83
SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG Fungsi dan Tantangannya Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Disusun Oleh: Sumaryanto 014314005 JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

Fungsi dan Tantangannya

Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh:

Sumaryanto

014314005

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

Page 2: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

ii

Page 3: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

iii

Page 4: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

MOTTO

Ketekunan dan kesabaran adalah kunci keberhasilan

Page 5: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

• Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah.

• Bapak Waryoto dan Ibu Samini yang telah merawat dan membesarkan hingga

skripsi ini selesai.

• Dian hanisworo yang selalu mendampingi baik dalam susah maupun senang.

Page 6: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi

saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Desember 2008

Penulis

Sumaryanto

Page 7: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Sumaryanto

Nomor Mahasiswa : 014314005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG Fungsi dan TantangannyaKasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 27 Januari 2009

Yang menyatakan

(Sumaryanto)

Page 8: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

vi

ABSTRACT

The title of this thesis is “The Performance Art of Topeng Ireng: its Functions, and the Challenge. The case of the Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang society (1988-2002)”. This research contained several problems, that is: the Background was estabilished by Performance Art of the Topeng Ireng? The history of the development of Performance Art of the Topeng Ireng? How do the influences of Performance Art of the Topeng Ireng for the supporting community as the show, the guidance and the order?.

The aim of the writing of this thesis was to more knew and understood the rise and fall of Performance Art of the Topeng Ireng. The early emergencing of the Art Performance of the Topeng Ireng that was appearing the new development in Magelang territory. The development of the Performance Art of the Topeng Ireng experienced the shift in the values and the tradisional function.

The research method wich was used in this history research consisted of four stages, first the source collection, second the criticism of the source, third the analyses of the source, and the last the writing of history. The aim of the source collection were getting source of the history that was related to the topic taken from interview, the book and website. Further was carried out by the analysis of the source that results were encompassed in a writing of the history. To analyse of the source was utilized by several theories of other social science that is structural functional by Radclif Brown, and the perception of humankind about culture of Talcott Parsons, and theories va lues Pudjo Sumadi that problem is etic and esthetic. The writing of the history showed that a research succeeded in being carried out.

This research showed that Performance Art of the Topeng Ireng Bojong was estabilished because of the exsistance of wish of the Bojong young man to develop traditional culture art that beforehand has been owned by them. Performance Art of the Topeng Ireng in the experienced of rise and fall. In the 1990‘s was the peak of the development of this art. For the economic crisis 1998-2000 experienced the decline, however since 2001 experienced the resurgence as art that the people with the exsistence of the Lima Gunung Festival. Performance Art of the Topeng Ireng give entertainment to the community, give the good values and taught the harmony, as in the case of in order tradisional art that always become the guidance, the show, and the order for the community.

Page 9: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

vii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Seni Pertunjukan Topeng Ireng: Fungsi, dan Tantangannya. Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)”. Penelitian ini memuat beberapa permasalahan, yaitu: Latar belakang didirikan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejarah perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejauh mana dampak Seni Pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat pendukungnya sebagai tontonan, tuntunan, dan tatanan?.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengetahui dan memahami pasang surut Seni Pertunjukan Topeng Ireng. Bagaimana awal kemunculan Seni Pertunjukan Topeng Ireng yang merupakan perkembangan baru di wilayah Magelang. Dalam perkembangannya Seni Pertunjukan Topeng Ireng mengalami pergeseran nilai-nilai dan fungsi tradisionalnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian sejarah ini terdiri dari empat tahap, yang pertama pengumpulan sumber, yang kedua kritik sumber, yang ketiga analisis sumber, dan keempat adalah penulisan sejarah. Pada bagian pengumpulan sumber bertujuan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik yang berupa wawancara, buku dan website. Selanjutnya dilakukan analisis sumber yang hasilnya dirangkum dalam sebuah penulisan sejarah. Untuk menganalisis sumber dipergunakan beberapa teori ilmu sosial lain yakni struktural fungsionalnya Radclif Brown, persepsi manusia tentang kebudyaannya Talcott Parsons, dan teori nilainnya Pudjo Sumedi yaitu masalah Etika dan Estetika. Penulisan sejarah menunjukkan bahwa sebuah penelitian berhasil dilakukan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Seni Pertunjukan Topeng Ireng Bojong didirikan karena adanya keinginan para pemuda Bojong untuk mengembangkan seni budaya tradisional yang sebelumnya sudah mereka miliki. Seni Pertunjukan Topeng Ireng dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Tahun 1990-an merupakan puncak perkembangan kesenian tersebut. Selama krisis ekonomi 1998-2000 telah mengalami kemerosotan, namun sejak 2001 mengalami kebangkitan sebagai kesenian rakyat dengan adanya Festival Lima Gunung. Seni pertunjukan Topeng Ireng memberi hiburan kepada masyarakat, memberi nilai-nilai yang baik dan mengajarkan keselarasan, sebagaimana halnya pada kesenian tradisional lainnya yang selalu ingin menjadi tontonan, tuntunan, dan tatanan bagi masyarakatnya.

Page 10: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya,

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan ini tidak lepas dari berbagai

pihak. Maka dalam penelitian ini banyak mengucapkan terimakasih yang

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma.

2. Drs. H. Herry Santosa, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Sejarah.

3. Drs. Silverio R. L. Aji Sampurna M.Hum. selaku dosen pembimbing I

dan dosen akademik atas segala kritik dan kemudahan yang diberikan.

4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah: Bp. Drs. Purwanta, MA. Bp. Drs.

Sandiwan, Bp. Drs. Anton Haryono, M.Hum. Bp. Drs Moedjanto

Alm. Bp. Prof. P.J. Suwarno, Ibu Dra. Juningsih, M.Hum. Dr. Baskara

T. Wardaya SJ, atas segala bimbingan selama kuliah.

5. Rekan-rekan sejarah: Rudi, Tholo, Berta, Hendri, Lazarus, Krisna

besar dan kecil, yang member dorongan dan motivasi kepada penulis,

sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

6. Masyarakat lingkungan Bojong terimakasih atas kerjasamanya.

7. Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng.

8. Bapak, Ibu, adik, Dian, aku bahagia menjadi bagian kehidupan kalian.

Page 11: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

ix

Hasil dari penelitian ini disadari masih jauh dari sempurna, karena itu

masukan dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun masih sangat

diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan

studi selanjutnya.

Yogyakarta, 19 Desember 2008

Page 12: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang penelitian ....................................................... 1 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ..................................... 5 C. Rumusan Masalah ................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian .................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian .................................................................. 9 F. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 9 G. Landasan Teori1 ...................................................................... 10 H. Metode Penelitian1 ................................................................. 14 I. Sistematika Penulisan ............................................................. 16

BAB II SENI PERTUNJUKAN DI MENDUT1………………………..…17

A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di kabupaten Magelang ................................................................................. 17

B. Seni Pertunjukan di Mendut .................................................... 19 C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan

Topeng Ireng ........................................................................... 21 D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng 1988 Sampai Dengan

Tahun 2000 ............................................................................. 23

Page 13: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

xi

BAB III FUNGSI SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG BAGI MASYARAKAT BOJONG .......................................................... 38

A. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional ...................................... 38 B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan ................ 42 C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng sebagai Tuntunan ................. 45 D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tatanan ................... 50

BAB IV SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG DAN KOMUNITAS LIMA GUNUNG 1988-2002 ........................................................ 52

A. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 1988-

2000 ......................................................................................... 52 B. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng dari 2000-20002 .... 59

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 65

A. Kesimpulan ............................................................................. 65 B. Saran ....................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia dengan belajar. Kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: bahasa, ilmu

pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, agama/kepercayaan dan kesenian.1

Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke dihuni oleh ratusan

suku bangsa, mempunyai kesenian yang beraneka ragam. Hal ini bisa dilihat dari

hasil karya seni yang masih berkembang sampai sekarang, misalnya seni

pertunjukan tradisional, seperti wayang, wayang orang, reog Ponorogo, jathilan,

dan lain sebagainya. Kesenian ini di beberapa daerah masih dipertahankan dengan

mewariskan kepada generasi mudanya sampai sekarang.

Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki fungsi yang

multi dimensi. Seni sebagai ekspresi estetik manusia yang merefleksikan

pandangan hidup, cita-cita, dan realitas dalam karya yang mampu membangkitkan

pengalaman tertentu dalam penghayatannya.

Seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan maupun

kelompok dalam mempertunjukan dirinya secara nyata ke dalam berbagai ruang,

yang selanjutnya dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu

perilaku yang ditentukan oleh perilaku perseorangan maupun kelompok.

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, Hal 204

Page 15: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

2

Menurut Umar Kayam, seni pertunjukan lahir dari masyarakat, dan

ditonton oleh masyarakat2. Seni pertunjukan lahir dan berkembang di tengah

masyarakat, oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang

dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada. Seni pertunjukan dalam banyak kasus

merupakan suatu bentuk ekprasi komunal yang penting dan berfungsi sebagai

jembatan dialog antara Tuhan dan ciptaannya, antara pemuka adat dan

masyarakatnya, atau antar sesama manusia. Secara umum seni pertunjukan dapat

dibedakan menjadi seni pertunjukan sakral dan seni pertunjukan sekuler. Seni

pertunjukan sakral masih mempunyai hubungan dengan upacara keagamaan,

sedangkan seni pertunjukan sekuler adalah seni yang bersifat menghibur,

pergaulan, serta penontonya dapat terlibat dalam pertunjukan. Seni pertunjukan

yang berkembang di Indonesia kebanyakan adalah seni pertunjukan sekuler, ini

terjadi karena bisa berhubungan langsung dengan masyarakat luas.

Seni pertunjukan tradisional yang masih berfungsi sebagai seni komunitas

(community art) yang lazimnya untuk kepentingan ritual, pasti tidak akan

kehilangan kesempatan untuk hidup. Secara umum seni pertunjukan sebelum

jaman kemerdekaan berfungsi ritual. Meskipun sering terjadi perubahan namun,

fungsi ritualnya masih melekat, walaupun kadarnya sering menyusut, tergantung

kebutuhan masyarakat setempat. Seni pertunjukan tidak bisa berfungsi ritual lagi,

seperti Wayang wong, ketoprak maupun seni gandrung yaitu fungsinya sebagai

tontonan dan hiburan. 3

2 Umar Kayam, Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan,

Ketika Orang Jawa Nyeni Galang Prees, Yogyakarta, 2000, Hal 1. 3 Soedarsono, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa di

Pedesaan, dalam Makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Proyek Javanologi, Yogyakarta 1986, Hal. 2

Page 16: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

3

Kesenian tradisional, khususnya seni pertunjukan rakyat yang dimiliki,

hidup dan berkembang dalam masyarakat sebenarnya mempunyai fungsi penting.

Hal ini dapat terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau penyebaranya

dan fungsi sosialnya. Dari segi penyebarannya seni pertunjukan rakyat

mempunyai wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari

segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan terletak pada kemampuannya sebagai

pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok.4 Dengan demikian seni

pertunjukan itu mempunyai nilai dan fungsi bagi kehidupan masyarakat

pemangkunya.

Berdasarkan data arkeologis seni pertunjukan tradisional meliputi seni

musik, seni tari dan nyanyi, lawak, tari topeng. Secara sistematis menurut Timbul

Haryono seni pertunjukan tradisional dapat dibagi menjadi empat macam atau

kelompok yaitu: 1) tari rakyat; 1) musik rakyat; 3) drama rakyat, dan 4) seni

resitasi wiracerita rakyat. Walaupun demikian dengan kenyataan bahwa seni

rakyat yang ada pada umumnya merupakan seni pertunjukan yang memiliki

beberapa aspek dan barangkali musik lebih berarti sebagai pengiring pertunjukan,

dan tidak berdiri sendiri sebagai pengiring sebuah bentuk seni pertunjukan. 5

Salah satu seni pertunjukan rakyat yang memiliki nilai dan fungsi dalam

kehidupan masyarakat ialah seni pertunjukan Topeng Ireng yang muncul sekitar

4 Soedarsono, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa di

Pedesaan, dalam Makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Proyek Javanologi, 1986, hal. 340

5 Timbul Haryono, Sekilas Tentang Sei Pertunjukan Masa Jawa Kuno Refleksi Dari Sumber-Sumber Arkeologis, dalam Jawa Majalah Ilmiah Kebudayaan Sendratari Ramayana Di Kawasan Candi Prambanan Vol. I. Yayasan Studi Jawa, Yogyakarta, 1999, Hal 92-110

Page 17: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

4

akhir tahun 1980-an di Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kecamatan

Mungkid. Kesenian ini berkembang luas di masyarakat Magelang. Pada Tahun

1990-an seni pertunjukan Topeng Ireng sangat populer, banyak desa-desa yang

mendirikan jenis kesenian ini. Masyarakat menjadi pendukung berkembangnya

seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian sebagai hasil kreatifitas manusia tidak

bersifat statis, akan tetapi selalu berkembang, bergerak menuju suatu

pembenahan, perubahan, dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan

peradaban. Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan sebuah pencerminan dari

semangat kreativitas seniman sebagai upaya pengelolaan seni yang bersifat

dinamis.

Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai suatu karya bentuk baru tentunya

didukung dengan suatu keberanian untuk mengungkapkan gagasan, karena setiap

karya seni bentuk baru belum tentu dapat diterima begitu saja oleh masyarakat.

Adanya kreativitas dari para seniman menjadikan seni pertunjukan Topeng Ireng

selalu berkembang dan berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Seni

pertunjukan Topeng Ireng sebagai bentuk kesenian rakyat memiliki keunikan

dengan bentuk penyajian yang khas. Bentuk kesenian ini lahir dari proses adaptasi

dari kesenian sejenisnya yang ada di sekitarnya. Bentuk penyajian kesenian ini

lebih menekankan pada aspek-aspek gerakan yang teratur dan bersama.

Gerakan tarinya menggambarkan kedisiplinan melalui olahraga yang dilakukan

bersama-sama.

Seni pertunjukan Topeng Ireng sarat akan pesan moral yang disampaikan

lewat gerak penarinya dan lagu- lagu Islami. Kesenian topeng ireng bukan hanya

Page 18: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

5

sekedar tontonan, tetapi juga tuntunan. Menurut narasumber, kesenian Topeng

Ireng adalah tontonan yang memberi tuntunan dan tatanan. Walaupun seni

pertunjukan ini lebih tampak menonjol dari segi hiburan, Namun kalau diteliti

lebih mendalam sebenarnya seni pertunjukan Topeng Ireng mempunyai banyak

nilai dan fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Salah satu kegunaan kesenian

Topeng Ireng bagi masyarakat adalah sebagai sarana upacara syukur atas hasil

panen, juga digunakan di dalam upacara pernikahan.

