55
LAPORAN KASUS Trauma Oculi Non Perforans Ocular Sinistra I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny Suhana Umur : 38 tahun Jenis kelamin : Perempuan Suku / bangsa : Makassar/ Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Tgl masuk : 26 Mei 2014 No. Reg : 665240 Rumah Sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Pemeriksa : dr. I II. ANAMNESIS Keluhan utama : Penglihatan hilang pada mata kiri Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada hari pertama pasien masih dapat melihat bayang-bayang di depan mata namun pasien sudah tidak dapat melihat sama sekali pada hari kedua. Riwayat keluar darah (+), Riwayat keluar cairan seperti

Kasus Mata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasus Mata

LAPORAN KASUS

Trauma Oculi Non Perforans Ocular Sinistra

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny Suhana

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Suku / bangsa : Makassar/ Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tgl masuk : 26 Mei 2014

No. Reg : 665240

Rumah Sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Pemeriksa : dr. I

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Penglihatan hilang pada mata kiri

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya pasien mengalami

kecelakaan lalu lintas, pada hari pertama pasien masih dapat melihat bayang-bayang di depan

mata namun pasien sudah tidak dapat melihat sama sekali pada hari kedua. Riwayat keluar darah

(+), Riwayat keluar cairan seperti gel tidak diketahui. Mata merah (+), air mata berlebih (+),

kotoran mata berlebih (-), nyeri (+), mata menonjol (+).

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Diabetes Mellitus (-)

Riwayat alergi obat (-)

Page 2: Kasus Mata

III. PEMERIKSAAN

Keadaan Umum : Sakit sedang/ Gizi cukup/Sadar

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 86x/menit

Pernapasan : 18x/menit

Suhu : 36,50C

Berat badan : 68 kg

Tinggi badan : 158 cm

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

PEMERIKSAAN OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (+), hematom (+)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)

Silia Sekret (-) Sekret (+)

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), kemosis (+)

Bola Mata Normal proptosis

Kornea Jernih Keruh

Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasi

Iris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasi

Lensa Jernih Sulit dievaluasi

Page 3: Kasus Mata

MekanismeMuskula

r

Normal Sulit dievaluasi

Foto klinis

da

Okuli dekstra et sinistra

Page 4: Kasus Mata

B. PALPASI

PALPASI OD OS

Tensi Okuler Tn Sulit dievaluasi

Nyeri Tekan (-) (+)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (+)

C. Tonometri : Tidak dilakukan

D. Visus : VOD = 6/6

VOS = 0

E. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Colour sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. Light sense : Light Perception

OD OS

Page 5: Kasus Mata

+ -

+ + - -

+ -

H. Penyinaran oblik

PEMERIKSAAN OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-) hiperemis (+)

Kornea Jernih keruh

Bilik Mata Depan Normal Sulit dinilai

Iris coklat, kripte (+) Sulit dinilai

Pupil bulat, sentral, RC (+) Sulit dinilai

Lensa Jernih Sulit dinilai

I. Diafanoskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

J. Slit lamp

- SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris

coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa jernih

- SLOS : Palpebral edema (+) hiperemis (+) hematom (+) di palpebral superior,

silia sekret (-), Konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+)

kemosis (-) diseluruh kuadran, kornea kesan keruh flouresence positif,

detail lain sulit dievaluasi

K. Gonioskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 6: Kasus Mata

L. USG Mata :

Lensa kesan keruh, vitredak intak.ous keruh keseluruhan, RKS kesan

tidak intak

M. Resume :

Seorang wanita 38 tahun masuk UGD bedah Rumah Sakit Wahidin Sudhirohusodo

dengan keluhan hilang penglihatan pada mata kiri. Dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya

pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada hari pertama pasien masih dapat melihat bayang-

bayang di depan mata namun pasien sudah tidak dapat melihat sama sekali pada hari kedua.

Riwayat keluar darah (+), Riwayat keluar cairan seperti gel tidak diketahui. Mata merah (+), air

mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), nyeri (+), mata menonjol (+).

