Upload
fitri-heriyati-pratiwi
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Journal Reading
Juvenile Idiopathic Arthritis
Disusun Oleh :
Fitri Heriyati Pratiwi (04054821517004)
Pembimbing :
dr. Yusmala Helmy, SpA (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Journal Reading
Juvenile Idiopathic Arthritis
Disusun Oleh :
Fitri Heriyati Pratiwi (04054821517004)
Pembimbing :
dr. Yusmala Helmy, SpA(K)
Telah diterima sebagai salah satu syarat kepanitraan klinik senior periode
7 Desember – 15 Februari 2015 di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Kedokteran
Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Palembang, Desember 2015
Pembimbing
dr. YusmalaHelmySpA, (K)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
journal reading yang berjudul “Juvenile Idiopathic Arthritis ”. Laporan ini
merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusmala Helmy SpA,
(K)selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan journal reading ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya journal reading ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan journal
reading ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semogajournal reading ini dapat memberi
manfaat bagi yang membacanya.
Palembang, Desember 2015
Penulis
NIH Public AccessAuthor Manuscript
Transl Stroke Res. Author manuscript; available in PMC 2012 March 8
Published in final edited form as:
Transl Stroke Res. 2011 December 1; 2(4): 463–473.
Gangguan Kontrol Motorik Pernafasan Akibat Trauma
Medula Spinalis : Mekanisme, Evaluasi, dan
Penatalaksanaan
Daniela G. L. Terson de Paleville,
ExercisePhysiology, University of Louisville, Louisville, KY, USA. Physiology and Biophysics,
University of Louisville, Louisville, KY, USA
William B. McKay,
Norton Neuroscience Institute, Louisville, KY, USA
Rodney J. Folz, and
Medicine: Pulmonary, Critical Care and Sleep Disorders Medicine, University of Louisville,
Louisville, KY, USA
Alexander V. OvechkinNeurological Surgery, University of Louisville, Louisville, KY, USA. Physiology and
Biophysics,University of Louisville, Louisville, KY, USA. Frazier Rehab Institute, 220 Abraham
Flexner Way,
Suite 1506, Louisville, KY 40202, USA
Alexander V. Ovechkin: [email protected]
Abstrak Komplikasi pulmonar yangditandai dengan kelemahan otot pernapasan
yang persisten, kelumpuhan, dan spastisitas merupakan salah satu masalah
terpenting yang terjadipada pasien dengan trauma medula spinalis. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penurunan kekuatan otot dan disorganisasi kontrol
otot pernafasan sehingga dapatmenyebabkan insufisiensi pernafasan. Ulasan pada
jurnal ini akan menjelaskan mekanisme kontrol motorik pernafasan dan
perubahannya pada individu dengan trauma medula spinalis, menggunakan
metode penilain fungsi pernapasan yang terukur, dan penatalaksanaan rehabilitatif
yang digunakan untuk mengembalikan fungsi pernafasan pada pasien dengan
trauma medula spinalis.
PendahuluanBernafas merupakan aktivitas yang memerlukan kontraksi otot-otot
pernafasan dan dikoordinasikan oleh kontrol motorik pernafasan . Pada orang
normal, input untuk pernafasan berasal dari otak,batang, medula spinalis dan saraf
perifer. Trauma pada sirkuit pernafasan ini, sering terjadi pada medula spinalis.
Hal ini merupakan masalah kompleks bagi para dokter untuk menilai fungsi
pernafasan, agar dapat memepertahankan dan memeperbaiki kualitas hidup
penderita.Sekitar 12.000 penduduk di USA mengalami trauma medula spinais
setiap tahummya, yang mana pada saat ini sekitar 300.000 diantaranya mengalami
komplikasi serius akibat trauma medula spinalis. Pada fase akut, 36% sampai 83%
kasus trauma medula spinalis menunjukkan komplikasi pernafasan yang serius,
bahkan fase kronik dari proses penyembuhan trauma medula spinalis dapat
meyebabkan kematian
Trauma medula spinalis menyebabkan hilangnya neuron motorik,
interneuron, myelin serta axon traktus ascending dan yang dapat mengenai
beberapa segmen sehingga input sensori, output motorik, dan proses sentral
menjadi terganggu.