Seni pertunjukan Topeng Ireng muncul dan berkembang di tengah

masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan atau situasi masyarakat

pendukungnya. Sejak tahun 2001 hingga kini, kawasan lereng Merbabu, tepatnya

Kabupaten Magelang, setiap tahunnya diadakan pementasan seni dalam rangkaian

Festifal Lima Gunung, termasuk seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini

menunjukkan bahwa masyarakat tidak bisa lepas dari unsur seni. Para seniman

mengembangkan kesenian rakyat sekitar magelang untuk melestarikan karena

generasi saat ini sudah mulai beralih pada hiburan yang lebih modern.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Dengan alasan yang telah diuraikan di atas, maka akan muncul berbagai

masalah. Meskipun seni pertunjukan Topeng Ireng lebih menonjol sebagai

hiburan, namun kalau diteliti lebih lanjut sebenarnya seni pertunjukan Topeng

Ireng mempunyai banyak fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Selain itu

bagaimana awal kemunculan seni pertunjukan Topeng Ireng. Apa keistimewaan

yang terdapat pada seni pertunjukan Topeng Ireng sehingga bermunculan di

berbagai desa di Magelang.

Page 19: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

6

Sebenarnya nilai-nilai apa yang terdapat di dalam seni pertunjukan Topeng

Ireng hingga sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan, meskipun sempat

mengalami penurunan peminat karena pengaruh kemajuan jaman, tetapi bangkit

lagi dengan peran serta masyarakat yang mencintai seni pertunjukan tradisiona l.

Bagaimana seni pertunjukan Topeng Ireng masih dapat bertahan dalam kurun

waktu yang cukup lama, meskipun terjadi pasang surut dalam pementasan maupun

masyarakat pendukungnya sebagai penonton.

Penelitian sebuah peristiwa sejarah perlu suatu periodesasi dari kurun

waktu yang akan diteliti. Identifikasi masalah dibatasi pada tahun 1988 sampai

2002. Kurun waktu yang diambil didasarkan pada awal berdirinya kesenian

Topeng Ireng pada tahun 1988 sampai dengan adanya Festival Lima Gunung.

Kurun waktu 14 tahun merupakan waktu yang cukup untuk melihat

perkembangan dan perubahan dari pendiriannya sampai dengan pengaruhnya pada

anggota kesenian dan masyarakat. Pemilihan daerah Magelang adalah karena

Magelang memiliki banyak kesenian tradisional yang terus berkembang sampai

sekarang.

Tahun 2002 dipergunakan sebagai batas akhir penelitian ini, lebih

disebabkan oleh mulai bangkitnya seni pertunjukan tradisional yang ada di

wilayah Magelang dan sekitarnya. Festival Lima Gunung yang diselenggarakan di

daerah pakis sebagai wadah untuk membangkitkan kesenian tradisional Magelang

dan sekitarnya.

Page 20: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

7

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas tampak beberapa permasalahan yang

memerlukan pengkajian secara mendalam, yaitu :

1) Apa yang melatarbelakangi adanya seni pertunjukan Topeng Ireng ?

2) Bagaimana sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng ?

3) Sejauh mana dampak seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat

pendukung sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan ?

Pengungkapan latar belakang dan pencarian faktor-faktor penyebab serta

proses penciptaan seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan pendekatan historis,

dengan harapan dapat menjelaskan sejarah pembentukan dan perkembangan seni

pertunjukan Topeng Ireng.

Pengungkapan kedudukan dan fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng

dalam kehidupan masyarakat, digunakan pendekatan antropologis dan sosiologis,

dengan harapan dapat menjelaskan perubahan fungsi dan penyebabnya serta

kedudukan seni pertunjukan Topeng Ireng dalam masyarakat. Dalam hal ini akan

digunakan pendekatan yang bertolak dari landasan teori perubahan untuk

mengamati perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng di dalam masyarakat.

Dengan pendekatan berbagai disiplin ini, diharapkan dapat membangun

kejelasan, yang mencakup semua aspek yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini.

Page 21: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

8

D. Tujuan Penelitian

a. Akademis

Seperti telah disinggung di atas, bahwa seni pertujukan Topeng Ireng

merupakan kesenian rekyat. Sampai saat ini masih eksis di kalangan masyarakat

Magelang dan sekitarnya, namun seiring dengan kemajuan teknologi dan

informasi telah mempengaruhi keberadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng.

Tujuan penelitian secara garis besar untuk mengetahui secara mendalam eksistensi

kesenian Topeng Ireng. Dengan analisis secara menyeluruh, baik aktifitas yang

dilakukan saat pentas maupun di luar pentas, maka akan tampak nilai, fungsi dan

tantangan dari seni pertunjukan tersebut. Melihat fungsi kesenian dalam berbagai

aspek, yaitu sebagai hiburan, tontonan dan tatanan bagi masyarakat

pendukungnya. Dalam penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng ini,

diharapkan menambah perbendaharaan penulisan mengenai mereka, sehingga

nantinya dapat dijadikan referensi bagi penulisan seni pertunjukan masa

mendatang.

b. Praktis

Diharapkan dengan adanya tulisan mengenai seni pertunjukan Topeng

Ireng di Magelang ini, masyarakat umum di luar akademis, tahu dengan jelas

bagaimana sejarah seni pertunjukan Topeng Ireng. Bagaimana kegiatan

berkesenian mereka ditengah semakin banyaknya jenis hiburan masyarakat yang

lebih menarik dan dapat bertahan hingga saat ini meskipun harus mengalami

pergantian generasi.

Page 22: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

9

E. Manfaat Penelitian

a. Akademis

Penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak

ditemukan, referensi mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng sangat terbatas.

Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah tulisan

mengenai seni pertunjukan di Indonesia, khususnya seni pertunjukan Topeng

Ireng, dan dapat dijadikan sebagai informasi terutama yang menaruh minat

terhadap eksistensi seni pertunjukan Indonesia.

b. Praktis

Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk melihat dan

memelihara keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Keberadaan seni

pertunjukan yang semakin menurun dan berkurang peminatnya membutuhkan

orang-orang yang mau melestarikan dan mempertahankannya.

F. Tinjauan Pustaka

Sumber pustaka mempunyai peranan penting dalam suatu penelitian. Di

samping sumber pustaka, sumber-sumber lain juga tak kalah penting, seperti

sumber tak tertulis atau lisan. Buku atau hasil penelitian yang berhubungan

dengan seni pertunjukan dapat dijadikan sebagai acuan dan sumber data-data.

Penelitian yang khusus membahas seni pertunjukan Topeng Ireng sampai saat ini

belum banyak dilakukan oleh pemerhati seni pertunjukan. Oleh karena itu

sumber-sumber yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini sangat terbatas.

Namun demikian ada beberapa sumber yang berhubungan atau menyerupai seni

pertunjukan Topeng Ireng dapat digunakan sebagai panduan untuk menunjang

penelitian ini.

Page 23: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

10

Sumber pustaka yang digunakan sebagai penguat pembahasan atau yang

memiliki relevansi dengan permasalahan seni pertunjukan Topeng Ireng antara

lain: Buku Mengenal Tari-tarian Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis

oleh Soedarsono, buku ini membahas tentang perkembangan seni pertunjukan

sakral dan sekuler. Pada sumber pustaka tersebut berisi tentang macam-macam

seni pertunjukan sebagai suatu bentuk kesenian rakyat, dengan memberi

gambaran secara umum sesuai dengan perspektif seni pertunjukan daerah, serta

sekilas mengenai latar belakang seni pertunjukan. Meskipun buku ini tidak

menyinggung seni pertunjukan Topeng Ireng namun paling tidak buku ini

berbicara tentang gambaran tentang seni tari tradisional yang ada di Indonesia.

Selanjutnya Soedarsono menulis Seni Pertunjukan Indonesia Di Era

Globalisasi. Buku ini memberikan informasi tentang sejarah perkembangan seni

pertunjukan di Indonesia. Disinggung pula fungsi seni pertunjukan sebagai

hiburan dan sebagai presentasi estetis.

Dalam website satudunia.oneworld,net disinggung mengenai seni

pertunjukan Topeng Ireng. Pada pekan budaya padi Indonesia di kabupaten

Sleman disinggung seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan sekelompok orang

yang mengenakan pakaian ala suku primitif menari mengikuti iringan gamelan.

Disini tidak dijelaskan secara mendalam mengenai sejarah, ataupun latar belakang

seni pertunjukan Topeng Ireng, hanya sekilas saja. Dalam beberapa website juga

hanya penggambaran sekilas dan kurang mendalam, hanya bersifat informatif.

Dalam website Wisatanet.com digambarkan mengenai kostum seni pertunjukan

Topeng Ireng mirip suku Indian yang daya tarik tersendiri. Gerakan tari Topeng

Page 24: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

11

Ireng menggambarkan masyarakat desa dan gunung-gunung di Kabupaten

Magelang melakukan olah fisik setiap hari orang-orang desa dan gunung-gunung,

dengan iringan gamelan rampak. Untuk penjelasan mengenai sejarah seni

pertunjukan Topeng Ireng tidak ada.

Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan

mengenai sejarah dan latar belakang seni pertunjukan yang berkembang di

Indonesia. Sedangkan mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak

apabila tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, tulisan ini

mencoba untuk mengangkat masalah mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng di

Magelang khususnya Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kabupaten

Magelang.

Buku-buku di atas tidak banyak membantu dalam menjelaskan seni

pertunjukan Topeng Ireng. Dari buku-buku tersebut belum menjelaskan secara

spesifik perihal sejarah perkembangan dari sejarah berdirinya suatu kesenian

sampai dengan pasang surutnya, kalaupun ada hanya gambaran secara luas

mengenai sejarah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Penjelasan

menyeluruh sejarah seni pertujukan secara spesifik belumlah memenuhi untuk

menjelaskan sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng.

G. Landasan Teori

Banyak hal yang menentukan kehidupan seni pertunjukan di dalam

masyarakat. Kehidupan seni pertunjukan yang bersifat hiburan mempuyai peranan

penting dalam kehidupan sosial. Menurut H. Yudistira K. Gama. Dalam Ilmu-

Page 25: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

12

ilmu Sosial: Dasar-Konsep, kehidupan sosia l dapat dipersamakan dengan sebuah

organisme. Organisme dari suatu mahluk adalah suatu rangkaian sel dan ruang-

ruang cairan yang diatur hubungannya satu sama lain, bukan merupakan satu

kumpulan, namun suatu integrasi molekul-molekul yang kompleks. Setiap bagian

dari struktur itu saling berkaitan dan saling nyambung, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Upaya untuk memahami aktivitas masyarakat Magelang dalam memaknai

kehadiran seni pertunjukan Topeng Ireng dalam kehidupan sehari-hari dan dalam

konteks yang lain perlu pengkajian dengan pendekatan sosiologis, meminjam

konsep Talcott Parsons yang dikutip dari buku Alfian Persepsi Manusia Tentang

Kebudayaan mengenai kebudayaan sebagai sistem simbol. Teori ini lebih

menekankan pada tindakan manusia sebagai pelaku yang mempunyai sistem

budaya yang terdiri dari kepercayaan, pengetahuan, nilai moral, dan aturan-aturan

serta simbol pengungkap perasaan/ekspresi. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak

lepas dari aktivitas magis dalam pertunjukan tersebut dengan melalui kekuatan-

kekuatan gaib. J. G. Drazer menggolongkan ilmu gaib kedalam perbuatan-

perbuatan yang positif dan megatif.6

Seni pertunjukan Topeng Ireng Sebagai karya seni (objek) tentunya

berhubungan dengan penonton atau penikmat (subjek). Dengan begitu untuk

penilaiannya dihubungkan dengan makna estetis yang muncul dari hasil

6 J. G. Frazer, Totemism and Ezogamy 1910 dan The Golden Bough 1911-

1915 sebagaimana dikutip Koentjaraningrat. Metode-metode Antropologi Dalam Penjelidikan-penjelidikan Masjarakat Dan Kebudajaan Di Indonesia Sebuah Ichtisar, Penerbitan Universitas, Djakarta, 1958, Hal 152-153

Page 26: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

13

pengalaman pribadi seseorang, dan bisa juga dinilai dari kualitas dan tujuan karya

seni itu. Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam perjalanan historis mengalami

perubahan dan perkembangan, muncul generasi sebagai pengganti generasi yang

sudah tidak berkesenian lagi. Setiap generasi penerus akan dapat mengenal ciri-

ciri yang membedakan antara generasinya dengan generasi sebelumnya. Setiap

manusia memiliki potensi dan motivasi yang potensial dalam menghasilkan

perubahan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu kiranya di kaji unsur-unsur,

potensi, serta motivasi yang memungkinkan perubahan dan perkembangan seni

pertunjukan Topeng Ireng.

Selanjutnya untuk membantu menjelaskan seni pertunjukan dalam

masyarakat dipergunakan juga Teori struktural fungsional yang dikembangkan

oleh Radcliff R. Brown, yang menyatakan bahwa perubahan kebudayaan atau

salah satu unsur kebudayaan lebih disebabkan untuk memperkuat struktur yang

sudah ada. Apabila kita mengamati struktur sosial masyarakat akan menunjuk

pada susunan dan aturan. Komponen tersebut adalah unit-unit struktur sosial yang

terdiri dari orang atau masyarakat yang memenuhi kedudukan dalam struktur

sosial. 7

Begitu juga di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng, seiring dengan

perubahan waktu, dimana seni pertunjukan Topeng Ireng berkembang, maka

keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami berbagai perubahan fungsi.

7 Radcliff Brown, Struktur Dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif, Dewan

Bahasa Dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1980, hal xix

Page 27: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

14

Kesenian disamping menambah kenikmatan pada hidup sehari-hari,

kesenian mempunyai beraneka ragam mempunyai sejumlah fungsi, untuk

menentukan norma perilaku yang teratur, kesenian pada umumnya meneruskan

adat kebiasaan dan nilai-nilai kebudayaan. Kesenian dapat mempererat ikatan

solidaritas masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas digabungkan untuk

memahami seni pertunjukan Topeng Ireng berdasarkan pertanyaan nilai dan

fungsi dari seni pertunjukan Topeng Ireng, beberapa pertanyaan membutuhkan

analisis empirik sesuai kenyataan di lapangan.

