data

Instrumentasi penelitian artinya peralatan yang dibutuhkan dalam

penelitian. Secara fungsional, kegunaan instrumen penelitian adalah untuk

memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti suda menginjak langkah

pengumpulan informasi di lapangan. Peralatan yang dibutuhkan dalam

penelitian pendidikan berbeda dengan penelitian non kependidikan. Instrumen

dalam bidang pendidikan biasanya berupa tes, kuesioner, format wawancara,

format observasi, dan sebagainya, yang dibuat oleh peneliti sendiri atau oleh

peneliti sebelumnya yang sudah distandardisasi (sudah diuji validitas dan

reliabilitasnya). Pada penelitian nonkependidikan, instrumen biasanya sudah

siap pakai, yang dibuat oleh perusahaan.

Istilah instrumentasi sering digunakan dalam penelitian bidang

pendidikan yang pengertiannya mencakup instrumen dan pengembangannya

(uji validitas, reliabilitas, dan sebagainya), sedangkan dalam bidang non

kependidikan sering digunakan kata alat dan bahan penelitian.

Macam-macam instrumen alam bidang pendidikan yaitu:

1. Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya

piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang

dimiliki oleh sesesorang atau kelompok. Tes dapat didefinisikan sebagai

suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk

memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau spikologik

yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau

ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion, 1993). Dari

pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan adanya respon dari

subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang

dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud

fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau

tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi

Page 2: Instrumentasi Penelitian

mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap

pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-

tugas tersebut (Azwar, 1996).

Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa

dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam

bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk

mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif

yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan

pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989).

Berdasarkan beberapa pengertian tes maka dapat diambil beberapa

kesimpulan mengenai tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).

1. Tes adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes

disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan

pemberian angka terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara

terperinci, dan setiap orang yang mengambil tes harus mendapat item-

item yang sama dalam kondisi yang sebanding.

2. Tes berisi sampel prilaku, maksudnya seluruh item dalam tes tidak akan

mencakup seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus

dipilih beberapa item yang akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes

tergantung pada sejumlah item-item dalam tes tersebut yang mewakili

secara representatif kawasan prilaku yang diukur.

3. Tes mengukur prilaku, item-item dalam tes hendaknya menunjukan apa

yang diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab

pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas di dalam tes

tersebut.

a. Fungsi Tes

Fungsi tes ada 2 nacam yaitu:

1. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini test

berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah

dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses

pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

Page 3: Instrumentasi Penelitian

2. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, karena

melalui test tersebut dapat diketahui seberapa jauh tujuan

pembelajaran telah dicapai.

b. Jenis dan Bentuk Tes

Ditinjau dari segi kegunaannya tes dibedakan atas tiga macam:

1. Tes diagnostik Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk

mengetahui kelemahan-kelemahan siswa dimana kelemahan-

kelemahan tersebut digunakan untuk memberikan perlakuan yang

tepat pada siswa yang bersangkutan. Selain itu tes diagnostik juga

digunakan untuk menentukan karakteristik pembelajaran dari siswa

secara individu, seperti kepemilikan kemampuan prasyarat,

penguasaan objek atau konsep, dan sebab utama kesulitan belajar

siswa.

2. Tes formatif

Tes formatif disebut juga dengan ulangan harian. Penilaian formatif

digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi

pembelajaran, baik dari sisi konten (isi materi) maupun performans

(unjuk kerja). Penilaian yang dilakukan adalah penilaian formatif

karena dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

penguasaan hasil belajar dan unjuk kerja peserta didik tidak hanya

ditunjukkan melalui penguasaan isi (konten), akan tetapi harus juga

performan.

3. Tes Sumatif

Tes ini dilaksanakan setelah berakhirnya tugas pemberian sekelompok

program atau sebuah program yang lebih besar. Disekolah tes ini

disamakan dengan ulangan umum yang biasa dilaksanakan pada tiap

pertengahan semester atau akhir semester. Penilaian Sumatif

digunakan setelah siswa menyelesaikan pembelajaran topik/unit

tertentu dan dimanfaatkan untuk menerangkan hasil belajar siswa,

memutuskan tingkat efektivitas pembelajaran, menilai

metode/pendekatan pembelajaran dan kurikulum yang dibelajarkan.

Untuk menilai kemajuan siswa dalam hal pencapaian tujuan

Page 4: Instrumentasi Penelitian

pembelajaran disekolah diguanakan teknik tes buatan guru (teacher

made tes). Biasanya guru menggunakan dua bentuk tes yaitu tes

objektif dan subjektif.

Ditinjau dari bentuknya tes terbagi dua ::

1. Tes subjektif

Tes ini pada umumnya berbentuk uraian (essay). Tes bentuk

essay adalah sejenis tes yang memerlukan jawaban bersifat

pembahasan atau uraian kata-kata. Biasanya pertayaan dimulai dengan

kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan,

simpulkan dan lain sebagainya. Soal-soal essay ini menuntut

kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi

menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki dan dapat

dikatakan bahwa tes essay menuntut siswa untuk mengingat kembali

dan mengenal kembali, dimana siswa harus mempunyai daya

kreatifitas yang tinggi.

Tes uraian merupakan suatu bentuk soal yang harus dijawab

atau dipecahkan oleh testi dengan cara mengemukan pendapat secara

terurai. Dalam tes ini memungkinkan timbulnya variasi dalam

jawaban yang diberikan oleh testi (siswa) karena jawaban yang

diberikan bersifat subjektif. Tes uraian biasanya digunakan untuk

mengukur kemampuan kognitif yang relative tinggi dan kompleks.

Tes uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah

tes subyektif (subjective test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar

yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini :

1. Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki

jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya

cukup panjang.

2. Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee

untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran,

membandingkan, membedakan dan sebagainya.

3. Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima

sampai dengan sepuluh butir.

Page 5: Instrumentasi Penelitian

4. Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-

kata: "Jelaskan......", "Terangkan......", "Uraikan ......",

"Mengapa ......", "Bagaimana ......" atau kata-kata lain yang serupa

dengan itu.

Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian dapat

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes uraian bentuk bebas atau

terbuka dan tes uraian bentuk terbatas. Pada tes uraian bentuk terbuka,

jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan

kepada testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang

seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan

menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian. Adapun pada tes uraian

bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah

jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).

Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur

hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen,

panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat

dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan

dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee

dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya.

Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat dipergunakan apabila jumlah

testee terbatas.

Di antara keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian adalah,

bahwa:

1. Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang

pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.

2. Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan

timbulnya permainan spekulasi di kalangan testee.

3. Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat

mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat

penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam

tes tersebut.

Page 6: Instrumentasi Penelitian

4. Dengan menggunakan tes uraian, testee akan terdorong dan

terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan

menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan

hasil olahannya sendiri.

Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang oleh tes

subyektif antara lain adalah, bahwa:

1. Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau

mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan

pelajaran yang telah diberikan kepada tes¬tee, yang seharusnya

diujikan dalam tes hasil belajar.

2. Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.

3. Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan

bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif.

4. Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian

sulit untuk diserahkan kepada orang lain.

5. Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur

(reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah

sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil

belajar yang baik.

Bertitik tolak dari keunggulan-keunggulan dan kelemahan-

kelemahan yang dimiliki oleh tes hasil belajar bentuk uraian seperti

telah dikemukakan di atas, maka beberapa petunjuk operasional

berikut ini akan dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir

soal tes uraian.

Pertama, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh

mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat

mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan,

atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.

Kedua, untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh

testee (misalnya: menyontek atau bertanya kepa¬da testee lainnya),

hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan

Page 7: Instrumentasi Penelitian

dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau

bahan lain yang diminta untuk mempelajarinya.

Ketiga, sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat,

hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana

atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester

sebagai jawaban yang betul.

Keempat, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya

diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya

jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.

Kelima, kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat

dan jelas.

Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh

tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal yang harus dijawab

atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang

cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.

2. Tes Objektif

Berbeda dengan tes uraian, tugas-tugas dan persoalan-pesoalan

dalam tes objektif sudah terstruktur, sehingga jawaban terhadap soal-

soal tersebut sudah dapat ditentukan secara pasti.

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaanya dilakukan

secara obyektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-

kelemahan dari tes essay. Soal tes objektif jauh lebih banyak dari pada

tes essay. Kadang-kadang untuk selama 60 menit diberikan 30 sampai

40 soal.

Kebaikan-kebaikannya

1. Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih

representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat

dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi

siswa maupun segi guru yang memeriksa.

2. Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat

menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.

3. Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.

Page 8: Instrumentasi Penelitian

4. Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mem-

pengaruhi.

Kelemahan-kelemahannya

1. Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esai

karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari

kelemahan-kelemahan yang lain.

2. Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya

pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental

yang tinggi.

3. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.

4. "Kerja sama" antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih

terbuka.

Macam-Macam Tes Objektif

1. Tes benar-salah (true-false)

Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement

tersebut ada yang benar dan ada yang salah.

a. Kebaikan tes benar-salah

1) Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan

tempat karena biasanya pertanyaan-pertanyaannya singkat

saja.

2) Mudah menyusunnya.

3) Dapat digunakan berkali-kali.

4) Dapat dilihat secara cepat dan objektif.

5) Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti

b. Keburukannya

1) Sering membingungkan.

2) Mudah ditebak/diduga.

3) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan

dua kemungkinan benar atau salah.

4) Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan

kembali.

c. Petunjuk penyusunan

Page 9: Instrumentasi Penelitian

1) Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item

dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan

menilai (scoring).

2) Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama

dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini

hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: B-S-

B. S- B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.

3) Hindari item yang masih bisa diperdebatkan:

4) Contoh: B-S. Kekayaan lebih penting daripada kepandaian.

5) Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.

6) Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan

mem¬beri saran seperti yang dikehendaki oleh item yang

bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak

pernah,dan sebagainya.

2. Tes pilihan ganda (multiple choice test)

Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau

pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan

untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa

kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau multiple choice

test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan

jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option)

terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan

beberapa pengecoh (distractor).

a) Penggunaan tes pilihan gandaTes bentuk pilihan ganda (PG) ini

merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak digunakan

karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.Petunjuk

penyusunan. Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah

soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak.

Tercoba (testee) diminta membenarkan atau menyalahkan setiap

stem dengan tiap pilihan jawaban. Kemungkinan jawaban itu

biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat

juga lebih banyak.

Page 10: Instrumentasi Penelitian

b) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda

1) Instruksi pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang

perlu baik disertai contoh mengerjakannya.

2) Dalam multiple choice test hanya ada "satu" jawaban yang

benar. Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai

dengan rangkaian mana pun yang dapat dipilih.

3) Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.

4) Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam

kalimat pokoknya.

5) Kalimat pokok dalam setiap butir soal, hendaknya tidak

tergantung pada butir-butir soal lain.

6) Gunakan kata-kata: "manakah jawaban paling baik",

"pilihlah satu yang pasti lebih baik dari yang lain", bilamana

terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.

7) Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.

8) Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu

sukar.

9) Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide.

Meskipun ide tersebut dapat kompleks.

10) Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan,

urutkanlah (misalnya: urutan tahun, urutan alfabet, dan

sebagainya).

11) Susunlah agar jawaban mana pun mempunyai kesesuaian

tata bahasa dengan kalimat pokoknya.

12) Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam

panjangnya, sifat uraiannya maupun taraf teknis.

13) Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat

homogen mengenai isinya dan bentuknya.

