Upload
alim-sumarno
View
617
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : DIAN ELRICA PERMATASARI
Citation preview
KARAKTERISTIK VOKAL SRUTI RESPATI DALAM LAGU
“TAK LELO LEDHUNG” VERSI SA’UNINE STRING
ORCHESTRA
JURNAL SENI
Oleh
DIAN ELRICA PERMATASARI
NIM 10020134209
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN SENDRATASIK
2014
KARAKTERISTIK VOKAL SRUTI RESPATI DALAM LAGU “TAK LELO LEDHUNG”
VERSI SA’UNINE STRING ORCHESTRA
Nama Mahasiswa : Dian Elrica Permatasari
E-mail : [email protected]
Dosen Pembimbing : Budi Dharmawanputra, S,Pd., M.Pd.
Jurusan : Jurusan Sendratasik
Fakultas : Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas : Universitas Negeri Surabaya
Kampus Lidah Wetan, Jl. Lidah Wetan, Surabaya
Telp. (031) 7532160
ABSTRAK
Maraknya musik-musik asing yang masuk ke Indonesia, seorang penyanyi bernama Sruti Respati muncul dengan gaya unik dan dapat menarik perhatian masyarakat. Termasuk saat ia tampil menyanyikan lagu “Tak Lelo Ledhung” aransemen dari Dimawan bersama Sa’Unine. Kehadiran Sruti cukup diminati oleh pecinta musik mulai dari suara hingga gaya bernyanyinya Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini ada dua yaitu 1) bagaimana karakter vokal Sruti dalam lagu “Tak Lelo Ledhung” versi Sa’Unine, 2) bagaimana upaya Sruti untuk mempertahankan karakter vokalnya.
Untuk menjawab kedua rumusan tersebut diatas, peneliti menggunakan beberapa teori musik tentang definisi karakter, musik vokal, teknik vokal, jenis suara manusia, lagu langgam, serta teknik vokal keroncong langgam. Tentu saja teori tersebut berasal dari teori-teori para ahli yang relevan.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Sruti Respati sebagai sumber primer dan Dimawan sebagai sumber sekunder dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara terstruktur, studi dokumen dan triangulasi. Penelitian ini menghasilkan suatu kajian mengenai karakter vokal yang dimiliki Sruti melalui beberapa faktor yaitu latar belakang sosial, struktur fisik asparatus vokal yang dibawa sejak lahir, pengalaman bernyanyi, serta latihan. Suara sopran yang dimilikinya sangat cocok dalam menyanyikan lagu folklor yang dipercaya sebagai lagu pengantar tidur yakni lagu “Tak Lelo Ledhung” yang telah diaransemen oleh Dimawan Krisnowo Adji Sa’Unine. Pada umumnya sinden mempunyai suara yang tinggi serta memiliki timbre suara yang terang, tipis, ringan dan lenting seperti Sruti. Karakter vokal melankolis yang dimilikinya saat ini tak lepas dari intensitas latihan yang rutin. Selain suara sinden, baju kebaya dan sanggul mendukung totalitas karakter penyanyi Jawa pada Sruti. Hal itu merupakan upaya Sruti dalam mempertahankan karakternya sebagai penyanyi Jawa sehingga dapat menginspirasi generasi muda dengan karakter jawa yang melekat pada dirinya. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas tentang aransemen lagu.
Kata Kunci: Karakteristik Vokal, Sruti Respati, Lagu “Tak Lelo Ledhung”
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Musik merupakan seni pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur
dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni, dengan unsur pendukung berupa bentuk
gagasan, sifat, dan warna bunyi (Syafiq, 2003:203). Dalam kehidupan sehari-hari musik
dapat mempengaruhi dan menjadi dampak seseorang melakukan suatu hal. Misalnya saat
seseorang merasa senang mereka akan mendengarkan musik bahkan menyanyikan atau
memainkan musik yang betema keceriaan. Begitu pula jika seseorang merasakan hal
yang sebaliknya. Sehingga musik merupakan sarana pengekspresian jiwa manusia yang
dituangkan melalui media suara atau bunyi. Seperti yang dikatakan Muttaqin dan Kustap
(2008: 21), musik memiliki fungsi sosial yang secara universal umumnya dapat
ditemukan di setiap kebudayaan suku bangsa manapun di seluruh dunia diantaranya
adalah sebagai fungsi ekspresi emosional, fungsi penikmatan estetis, fungsi hiburan,
fungsi komunikasi, fungsi representasi simbolik, fungsi respon sosial, fungsi pendidikan
norma sosial, fungsi pelestari kebudayaan, fungsi pemersatu bangsa, serta fungsi promosi
dagang.
Sumber bunyi ada dua yaitu instrumen atau alat musik dan yang kedua berasal dari
pita suara manusia. Menurut Sunarko (1989: 53), suara manusia dibedakan menjadi tiga,
ada suara wanita, suara laki-laki dan suara anak-anak (angel voice). Adapun suara laki-
laki dan wanita masing-masing dibagi lagi menjadi tiga golongan. Suara laki-laki yang
tinggi disebut tenor, suara sedang disebut bariton, sedangkan suara laki-laki yang rendah
disebut bass. Demikian juga dengan jenis suara wanita ada tiga, suara yang tinggi disebut
sopran, suara wanita yang sedang disebut mezzosopran, sedangkan suara wanita rendah
disebut alto. Dengan digolongkannya suara manusia menjadi berbagai jenis maka akan
memunculkan jenis karakter vokal manusia yang berbeda-beda.
Timbre atau warna suara sangat erat kaitannya dengan karakter vokal seseorang,
seperti yang dikatakan Tondowijojo (1975: 62), timbre/warna suara/warna bunyi
tergantung dari bentuk khusus gelombang suara dan memberi watak khusus pada suara
dari setiap alat musik (misalnya: biola, piano, bunyi vokal suara manusia dan
sebagainya). Warna suara manusia di seluruh dunia ini berbeda-beda satu dengan
lainnya, maka dari itu seringkali dapat dikenali beberapa suara tanpa melihat orangnya.
Karakter dan warna suara itulah yang menjadi ciri khas orang bersuara maupun
bernyanyi. Seorang penyanyi yang baik selain harus menguasai beberapa teknik vokal
3
juga harus mempunyai karakter suara yang menjadi ciri khas atau pembeda dengan
penyanyi lain. Karakter vokal yang dimiliki seorang penyanyi terbukti mampu menjadi
daya tarik untuk pendengarnya.
Beberapa lagu memerlukan kriteria suara penyanyi dengan karakter suara tertentu
agar makna serta pesan lagu yang dibuat oleh komposer lagu tersebut dapat
tersampaikan. Misalnya sebuah lagu yang menggambarkan kesedihan membutuhkan
karakter vokal denga suara yang halus penuh penjiwaan agar pendengar ikut
merasakannya, begitu pula dengan lagu bertema semangat maka diperlukan seorang
penyanyi dengan karakter suara lantang serta power yang dapat mendukung tercapainya
pesan dalam lagu. Selain itu kepandaian penyanyi untuk berimprovisasi juga menjadi hal
yang perlu dipertimbangkan. Vokalis mungkin berimprovisasi dengan kata-kata dan
kalimat nada, antara phrasering disaat intro instrumental atau interlude, coda atau pada
waktu pengulangan fade out ending (Budidharma, 2001: 74). Dengan karakter yang kuat
pada diri penyanyi serta didukung dengan pembawaan yang sesuai tentunya akan
memberi nyawa dalam setiap lagu yang dibawakan.
Penyanyi yang memiliki ciri khas akan dengan mudah diingat oleh pendengarnya,
dengan demikian karakteristik vokal juga menambah nilai plus bagi penyanyi agar
eksistensi dan keberadaannya diakui oleh masyarakat. Dilihat dari hal tersebut, fenomena
yang terjadi sekarang makin marak penyanyi-penyanyi baru yang mendongkrak
popularitas dengan ciri khas tertentu yang bersifat fisik tanpa didukung dengan kualitas
suaranya. Apa yang mereka lakukan hanya akan membuat masyarakat ingat kepada
individunya saja, tidak dengan karyanya. Kemudian hal yang biasanya terjadi kepada
tipe penyanyi yang demikian akan cepat menghilang entah kemana dan dengan mudah
dilupakan penikmatnya. Padahal seseorang bisa disebut sebagai penyanyi yang baik
apabila karyanya atau suaranya bisa dengan mudah diingat dan dikenang penikmat seni
musik. Karya musik yang indah didukung dengan penyanyi yang memiliki kualitas suara
yang baik akan membuat industri hiburan di tanah air bisa diperhitungkan. Di sisi lain
penyanyi yang benar-benar memiliki kualitas dan profesionalitas kerja yang baik akan
bertahan lebih lama kepopuleritasannya dibanding penyanyi yang mengambil jalan
pintas untuk mengejar popularitas.
Karakter vokal atau ciri khas suara seseorang menjadi faktor yang menunjang nilai
jual bagi penyanyi. Seperti yang dikatakan Budidharma (2001: 120), penyanyi harus
mengembangkan dan mempertahankan tingkat kualitas artistik dan menciptakan
kemungkinan-kemungkinan untuk bidang musik yang ingin diraih. Masih banyak
4
penyanyi yang tetap eksis karena karakter vokal yang dimilikinya dilihat dari genre
musik yang diusung. Pada musik dangdut ada Rhoma Irama, Rita Sugiarto, Elia Kadam
dan masih banyak lainnya. Pada musik pop banyak sekali penyanyi yang memiliki
karakter vokal yang kuat ada Iwan Fals, Bebi Romeo, Agnes Monica, Krisdayanti, Rosa,
Once dan lain-lain. Adapun dalam musik rock ada Nicky Astria, Ahmad Albar, Tantri
“Kotak” dan lain-lain. Begitu juga dengan penyanyi kerocong atau penyanyi lagu
berbahasa Jawa juga banyak yang mempunyai ciri khas, ada Gesang, Sundari Sukoco,
Waldjinah, Soimah, Didi Kempot dan Sruti Respati. Mereka adalah beberapa penyanyi
yang masih konsisten dengan karakter vokal yang mereka miliki sehingga mereka masih
mendapat tempat di hati masyarakat khususnya penikmat suara mereka.
Karakter vokal pada seseorang dapat dilihat melalui beberapa aspek yang
dimunculkan oleh individu itu sendiri. Aspek-aspek yang menjadi ukuran karakterisitik
vokal seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, mulai dari faktor internal
yang berasal dari diri sendiri maupun faktor eksternal yaitu pengaruh dari luar atau juga
bisa dari pengalaman maupun lingkungan. Selain karena adanya materi dasar dari diri
sendiri, seseorang bisa saja mempunyai karakter atau watak dikarenakan pengalaman
pribadi atau masa lalu yang membentuk sifat atau ciri khas tertentu. Karakter juga bisa
saja terbentuk oleh lingkungan yang ada di sekitar. Faktor-faktor inilah kemudian dapat
dijabarkan bagaimana karakteristik vokal seseorang.
Berdasarkan keaneka ragaman karakteristik vokal yang dimiliki setiap individu
maka dalam penelitian ini, akan membahas tentang karakteristik vokal dari seorang
penyanyi yang seringkali membawakan lagu bergenre tradisional Jawa dan musik
keroncong langgam yaitu Sruti Respati. Ketika ia didaulat membawakan lagu langgam
“Tak Lelo Ledhung” diiringi musik orkestra. Lagu langgam yang menggunakan tangga
nada pentatonis melebur dengan iringan musik bertangga nada diatonis namun masih
terdengar balance. Meskipun menggunakan musik pengiring berbentuk orkestra, Sruti
Respati tetap konsisten dengan karakternya. Musik orkestra yang menganut teknik
permainan musik barat berpadu dengan gaya tradisional Jawa serta cengkok langgam dan
keroncong menyajikan sebuah karya musik pertunjukan yang indah serta menjadi hawa
sejuk bagi pecinta musik Indonesia.
Lagu “Tak Lelo Ledhung” ciptaan Markasan ini, pertama kali dipopulerkan oleh
penyanyi senior Waldjinah dalam bentuk iringan musik langgam campursari dengan
judul “Lelo Ledhung”, kemudian dibawakan kembali masih dalam versi campursari oleh
Sunyahni dan Endah Laras. Banyaknya lagu “Lelo Ledhung” versi campursari ini
5
mendorong Waldjinah untuk mengcover lagu tersebut dalam versi keroncong. Meskipun
dengan iringan keroncong Waldjinah tetap dengan pembawaan vokal campursari yang
kental. “Lelo Ledhung” versi keroncong ini menjadi hal baru yang dapat menyegarkan
telinga pendengar yang selama ini mendengarkan lagu “Lelo Ledhung” dengan iringan
yang monoton. Dari fenomena tersebut kemudian mulai marak aransemen lagu “Lelo
Ledhung” dengan berbagai versi. Salah satunya dengan hadirnya karya musik “Tak Lelo
Ledhung” yang disajikan oleh orkestra Sa’Unine dan Sruti Respati memberi warna baru
terhadap karya musik yang terdahulu. Sruti membawakan lagu tersebut berbeda dengan
cara Waldjinah membawakannya, ia berimprovisasi dengan menambahkan aksen-aksen
tembang jawa serta cengkok khas miliknya. Ditambah dengan aransemen musik dari
Sa’Unine String Orchestra lagu yang asalnya berbentuk musik langgam campursari yang
menggunakan gamelan diaransemen menjadi musik okrestra dengan menggunakan alat
musik barat seperti biola, cello, contrabass dan lain-lain.
Karakteristik yang dimikili oleh Sruti Respati ini, membuktikan bahwa karakter
pada penyanyi sangat diperlukan untuk menentukan jati diri seorang penyanyi agar tidak
dianggap plagiat terhadap penyanyi lain. Identitas atau jati diri bagi seorang penyanyi
berguna sebagai sarana pengukur prestasi penyanyi apakah masih layak bertahan di
dunia seni musik. Berdasarkan pernyataan dan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian “Karakteristik Vokal Sruti Respati dalam Lagu “Tak Lelo
Ledhung” Versi Sa’Unine String Orchestra”. Keunikan dan kekhasan suara Sruti Respati
diharapkan mampu menjadi contoh keragaman seni musik khususnya di bidang vokal.
Dengan mengetahui karakter vokal Sruti Respati, dapat menjadi tolak ukur untuk
menjadi penyanyi yang baik sehingga memberi kontribusi terhadap industri kesenian
khususnya seni musik, serta meningkatkan kualitas bernyanyi para penyanyi di tanah air
yang otomatis akan berdampak pada peningkatan kualitas dunia musik Indonesia. Selain
itu mengetahui karakter vokal seorang penyanyi dapat membuat orang yang
mendengarkan suaranya bisa dengan mudah menghafal ciri khas penyanyi tertentu.
Dari latar belakang masalah tersebut maka perlu adanya pembahasan tentang (1)
karakteristik vokal Sruti Respati dalam lagu “Tak Lelo Ledhung” versi Sa’Unine String
Orchestra, (2) upaya Sruti Respati untuk mempertahankan karakter vokalnya.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, tujuan
penulisan sebagai berikut: (1) mengetahui karakteristik vokal Sruti Respati dalam lagu
“Tak Lelo Ledhung” versi Sa’Unine String Orchestra, (2) mengetahui upaya Sruti
Respati untuk mempertahankan karakternya.
6
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dan
berkepentingan antara lain: (1) bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya khususnya yang mengambil Mayor Vokal
yaitu sebagai bahan referensi serta membuka wawasan tentang pentingnya karakteristik
vokal yang hendaknya dimiliki oleh seorang penyanyi agar mempunyai ciri khas, (2)
bagi pembaca adalah sebagai sumber informasi dan referensi tentang seorang tokoh
penyanyi tradisi yang tetap bisa eksis dengan karakter vokal yang ia miliki mampu
bersaing dengan penyanyi lain di industri musik Indonesia sehingga terpacu untuk
menciptakan karya yang inovatif dan berkarakter. (3) bagi penulis yaitu sebagai ilmu
pengetahuan musik yang dapat menjadi bekal informasi akan ragamnya karakter vokal di
Indonesia, apa saja faktor-faktor pendukungnya sebagai upaya meningkatkan kualitas
bermusik.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi Sruti Respati
Sruti Respati merupakan seorang penyanyi solo wanita kelahiran kota Solo pada
tanggal 26 September 1980 yang mempunyai karakter yang khas dan unik. Pada blognya
(http://www.sruti-respati.com/), Sruti Respati menyebut dirinya adalah seorang
profesional soloist jazz, keroncong, ethnic, traditional Jawa. Sruti memiliki suara yang
halus dan lembut sangat cocok dalam membawakan lagu-lagu langgam berbahasa Jawa
yang mendayu-dayu. Kiprahnya dalam dunia seni musik sangat banyak, sehingga ia
mampu disejajarkan dengan artis dan penyanyi kelas nasional bahkan internasional
karena baru-baru ini ia terpilih sebagai penyanyi yang mewakili Indonesia di Korea.
Pada tahun 2009 dan 2010 terpilih mewakili Indonesia dan menyanyikan salah satu lagu
keroncong terbaik komposer Indonesia “Bengawan Solo” ciptaan Alm. Gesang,
bekerjasama dan berkolaborasi dengan musisi-musisi dan penyanyi dari 11 negara
ASEAN, dan dua tahun berturut-turut dalam perhelatan konser musik se-ASEAN Korea
– AKTO (ASEAN Korea Traditional Orchestra) di Seoul-Jeju Island-Gwang Ju. Sruti
Respati sudah sering sekali muncul di televisi nasional dan swasta menjadi pengisi acara,
menyanyi, juri, talk show, dan lain-lain. Disetiap penampilannya, Sruti Respati
mempunyai ciri khas yaitu selalu mengenakan baju kebaya atau batik dengan rambut
7
disanggul yang memancarkan citra wanita Jawa yang anggun serta halus tutur katanya
sesuai dengan karakter vokal yang ia miliki.
Sruti Respati lahir dari keluarga seniman yang sangat menjunjung tinggi adat
istiadat dan kebudayaan Jawa. Sejak kecil dikelilingi orang-orang dengan tradisi kental
serta tumbuh dalam atmosfer seni tradisi Jawa membuat Sruti mau tidak mau tumbuh
sebagai orang yang juga memiliki jiwa seni, tradisi dan budaya asli Jawa. Ayahnya
bernama Sri Joko Raharjo yang merupakan seorang dalang, dan ibunya yang bernama
Sri Maryati merupakan seorang penari sehingga tindakan berkesenian yang Sruti lakukan
sejak kecil tidak lepas dari latar belakang orang tua yang memang berpotensi di bidang
seni.
Gambar 1.
Foto Sruti Ketika Menari di Acara Seni di PIM (Pondok Indah Mall)
(Doc. Dian Elrica, 2014)
Jiwa seninya secara alamiah muncul dengan sendirinya sejak ia masih kecil. Setiap
hari telinganya dilatih untuk mengenal lagu-lagu klenengan atau gamelan oleh ayahnya
ketika sedang mempelajari lagu-lagu Jawa untuk materi cerita wayangnya, atau ketika
sang ibu sedang menari sambil diiringi lagu Jawa Sruti kecil sering ikut bernyanyi dan
bersenandung lirih mengikuti lagu-lagu Jawa tersebut sambil ikut menari mengikuti
gerakan ibunya. Dalam keluarganya juga Sruti diwajibkan untuk menerapkan bahasa
Jawa dengan baik dan benar, misalnya dengan selalu berbicara dengan bahasa krama
inggil kepada orang yang lebih tua.
Karir Sruti Respati di bidang seni suara ini, mulai berkembang saat ia menginjak
bangku sekolah menengah atas. Saat itu terjadi masalah keluarga yaitu ayah dan ibunya
harus bercerai, Sruti pun ikut berpisah dengan kedua orang tuanya. Hal itu sempat
membuat ia terpuruk dan minder dengan teman-teman serta lingkungannya. Sruti
menjadi seorang yang pendiam dan murung pada saat itu, saat dimana dirinya belum bisa
menerima kenyataan sebagai anak dari keluarga yang broken home. Namun masih ada
8
keluarga Sruti yang terus mensuportnya, yaitu kakak-kakak Sruti salah satunya ialah
penyanyi keroncong yang terkenal yaitu Endah Laras yang tak henti memberi semangat
kepada Sruti untuk bangkit. Dari situlah Sruti memutuskan untuk terus berkarya dengan
ikut menggeluti seni musik khususnya pada seni suara.
Banyak prestasi yang telah diraih Sruti Respati. Sebagai seniman yang telah
menyelesaikan studi akhir di Fakultas Sastra dan Seni Rupa, jurusan Sastra Daerah
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada tahun 2007, ia termasuk dalam daftar
seniman yang aktif di Solo. Wujud keaktifan sebagai seorang seniman Solo adalah
dipilihnya Sruti Respati menjadi ikon dan mempromosikan salah satu event international
di kota Solo yaitu Solo International Performing Art 2010 (SIPA 2010). Selain di kota
Solo, Sruti juga diperhitungkan di kota lain karena pada tahun 2010 itu pula ia terpilih
menjadi salah satu pengisi acara Bandung World Jazz bersama Akordeon band. Keudian
pada awal tahun 2011, Sruti mendapat kesempatan menyanyikan salah satu musik
keroncong “Walang Kekek”- Waldjinah dalam konser Masterpiece Of Erwin Gutawa.
Masih di tahun 2011 ia terpilih menjadi salah satu artis yang membawakan lagu “Tak
Lelo Ledhung” dalam konser bertajuk “Ngamen Tamasya”. Semua itu tidak serta merta
didapat oleh Sruti dengan cuma-cuma. Sebelumnya ia pernah menimba ilmu kepada
seniman yang lebih senior baik dari segi usia maupun pengalamannya. Beberapa
diantaranya adalah dua komposer Indonesia Darno Kartawi dan Dedek Wahyudi hingga
berlanjut ke peran aktif dalam karya kreatif mereka di beberapa kesempatan. Sruti belajar
dengan beberapa seniman senior agar mental dan kemampuannya lebih terasah. Ia tidak
ingin dikenal sebagai artis biasa yang hanya terkenal dan tidak mempunyai kontribusi
terhadap perkembangan seni di Indonesia. Maka dari itu Sruti selalu tuntas dalam
menimba ilmu dan pengalaman serta totalitas saat berkarya. Sebagai seorang penyanyi
profesional, Sruti telah membantu beberapa project dari beberapa komposer kenamaan
Indonesia, diantaranya I Wayan Sadra (Suluk Hijau-berkolaborasi dengan Alm WS
Rendra), Sujiwo Tedjo (Pengakuan Rahwana-Drama Musikal; Bengawan Solo Tolu One
mini album-Arr Vicky Sanipar), Slamet Gundono (Wayang Suket), Danis Sugiyanto
(Keroncong Swastika) dan masih banyak lagi seniman lainnya.
Ada satu guru yang sangat banyak ia serap dan terapkan ilmunya yaitu
Waldjinah. Sruti sangat mengagumi sosok Waldjinah yang melegenda dalam dunia
musik keroncong. Meski banyak penyanyi keroncong yang bermunculan hingga saat ini,
gelar Ratu Keroncong masih disandang oleh Waldjinah. Menurut Sruti, Waljinah adalah
sosok seorang maestro musik keroncong yang sangat friendly terhadap orang yang baru
9
dikenal sekalipun. Contohnya pada saat Sruti akan menimba ilmu kepadanya, ia sangat
senang dan antusias serta tidak pelit dalam membagikan ilmunya. Sruti diberi wejangan-
wejangan sebagai penyanyi keroncong yang baik. Salah satu gaman atau senjata yang
diberikan Waldjinah kepada Sruti adalah ketika bernyanyi Sruti harus bernyanyi
menggunakan hati dan perasaan. Ketika ia bisa melakukannya, maka teknik vokal
keroncong sesulit apapun sudah ia lampaui karena ia tidak lagi memikirkan teknik pada
saat bernyanyi. Akhirnya lambat laun Sruti mulai terbiasa dengan cara bernyanyi yang
seperti itu. Cara bernyanyi yang tulus dari hati seperti berbicara, bercerita menyampaikan
pesan dari lagu sehingga teknik vokal tidak lagi menjadi beban dalam bernyanyi. Sruti
selalu berusaha jujur dalam membawakan sebuah lagu, mengalir sesuai perasaan hati dan
isi lagu yang dibawakan. Aksen yang ditambahkan Sruti dalam lagu tersebut juga
seperlunya saja, karena jika terlalu banyak ornamen maka lagu akan terkesan berat dan
tidak easy listening.
B. Lagu Tak Lelo Ledhung
Lagu “Tak Lelo Ledhung” merupakan salah satu bentuk lagu yang berasal dari
daerah Jawa. Lagu ini masuk dalam kategori lagu folklor jenis lagu nina bobok ( lullaby).
Orang-orang di Jawa sudah sangat akrab dengan lagu tersebut karena hampir setiap anak
pernah dinyanyikan lagu tersebut oleh orang tuanya sebagai pengantar tidur. Lagu yang
diciptakan oleh Markasan ini dipopulerkan pertama kali oleh si Ratu Keroncong
Waldjinah. Lagu tersebut menceritakan tentang seorang ibu yang gundah karena bayi
perempuannya menangis terus-menerus di malam hari dan tidak mau tidur. Dalam lagu
Tak Lelo Ledhung ini terkandung doa serta nasehat dari sang ibu kepada anaknya.
Gambar 2.
Cover Kaset Lagu “Lelo Ledhung” Tahun 1968
(Doc.http://www.youtube.com/watch?v=ZSMCV1_snHc)
10
Lagu yang ditulis dengan bahasa Jawa ini dipercaya sebagai mantra yang ampuh
untuk pengantar tidur. Bahkan muncul kepercayaan magis yaitu setiap ada anak yang
menangis tidak mau tidur, jika dinyanyikan lagu ini sebayak 3x maka anak tersebut akan
diam dan tertidur pulas. Lagu ini menjadi senjata para ibu di daerah Jawa yang setiap
malam kebingungan karena anak perempuannya susah tidur sehingga menangis di
sepanjang malam. Ada beberapa versi judul lagu ini, ada yang menulis lagu ini berjudul
Lela Ledhung, Lelo Ledung, Tak Lelo Lelo Ledhung, Tak Lelo Ledhung dan sebagainya.
Namun apapun judul lagu ini isi dari lirik serta melodi lagu tetap sama. Berikut adalah
lirik asli lagu Tak Lelo Ledhung:
Tak lelo lelo lelo ledhungCep meneng aja pijer nangisAnakku sing ayu rupaneYen nangis ndak ilang ayune
Tak gadhang bisa urip mulyaDadiya wanita utamaNgluhurke asmane wong tuwaDadiya pandekaring bangsa
Wus cep menenga anakkuKae mbulane ndadariKaya buto nggegilaniLagi nggoleki cah nangis
Tak lelo lelo lelo ledhungWus cep meneng anakku cah ayuTak emban slendhang batik kawungYen nangis mundhak ibu bingung
C. Karakter Vokal Sruti Respati dalam Lagu “Tak Lelo Ledhung” Versi Sa’Unine
String Orchestra
Saat bernyanyi, siapapun pasti mempunyai cara atau teknik sendiri-sendiri, begitu
juga dengan Sruti Respati. Kemampuan bernyanyi yang dimiliki Sruti saat ini didapat
setelah bertahun-tahun menimba ilmu dan mencari pengalaman bernyanyi dari ia kecil.
Selain bakat yang diturunkan dari orangtua Sruti, latihan juga mempunyai andil besar
bagi kemajuan kualitas suara Sruti. Ketika Sruti mendapatkan sebuah pengalaman baru,
maka ketika itu pula ia mempunyai ilmu baru. Ia sangat menghargai setiap proses
berkaryanya. Dari proses ia mempunyai guru, pengalaman dan ilmu yang tidak bisa ia
dapatkan di sekolah.
11
Teknik vokal yang digunakan Sruti respati saat menyanyikan lagu Tak Lelo
Ledhung bersama Sa’Unine memang sangat banyak. Jika di dengarkan secara detail,
setiap baris syair ia nyanyikan dengan indah dengan menambahkan ornamen-ornamen
khas Sruti Respati. Kajian teori yang peneliti gunakan sebagai pedoman, teknik vokal
ada beberapa komponen yaitu teknik pernafasan, intonasi, artikulasi dan pembawaan.
Akan tetapi selain teknik vokal, ada beberapa aksen-aksen untuk memperindah suara
seperti legato, vibrato, staccatto, trill, syncope, grupetto, dan mordent. Sruti juga
menggunakan beberapa ornamen tersebut untuk menunjang produksi suara Jawanya.
Inilah beberapa teknik vokal yang digunakan Sruti saat menyanyikan lagu Tak Lelo
Ledhung versi Sa’Unine String Orchestra:
1. Teknik Pernafasan
Pernafasan yang dipakai Sruti saat bernyanyi adalah pernafasan diafragma.
Pernafasan ini memang tepat digunakan saat bernyanyi karena pengeluaran nafas
terjadi dengan cara diafragma menekan paru-paru dari bawah dibantu oleh otot-otot
perut dan otot-otot sisi badan atau tulang rusuk. Sehingga udara yang masuk bisa
ditampung secara maksimal sebagai simpanan udara saat memproduksi suara. Sruti
biasa melatih pernafasan dengan berolah raga dan meditasi pernafasan.
Dari teknik pernafasan yang digunakan Sruti diatas menghasilkan teknik
pernafasan yang halus. Ketika mengambil nafas pasa saat akan membidik nada
tinggi khususnya, terlihat Sruti mengambil nafas sebanyak-banyaknya akan tetapi
sangat halus tidah tergesa-gesa atau kasar. Terkadang ada penyanyi yang menarik
nafas hingga terdengar tarikan nafasnya, namun Sruti tidak begitu. Sruti sangat
tenang dalam mengambil nafas sehingga caradan udara yang dihembuskan pun
keluar dengan tenang dan halus.
2. Intonasi
Menurut Sruti, intonasi yang baik ini ia dapat dari sering melatih perasaan
dan telinganya dengan dengan mendengarkan macam-macam lagu. Tidak hanya
lagu tradisional saja, namun juga lagu mancanegara tak lepas dari koleksi
musiknya. Saat pertama kali diminta oleh Sa’Unine untuk menyanyikan lagu Tak
Lelo Ledhung diiringi orkestra, Sruti tidak merasa kesulitan sama sekali. Ketika
musik orkestra sudah bermain, masuk ke telinga Sruti otomatis otak dan perasaan
memerintah suara agar dapat menyesuaikan serta menghasilkan nada yang tepat.
Ketepatan nada ini bisa dipunyai Sruti yang pertama karena Sruti memilik
pendengaran yang baik. Dengan pendengaran yang baik maka sangat membantu
12
Sruti untuk menghasilkan nada-nada yang jernih. Alasan yang kedua adalah adanya
kontrol pernafasan yang dikuasai Sruti. Ia harus bisa mengontrol pemanfaatan
pernafasannya apalagi dalam mencapai nada-nada yang tinggi. Kemudian yang
terpenting adalah Sruti harus memiliki rasa musikal (sense of music). Perasaan
musikal atau bakat musik harus benar-benar dikembangkan kepada Sruti agar ia
dapat menikuti tempo, gerak irama maupun menirukan bunyi nada pertama sewaktu
akan melakukan insetting. Latihan dengan menggunakan sebuah kalimat lagu
dengan berbagai nada dasar sangat membantu mempertajam rasa musikalitas Sruti.
Kemampuan membidik nada yang dimiliki Sruti sangat baik. Hal ini didapat
karena ia sering berlatih, baik berlatih menyanyi maupun berlatih mendengarkan.
Yang menjadi ciri khas Sruti saat bernyanyi adalah ketika Sruti membidik nada-
nada tinggi sering kali ia menambahkan nada tambahan sebagai jembatan ke nada
bidikannya. Intonasi nada bidikan di dahului dengan satu nada dibawah nada
bidikan di legato, dengan memainkan secara bersambung nada jembatan ke nada
bidikan.
3. Artikulasi
Sruti biasa melatih artikulasi dengan sambil bernyanyi di depan kaca,
sehingga ia langsung bisa mengkoreksi dan mengevaluasi jika ada kesalahan dalam
pengucapan. Sruti adalah seorang penyanyi yang selalu menggunakan perasaannya
saat bernyanyi. Sebelum menyanyikan sebuah lagu ia selalu mempelajari lagu
tersebut dari melodi hingga syairnya. Menurut Sruti bernyanyi dengan hati itu
caranya seperti orang berbicara. Begitu juga saat menyanyikan lagu Tak Lelo
Ledhung, Sruti mengibaratkan dirinya adalah seorang ibu yang mempunyai bayi
perempuan yang sedang menangis. Ia mendalami perannya saat bernyanyi,
sehingga ketika ia menyanyikan lagu tersebut seperti ia sedang menimang-nimang
bayi perempuannya agar tidak menangis. Tentunya didukung dengan pengucapan
dan artikulasi yang jelas agar pendengar bisa menerima pesan dari lagu tersebut.
Meski tidak secara langsung melihat penampilan Sruti saat bernyanyi lagu Tak
Lelo Ledhung, pendengar yang hanya bisa menikmati suara Sruti via Mp3, kaset
dan sebagainya tetap paham akan lirik yang diucapkan Sruti karena artikulasi yang
tepat dilakukan oleh Sruti.
Dalam bernyanyi, seorang penyanyi pasti memiliki ciri khas yang membuat
orang lain dengan mudah dapat mengenalinya. Pengucapan ketika seseorang
berbicara dan bernyanyi sangatlah berbeda. Ketika bernyanyi, artikulasi vokal Sruti
13
terdengar ringan dengan resonansi keatas sehingga suaranya terdengar ringan,
bersih dan nyaring mendayu-dayu. Teknik ini terbawa ketika Sruti menyanyikan
lagu yang berbahasa Indonesia sehingga terdengar medhok Jawanya. Namun karena
pada lagu “Tak Lelo Ledhung” merupakan lagu yang berbahasa Jawa, maka
artikulasi vokal Sruti dalam menyanyikannya dengan karakter sinden. Bentuk mulut
yang benar sehingga suara dan kalimat yang diucapkan terdengar jelas.
4. Pembawaan
Sruti membawakan lagu Tak Lelo Ledhung dengan sepenuh hati. Intonasi,
dinamika dan sebagainya sangat pas tidak kurang dan tidak berlebihan. Sehingga
ketika mendengarkan lagu Tak Lelo Ledhung dari Sruti dan Sa’Unine, orang akan
merasai dibuai, dininabobokkan sehingga merasa nyaman dan teringat akan masa
kecilnya. Maka dari itu, anggapan lagu tersebut mempunyai nilai magis memang
benar apalagi jika dinyanyikan dengan sepenuh hari secara ikhlas tentunya orang
yang mendengarkannya ikut terbuai dengan lagunya.
Gambar 3.
Foto Sruti Ketika Menyanyikan Lagu “Tak Lelo Ledhung” Bersama Sa’Unine String
Orchestra Saat Konser “Ngamen Tamasya”
(Doc. Sruti Respati, 2011)
Lagu Tak Lelo Ledhung yang berasal dari daerah Jawa ini sangat cocok
dibawakan oleh Sruti. Pembawaan Sruti yang kalem khas wanita Jawa ditambah
kostum Jawanya semakin menambah totalitas lagu ini. Disetiap penampilannya
Sruti selalu mengenakan baju tradisional Jawa, seberti batik bahkan sering kali ia
tampil mengenakan baju kebaya lengkap dengan sanggul di rambutnya. Ketika
tampil dengan Sa’Unine, sruti berdandan ala seorang ibu dengan baju kebaya
sederhana dengan ramput digelung minimalis khas seorang ibu Jawa. Totalitas
14
Sruti dalam bernyanyi dan bepenampilan inilah yang membuat Sa’Unine senang
bekerjasama dengan Sruti. Pembawaan yang anggun dalam bernyanyi namun tetap
menjaga kualitas vokalnya, membawa Sruti ke jenjang karir yang lebih tinggi.
5. Cengkok atau Grupetto
Cengkok (grupetto) yaitu bentuk tambahan nada hiasan yang
memperkembangkan kalimat lagu. Artinya mengisi, memperindah dan
menghidupkan kalimat lagu (Harmunah, 1987:28). Cengkok yang digunakan Sruti
dalam lagu Tak Lelo Ledhung cukup banyak apa lagi pada bagian bowo. Sehingga
nada-nada yang sebenarnya sederhana dapat menjadi rangkaian nada yang indah
dan penuh hiasan. Contoh beberapa cengkok nada yang dipakai Sruti pada lagu
Tak Lelo Ledhung pada birama pertama, menit ke 00.28
Nada yang asli:
Kemudian ketika diberi nada hiasan atau di cengkokkan menjadi:
Ketika pada syair awal bowo, Sruti menambahkan cengkok atau hiasan nada
pada kata “meneng” dengan menambahkan 3nada setelah nada asli yaitu dengan
cara menaikkan satu nada kemudian turun satu (ke nada asli lagi) lalu naik satu
nada lagi kemudian langsung disambung dengan nada selanjutnya. Cengkok yang
dilakukan penyanyi juga bermacam-macam menurut karakter si penyanyi.
Cengkok Sruti ini ia lakukan dengan menambahkan aksen langgam Jawa yang
kenes atau centil. Ciri khas Sruti ketika melakukan cengkok adalah dengan
menahan lebih lama nada sebelum dilakukan cengkok kemudian baru ditambahkan
nada cengkok untuk menambah variasi nada.
6. Gregel atau Mordent
Gregel atau mordent merupakan nada hiasan yang bergerak cepat
(Harmunah, 1987:28). Saat menyanyikan lagu Tak Lelo Ledhung, selain
menggunakan teknik cengkok, sruti juga menggunakan teknik vokal gregel.
Tentunya teknik vokal gregel yang digunakan oleh Sruti Respati adalah teknik
gregel yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan vokal keroncong.
15
Berikut adalah contoh gregel keroncong yang Sruti gunakan dalam lagu “Tak
lelo Ledhung” versi Sa’Unine:
Pada notasi diatas merupakan cara Sruti menggunakan teknik vokal
mordent. Pada bagian yang di beri tanda, dinyanyikan dengan menambahkan nada-
nada diatas atau dibawah nada pokok namun tetap memperhatikan tempo dan
ketukan yang berlaku pada lagu. Mordent diatas terletak pada bagian bowo. Sama
seperti ketika melakukan cengkok, ciri khas Sruti ketika melakukan gregel ialah
didahului dengan menahan nada sebelum dilakukannya gregel. Setelah nada
tersebut ditahan kemudian disambung nada gregel bergerak cepat.
7. Teknik Vokal Nggandul atau Menggantung Maat
Teknik vokal nggandul memang identik dengan lagu-lagu keroncong.
Beberapa penyanyi sering menggunakan teknik tersebut untuk menambah
keindahan cara bernyanyi. Teknik tersebut dalam ilmu aransemen disebut dengan
syncope yaitu ketukan/nada yang dimainkan tidak jatuh pada ketukan. Menurut
Sruti, ia banyak menggunakan teknik tersebut saat bernyanyi termasuk pada Lagu
Tak Lelo Ledhung bersama Sa’Unine.
Contoh bagian yang menggunakan teknik vokal menggantung maat yaitu:
Pada lagu asli:
Sruti menyanyikannya seperti ini:
Dapat dilihat bahwa pada teknik vokal menggantung maat yang dipakai oleh
Sruti Respati diatas adalah dengan cara menyanyikan nada yang semestinya pada
ketukan pertama dan bernilai satu ketuk menjadi dinyanyikan setengah nada pada
ketukan setengah setelah ketukan pertama (up).
Penggunaan teknik nggandul menurut Sruti sangat marak dan sering sekali
digunakan oleh penyanyi-penyanyi keroncong maupun sinden. Menurut Sruti,
teknik ini tidak lah mudah. Harus menyesuaikan dengan nada dan syair lagu.
Meski sering menggunakan teknik ini, Sruti mengatakan bahwa terlalu sering
16
nggandhul juga tidak baik karena akan terkesan bernyanyi secara dibuat-buat dan
kurang menjiwai lagu yang sedang dinyanyikan. Teknik menggantung maat
menjadi ciri khas Sruti ketika bernyanyi. Ia mengaku bahwa teknik ini muncul
dengan sendirinya ketika bernyanyi akibat adanya usaha untuk menjiwai lagu yang
dinyanyikan.
Dari beberapa karakteristik vokal yang dimiliki Sruti ada perbedaan
karakter vokal yang dimiliki oleh Sruti dengan Waldjinah dalam menyanyikan lagu
“Tak Lelo Ledhung”. Adapun perbedaan tersebut yaitu:
No. Aspek Waldjinah Sruti Respati
1. Bowo Gambuh Mijil 2. Nada Dasar D F3. Iringan Pentatonis Diatonis4. Teknik Vokal
- Pernafasan
- Intonasi
- Artikulasi - Pembawaan
Sindenan - diafragma- langsung
membidik nada
- medhok- tenang,
halus,
Keroncong - diafragma- ada nada
jembatan
- medhok- tenang,
halus
5. Timbre Suara
Tinggi, tipis, sedikit gelap, sedikit berat
Tinggi, tipis, terang, ringan
6. Improvisasi Sedikit Banyak Tabel 1.
Perbandingan Karakter Vokal Waldjinah
dengan Sruti Respati
D. Upaya Sruti Respati Mempertahankan Karakter Vokalnya
Dunia industri musik yang sangat luas otomatis memicu perkembangan yang
pesat. Aliran musik yang hadir ditengah masyarakat mau tidak mau membuat masyarakat
harus pandai memilah dan memilih musik yang sesuai dengan karakter mereka sendiri.
Hal tersebut yang melatar belakangi Sruti Respati berkesenian seperti saat ini. Ia
memandang dari segi masyarakat yang setiap hari dijejali musik-musik luar negeri yang
bahkan mereka sendiri tidak mengerti bahasanya. Boleh saja gemar terhadap budaya atau
musik luar negeri akan tetapi alangkah baiknya jika disesuaikan dengan kebutuhan.
Maraknya kebudayaan dan kesenian khususnya musik dari luar negeri masuk ke
Indonesia melalui berbagai media. Televsi, radio dan internet adalah beberapa contoh
media yang dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia sehingga musik-musik luar
17
negeri bisa dengan mudah diakses sampai ke mata dan telinga masyarakat. Bahkan setiap
hari diputar dan ditayangkan agar akrab dengan telingan masyarakat. Mulai dari anak
kecil hingga dewasa dipaksa menikmati lagu-lagu tersebut.
Saat masyarakat berlomba-lomba menjadi bintang favorit dari luar negeri, Sruti
justru memutar otak bagaimana cara agar orang-orang Indonesia agar tidak semakin
terjerumus oleh kemajuan dunia hiburan khususnya musik. Dengan gaya khas Jawanya,
Sruti tampil ditengah musik luar negeri dengan membawakan lagu-lagu daerah
nusantara. Hal tersebut ia lakukan karena ia melihat masyarakat kurang menghargai akan
keberadaan musik asli indonesia seperti dangdut, campursari, keroncong dan lain-lain.
Rasa cinta terhadap produk dalam negeri yang kurang membuat masyarakat semakin
mudah kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia.
Gambar 4.Bentuk Upaya Sruti Melestarikan dan Memepertahankan Akar Budaya Jawa dengan Selalu Berpakaian
Adat Jawa Saat Tampil di SIPA(Doc. Dian Elrica, 2014)
Sebagai warga negara asli Indonesia, Sruti mempunyai tanggung jawab sebagai
generasi penerus untuk menjaga dan melestarikan budaya dalam hal ini seni musik yang
sesuai dengan bidangnya. Melalui kaeahlian yang ia miliki yakni di bidang vokal, Sruti
mempunyai visi dan misi untuk investasi jaminan masa depan musik Indonesia. Dengan
berbekal akar budaya yang telah menancap pada dirinya sejak lahir, Sruti mencoba
menarik perhatian pecinta musik dengan pribadinya sebagai seorang penyanyi Jawa.
Disetiap penampilannya, Sruti menyanyikan semua lagu dengan cengkok-cengkok khas
Jawa. Sehingga setiap orang yang mendengar langsung bisa menebak bahwa yang
sedang bernyanyi adalah Sruti Respati. Masyarakat Indonesia apalagi pecinta musik pasti
paham akan maksud dan tujuan Sruti melakukan hal tersebut. Disetiap penampilan
bernyanyinya, Sruti selalu mengenakan pakaian tradisional Jawa baik batik maupun
kebaya. Hal ini ia lakukan karena ia tidak mau kehilangan akarnya sebagai orang Jawa
sehingga ia selalu mengenakan pakaian tersebut setiap kali tampil bernyanyi. Selain itu,
berpakaian batik atau kebaya juga berguna untuk memperkenalkan batik dan kebaya
18
sebagai pakain khas orang Jawa. Sruti memang dikenal sebagai pribadi yang totalitas dan
tidak setengah-setengah dalam melakukan sesuatu. Hal tersebut ia buktikan dengan
selalu konsisten dengan penampilannya. Rambut indahnya selalu dihiasi sanggul atau
gelung sebagai setelan pakaian batik atau kebayanya. Sruti berharap ketika ia memakai
kebaya dan sanggul ia dapat menginspirasi anak-anak muda. Itulah misi dan statement
Sruti tentang penampilannya. Menurutnya, Sruti bisa bernyanyi lagu apapun tanpa harus
memakai pakaian dari negara lain. Buktinya dengan kekonsistenan Sruti terhadap prinsip
berkarya serta visi misi yang ia emban, saat ini banyak anak muda yang mulai
menggemari musik-musik asli Indonesia seperti keroncong. Sekarang tidak sedikit grup-
grup keroncong beranggotakan anak-anak muda dengan lagu yang sedang trend saat itu
dikemas dengan musik keroncong sehingga dapat menarik minat anak muda yang lain.
Ternyata mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan juga keren, juga tidak
memalukan jika ditampilkan di muka publik serta suatu kebanggaan tersendiri ada anak
muda yang bisa dan mau memainkan musik asli Indonesia. Bahkan mereka menganggap
mengenakan pakaian kebaya lengkap dengan sanggul tidak hanya repot tapi juga bernilai
sakral, karena ketika mengenakan kebaya sudah pasti orang akan menjaga tutur kata dan
perilakunya. Hal ini disambut baik oleh Sruti, bahkan Sruti mengatakan bahwa ia akan
mendukung aksi-aksi anak muda tersebut bersama-sama bersaing dengan budaya asing.
III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,
karakteristik vokal Sruti Respati dapat dilihat melalui beberapa aspek yaitu struktur
asparatus vokal yang dibawa sejak lahir, latar belakang sosial, pengalaman bernyanyi,
dan latihan. Ditinjau dari latar belakang sosialnya, Sruti lahir dari keluarga seniman
Jawa yang menginginkan anak-anak mereka juga bisa menekuni bidang seni apapun
sehingga hal itulah yang menjadi faktor Sruti Respati menjadi seorang seniman. Darah
seni yang mengalir dalam tubuh Sruti membuatnya memiliki bakat menari dan suara
yang indah. Kecintaannya terhadap dunia seni khususnya seni suara ia sampaikan
dengan karya-karya indah lewat alunan suara merdunya. Karya yang jujur berasal dari
dalam hati akan tersampaikan pesan dan maknanya. Hal tersebut tidak lepas dari usaha
Sruti serta latihan yang dilakukan oleh Sruti agar kualitas bermusiknya tetap terjaga.
Di beberapa kesempatan Sruti bernyanyi dapat dilihat beberapa karakter vokal
yang ia munculkan saat bernyanyi diantaranya jenis suara sopran yang selalu bernyanyi
19
dengan menggunakan nada nada yang tinggi sebagai nada dasar maupun sebagai nada
improvisasi didalam lagu tertentu. Suara tinggi melengking yang dihasilkan oleh timbre
suara yang dimilikinya menjadi ciri khas suara Sruti. Warna suara tinggi, terang, tipis
dan ringan didukung dengan teknik vokal yang tepat serta latihan mendengarkan dapat
menghasilkan suara yang lenting dan melengking. Dipadu dengan aksen nada Jawa
yang khas membuat suara Sruti Respati mudah dikenali apalagi seringkali ia
membawakan lagu-lagu langgam Jawa maupun langgam Keroncong. Teknik vokal dan
pembawaan bernyanyi yang luwes dan ekspresif menambah totalitas bernyanyi Sruti.
Termasuk pada saat bernyanyi dengan diiringi musik orkestra, Sruti masih memegang
erat karakter penyanyi Jawa (sinden). Hal itu merupakan sebuah inovasi dalam
perkembangan seni musik selain itu juga memiliki tujuan yang pertama untuk menjaga
karakternya agar tetap konsisten dari waktu-ke waktu dan yang kedua Sruti mempunyai
misi untuk dapat mengispirasi anak muda agar lebih mencintai dan menghargai
budayanya sendiri.
B. Saran
Melalui penelitian ini, diharapkan muncul penelitian-penelitian yang dapat
mengembangkan pembahasan tentang karakteristik vokal. Paham akan bakat dan
kemampuan serta memiliki karakter yang kuat dapat membuat seseorang mempunyai
nilai dimata orang lain. Selanjutnya hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi acuan
untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengkaji tentang karakteristik vokal. Selain itu
dengan menggunakan teori-teori vokal yang digunakan untuk bernyanyi, dapat
mendukung penelitian selanjutnya sehingga menghasilkan penelitian yang lebih
komprehensif untuk melengkapi penelitian ini.
Bagi para peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapt menjadi referensi
bagi penelitian yang hendak dilakukan sebagai kajian penelitian bagi penelitian yang
membahas tentang karakteristik vokal maupun penelitian yang berhubungan dengan
karakteristik dan vokal. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi informasi bagi
para pembaca suntuk menambah ilmu pengetahuan tentang karakteristik vokal juga
sebagai referensi kajian sosiologi, linguistik, morfologi dan lain-lain sehingga dengan
demikian dapat memperbaiki kualitas penelitian ini. Selain menjadi referensi dalam
segi vokal diharapkan penelitian ini juga disarankan dapat menjadi referensi bagi
peneliti yang akan meneliti tentang aransemen musik orkestra.
20
DAFTAR RUJUKAN
Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.
Banoe, Pono. 2003. Pengantar Pengetahuan Harmony. Yogyakarta: Kanisius.
Budidharma, Pra. 2001. Metode Vokal Profesional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Dailamly Hasan. 1958. Teori Musik, Yogyakarta: SMIND.
Endraswara, Suwardi. 2010. Folklor Jawa: Macam Bentuk dan Nilai. Jakarta: Penaku.
Kawakami, Genichi. 1975. Arranging Popular Music: A Practical Guide Guia Practica Para Arreglos De La Musica Popular. Tokyo: Yamaha Music Foundation.
Kusbini. 1970. Sejarah Kehidupan-Perkembangan dan Asal-usul Seni Keroncong Indonesia. Yogyakarta: Sanggar Olah Seni Indonesia (SOSI).
Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sitompul, Binsar. 1986. Paduan Suara & Pemimpinnya. Jakarta: Gunung Mulia.
Syafiq, Muhammad. 2003. Ensilkopedia Musik Klasik. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Tondowidjojo. 1975. Bina Suara. Surabaya: Dedika Bina Pustaka.
W.J.S. Poerwadarminta, 1939. BAOESASTRA DJAWA. Batavia: J.B. Walter Uitgeves – Maatschappij n.v. Groningen.
21
22