H. Metode Penelitian

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian dalam penulisan

sejarah, maka perlu dilakukan beberapa langkah penelitian. Langkah- langkah

dalam melakukan penelitian ini adalah yang pertama pada penelitian ini yang

dilakukan adalah pengumpulan sumber. Pada penelitian ini bersifat kualitatif,

yaitu dalam pengumpulan data lebih menekankan wawancara dengan para

informan, bukan responden. Cara ini dimaksudkan agar dalam pengumpulan data

dan penulisan laporan penelitian lebih mendalam dan terarah, maka dalam

penggunaan metode wawancara yang telah disusun terlebih dahulu. Informasi

dipilih sesuai dengan bidang seni pertunjukan Topeng Ireng, dengan tujuan untuk

menjelaskan secara mendalam mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng.

Selain dengan wawancara, diperlukan sumber-sumber tertulis untuk

menganalisis permasalahan antara lain: buku, Koran dan sumber internet. Setelah

Page 28: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

15

pengumpulan data, dilakukan kritik sumber. Kritik sumber dimaksudkan untuk

melihat kredibilitas sumber tulisan dengan menguji terhadap data penelitian.

Dalam penelitian sejarah, kritik sumber merupakan langkah yang harus dilakukan

untuk menghindari adanya tidak validnya suatu sumber.

Kemudian dilakukan dengan melakukan analisis sumber, analisis

merupakan tahap yang penting dan menentukan dalam suatu penelitian.

Tingkat keberhasilan dilihat dari hasil analisis suatu penelitian. Analisis dalam

penelitian seni pertunjukan Topeng Ireng lebih menekankan: Nilai, Fungsi dan

Tantanganya pada masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang pada tahun

1988-2002.

Tahap akhir dari penelitian adalah penulisan sejarah. Penulisan sejarah

dilakukan secara kronologis dari suatu peristiwa. Kerangka sejarah dijabarkan

dalam sistematika penulisan. Penulisan dilakukan dengan kaidah penulisan yang

sudah ditentukan. Setelah semua tahap tersebut dilalui tugas akhir adalah

penyampaian hasil penelitian secara tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah menurut kaidah-kaidah yang telah diterapkan. 8

I. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan garis besar permasalahan yang telah dipaparkan pada awal

penulisan, maka penulisan kesenian Topeng Ireng dari tahun 1988 sampai 2008

disusun menurut sistematika penulisan. Penulisan hasil penelitian ini disusun

dalam lima bab sebagai berikut:

8 Nugroho, Notosusanto, Norma-Norma Pemikiran dan Penulisan Sejarah,

Jakarta, Idayu, 1971, hal 17

Page 29: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

16

Bab I, pendahuluan berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,

landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, seni pertunjukan di Mendut berisi mengenai selintas perkembangan

seni pertunjukan di kabupaten Magelang, seni pertunjukan di Mendut, kondisi di

Bojong sebelum munculnya seni pertunjukan Topeng Ireng, seni pertunjukan

topeng Ireng 1988 sampai dengan tahun 2000.

Bab III, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat Bojong

yang berisi mengenai fungsi seni pertunjukan tradisional, fungsi seni pertunjukan

Topeng Ireng sebagai tontonan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai

tuntunan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai tatanan.

Bab IV, seni pertunjukan Topeng Ireng dan komunitas Lima Gunung

1988-2002 yang berisi mengenai keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari

tahun 1988-2000, keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari tahun 2000-2002.

Bab V penutup yang berisi mengenai kesimpulan dan saran.

Page 30: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

17

BAB II

SENI PERTUNJUKAN DI MENDUT

A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di Kabupaten Magelang

Budaya Jawa sangat kental dengan keseniannya, mulai dari berbagai jenis

kesenian hingga tari-tarian. Begitu juga dengan Magelang merupakan daerah yang

kaya akan budaya dan tradisi masyarakat. Pembangunan candi Borobudur, candi

Mendut, candi Pawon dan puluhan candi lainnya merupakan suatu bukti bahwa di

daerah Magelang sudah mengenal seni budaya yang cukup panjang. Dari relief

candi-candi tersebut terekam seni pahat yang sangat tinggi yang menggambarkan

tentang seni tari, seni musik, dan juga kesusastraan. 1

Seiring dengan perkembangan suatu wilayah, Magelang kian berkembang

dan menjadi modern. Namun masih ada yang tetap dipertahankan keasliannya,

yaitu tradisi lokal dan kesenian rakyatnya.2 Dengan mempertahankan kebudayaan

masyarakat Magelang tidak kehilangan identitasnya. Hal inilah yang terus-

menerus di pertahankan oleh seniman desa-desa di kabupaten Magelang.

Masyarakat Magelang yang bermukim di Lereng Gunung Merapi sudah

sejak cukup lama akrab dengan berbagai bentuk seni sejak Indonesia bahkan

1 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 16

2 Sholahuddin, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 148

Page 31: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

18

sebelum Indonesia merdeka.3 Setelah merdeka pun masyarakat Magelang tetap

mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dari rasa syukur pada perayaan

kemerdekaan maupun hajatan seperti di kampung-kampung.

Magelang mempunyai banyak kesenian tradisional dan juga para pelaku

seninya, hal ini dapat terlihat dalam Festival Lima Gunung, Sebuah kegiatan yang

melibatkan seniman dari Merbabu, Merapi, Sumbing, Sundoro, dan pegunungan

Menoreh yang diawali pada tahun 2001 yang diadakan setahun sekali dan menjadi

agenda rutin. Dalam acara itu berbagai seni pertunjukan dan karya seni lainya

dipertunjukan yang difungsikan untuk mengangkat nilai-nilai budaya lokal.

Jauh sebelum adanya Festival Lima Gunung hubungan seniman Magelang

sudah terjalin dengan baik dari 17 tahun yang lalu. Seniman di sekitar Magelang

sudah tergabung dalam kelompok seniman gunung yang diprakarsai oleh Bapak

Sutanto.4 Hubungan ini bukan untuk cari popularitas, tetapi untuk melestarikan

budaya dan kesenian rakyat.

Setiap saat seniman-seniman tersebut dapat mengekspresikan karya

seninya tanpa ada batasan waktu. Ada kebebasan dalam pengungkapan kreasi baru

kesenian baik tradisional maupun kontemporer. Sehingga banyak kesenian yang

terus berkembang di Magelang maupun di Mendut sendiri. Dukungan dari

seniman-seniman nasional seperti Garin Nugroho, Sawung Jabo dan Emha Ainun

Najib memberikan semangat seniman gunung yang berkumpul dirumah Sutanto.5

3 Ilham Khoiri dan Regina Rukmorini, Berkesenian Sejak Tahun 1930-an,

Kompas, Minggu, 24 Agustus 2008, hal 17

4 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008

5 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008

Page 32: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

19

B. Seni Pertunjukan di Mendut

Secara administratif Kelurahan Mendut merupakan wilayah dari

kecamatan Mungkid, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kelurahan Mendut yang

terdiri dari 7 lingkungan dengan setiap lingkungan dikepalai seorang Prabot atau

kepala lingkungan (kaling).6

Sudah banyak orang yang mengenal Mendut dari keberadaan candinya,

setiap tahun di bulan Mei selalu diadakan upacara perayaan hari raya umat Budha

yaitu Waisak. Pemeluk agama Budha baik dari Indonesia maupun dari perwakilan

Tibet dan China selalu berkunjung ke candi Mendut dan candi Borobudur untuk

mengikuti prosesi perayaan upacara Waisak. Hal ini yang membuat desa Mendut

dikenal hingga ke seluruh Indonesia maupun internasional.

Mendut menjadi tempat berkumpulnya seniman-seniman gunung

Magelang. Mereka berkumpul di rumah Bapak Sutanto untuk

mengkomunikasikan berbagai hal yang berhubungan dengan seni budaya

tradisional maupun kontemporer. Sehingga masyarakat Mendut pun ikut terlibat

dalam komunikasi seni dan budaya.

Masyarakat Mendut sudah mengenal kesenian tradisional sejak lama. Di

kelurahan Mendut masyarakatnya terbiasa berhadapan dengan seni Budaya Jawa

terutama yang berkaitan kesenian tradisional. Keakraban terhadap kesenian

tradisional bisa dilihat dalam seni pertunjukan Kubro Siswo, Jathilan, dan Topeng

Ireng.

6 Ketujuh lingkungan, yang di Yogyakarta disebut dengan dusun, yaitu

Mendut I, II, III, Bojong I, II, Sikepan, dan Cabean.

Page 33: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

20

Diawali dari sejarah munculnya kesenian Kubro Siswo yang dimulai dari

sifat masyarakat Mendut yang suka musyawarah dan gotong-royong sehingga

tercetus untuk menciptakan kesenian yang bisa dikatakan baru. Kelompok

kesenian Kubro Siswo masyarakat Mendut sudah mulai did irikan tanggal 27

Januari 1960.7 Seni pertunjukan Kubro Siswo yang artinya: Kubro berarti besar,

terkenal atau agung, dan siswo berarti siswa, murid, cantrik, pengiring atau

pengabdi. Kubro Siswo berarti murid yang menghendaki pengetahuan dalam arti

yang luas. Kesenian yang bercorak Islami ini dimainkan oleh anak-anak usia

sekolah dasar dan menengah pertama.

Pada awal kemunculan Kubro Siswo dimulai dari lingkungan Mendut I

yang mendirikan seni pertunjukan Kubro Siswo pertama kali, kemudian diikuti

oleh lingkungan Mendut II dan Cabean. Namun dalam perkembangannya seni

pertunjukan Kubro Siswo Mendut II tidak bisa bertahan lagi. Seni pertunjukan

Kubro Siswo kini sudah diikuti oleh daerah-daerah lain dan menjadi kesenian

tradisional milik semua orang. Seni pertunjukan Kubro Siswo berkembang seiring

dengan kreatifitas setiap daerah-daerah yang mengembangkannya

Kesenian yang ada di Kelurahan Mendut bukan hanya Kubro Siswo saja,

tahun 60-an juga ada seni pertunjukan Jathilan yang ada di lingkungan Bojong.

Kesenian yang cukup populer bagi masyarakat Jawa Tengah. Namun

dengan pertumbuhan masyarakat, seni pertunjukan Jathilan Bojong tidak bisa

bertahan lagi.

7 Wawancara dengan Bapak Muh Saeroni, warga mendut III, tanggal 15

Agustus 2008 di Mendut

Page 34: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

21

C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan Topeng Ireng.

Sebelum muncul seni pertunjukan Topeng Ireng, masyarakat Bojong

sudah mempunyai kesenian Jathilan dengan nama Turonggo Mudo. Kesenian ini

diprakarsai oleh pemuda Bojong pada saat itu. Pada awal berdirinya kesenian

Jathilan Turonggo Mudo cukup terkenal karena sering pentas keluar daerah

Bojong meskipun masih dalam lingkup kabupaten Magelang. Seni pertunjukan

Jathilan Turonggo Mudo lingkungan Bojong bertahan cukup lama hingga tahun

1980.8

Pada dasarnya seni pertunjukan Jathilan Turonggo Mudo sama dengan

kesenian jathilan lainya, yaitu dengan menggunakan kuda lumping yang terbuat

dari anyaman bambu (kepang). Tema dari gerakan tariannya merupakan semacam

tari perjuangan atau gladi keprajuritan untuk melawan Kolonial Belanda. Karena

pada awal didirikan tema perjuangan masih mewarnai kehidupan masyarakat.

Sebagian masyarakat dan pemain kesenian Jathilan lingkungan Bojong

memandang kesenian tersebut monoton atau kurang dinamis, nilai jualnya kurang,

maka dikembangkan kesenian Topeng Ireng. Lahirnya seni pertunjukan Topeng

Ireng merupakan suatu pembaharuan bagi masyarakat Bojong.

Setelah kesenian rakyat masyarakat Bojong yaitu Jathilan tidak aktif lagi

maka masyarakat Bojong tidak memiliki kesenian rakyat yang khas dari

lingkungan Bojong. Sekitar tahun 1980 para remaja Bojong yang berumur 11-16

8 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong

Page 35: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

22

tahun ingin belajar serta mengembangkan diri dengan kesenian rakyat Kubro

Siswo di lingkungan Cabean kelurahan Mendut. Namun keinginan para remaja

Bojong ditolak oleh masyarakat Cabean, dengan alasan selain anak lingkungan

Cabean tidak diperkenankan untuk ikut dalam kesenian rakyat Kubro Siswo.

Melihat hal itu Bapak Badaril dan Bapak Asmuni yang setelah berkeluarga

menetap di lingkungan Bojong mengusulkan untuk mempelajari tari tradisional

Topeng Kawedar yang berasal dari kampungnya yaitu dusun Tuksongo,

Borobudur. Para tetua menyambut usulan ini dengan antusias. Sudah lama

masyarakat Bojong berniat untuk mengembangkan dan melestarikan budaya

tradisional.

Setelah mendapat persetujuan dari para pemuka masyarakat Bojong, maka

Bapak Badaril dan Bapak Asmuni bersama pelatih dari dusun Tuksongo yaitu

bapak Bajuri, Bapak Sunarto, dan Bapak Alasiri melatih remaja Bojong. Di bawah

pimpinan Bapak Sahir, Bapak Ngasijan, Bapak Sumitro dan pemuka masyarakat

Bojong lainnya, pemuda-pemuda berlatih kesenian yang diajarkan warga

Tuksongo.9 Setelah mendapat pelatihan dari dusun Tuksongo, setiap minggu para

pemuda berlatih untuk menambah kepiawaiannya dalam berkesenian.

Berdasarkan kesepakatan para pengasuh kesenian di Lingkungan Bojong,

maka seni pertunjukan ini dinamakan Topeng Ireng. Sesuai dengan aslinya yang

terdahulu bernama Topeng Kawedar nama topeng tetap melekat. Untuk lebih

menjurus pada pembinaan yang lebih positif serta membedakan kesenian ini

9 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng

Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong

Page 36: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

23

dengan seni pertunjukan Topeng Kawedar yang merupakan milik dusun

Tuksongo maka kesenian ini diberi nama seni pertunjukan tradisional kerakyatan

Topeng Ireng. Seni Pertunjukan Topeng Ireng resmi berdiri sejak 15 Agustus

1988 dijadikan sebagai hari ulang tahunnya.

D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng 1988 Sampai Dengan Tahun 2000.