14) Buatlah jumlah alternatif pilihan ganda sebanyak empat.

Bilamana terdapat kesukaran, buatlah pilihan-pilihan

tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-

Page 11: Instrumentasi Penelitian

pilihan tam¬bahan hendaknya jangan terlalu gampang

diterka karena bentuknya atau isi.

15) Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada

kalimat pokok di alternatif-alternatifnya.

16) Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku

pelajaran.

17) Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpang-suh, jangan

inklusif, dan jangan sinonim.

18) Jangan gunakan kata-kata indikator seperti selalu, kadang-

kadang, pada umumnya.

3. Menjodohkan (matching test)

a) Pengertian

Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,

mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test

terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.

b) Petunjuk penyusunan

Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes

bentuk matching ialah:

i. Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya

tidak lebih dari sepuluh soal (item).

ii. Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak

daripada jumlah soalnya (lebih kurang 1 1/2 kali).

iii. Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching

test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar

homogen.

4. Tes isian (completion test)

a) Pengertian

Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes

menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri

atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang

dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh

Page 12: Instrumentasi Penelitian

murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari

murid.

b) Petunjuk penyusunan

Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai

berikut.

1) Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan

lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.

2) Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/

catatan.

3) Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.

4) Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai

lebih dari satu tempat kosong.

5) Jangan mulai dengan tempat kosong.

Tes objektif tepat digunakan bila:

1. Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan lagi

berkali-kali.

2. Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mem-

punyai reliabilitas yang tinggi).

3. Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes

bentuk esai (uraian).

4. Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan

dengan waktu yang digunakan untuk menyusun tes.

Pada umumnya, guru seyogyanya menggunakan dua macam

bentuk tes ini dalam perbandingan 3:1, yaitu 3 bagian untuk tes

objektif, dan 1 bagian untuk tes uraian.

Petunjuk operasional penyusunan tes obyektif yaitu:

1. Untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang bermutu

tinggi, pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain)

harus membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke

waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes

obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.

Page 13: Instrumentasi Penelitian

2. Setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu

selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item,

dengan tujuan dapat mengidentifikasi butir-butir item mana yang

sudah termasuk dalam kategori “baik” dan butir-butir item mana

yang masih termasuk dalam kategori “kurang baik” dan “tidak

baik”.

3. Dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan

kerjasama yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan

terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan.

4. Agar tes obyektif di samping mengungkap aspek ingatan atau

hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih

dalam, maka dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes

obyektif hendaknya tester menggunakan alat bantu berupa Tabel

Spesifikasi Soal yang sering dikenal dengan istilah kisi-kisi soal

atau blue print.

5. Dalam menyusun kalimat soal-soal obyektif, bahasa atau istilah-

istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas,

jelas dan mudah dipahami oleh testee.

6. Untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan antara

testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif

hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir

yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam

pemberian jawabannya.

7. Cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-

tanda baca seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-

tanda aljabar seperti kuadrat, akar dan sebagainya, hendaknya

ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik

atau kesalahan cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi

testee dalam memberikan jawaban soal.

8. Dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban

terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya

diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas.

Page 14: Instrumentasi Penelitian

Adapun keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan tes

objektif adalah:

Keunggulan :

Waktu yang dibutuhkan relative lebih singkat

Panjang pendeknya suatu tes (banyak sedikitnya butir soal) bisa

berpengaruh terhadap kadar reliabilitas

Proses pensekoran dapat dilakukan secara mudah karena kunci

jawaban dapat dibuat secara pasti

Proses penilaian dapat dilakukan secara objektif karena kunci

jawaban sudah dapat ditentukan secara pasti.

Kelemahan :

Terdapat kemungkinan untuk dapat menebak jawaban dengan

tepat. Tidak dapat mengetahui jalan pikiran testi dalam menjawab

suatu pesoalan.

Membatasi kreativitas siswa dalam menyusun jawaban sendiri.

Bahan ajar yang diungkap dengan ts objektif, pada umumnya lebih

terbatas pada hal-hal yang faktual.

c. Ciri-ciri Tes Yang Baik

Setidak-tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus

dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan

sebagai tes yang baik, yaitu: (1) valid (shahih), (2) reliabel, (3) obyektif,

dan (4) praktis.

Ciri Pertama: valid atau validitas yang sering diartikan dengan

ketetapan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes

dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar,

secara shahih atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Ciri kedua: reliabel yang sering diterjemahkan dengan keajegan

(=stability) atau kemantapan (=consystence). Maka sebuah tes dapat

dikatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang digunakan dengan

menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap obyek yang sama,

senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan

Page 15: Instrumentasi Penelitian

stabil. Guna mengetahui, apakah sebuah tes hasil belajar telah memiliki

reliabilitas yang tinggi ataukah rendah, dapat digunakan tiga jenis

pendekatan, yaitu: (1) pendekatan single test atau single trial, (2)

pendekatan test retest, dan (3) pendekatan alternate forms.

Ciri ketiga: obyektif yang dapat diartikan dengan “menurut apa

adanya”. Ditinjau dari isi atau materi tesnya, tes diambilkan atau

bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai

atau sejalan dengan kompetensinya. Dan ditinjau dari segi pemberian

skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka pemberian skor dan

penentuan nilainya terhidar dari unsur-unsur subyektivitas.

Ciri keempat: praktis yang mengandung pengertian bahwa tes hasil

belajar tersebut dapat dilakukan dengan mudah, karena ada dua alasan:

1. Bersifat sederhana, tidak memerlukan peralatan yang banyak atau

peralajan yang sulit pengadaannya.

2. Lengkap, tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai

bagaimana cara mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman

scoring serta penentuan nilainya.

a) Prinsip-prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam

menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan

pembelajaran yang telah diajarkan, sebagaimana yang dikemukakan

oleh Anas Sudijono yang dapat dipaparkan singkat, yaitu:

1. Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar

(learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

2. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang

representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan,

sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah

diperoleh.

3. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat

bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar

yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.

Page 16: Instrumentasi Penelitian

4. Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk

memperoleh hasil yang diinginkan. Pernyataan tersebut

mengandung makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun

relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis

tes. Desain dari placement test - (yaitu tes yang digunakan untuk

penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis

program pendidikan tertentu). Sudah barang tentu akan berbeda

dengan desain dari formative test - (yaitu tes yang digunakan untuk

mencari umpan balik guna memperbaiki proses pembelajaran, baik

bagi guru maupun bagi siswa) - dan summative test - (yaitu tes

yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai dimana

pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan

dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan

siswa yang bersangkutan). Demikian pula desain dari diagnostic

test - (yaitu tes yang digunakan dengan tujuan untuk mencari

sebab-sebab kesulitan belajar siswa.

5. Tes hasil belajar harus memiliki reliabelitas yang dapat diandalkan.

6. Tes hasil belajar di samping harus dapat dijadikan alat pengukur

keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk

mencari informasi yang berguna untuk perbaikan cara belajar siswa

dan cara mengajar guru itu sendiri.

b) Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat

diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes

lisan) dan dengan tes perbuatan.

1) Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis

Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian, yaitu sebagaimana dikemuka¬kan berikut ini.

1. Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat

ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes

dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk

pikuk dan lalu lalangnya orang.

Page 17: Instrumentasi Penelitian

2. Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan,

tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang

memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di

antara testee.

3. Ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan

pertukaran udara yang baik.

4. Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang

memiliki alas tempat penulis, maka sebelum tes dilaksanakan

hendaknya sudah disiapkan alat berupa alat tulis yang terbuat

dari triplex, hardboard atau bahan lainnya.

5. Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara

bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletak¬kan secara

terbalik.

6. Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku

wajar.

7. Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya su¬dah ditentukan

lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang

berbuat curang.

8. Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang

harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.

9. Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee

diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya

meninggalkan ruangan tes.

10. Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian

hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan

secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang

tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut,

nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila

terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-kelainan

harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.

2) Teknik Pelaksanaan Tes Lisan

Page 18: Instrumentasi Penelitian

Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat

dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.

1. Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah

melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan

kepada testee dalam tes lisan tersebut.

2. Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes

lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-

ancar jawaban betulnya.

3. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan

setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil

tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing

testee selesai dites.

4. Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya

jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi

menjadi diskusi.

5. Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip

keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester

hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar" atau

"memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau

kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan

"kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada

testee yang ada dihadapinya itu.

6. Tes lisan harus berlangsung secara wajar.

7. Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun

sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang

pasti.

8. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya

dibuat bervariasi.

9. Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung

secara individual (satu demi satu).

3) Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan

Page 19: Instrumentasi Penelitian

Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur

taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psiko-motorik), di

mana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas

dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas

tersebut.

Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan oleh tester.

1. Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh

oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.

2. Agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin,

hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang

dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas

tersebut.

3. Dalam mengamati testee yang sedang melaksa¬nakan tugas itu,

hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar

penilaian yang di dalamnya telah diten¬tukan hal-hal apa

sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.

2. Kuesioner

Kuesioner biasanya dalam bentuk kalimat tanya atau kalimat

pernyataan. Aspek yang ditanyakan dalam kuesioner dapat berupa fakta,

opini (persepsi, minat, dan sikap), informasi, dan keterampilan. Ada

beberapa bentuk pertanyaan dari kuesioner yaitu:

a. Pertanyaan tertutup

Pada kuesioner pertanyaan tertutup, kemungkinan jawabannya sudah

ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk

memberi jawaban lain.

Contoh:

Kuesioner dalam bentuk penilaian dengan caradua garis kontinum

yang berlawanan letaknya

Kuesioner menurut skala Likert

Page 20: Instrumentasi Penelitian

Kalau kita mengukur tingkatan persepsi, minat, dan sikap responden

terhadap suatu hal maka pilihannya dibuat bertingkat (ada gradasi).

Misalnya:

A. Sangat setuju (SS), dengan bobot (5)

B. Stuju (S), dengan bobot (4)

C. Ragu-ragu, dengan bobot (3)

D. Tidak setuju (TS), dengan bobot (2)

E. Sangat tidak setuju (STS), dengan bobot (1)

b. Pertanyaan Semi terbuka

Pada pertanyaan semi terbuka, jawabannya sudah tersusun tetapi masih

ada kemungkinan tambahan jawaban. Contohnya kuesioner dengan

pertanyaan muli dimensional ceklis, dimana di antara jawaban-jawaban

yang disediakan ada perbedaan sifat dan maksud, sehingga tidak ada

tingkatan (gradasi) dalam susunan atau tata urutannya. Dengan demikian

tidak dapat pula diadakan sesuatu pengukuran dengan menggunakan

sistem angka atau penyekoran. Dalam penyusunan kuesioner multi

dimensional ceklis perlu dijaga agar tiap hal yang dimasukkan dalam

alternatif jawaban mempunyai ari terpisah satu sama lainnya, sehingga

hanya satu jawaban yang dipilih responden.

c. Pertanyaan Terbuka

Pada pertanyaan terbuka, kemungkinan jawabannya tidak ditentukan

terlebih dahulu dan responden bebas memberikan jawaban. Contoh:

Bagaimana pendapat Anda tentang dampak seringnya terjadi

perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia?

d. Kombinasi tertutup dan terbuka

Pada kombinasi pertanyaan tertutup dan terbuka, jawabannya sudah

ditentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyan terbuka. Contoh:

Apakah Anda pernah mendengar tentang model-model pembelajaran

kooperatif?

1. Pernah 2. Tidak pernah

(Jika pernah) Model pembelajaran kooperatif mana yang Anda

senangi?