Fungsi Pernafasan pada Populasi yang Tidak Mengalami Trauma
Fungsi utama sistem pernafasan adalah membawa udara yang kaya akan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida melalui proses pertukaran gas di
alveolus. Oksigen yang terinhalasi melewati jalur pernafasan dan menuju ke
alveoli akan digunakan dalam reaksi metabolik. Pembuluh vena memiliki
konsentrasi karbondiksida yang terbagi menjadi 10% larut dalam plasma, 20%
terikat pada hemoglobin, dan sekitar 70% dalambentuk bikarbonat.Proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida diatur oleh sistem saraf pusat dan
dikontrol oleh kontraksi dari sejumlah otot-otot pernafasan.
Mekanisme dan Otot-otot yang Terlibat dalam Pernafasan
Otot-otot pernafasan merupakan otot rangka yang memiliki fungsi primer
dalam mengatur ritme dinding dada untuk menginhalasi udara yang mengandung
oksigen dan mengekshalasi udara yang mengandung karbondioksida. Otot-otot ini
bekerja secara sinergik . Pada manusia, trunkus terdiri dari rongga dada dan
rongga perut yang dipisahkan oleh diafragma. Rongga dada tersusun atas tulang,
kartilago dan beberapa otot skeletal. Komponen tulang rongga thorax terdiri dari
tulang-tulang vertebrae. tulang costae, dan kartilago costalisdan sejumlah
artikulasi serta ligamen yang memungkinkan terjadinya pergerakan. Terdapat 12
pasang costae, yang mana 7 pasang pertama melekat secara langsung pada
sternum, 3 pasang costae berikutnya melekat secara tidak langsung pada sternum,
dan 2 pasang terakhir dalam keadaan melayang. Bagian dorsal costae melekat
pada tulang vertebra melalui ligamen dan bagian ventral berhubungan dengan
sternum secara langsung atau tidak langsung melalui artikulasio katrilago.
Perlekatan kostasternnum lebih pendek dan lebih terbatas pada costae atas
dibanding costae bawah.
Terdapat dua tipe pernafasan yaitu pernafasaan saat istirahaat dan
pernafasan saat beraktivittas. Difragma dan intercostal eksternal merupakan faktor
utama untuk pernafasan saat istirahat. Saat kebutuhan oksigen meningkat,
contohnya ketika olahraga, beberapa otot-otot tambahan diperlukan untuk
inspirasi. Otot-otot tersebut antara lain sternocleidomastoid, scalenes, and
trapezius. Pada manusia, ekspirasi merupakan proses pasif yang sering dinilai
denganposisi supinasi. Akan tetapi, selama ekspirasi, otot-otot yang menekan
rongga thorax dan mengurangi kapasitas thorakal (seperti otot-otot ekspirasi) tetap
diperlukan. Otot-otot ekspirasi antara lain ototintercostal interna, rectus
abdominis, obliqus interna dan ekstrena. Sebagai tambahan, otot-otot lainyya
seperti pectoralis major dan latissimus dorsi juga duiperlukan untuk ekspirasi.
Otot-otot yang Berperan dalam InspirasiDiafragma merupakan otot utama yang berkontribusi dalam proses
inspirasi yang berbentuk seperti kubah. Selama inspirasi, serabut otot memendek
sehingga rongga dada menjadi kecil. Diafragma dipersarafi oleh nervus frenikus
yang berasal dari akar saraf C3 sampai C5.
Otot interkostal teridiri dari dua lapisan yang sangat tipis dan dipisahkan
oleh aponeurosis membran yang irreguler.Otot ini dipersarafi oleh nervus spinalis
thorakal . Otot interkostal eksternal dan bagian parasternal dari interkostalis
internal berperan dalam proses inspirasi, sedangkan interosseus dari interkostal
internal berperan dalam proses ekspirasi . Otot interkostalis eksternal memiliki
aksi yang sinergis dengan diafragma saat inspirasi.