Seni pertunjukan tradisional atau kerakyatan merupakan salah satu bentuk

kesenian daerah yang merupakan produk budaya rakyat, yang memiliki ciri-ciri

kerakyatan yaitu: sederhana, sepontan dan akrab dengan penonton. Bahkan pada

umumnya juga bersifat ritual dan magis. Seni pertunjukan tradisional hadir bukan

dari konsep seseorang, seni pertunjukan tradisional tidak dapat dipastikan siapa

penciptanya. Hadirnya di tengah-tengah masyarakat karena improvisasi atau

sepontanitas para pelakunya. Tindakan itu dilakukan berulang-ulang sehingga

menjadi kebiasaan.

Seni pertunjukan tradisional akan hidup terus-menerus apabila selama

tidak ada perubahan pandangan hidup pelaku dan masyarakat pendukungnya.

Pandangan hidup yang telah mantap tidak akan mudah goyah dan berubah, namun

pandangan hidup dapat berkembang menurut kebutuhanya. Sedangkan seni

pertunjukan tradisional fungsi dan peranannya terpadu di dalam segala aktifitas

sehari-hari. Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional bukanlah sesuatu yang

baku, melainkan sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk berkembang

(dinamis).

Page 37: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

24

Perkembangan seni pertunjukan tradisional sejalan dengan pertumbuhan

adat budaya masyarakat pendukungnya. Corak dan gaya khas yang terdapat dalam

seni pertunjukan tradisional mencerminkan pribadi masyarakat pemiliknya.

Dalam bidang seni pertunjukan setiap kelompok etnis di Indonesia ingin

menampilkan jatidiri mereka.10 Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional

memiliki sifat kedaerahan dimana seni itu lahir, tumbuh dan berkembang,

sehingga seni pertunjukan tradisional sering disebut seni daerah.

Ungkapan kesenian tradisional yang merupakan unsur kebudayaan11

adalah juga lambang yang memberi identitas masyarakat pendukungnya. Sebagai

suatu gagasan dan simbol ungkapan tradisional dapat dipergunakan untuk saling

berkomunikasi. Dengan demikian seni yang seperti itu menjadi salah satu untuk

memperkuat solidaritas masyarakat pendukungnya.

Begitu juga yang terjadi di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng dari sejak

awal kenunculanya hingga kini. Seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami

perkembangan yang cukup cepat dan luas, dari lingkup kecil menjadi luas keluar

dari kabupaten Magelang. Perkembangan seni pertunjukan topeng Ireng sudah ada

sejak tahun 1988 dari desa Bojong, Mendut. Namun jauh sebelum ada seni

pertunjukan Topeng Ireng sudah ada kesenian sejenis di daerah Borobudur, yaitu

di desa Tuksongo.

Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam penampilannya selalu dengan

mewarnai wajah dan tubuh seperti suku-suku pedalaman. Wajah pemain diberi

warna hitam dengan paduan putih dan merah. Pakaian yang dipakai juga mirip

10 Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa , IKIP Semarang Press, 1992, hal 6

11 Ibid., hal. 52

Page 38: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

25

dengan rumbai-rumbai pada suku Asmat di Papua. Seiring dengan

berkembangnya seni pertunjukan Topeng Ireng, pada beberapa grup kesenian

mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian mirip kubro siswo. Sedangkan

ikat kepala atau sering disebut kuluk pada seni pertunjukan Topeng Ireng mirip

dengan yang dipakai suku Indian yaitu dengan bulu-bulu angsa. Mungkin

pemberian nama topeng Ireng karena dalam mewarnai wajah seperti orang

menggunakan topeng dengan dominasi warna hitam.

Sebelum popular dengan nama Topeng Ireng, orang mengenalnya dengan nama ndayaan namun bila diperhatikan, kata ndayaan akan memojokan suatu suku tertentu di Kalimantan, padahal suku dayak sendiri orangnya putih-putih dan cantik, sedangkan asumsi kita terhadap ndayaan adalah mirip orang asmat. Sisi lain untuk meluruskan maksud ndayaan adalah karena lidah jawa yang mengubahnya dari kata kebudayaan yang disingkat menjadi ndayaan. Maksud dari ndayaan adalah kebudayaan yang memiliki cipta, rasa dan karsa yang diwujudkan dalam bentuk kesenian.12

Penjelasan Ngasijan itu kemudian dipertegas oleh Jane Perlez yang mengatakan

bahwa:

A Presentation of the traditional Topeng Ireng dance (literally, black mask) was updated with costumes designed to resemble the gear of American Indians.13 (Pertunjukan tari tradisional Topeng Ireng (harafiah, bertopeng hitam) desain kostum seperti pakaian orang-orang Indian Amerika.)

Ada kemungkinan juga disebut Ndayaan karena mirip dengan suku Indian

yang ada di Amerika(sic.). Namun demikian seni pertunjukan Topeng Ireng tetap

12 Wawancara dengan Bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 13 Jane Perlez, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika,

Komunitas Lima Gunung, Magelang, hal 46

Page 39: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

26

mempunyai ciri khas budaya lokal dengan kearifan dan identitas masyarakat

pedesaan.

Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng mencapai puncaknya pada

dekade 90-an. Pada dekade ini banyak bermunculan kelompok seni pertunjukan

Topeng Ireng di sekitar wilayah Magelang. Banyak desa-desa yang mulai

mengembangkan kesenian ini dengan belajar dari desa Bojong maupun dari desa

Tuksongo. Seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dijadikan tempat untuk

belajar dengan ikut bergabung dalam setiap pertunjukan maupun latihan bersama.

Setelah mahir dalam seni pertunjukanya mereka kembali ke desanya untuk

menularkan kepada teman-temanya sehingga bisa mendirikan seni pertunjukan

yang sama dengan dimodifikasi dan dengan namanya masing-masing.

Gerak tari seni pertunjukan Topeng Ireng, menggambarkan masyarakat

desa dan gunung-gunung di Kabupaten Magelang yang melakukan olah fisik

setiap hari, dengan diiringai gamelan rampak.14 Seni pertunjukan Topeng Ireng di

beberapa desa di Kabupaten Magelang mempunyai mana yang berbeda-beda

seperti: grup "Lowo Ireng" dari desa Sidomulyo, Salaman, "Seto Aji Kumitir"

dari desa Kepil, Dukun, "Satrio Mudo" dari desa Gupit, Borobudur, "Gagak

Ngampar" dari desa Bandung Paten, Dukun, "Topeng Krido" dari desa Pabelan

IV, Mungkid, "Topeng Seto" dari desa Cakran, Borobudur, "Anak Rimba" dari

desa Srigetan, Borobudur, "Topeng Purba" dari desa Kurahan Borobudur 15 dan

masih banyak lagi.

14 http://www.wisatanet.com/berita/berita_detail.php?kode=1&idnews=2734

15 Ibid.

Page 40: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

27

Kehadiran kelompok-kelompok kesenian diberbagai daerah menambah

warna tersendiri bagi seni pertunjukan Topeng Ireng yang beragam dengan ciri

khas masing-masing daerah. Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak

hanya di Magelang saja, tetapi juga di daerah Yogyakarta.

Perkembangan Topeng Ireng tidak hanya didominasi laki- laki remaja

tetapi juga diikuti kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng anak-anak dan

perempuan. Dengan banyaknya bermunculan grup-grup seni pertunjukan Topeng

Ireng menunjukkan bahwa masyarakat menjadi pendukung kesenian tersebut,

karena kesenian tanpa ada dukungan dari masyarakat tak akan bisa hidup dan

berkembang. Mati hidupnya kesenian tidak bisa dilepaskan dari komunitas

pendukungnya.16

Berkembangnya seni perunjukan Topeng Ireng sangat mendukung industri

pariwisata di kabupaten Magelang. Dinas pariwisata melihat hal ini sebagai aset

untuk mempromosikan kabupaten Magelang sehingga beberapa kali diadakan

festival kesenian diantaranya pada tahun 1997 yang diadakan di candi Borobudur

dan pada tahun 2000 yang diadakan di hotel Pondok Tingal Borobudur. Sehingga

seniman Magelang terus berupaya melakukan berbagai kreativitas untuk

mengajarkan cinta akan kesenian daerah pada masyarakat selain untuk

memperkaya sekaligus melestarikan budaya Jawa yang begitu kaya dan

menakjubkan. Acara-acara festival kesenian sampai dengan diadakannya Festival

Lima Gunung yang diprakarsai oleh Bapak Sutanto pemilik studio Mendut dan

para seniman dari berbagai daerah pada tahun 2001.

16 Dwi Anugerah, Budaya Lima Gunung Belum tergantung Trias Politika,

Komunitas Lima Gunung, Magelang, hal 160

Page 41: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

28

Lingkungan Bojong, sebagai bagian dari kelurahan Mendut sudah sejak

lama hidup berdampingan dengan kesenian tradisional. Seni pertunjukan Topeng

Ireng yang dikembangkan oleh masyarakat Bojong banyak diminati masyarakat.

Seni pertunjukan Topeng Ireng pun berkembang luas dengan varian yang

beragam.

Seni pertunjukan merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung

menggunakan gerak tubuh manusia sebagai media ekspresi. Dalam seni

pertunjukan Topeng Ireng ada unsur bela diri, Topeng Ireng adalah bentuk

penggabungan olah raga dan bela diri atau silat dengan tari yang diluweskan

diberi tembang-tembang atau nyanyian. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak ada

pakemnya atau lebih bersifat dinamis, berbeda dengan lain seperti wayang atau

ketoprak yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata.

Dimulai dari tahun 1988 masyarakat dan pemuda Bojong mendirikan

sebuah kreasi kesenian baru untuk menjalin persatuan dan kesatuan pemuda. Dari

semangat persatuan dari masyarakat dan pemuda maka didatangkan guru kesenian

dari desa Tuksongo, Borobudur. Menurut cerita kesenian semacam Topeng Ireng

pada tahun 1924 sudah ada di desa Tuksongo Borobudur.

Dengan belajar dari guru kesenian ini tercipta kreasi kesenian dengan

diberi nama Topeng Ireng. Pemberian nama Topeng Ireng ini didasarkan pada

gerakan-gerakan dan irama dari kesenian yang dipelajari. Ada makna yang

terkandung dibalik nama kesenian itu yaitu: TOTO LEMPENG IRAMA

BARENG. Maksud dari toto lempeng irama bareng adalah berjajar rapi dengan

gerak ritmis dan indah mengikuti irama dari alat musik dan dengan syair-syair

Page 42: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

29

yang dinyanyikan. Atau TOTO LEMPENG INTINE PEMUDA BOJONG

dijabarkan menjadi: melaksanakan apa yang menjadi perintah agama maupun

pemerintah dan menjauhi laranganNya dengan berkehidupan secara lurus. Toto

lempeng itu berarti lurus dengan membangun pemuda Bojong ke jalan yang

benar.17

Keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan

iringan gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-

maksud isi tari yang dibawakan. 18 Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan

salah satu seni tradisional yang identik dengan kebersamaan. Dari intinya topeng

ireng itu menujukan bahwa nilai kebersamaan ditanamkan kepada masyarakat

dengan tujuan kebersamaan. Kehadiran tari tak lepas dari beberapa aspek yang

dapat dilihat secara terperinci antara lain: geraknya, iringan, tempat, pola lantai,

waktu, tata pakaian, rias, dan properti.19

Seni pertunjukan Topeng Ireng dibagi atas tiga babak yaitu babak pertama

Rodhatan, pada babak kedua Monolan atau Montholan kemudian babak ketiga

kewan-kewan. Bila waktu masih memungkinkan ditutup lagi dengan Rodhatan.

Pada pementasan seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dalam tiga babak

tersebut dijelaskan sebagai berikut :

17 Wawancara dengan bapak Mursanyoto, ketua kesenian Topeng Ireng

Bojong dari 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 18 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 15

19 Ibid., hal. 23-24

Page 43: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

30

1. Rodhadtan

Rodhad adalah tarian yang terdiri dari dua baris, setiap baris bisa

terdiri dari 10 orang atau bisa juga terdiri dari 12 orang yang dipimpin oleh

ketua suku. Dalam penampilanya maksimal 25 orang penari per Rodad

dengan iringan alat musik dan irama lagu, sedangkan pakaiannya mirip

dengan suku Indian di Amerika. Tarian ini mengambil nuansa warna dan

gerak yang sangat khas dibanding kesenian-kesenian lainya. Setelah

dimainkan beberapa tarian diganti dengan babak

2. Monolan

Monolan adalah babak yang berisi humor atau sindiran-sindiran.

setelah tampil dengan suasana keras seperti pada Rodad dan kewanan

diberi suguhan monolan dengan nuansa humor untuk meredakan

ketegangan dengan kesan kelucuan. Monolan menggunakan tata rias

sepertu badut, lagu- lagu yang digunakan menggunakan sair-sair yang

menyinggung masalah-masalah sosial masyarakat.

3. Kewan-kewanan

Kewan-kewanan adalah babak akhir yang terdiri dari lima binatang

yaitu: Simo atau Harimau, Gajah, Warak/Badak, Sapi dan Kerbau. Kelima

binatang itu dijabarkan sebagai wujud dari rukun Islam. Harimau yang

dalam bahasa jawa disebut simo juga diartikan isine limo. Sebagai orang

Indonesia lima juga diartikan sebagai pancasila. Penggunaan nama

binatang warak dimaksudkan adalah wulang wuruk atau pitutur luhur yang

diselipkan lewat kesenian. Sedangkan sapi dan kerbau dilambangkan

Page 44: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

31

sebagai teman kerja petani, gajah sebagai lambang kekuatan. Pada babak

ini biasanya pemain yang menggunakan pakaian binatang-binatang ini

akan lupa diri atau biasa disebut ndadi (in trance) kerasulan ruh. Makna

dari kewanan adalah bahwa ada perbedaan mendidik manusia dan

binatang. Dengan mencambuki itu berarti bahwa manusia tidak bisa

berkomunikasi dengan binatang. Pada babak ini ingin menunjukan

bagaimana perbedaan mendidik manusia dengan binatang

Dalam setiap pertunjukanya seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong

menggunakan alat-alat musik tradisional. Setiap alat musik yang digunakan untuk

mengiringi tariannya mempunyai makna sendiri-sendiri. Kesenian merupakan

salah satu aktivitas yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan

tindakan simbolis. Hal itu karena tidak semua tindakan dan pergaulan manusia

sehari-hari dapat diungkapkan secara benar, melainkan melalui bentuk-bentuk

perlambang dalam seni pertunjukan. Iringan maupun lagu- lagu dalam seni

pertunjukan Topeng Ireng mengambil beberapa makna dari alat-alat musik yang

digunakan, seperti :

1. Bende

Ben podo nduwe niat dewe-dewe. Artinya biar setiap orang punya

niat sendiri-sendiri untuk mencari kebaikan yang diperintahkan agama.