Page 21: Instrumentasi Penelitian

Keunggulan kuesioner:

1) Dapat mengungkapkan pendapat atau tanggapan seseorang baik secara

individu maupun kelompok terhadap permasalahan.

2) Dapat disebarkan untuk responden yang berjumlah besar dengan waktu

yang relatif singkat.

3) Tetap terjaganya objektivittas responden yang berjumlah besar dengan

waktu yang relatif singkat.

4) Tetap terjaganya kerahasiaan responden untuk menjawb sesuai dengan

pendapat pribadi.

5) Karena diformat dalam bentuk surat maka biayanya lebih murah.

6) Penggunaan waktu yang fleksibel sesuai dengan waktu yang telah

diberikan peneliti

7) Dapat menjaring informasi dengan skaa luas dengan waktu cepat

Kelemahan kuesioner:

a) Peneliti tidak dapat melihat reaksi responden ketika memberikan

informasi melalui isian kuesioner

b) Responden tidak memberikan jawaban dalam waktu yang telah

ditentukan

c) Responden memberikan jawaban secara asal-asalan

d) Kembalinya kuesioner bergantung pada kesadaran responden dalam

menjawab dan mengantar lewat kantor pos

Agar memperoleh tingkat pengembalian kuesioner yang tinggi,

peneliti hendaknya merencanakan strategi yang tepat untuk meningkatkan

pengembalian kuesioner. Cara meningkatkan tingkatpengembalian ini ada

bermacam-macam, di antaranya termasuk:

1) Mengatur pengiriman kembali segera setelah permohonan selesai dijwab,

sebelum waktu berakhir.

2) Menggunakan jasa asisten dalam mendistribusikan dan mengambil

jawaban kuesioner.

3) Menggunakan kiat yang menarik dan menguntungkan bagi para

responden yang telah mengembalikan kuesioner jawaban.

Syarat meembuat kuesioner yang baik:

Page 22: Instrumentasi Penelitian

a) Setiap item harus dibuat dengan menggunakan bahasa yang jelas dan

tidak mempunyai arti yang meragukan

b) Penenliti hendaknya menghidari pertanyaan atau pernyataan ganda dala

satu item

c) Item pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan permasalahan yang

akan dipecahkan dalam penelitian

d) Bahasa yang digunakan hendaknya enggunakan bahasa yang baku

e) Penenliti hendaknya tidak terlalu mudah menggunakan item-item negatif

atau item yang menjebak responden

f) Penenliti hendaknya membangun item kuesioner yang terarah dalam kisi-

kisi kerja atau framework permasalahan.

3. Pedoman Observasi

Observasi sebagai alat pengumpul data haruslah sistematis, artinya

observasi dan pencatatannya harus dilakukan menurut prosedur dan aturan-

aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti lain. Hasil

observasi harus memberi kemungkinan untuk menafsirkannya secara ilmiah.

Dalam observasi diusahakan mengamati keadaan yang wajar atau alami

tanpa ada usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur atau

memanipulasi. Dalam melakukan observasi diperlukan pedoman observasi.

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku manusia

yang terjadi secara alami. Dengan observasi, kita dapat memperoleh

gambaran yang lebih jelas tentang perilaku yang sukar diperoleh dengan

metode lain. Observasi juga dilakukan bila belum banyak informasi yang

dimiliki tentang masalah yang kita teliti. Di samping itu, observasi juga

diperlukan untuk menjajaki atau berfungsi sebagai eksplorasi.

Secara garis besar, observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Dengan partisipasi, pengamat berlaku sebagai partisipan.

Observasi dengan partisipan artinya bahwa pengamat merupakan bagian

dari kelompok yang ditelitinya.

b. Tanpa partisipasi, pengamat berlaku sebagai nonpartisipan.

Observasi dengan non partisipan artinya pengamat bukan bagian dari

kelompok yang ditelitinya.

Page 23: Instrumentasi Penelitian

4. Pedoman Wawancara

Wawancara atau interview merupakan suatu bentuk komunikasi

verbal atau semacam percakapan yang bertujuan untk memperoleh

informasi tertentu. Wawancara tidak sekedar percakapan biasa, tetapi

percakapan yang memerlukan kemampuan pewawancara mengajukan

pertanyaan yang dirumuskan secara tajam, halus, dan tepat, dan kemampuan

untuk menangkap buah pikiran orang lain dengan tepat dan cepat. Bila

pertanyaan salah ditafsirkan, pewawancara harus mampu untuk

merumuskan segera dengan kata-kata lain atau mengajakan pertanyaan lain

agar dapat dipahami oleh responden. Pewawancara harus dengan tajam

meneliti kesesuaian suatu keterangan dengan keterangan lain, jadi harus

cepat mendeteksi kepincangan-kepincangan yang ada.

Keberhasilan pengumpulan data dalam wawancara sangat tergantung

pada hal-hal sebagai berikut.

a. Kemampuan pewawancara menciptakan hubungan baik dengan

responden sehingga wawancara dapat berjalan dengan lancar.

b. Kemampuan pewawancara menyampaikan semua pertanyaan yang telah

disiapkan kepada responden

c. Kemampuan pewawancara untuk merekam semua jawaban lisan dari

responden dengan teliti dan akurat

d. Kemampuan pewawancara untuk menggali informasi lebih dalam

(probing) dengan pertanyaan yang tepat dan netral.

Pada umumnya, wawancara dapat dibedakan atas dua macam yaitu:

1) Wawancara berstruktur

Wawancara berstruktur dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang

telah disusun secara sistematis dengan maksud dapat mengontrol dan

mengatur berbagai dimensi wawancara itu.Pada wawancara berstruktur,

semua pertanyaan telah dirumuskan dengan cermat, biasanya secara

tertulis. Jawaban atas pertanyaan dapat juga ditentukan lebih dahulu

secara pilihan berganda.