Otot-otot yang Berperan dalam ExpirasiInterkostalis internal terletak di ruang interkostal rusuk 1 sampai 12. Otot-
otot ini dipersarafi oleh segmen torax yang sesuai. Tindakan pernapasan utama
dari interkostalis internal adalah costae yang lebih rendah(dari 2 ke costae 12) di
sternocostal dan costospinal sendi.
Rektus abdominis adalah otot perut yang aktif dan berpern pada ekspirasi
paksa. Otot ini berasal dari aspek ventral kelima, keenam, dan ketujuh dari
kartilago kosta dan sternum. Otot ini dipersarafi oleh saraf yang lebih rendah
toraks T5-T12.
Obliqus interna dan eksterna. Merupakan otot yang digunakan selama
ekspirasi paksa. Oblliqus eksterna paling superficial berasal daritulang costae
kedepalan. Ototini dipersarafi oleh nervusenam interkostal bawah. Di bawah
obliqus eksternal terdapat obliqus interna.
Otot Tambahan dalam PernafasanOtot aksesori diperlukan ketika tuntutan ventilasi lebih tinggi dari
normal.Otot aksesori inspirasi antara lain otot sternokleidomastoidus, scalenes,
dan otottrapezius. Otot ini diinervasi oleh nervus cranialis XI. Nervus kranial XI
memiliki dua bagian: kranial dan spinal. Bagian spinal mnginnervasi otot
sternokleidomastoid dan trapezius atas.Scalenes merupakan otot aksesori untuk
inspirasi, meskipun mereka dipersarafioleh saraf spinal. Otot-otot lain juga telah
dilaporkan berkontribusi pernapasan,namun masih belum jelas. Otot-otot ini
meliputi: trapezius atas, pectoralis latissimus dorsi dan serratus anterior.
Kontrol Motorik PernafasanPemahaman kita tentang kontrol pernapasan sebagian besar telah berasal
dari studi yang dilakukan pada hewan. Sebagian besar penelitian ini berfokus pada
kontrol pernapasan telah aktivasi berulang neuron motorik yang dipersarafi oleh
nervus frenikus dalam kontraksi diafragma dan otot interkostal internal yang
untuk menarik udara ke paru-paru. Regulasipernapasan oleh osilator ini
memegang peran sebagian besar. Namun, tingkat emosional dapat memodifikasi
perilaku osilator melalui jalur limbik dan kortikobulbar. Sebaliknya, ekspirasi dari
osilator ini menjadi lebih cepat seperti akan dalam kondisi hiperkapnia.
Mekanisme kecepatan pernapasan telah banyak dipelajari berat dandapat
diterima dengan baik. Yang menarik untuk ulasan ini adalah mekanisme yang
memodulasi aktivasi unit motorik diluar kemoreseptor dipengaruhi juga oleh
kontrol autonom terutama dapat dipengaruhi oleh trauma medula spinalis.
Kelompok lain masukan untuk pengolahan motorik spinal berasal dari
otak adalah sistem kortikospinalis. Beberapa hubungan tersebut memungkinkan
kontrol inspirasi untuk berbicara, bernyanyi, dan aktivitas lainnya. Hubungan
oligosynaptic initelah dibuktikan pada manusia dengan menggunakan transcranial
listrik atau magnet yang menstimulasi korteks motorik. Gandevia dan Rothwell
menunjukkan bahwa stimulasi listrikmelalui dua elektroda yang ditempatkan satu
di atas titik kulit kepala dan lainnya anterior 1 cm dan 6-7cm anterior kemudian
menimbulkan kedutan dari diafragma pada 3 orang sehat.
Pengukuran Fungsi ParuSpirometri, inspirasi Maksimal, dan Pengukuran Tekanan ekspirasi
Pengukuran rutin sifat mekanik fungsi pernapasan, yaitu, volumedan aliran
pernafasan disajikan sebagai persen dari nilai prediksi sebenarnya tidak spesifik
kaitannya dengan evaluasi kontrol motorik pernapasan, akan tetapi dapat
memberikan informasi secara tidak langsung mengenai kinerja otot pernafasan.
Secara sederhana, parameter yang mengukurfungsi motorik pernapasan seperti
puncak aliran , kapasitas vital paksa (FVC), Volum ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1), tekanan ekspirasi maksimal (PEmax), tekanan inspirasi maksimalPImax),
dan tekanan transdiaphragmatic telah digunakan dalam uji klinis dan penelitian
untukmengukur kekuatan otot-otot pernapasan.
Percobaan PEmax dan PImax yang dilakukan terhadap jalan napas yang
tersumbat, ikut membantu menilai kekuatan agregat otot pernafasan . PImax
adalah kekuatan diafragmasedangkan PEmax adalah kekuatan gabungan yang
dihasilkan oleh otot diafragma perut danotot interkostal. Tekanan inspirasi
maksimal diukur dari volume residu,dan tekanan ekspirasi maksimal diukur dari
kapasitas total paru.
Pengukuran pada Kontrol Motorik PernafasanElektromiografi (EMG) adalah teknik neurofisiologis yang penting dalam
neuromuscular fisiologi dimana elektroda ditempatkan pada otot atau pada
permukaan atau kelompok otot. Hal ini juga membantu dokter atau peneliti secara
akurat mendiagnosis gangguan neurologis. Untuk otot tungkai, EMG juga
merupakan alat yang efektif untuk menilai keparahan kerusakan sistem kontrol
motorik saraf pusat, mengukur aktivasi otot yang sesuai, pemulihan dan efek
terapi.
Elektromiografi pada Otot-otot Pernafasan
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara
fungsi parudan aktivasi saraf terhadap otot yang terlibat dalam respirasi. Puncak
laju aliran ekspirasi telah terbukti berkorelasi dengan aktivitas EMG dari otot
pectoralis majus dan latissimus dorsi. EMG otot interkostal menunjukkan
peningkatan yang signifikandalam tes daya tahan otot inspirasi pada individu
betina yang sehat, sedangkan aktivitas otot seternocleidomastoid tidak
memberikan hasil signifikan. Hal ini mirip dengan temuan Yokoba dan rekan
kerjanya pada individu yang sehat, yang mana otot sternokleidomastoideus
berkontraksi sekitar 34% dari tekanan inspirasi maksimal. Selain itu, mereka
menemukan bahwa EMG otot scalenes dan tranversus abdominis menunjukkan
korelasi linear yang signifikan (R2, 0.98) selama ekspirasi dan inspirasi maksimal.
Demikian pula, aktivitas EMG daristernokleidomastoid menunjukkan korelasi
linear yang kuat dengan tekanan inspirasi maksimal (R2, 0.97) dan trapezius
menunjukkan korelasi nonlinear (R2, 0.50). Selanjutnya, trapezius dianggap
berperan 90% dari tekanan inspirasimaksimal.
Kontrol Motorik Pernafasan Setelah Trauma Medula Spinalis
Tujuan dari penelitian trauma medula spinalis pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan fungsi motorik yang terganggu termasuk fungsi kontrol motorik
pernafasan. Penelitian ini difokuskan pada beberapa daerah termasuk regenerasi
melalui graft saraf perifer dan sprouting, aktivasi dan pemeliharaan jalur frenikus
Namun, karena tidak satupun daripendekatan yang mencapai aplikasi klinis,
sehingga penelitian lebih lanjut diperlukan untukmenjawab semua pertanyaan
seputar kontrol fungsi pernapasan setelah trauma medula spinalis. Banyak
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa trauma medula spinalis
mengurangi volume paru-paru dan aliran pernafasan yang berbanding lurus
dengan keparahan lesi medula spinalis. Sejauh ini evaluasikontrol motor respirasi
belum berkembang dengan baik.