Setiap manusia harus punya inisiatif dalam menjalankan perintah agama

maupun dalam kehidupan sosial.

Page 45: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

32

2. Kendang

Kon ndang tumandang. Artinya ayo segera bertindak untuk menuju

kebaikan. Sering kali manusia malas-malasan dalam bekerja dan tidak mau

berusaha. Dengan segera bertindak berarti secepatnya menyelesaikan aya

yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Suling / seruling

Sue-sue supoyo eling. Artinya lama-lama supaya ingat kepada

keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menjauhi larangan dan

melaksanakan perintahNya. Perintah agama tidak boleh ditinggalkan

atapun dilupakan sehinggan harus diingat terus menerus.

4. Kelinting

Kelingan limo kang penting. Artinya ingat lima hal yang penting

seperti rukun is lam ada lima sebagai pedoman hidup seorang Muslim,

pancasila sebaga i ideologi bangsa terdapat lima sila, Molimo yang harus

dihindari karena bertentangan dengan ajaran agama.

5. Jedor / Beduk

Jejer-jejer mujur ngalor, Artinya berjajar menghadap ke utara

sedangkan Bedug maksudnya le mlebet lebar dikeduk, artinya masuknya

setelah digali. Sebagai lambang kematian karena semua orang pasti

mengalami. Dalam tatacara penguburan orang Islam selalu menghadap ke

utara.

Page 46: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

33

6. Sempritan / peluit

Sempurnane purwo wiwitan. Artinya sempurnanya dari awal

hingga akhir kehidupan. Diharapkan manusia mendapat kesempurnaan

dari awal hingga maut menjemput dalam kehidupan di dunia maupun di

akhirat.

7. Icik-icik / Tamborin

Isine kebecikan. Artinya isinya kebajikan. Diharapkan selalu

membuat kebajikan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Manusia

terkadang lupa diri, sering melakukan hal-hal yang menyimpang dari

perintah agama maupun hukum pemerintah.

Setiap alat musik yang digunakan mempunyai makna untuk kebaikan umat

manusia, meskipun menari dengan irama dan gerakan yang keras tetapi sebagai

cerminan bahwa semua yang dilakukan mengandung ajaran. Tontonan seni

pertunjukan Topeng Ireng tidak hanya sekedar tontonan, tetapi memberi tuntunan.

Sair-sair yang ada merupakan pesan-pesan pembangunan dan petuah-petuah yang

diterima dari orang tua yang dituangkan lewat lagu. Pernyataan akan menjadi

lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk perlambang atau symbol.20

Dengan menggunakan perlambang dan sombol orang akan lebih termotivasi untuk

mengetahui apa dibalik maksud yang ingin disampaikan dalam kesenian tersebut.

Tentang hal ini Suwaji mengatakan bahwa:21

20 Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992,

hal 52

21 Ibid., hal. 55

Page 47: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

34

Bagi orang Jawa perlambang pada umumnya bermakna piwulang atau “pameling” (pesan-pesan) yang isinya tentu baik, menurut norma-norma Jawa. Oleh karena itu di dalam budaya Jawa terdapat kata-kata “lambang minongko piwulang” artinya lambang sebagai ajaran, atau sebaliknya “lambang minongko piwulang” artinya ajaran sebagai lambang. Syair-syair yang digunakan dalam seni pertunjukan topeng Ireng dapat

disesuaikan dengan kebutuhan misalnya untuk menghibur pada peringatan hari-

hari besar umat Islam seperti Maulud Nabi dan Isra Miraj. Syair yang

dikumandangkan para Bawa22 bernafaskan Islam. Hal ini dapat dilihat pada isi

syair yang intinya mengajak para penonton untuk memeluk agama Islam,

mematuhi semua perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad

sebagai utusan Allah serta pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Selain

untuk kepentingan agama juga ada syair untuk kepentingan umum seperti P4,

sensus, pembangunan, dan lingkungan. Pada intinya semua lagu dapat disesuaikan

dengan penanggap kesenian dan sesuai dengan peringatan yang bertepatan saat

kesenian dimainkan.

Pada awal kemunculannya dalam menggunakan asesoris dan pakaian yang

digunakan masih sederhana. Pakaian yang dipakai hanya menggunakan celana

pendek dengan diberi rumbai-rumbai dari janur (daun kelapa muda). Riasan yang

digunakan untuk mewarnai wajah dan tubuh menggunakan angus dan arang.

Seiring dengan perkembangannya mulai dibuatkan seragam untuk menambah

estetika dalam berkesenian.

22 Orang yang membawakan lagu-lagu dalam seni pertunjukan Topeng

Ireng.

Page 48: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

35

Seni pertunjukan Topeng Ireng sering ditampilkan pada acara-acara seperti

pada bulan Rajab, perayaan Agustusan, hajatan perkawinan maupun sunatan

tergantung dengan orang yang mau menyelenggarakan kesenian tersebut. Pada

kesempatan tertentu seperti festival kesenian maupun acara yang digelar dinas

pariwisata di candi Borobudur, seni pertunjukan Topeng Ireng juga ditampilkan

bersama dengan kesenian-kesenian tradisional lainnya.

Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dalam menjalankan roda

keorganisasiannya sudah mempunyai struktur kepengurusan yang sudah baik yang

resmi didirikan pada tanggan 15 Agustus 1988. Organisasi Topeng Ireng secara

khusus mengelola seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian ini mempunyai tujuan

siar Islam, maka dalam kepengurusan Kiai dilibatkan sebagai penasihat spiritual

para anggotanya. Kiai tidak terlibat langsung dalam pertunjukan kesenian, tetapi

lebih pada nasihat-nasihat jika dibutuhkan anggotanya.

Suatu organisasi atau kelompok tentunya membutuhkan ketua untuk

mengatur berjalanya kegiatan. Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dipimpin

oleh ketua I dan ketua II. Organisasi Topeng Ireng pertama kali diketuai oleh

Bapak Ngasijan kemudian diganti oleh Bapak Mursanyoto pada tahun 1993

sampai sekarang. Peran ketua sangat penting karena harus bisa mengorganisir

anggotanya. Sebagai ketua tugasnya tidak hanya mengurusi anggotanya saja,

tetapi juga melakukan hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan

pertunjukan kesenian.

Page 49: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

36

Organisasi Topeng Ireng lingkungan Bojong tidak berjalan sendiri-sendiri

tetapi juga dibina dan diawasi oleh kepala kelurahan Mendut, kepala lingkungan

Bojong I dan Bojong II, serta sesepuh lingkungan Bojong selalu mendampingi

para pengelola organisasi Topeng Ireng yang merangkap sebagai pemain seni

pertunjukan Topeng Ireng agar mereka tetap bersemangat dalam membina dan

melestarikan seni pertunjukan Topeng Ireng.

Menurut bapak Ngasijan, ketua kesenian menjadi penghubung orang yang

ingin menyelenggarakan acara kesenian dan pemain seni pertunjukan Topeng

Ireng. Urusan perijinan juga dikerjakan oleh ketua karena banyak anggota yang

tidak bisa melakukanya. Seringkali dalam pertunjukan para penonton berkelahi

dengan sesama penonton maupun dengan rombongan kesenian, disini peran ketua

sangat dibutuhkan untuk mendamaikan ataupun menyelesaikan suatu masalah

dengan musyawarah. Dalam menjalankan kegiatanya ketua dibantu oleh seksi-

seksi yang sudah terstruktur.

PENASIHAT

KETUA I

KETUA II

BENDAHARA

ANGGOTA ORGANISASI SENI PERTUNJUKAN TOPENG

PERLENGKAPANSEKERTARIS

Page 50: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

37

Dengan adanya organisasi Topeng Ireng sebagai wadah untuk masyarakat

dan anggota kesenian lingkungan Bojong semakin mempererat persatuan dan

kesatuan. Masyarakat Bojong mempunyai media untuk bertukar pikiran dan

mengembangkan kesenian tradisional. Selain itu keakraban dalam bermasarakat

terjalin dengan baik. Dalam setiap ada acara maupun gotong-royong lebih mudah

dikoordinasi dengan cepat.

Page 51: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

38

BAB III

FUNGSI DAN NILAI SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG BAGI MASYARAKAT BOJONG

A. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional

Apabila dicermati dengan seksama, ternyata seni pertunjukan tradisional

memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia.1 Di setiap

daerah maupun negara sangat berlainan dalam memanfaatkan seni pertunjukan,

setiap seni pertunjukan pun berlainan dalam fungsinya. Oleh karena kompleksnya

fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat tidak ada keseragaman

pendapat mengenai fungsi- fungsi seni pertunjukan tradisional.

Pada zaman sekarang ini kebanyakan seni pertunjukan sebagai sarana

hiburan dan tontonan terutama dengan semakin banyaknya media televisi dan

media komunikasi lainnya. Sebagai hiburan, seni pertunjukan mengandung makna

bahwa keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan

iringan musik gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung isi yang

dibawakan penari seni pertunjukan.

Fungsi sosial seni pertunjukan tradisional rakyat bersifat profane atau

sekuler sebagai sarana hiburan atau tontonan. Biasanya penonton melihat kesenian

bertujuan mencari hiburan, melepas lelah, menghilangkan stres dan bersantai ria.

Hal ini karena seni pertunjukan tradisional mengandung unsur keindahan yang

bisa dinikmati masyarakat luas.

1 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 54

Page 52: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

39

Seni pertunjukan di Indonesia yang mengandung hiburan biasanya bersifat

sederhana seperti jathilan, kubro siswo yang dalam sajiannya semata-mata untuk

menarik perhatian penonton. Namun demikian dalam seni pertunjukan tradisional

tersebut mengandung isi, makna atau pesan tertentu yang ingin dikomunikasikan

kepada penonton. Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-

kesenian tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang

sesuai pada masanya.2 Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral

dan sebagainya.3

Namun di samping sebagai hiburan atau kesenangan, seni pertunjukan

tradisional tidak lepas dari fungsinya sebagai sarana ritual maupun untuk

keperluan upacara. Seni pertunjukan tradisional yang berhubungan dengan religi

atau kepercayaan bersifat sakral atau suci. Kesenian yang digunakan untuk

keperluan ritual biasanya dipentaskan pada saat-saat tertentu sesui dengan

keperluan.

Dalam kebudayaan Jawa, seni pertunjukan memiliki fungsi ritual yang

sangat beragam. Agama turut mempengaruhi bentuk-bentuk seni pertunjukan

yang berkembang dalam masyarakat. Masuknya agama Hindhu turut

mempengaruhi kehidupan seni pertunjukan di Indonesia. Adanya akulturasi antara

kebudayaan Jawa dan agama hindhu membawa kemajuan dan membawa

penghalusan warisan dan peninggalan nilai-nilai budaya Jawa.

2 Sujarno, Seni pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan Tantangannya,

Yogyakarta, 2003, hal 47 3 Ibid., hal 47

Page 53: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

40

Setelah masuknya Hindhu, kemudian di ikuti dengan masuknya agama

Islam yang sampai sekarang masih tetap melekat pengaruhnya dalam seni

pertunjukan. Dalam perkembangannya seni pertunjukan tradisional tidak bisa

keluar dari pijakannya terhadap aturan-aturan tradisi yang berlaku.

Soedarsono mengelompokkan seni pertunjukan menjadi fungsi- fungsi

primer dan fungsi- fungsi sekunder. Pada setiap lingkungan masyarakat baik itu

dalam setiap kelompok etnis tertentu memiliki fungsi primer dan sekunder yang

berbeda. Namun demikian secara garis besar seni pertunjukan memiliki fungsi

primer yaitu sebagai sarana ritual, sebagai sarana hiburan pribadi dan sebagai

sarana presentasi estetis.4

Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, seni pertunjukannya memiliki fungsi ritual yang sangat banyak. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan, serta kematian, berbagai kegiatan yang dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang. Pada pertunjukan untuk kepentingan ritual ini penikmatnya adalah para penguasa dunia atas serta bawah, sedangkan manusia sendiri lebih mementingkan tujuan dari upacara itu dari pada menikmati bentuknya. Seni pertunjukan semacam ini bukan disajikan bagi manusia akan tetapi harus dilibati (Art of participation)5

Selanjutnya dikatakan fungsi sekunder apabila seni pertunjukan tersebut

bukan sekedar untuk dinikmati, tetapi untuk kepentingan lain, seperti untuk

solidaritas kelompok, sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa, sebagai media

4 Ibid., hal 57 5 Ibid.

Page 54: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

41

komunikasi massa, sebagai media propaganda agama, sebagai media propaganda

politik dan sebagainya.6

Seni pertunjukan sebagai hasil kebudayaan yang sarat akan makna dan

nilai, seringkali diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol dalam penyampaiannya.

Pernyataan akan menjadi lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk

perlambang atau simbol.7 Seni merupakan salah satu aktivitas yang dalam

pengungkapannya penuh dengan tindakan-tindakan simbolis.8 Ada makna yang

tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut yang ingin disampaikan kepada

penonton. Seni pertunjukan sebagai proses simbolis dari tindakan-tindakan

manusia dalam lingkungan masyarakatnya.

Kehadiran seni pertunjukan tradisional tidak lepas dari beberapa aspek

yang dapat dilihat secara terperinci antara lain: gerakannya, iringan, tempat, pola

lantai, waktu, tata pakaian, rias, dan properti.9 Namun demikian yang penting

dalam mempertontonkan seni pertunjukan adalah bagaimana kesenian tersebut

dapat memberikan suatu pesan atau nilai tertentu kepada para penontonnya.

Seni pertunjukan Topeng Ireng yang ada di wilayah Magelang pada

umumnya dan di lingkungan Bojong pada khususnya memiliki fungsi primer dan

fungsi sekunder yaitu sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan. Sehingga seni

pertunjukan Topeng Ireng harus dipertahankan keberadaanya sebagai sarana

pendidikan bagi masyarakat yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhan jiwa seninya.

6 Taufik Rahzen, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MPSI), Bandung, 1999, hal 167-169

7 Suwaji Bustami, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992, hal 52

8 Ibid., hal 89 9 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 23-24

Page 55: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

42

B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan

Seni pertunjukan seperti Topeng Ireng sebagai sarana hiburan biasanya

dalam pertunjukan begitu lepas atau tidak dikaitkan dengan pelaksanaan upacara

ritual. Pertunjukan ini diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai

sarana hiburan dalam suatu keperluan seperti hajatan perkawinan dan sunatan.

Namun demikian pemilihan lagu dalam pertunjukan Topeng Ireng disesuaikan

dengan peristiwa yang diperingati. Hal ini karena seni pertunjukan Topeng Ireng

sangat fleksibel atau bisa dikatakan dinamis.

