49
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II KEDARURATAN PSIKIATRI Disusun Oleh : Kelompok VI Agus Dwi Laksono 0860000 Ahmad Shobirin 09600006 Fajar Arian Pratama 09600021 Khoirun Nisa’ 09600032 Nina Widyaningrum 096000 Novi Faramida 096000 Nurul Hidayat 096000 Retno Wulan Ambarsari 096000 Siti Nur Afifah 08600068 Yusmi Putra Azharul Umam 096000 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

kedarUratan pSikiatri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kedarUratan pSikiatri

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

KEDARURATAN PSIKIATRI

Disusun Oleh : Kelompok VI

Agus Dwi Laksono 0860000

Ahmad Shobirin 09600006

Fajar Arian Pratama 09600021

Khoirun Nisa’ 09600032

Nina Widyaningrum 096000

Novi Faramida 096000

Nurul Hidayat 096000

Retno Wulan Ambarsari 096000

Siti Nur Afifah 08600068

Yusmi Putra Azharul Umam 096000

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2012

Page 2: kedarUratan pSikiatri

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kita.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa II tentang

“Kedaruratan Psikiatri”, dengan tujuan menjadikan proses pembelajaran agar lebih baik.

Makalah ini tidak akan terselesaiakan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang

telah memberikan dukungan, baik secara moril maupun materiil. Ucapan terima kasih

kepada:

1. Bapak Mundzakir , S.Kep.Ns, M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah

Keperawatan Jiwa II

2. Teman-teman S1 Keperawatan angkatan A5 yang telah bekerjasama dalam

menyelesaikan makalah ini.

3. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kesadaran akan masih jauhnya makalah ini dari kesempurnaan, sehingga kritik dan

saran dari pembaca sngatlah diharapkan demi perbaikan pada makalah selanjutnya. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Surabaya, 19 Maret 2012

Penulis

Page 3: kedarUratan pSikiatri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter

psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang

mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam

psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional.

Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada

kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri,

penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada

perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di

bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk

layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun

1960-an, terutama di perkotaan.

Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para

profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko

tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya

datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau

tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada

umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala

atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

Kegawat daruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada

kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri,

penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada

perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di

bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk

layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun

1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawat daruratan

psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawat

daruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan

mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan

oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.

Page 4: kedarUratan pSikiatri

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

Page 5: kedarUratan pSikiatri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kedaruratan Psikiatri

Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh

perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.

Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan

dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang

mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan. Unit Gawat Darurat Adalah

tempat/unit di RS yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus & peralatan yang

memberikan pelayan pasien gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya

penanggulangan pasien dengan gawat darurat yang terorganisir

Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri,

ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan,

serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa

kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum.

Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini.

Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.

Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada

ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok

usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis

akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.

2.2 Faktor – Faktor Penyebab Kedaruratan Psikiatri

Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan integritas

fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat

perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik.

Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk membayar.

Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas

pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran

penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk setiap

pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak memiliki

asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien harus mendapat

Page 6: kedarUratan pSikiatri

pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar didapat

pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara gawat darurat.

Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai

Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau

Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai

disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping

psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau

unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di

dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan

untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai

untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu

tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder dibandingkan

dengan intervensi pada keadaan kritis.

Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan

pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam ,

mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien,

menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut,

memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan

pelayanan konseling lewat telepon.

2.3 Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri

Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat

adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989

tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988

tentang Rumah Sakit.

Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda

dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu

khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus

dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat

darurat.

Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas

diatur dalam pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang

dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,

walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan

Page 7: kedarUratan pSikiatri

gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut

sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang

optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas

menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”

termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini

menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah

maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan

pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit.

Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai

persyaratan pemberian pelayanan.

Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah

sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit

telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit,

di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk

menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum

ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992

tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk

pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya

adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor

kesehatan.

Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992

tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan

tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan

kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak

kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan

pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan

hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

Page 8: kedarUratan pSikiatri

untuk itu “. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan

seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan

pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan

terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang

memelakukanngandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik

diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa

“tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai

dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”.

Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di

mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai

tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal

pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus

menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.

Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan

pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih

di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan

medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena

masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu

mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan

di bidang kesehatan.

Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah

mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang

tugasnya di bidang ini (misainya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak

berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian

dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang

serupa.

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi

hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat

darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege

tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut

The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah. An

emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever

assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-remelakukanquires

Page 9: kedarUratan pSikiatri

immediate medical attention. This condition continues until a determination has been

made by a health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.

Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat Dalam hal

pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena

diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak

pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab

kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut

dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor

kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan

tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang

berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed

consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera

dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,

tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan

No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis,

maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

2.6 Gaduh Gelisah

A. Definisi

Definisi dari gaduh gelisah adalah suatu keadaan yang menimbulkan tanda gejala

Psikomotor meningkat,yaitu:

Banyak bicara

Mondar-mandir

Lari-lari

Loncat-loncat

Destruktif

Bingung

Afek/emosi excitement, yaitu :

Marah-marah

Mengancam

Page 10: kedarUratan pSikiatri

Agresif

Ketakutan

Euphoria

B. Penyebab Keadaan Gaduh Gelisah :

a. Gangguan mental organik (delirium)

b. Psikosis fungsional

Gangguan psikotik akut

Skizofrenia

Keadaan mania

c. Amok

d. Gangguan panic

e. Kebingungan post konvulsi

f. Reaksi disosiatif

g. Ledakan amarah (temper tantrum)

C. Strategi Umum Pemeriksaan Pasien

a. Ketahui sebanyak mungkin mengenai pasien sebelum menjumpai

b. Waspada mengenai ancaman kekerasan

c. Perhatikan posisi diri jika berada di ruang tertutup

d. Pastikan ada orang lain pada saat pemeriksaan

e. Usahakan untuk mengadakan relasi sebaik mungkin dengan pasien

f. Cegah pasien menciderai diri

g. Cegah pasien menciderai orang lain

h. Pendekatan pasien dengan sikap tidak mengancam

i. Beri keyakinan pada pasien

j. Tawarkan pengobatan

k. Informasikan pasien bahwa pengikatan atau pengurungan mungkin diperlukan

l. Serahkan prosedur pengikatan kepada mereka yang menguasai

m. Pastikan tim selalu siap menahan pasien

D. Pemeriksaan

a. Diagnosis awal

pemeriksaan fisik

wawancara psikiatrik

pemeriksaan status mental

b. mengidentifikasi faktor pencetus

Page 11: kedarUratan pSikiatri

c. mengidentifikasi kebutuhan segera

untuk segera mendapat penanganan psikiatrik

untuk segera rujuk ke tempat yang paling berkompeten

d. pemeriksaan laboratorium yang relevan

E. Penatalaksanaan pengikatan Fisik

a. Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya.

b. Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan dilakukan

pengikatan.

c. Tawarkan untuk menggunakan medikasi dari pada dilakukan pengikatan

Jangan tawar-menawar dengan pasien.

d. Jangan membiarkan pasien berpikir tentang keraguan kita untuk melakukan

pengikatan.

