21
KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP Oleh: Suli NIM 08020134250 Abstrak Topeng dhalang memiliki pengertian suatu seni pertunjukan teater tradisional yang menyerupai wayang orang dimana masing-masing pemeran menggunakan topeng sebagai penutup wajah, dan segala dialognya dikendalikan oleh dalang. Bentuk pertunjukan topeng dhalang di Sumenep sangat berbeda dengan seni pertunjukan tradisional lainnya, yang ada di wilayah Sumenep. Selain karena penyajiannya menggunakan topeng (penutup wajah), juga adanya peran dalang yang mengendalikan semua pemain/peraga topeng menjadikan kesenian ini berbeda dengan seni pertunjukan lainnya. Di Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep terdapat kelompok seni pertunjukan topeng dhalang yang hingga saat ini masih tetap eksis dan fungsional dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, kelompok tersebut dikenal dengan nama “Rukun Pewaras”. Dalam tulisan ini kelompok wayang topeng dhalang tersebut menjadi fokus penelitian dengan menggunakan pendekatan asal-usul, bentuk pertunjukan, dan keunikan apa yang ada pada pertunjukan wayang topeng dhalang “Rukun Pewaras” sehingga masih tetap eksis dan digemari oleh masyarakat sekitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, dimana data-data yang tersajikan merupakan data-data deskriptif melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Dilihat dari segi bentuk pertunjukan, topeng dhalang “Rukun Pewaras” memiliki keunikan tersendiri dibanding kelompok topeng dhalang lainnya termasuk “Rukun Perawas” yang ada di Desa Slopeng. Pada sisi teknik tata pentas, pertunjukan yang disajikan oleh “Rukun Pewaras” dapat dikatakan lebih maju. Teknik tata lampu sudah menerapkan teknik yang lebih modern menggunakan lampu yang dapat dikendalikan dengan pengaturan dimer serta dekorasi pementasan lebih variatif. Dalam hal dalam garap cerita, “Rukun Pewaras” tetap

KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : SULI

Citation preview

Page 1: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK

KABUPATEN SUMENEP

Oleh:Suli

NIM 08020134250

Abstrak

Topeng dhalang memiliki pengertian suatu seni pertunjukan teater tradisional yang menyerupai wayang orang dimana masing-masing pemeran menggunakan topeng sebagai penutup wajah, dan segala dialognya dikendalikan oleh dalang. Bentuk pertunjukan topeng dhalang di Sumenep sangat berbeda dengan seni pertunjukan tradisional lainnya, yang ada di wilayah Sumenep. Selain karena penyajiannya menggunakan topeng (penutup wajah), juga adanya peran dalang yang mengendalikan semua pemain/peraga topeng menjadikan kesenian ini berbeda dengan seni pertunjukan lainnya. Di Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep terdapat kelompok seni pertunjukan topeng dhalang yang hingga saat ini masih tetap eksis dan fungsional dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, kelompok tersebut dikenal dengan nama “Rukun Pewaras”.

Dalam tulisan ini kelompok wayang topeng dhalang tersebut menjadi fokus penelitian dengan menggunakan pendekatan asal-usul, bentuk pertunjukan, dan keunikan apa yang ada pada pertunjukan wayang topeng dhalang “Rukun Pewaras” sehingga masih tetap eksis dan digemari oleh masyarakat sekitar.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, dimana data-data yang tersajikan merupakan data-data deskriptif melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi.

Dilihat dari segi bentuk pertunjukan, topeng dhalang “Rukun Pewaras” memiliki keunikan tersendiri dibanding kelompok topeng dhalang lainnya termasuk “Rukun Perawas” yang ada di Desa Slopeng. Pada sisi teknik tata pentas, pertunjukan yang disajikan oleh “Rukun Pewaras” dapat dikatakan lebih maju. Teknik tata lampu sudah menerapkan teknik yang lebih modern menggunakan lampu yang dapat dikendalikan dengan pengaturan dimer serta dekorasi pementasan lebih variatif. Dalam hal dalam garap cerita, “Rukun Pewaras” tetap mempertahankan cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai identitas wayang topeng dhalang Sumenep. Meskipun demikian, kemasan cerita berusaha menyesuaikan selera masyarakat penanggap. Dalam garap karawitan sebagai musik pengiring, telah disesuaikan selera masyarakat dengan adanya pengembangan-pengembangan pada teknik tabuhan. Unsur keunikan yang dimiliki oleh kelompok wayang topeng dhalang “Rukun Pewaras” terdapat pada bentuk dekorasi, teknik pencahayaan, pembuatan efek-efek pertunjukan, serta dalang yang mengendalikan pertunjukan wayang topeng.