Jenis gerakan yang diungkapkan dalam seni pertunjukan Topeng Ireng

adalah gerakan yang dimiliki setiap orang dan biasanya gerakan-gerakan tersebut

menarik dan menyenangkan. Tarian seni pertunjukan Topeng Ireng diambil dari

pengalaman sehari-hari dan menggunakan gerakan tari yang dimiliki semua

orang, sehingga penonton ikut merasakan emosinya.

Sejak diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1988 di lingkungan Bojong,

seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat

Bojong pada khususnya dan luar lingkungan Bojong pada umumnya.10 Seni

pertunjukan Topeng Ireng seringkali dipentaskan untuk memeriahkan suasana,

menjalin keakraban antar warga, untuk mengungkapkan rasa gembira,

mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan.

10 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong

Page 56: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

43

Ungkapan rasa kegembiraan, seni pertunjukan Topeng Ireng sering di

pentaskan pada bulan Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan. Salah satu

syair yang dinyanyikan pada saat perayaan 17 Agustus terdapat pada lagu

Memperingati Hari Kemerdekaan, lagu untuk memperingati hari kemerdekaan

berbunyi sebagai berikut:

Marilah kita peringati bersama Hari bahagia, lahirnya Negara kita Tujuh belas delapan tahun empat lima Lepas dari penjajah angkara murka Sebagai lambing Negara kita Burung garuda yang sedang kembang sayapnya Perisai di dada mencengkram pita Yang bertuliskan bheneka tunggal ika Sang dwi warna berkibar selama-lamanya Negara merdeka berdasar pancasila Wajib kita mengisi bersama Giat membangun adil, makmur, dan sentosa Marilah kita perlu memperingati Hari proklamasi Negara republic Indonesia Tujuh belas Agustus empat lima hari suci Kita pertahankan sampai mati Negara pembangunan perlu diisi Muda mudi aja nganti keri Aja lali dadi aseptor KB lestari11 Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan hiburan yang paling digemari

oleh masyarakat Bojong. Bila ada pementasan Topeng Ireng dapat dipastikan

hampir seluruh warga Bojong tumpah ruah dilokasi pertunjukan. Mereka betul-

betul menyukai dan menikmati hiburan yang disuguhkan oleh penampilan seni

11 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng

Ireng, Bojong, unpublished

Page 57: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

44

pertunjukan Topeng Ireng. Bahkan masyarakat diluar Bojong pun menyukai

keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini disebabkan karena seni

pertunjukan Topeng Ireng tidak membatasi permintaan atau panggilan dari si

penanggap.

Apalagi seni pertunjukan Topeng Ireng sering mengikuti berbagai festival

kesenian rakyat yang diadakan pemerintah daerah Magelang serta menjadi bagian

dari komunitas Lima Gunung yang dapat dijadikan sebagai promosi seni

pertunjukan Topeng Ireng Bojong. Sehingga seni pertunjukan topeng Ireng

semakin dikenal dan menjadi tontonan rakyat.

Pada upacara rasa syukur atas panen yang melimpah, upacara perkawinan

maupun hajatan untuk memeriahkan kemerdekaan, seni pertunjukan Topeng Ireng

sering dipentaskan. Masyarakat tidak takut mengeluarkan banyak uang untuk

menanggap seni pertunjukan Topeng Ireng. Dengan menanggap seni pertunjukan

topeng Ireng akan memberikan kesenangan bagi banyak orang, bukan hanya si

penanggap saja. Kegembiraan bersama menjadi tujuan utama dari menanggap seni

pertunjukan Topeng Ireng.

Sifat seni pertunjukan Topeng Ireng yang dijadikan sebagai sarana hiburan

rakyat sering kali mempunyai dampak negatif. Pada saat pementasan kadang

dijadikan sebagai arena perjudian, arena mabuk-mabukan, bahkan terjadi

perkelahian antar penonton. Melihat kondisi tersebut, bila dilihat dari fungsi seni

pertunjukan sebagai sarana hiburan memang tidak sepenuhnya salah. Pada

dasarnya penonton melihat seni pertunjukan Topeng Ireng untuk mencari hiburan

dan mencari kesenangan,

Page 58: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

45

Dampak negatif seperti perjudian dan perkelahian antar penonton dapat

ditekan dengan keamanan yang memadai. Sehingga tidak mempengaruhi fungsi

seni pertunjukan sebagai tontonan hiburan rakyat.

C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tuntunan

Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah

pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi

para penonton yang menikmatinya.12 Didalam setiap pementasan seni pertunjukan

tradisional, pendidikan atau tuntunan menjadi sesuatu yang ingin disampaikan

seniman kepada penontonnya.

Dalam sejarah munculnya seni pertunjukan di Indonesia, seni diciptakan

salah satunya berdasarkan aspek religius untuk menjalankan unsur-unsur agama

dan kepercayaan kepada Tuhan bagi para penganutnya. Sehingga dalam

memahami seni pertunjukan perlu penghayatan dalam setiap penampilannya.

Bila ditinjau lebih lanjut, seni pertunjukan Topeng Ireng dipergunakan

bukan hanya semata-mata untuk hiburan saja tetapi di dalamnya terkandung

maksud yang hendak disampaikan si penanggap. Maksud si penanggap diutarakan

melalui untaian kata-kata yang diselipkan diantara syair-syair yang dinyanyikan

oleh bawa. Selain itu seni pertunjukan Topeng Ireng memang mempunyai tujuan

untuk membangun masyarakat yang beragama dan taat pada perintah Tuhan.

12 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 51

Page 59: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

46

Meskipun seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang

sederhana, tariannya merupakan sumber inspirasi, banyak memberikan contoh-

contoh perilaku manusia yang bisa dikembangkan sampai ke tingkat tinggi. Bila

penonton mau menghayati dan mendalami isi syair maupun yang disampaikan

lewat gerak taiannya akan mendapat perubahan yang lebih baik.

Seperti pada lagu- lagu yang mengajak para penonton untuk masuk agama

Islam, mematuhi perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad sebagai

utusan Allah serta pujian-pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Syair

tersebut dapat didengarkan pada babak Rodhat dalam lagu Ayo Para kanca yang

berbunyi sebagai berikut:

Ayo para sedulur islam sedaya Bebarengan ngormatono Maring Mi’rate Nabi junjungan Kita Nabi Muhammad kang mulya Ayo para kaum muslimin lan muslimat Serta pemudha fattayat pada giyata anggone menghormat Maring Mi’rate Nabi Muhammad Lamun urip ra gelem menghormat Mbesuk yen ono akhirat Bakal keparingan siksa lan laknat Geni neraka kang laknat Nanging sing pada gelem menghormati Mbesuk yen tumekaning pati Diganjar swarga kang edi13 (Mari para saudara Islam semua/ bersama-sama menghormati/ terhadap Isra’miraj nabi junjungan kita/ nabi Muhammad yang mulia. Mari para kaum muslimin dan muslimat/ serta para pemuda giat untuk menghormat/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad. Seandainya tidak mau menghormat/ nanti di akhirat/ akan mendapat siksa dan laknat. Tetapi yang mau menghormati/ pada saat ajal menjemput/ diberi pahala yang mulia).14

13 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng

Ireng, Bojong, unpublished 14 Diterjemahkan dengan bahasa send iri oleh penulis

Page 60: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

47

Dalam syair lagu tersebut, penonton diajak untuk menghormati hari

Isra’miraj hari besar umat Islam. Diharapkan dengan mendengar syair lagu

tersebut akan tergugah untuk selalu ingat kepada Allah sebagai Tuhan,

Muhammad sebagai Nabi utusan Allah. Kemudian pada babak kedua yaitu dalam

tarian montholan juga berbau Islami seperti pada lagu Pak Monol pada bait ke 1

dan ke 4 yaitu sebagai berikut:

Monggo para mriksa Sampun sami lena Anggenipun nindakaken Rukun Islam ingkang lima Rukun ingkang lima Iku kang luwih utama Sahadad, shalat, zakat Puasa, haji lamun bisa15 (mari para penonton/ jangan terlena/ untuk melaksanakan rukun Islam yang ada lima. Rukun ada lima/ itu yang lebih utama/ sahadad, sholat, zakat, puasa, haji kalau mampu.)16 Hal yang sama juga terdapat pada empat baris terakhir dari lagu pertama

yang dinyanyikan pada saat akan mulai pertunjukan topeng Ireng yaitu lagu atur

para kanca yang berbunyi sebagai berikut:

Nderek dawuhe Gusti Pangeran Sampun kasebut ing ndalem Qur’an Nabi Muhammad kang dados utusan Kautus deneng Pengeran17 (Ikut perintah Allah/ sudah disebutkan di dalam Al Qur’an/ Nabi Muhammad yang menjadi utusan/ diutus oleh Allah.)18

15 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng

Ireng, Bojong, unpublished 16 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis 17 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng

Ireng, Bojong, unpublished 18 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis

Page 61: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

48

Pertunjukan yang diselenggarakan pada bulan Rajab sebagian besar dari

syair-syairnya bernafaskan agama Islam. Bulan Rajab adalan salah satu bulan

yang baik bagi pemeluk agama Islam sehingga nuansa islami menjadi lebih

bermakna. Syair lagu bulan rajab seperti pada bait ke 1 sampai bait ke 5 yang

berbunyi sebagai berikut:

Pada bulan rajab bulan yang besar sekali Itu kewajiban umat Islam untuk memperingati Karena waktu ini jatuh Mi;raj kanjeng Nabi Muhammad nabi waalihi salam Maka mari kita bersama memperingati Oleh kaum Islam pemuda dan pemudi Jika tidak hormat akan dapat gada besi Tetapi yang hormat diberi amal yang suci Sapa wong urip sing ora gelem meringati Maring Mi’rate Muhammad nabi kang suci Mbesuk sing wis mati dicemplungake aneng geni Kang aran neraka sak lawase ora mati Mula wektu iki aran hari Rajaban Kanggo meringati Mi’raj Nabi akhir zaman Nadyan rupo kewan kudu melu perayaan Supaya akhire bisa entuk kerahmatan Mula aja wegah nadyan katon susah payah Sebab angelingi tinimbang sholat ngibadah Iku wis klebi ibadahe Gusti Allah Gelem meringati Mi’raj Nabi kang indah19 (Siapa yang tidak mau memperingati/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad yang suci/ besok yang meninggal dimasukan kedalam api/ yang disebut neraka selamanya tidak mati. Maka waktu ini disebut Rajaban/ untuk memp[eringatu Isra’miraj Nabi akhir zaman/ meskipun

19 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng

Ireng, Bojong, unpublished

Page 62: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

49

seperti binatang harus ikut perayaan/ supaya nantinya dapat kerahmatan. Maka jangan malas meskipun kelihatan susah payah/ sebab mengingat daripada beribadah sholat/ itu sudah termasuk ibadah terhadap Allah/ mau memperingati Isra’miraj Nabi yang indah) 20 Agama Islam menjadi tema utama yang ingin disampaikan dalam sajian

seni pertunjukan Topeng Ireng. 21 Masyarakat perlu diingatkan tentang pentingnya

menjalankan perintah dan larangan Tuhan melalui tontonan kesenian yang

member tuntunan. Sehingga orang-orang yang menonton seni pertunjukan Topeng

Ireng secara tidak langsung diingatkan kepada sang pencipta alam semesta.

Dengan syair-syair yang dinyanyikan seperti kita mendengarkan pujia-pujian di

Masjid sehingga orang akan simpatik dan dengan melihat gerakan-gerakan

tarianya orang akan senang karena dinamis.22

Tarian binatang atau animal dance yang ada dalam babak kewanan seni

pertunjukan Topeng Ireng membedakan perilaku manusia dan binatang dalam

kehidupan sehari-hari. Tarian tersebut dilakukan dengan gerakan meniru gerakan

binatang binatang tertentu yang sudah disebutkan dalam bab II.

Dalam babak kewanan mengajarkan kepada penonton untuk tidak

berperilaku seperti binatang yaitu dengan mencambuki untuk mengatur binatang

tersebut. Manusia merupakan mahluk yang derajadnya paling tingggi dibanding

dengan semua mahluk yang diciptakan Tuhan. Sehingga perlu adanya pembeda

dalam mengajar manusia dan binatang dalam kehidupan sehari-hari.

20 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis 21 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng

Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 22 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong

Page 63: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

50

D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tatanan

Di lingkungan masyarakat tradisional, terutama di pedesaan, nilai atau

norma-norma yang terkandung dalam seni pertunjukan bersifat egalitarian,

sebagaimana sikap kehidupan mereka yang suka bergotong royong antar individu.

Sifat gotong royong ini tampak dalam kehidupan seni pertunjukan Topeng Ireng

Bojong yang selalu mementingkan kebersamaan dalam berkesenian.

Salah satu wujud dari gotong royong masyarakat Bojong dalam

berkesenian diantaranya dengan mendirikan organisasi Topeng Ireng yang secara

khusus mengelola seni pertunjukan Topeng Ireng. Organisasi yang menjadi media

antar anggota kesenian Topeng Ireng serta menjadi wadah pemuda-pemuda

Bojong untuk melestarikan seni pertunjukan Topeng Ireng.

Keberadaan organisasi Topeng Ireng membawa dampak positif bagi

anggota kesenian dan warga Bojong. Hal ini dapat dilihat saat berlatih untuk

pengembangan seni pertunjukan Topeng Ireng. Disaat para anggota kesenian

ingin membuat kreasi tarian melalui musyawarah yang panjang, tidak dengan

begitu saja dilakukan.

Dari syair-syair yang dinyanyikan mencerminkan ketaatan kepada Tuhan

yang menciptakan alam serta isinya. Pada setiap babak dari seni pertunjukan

Topeng Ireng mempunyai tujuan-tujuan tertentu.23 Pada babak Rodhatan

mencerminkan kerjasama, pada babak monolan menunjukkan kehidupan sosial di

masyarakat, dan pada babak kewanan memperlihatkan keselarasan dengan alam.

23 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng

Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong

Page 64: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

51

Pementasan seni pertunjukan Topeng Ireng memberi muatan Islami

sehingga diharapkan dapat mengingatkan kesadaran keimanan mereka yang

melihat maupun pemain seni pertunjukan Topeng Ireng. Selain itu seni

pertunjukan Topeng Ireng sering dipentaskan dalam perayaan hari-hari besar umat

Islam. Sebelum pementasan pun selalu di buka dengan doa-doa Islami untuk

minta keselamatan pada Tuhan, agar dalam pelaksanaan tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan.