Menurut Nasution (1987:154), wawancara berstruktur mempunyai

beberapa keuntungan antara lain:

Page 24: Instrumentasi Penelitian

a) Tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah

ditentukan sebelumnya sehingga tidak ada bahay bahwa percakapan

akan menyimpang dari tujuan

b) Jawaban-jawabaan mudah dicatat atau diberi kode

c) Data lebih mudah diolah dan saling dibandingkan

Kelemahan wawancara berstruktur ini adalah responden terpengaruh oleh

jawaban yang telah tersedia yang telah dimasuki oleh bias dari peneliti.

2) Wawancara tidak berstruktur

Pada wawancara tidak berstruktur tidak dipersiapkan daftar pertanyaan

sebelumnya. Pewawancara hanya mengkaji suatu masalah secara umum.

Pewawancara boleh menanyakan apa saja yang dianggapnya perlu dalam

situasi wawancara itu. Pertanyaan tidak perlu diajukan dalam urutan yang

sistematis, bahkan pertanyaan tidak perlu sama dengan yang telah

direncanakan atau boleh saja berubah asalkan dengan konteks yang sama.

Namun ada baiknya pewawancara mencatat pokok-pokok penting

sebagai egangan yang akan ditanyakan sesuai dengan tujuan wawancara.

Responden boleh menjawab secara bebas. Lama wawancara juga tidak

ditentukan dan diakhiri menurut kondisi dan keperluan pewawancara.

Kelebihan wawancara tidak berstruktur adalah mengandung kebebasan

sehingga responden secara spontan dapat mengeluarkan segala sesuatu

yang dirasakan atau dipikirkan untuk dikemukakannya. Denan demikian

pewawancara memperoleh gambaran yang lebih luas tentang masalah

yang diteliti. Namun wawancara berstruktur juga mempunyai beberapa

kelemahan yaitu data yang diperoleh secara bebas itu sukar diberi kode,

sehingga sukar diolah untuk saling diperbandingkan. Akibatnya peneliti

dapat membatasi kebebasan itu dengan mengadakan struktur dalam

pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat disusun menurut

sistematika tertentu. Kelemahan lain adalah wawancara tidak selalu

mengungkapkan hal-hal yang baru sehingga merupakan ulangan dari

wawancara sebelumnya, yang berarti pemborosan waktu dan tenaga.

Beberapa keunggulan wawancara:

a) Penelitian memperoleh rerata jawaban yang relatif tinggi dari responden

Page 25: Instrumentasi Penelitian

b) Peneliti dapat membantu menjelaskan lebih jika ternyata responden

mengalami kesulitan menjawab yang diakibatkan oleh ketidakjelasan

pertanyaan

c) Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan

mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan

dalam proses wawancara.

d) Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan

dengan cara kuesioner ataupun observasi

Yang perlu diperhatikan dalam wawancara:

1) Peneliti hendaknya berpakaian rapi

2) Peneliti harus dapat bersikap ramah, sopan, dan dapat beradaptasi dengan

cepat terhadap kondisi responden

3) Peneliti hendaknya menguasai materi wawancara dan familiar terhadap

petunjuk wawancara yang berisi item-item pertanyaan yang harus

diajukan kepada responden

4) Peneliti hendaknya dapat mengikuti skenario atau petunjuk wawaancara

secara fleksibel dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi responden

5) Peneliti hendaknya mampu mencatat jawaban semua responden secara

tepat dan cepat dengan tanpa mengurangi kelancaran dan kewajaran

proses wawancara

6) Peneliti hendaknya mampu mengulang dan menjelaskan pertanyaan yang

diajukan responden apabila responden belum jelas atau tertarik dengan

pertnyaan yang diajukan sebelumnya

7) Peneliti harus dalam kondisi sehat dan menjiwai terhadap situasi

wawancara

B. Pemilihan Alat Pengumpul Data

C. Kualitas Alat Pengumpul Data

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Suatu instrumen

dapat dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa

yang diinginkan secara tepat.

Page 26: Instrumentasi Penelitian

Ada 2 jenis validitas, yaitu:

a. Validitas logis

Validitas logis artinya apabila secara analisis akal, instrumen sudah

sesuai dengan isi dan aspek yang ingin diungkapkan. Validitas logis juga

terbagi atas 2 macam, yaitu:

1) Validitas isi (instrumen yang sudah sesuai dengan isi)

2) Validitas konstruk (instrumen yang sudah sesui dengan aspek yang

diukur)

Untuk mendapatkan validitas logis (validitas isi dan konstruk) adalah

dengan menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi. Apabila pada waktu

menyusun instrumen, peneliti sudah melewati prosedur membuat kisi-

kisi dan instrumen dibuat berdasarkan kisi-kisi tersebut, maka instrumen

yang dibuat itu telah dapat dianggap mempunyai validitas logis. Peneliti

perlu mencantumkan langkah-langkah yang dilakukan untuk

mendapatkan instrumen yang mempunyai validitas logis ini.

Menurut Arikunto (1990:178), langkah-langkah yang ditempuh dalam

menyusun instrumen adalah:

1) Mengidentifikasi variabel yang terdapat dalam rumusan judul

penelitian

2) Menjabarkan variabel menjadi subvariabel

3) Mencari indikator setiap subvariabel

4) Menurunkan deskriptor dari setiap indikator

5) Merumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir instrumen

6) Melengkapi instrumen dengan pengantar dan pedoman pengisian

instrumen

b. Validitas empiris

Validitas empiris adalah validitas instrumen berdasarkan pengalaman,

yaitu melalui langkah-langkah uji coba instrumen. Menurut Lufri

(2007:116) ada 2 macam validitas empiris yaitu:

1) Validitas eksternal

Validitas eksternal adalah apabila data yang diperoleh melalui suatu

instrumen sesuai dengan data atau informasi lain tentang variabl

Page 27: Instrumentasi Penelitian

penelitian tersebut. Contohnya cara mendapatkan validitas eksternal

ini adalah mengkorelasikan hasil uji coba dengan nilai sumatif atau

nilai rapor dengan menggunakan rumuus korelasi Product Moment.