Kata Kunci: Bentuk Pertunjukan, Wayang Topeng Dhalang, Rukun Pewaras

Page 2: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

Pendahuluan

Topeng dhalang dari segi

penulisannya terdiri dari dua suku kata yakni

“topeng” dan “dhalang”. Topeng dalam

sebuah pertunjukan topeng dhalang memiliki

arti yaitu penutup wajah yang terbuat dari

kayu Mentaos dan memiliki bentuk sesuai

karakter masing–masing tokoh dalam cerita

pewayangan, sedangkan dhalang adalah

orang yang memiliki keahlian khusus dalam

menyajikan cerita secara lisan dengan

menggunakan sebuah media seperti wayang.

Dengan demikian, topeng dhalang

mengandung pengertian suatu seni

pertunjukan teater tradisional yang

menyerupai wayang orang dimana masing-

masing pemeran menggunakan topeng

sebagai penutup wajah, dan segala dialognya

dikendalikan oleh dhalang. Dalam hal ini,

topeng dan topeng dhalang mempunyai

korelasi yang tidak dapat dipisahkan.

Keduanya mempunyai keterkaitan yang

saling mengikat sebagai sebuah ekspresi

dalam sebuah pertunjukan.

Pertunjukan tersebut dikatakan

topeng dhalang karena semua pemain yang

memerankan tokoh dalam cerita

menggunakan topeng (dalam bahasa

Madura: tokop), sesuai dengan peran yang

dibawakan oleh pemain. Topeng yang

dipakai oleh pemain tidak ada celah pada

bagian mulut sehingga pemain tidak bisa

berbicara sendiri, akan tetapi dialognya

dibawakan atau disuarakan oleh seorang

dhalang yang posisi keberadaannya duduk

dibalik layar. Akan tetapi khusus untuk

tokoh punakawan semar, petruk, dan gareng

dilakukan sendiri oleh pemeran, karena

topengnya terdapat celah atau lubang

dibagian mulut dan dagunya. Hal inilah yang

menjadi sebab mengapa dinamakan topeng

dhalang, karena sebagian besar dialog yang

disuarakan adalah diucapkan oleh seorang

dhalang, dan pemain hanya berperan sebagai

wayang.

Bentuk pertunjukan topeng dhalang

di Sumenep sangat berbeda dengan seni

pertunjukan tradisional lainnya, yang ada di

wilayah Sumenep. Selain karena

penyajiannya menggunakan topeng (penutup

wajah), juga adanya peran dhalang yang

mengendalikan semua pemain/peraga topeng

menjadikan kesenian ini berbeda dengan seni

pertunjukan lainnya.

Secara historis keberadaan pertun-

jukan topeng dhalang di Madura khususnya

di Sumenep sudah ada pada jaman kerajaan.

Namun hingga sekarang masih tetap hidup,

walaupun hanya tinggal beberapa kelompok

saja. Di Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk

Kabupaten Sumenep terdapat kelompok seni

pertunjukan topeng dhalang yang hingga saat

ini masih tetap eksis dan fungsional dalam

kehidupan masyarakat pendukungnya. Desa

Slopeng merupakan sebuah desa terletak di

wilayah pesisir pantai utara Pulau Madura,

1

Page 3: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

tepatnya di wilayah pantai Slopeng. Para

kawula muda di wilayah ini banyak yang

masih menggandrungi seni pertunjukan

tradisonal topeng dhalang, meskipun pada

era globalisasi seperti sekarang ini kesenian

modern telah mengintervensi di masyarakat.

Hal tersebut terjadi akibat perkembangan

peradaban teknologi informasi yang telah

maju. Akan tetapi, ternyata tidak

mempengaruhi surutnya apresiasi para

kawula muda di wilayah Dasuk terhadap seni

pertunjukan tradisional. Di Desa Slopeng

dahulunya hidup beberapa kelompok seni

pertunjukan topeng dhalang, namun saat ini

sudah tenggelam (punah) tinggal dua

kelompok saja yaitu kelompok “Rukun

Perawas” dan “Rukun Pewaras”. Diantara

dua kelompok tersebut yang menjadi

perhatian peneliti adalah kelompok “Rukun

Pewaras”

Dilihat dari segi bentuk pertunjukan,

topeng dhalang “Rukun Pewaras” memiliki

keunikan tersendiri dibanding kelompok

topeng dhalang lainnya termasuk “Rukun

Perawas” yang ada di Desa Slopeng. Pada

sisi teknik tata pentas, pertunjukan yang

disajikan oleh “Rukun Pewaras” dapat

dikatakan lebih maju. Teknik tata lampu

sudah menerapkan teknik yang lebih modern

menggunakan lampu yang dapat

dikendalikan dengan pengaturan dimer serta

dekorasi pementasan lebih variatif. Dalam

hal dalam garap cerita, “Rukun Pewaras”