Pengaruh trauma Medula Spinalis terhadap Fungsi Pernafasan
Gejala insuffiensi pernafasan sangat berhubungan dengan derajat
keparahan lesi spinal. Kerusakan pada medula spinalis servikal dan thorakal akan
mempengaruhi nervus yang mempersarafi otot-otot pernafasan. Derajat keparahan
lesi pada medula spinalis berhubungan dengan penurunana kapasitas residual
fungsional, kapasitas total paru, volume cadangan ekspirasi, dan peningkatan
volume residual. Paisen dengan trauma medula spinalis komplit ataupun
inkomplit, sering mengalami insuffiensi pernafasan yang disebabkan karena
paralisis, kelemahan otot, ataupun spastisitas kontraksi otot pernafasan. Lesi pada
segmen thorakal juga sering menimbulkan komplikasi.Pada tahun 2005, Cotton
dan coworker melakukan penelitian untuk menentukan komplikasi respirasi resiko
mortalitas yang berhubungan dengan trauma medula spinnallis. Mereka
menemukan bahwa 51% trauma medula spinnalis pada segmen T1-T6 dan 28%
pada segmen T7-T12 mengalami komplikasi pernafasan yang serius seperti
pneumonia dan infeksi pernafasan yang rekuren.
Individual dengan trauma medulaspinalis baik pada segmen thorakal
maupun segmen servikal beresiko mengalami insuffiensi pernafasan karena
parsial paralisis otot-otot pernafasan. Manifestasi klinis lainnya pada penderita
trauma medula spinnalis adalah ketidakmampuan untuk batuk secara adekuat
diakibatkan karena kelemahan otot-otot abdomen. Secara neurofisiologi,batuk
merupakan fenomena yang dipengaruhi struktur yang diinervasi oleh nervus
vagus. Serabut-serabut aferen reseptor berada di dalam nervus vagus. Ketika
terstimulasi, reseptor akan bertanggungjawab untuk menghasilkan refleks batuk.
Nervus vagus melewati medula spinalis sehingga tidak akan dipengaruhi oleh ada
atau tidaknya trauma medula spinalis. Kenyataanya, refleks batuk terjadi pada
pasien dengan trauma medula spinnalis segmen thorakal dan servikal. Bahkan,
individu post trauma medula spinalis bisa mengalami inefektivitas batuk yang
berat yang menyebabkan akumulasi sekret yang dapat menyumbat saluran
pernafasan dan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pneumoniae.
Trauma pada segmen servikal medula spinalis sering menyebabkan
paralisis pada otot-otot pernafasan. Trauma medula spinalis yang komplitdi atas
neuron motorik akan menyebabkan paralisis otot ekspirasi dan inspirasi. Lesi
komplit servikal C2-C4 atau lesi servikal dibawah C5 (C5-C8) sering
menyebabkan paralisis, kelemahan, dan spastisitas otot pernafasan. Pada individu
ini, kontrol neuron diafragma masih terpelihara, dan inspirasi masih dapat terjadi
spontan. Pernafasan spontan dapat terjadi bahkan dengan parsial paralisis
diafragma (pada percobaaan hewan). Penelitian menunjukkan bahwa paralisis
diafragma dapat dikompensasi oleh non-paralisis diafragma kontralateral dan otot-
otot intercostal.
Sebagai tambahan, paralisis, kelamahan otot merupakan hal tersering yang
diamati pada pasien dengan trauma medula spinalis. Kelemahan setelah trauma
medula spinalis, telah diamati pada anggota gerak dan otot abdomen. Pada pasien
yang mengalami trauma medula spinalis segmen servical atau torakal atas,
menunjukkan perubahan pada pernafasan, dimana pada saat inspirasi, rongga
thorax justru mengecil. Ketidakmapuan pergerakan dari cavum thorax ini
disebabkan karena kurangnya aktivasi interkostalyang dikombinasi dengan
pengembangan yang berlebihan pada otot abdomen karena kelemahan otot
kontraksi. Abnormalitas pernafasan lebih sering terjadi pada pasien trauma
medula spinalis segmen servikal dibandingkan thorakal. Bahkan, hal ini tidak
seragam antar pasien. Hal ini dipengaruhi oleh elastisitas cavum thorax dan pada
aktivitas otot-otot tambahan inspirasi. Ketika perekanman EMG,
Sepoerti yang terlihat pada otot-otot anggota gerak, secara tidak sengaja
kontraksi dan aktivasi berlanjut dapat terjadi pada otot-otot pernafasan. Kontraksi
yang kaku dari otot-otot abdomen, akaan menimbulkan beban berlebihan pada
otot inspirasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara beban respirasi
dan kapasitas otot inspirasi terhadap beban. Hal inilah yang menjelaskan mengapa
pasien yang mengalami kelemahan otot diafragma tidak mengalami gangguan
pernafasan kecuali mereka mengalami kelemahan otot-otot abdomen. Kontraksi
abdomen yang kaku akan meningkatkan tekanan pada gaster dan dan esofagus.
Hal ini menyebabkan tahanan inspirasi bertambha, sehingga beban inspirasi
meningkat menimbulkan terjadinya dyspnea.
Pada tahun 1997 , Roth and coworkers melakukan penelitian untuk
mengetahui apakah ada hubungan antra lesi medula spinalis pada pasien post
trauma medula spinalis, dengan derajat gangguan pernafsan dan spastisitas
anggota gerak. Pada penelitian ini didapatklan bahwa lesi medula spinallis
mengakibatkan gangguan pernafasan, namun tidak ada korelasi langsung antara
kelemahan anggota gerak dengan terganggunya fungsi pernafasan.
Terapi untuk mengembalikan fungsi pernafasan setelah trauma
medula spinalis Standar manajemen penanganan fungsi respirasi pada pasien post-trauma
medula spinalis yang tidak membuuthkan ventilator adalah mencegah komplikasi
emergensi pernafasan seperti infeksi yang mungkin terjadi, akan tetapi, sejauh ini
belum ada modalitas terapi rehabilitasi yang terbukti efektif. Meskipun terdapat
banyak strategi potensial yang berguna untuk mencegah kerusakan pernafasan
pada pasien post trauma medulaspinalis.Beberapa modalitas yang dapat
mengkompensasi kelemahan otot-otot pernafasan adalah seperti pemberian
ventilasi tekanan positif. Pengikat abdomen yang non-elastik diperlukan untuk
mencegah ekspansi berlebihan jugasering digunakan pada pasien trauma medula
spinalis. Teknik ini telah menunjukkan perbaikan kekuatan ekspirasi dan
kemampuan batuk pada pasien dengan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot
abdomen. Akan teteapi, terdapatjuga beberapa penelitian yang menyatakan bahwa
pengikat abdomen hanya memiliki efek yang minimal dalam memperbaiki
ekspirasi pernafasan baik dalam keadan istirahat maupun beraktivitas.
Latihan secara umum, telah t erbukti meningkatkan kebugaran dan
meningkatkan fungsi ventilasiindividu trauma medula spinalis yang akut ataupun
kronis. Kapasitas fisik secara signifikanmenurun pada penderita trauma medula
spinalis servikalmaupun torakal karena kelumpuhan otot di bawahlesi, mengubah
kontrol otonom. Telah terbukti bahwalatihan pada individu dengan trauma
medula spinalis kronis akan memunculkan respon metabolik yang ditandai
olehpeningkatan konsumsi oksigen, ventilasi, dan denyut jantung. Sebagai
tambahan, terdapat faktor-faktor umum yang terlibat dalam peningkatan aktivitas
pernapasan, seperti efek-latihan yang berhubungan dengan eksitasi korteks
serebral, sistem limbik dan reticular, hipotalamus, dan kemoreseptor sentral.
Secara khusus, latihan kekuatan otot pectoralis majus dalamtrauma medula
spinalis segmen serviks secara signifikan meningkatkan fungsi ekspirasi dam
meningkatkan volume cadangan ekspirasi serta penurunan volume residu. Latihan
lokomotor, terapi untuk rehabilitasijuga telah terbukti meningkatkan konsumsi
oksigen, denyut jantung, dan ventilasi paru.
Neuroplastisitas pernapasan, didefinisikan sebagai perubahan morfologis
dan fungsional dalamkontrol saraf berdasarkan penelitian sebelumnya, sangat
tergantung pada syarat yang diperlukan seperti usia, jenis kelamin, dan genetika.
Plastisitas pernapasan dapat disebabkan oleh keadaan hipoksia,hiperkapnia,
olahraga, cedera itu sendiri, stres, dan intervensi lainnya.
Latihan khusus yang menargetkan dan mengaktifkan otot-otot pernafasan
telah berhasilmeningkatkan tekanan inspirasi dan ekspirasi, kapasitas total paru-
paru, dan puncakkonsumsi oksigenmelaluiproses kegiatan tergantung plastisitas
pada pasien dengan penyakit dada dan individu dengan trauma medula spinalis.
Latihan otot pernafasandapat dilakukan dalam dua modalitas: latihan kekuatan
otot inspirasi danlatihan kekuatan otot ekspirasi. Latihan otot inspirasi telah
banyakdirekomendasikan sebagai terapi pernapasan yang efektif untuk penyakit
paru obstruktif kronik. Pelatihan otot ekspirasi telah diketahui membawa dampak
signifikan dalam peningkatan kekuatan otot ekspirasi, fungsi paru, dan
kemampuan batuk pada pasien. dengan penyakit restriktif toraks ataupaun trauma
medula spinalis. Stimulasi listrik fungsional yang diaplikasikan di atas otot-otot
ekspirasi dapat meningkatkam fungsi pernafasan dan efektivitas batuk. Stimulasi
listrik langsung darisaraf frenikus telah digunakan untuk menghasilkan inspirasi
di Amerika Serikat, Finlandia, dan Austria sebagaialternatif ventilator mekanik
untuk individu denga paralisis diafragma. Namun, pendekatan ini terbukti kurang
berhasil . Selain itu, DiMarco dan Kowalski mengevaluasi metode baru untuk
aktivasi otot inspirasiyang melibatkan penerapan frekuensi tinggi (> 200 Hz)
dengan rangsangan padapermukaan ventral dari medula spinalis di daerah dada
yang dilakukan pada hewan percobaan.
Lin dan rekan melakukan serangkaian penelitian untuk
menentukanefektivitas stimulasi magnetik fungsional sebagai metode untuk
memulihkan tekanan ekspirasi maksimal dan untuk pemulihan refleks batuk yakni
antara proses spinal T6-T12 untuk merangsang otot-otot ekspirasi dan untuk
meningkatkan tekanan ekspirasi maksimal, serta aliran ekspirasi paksa. Selain itu,
setelah latihan stimulasi magnetik otot ekspirasi fungsional selama 4 minggu di
tulang belakangindividu dengan trauma medula spinalis, nilai tekanan ekspirasi
maksimal dan aliran ekspirasi paksapada kapasitas total paru dan pada kapasitas
residual fungsional terbukti secara signifikan mengalami peningkatan. Temuan
yang paling relevan adalah bahwa stimulasi magnetik fungsional secara signifikan
meningkatkan kekuatan otot ekspirasi, menunjukkan bahwa metode ini dapat
digunakan sebagaiteknologi terapi non-invasif dalam pelatihan otot pernafasan
bagi penderita trauma medula spinalis.
KesimpulanTrauma medula spinalis umumnya terkait dengan parese otot pernapasan,
kelumpuhan, dan spastisitas yang mengakibatkan disfungsi pernafasan yang
mempengaruhi kualitas hidup dan merupakan penyebab utama kematian pada
penderita trauma medula spinalis. Kemajuan penatalaksanaan disfungsi
pernapasan penderita trauma medula spinalis, memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Meskipun tidak ada teknik rehabilitasi yang terbukti efektif untuk pemulihan
kontrol motorik pernapasan pada pasien dengan trauma medula spinalis kronis
namaun diharapakan bahwa hasil dari banyak penelitian yang sedang berlangsung
akan mendukung penerapan rehabilitasi berdasarkan strategi fisiologis untuk
mengelola kondisi penderita trauma medula spinalis sebagai standar perawatan di
masa depan.