e. Lakukan pengikatan

Tiap anggota gerak satu ikatan

Ikatan pada posisi sedemikian agar tidak mengganggu aliran cairan IV jika

diperlukan

Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi

Lakukakan pemeriksaan vital sign tiap setiap ½ jam

Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh staf

f. Lanjutkan dengan medikasi

g. Setelah pasien dapat dikendalikan dengan medikasi, mulai dengan melepaskan

satu ikatan

h. Dua ikatan terakhir harus dilakukan bersama-sama (tidak menganjurkan

mengikat pasien dengan hanya satu ikatan pada anggota gerak

i. Buat catatan mengapa pasien harus diikat

F. Farmakoterapi

a. Golongan benzodiazepine

Diazepam

Lorazepam

Clonazepam

b. Golongan antipsikotik

Chlorpromazine

Haloperidol

Page 12: kedarUratan pSikiatri

Olanzapine

Fluphenazine

Untuk pasien non psikotik

Golongan benzodiazepine

Untuk pasien psikotik

Golongan benzodiazepine

Golongan antipsikotik

Diazepam ampul 10 mg/2cc

Pemberian inj. IM atau IV

Pemberian IV hati-hati dengan depresi sistim pernafasan, berikan secara

perlahan 1 ampul dalam 10 menit

Dapat diulang tiap ½ jam

Chlorpromazine ampul 25mg/cc

Pemberian 25-100 mg inj. IM

Hati-hati hipotensi ortostatik

Dapat diulang tiap ½ jam

Haloperidol ampul 5 mg/cc

Pemberian inj. IM atau IV

D of Ch untuk kecurigaan etiologi organic

Dapat diulang tiap ½ jam

Olanzapine vial 10 mg

Pemberian 5 – 10 mg inj. IM

Dapat diulang 2 jam kemudian

Maksimal dosis 20 mg/hr

Maksimal u 3 hari dilanjutkan dengan p.o.

G. Perhatian

a. Medikasi hanya bertujuan untuk mengontrol target simptom

b. Pasien eksaserbasi akut sebaiknya diketahui obat yang sedang/terakhir

dipakai, kemudian berikan obat yang sama dengan meningkatkan dosisnya

c. Pemberian golongan benzodiazepin dengan antipsikotik akan menurunkan

kebutuhan dosis antipsikotik dan mengurangi efek EPS

d. Pemberian obat p.o. harus segera dimulai pada hari itu juga

Page 13: kedarUratan pSikiatri

2.7 Bunuh Diri

A. Pengertian

Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya

sendiri dalam waktu singkat. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata

bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991).

Menurut Budi Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak

diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons

maladaptive. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi.

Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian ( Gail

w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007). Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann

Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004). Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang

sering menyertai gangguan depresif sering terjadi pada remaja ( Harold Kaplan,

Sinopsis Psikiatri,1997).

Menurut Edwin Scheidman, bunuh diri adalah sebagai tindakan

pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise

multidimensional pada kebutuhan individual yang menyebabkan suatu masalah

dimana tindakan dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.

1. Trend bunuh diri pada anak dan remaja

(Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia)

Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena

laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri,

antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi,

sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun,

namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih

sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.

Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan

bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik,

bunuh diri juga satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun,

selain karena factor kecelakaan.

(Bunuh diri di Indonesia)

Page 14: kedarUratan pSikiatri

Akhir-akhir ini, penulis amati dalam seminggu, 5 hari diantaranya Pikiran

Rakyat, Menyuguhkan berita kepada kita tentang kasus bunuh diri yang menimpa

orang dewasa dan anak-anak. Bahkan ada 3 berita tentang bunuh diri dalam satu

kali terbitan. Sebenarnya penulis belum memiliki data resmi mengenai angka

bunuh diri pada anak dan remaja di Indonesia (Yoseph, Iyus. 2007). Menurut

Trianggono, kita adalah bangsa yang tidak terbiasa tertib mencatat dan

mendokumentasikan.

Menurut Prayitno, pendataan mengenai kasus bunuh diri di Indonesia masih

jelek. Dari data yang diambil di kamar mayat Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo, misalnya, terdapar 1.119 kasus bunuh diri dari tahun 2004-2005.

Dari jumlah tersebut 41% bunuh diri dengan cara gantung diri dan 23%

menggunakan racun serangga, sisanya lagi karena overdosis.

Menurut Nadsya, dalam 3 bulan terakhir, desember 2004 sampai akhir februari

2005, tercatat 12 kasus bunuh diri, 3 diantaranya berhasil diselamatkan. Terakhir

gadis ABG usia 19 thn mencoba mengakhiri hidup dengan mengakhiri hidup

dengan menyilet pergelangan tangan, namun diketahui keluarga dan ia masih

tertolong.