tetap mempertahankan cerita Ramayana dan

Mahabarata sebagai identitas wayang topeng

dhalang Sumenep. Meskipun demikian,

kemasan cerita berusaha menyesuaikan

selera masyarakat penanggap. Para pemain

berusaha menampilkan kualitas pertunjukan

melalui profesionalisme pemeranan demi

penguatan-penguatan karakter tokoh. Dalam

garap karawitan sebagai musik pengiring,

telah disesuaikan selera masyarakat dengan

adanya pengembangan-pengembangan pada

teknik tabuhan. Dhalang Siman sebagai

pendukung pertunjukan topeng dhalang

“Rukun Pewaras” telah dikenal oleh

masyarakat Sumenep, beliau memiliki jam

terbang lama, dan merupakan dhalang tua

yang dianggap memiliki kharisma sebagai

dhalang rokat.

Pertunjukan topeng dhalang “Rukun

Pewaras” sangat diminati masyarakat,

terbukti pada bulan Agustus hingga Oktober

2014 kelompok ini nyaris tanpa istirahat,

hampir setiap hari melakukan pertunjukan.

Oleh karena itu dapat dikatakan

keberadaannya sangat fungsional dalam

masyarakat Sumenep. Masyarakat masih

sangat mengharapkan kehadiran

pertunjukannya berfungsi sebagai sarana

ritual. Tradisi ritual yang masih hidup dalam

masyarakat Sumenep terutama di wilayah

pedesaan adalah tradisi rokat, salah satunya

adalah rokat pandhaba.

Page 4: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

Latar Belakang Topeng Dalang “Rukun Pewaras”

Di Sumenep terdapat beberapa

kelompok seni pertunjukan tradisional

topeng dhalang yang hingga saat ini masih

mampu berjuang melawan pengaruh

perkembangan teknologi. Salah satu

kelompok topeng dhalang yang hingga saat

ini masih terkesan sangat populer dan eksis

dikalangan masyarakat pendukungnya adalah

topeng dhalang “Rukun Pewaras” yang ada

di Desa Slopeng Kecamatan Dasuk.

Pada tahun 1817, Muncari salah

seorang tokoh seni di Sumenep mendirikan

sebuah kelompok topeng dhalang dengan

nama “Muncar Are”. Topeng dhalang

“Muncar Are” ini menjadi aset berharga bagi

keluarganya sehingga dapat diwariskan

secara turun-temurun kepada anak cucunya.

Oleh sebab itu, pada saat Muncari mulai

merasa kurang mampu dalam melaksankan

tugas sebagai pimpinan, maka topeng

dhalang yang diasuhnya selama bertahun-

tahun tersebut diwariskan kepada puteranya

yang bernama Mardisa. Bersamaan dengan

dinobatkannya Mardisa sebagai pimpinan

topeng dhalang warisan orang tuanya ini,

topeng dhalang “Muncar Are” berganti nama

menjadi “Pendowo”. Topeng dhalang

“Pendowo” yang diasuh oleh Mardisa

kemudian diturunkan kepada puteranya yang

bernama Luhbanjir dan nama topeng

dhalangnya berganti nama “Se Banjir”.

Luhbanjir yang dijuluki “Ju’ Serep”

ini memiliki empat anak laki-laki satu anak

perempuan yang bernama Busaha, Supakra,

Pathan, Me’olla (perempuan), dan Mas’ed.

Pada saat Luhbanjir lanjut usia topeng

dhalang “Se Banjir” diwariskan kepada anak

pertamanya yakni Busaha, namun oleh

Busaha dipercayakan kepada Supakra yang

menurutnya dianggap lebih mampu dalam

mengemban amanah menjaga kejayaan

topeng dhalang warisan nenek moyang

tersebut. Kelompok topeng dhalang yang

berada di bawah asuhan supakra pada saat itu

berganti nama “Rukun Perawas”.

Seiring berjalannya waktu Supakra

mulai merasa ingin mewariskan topeng

dhalangnya kepada keturunannya, namun

oleh karena adanya sengketa keluarga yang

disebabkan oleh perbedaan pendapat tentang

hal politik masyarakat Slopeng pada saat itu

menjadi sebuah dampak negatif bagi

kelangsungan topeng dhalang tersebut.

Adanya perpecahan hubungan saudara dan

anggota-anggota lain dalam kelompok

membuat topeng dhalang “Rukun Perawas”

mengalami perpecahan pada akhir bulan

Januari tahun 1994 M. Suasana yang

semakin memanas pada saat itu juga tidak

dapat dipungkiri oleh berbagai pihak dan

seluruh masyarakat Slopeng, sehingga

Mas’ed memutuskan untuk mendirikan

topeng dhalang lain sebagai solusi terbaik,

sedangkan topeng dhalang “Rukun Perawas”

Page 5: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

sendiri dipercayakan kepada putera dari

Supakra yang bernama Suraji.