Apabila nilai r hitung lebih besar daripada r tabel, maka instrumen

sudah dapat dianggap mempunyai validitas eksternal.

2) Validitas internal

Validitas internal adalah apabila terdapat kesesuaian antara bagian-

bagian isi instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Yang

dimaksud dengan bagian-bagian instrumen adalah butir-butir

pertanyaan, atau dapat pula berupa kumpulan butir-butir pertanyaan

yang mencerminkan suatu faktor. Oleh karena itu, ada dua bentuk

validitas empiris yaitu validitas butir dan validitas faktor.

Menurut Arikunto (2008:66-69), ada dua macam validitas empiris yaitu:

a. Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai

dengan pengalaman. Dalam hal ini, hasil tes dipasangkan dengan hasil

pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau

sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (concurrent).

b. Validitas prediksi (predictive validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai

kemampuan untuk meramalkan apa yang terjadi di masa yang akan

datang.

Validitas Butir Soal atau validitas item:

Validitas item adalah sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai

dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor

total menjadi tinggi atau rendah. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi

jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total.

Untuk soal-soal objektif, item biasanya diberikan dengan 1 (bagi item

yang dijawab benar) dan 0 (item yang dijawab salah), sedangkan skor total

merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal

tersebut.

Page 28: Instrumentasi Penelitian

Untuk mengukur validitas item dapat digunakan rumus korelasi yang

dikemukakan oleh Pearson, yang dikenal dengan rumus korelasi product

moment sebagai berikut.

Rumus 1: Dengan nilai simpangan

r xy=∑ xy

√(∑ x2 ) (∑ y2 )dengan pengertian

x=X−X

y=Y −Y

X = Skor rata-rata dari X

Y = Skor rata-rata dari Y

Rumus 2: Dengan angka kasar

r xy=N ∑ XY −¿¿

Keterangan:

r XY = Koefisien korelasi product moment antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah responden

X = Skor item angket (variable bebas)

Y = Skor total (variable terikat)

Suatu item dikatakan valid jika rhitung > rtabel pada derajat bebas yang

sudah ditentukan.

Kriteria:

Antara 0,80 sampai dengan 1,0 = sangat tinggi

Antara 0,60 sampai dengan 0,80 = tinggi

Antara 0,40 sampai dengan 0,60 = cukup

Antara 0,20 sampai dengan 0,40 = rendah

Antara 0,00 sampai dengan 0,20 = sangat rendah

2. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen

dapat dipercaya untuk digunakan sebagaoi alat ukur atau alat pengumpul

data. Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel atau dapat dipercaya bbila

instrumen tersebut memiliki konsistensi di dalam mengukur gejala yang

sama.

Page 29: Instrumentasi Penelitian

Menurur Singarimbu dan Effendi (1995:141), setiap hasil pengukuran

gejala sosial selalu merupakan kombinasi antara hasil pengukuran yang

sesungguhnya ditambah dengan kesalahan pengukuran. Secara rumusan

matematika, keadaan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan

berikut.

xo = xt + xe

dengan, xo = angka yang diperoleh

xt = angka yang sebenarnya

xe = kesalahan pengukuran

Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukuran,

dan sebaliknya, semakin besar kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel

alat ukur tersebut. Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui

antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua.

Bila angka koefisien korelasi (r) dikuadratkan, hasil kuadrat ini disebut

dengan koefisien determinasi yang merupakan petunjuk besarnya hasil

pengukuran yang sebenarnya. Makin tinggi angka korelasi, makin rendah

kesalahan pengukuran. Angka koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1.

Secara garis besar ada dua jenis yaitu:

a. Reliabilitas eksternal

Reliabilitas eksternal maksudnya jika ukuran atau riterianya berada di

luar instrumen. Ada tiga teknik untuk menentukan reliabilitas eksternal

ini.

1) Teknik paralel

Caranya adalah menyusun 2 set instrumen, sama-sama diujicobakan

kepada sekelompok responden (responden mengerjakan dua kali

instrumen yang berbeda). Kemudian kedua hasil uji coba itu

dikorelasikan dengan teknik korelasi di product moment. Tinggi

rendahnya indeks korelasi inilah yang menunjukkan tinggi rendahnya

reliabilitas instrumen.

2) Teknik ulang

Caranya adalah menyusun 1 set soal dan dilaksanakan uji coba dua

kali. Satu set tes diujicobakan dua kali terhadap responden yang sama,

Page 30: Instrumentasi Penelitian

tetapi dengan waktu yang berbeda. Kedua hasil uji coba itu

dikorelasikan (satu sebagai variabel X dan satu sebagai variabel Y).

3) Teknik belah dua (genap dan ganjil, separoh atas dan bawah)

Syarat teknik ini adalah jumlah butir genap, butir harus seimbang.

Skor belahan pertama dikorelasikan dengan skor belahan kedua.

b. Reliabilitas internal

Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu

kali hasil pengetesan. Pemilihan suatu teknik didasarkan atas bentuk

instrumen dan selera peneliti. Kadangkala penggunaan teknik yang

berbeda menghasilkan indeks reliabilitas yang berbeda pula, karena

kadangkala dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik datanya, sehingga

dalam perhitungan diperoleh angka yang berbeda sebagai akibat

pembulatan angka. Namun untuk beberapa teknik diperlukan beberapa

syarat tertentu sehingga peneliti tidak dapat begitu saja memilih teknik-

teknik tersebut.