B. Jenis bunuh diri

Clasification by Emule Durkheim :

1. Egoistic suicide

Individu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat karena kondisi kebudayaan

yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian

2. Altruistic suicide

3. Individu ini terikat pada tuntutan tradisi khusus.

Contoh: hara-kiri di jepang (menikam atau menusuk perut)

4. Anomic suicide

Individu kehilangan pegangan dan tujuan karena gangguan keseimbangan integrasi

antara individu dengan masyarakat

C. Perilaku bunuh diri, dibagi menjadi 3 kategori :

1. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat)

- Ada peringatan verbal dan non verbal

Page 15: kedarUratan pSikiatri

- Ancaman ini menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian

- Jika tidak mendapat respon maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk

melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt)

Semua tindakan dengan sengaja yang dilakukan individu terhadap diri sendiri

yang dapat menyebabkan kematian jika kegiatan tersebut sampai tuntas tidak

dicegah.

3. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture)

Bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.

D. Metode bunuh diri.

Metode bunuh diri.pada remaja umumnya adalah:

- Over dosis obat dan melukai pergelangan tangan pada perempuan

- Menggunakan pisau, senjata dan automobile pada laki-laki

- Selain itu ada juga yang lompat dari ketinggian atau kereta api.

E. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri

Faktor Mood dan Biokimia Otak

Ternyata semua kasus “horror” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati

seseorang. Ghanshyam Pandey bserta timnya dari university of Illinois, Chicago,

menemukan bahwa aktivitas enzim didalam pikiran manusia mempengaruhi mood yang

memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey, ditemukan bahwa tingkat aktivitas

protein kinase C (PKC).

Faktor riwayat gangguan mental

Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara kasus bunuh

diri pada remaja yang meninggal. Dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri, 9

diantaranya memiliki sejarah gangguan mental. 8 yang lain tidak mempunyai riwayat

gangguan psikis, namun 2 diantaranya mempunyai sejarah kecanduan alcohol dan obat

terlarang.

Factor meniru, imitasi, dan pembelajaran

Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban memilki

pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau

Page 16: kedarUratan pSikiatri

meninggal karena bunuh diri. Proses pembelajaran disini merupakan asupan yang masuk

kedalam memori seseorang.

Faktor isolasi sosial dan human relations

Menurut Rohana Man, secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung

membunuh diri sendiri daripada mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir.

Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena tidak mempuyai

kumpulan sendiri di sekolah. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih

buruk apabila berasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh keluarga.

Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar

Dijelaskan bahwa rasa merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di

Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini. Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha

bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan

gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Faktor religiusitas

Menurut dosen IAIN Antasari Drs.H.Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya

iman dan kurang bgitu memahami ilmu agama. Dalam ajaran islam, bunuh diri termasuk

perbuatan haram dan dianggap mendahului ketentuan tuhan. Memperkuat keimanan dan

pendalaman masalah keagamaan, salah satu jalan keluarnya.

F. Manifestasi klinik bunuh diri pada remaja.

a. Mood/affek

Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh

dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy,

membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di

sekolah, mengharapkan untuk dihukum.

b. Perilaku/behavior.

Page 17: kedarUratan pSikiatri

Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,

kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku

antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat– obatan, berkelahi, lari dari rumah.

c. Sekolah dan hubungan interpersonal.

Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman– temannya,

kegiatan–kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal–hal yang menyenangkan, kekurangan

system pendukung sosial yang efektif.

d. Ketrampilan koping.

Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support

system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.

G. Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja

Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam

upaya bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa

lingkungan terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak,

menurut Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah

tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisocial. Anak akan

lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola

asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga

dengan alkoholisme.

Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus

hubungan, kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit

kronik kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang

konstruktif, anak akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang

memberinya rasa aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja

akan muncul bila stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.

Menurut Hafen dan Frandsen, 1985 menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada

remaja adalah (Budi Anna Keliat, 1991, hal. 6). :

1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.

2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.

3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.