Kerjasama yang melibatkan orang banyak dengan berbagai macam

karakter anggotanya, telah menjadi ajang pendidikan dalam kebersamaan dan

kerukunan seni pertunjukan Topeng Ireng. Anggota seni pertunjukan Topeng

Ireng secara tidak langsung belajar kerukunan dalam kehidupan sehari-hari

melalui kegiatan berkesenian. Kebersamaan yang terlihat pada masyarakat Bojong

pada saat mengadakan suatu hajatan selalu dikerjakan beramai-ramai.

Kekompakan pemudanya bisa diandalkan pada setiap ada kegiatan masyarakat

maupun saat mengadakan pentas kesenian.

Page 65: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

52

BAB IV

SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG DAN KOMUNITAS LIMA GUNUNG 1988-2002

A. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 1988-2000

Munculnya kesenian biasanya secara spontanitas menurut situasi dan

kondisi dalam suatu masyarakat.1 Sedangkan karya seni merupakan ungkapan

nilai dari seorang seniman setelah dia merenungkan suatu obyek. Renungan

seorang seniman yang mendalam terhadap suatu obyek dituangkan kedalam

bentuk yang hasilnya bisa diterima secara obyektif oleh penangkap karya seninya.

Setiap zaman mempunyai kesenian sendiri, dan kenyataan bahwa seni bisa

terus hidup untuk membuktikan adanya nilai dalam kesenian. Tujuan umum dari

seni adalah melakukan dan menyusun aktivitas dari pengalaman seseorang,

sehingga kesenian selalu beriringan dengan kehidupan manusia. Kesenian tercipta

tidak lebih sebagai perekat kehidupan bersama, karena mati hidupnya kesenian

tidak bisa dilepaskan dari komunitas pendukungnya.

Seperti dalam sejarah seni, sejarah seni pertunjukan mengalami perubahan

bentuk dan perasaan serta perbedaan kualitas dalam konsep manusia tentang seni

pada setiap periode. Perubahan-perubahan itu antara lain terletak pada sudut

pandang manusia dalam menyusun ide dan bukan sejarah tentang teknik dan

bentuknya.

1 Sujarno, Seni pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan Tantangannya,

Yogyakarta, 2003, hal 47

Page 66: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

53

Seni pertunjukan dalam pengorganisasian bentuk bersifat natural dan

instingtif, dan bebas untuk berekspresi. Seni pertunjukan memberi impresi yang

kuat sehingga mudah dipahami dan ditarikan oleh setiap generasi yang harus

mempelajarinya untuk meneruskan nilai-nilai dalam seni pertunjukan tersebut.

Setiap kesenian yang diciptakan seniman yang dicari adalah esensi,

kualitas, dan emosi yang baru dari kesenian yang telah berkali-kali dilakukan oleh

seniman lain. Sebuah kreasi baru seni pertunjukan merupakan pengembangan dari

kesenian sebelumnya yang pernah ada.

Sebuah karya seni yang baru biasanya selalu unik, segar, dan belum

dikenal manusia sebelumnya, karena seorang seniman selalu berusaha

menghadirkan yang lebih baik dari yang sebelumnya ada. Adanya kreativitas dari

para seniman menjadikan seni selalu berkembang dan berubah sejalan dengan

perkembangan peradaban manusia. Perubahan kebutuhan-kebutuhan hidup,

perubahan nilai-nilai yang dianut, memberi pengaruh pula pada kembang surutnya

berbagai cabang kesenian. 2

Seni Pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang unik karena

memadukan unsur-unsur beladiri, olahraga, keragaman binatang dan nilai

religiusitas.3 Keadaan masyarakat yang kebanyakan beragama Islam telah

menghadirkan sebuah seni pertunjukan yang bernuansa Islami dengan kreasi yang

tergolong baru pada tahun 1988 sampai dekade 90-an.

2 Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat

Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1983, hal ix 3 Wawancara dengan bapak Sahir, tetua seni pertunjukan Topeng Ireng

Bojong, tanggal 15 Agustus 2008 di Bojong

Page 67: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

54

Seni pertunjukan Topeng Ireng berkembang dengan pesat karena didukung

oleh masyarakat yang mencintai seni budaya tradisional. Perkembangan ini diikuti

dengan munculnya berbagai kelompok-kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng

di Magelang dan sekitarnya. Kemunculan kelompok-kelompok seni pertunjukan

Topeng Ireng membawa dampak positif bagi berkembangnya seni budaya

masyarakat yang ada di Magelang dan sekitarnya.

Semakin banyak dan berkembang kelompok-kelompok seni pertunjukan

Topeng Ireng, membuat seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong memoles diri

untuk menjadi lebih baik. Usaha ini tidak sia-sia, terbukti pada acara lomba se

kecamatan Mungkid kelompok ini menjadi juara I dan menjadi 10 besar se

kabupaten Magelang. 4

Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak lepas dari orisinalitas

kesenian tersebut yang merupakan produk budaya masyarakat pedesaan yang

mempunyai nilai-nilai keagamaan. Selain nilai keagamaan, seni pertunjukan

Topeng Ireng mempunyai ciri yang berbeda dengan seni pertujukan sejenisnya

seperti jatilan dan kubro siswo.

Seni pertunjukan Topeng Ireng menjadi kebanggaan masyarakat Bojong

dan warga Magelang pada umumnya.5 Dengan begitu seni pertunjukan Topeng

Ireng tidak akan mati karena dicintai oleh banyak orang. Hal ini terlihat dalam

setiap diadakan tontonan seni pertunjukan Topeng Ireng selalu ramai penonton.

4 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 5 Wawancara dengan bapak Jani, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng

Bojong, tanggal 20 September 2008 di Bojong

Page 68: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

55

Seni pertunjukan Topeng Ireng membutuhkan regenerasi untuk

kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya regenerasi, kesenian tersebut akan mati

dan dilupakan, sehingga perlu adanya pergantian pemain. Pergantian pemain

dilakukan karena pemain yang terdahulu sudah tidak bisa mengurusi kesenian,

mereka diantaranya sudah berkeluarga dan bekerja yang tidak bisa berkesenian

lagi.6

Pada seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dalam pergantian pemain

tidak dilakukan secara bersamaan, tetapi dengan cara tambal sulam, ya itu jika ada

seorang pemain yang sudah tidak bermain lagi digantikan dengan orang baru,

kondisi seperti ini sebenarnya menyulitkan untuk penyeragaman usia dan tinggi

badan pemain.

Dalam perjalananya remaja-remaja yang menggantikan pemain yang lama

kurang memahami esensi seni pertunjukan Topeng Ireng. Mereka hanya

menirukan setiap gerakan yang sudah ada dari pendahulunya dan mengkreasikan

dengan yang lebih baru. Namun demikian tidak mengurangi estetis dari seni

pertunjukan Topeng Ireng.

Seni pertunjukan Topeng Ireng meskipun tetap mempertahankan nilai-nilai

tradisionalnya telah mengalami perubahan dalam hal penampilannya. Pergantian

generasi telah mengikis sedikit demi sedikit nilai-nilai yang terkandung dalam

kesenian tersebut. Pengetahuan generasi penerus ini kurang memaknai apa yang

menjadi tujuan dari seni pertunjukan Topeng Ireng.

6 Wawancara dengan bapak Rimbang, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong, tanggal 13 Agustus 2008 di Bojong

Page 69: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

56

Adanya minat dari remaja-remaja sebenarnya sangat bagus untuk

meneruskan seni budaya yang dimiliki, namun karena mereka hanya menirukan

secara mentah tidak memaknai seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai sarana

tontonan, tuntunan dan tatanan kepada masyarakat pendukungnya.7 Sehingga

perlu pengajaran untuk pemain yang menggantikannya.

Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan kebutuhan masyarakat

akan hiburan yang modern dan lebih mengunggulkan kepraktisan telah menggeser

seni tradisional. Seni tradisional sedikit demi sedikit mulai kehilangan nilai-nilai

tradisinya karena terpengaruh perkembangan zaman.

Perkembangan pariwisata Indonesia membawa dampak terhadap nilai-nilai

tradisi yang dipertahankan. Banyak yang mulai mengunggulkan keindahannya

saja tanpa memperdulikan esensi yang terkandung dalam budaya dan tradisi

masyarakat.

Seni pertunjukan yang disajikan untuk kepentingan pariwisata dalam

penggarapannya mengalami proses akulturasi. Akulturasi ini terjadi antara selera

estetis seniman setempat dengan selera wisatawan. 8 Bentuk seni pertunjukan ini

pada dasarnya masih mengacu pada kesenian tradisional, namun nilai-nilai

tradisionalnya mulai ditinggalkan. Sehingga seni pertunjukan hanya sebagai

tontonan belaka dengan pengemasan komersil.

7 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 8 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 119

Page 70: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

57

Hal ini yang terjadi pada sebagian besar seni pertunjukan di Indonesia

yang lebih mementingkan unsur pariwisata dari pada nilai-nilai sakral dan

simbolis. Seni pertunjukan dijadikan sebagai komoditas untuk mencari

keuntungan sebagai dampak dari kebutuhan ekonomi masyarakat. Baik sadar

maupun tidak pemerintah juga menjadi pendukung hilangnya fungsi asli seni

pertunjukan tradisional yang dimiliki bangsa ini. Komersialisasi kesenian telah

mempengaruhi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai produk budaya masyarakat.

Keberadaan candi Borobudur yang menjadi daerah wisata dunia turut

memdukung seni pertunjukan Topeng Ireng untuk kepentingan pariwisata budaya

tradisional.9 Masyarakat sebagai pendukung seni pertunjukan Topeng Ireng pun

hanya sebagai penonton saja tanpa memahami nilai-nilai tradisionalnya.

Kehadiran seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai komoditi pariwisata

berdampak positif maupun negatif. Disatu sisi memberi keuntungan finansial bagi

pengelola kesenian dan pariwisata itu sendiri. Seni pertunjukan Topeng Ireng bisa

lebih dikenal masyarakat luas baik dalam negeri maupun luar negeri. Disisi lain

kemerosotan nilai dan fungsi semakin terlupakan secara perlahan- lahan.

Perkembangan waktu telah mengubah seni pertunjukan Topeng Ireng dari

penggunaan kostum yang sangat sederhana dan cenderung apa adanya sedikit

demi sedikit berubah. Penggunaan pakaian yang awalnya menggunakan daun

kelapa muda sebagai kostum diganti dengan kostum yang warna-warni menjadi

daya tarik bagi penonton baik masyarakat maupun wisatawan. Sehingga seni

pertunjukan Topeng Ireng tidak monoton dalam berpenampilan untuk

menyuguhkan tontonan yang mempunyai nilai estetis.

9 Wawancara dengan bapak Darmo, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong, tanggal 15 September 2008 di Bojong

Page 71: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

58

Pasang surutnya suatu kesenian merupakan hal yang wajar di tengah-

tengah masyarakat pendukungnya. Banyak hal yang mempengaruhi pasang

surutnya kesenian, diantaranya adalah pengaruh sosial, ekonomi dan politik yang

terjadi pada suatu daerah maupun negara.

Krisis moneter yang melanda Indonesia turut mempengaruhi

perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng. Disaat masyarakat kesulitan

ekonomi dan kondisi politik yang tidak stabil, seni pertunjukan pun menjadi

kebutuhan yang kesekian. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi seni

pertunjukan Topeng Ireng Bojong yang merupakan seni tradisi.

Namun demikian seni pertunjukan Topeng Ireng tetap bertahan untuk

kelangsungan kehidupan seni budaya yang dimiliki masyarakat Bojong. Pada

saat-saat tertentu seni pertunjukan Topeng Ireng dimainkan dengan dana dari

swadaya masyarakat hanya untuk menghibur masyarakat untuk memberikan

kebahagiaan bersama.

Pada umumnya kesenian agraris tradisional yang berada di desa lereng-

lereng gunung bisa bertahan hidup, hal ini disebabkan karena kesenian itu

dibangun dengan kekuatan swadaya ekonomi pertanian yang berlangsung secara

turun temurun. 10 Kemandirian inilah yang membuat seni pertunjukan Topeng

Ireng bisa hidup di tengah-tengah masyarakat yang dalam kondisi krisis moneter

tetapi tetap mendapat perharian dari masyarakat pendukungnya.

10 Slamet Wibowo, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias

Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 164

Page 72: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

59

Pada dasarnya seni pertunjukan Topeng Ireng tidak terpengaruh dengan

kondisi bangsa yang mengalami krisis, hanya saja masyarakat yang lebih

mementingkan kebutuhan ekonomi daripada untuk menanggap kesenian rakyat.11

Dengan semakin memburuknya ekonomi masyarakat, seni pertujukan Topeng

Ireng tetap hidup dan dipertahankan keberadaannya sampai sekarang.

Tanpa campur tangan pemerintah dalam pengelolaan seni pertunjukan

Topeng Ireng tetap bisa menghidupi dirinya sendiri. 12 Selama seniman-seniman

masih mau berkarya untuk mengembangkan seni budaya tradisional yang dimiliki

akan terus hidup dan berkembang.

B. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 2000-2002

Sebagai dampak dari keprihatinan terhadap mulai memudarnya nilai-nilai

tradisional seni pertunjukan, seniman-seniman yang tergabung dalam komunitas

Lima Gunung mulai mengangkat nilai tradisi yang terkandung dalam seni

pertunjukan tradisional. Mengembalikan fungsi seni pertunjukan pada fungsi awal

yang memberi pendidikan bagi masyarakat, bukan hanya sekedar tontonan saja.

Komunitas Lima Gunung adalah komunitas seniman-seniman baik

seniman kesenian tradisional maupun seniman kontemporer yang berada di sekitar

lima gunung di kabupaten Magelang. Komunitas lima gunung didirikan oleh para

seniman yang berkeinginan untuk melestarikan kesenian yang ada di sekitar

11 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng

Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 12 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng

Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong

Page 73: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

60

mereka. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang seniman misalnya

Sutanto, Sitras Anjalin, dan beberapa orang lainnya.

Bagi komunitas Lima Gunung, pemerintah dianggap melakukan legitimasi

terhadap kebudayaan.

Negara bertindak seperti kraton-kraton pada masyarakat agraris feodal di mana, misalnya tari bedaya dianggap produk kebudayaan tinggi, sementara ketoprak, sundal atau teater rakyat lainnya dianggap produk kebudayaan rendah. 13 Negara bisa dikatakan hanya menghitung seni budaya masyarakat pada

nilai guna, bukan sebagai sumber nilai-nilai yang menjadikan bangsa Indonesia

mempunyai identitas yang mendorong bangsa ini untuk menuju peradaban dan

martabat yang lebih tinggi. 14

Ketika kota menjadi simbol modernisasi, kemajuan ekonomi dan puncak-

puncak peradaban sejarah kemanusiaan, komunitas Studio Mendut di bawah

kawalan penggiat kebudayaan Sutanto justru melihat sebaliknya.15 Bagi

komunitas Lima Gunung, pusat-pusat kebudayaan masyarakat adalah di pedesaan

atau di sekitar gunung-gunung.