Beberapa teknik mencari reliabilitas internal yaitu:

1) Rumus Spearman-Brown

Dalam menghitung reliabilitas dengan teknik ini, peneliti harus

melalui langkah membuat tabel analisis butir soal atau butir

pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor dikelompokkan menjadi dua

berdasarkan belahan bagian soal. Ada 2 cara membelah yaitu belah

ganjil-genap dan belah awal-akhir. Oleh karena inilah maka teknik

Spearman-Brown dalam mencari reliabilitas juga disebut teknik belah

dua.

Dengan teknik belah dua ganjil-genap peneliti mengelompokkan

skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan kelompok

skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Langkah

selanjutnya adalah mengkorelasikan skor belahan pertama dengan

skor belahan kedua, dan akan diperoleh harga r xy. Oleh karena indeks

korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara dua

belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas soal

masih harus menggunakan rumus Spearman Brown yaitu:

Page 31: Instrumentasi Penelitian

r11=2 ×r 1

212

(1+r 12

12)

dengan

r11=Reliabilitasinstrumen

r 12

12

=r xy yangdisebutkan sebagaiindeks korelasi antara2belahan

instrumen

2) Rumus Flanagan

Untuk mencari reliabilitas instrumen dengan menggunakan

rumus Flanagan, kita juga harus melakukan analisis butir dahulu dan

menggunakan teknik belah dua ganjil-genap. Rumusnya adalah:

r11=2(1−V 1−V 2

V t)

dengan

r11=reliabilitas instrumen

V 1=varians belahan pertama (varians skor butir-butir ganjil)

V 2=varians belahan kedua (varians skor butir−butir genap )

V t=varians skor total

Untuk semua varians rumusnya adalah:

V=∑ X2−¿¿¿¿

Kadang-kadang V ditulis dengan S2 karena varians adalah standar

deviasi kuadrat.

3) Rumus Rulon

Untuk menguji reliabilitas instrumen dengan rumus Rulon, kita

juga harus melalui langkah analisis butir. Rumusnya adalah:

r11=1−V d

V t

dengan

r11=reliabilitas instrumen

V t=varians total atau varians skor total

V d=varians selisih

Page 32: Instrumentasi Penelitian

d=skor pada belahan awaldikurangi skor pada belahanakhir

4) Rumus K-R 20

Apabila peneliti memiliki instrumen dengan jumlah butir

pertanyaan ganjil, maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan

teknik belah dua untuk pengujian reabilitasnya. Untuk itu kita

menggunakan rumus K-R 20 yaitu:

r11=( kk−1 )(V t−∑ pq

V t)

Dengan keterangan;

r11=¿ Reliabilitas instrumen

k = Bayaknya butir pertanyaan

V t = Varians total

p = Proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi yang

mendapat skor 1)

p=banyaknya subjek yangskornya 1N

q = proporsi subjek yang mendapat skor 0

q = 1-p

5) Rumus K-R 21

K-R adalah singkatan dari Kuder dan Richardson, dua orang

ahli matematika dan statistika. Rumus K-R 21 yaitu:

r11=( kk−1 )(1−

M (k−M )k V t

)Dengan keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k= banyaknya butir soal atau butir pertanyaan

m = skor rata-rata

V t = varians total

6) Rumus Hoyt

Untuk instrumen yang penyekorannya 1 dan 0 masih ada lagi

cara lain untuk mengetahui reliabilitasnya yaitu dengan rumus Hyot.

Rumusnya ada dua macam yaitu:

Page 33: Instrumentasi Penelitian

r11=1−V s

V r

atau r11=V r−V s

V s

Dengan keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

V r = Varians responden

V s = Varians sisa

7) Rumus Alpha

Enam jenis teknik untuk mencari reliabilitas yang sudah

dibicarakan hanya dapat digunakan untuk mencari reliabilitas

instrument yang skornya 1 dan 0. Jika dihubungkan dengan pengertian

variabel, hanya untuk skor variabel diskrit. Banyak pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti pemula bagaimana cara mencari reliabilitas

instrumen yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai

(misalnya 0-10 atau 0-100) atau yang berbentuk skala 1-3, 1-5, atau 1-

7 dan seterusnya. Beberapa peneliti mengambil langkah pintas yakni

mengubah skor bukan 1 dan 0 menjadi 1 dan 0 misalnya jika skornya

antara 1 sampai dengan 5, asal skor lebih dari, diberi baru 1 dan kalau

kurang dari diberi skor 0.

Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen

yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.

Rumus Alpha:

r11=(k )

(k−1 ) (1−∑ σb2

σ t2 )

σ t2=∑ X2−¿¿¿¿¿

Dengan

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal

∑ σb2

= Jumlah varians butir

σ 12

= Varians total

N = Jumlah responden

Page 34: Instrumentasi Penelitian

Kriteria:

Jika 0,80 < r11 ≤ 1,00 maka reliabilitas dikatakan sangat tinggi

Jika 0,60 < r11 ≤ 0,80 maka reliabilitas dikatakan tinggi

Jika 0,40 < r11 ≤ 0,60 maka reliabilitas dikatakan sedang

Jika 0,20 < r11 ≤ 0,40 maka reliabilitas dikatakan rendah

Jika 0,00 < r11 ≤ 0,20 maka reliabilitas dikatakan sangat rendah

8) Melalui Pengamatan (Observasi)

Jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu diadakan

penyamaan antar pengamat sehingga dicapai persamaan persepsi dari

semua pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data. Untuk

menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan digunakan teknik

pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang paling banyak

digunakan dikemukakan oleh H.J.X. Fernandes (1984:40) yang

dimodifikasi oleh Arikunto (1992:71) seperti berikut.

KK= 2 SN1+N2

Keterangan:

KK = Koefisien kesepakatan

S = Sepakat, jumlah kode yang untuk objek yang sama

N1 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat I

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

3. Objektivitas