Tahun 1994 M merupakan salah satu

momen yang sangat berharga sekaligus

sebagai pengalaman penuh kesedihan bagi

Mas’ed sebagai anak bungsu dari Luhbanjir

karena pada saat itu beliau berjuang dengan

sekuat tenaga untuk mendirikan sebuah

kelompok topeng dhalang dan akhirnya

berhasil pentas pertama kali pada tanggal 5

Mei 1994 M di Desa Slopeng Kecamatan

Dasuk dengan menggunakan nama

kebesaran “Rukun Pewaras”. Dengan

berdirinya topeng dhalang “Rukun Pewaras”

ini tidak sedikit dari pihak topeng dhalang

“Rukun Perawas” yang kurang

menyukainya. Hal ini memicu ketatnya

persaingan dari kedua kelompok topeng

dhalang tersebut untuk menjadi yang lebih

eksis dan lebih banyak digandrungi

masyarakat pendukungnya.

Sampai saat ini seni pertunjukan

topeng dalang “Rukun Pewaras” masih

mampu bersaing dengan seni pertunjukan

lain bahkan dengan seni pertunjukan yang

bersifat modern sekalipun. Topeng dhalang

“Rukun Pewaras” saat ini dipimpin oleh Adi

Sutipno putra dari Mas’ed, sedangkan topeng

dhalang “Rukun Perawas” saat ini berada

dalam asuhan Merto yakni saudara dari

Suraji. Meskipun pada mulanya kedua

kelompok topeng dhalang ini bersaing untuk

menjadi yang terdepan namun sekarang ini

baik pimpinan ataupun anggota dari kedua

belah pihak tidak saling bermusuhan. Hal

tersebut dikuatkan oleh pendapat dari

seorang informan yaitu Adi Sutipno sendiri

selaku pimpinan topeng dhalang “Rukun

Pewaras” yang memberikan penjelasan

bahwa persaingan “Rukun Pewaras” dengan

“Rukun Perawas” saat ini hanya cukup di

saat pementasan saja, dan tentunya tidak

akan pernah manjadi sebuah penyebab atau

alasan untuk dijadikan sengketa lagi.

Suryanto yang memiliki peran sebagai

sutradara dalam topeng dhalang “Rukun

Pewaras” juga menambahkan bahwa topeng

dhalang “Rukun Pewaras” selalu siap

bersaing dari segi apapun juga akan tetapi

persaingan tersebut masih berjalan sportif

dan berdampak positif supaya lebih

membangun.

Bentuk Pertunjukan Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras”, Desa Slopeng

Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep

1. 1. Prosesi Pertunjukan

Sebelum pementasan topeng dhalang

dimulai, biasanya para pengrawit (najaga

dalam sebutan bahasa Madura) terlebih

dahulu melantunkan gending–gending gaya

Madura. Disajikannya gending – gending

tersebut bertujuan untuk menyambut para

tamu dan penonton dalam menyaksikan

pertunjukan wayang topeng dhalang “Rukun

Pewaras”. Gending – gending yang dipakai

untuk penyambutan para tamu tersebut

terdiri dari gending garapan “Rukun

Page 6: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

Pewaras” sendiri, selanjutnya gending

“Cokro” dan gending “Puspowarno”.

Seperti halnya Ludruk yang

mengawali setiap pementasannya dengan

ngremo(1), topeng dhalang juga membuka

pagelarannya dengan penyajian sebuah karya

tari. Pada topeng dhalang “Rukun Pewaras”

pementasannya diawali dengan suguhan tari

yang merupakan tari garapan asli komunitas

topeng dalang “Rukun Pewaras”, yaitu tari

Gambu Pamongkas. Kemudian dilanjutkan

dengan penampilan tari Kelana Tunjung Seta

yang membawa empat raksasa pengiring.

Cerita yang terkandung dalam tari pembuka

ini sendiri adalah tentang dewa Siwa yang

sedang mengirim Kelana Tanjung Seta

beserta anak buahnya untuk mengawasi

keadaan serta perilaku manusia di bumi.

Tarian tersebut juga diiringi percakapan

dhalang untuk membuka pementasan topeng

dhalang.

Pertunjukan dilanjutkan dengan

tembang-tembang Suluk, dimana alunan

tembang ini mengantarkan para penonton

untuk memasuki inti cerita pertunjukan

wayang topeng dhalang “Rukun Pewaras”

yang akan dipentaskan. Suluk dan dialog

dalam topeng dhalang Madura memakai

bahasa Madura halus, sedangkan untuk suluk

pembukaan menggunakan bahasa Jawa kuno.