Dalam kadar tertentu komunitas lima gunung merupakan sebuah perlawanan terhadap seni urban kontemporer yang menunjukkan superioritasnya dengan membanjirnya budaya pop, sinetron, musik rock, tanpa memberi ruang publik untuk kehadiran musik komunitas lokal hanya karena kalah seleksi.16

13 Indra Tranggono, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias

Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 20 14 Ibid., hal 21 15 Hadi Supeno, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika,

Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 23 16 Ibid, hal 30

Page 74: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

61

Perlawanan ini dilakukan untuk menunjukan eksistensi kesenian rakyat

yang terpinggirkan oleh pengaruh globalisasi. Dimana masyarakat sudah mulai

meninggalkan budaya tradisional dan beralih ke budaya modern.

Secara material, dalam komunitas Lima gunung tidak ada yang bisa

diharapkan dari kegiatan berkesenian yang mereka lakukan. Namun mereka tetap

berkesenian karena bukanlah hidup dari kesenian tetapi hidup untuk berkesenian.

Mereka berkesenian dengan cara mencintai kesenian yang memberikan

keharmonisan dalam kehidupan.

Kehadiran komunitas Lima Gunung yang sudah berlangsung lama telah

menghadirkan festival Lima Gunung yang diawali pada tahun 2000 dan mulai

dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2001, dengan mengambil lokasi di

dusun Warangan, kecamatan Pakis. Festifal Lima Gunung diadakan untuk

menampilkan seni pertunjukan yang ada disekitar Magelang untuk mengangkat

nilai-nilai tradisi seperti awal diciptakannya, diantaranya seni pertunjukan topeng

Ireng, jathilan, kubro siswo dan lain- lain.

Aktivitas komunitas Lima Gunung dilakukan bukan hanya di satu tempat,

tetapi dilakukan diberbagai tempat seperti lereng Merapi, Merbabu, Andong,

Menorah, dan Sumbing. Dengan berpindah-pindahnya aktivitas komunitas Lima

Gunung semakin memperetat hubungan seniman-seniman gunung yang ada di

kabupaten Magelang.

Page 75: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

62

Dalam hal kedisiplinan, seniman gunung tidak kalah dengan komunitas

lain, mereka selalu on time. Jarang sekali seniman lima gunung terlambat dalam

pementasan meskipun hanya dua menit. Kebanyakan dari seniman-seniman

gunung hanya lulusan SD, SMP. Kedisiplinan seniman gunung melebihi dewan

kesenian Jawa tengah. 17

Dalam acara Festival Lima Gunung disaksikan ribuan masyarakat yang

menjadi saksi bahwa harmoni bisa dibangun dari tradisi kesenian warga gunung

yang jauh dari peradaban kota. Masyarakat desa gunung memahami aspek

keberagaman sebagai bagian dari proses kebudayaan dan kemanusiaan sehingga

dengan media kesenian semua persoalan pelik mudah cair.

Kehadiran Festival Lima Gunung membawa perubahan terhadap

kesenian-kesenian tradisiona l yang ada di sekitar Magelang. Perubahan untuk

mengembalikan fungsi dan nilai dari kesenian-kesenian tradisional ke bentuk awal

yang salah satunya adalah seni pertunjukan topeng Ireng.

Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong sebagai bagian dari komunitas

Lima Gunung dan ikut dari awal diadakannya Festival Lima Gunung menjadi

terangkat dan dikenal masyarakat semakin luas di luar Magelang. Sehingga

keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong diakui keberadaannya.

Kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong menjadi wakil dari

pegunungan Menoreh dalam Festival Lima Gunung. Keikutsertaan ini merupakan

tantangan yang berat untuk ikut serta mengembangkan seni budaya tradisional.

17 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008

Page 76: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

63

Bapak Mursanyoto sebagai ketua seni pertunjukan Topeng Ireng selalu menjaga

dan membina pemuda-pemuda Bojong untuk terus berkesenian. 18

Dengan menjadi bagian dari Festival Lima gunung, seni pertunjukan

topeng Ireng Bojong tidak merasa minder ditengah modernisasi yang lebih

mengunggulkan budaya metropolitan, yang hanya menyuguhkan kenikmatan yang

serba instan. Mereka menjadi bangga karena secara tidak langsung menjadi

penyangga seni tradisi yang merupakan produk budaya yang luhur dan perlu

untuk dipertahankan sebagai identitas bangsa.

Rasa bangga ini tidak berlebihan meskipun pemerintah tidak

memperhatikan, tetapi banyak orang yang mengakui keberadaannya. New York

Time pada tanggal 22 juli 2003, dan media luar negeri pernah beberapa kali

mengulas seni pertunjukan yang tergabung dalam komunitas Lima gunung yang

diantaranya menyebutkan seni pertunjukan topeng Ireng. Sehingga masyarakat

pembaca di Amerika pun tahu bahwa ada seni pertunjukan topeng Ireng di

Indonesia.

Tantangan ke depan bagi seni pertunjukan Topeng Ireng adalah tetap

mempertahankan nilai-nilai dan fungsi- fungsi seni pertunjukan yang tetap dicintai

oleh masyarakat. Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan harus dipertahankan

untuk menjaga nilai-nilai tradaisonal dan kearifan lokal masyarakat sebagai

pendukungnya. Sekaligus juga menjalankan roda organisasi Topeng Ireng bagi

masyarakat di lingkungan Bojong.

18 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan

Topeng Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong

Page 77: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

64

Seni pertunjukan topeng Ireng Bojong dalam wadah organisasi Topeng

Ireng semakin mempererat pemuda-pemuda dan antar warga Bojong. Dalam

kehidupan sehari-hari mereka dapat dengan mudah digerakkan untuk gotong-

royong di lingkungan Bojong karena mereka sudah terbiasa dengan berkumpul

bersama lewat wadah organisasi Topeng Ireng.

Seni pertunjukan Topeng Ireng semakin berkembang bersama warga

lingkungan Bojong sebagai pendukungnya. Tumbuhnya nilai-nilai tradisi telah

dibangun secara kontinyu oleh seluruh pemuda dan anggota masyarakat melalui

organisasi topeng Ireng.

Anggota seni pertunjukan Topeng Ireng pada tahun 1988 yang menjadi

awal pendirian seni pertunjukan Topeng Ireng berjumlah lebih kurang 80 orang.

Pada saat penelitian ini dilakukan, jumlah anggotanya lebih kurang 150 orang.

termasuk remaja-remaja baru yang menggantikan pemain lama. 19 Meskipun

terjadi pasang surut dalam berkesenian tetapi jumlah anggota tetap ada dan

bahkan semakin banyak. Hal ini karena masyarakat di lingkungan Bojong sadar

akan nilai-nilai budaya tradisional yang harus dipertahankan.

19 Wawancara dengan bapak Ngasijan, tanggal 20 Oktober 2008 di

Bojong, Jumlah ini sebenarnya hanya berdasarkan ingatan bapak Neasijan, karena administrasi keanggotaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng ini tidak tercatat dengan baik.

Page 78: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sudah sejak tahun 1960 masyarakat Mendut mengenal seni pertunjukan

tradisional. Pada tahun itu di Mendut sudah ada seni pertunjukan Kubro Siswo

dan Jathilan. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1988 muncul seni

pertunjukan Topeng Ireng di lingkungan Bojong, kelurahan Mendut.

Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang dikembangkan

oleh masyarakat Bojong dari desa Tuksongo dengan nama Topeng Kawedar.

Dengan bantuan pelatih dari desa Tuksongo, pemuda-pemuda Bojong mempunyai

kesenian baru dengan nama seni pertunjukan Topeng Ireng.

Pada tahun 1990-an perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng sangat

pesat di kabupaten Magelang. Banyak bermunculan kelompok-kelompok seni

pertunjukan Topeng Ireng. Dengan banyaknya kelompok seni pertunjukan Topeng

Ireng menunjukkan bahwa masyarakat di kabupaten Magelang menggemari

kesenian tersebut.

Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai hiburan rakyat tidak sekedar

tontonan, tetapi mempunyai nilai-nilai tuntunan dan tatanan kepada masyarakat.

Nilai-nilai Islami sangat melekat pada seni pertunjukan Topeng Ireng. Hhal ini

bisa dilihat dari syair lagu yang dinyanyikan pada saat kesenian tersebut

dipertunjukan. Ajaran agama Islam sebagai pedoman hidup seni pertunjukan

Topeng Ireng yang disajikan kepada penonton.

Page 79: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

66

Lingkungan Bojong mempunyai organisasi untuk membantu kelancaran

dalam menghidupi seni pertunjukan Topeng Ireng. Organisasi Topeng Ireng

Bojong perperan dalam mengorganisir dan memfasilitasi para anggota kesenian.

Fungsi organisasi Topeng Ireng tidak hanya pada kesenian, tetapi di luar kesenian

tetap berjalan. Dengan adanya organisasi Topeng Ireng menjadi salah satu untuk

menggerakkan para pemuda dalam pekerjaan sosial di lingkungan Bojong.

Perjalanan waktu telah mengubah Seni Pertunjukan Topeng Ireng yang

sederhana menjadi lebih menarik dalam penggunaan kostum maupun olah

gerakanya. Dengan perkembangan itu telah memunculkan diadakanya festival-

festival yang diadakan dinas pariwisata maupun pemerintah daerah.

Perkembangan pariwisata di Borobudur telah mengubah seni pertunjukan

Topeng Ireng untuk kepentingan wisatawan. Seni pertunjukan Topeng Ireng

dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata oleh pemerintah maupun dinas

pariwisata. Hal ini secara tidak langsung telah mengurangi nilai-nilai

tradisionalnya karena disajikan dengan lebih sederhana dan memperpendek durasi

permainan.

Keprihatinan ini dirasakan oleh Komunitas Lima Gunung yang merupakan

perkumpulan seniman-seniman yang ada di lereng- lereng gunung sekitar

Magelang. Keprihatinan ini diapresiasikan dalam acara Festival Lima Gunung

yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2001. Festival ini diadakan untuk

mengangkat nilai-nilai tradisi kesenian-kesenian yang ada di sekitar Magelang.

Page 80: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

67

Dengan adanya Festival Lima Gunung, banyak kesenian-kesenian yang

kembali terangkat meskipun tanpa bantuan pemerintah. Seni pertunjukan Topeng

Ireng sebagai bagian dari komunitas Lima Gunung dan terlibat dalam festival

Lima Gunung semakin dikenal banyak orang, bahkan sampai ke luar negeri.

Seni pertunjukan Topeng Ireng menjadi kesenian yang mempunyai banyak

fungsi bagi masyarakat yaitu sebagai tontonan yang menghibur, tuntunan yang

mengajarkan kebaikan di dalam kehidupan, dan tatanan yang mengajarkan

keharmonisan hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sampai sekarang seni

pertunjukan Topeng Ireng menjadi kesenian yang banyak penggemarnya.

B. Saran

Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai produk kebudayaan yang

mempunyai nilai-nilai tradisi harus dipertahankan dan dipelihara oleh masyarakat

sebagai pendukungnya. Dengan terus terpeliharanya tradisi akan membentuk

masyarakat yang yang mencintai budayanya sendiri.

Lingkungan Bojong sebagai salah satu yang mempunyai seni pertunjukan

Topeng Ireng harus terus menghidupi dan memelihara seni tradisi untuk mendid ik

masyarakat. Dengan nilai-nilai Islami yang selalu didengungkan setiap kesenian

dipertunjukan akan membentuk masyarakat yang baik.

Page 81: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Brown, Radcliff. 1980, Struktur Dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif, Dewan bahasa Dan Pustaka,Kuala Lumpur.

Dorothea Rosa, 2007, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang.

Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono, 1983, Seni Dalam Masyarakat Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1958, Metode-metode Antropologi Dalam Penjelidikan-penjelidikan Masyarakat Dan Kebudayaan Di Indonesia Sebuah Ichtisar, Djakarta, Penerbit Universitas.

Nugroho Notosusanto. 1971, Norma-norma Pemikiran Dan Penulisan Sejarah, Idayu, Jakarta.

Soedarsono. 1986, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa Di Pedesaan, Dalam makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Yogyakarta, Proyek Javanologi.

Soedarsono. 1999, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat Jendral Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta.

Sujarno. 2003, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi, Dan Tantangannya, Kementrian Dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Kebudayaan, Balai Kajian Sejarah Kebudayaan Daerah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta.

Sumandiyo Hadi. 2005, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta.

Suwaji Bustomi. 1992, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press.

Taufik Rahzen. 1999, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MPSI), Bandung.

Timbul Haryono. 1999, “Sekilas tenteng Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuno Refleksi Dari sumber-sumber Arkeologis”, Dalam Jawa Majalah Ilmiah Kebudayaan Sendra Tari Ramayana Di Kawasan Candi Prambanan Vol. I, Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa.

Page 82: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

Umar Kayam. 2000, Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa Dan Perubahan, Ketika Orang Jawa Nyeni, Galang Press, Yogyakarta.

Koran

Ilham Khoiri dan regina Rukmorini, “berkesenian Sejak Tahun 1030-an”, Kompas, Minggu, 24 Agustus 2008.

Wibesite

http://www.wisatanet.com/berita/berita_detail.php?kode=1&idnews=2734

Informan :

Nama : Bapak Mursanyoto. Pekerjaan : Kepala desa di desa Ngentak, kecamatan Mungkid, Magelang. Umur : 55 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Ngasijan. Pekerjaan : Kepala lingkungan Bojong I, kecamatan Mungkid, Magelang. Umur : 50 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Sahir. Pekerjaan : Dinas Purbakala Taman Wisata Candi Borobudur. Umur : 49 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Darmo. Pekerjaan : Makelar. Umur : 45 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam.

Page 83: SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG

Nama : Bapak Rimbang. Pekerjaan : Pedagang Nasi Goreng. Umur : 45 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Mahmudi. Pekerjaan : Pedagang Nasi Goreng Umur : 30 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Sutanto. Pekerjaan : Seniman. Umur : 55 tahun. Alamat : Mendut III, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Muhsaeroni. Pekerjaan : tani. Umur : 55 tahun. Alamat : Mendut III, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam.