Upload
nur-halima-ishak
View
82
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
Trauma Oculi Non Perforans Ocular Sinistra
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny Suhana
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku / bangsa : Makassar/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tgl masuk : 26 Mei 2014
No. Reg : 665240
Rumah Sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Pemeriksa : dr. I
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Penglihatan hilang pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas, pada hari pertama pasien masih dapat melihat bayang-bayang di depan
mata namun pasien sudah tidak dapat melihat sama sekali pada hari kedua. Riwayat keluar darah
(+), Riwayat keluar cairan seperti gel tidak diketahui. Mata merah (+), air mata berlebih (+),
kotoran mata berlebih (-), nyeri (+), mata menonjol (+).
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat alergi obat (-)
III. PEMERIKSAAN
Keadaan Umum : Sakit sedang/ Gizi cukup/Sadar
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,50C
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 158 cm
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (+), hematom (+)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
Silia Sekret (-) Sekret (+)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), kemosis (+)
Bola Mata Normal proptosis
Kornea Jernih Keruh
Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasi
Iris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasi
Lensa Jernih Sulit dievaluasi
MekanismeMuskula
r
Normal Sulit dievaluasi
Foto klinis
da
Okuli dekstra et sinistra
B. PALPASI
PALPASI OD OS
Tensi Okuler Tn Sulit dievaluasi
Nyeri Tekan (-) (+)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (+)
C. Tonometri : Tidak dilakukan
D. Visus : VOD = 6/6
VOS = 0
E. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Colour sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light sense : Light Perception
OD OS
+ -
+ + - -
+ -
H. Penyinaran oblik
PEMERIKSAAN OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) hiperemis (+)
Kornea Jernih keruh
Bilik Mata Depan Normal Sulit dinilai
Iris coklat, kripte (+) Sulit dinilai
Pupil bulat, sentral, RC (+) Sulit dinilai
Lensa Jernih Sulit dinilai
I. Diafanoskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
J. Slit lamp
- SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa jernih
- SLOS : Palpebral edema (+) hiperemis (+) hematom (+) di palpebral superior,
silia sekret (-), Konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+)
kemosis (-) diseluruh kuadran, kornea kesan keruh flouresence positif,
detail lain sulit dievaluasi
K. Gonioskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
L. USG Mata :
Lensa kesan keruh, vitredak intak.ous keruh keseluruhan, RKS kesan
tidak intak
M. Resume :
Seorang wanita 38 tahun masuk UGD bedah Rumah Sakit Wahidin Sudhirohusodo
dengan keluhan hilang penglihatan pada mata kiri. Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada hari pertama pasien masih dapat melihat bayang-
bayang di depan mata namun pasien sudah tidak dapat melihat sama sekali pada hari kedua.
Riwayat keluar darah (+), Riwayat keluar cairan seperti gel tidak diketahui. Mata merah (+), air
mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), nyeri (+), mata menonjol (+).
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat alergi obat (-)
Pemeriksaan visus :VOD = 6/6
VOS = 0
SLOS : Palpebral edema (+) hiperemis (+) hematom (+) di palpebral superior,
silia sekret (-), Konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+)
kemosis (-) diseluruh kuadran, kornea kesan keruh flouresence positif,
detail lain sulit dievaluasi
N. Diagnosis
OS Trauma Okuli Perforans
O. Penatalaksanaan
IVFD Ringer laktat 16 tts / menit
Injeksi TT 0.5ml / IM
Cefotaxime 500mg / 12 j/ IV
Ketorolac 30mg/ 8j/ IV
Ranitidine 50mg/ 8j/ IV
Topical cendo xitrol 3 x 1 qs OS
Rencana Enukleasi
P. Prognosis
Quo ad Vitam : Malam
Quo ad Sanam : Malam
Quo ad Visam : Malam
Quo ad Comesticum : Malam
Q. Diskusi
Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan penglihatan hilang pada
mata kiri yang dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya pasien terlibat dalam kecelakaan
lalu lintas. Pada hari pertama pasien masih dapat melihat baying-bayang di mata kirinya namun
pada hari kedua pasien sama sekali tidak dapat melihat dengan mata kirinya. Riwayat keluar
darah dari mata kiri pasien (+), riwayat keluar cairan seperti gel dari mata tidak diketahui, mata
merah (+), air mata berlebih (+), pasien mengeluh nyeri dan mata kiri menonjol. Pada kasus ini
dari anamnesis didapatkan keterangan trauma terjadi setelah pasien terlibat dalam kecelakaan
lalu lintas, pasien di bonceng suami lalu ditabrak dari arah berlawanan oleh speda motor. Pasien
jatuh lalu mata kiri terbentur di aspal. Efek benturan menyebabkan mata pasien menjadi kabur
dan keluar darah dari mata kirinya. Setelah jatuh dan terbentur mata kiri pasien menjadi kabur
dan hanya melihat bayang-bayang namun pada hari ketiga pasien tidak bias melihat sama sekali
dengan mata kirinya. Rasa nyeri ini dapat terjadi salah satunya karena sifat kornea yang sangat
peka terhadap rangsang nyeri karena dipersarafi oleh nervus kranialis trigeminus cabang pertama
(n. opthalmikus) yang ujung sarafnya tidak bermielin. Air mata berlebih sebagai bentuk
kompensasi untuk mengeluarkan benda asing di dalam mata.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada mata kiri palpebra edema (+) hematom (+), silia
sekret (-), konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+) kemosis (+), kornea keruh (+)
tes flouresence (+) menandakan ada kesan abrasi di kornea,pada anterior chamber, iris, lensa
sulit untuk dievaluasi pada mata kiri. Namun jernih dia mata kanan. Pemeriksaan visus VOD =
6/6 dan VOS = 0. Pada pemeriksaan fundus pada mata kanan didapatkan refleks fundus (+),
Papil N. II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V : 2/3, makula refleks fovea (+). Namun pada mata kiri
tidak sulit untuk dinilai. Hasil USG B-Scan pada mata kanan kesan Lensa kesan keruh, vitredak
intak.ous keruh keseluruhan, RKS kesan tidak intak.
Pada pasien ini dilakukan, IVFD ringer laktat 16 tetes per menit, inj. TT 0,5 cc IM,
cefotaxim 500mg via intravena merupakan antibiotik dengan sifat kerja bakterisid utamanya
untuk bakteri gram negatif dan pemberian antibiotic intravena merupakan suatu keharusan untuk
mencegah terjadinya infeksi namun pemakaiannya tidak boleh terlalu lama karena dapat
menyebabkan pertumbuhan organism yang tidak sensitive misalnya jamur. Kontraindikasi obat
ini utamanya pasien yang hipersensitif terhadap cefotaxim oleh itu pasien dilakukan skin test
sebeluam obat di lanjutkan.. Pasien juga diberikan ketorolac 30mg via intravena untuk
menangani keluhan nyeri. Ketorolac merupakan golongan NSAID yang memberikan efek
perdarhan pada lambung, oleh karena itu, pasien dengan pemberian ketorolac akan diberikan H2-
receptor antagonis seperti ranitidine bagi menginhibisi produksi asam lambung yang berlebihan .
untuk topical pasien diberikan C.Xitrol 3 tetes setiap hari, berfungsi sebagai kombinasi obat
kortikosteroid (deksametason) dan antibiotik (neomisina dan polimisina).
Kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi atau menekan peradangan.
Sedangkan neomisina dan polimisina mempunyai efek antibakterial. Diberikan
pada pasien yang terdapat abrasi atau ulkus di korrnea. Pasien ini direncanakan
untuk di enukleasi mata kirinya,enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan
mengeluarkan bola mata dengan melepas dan memotong jaringan yang
mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot
penggerak mata, saraf optik dan melepaskan conjungtiva dari bola mata. Enukleasi
bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat
menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsidan memberikan
keluhan rasasakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah
enukleasi bulbi diberi mata palsu atau protesi.
TRAUMA OCULI PERFORANS
I. PENDAHULUAN
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata
terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata dapat
menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat
mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata,
terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di
keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada
sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya.1,2
Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai macam trauma
yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan dari kelopak mata, batas-batas orbita,
hidung dan bantalan lemak dari belakang.1,2
Trauma mekanik dapat diklasifikasikan menjadi :1
1. Benda asing ekstraokuler yang tertinggal (Retained extraocular foreign bodies)
2. Trauma tumpul (contusional injuries)
3. Trauma penetrasi dan perforasi
4. Trauma penetrasi dengan benda asing intraokuler yang tertinggal (Penetrating injuries
with retained intraocular foreign bodies)
II. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian trauma okuli semakin meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan perhatian yang khusus dari tenaga kesehatan untuk melakukan penanganan yang
terbaik. Terdapat sekitar 3 juta kasus okuler dan orbita di Amerika Serikat setiap tahunnya,
dimana 20.000 sampai 68.000 dengan kasus trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000
orang yag menderita kehilanagn penglihatan yang signifikan setiap tahunnya.4
Berdasarkan penelitian Beaver Dam, sebanyak 20% usia dewasa dilaporkan mengalami
trauma okuli sebanyak 3 kali selama hidupnya. Pada penelitian ini ditemukan lebih dari setengah
kasus disebabkan oleh trauma benda tajam. Sekitar 23 % kasus trauma okuli berhubungan
dengan olahraga.4
Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial dan adneksa (41,6%), benda asing pada
mata bagian luar (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa (16%), luka terbuka pada mata dan
adneksa (10,1%), fraktur dasar orbita (1,3%), dan cedera saraf (0,3%).4
III. ANATOMI MATA
Kelopak mata atau palpebra yang terdiri dari palpebra superior dan inferior mempunyai
fungsi melindungi bola mata terhadap trauma dan pengeringan bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Setiap kelopak terdiri dari
bagian anterior dan bagian posterior. Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian kelenjar seperti
kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan
kelenjar Meibom pada tarsus. Otot seperti musculus orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak mata atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.6,7
Musculus orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi nervus fasial.
Musculus levator palpebra yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus
atas dengan sebagian menembus musculus orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah.
Bagian kulit tempat insersi musculus levator palpebrae terlihat sebagai lipatan palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh nervus III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka
mata.5,7
Sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada
pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan berakhir di
meatus nasi inferior.5
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea.6,7
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sclera pada limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras) diameter horizontalnya
sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva),
lapisan bowman, stroma, membrane Descemet, dan lapisan endotel.8
Gambar 1. Lapisan kornea3
- Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapisan sel.
- Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma
yang berubah.
- Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas
jaminan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi 1-2 µm
yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea, dank arena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih secara optis.
Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan-terhidrasi bersama keratosit
yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
- Membrane Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki
tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan
mikroskop electron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan pascanasalnya.
Saat lahir, tebalnya sekitar 3 µm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 µm.
- Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dalam
mempertahankan deturegesensi stroma kornea. Endotel korena cukup rentan terhadap
trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi
hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor
aqueous dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari
atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus) nervus kranialis
V (trigeminus).8
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas, dan
deturgensinya. 8
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu:
1. Arteri Palpebralis
Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arcade marginal dan perifer dari
palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis
2. Arteri Siliaris Anterior
Arteri siliaris posterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan mempercabangkan diri
sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata.
Gambar 2. Arteri-arteri konjungtiva
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda.5,7
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan :6
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberikan bentuk pada mata, yang
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata .
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan
cairan humor aquos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan
lapis sebanyak sepuluh lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut ablasio retina.
Gambar 3. Anatomi Struktur Bola Mata
Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior yang merupakan
semua struktur bola mata yang terletak di depan lensa dan segmen posterior yang merupakan
struktur bola mata yang terletak di belakang lensa.7
IV. FISIOLOGI
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan “jendela” yang dilalui oleh berkas
cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskular dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relative jaringan
kornea, dipertanyakan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada
endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang cenderung bertahan lama
karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya
menyebabkan edema local sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi
sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata
menjadi hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik
air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. 8
V. ETIO-PATOGENESIS
Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma okular terbagi atas9 :
1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus bola mata
3. Trauma akibat benda asing intraokuler
4. Trauma fisis
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak, dimana benda
tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Berdasarkan letak
traumanya dapat menyebabkan :
- Perdarahan palpebra
- Laserasi palpebra
- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
- Edema kornea
- Hifema
- Iridoplegi dan iridodialisa
- Kelainan lensa berupa : subluksasi, luksasi, maupun katarak traumatik
- Kelainan retina berupa : edema retina, maupun perdarahan retina
- Laserasi sklera
- Glaukoma sekunder
- Laserasi konjungtiva
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi
dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan
kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan dan robekan pada
kornea, sklera, sudut iridokornea, badan siliaris yang dapat menimbulkan perdarahan.9,10
Trauma okuli penetrans dapat disebabkan oleh :1
Trauma oleh benda tajam atau bersudut seperti jarum, kuku, panah, mur, pulpen, pensil,
pecahan kaca, dan lain-lain.
Trauma oleh benda asing yang berkecepatan sangat tinggi seperti trauma akibat peluru dan
benda asing dari besi
Trauma akibat benda asing intraokuler.Benda asing intraokuler dibedakan atas:8
a. Berdasarkan sifat fisisnya terbagi atas :
- Benda logam
- Benda non logam
b. Berdasarkan keaktifan (potensi menyebabkan reaksi inflamasi) terdiri atas:
- Benda inert yang merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan
mata, kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu seperti plastik
dan kaca yang tidak terlalu memiliki efek yang berbahaya pada mata.
- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi jaringan
sehingga mengganggu fungsi mata, misalnya partikel yang mengandung besi. Besi
dapat mengalami oksidasi sehingga menyebabkan reaksi pada mata (siderosis). Oleh
sebab itu, sangatlah penting untuk menyingkirkan benda asing ini dengan segera.
Trauma fisis dapat disebabkan oleh :11
a. Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet, sinar infra merah, sinar rontgen,
dan tenaga listrik
b. Luka bakar
c. Luka akibat bahan kimia. Baik yang bersifat asam ataupun basah, dimana luka akibat
bahan kimia basah lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.
Adapun definisi yang diutarakan oleh American Ocular Trauma Society mengenai trauma
okuler mekanik adalah sebagai berikut :1,3
1. Closed-globe injury merupakan suatu keadaan dimana dinding mata (sklera dan kornea)
tidak memiliki luka yang sampai menembus seluruh lapisan-lapisan ini namun tetap
menyebabkan kerusakan intraokuler, termasuk di dalamnya :
- Contusio. Merupakan jenis closed-globe injury yang disebabkan oleh trauma tumpul.
Kerusakan yang timbul dapat ditemukan pada lokasi benturan atau pada lokasi yang
lebih jauh dari benturan.
- Laserasi lamellar. Merupakan jenis closed-globe injury yang dicirikan dengan luka
yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan kornea (partial thickness
wound) yang disebabkan oleh benda tajam maupun benda tumpul.
2. Open-globe injury merupakan jenis trauma yang berkaitan dengan luka yang sampai
menembus keseluruhan lapisan dinding dari sklera, kornea, atau keduanya. Termasuk
didalamnya ruptur dan laserasi dinding bola mata.
- Ruptur merujuk pada luka pada dinding bola mata dengan ketebalan penuh sebagai
dampak dari trauma tumpul. Luka yang timbul disebabkan oleh peningkatan tekanan
intraokuler secara tiba-tiba melalui mekanisme trauma inside-out.
- Laserasi merujuk pada luka pada dinding mata dengan ketebalan penuh yang
disebabkan oleh benda tajam. Luka yang dihasilkan merupakan akibat mekanisme luar
ke dalam (outside-in), termasuk di dalamnya :
o Trauma penetrasi merujuk pada laserasi tunggal dari dinding mata yang disebabkan
oleh benda tajam
o Trauma perforasi merujuk pada dua laserasi pada dinding mata dengan ketebalan
penuh (satu masuk dan satu keluar) yang disebabkan oleh benda tajam. Dua luka
yang terbentuk harus disebabkan oleh benda yang sama.
o Trauma benda asing intraokuler merupakan suatu trauma penetrasi ditambah dengan
tertinggalnya benda asing intraokuler.
Bagan Klasifikasi Birminghamm Eye Terminology System (BETTS).
Injury
Open Globe Closed Injury
Laceration Rupture Contusion Lamellar laceration
Penetrating Corpus alienum Perforating
VI. GAMBARAN KLINIS
Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata
Trauma pada mata yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :5,10
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila
terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii
2. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia
luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan
ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Gambar 5. Edema dan kemotik konjungtiva
3. Abrasi Kornea
Merupakan trauma yang terjadi pada permukaan kornea, yang disebabkan oleh
misalnya kuku, goresan daun pada mata. Jika ditangani dengan baik defek epitel akan
sembuh dalam waktu yang singkat yaitu 24-48 jam bergantung pada besar kecilnya
defek. Umumnya pasien akan merasakan sensasi benda asing dan hiperlakrimasi akibat
defek pada permukaan kornea. Selain itu pasien akan merasa nyeri dan mengalami
blefarospasme. Gejala tambahan lainnya adalah edema palpebra dan injeksi konjungtiva.
Tes fluorosense akan membantu memeriksa defek kornea.
4. Ruptur kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea bahkan ruptur membran Descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.Edema kornea yang
berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam
jaringan stroma kornea.
Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti Nacl 5 %atau larutan
garam hipertonik 2-8 %, glukose 40 % dan larutan albumin.Bila terdapat peninggian
tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa
sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek.
Apabila daerah kornea yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
5. Ruptur membrane descemet
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang
sebenarnya adalah lipatan membrane descement, visus sangat menurun dan kornea sulit
menjadi jernih kembali.
6. Hifema
Hifema adalah adanya darah di dalam kamera anterior. Hifema atau adanya darah
dalam bilik mata depan dapat terjadi karena trauma tumpul. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat mengumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. Darah dalam cairan aqueus humor dapat membentuk
lapisan yang terlihat. Jenis trauma ini tidak perlu menyebabkan perforasi bola mata.
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau
korpus siliaris, biasanya di sertai edema kornea dan endapan di bawah kornea. Hal ini
merupakan suatu keadaan yang serius.
Manifestasi klinis hifema adalah penurunan visus yang mendadak dan berat, mata
merah yang terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjungtiva sebagai reaksi dari
trauma pada bola mata, didapatkan darah di bilik mata depan yang terjadi karena ruptur
pembuluh darah iris, nyeri akibat peningkatan TIO, diplopia akibat iridodialisis (trauma
tumpul dapat menyebabkan terpisahnya akar iris dari badan siliar), blefarospasme, dan
iridoplegia (dapat terjadi karena robekan pada sphincter iris yang dapat mengubah bentuk
pupil secara permanen). Biasanya pasien akan mengeluh sakit, di sertai dengan epifora
dan bleforospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. Kadang – kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:10
Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior
bola mata.
Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh
darah pecah.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile
xanthogranuloma.
Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu :
Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Gambar 6. Hifema pada Bilik Mata Depan
7. Iridoplegia
Iridoplegia adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
8. Iridodialisis
Iridodialisis adalah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil
menjadi tidak bulat dan di sebut dangan pseudopupil.
9. Irideremia ialah keadaan dimana iris lepas secara keseluruhan
10. Subluksasio lentis – Luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan
menimbulkan glaucoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi
glaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di
lakukan secara konservatif.
11. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak terdapat
eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
12. Glaukoma
Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior,
yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran aquos humour.
13. Ruptura sclera
Menimbulkan penurunan tekanan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif
segera.
14. Ruptur retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan. Harus di
lakukan operasi.
VII. DIAGNOSIS
a. Anamnesis12
Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses terjadi trauma
dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai
mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana
kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata
dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari
satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah
trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah sudah pernah mendapat pertolongan
sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila
terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum
atau setelah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan
darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
b. Pemeriksaan Oftalmologi12
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan
dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan
ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata
luar. Hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan
berupa trauma tembus, seperti : ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur
yang disertai gangguan pada gerakan mata. Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa
defek epitel.
Menentukan derajat keparahan hifema, antara lain :
1. Grade 1 : darah mengisi < 1/3 bilik depan mata.
2. Grade 2 : darah mengisi 1/3 – ½ bilik depan mata.
3. Grade 3 : darah mengisi ½ sampai akhir seluruh bilik depan mata.
4. Grade4 : bilik depan mata tampak bekuan darah yang berbentukblackball atau 8-ball
hyphema.
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea
karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea. Keadaan iris dan
lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat
trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada di tempatnya lagi atau
telah terjadi dislokasi lensa bahkan lukasi lensa.9,10
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengtahui apakah
sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraocular, juga perlu dilakukan meskipun tidak ditemukan hifema, karena pada trauma yang
menyebabkan rupture bola mata dapat menyebabkan tekanan intraokular yang
menurun.Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu
sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada
segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat
darah pada media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca.
Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada polus
posterior.10,11
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini yang
mengindikasikan adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan subkonjungtiva,
jaringan parut kornea, lubang pada iris, dan gambaran opak pada lensa. Dengan
medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat terlihat dengan
oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada retina. Benda asing yang terletak
pada bilik mata depan dapat terlihat melalui gonioskopi.1,3
2. Tes fluoresensi. Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat dilihat pada daerah
yang berwarna hijau.
Gambar 7. Tes fluoresensi
3. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan untuk
menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar benda yang
menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.2
4. Lokalisasi ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur non-invasif
yang mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak dan non-radiopak.1
5. CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode terbaik
untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan gambaran potong
lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan
ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan benda asing jenis
metal, karena medan magnet yang diproduksi saat pemeriksaan dilakukan dapat
menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan tinggi dan menyebabkan
kerusakan ocular. 1,10
VIII. PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat
perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti:11,12
Infeksi
Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
Pada setiap tindakan bertujuan untuk :
Mempertahankan bola mata
Mempertahankan penglihatan
Pada setiap keadaan, harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih
terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing
maka sebaiknya dilakukakan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Penatalaksanaan pasien dengan trauma okuli penetrans adalah :10
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit :
a) Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak
b) Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata
c) Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan
d) Sebaiknya pasien di jelaskan untuk mengantisipasi tindakan operasi
2. Penatalaksanaan di rumah sakit :
a) Pemberian antibiotik spectrum luas
b) Pemberian obat sedasi, antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi
c) Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi
d) Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraocular (bila mata intak).
e) Tindakan pembedahan atau penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada beratnya trauma ataupun jenis trauma
itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma ocular
adalah :11
1. Memperbaiki penglihatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mempertahankan arsitektur mata.
4. Mencegah sekuele jangka panjang.
Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus toksoid untuk
mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang menyebabkan luka
penetrasi. Apabila jelas tampak rupture bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari
sampai pasien mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik
ataupun antibiotic topical karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang terpajan.
Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan upayakan memakai pelindung mata.11
Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan, dengan retriksi makanan dan minum.
Induksi anastesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuron
muscular, karena dapat meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga
meningkatkan kecenderungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal
dengan bantuan anastesik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan pemeriksaan.11
Pada trauma yang berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya
kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan
pemeriksaan bola mata lengkap. Yang tidak kalah pentingnya yaitu kesterilan bahan atau zat
seperti anastetik topical, zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan yang diberikan ke
mata.12
Untuk kasus adanya benda asing mata dapat ditutup untuk menghindari gesekan dengan
kelopak mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan diketahui lokasinya harus dikeluarkan.
Antibiotik sistemik dan topical dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan operasi. Untuk
mengeluarkan benda asing terlebih dahulu diberikan anestesi topical kemudian dikeluarkan
dengan menggunakan jarum yang berbentuk kait dibawah penyinaran slit lamp. Penggunaan
aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin dihindari, karena dapat merusak epitel
dalam area yang cukup luas, dan bahkan sering benda asingnya belum dikeluarkan.10
Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep antibiotik
dan pelindung mata. Dilatasi pupil dengan siklopentolat 1% dapat membantu menghilangkan
nteri yang disebabkan oleh spasme otot siliar. Kornea memiliki kemampuan untuk
menyembuhkan diri sendiri, dimana pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Jika abrasi yang terjadi ringan, maka terapi yang diberikan hanyalah lumbrikasi pada mata
yang sakit dan kemudian dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini dapat
berlangsung selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Bagaimanapun untuk menghindari
infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan. Namun tak lepas dari pengobatan, seorang dokter harus
tetap melakukan follow up utnuk meyakinkan bahwa tidak terjdi inefeksi nantinya.10
Sebagai langkah awal, diberikan pengobatan yang berisifat siklopegi seperti atropine 1%
pada kasus yang berat, hematropine 5% pada kasus sedang dan cyclopentolate 1% untuk pasien
dengan abrasi yang ringan. Anjuran selanjutnya yaitu pada obat topical antibiotic yang terdiri
dari polytrim, gentamycin dan tombramycin. Selain itu, pasien dianjurkan untuk istirahat total
(bed-rest) diharapkan tidak adanya pergerakkan pasien secara aktif. Apabila pasien merasa nyeri,
diberikan pengobatan topical nonsteroid anti inflamasi (Voltaren, Acular atau Ocufen).10
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma okuli non perforans:7
1. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
Endoftalmitis jarang terjadi, namun dapat merusak sebagai akibat dari trauma okuli
perforasi dan dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu tergantung
pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi
panoftalmitis. Pemberian antibiotik dan menjaga kesterilan alat dianjurkan untuk mencegah
infeksi.
2. Katarak traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.Pada trauma tumpul akan terlihat katarak
subkapsular anterior ataupun posterior. Konstusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang,dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.Pada keadaan ini akan
terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya,
yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior
saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut
sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara
Elsching.Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.Bila terjadi pada anak
sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka
segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang
usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis
atau salah letak lensa.
3. Simpatik oftalmia1,7
Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang
semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea setelah cedera
penetrasi pada salah satu mata (exciting eye ) oleh karena trauma atau pembedahan. Gejala-
gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma akan terlihat biasanya dalam
waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga berkembang dari hari sampai beberapa
tahun kemudian. Peradangan pada mata muncul dalam bentuk panuveitis granulomatosa
yang bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca
trauma, baik trauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata.
Peradangan yang berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunaan steroid
tetapi pada prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap jalan terus. Tanda awal
dari mata yang bersimpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di
belakang lensa. Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis subakut, serbukan sel radang dalam
vitreous dan eskudat putih kekuningan pada jaringan di bawah retina.
X. PROGNOSIS
Pada pengobatan topikal umumnya dengan prognosis yang baik. Penyembuhan pada
lapisan kornea ini dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada abrasi yang terjadi agak dalam dapat
terjadi penyembuhan dengan jaringan sikatriks berupa nebula, makula ataupun leukoma kornea.
Meskipun abrasio kecil mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus, abrasio yang lebih besar
biasanya diobati selama beberapa hari dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi dan
kadang-kadang cycloplegic topikal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan.
Sebuah studi besar tunggal oleh John W Raja, et al;. Menunjukkan bahwa hanya 0,7% dari
abrasio kornea benar-benar menjadi terinfeksi tanpa tetes antibiotik, mempertanyakan perlunya
praktik seperti cycloplegic juga dapat mengurangi peradangan sekunder iris dikenal. sebagai
suatu iritis. Sebuah tinjauan 2000 namun tidak menemukan bukti yang baik untuk mendukung
penggunaan cycloplegics / mydriatics .Hal ini sering percaya bahwa mata bantalan digunakan
dalam “patch tekanan” dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology 4thEd. New Delhi: New Age International (P).
2007; p401-15.
2. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Ed. London: BMJ Books. 2004.p 29-33.
3. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart: Thieme.2006.
4. American Society of American Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System
(BETTS). [on line] [cited 20 Mei 2014] Available from: http://isotonline.org/betts/
5. Lang GK. Cornea. In: Lang GK(ed). Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart; Thieme; 2007. p. 115-60
6. Faiz O. Mofat D. Anatomy at a Glance. Italy. Blackwell Science Ltd. 2002. h. 154-155
7. Galloway NR. Amoaku WMK. Galloway PH. Browning AC. Common eyes disease and
their management. 3rd edition . London. Springer-Verlag. 2006. h.7-15, 129-134
8. Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s: General Opthalmology. 17 th edition. United
States of America. Mc Graw Hill. 2007. h.380-387
9. Olver J. Cassidy Lorraine. Ophtalmology at a Glance. India. Blackwell Science Ltd. 2005.
h.36-39
10. Tsai JC. Denniston AKO. Murray PI. Huang JJ. Aldas TS. Oxford American Handbook of
Ophthalmology. China. Oxford University Press. 2011. h. 92-101
11. Webb LA. Kanski JJ. Manual of Eye Emergencies: Diagnosis and Management. China:
Butterworth-Heinemann. 2004. h.34-40.
12. Basic And Clinical Science Course. External Disease and Cornea. Section 8. Singapore.
American Academy of Ophthalmology. 2008. h.407-418.
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2014
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OS TRAUMA OCULUS PERFORANS
OLEH:
Nur Halimatussaniah Bte Ishak
C11109849
PEMBIMBING:
dr. Ferdiana Sarungallo
SUPERVISOR:
dr. Marliyanti N. Akib, Sp M, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Nur Halimatussaniah Bte Ishak
NIM : C111 09 849
Telah menyelesaikan CASE PRESENTATION berjudul Trauma Oculi Perforans dalam Rangka
Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juni 2014
Mengetahui,
Residen Pembimbing, Supervisor Pembimbing,
(dr. Ferdiana Sarungallo) (dr. Marliyanti N. Akib, Sp M, M.Kes)