Dalam setiap pertunjukan wayang

topeng dhalang, tokoh utama yang 1Ngremo: tari tradisional Jawa Timur yang

menggambarkan kegagahan pemuda / pemudi melalui gerak tarinya.

menggerakkan semua pemeranan adalah

Dalang. Ki dalang berperan sebagai

pemimpin orkestra gamelan, menyajikan

suluk, narasi dan mengucapkan dialog.

Dengan suaranya yang lembut, kadang

menghentak keras Ki dalang untuk

memimpin penari-penari yang bergerak di

belakang topeng. Semua pemeran

lakon/penari tidak berbicara, kecuali para

Punakawan(2).

Dialog dan nyanyian seluruhnya

diucapkan oleh Dalang yang duduk di

belakang layar. Pada layar tersebut dibuat

lubang kecil, dari lubang berbentuk segi

empat inilah dalang mengisahkan lakon

sesuai dengan cerita. Di depan layar, para

pemain lakon menyesuaikan dengan

gerakan-gerakan tari setiap alur cerita yang

dikisahkan dalang.

Adapun dalam setiap pementasan

seluruh pemain wayang topeng dalang serta

para penari didominasi pemain laki-laki.

Setiap pementasan dibutuhkan penari

sebanyak 15 sampai 25 orang dalam setiap

lakon, yang dipentaskan semalam suntuk,

namun sekarang ini khususnya pada topeng

dhalang “Rukun Pewaras” hanya dibutuhkan

penari sebanyak 11 orang dalam setiap

lakon, karena beberapa pemeran topeng

banyak yang menguasai tarian sekaligus

karakter lebih dari satu karakter tokoh.

Dengan kata lain, ada beberapa penari yang

2Punakawan: sebutan keempat tokoh wayang yakni Semar, Bagong, Pitruk, dan Gareng.

Page 7: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

dapat berperan ganda (memerankan dua

karakter topeng sekaligus), atau bahkan

lebih, yang terpenting sutradara mahir dan

mampu dalam mengatur adegan supaya

kedua tokoh yang diperankan oleh satu orang

tidak keluar secara bersamaan.

Setiap lakon yang dibawakan, selalu

sarat dengan gaung cinta, adegan heroik

ataupun beragam petuah bermakna filosofis

kehidupan yang kental. Ditambah dengan

gerak tarian, terangkai dalam gerak yang

kompleks. Kadang-kadang gerakan tarinya

halus, lemah lembut, lalu berubah kasar,

kaku dan sedikit naif, namun dibawakan

dengan penuh emosi yang ekspresif.

Dalam setiap pementasan,

penampilan para penari sangat sederhana,

tetapi ekspresif. Sekalipun setiap gerak tari

agak naif dan sedikit kaku, tetapi

mengandung nilai spiritual yang tinggi. Dan

itu merupakan salah satu nilai plus, karena

nilai-nilai yang terkandung dalam setiap

gerakan masih brilian, bersih dan otentik.

Adapun gerakan/gaya tarian yang

dipakai dalam pertunjukan topeng Dalang

ada beberapa macam, diantaranya:

a. Tandhang Alos (tari halus),

b. Tandhang baranyak (tari sedang),

c. Tandhang ghalak (tari kasar) dan putri

( gerak penari perempuan).

Masing-masing tandhang ini diiringi

oleh gending-gending tersendiri:

a. Tandhang Alos diiringi gending-

gending Puspawarna, Tallang, Rarari,

dan lain-lainnya.

b. Tandhang Baranyak diiringi gending-

gending, Calilit, Pedat, gunungsari,

dan biskalan.

c. Tandhang Ghalak diiringi gending-

gending Gagak, Pucung, Gunjing

Miring, Ketawang Memper, dan Kuda

Nyirik.

Alat-alat musik yang dipakai adalah

seperangkat alat gamelan dengan ditambah

crek-crek (sea’ dalam bahasa Madura) yang

dipakai dan dimainkan oleh dalang sendiri.

Menurut Dr. Sutyiyono dalam bukunya

“Puspowarna Seni Tradisi Dalam

Perubahan Sosial Budaya”, mengatakan

bahwa gending dapat menguatkan karakter

setiap tokoh/wayang yang sedang disabetkan

oleh dalang. Gerak wayang yang disajikan

dalang, tentu saja berada pada sikon pada

saat itu. Dalam artian, wayang yang

berwanda halus akan diiringi dengan gending

yang sifatnya halus. Jika situasi dalam

adegan peperangan akan diiringi dengan

gending yang sifatnya tegang.

Pemilihan gending yang tepat, disertai

ekspresi wayang yang hebat dapat

mengakibatkan penonton terngiang – ngiang,

terutama bagi mereka yang serius

menghayatinya. Pada saat – saat tertentu

banyak dijumpai para penonton yang

menangis tersedu–sedu ketika melihat suatu

adegan yang menyedihkan, seperti pada saat

Page 8: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

adegan Gatot Kaca disiksa oleh ayahnya

yakni Bima akibat dituduh mencuri Jimat

Kalimasada.

Nilai plus pada topeng dhalang “Rukun

Pewaras” adalah suasana dengan nuansa

magis yang dibangun oleh bunyi

gemerincing gungseng(3). Seolah-olah

getaran gungseng menyebar ke seluruh arena

membentuk suasana yang diperlukan, baik

suasana sedih, gembira ataupun tegang.

Ditambah ketika penari menghentak-

hentakkan kaki, sepanjang pertunjukan tak

sepi dari suara gungseng, apabila disimak

memang suara satu dan lainnya memberikan

ekspresi tersendiri.

Pada masa lalu, lakon yang dimainkan

dalam wayang topeng dhalang banyak

mengambil kisah Panji atau kisah-kisah

seperti Damar Wulan. Namun dalam

perkembangannya, kisah-kisah yang

dipentaskan saat ini banyak

mengambil cerita dari topik Ramayana dan

Mahabharata.

Dalam setiap pementasan kisah

Mahabharata lebih sering ditampilkan

ketimbang kisah-kisah lainnya. Hal ini

dikarenakan kisah-kisah dalam Mahabharata

terdapat lebih banyak pertentangan,

perseteruan dan konflik. Konflik multi

dimensi dari masalah cinta, perang saudara,

perebutan tahta, ideologi maupun

pertentangan antara anak dengan orang tua, 3Gunseng:salahsatubusanatari yang dipakai di pergelangan kaki yang menimbulkanbunyijikadihentakkan.

murid dengan guru, saudara dengan saudara

menjadi salah satu cerita yang menarik yang

dipertunjukan di wayang topeng dhalang.

Konflik-konflik tersebut dibumbui dengan

adu kekuatan, baik berupa senjata mustika

maupun kesaktian yang dimiliki oleh para

ksatria.

2. Pembagian Waktu Dalam Prosesi

Pertunjukan Wayang Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras”

Dalam pementasan pertunjukan wayang

topeng dhalang semalam suntuk biasanya

berlangsung dari pukul 20.00 WIB sampai

pukul 03.30 WIB. Waktu yang ditentukan

tersebut terbagi atas beberapa susunan acara

pementasan sebagai berikut.

a. Pukul 20.00 WIB–21.00 WIB,

merupakan acara penyambutan bagi para

tamu dengan suguhan gending – gending

gaya Sumenep, Madura.

b. Pukul 21.00 WIB–22.00 WIB,

merupakan acara pembukaan yang

dipimpin oleh sutradara yang

dilanjutkan dengan pementasan tari–tari

pembuka seperti Tari Gambo

Pamungkas dan dilanjutkan dengan

pagelaran Tari Klono Tunjung Seta.

c. Pukul 22.00 WIB–22.30 WIB, cuplikan

yaitu sebuah adegan sekilas tentang

cerita yang akan disajikan pada malam

itu.

Page 9: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

d. Pukul 22.30 WIB–02.30WIB,

merupakan acara inti yaitu pementasan

cerita yang terdiri dari beberapa adegan.

e. Pukul 02.30 WIB–03.30 WIB,

merupakan acara rokat pandhaba.

Jika tidak ada acara rokat pandaba maka

pementasan cerita akan terus berlangsung

sampai pukul 03.30 WIB. Hal ini

menunjukkkan bahwa para pelaku seni

topeng dhalang “Rukun Pewaras” selalu

berusaha memberikan kepuasan kepada para

penonton namun juga tidak pernah lupa akan

batasan waktu yang tersedia. Jika sudah tiba

waktunya sholat subuh tentu saja acara harus

segera disudahi.

Keunikan Wayang Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras”

1. Layar Dekorasi Panggung Topeng

Dalang Rukun Pewaras

Pada umumnya, beberapa kelompok

kesenian Topeng Dalang di Madura

menggunakan panggung dengan layar

dekorasi yang dapat digulung ke atas untuk

menunjukkan suasana yang dilukis pada

layar dekorasi lainnya. Begitu pun juga

dengan kelompok kesenian Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras” desa Slopeng, Kecamatan

Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura.

Layar–layar dekorasinya dibuat untuk

menunjukkan suasana dan tempat peristiwa

dimana peran itu dimainkan. Layar-layar

dekorasi tersebut dibuat dari kain kanvas

berukuran kurang lebih 3x5,5 meter yang

digulung dan digantungkan di atas sebuah

kerangka bambu berbentuk segi empat yang

biasa disebut dengan para-para. Layar-layar

tersebut kemudian direntangkan dari sisi

kanan dan kiri panggung bagian belakang

dengan cara diturun-naikkan dengan bantuan

seutas tali oleh dua orang petugas dekorasi

yang sudah standby atau bersiap-siap

sebelum acara pagelaran dimulai. Setelah

layar dekorasi tersebut diturunkan, para

pemain bertopeng kemudian bergerak

didepannya dengan tanpa tirai panggung

yang menutupi mereka.