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Diabetes Mellitus (-)

Riwayat alergi obat (-)

Pemeriksaan visus :VOD = 6/6

VOS = 0

SLOS : Palpebral edema (+) hiperemis (+) hematom (+) di palpebral superior,

silia sekret (-), Konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+)

Page 7: Kasus Mata

kemosis (-) diseluruh kuadran, kornea kesan keruh flouresence positif,

detail lain sulit dievaluasi

N. Diagnosis

OS Trauma Okuli Perforans

O. Penatalaksanaan

IVFD Ringer laktat 16 tts / menit

Injeksi TT 0.5ml / IM

Cefotaxime 500mg / 12 j/ IV

Ketorolac 30mg/ 8j/ IV

Ranitidine 50mg/ 8j/ IV

Topical cendo xitrol 3 x 1 qs OS

Rencana Enukleasi

P. Prognosis

Quo ad Vitam : Malam

Quo ad Sanam : Malam

Quo ad Visam : Malam

Quo ad Comesticum : Malam

Q. Diskusi

Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan penglihatan hilang pada

mata kiri yang dialami sejak ± 3 hari yang lalu, sebelumnya pasien terlibat dalam kecelakaan

lalu lintas. Pada hari pertama pasien masih dapat melihat baying-bayang di mata kirinya namun

pada hari kedua pasien sama sekali tidak dapat melihat dengan mata kirinya. Riwayat keluar

Page 8: Kasus Mata

darah dari mata kiri pasien (+), riwayat keluar cairan seperti gel dari mata tidak diketahui, mata

merah (+), air mata berlebih (+), pasien mengeluh nyeri dan mata kiri menonjol. Pada kasus ini

dari anamnesis didapatkan keterangan trauma terjadi setelah pasien terlibat dalam kecelakaan

lalu lintas, pasien di bonceng suami lalu ditabrak dari arah berlawanan oleh speda motor. Pasien

jatuh lalu mata kiri terbentur di aspal. Efek benturan menyebabkan mata pasien menjadi kabur

dan keluar darah dari mata kirinya. Setelah jatuh dan terbentur mata kiri pasien menjadi kabur

dan hanya melihat bayang-bayang namun pada hari ketiga pasien tidak bias melihat sama sekali

dengan mata kirinya. Rasa nyeri ini dapat terjadi salah satunya karena sifat kornea yang sangat

peka terhadap rangsang nyeri karena dipersarafi oleh nervus kranialis trigeminus cabang pertama

(n. opthalmikus) yang ujung sarafnya tidak bermielin. Air mata berlebih sebagai bentuk

kompensasi untuk mengeluarkan benda asing di dalam mata.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada mata kiri palpebra edema (+) hematom (+), silia

sekret (-), konjungtiva hiperemis (+), subkonjungtival bleeding (+) kemosis (+), kornea keruh (+)

tes flouresence (+) menandakan ada kesan abrasi di kornea,pada anterior chamber, iris, lensa

sulit untuk dievaluasi pada mata kiri. Namun jernih dia mata kanan. Pemeriksaan visus VOD =

6/6 dan VOS = 0. Pada pemeriksaan fundus pada mata kanan didapatkan refleks fundus (+),

Papil N. II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V : 2/3, makula refleks fovea (+). Namun pada mata kiri

tidak sulit untuk dinilai. Hasil USG B-Scan pada mata kanan kesan Lensa kesan keruh, vitredak

intak.ous keruh keseluruhan, RKS kesan tidak intak.

Pada pasien ini dilakukan, IVFD ringer laktat 16 tetes per menit, inj. TT 0,5 cc IM,

cefotaxim 500mg via intravena merupakan antibiotik dengan sifat kerja bakterisid utamanya

untuk bakteri gram negatif dan pemberian antibiotic intravena merupakan suatu keharusan untuk

mencegah terjadinya infeksi namun pemakaiannya tidak boleh terlalu lama karena dapat

Page 9: Kasus Mata

menyebabkan pertumbuhan organism yang tidak sensitive misalnya jamur. Kontraindikasi obat

ini utamanya pasien yang hipersensitif terhadap cefotaxim oleh itu pasien dilakukan skin test

sebeluam obat di lanjutkan.. Pasien juga diberikan ketorolac 30mg via intravena untuk

menangani keluhan nyeri. Ketorolac merupakan golongan NSAID yang memberikan efek

perdarhan pada lambung, oleh karena itu, pasien dengan pemberian ketorolac akan diberikan H2-

receptor antagonis seperti ranitidine bagi menginhibisi produksi asam lambung yang berlebihan .

untuk topical pasien diberikan C.Xitrol 3 tetes setiap hari, berfungsi sebagai kombinasi obat

kortikosteroid (deksametason) dan antibiotik (neomisina dan polimisina).

Kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi atau menekan peradangan.

Sedangkan neomisina dan polimisina mempunyai efek antibakterial. Diberikan

pada pasien yang terdapat abrasi atau ulkus di korrnea. Pasien ini direncanakan

untuk di enukleasi mata kirinya,enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan

mengeluarkan bola mata dengan melepas dan memotong jaringan yang

mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot

penggerak mata, saraf optik dan melepaskan conjungtiva dari bola mata. Enukleasi

bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat

menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsidan memberikan

keluhan rasasakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah

enukleasi bulbi diberi mata palsu atau protesi.

Page 10: Kasus Mata

TRAUMA OCULI PERFORANS

I. PENDAHULUAN

Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata

terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata dapat

menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat

mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata,

terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di

Page 11: Kasus Mata

keluarkan. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada

sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya.1,2

Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai macam trauma

yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan dari kelopak mata, batas-batas orbita,

hidung dan bantalan lemak dari belakang.1,2

Trauma mekanik dapat diklasifikasikan menjadi :1

1. Benda asing ekstraokuler yang tertinggal (Retained extraocular foreign bodies)

2. Trauma tumpul (contusional injuries)

3. Trauma penetrasi dan perforasi

4. Trauma penetrasi dengan benda asing intraokuler yang tertinggal (Penetrating injuries

with retained intraocular foreign bodies)

II. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian trauma okuli semakin meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu sangat

dibutuhkan perhatian yang khusus dari tenaga kesehatan untuk melakukan penanganan yang

terbaik. Terdapat sekitar 3 juta kasus okuler dan orbita di Amerika Serikat setiap tahunnya,

dimana 20.000 sampai 68.000 dengan kasus trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000

orang yag menderita kehilanagn penglihatan yang signifikan setiap tahunnya.4

Berdasarkan penelitian Beaver Dam, sebanyak 20% usia dewasa dilaporkan mengalami

trauma okuli sebanyak 3 kali selama hidupnya. Pada penelitian ini ditemukan lebih dari setengah

kasus disebabkan oleh trauma benda tajam. Sekitar 23 % kasus trauma okuli berhubungan

dengan olahraga.4

Page 12: Kasus Mata

Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial dan adneksa (41,6%), benda asing pada

mata bagian luar (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa (16%), luka terbuka pada mata dan

adneksa (10,1%), fraktur dasar orbita (1,3%), dan cedera saraf (0,3%).4

III. ANATOMI MATA

Kelopak mata atau palpebra yang terdiri dari palpebra superior dan inferior mempunyai

fungsi melindungi bola mata terhadap trauma dan pengeringan bola mata, serta mengeluarkan

sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Setiap kelopak terdiri dari

bagian anterior dan bagian posterior. Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian kelenjar seperti

kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan

kelenjar Meibom pada tarsus. Otot seperti musculus orbikularis okuli yang berjalan melingkar di

dalam kelopak mata atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.6,7

Musculus orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi nervus fasial.

Musculus levator palpebra yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus

atas dengan sebagian menembus musculus orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah.

Bagian kulit tempat insersi musculus levator palpebrae terlihat sebagai lipatan palpebra. Otot ini

dipersarafi oleh nervus III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka

mata.5,7

Sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada

pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan berakhir di

meatus nasi inferior.5

Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Page 13: Kasus Mata

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat

membasahi bola mata terutama kornea.6,7

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan

dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sclera pada limbus,

lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras) diameter horizontalnya

sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima

lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva),

lapisan bowman, stroma, membrane Descemet, dan lapisan endotel.8

Gambar 1. Lapisan kornea3

- Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapisan sel.

- Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma

yang berubah.

- Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas

jaminan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi 1-2 µm

Page 14: Kasus Mata

yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan

permukaan kornea, dank arena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih secara optis.

Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan-terhidrasi bersama keratosit

yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.

- Membrane Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki

tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan

mikroskop electron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan pascanasalnya.

Saat lahir, tebalnya sekitar 3 µm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 µm.

- Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dalam

mempertahankan deturegesensi stroma kornea. Endotel korena cukup rentan terhadap

trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi

hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.

Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor

aqueous dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari

atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus) nervus kranialis

V (trigeminus).8

Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas, dan

deturgensinya. 8

Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu:

1. Arteri Palpebralis

Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arcade marginal dan perifer dari

palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis

Page 15: Kasus Mata

2. Arteri Siliaris Anterior

Arteri siliaris posterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan mempercabangkan diri

sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bola mata.

Gambar 2. Arteri-arteri konjungtiva

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan

(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2

kelengkungan yang berbeda.5,7

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan :6

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberikan bentuk pada mata, yang

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut

kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata .

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang

yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa yang

disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.

Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar

Page 16: Kasus Mata

masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan

cairan humor aquos yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan

lapis sebanyak sepuluh lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan

merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat

rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid

yang disebut ablasio retina.

Gambar 3. Anatomi Struktur Bola Mata

Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior yang merupakan

semua struktur bola mata yang terletak di depan lensa dan segmen posterior yang merupakan

struktur bola mata yang terletak di belakang lensa.7

IV. FISIOLOGI

Page 17: Kasus Mata

Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan “jendela” yang dilalui oleh berkas

cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang

uniform, avaskular dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relative jaringan

kornea, dipertanyakan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel

dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada

endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel

menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang cenderung bertahan lama

karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya

menyebabkan edema local sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi

sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata

menjadi hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik

air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. 8

V. ETIO-PATOGENESIS

Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma okular terbagi atas9 :

1. Trauma tumpul

2. Trauma tembus bola mata

3. Trauma akibat benda asing intraokuler

4. Trauma fisis

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak, dimana benda

tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Berdasarkan letak

traumanya dapat menyebabkan :

- Perdarahan palpebra

Page 18: Kasus Mata

- Laserasi palpebra

- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

- Edema kornea

- Hifema

- Iridoplegi dan iridodialisa

- Kelainan lensa berupa : subluksasi, luksasi, maupun katarak traumatik

- Kelainan retina berupa : edema retina, maupun perdarahan retina

- Laserasi sklera

- Glaukoma sekunder

- Laserasi konjungtiva

Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi

dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan

kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan dan robekan pada

kornea, sklera, sudut iridokornea, badan siliaris yang dapat menimbulkan perdarahan.9,10

Trauma okuli penetrans dapat disebabkan oleh :1

Trauma oleh benda tajam atau bersudut seperti jarum, kuku, panah, mur, pulpen, pensil,

pecahan kaca, dan lain-lain.

Trauma oleh benda asing yang berkecepatan sangat tinggi seperti trauma akibat peluru dan

benda asing dari besi

Trauma akibat benda asing intraokuler.Benda asing intraokuler dibedakan atas:8

a. Berdasarkan sifat fisisnya terbagi atas :

- Benda logam

- Benda non logam

Page 19: Kasus Mata

b. Berdasarkan keaktifan (potensi menyebabkan reaksi inflamasi) terdiri atas:

- Benda inert yang merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan

mata, kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu seperti plastik

dan kaca yang tidak terlalu memiliki efek yang berbahaya pada mata.

- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi jaringan

sehingga mengganggu fungsi mata, misalnya partikel yang mengandung besi. Besi

dapat mengalami oksidasi sehingga menyebabkan reaksi pada mata (siderosis). Oleh

sebab itu, sangatlah penting untuk menyingkirkan benda asing ini dengan segera.

Trauma fisis dapat disebabkan oleh :11

a. Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet, sinar infra merah, sinar rontgen,

dan tenaga listrik

b. Luka bakar

c. Luka akibat bahan kimia. Baik yang bersifat asam ataupun basah, dimana luka akibat

bahan kimia basah lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.

Adapun definisi yang diutarakan oleh American Ocular Trauma Society mengenai trauma

okuler mekanik adalah sebagai berikut :1,3

1. Closed-globe injury merupakan suatu keadaan dimana dinding mata (sklera dan kornea)

tidak memiliki luka yang sampai menembus seluruh lapisan-lapisan ini namun tetap

menyebabkan kerusakan intraokuler, termasuk di dalamnya :

- Contusio. Merupakan jenis closed-globe injury yang disebabkan oleh trauma tumpul.

Kerusakan yang timbul dapat ditemukan pada lokasi benturan atau pada lokasi yang

lebih jauh dari benturan.

Page 20: Kasus Mata

- Laserasi lamellar. Merupakan jenis closed-globe injury yang dicirikan dengan luka

yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan kornea (partial thickness

wound) yang disebabkan oleh benda tajam maupun benda tumpul.

2. Open-globe injury merupakan jenis trauma yang berkaitan dengan luka yang sampai

menembus keseluruhan lapisan dinding dari sklera, kornea, atau keduanya. Termasuk

didalamnya ruptur dan laserasi dinding bola mata.

- Ruptur merujuk pada luka pada dinding bola mata dengan ketebalan penuh sebagai

dampak dari trauma tumpul. Luka yang timbul disebabkan oleh peningkatan tekanan

intraokuler secara tiba-tiba melalui mekanisme trauma inside-out.

- Laserasi merujuk pada luka pada dinding mata dengan ketebalan penuh yang

disebabkan oleh benda tajam. Luka yang dihasilkan merupakan akibat mekanisme luar

ke dalam (outside-in), termasuk di dalamnya :

o Trauma penetrasi merujuk pada laserasi tunggal dari dinding mata yang disebabkan

oleh benda tajam

o Trauma perforasi merujuk pada dua laserasi pada dinding mata dengan ketebalan

penuh (satu masuk dan satu keluar) yang disebabkan oleh benda tajam. Dua luka

yang terbentuk harus disebabkan oleh benda yang sama.

o Trauma benda asing intraokuler merupakan suatu trauma penetrasi ditambah dengan

tertinggalnya benda asing intraokuler.

Bagan Klasifikasi Birminghamm Eye Terminology System (BETTS).

Injury

Page 21: Kasus Mata

Open Globe Closed Injury

Laceration Rupture Contusion Lamellar laceration

Penetrating Corpus alienum Perforating

VI. GAMBARAN KLINIS

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata

Trauma pada mata yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :5,10

1. Hematoma palpebra

Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila

terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii

2. Edema konjungtiva

Page 22: Kasus Mata

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada

setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia

luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan

ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.

Gambar 5. Edema dan kemotik konjungtiva

3. Abrasi Kornea

Merupakan trauma yang terjadi pada permukaan kornea, yang disebabkan oleh

misalnya kuku, goresan daun pada mata. Jika ditangani dengan baik defek epitel akan

sembuh dalam waktu yang singkat yaitu 24-48 jam bergantung pada besar kecilnya

defek. Umumnya pasien akan merasakan sensasi benda asing dan hiperlakrimasi akibat

defek pada permukaan kornea. Selain itu pasien akan merasa nyeri dan mengalami

blefarospasme. Gejala tambahan lainnya adalah edema palpebra dan injeksi konjungtiva.

Tes fluorosense akan membantu memeriksa defek kornea.

4. Ruptur kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema

kornea bahkan ruptur membran Descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan

penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang

dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.Edema kornea yang

Page 23: Kasus Mata

berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam

jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti Nacl 5 %atau larutan

garam hipertonik 2-8 %, glukose 40 % dan larutan albumin.Bila terdapat peninggian

tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa

sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek.

Apabila daerah kornea yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan

suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

5. Ruptur membrane descemet

Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang

sebenarnya adalah lipatan membrane descement, visus sangat menurun dan kornea sulit

menjadi jernih kembali.

6. Hifema

Hifema adalah adanya darah di dalam kamera anterior. Hifema atau adanya darah

dalam bilik mata depan dapat terjadi karena trauma tumpul. Bila pasien duduk hifema

akan terlihat mengumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi

seluruh ruang bilik mata depan. Darah dalam cairan aqueus humor dapat membentuk

lapisan yang terlihat. Jenis trauma ini tidak perlu menyebabkan perforasi bola mata.

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau

korpus siliaris, biasanya di sertai edema kornea dan endapan di bawah kornea. Hal ini

merupakan suatu keadaan yang serius.

Manifestasi klinis hifema adalah penurunan visus yang mendadak dan berat, mata

merah yang terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjungtiva sebagai reaksi dari

Page 24: Kasus Mata

trauma pada bola mata, didapatkan darah di bilik mata depan yang terjadi karena ruptur

pembuluh darah iris, nyeri akibat peningkatan TIO, diplopia akibat iridodialisis (trauma

tumpul dapat menyebabkan terpisahnya akar iris dari badan siliar), blefarospasme, dan

iridoplegia (dapat terjadi karena robekan pada sphincter iris yang dapat mengubah bentuk

pupil secara permanen). Biasanya pasien akan mengeluh sakit, di sertai dengan epifora

dan bleforospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema

akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi

seluruh ruang bilik mata depan. Kadang – kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:10

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan

pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior

bola mata.

Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.

Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh

darah pecah.

Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile

xanthogranuloma.

Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu :

Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Page 25: Kasus Mata

Gambar 6. Hifema pada Bilik Mata Depan

7. Iridoplegia

Iridoplegia adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.

8. Iridodialisis

Iridodialisis adalah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil

menjadi tidak bulat dan di sebut dangan pseudopupil.

9. Irideremia ialah keadaan dimana iris lepas secara keseluruhan

10. Subluksasio lentis – Luksasio lentis

Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan

menimbulkan glaucoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi

glaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di

lakukan secara konservatif.

11. Hemoragia pada korpus vitreum

Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak terdapat

eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.

12. Glaukoma

Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior,

yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran aquos humour.

Page 26: Kasus Mata

13. Ruptura sclera

Menimbulkan penurunan tekanan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif

segera.

14. Ruptur retina

Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan. Harus di

lakukan operasi.

VII. DIAGNOSIS

a. Anamnesis12

Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses terjadi trauma

dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai

mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana

kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata

dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari

satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah

trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah sudah pernah mendapat pertolongan

sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila

terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum

atau setelah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan

darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.

b. Pemeriksaan Oftalmologi12

Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan

dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai perdarahan

Page 27: Kasus Mata

ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata

luar. Hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan

berupa trauma tembus, seperti : ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur

yang disertai gangguan pada gerakan mata. Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa

defek epitel.

Menentukan derajat keparahan hifema, antara lain :

1. Grade 1 : darah mengisi < 1/3 bilik depan mata.

2. Grade 2 : darah mengisi 1/3 – ½ bilik depan mata.

3. Grade 3 : darah mengisi ½ sampai akhir seluruh bilik depan mata.

4. Grade4 : bilik depan mata tampak bekuan darah yang berbentukblackball atau 8-ball

hyphema.

Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea

karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea. Keadaan iris dan

lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat

trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada di tempatnya lagi atau

telah terjadi dislokasi lensa bahkan lukasi lensa.9,10

Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengtahui apakah

sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan

intraocular, juga perlu dilakukan meskipun tidak ditemukan hifema, karena pada trauma yang

menyebabkan rupture bola mata dapat menyebabkan tekanan intraokular yang

menurun.Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu

sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada

segmen posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat

Page 28: Kasus Mata

darah pada media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca.

Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada polus

posterior.10,11

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini yang

mengindikasikan adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan subkonjungtiva,

jaringan parut kornea, lubang pada iris, dan gambaran opak pada lensa. Dengan

medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat terlihat dengan

oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada retina. Benda asing yang terletak

pada bilik mata depan dapat terlihat melalui gonioskopi.1,3

2. Tes fluoresensi. Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat dilihat pada daerah

yang berwarna hijau.

Gambar 7. Tes fluoresensi

3. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan untuk

menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar benda yang

menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.2

Page 29: Kasus Mata

4. Lokalisasi ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur non-invasif

yang mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak dan non-radiopak.1

5. CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode terbaik

untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan gambaran potong

lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan

ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan benda asing jenis

metal, karena medan magnet yang diproduksi saat pemeriksaan dilakukan dapat

menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan tinggi dan menyebabkan

kerusakan ocular. 1,10

VIII. PENATALAKSANAAN

Keadaan trauma pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera mendapat

perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti:11,12

Infeksi

Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika

Pada setiap tindakan bertujuan untuk :

Mempertahankan bola mata

Mempertahankan penglihatan

Pada setiap keadaan, harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila masih

terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda asing

maka sebaiknya dilakukakan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Penatalaksanaan pasien dengan trauma okuli penetrans adalah :10

1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit :

Page 30: Kasus Mata

a) Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak

b) Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata

c) Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan

d) Sebaiknya pasien di jelaskan untuk mengantisipasi tindakan operasi

2. Penatalaksanaan di rumah sakit :

a) Pemberian antibiotik spectrum luas

b) Pemberian obat sedasi, antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi

c) Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi

d) Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraocular (bila mata intak).

e) Tindakan pembedahan atau penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada beratnya trauma ataupun jenis trauma

itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma ocular

adalah :11

1. Memperbaiki penglihatan.

2. Mencegah terjadinya infeksi.

3. Mempertahankan arsitektur mata.

4. Mencegah sekuele jangka panjang.

Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus toksoid untuk

mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang menyebabkan luka

penetrasi. Apabila jelas tampak rupture bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari

sampai pasien mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat siklopegik

ataupun antibiotic topical karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokular yang terpajan.

Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan upayakan memakai pelindung mata.11

Page 31: Kasus Mata

Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan, dengan retriksi makanan dan minum.

Induksi anastesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuron

muscular, karena dapat meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga

meningkatkan kecenderungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal

dengan bantuan anastesik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan pemeriksaan.11

Pada trauma yang berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya

kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan

pemeriksaan bola mata lengkap. Yang tidak kalah pentingnya yaitu kesterilan bahan atau zat

seperti anastetik topical, zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan yang diberikan ke

mata.12

Untuk kasus adanya benda asing mata dapat ditutup untuk menghindari gesekan dengan

kelopak mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan diketahui lokasinya harus dikeluarkan.

Antibiotik sistemik dan topical dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan operasi. Untuk

mengeluarkan benda asing terlebih dahulu diberikan anestesi topical kemudian dikeluarkan

dengan menggunakan jarum yang berbentuk kait dibawah penyinaran slit lamp. Penggunaan

aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin dihindari, karena dapat merusak epitel

dalam area yang cukup luas, dan bahkan sering benda asingnya belum dikeluarkan.10

Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep antibiotik

dan pelindung mata. Dilatasi pupil dengan siklopentolat 1% dapat membantu menghilangkan

nteri yang disebabkan oleh spasme otot siliar. Kornea memiliki kemampuan untuk

menyembuhkan diri sendiri, dimana pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut. Jika abrasi yang terjadi ringan, maka terapi yang diberikan hanyalah lumbrikasi pada mata

yang sakit dan kemudian dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini dapat

Page 32: Kasus Mata

berlangsung selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Bagaimanapun untuk menghindari

infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan. Namun tak lepas dari pengobatan, seorang dokter harus

tetap melakukan follow up utnuk meyakinkan bahwa tidak terjdi inefeksi nantinya.10

Sebagai langkah awal, diberikan pengobatan yang berisifat siklopegi seperti atropine 1%

pada kasus yang berat, hematropine 5% pada kasus sedang dan cyclopentolate 1% untuk pasien

dengan abrasi yang ringan. Anjuran selanjutnya yaitu pada obat topical antibiotic yang terdiri

dari polytrim, gentamycin dan tombramycin. Selain itu, pasien dianjurkan untuk istirahat total

(bed-rest) diharapkan tidak adanya pergerakkan pasien secara aktif. Apabila pasien merasa nyeri,

diberikan pengobatan topical nonsteroid anti inflamasi (Voltaren, Acular atau Ocufen).10

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma okuli non perforans:7

1. Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis

Endoftalmitis jarang terjadi, namun dapat merusak sebagai akibat dari trauma okuli

perforasi dan dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu tergantung

pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi

panoftalmitis. Pemberian antibiotik dan menjaga kesterilan alat dianjurkan untuk mencegah

infeksi.

2. Katarak traumatik

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul

terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.Pada trauma tumpul akan terlihat katarak

subkapsular anterior ataupun posterior. Konstusio lensa menimbulkan katarak seperti

bintang,dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Page 33: Kasus Mata

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan

menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.

Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat

disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.Pada keadaan ini akan

terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya,

yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior

saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut

sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara

Elsching.Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.Bila terjadi pada anak

sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah

ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata

menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka

segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang

usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat

mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis

atau salah letak lensa.

3. Simpatik oftalmia1,7

Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang

semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea setelah cedera

penetrasi pada salah satu mata (exciting eye ) oleh karena trauma atau pembedahan. Gejala-

gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma akan terlihat biasanya dalam

Page 34: Kasus Mata

waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga berkembang dari hari sampai beberapa

tahun kemudian. Peradangan pada mata muncul dalam bentuk panuveitis granulomatosa

yang bilateral. Biasanya exciting eye ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca

trauma, baik trauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata.

Peradangan yang berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunaan steroid

tetapi pada prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap jalan terus. Tanda awal

dari mata yang bersimpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di

belakang lensa. Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis subakut, serbukan sel radang dalam

vitreous dan eskudat putih kekuningan pada jaringan di bawah retina.

X. PROGNOSIS

Pada pengobatan topikal umumnya dengan prognosis yang baik. Penyembuhan pada

lapisan kornea ini dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada abrasi yang terjadi agak dalam dapat

terjadi penyembuhan dengan jaringan sikatriks berupa nebula, makula ataupun leukoma kornea.

Meskipun abrasio kecil mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus, abrasio yang lebih besar

biasanya diobati selama beberapa hari dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi dan

kadang-kadang cycloplegic topikal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan.

Sebuah studi besar tunggal oleh John W Raja, et al;. Menunjukkan bahwa hanya 0,7% dari

abrasio kornea benar-benar menjadi terinfeksi tanpa tetes antibiotik, mempertanyakan perlunya

praktik seperti cycloplegic juga dapat mengurangi peradangan sekunder iris dikenal. sebagai

suatu iritis. Sebuah tinjauan 2000 namun tidak menemukan bukti yang baik untuk mendukung

penggunaan cycloplegics / mydriatics .Hal ini sering percaya bahwa mata bantalan digunakan

dalam “patch tekanan” dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan penyembuhan

Page 35: Kasus Mata
Page 36: Kasus Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology 4thEd. New Delhi: New Age International (P).

2007; p401-15.

2. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Ed. London: BMJ Books. 2004.p 29-33.

3. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart: Thieme.2006.

4. American Society of American Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System

(BETTS). [on line] [cited 20 Mei 2014] Available from: http://isotonline.org/betts/

5. Lang GK. Cornea. In: Lang GK(ed). Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd edition.

Stuttgart; Thieme; 2007. p. 115-60

6. Faiz O. Mofat D. Anatomy at a Glance. Italy. Blackwell Science Ltd. 2002. h. 154-155

7. Galloway NR. Amoaku WMK. Galloway PH. Browning AC. Common eyes disease and

their management. 3rd edition . London. Springer-Verlag. 2006. h.7-15, 129-134

8. Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s: General Opthalmology. 17 th edition. United

States of America. Mc Graw Hill. 2007. h.380-387

9. Olver J. Cassidy Lorraine. Ophtalmology at a Glance. India. Blackwell Science Ltd. 2005.

h.36-39

10. Tsai JC. Denniston AKO. Murray PI. Huang JJ. Aldas TS. Oxford American Handbook of

Ophthalmology. China. Oxford University Press. 2011. h. 92-101

11. Webb LA. Kanski JJ. Manual of Eye Emergencies: Diagnosis and Management. China:

Butterworth-Heinemann. 2004. h.34-40.

12. Basic And Clinical Science Course. External Disease and Cornea. Section 8. Singapore.

American Academy of Ophthalmology. 2008. h.407-418.

Page 37: Kasus Mata

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2014

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OS TRAUMA OCULUS PERFORANS

OLEH:

Nur Halimatussaniah Bte Ishak

C11109849

PEMBIMBING:

dr. Ferdiana Sarungallo

SUPERVISOR:

dr. Marliyanti N. Akib, Sp M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 38: Kasus Mata

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nur Halimatussaniah Bte Ishak

NIM : C111 09 849

Telah menyelesaikan CASE PRESENTATION berjudul Trauma Oculi Perforans dalam Rangka

Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juni 2014

Mengetahui,

Residen Pembimbing, Supervisor Pembimbing,

(dr. Ferdiana Sarungallo) (dr. Marliyanti N. Akib, Sp M, M.Kes)