Untuk pewarnaan dan pola ukiran pada

layar dekorasinya sendiri menggunakan cat

Aga dengan warna-warna yang cerah

mencolok. Sedangkan proses pemasanganny

dipercayakan langsung kepada pelukis yang

berpengalaman.

Kumpulan ini menggunakan empat

layar utama yang dijadikan latar belakang

dalam setiap pementasannya. Layar-layar

tersebut selalu dipakai dalam setiap lakon

atau cerita yang dimainkan. Menurut Adi

Soetipno menambahkan, setiap layar dalam

kelompok keseniannya dibuat sedemikian

rupa dengan ala kadarnya tanpa memiliki

dasar rujukan yang melatarbelakangi

pembuatannya sehingga layar dekorasi yang

ditampilkan kurang mendapat perhatian dari

para penonton yang melihatnya. Perhatian

penonton lebih banyak terfokus pada para

pemain topeng yang sedang bermain di atas

panggung.

Page 10: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

Dari tata kelola panggungnya sendiri,

bentuk dan bahan materialnya masih sama

tidak ada perubahan dari dulu hingga

sekarang, hanya sedikit penambahan warna

pada aksesoris panggung yang mulai pudar.

Sedangkan dari bentuk rangka

bangunnya, panggung Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras” dibangun dengan

menggunakan pondasi yang terbuat dari

kerangka pipa besi dan bambu dengan

ukuran panjang 8 meter dan lebar kurang

lebih 5,5 m persegi. Sedangkan pada

tingginya memiliki ukuran kurang lebih 6 m.

Pada lantainya menggunakan bahan

kayu yang terbuat dari pohon mangga,

disusun sejajar mengikuti ukuran panggung

dengan baut yang berfungsi untuk mengunci

kayu yang satu dengan yang lainnya agar

tidak goyang. Pada atapnya terdapat para-

para bambu dan kayu. Para-para ini berjejer

atau berderet sejajar dengan arah panggung

bawah ke panggung atas, meliputi juga

seluruh daerah atas panggung. Dari kerangka

para-para ini tergantung semua perlengkapan

gantungan, misalnya: layar, siben, satu-

satuan lampu, dan lain sebagainya.

Semuanya dipasang secara manual dengan

menggunakan baut dan tali pengikat. Untuk

siben atau sayap-sayap panggung terdiri dari

3 macam, yaitu siben utama, siben pelapis

dan siben penutup area samping kanan dan

kiri panggung. Semuanya terbuat dari bahan

kayu dan kain yang dilukis bercorak ukiran

khas Madura. Untuk layar penutupnya

menggunakan kain saten warna biru. Para

pemusik pengiring ditempatkan di depan

area panggung membaur dengan para

penonton. Aspek penataan semacam ini

lazim dilakukan oleh kelompok ini dalam

setiap pertunjukannya. Menurut Adi

Soetipno, salah satu cara untuk menampilkan

seni pemanggungan dalam cerita topeng

haruslah terfokus pada satu titik pandangan

mata dengan satu bingkai proscenium. Untuk

itulah pemusik menempati posisi di depan

para pemain yang dimaksudkan untuk

memudahkan para pemusik menabuh yang

sesuai dengan gerak para pemainnya.

2. Teknik Pencahayaan

Topeng dalang “Rukun Pewaras” pada

saat ini sudah menggunakan lampu dengan

beragam warna sebagai pendukung suasana.

Lampu yang digunakan pada suatu

pementasan terdiri dari:

a. Lampu neon:

- hitam sebanyak 3 buah.

- Biru sebanyak 2 buah.

- Putih sebanyak 2 buah.

b. Lampu warna:

- Merah, di atas sebanyak 4 buah dan

di bawah sbanyak 2 buah.

- Hijau, di atas sebanyak 4 buah dan di

bawah sebanyak 2 buah.

- Kuning, di atas sebanyak 2 buah dan

di bawah sebanyak 2 buah.

Page 11: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

- Biru, di atas sebanyak 2 buah dan di

bawah sebanyak 2 buah.

c. Lampu dop 1 buah di bagian bawah.

Masing – masing lampu memiliki

jumlah kapasitas watt sebesar 40 watt.

3. Unsur Pendukung Pertunjukan

Dalam pementasan topeng dalang juga

ada beberapa adegan yang butuh adanya

efek tambahan untuk pendukung suasana.

misalnya pada saat arjuna melepaskan

panahnya kemudian mengenai musuhnya,

ini dapat diimbuhi dengan efek suara

ledakan yaitu dengan menggunakan petasan

yang dipukul. Petasan ini tidak berbahaya

hanya suaranya saja yang begitu keras di

telinga sehingga konsentrasi penonton

sempat teralihkan dan ini merupakan

kesempatan bagi tokoh untuk adegan

menghilang dari pandangan para penonton.

Selain itu, di bagian belakang ada

sebuah layar hitam yang dapat

mengumpamakan seorang tokoh yang

sedang terbang, dibantu dengan alat yang

dapat membuatnya berjalan ke atas dengan

cepat sehingga tampak seperti terbang

sungguhan. Dalam hal ini lampu yang

digunakan adalah lampu neon ultra warna

hitam yang dapat membuat benda apapun

yang berwarna mencolok menjadi terlihat

jelas.

4. Dalang Wayang Topeng Dhalang

“Rukun Pewaras”

Bahasa yang digunakan oleh dalang

dalam suatu pementasan topeng dalang

“Rukun Pewaras” pada umumnya adalah

berbahasa Madura. Namun sekarang ini

bahasa yang digunakan juga adalah bahasa

Indonesia yakni ketika sedang pentas ke luar

kota seperti dalam sebuah acara festival yang

pernah diikuti di Jakarta.

Penutup

Berdasarkan pembahasan di atas

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Topeng dhalang merupakan salah satu seni

pertunjukan tradisional yang hidup dan

berkembang hingga saat ini. Seni

pertunjukan topeng dhalang ini dapat

dijumpai pada Pulau Madura tepatnya di

bagian ujung timur Pulau Madura, yakni di

Kabupaten Sumenep. Salah satu seni

pertunjukan topeng dhalang yang sampai

saat ini masih eksis di kalangan masyarakat

adalah kelompok topeng dhalang “Rukun

Pewaras” yang ada di Desa Slopeng

Kecamatan Dasuk.

Dalam pertunjukannya, topeng

dhalang “Rukun Pewaras” diawali dengan

para pengrawit (najaga) melantunkan

gending–gending gaya Madura. Gending–

gending yang digunakan dalam mengawali

pementasan untuk menyambut para tamu

terdiri dari gending garapan “Rukun

Pewaras” sendiri, gending Cokro dan juga

Page 12: KAJIAN BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG DHALANG “RUKUN PEWARAS” DESA SLOPENG KECAMATAN DASUK KABUPATEN SUMENEP

gending Puspowarno. Setelah diawali oleh

permainan gendhing dari para pengrawit

pada topeng dhalang “Rukun Pewaras” hal

selanjutnya adalah dengan suguhan tari yang

merupakan tari garapan asli komunitas

topeng dhalang “Rukun Pewaras”, yaitu Tari

Gambuh Pamongkas. Disusul kemudian

dengan penampilan Tari Kelana Tunjung

Seta. Adapun dalam setiap pementasan

seluruh pemain topeng dalang serta para

penari didominasi pemain laki-laki. Setiap

pementasan dibutuhkan penari sebanyak 15

sampai 25 orang dalam setiap lakon, yang

dipentaskan semalam suntuk. Tidak menutup

kemungkinan hal tersebut dapat berkurang

dengan kemampuan masing-masing penari

yang dapat memerankan dua peran dalam

setiap pertunjukan wayang topeng dhalang

“Rukun Pewaras”. Unsur keunikan yang

dimiliki oleh kelompok wayang topeng

dhalang “Rukun Pewaras” terdapat pada

bentuk dekorasi, teknik pencahayaan,

pembuatan efek-efek pertunjukan, serta

dalang yang mengendalikan pertunjukan

wayang topeng.

Daftar Rujukan

Pustaka Tercetak

Kusumayati, Hermin, A.M. 2000. Arak–Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di Madura. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Ellfelt, Louis. 1986. Pedoman Dasar Penata Tari. Diterjemahkan oleh Sal Murgiyanto. Jakarta : LPKJ

Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata Dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedarsono, Prof. Dr. R.M. 2001. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Soedarsono, Prof. Dr. R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada.

Widyastutieningrum, Sri Rochana. 2004. Sejarah Tari Gambyong (Seni Rakyat Menuju Istana). Surakarta: Etnika.

Penyusun, Tim. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Redaksi, Tim. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Wibowo. 2002. Tata Krama Suku Bangsa Madura. Yogyakarta

Pamungkas, Ragil. 2008. Tradisi Ruwatan. Yogyakarta: Penerbit NARASI.

Daftar Pustaka Maya

Digitizedby USU Digital Library, (http:// library.usu.ac.id /downloud/fs/etnomusikologi-Arifni.pdf.). Vol.2. Diakses 19 Februari 2008

http://tiyantiyanti09.blogspot.com/2014/01/pengaruh-mitos-seputar-kehamilan.html.

Arifni. 2003. Dalam http://library.usu.ac.id/download/fs/etnomusikologi_Arifni.pdf. Diakses 19 Pebruari 2012