4. Perasaan tidak dimengerti orang lain.

Page 18: kedarUratan pSikiatri

5. Kehilangan orang yang dicintai.

6. Keadaan fisik.

7. Masalah dengan orang tua.

8. Masalah seksual.

9. Depresi.

Banyak pendapat lain tentang penyebab atau alasan bunuh diri (faktor resiko) yaitu

kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi

karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti,

perasaan marah atau bermusuhan, cara untuk mengakhiri keputusasaan dan tangisan minta

tolong.

2.8 Penelantaran Diri

2.9 Penyalahgunaan NAPZA

A. Pengertian

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah

terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap

sebagai penyakit. Adiksi mumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan

dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat.

Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala

putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

B. Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA dan zat zat yang dapat

membuat ketergantungan

Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi darikondisi yang ringan

sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna

NAPZA. dan zat zat yang dapat membuat ketergantungan

Respon Respon

Page 19: kedarUratan pSikiatri

Eksperimental rekreasional situasional ketergantungan

Gambar 1.2.2 (rentan respon gangguan penyalahgunaan zat Sumber: Yosep, 2007)

Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari

remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari

pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.

Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya,

misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini

mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.

Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi

dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau

mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang

mempunyai masalah, stres, dan frustasi.

Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan

secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu

fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi

ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi

dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif

secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti

memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.

Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis

(jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

C. Jenis-Jenis NAPZA

NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:

1. Narkotika

Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat

menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri

dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus

Page 20: kedarUratan pSikiatri

menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin,

amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat

berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis

yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan

(Wresniwiro dkk. 1999).

Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

1) Narkotika alami

Yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya

proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung

dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak

boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko.

Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

2) Narkotika sintetis

Yaitu adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk

keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya

yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan

sebagainya.Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:

a. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.

b. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan

merasa badan lebih segar.

c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah

perasaan serta pikiran.

3) Narkotika semi sintetis

Yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya

seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.

2. Psikotropika

Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau

obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang

membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk

dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin.

Page 21: kedarUratan pSikiatri

Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan

stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga

perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine

merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,

ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

3. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak

langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.

Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan

psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika

disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain:

minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar

ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol

lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C (kadar

ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir

semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana

dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

D. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang

menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung

terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang

negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai

oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif,

dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan

masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan

masalah dengan cara melarikan diri.

Page 22: kedarUratan pSikiatri

b. Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk

melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-

rata dari kelompok usianya.

c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba

karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan

emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak

yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan

oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecahan Masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan

persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran

dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal

a. Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi

pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi

Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi

anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:

1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan

narkoba.

2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan

yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu

bilang tidak).

3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian

yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah

dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

Page 23: kedarUratan pSikiatri

4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat

dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua

dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak

itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan

ketidaksetujuannya.

5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut

anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam

banyak hal.

6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan

yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi

sesuatu.

b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-

teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti

kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-

obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti

kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian

mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga (2007) melaporkan

bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%).

Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja

menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari

(1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai

NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.

c. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai

pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba

internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa

melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,

termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin

memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.

Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau

Page 24: kedarUratan pSikiatri

secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu

faktor tertentu.

E. Tanda dan Gejala

Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma

putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau

dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Tanda dan Gejala Intoksikasi

Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol amfetamine

* eforia

* mengantuk

* bicara cadel

* konstipasi

* penurunan

kesadaran

* eforia

* mata merah

* mulut

kering

* banyak

bicara

dan tertawa

* nafsu

makan

meningkat

* gangguan

Persepsi

* pengendalian

diri berkurang

* jalan

sempoyongan

* mengantuk

*memperpanjang

tidur

* hilang

kesadaran

* mata merah

* bicara cadel

* jalan

sempoyongan

* perubahan

persepsi

* penurunan

kemampuan

menilai

* selalu

terdorong

untuk

bergerak

* berkeringat

* gemetar

* cemas

* depresi

* paranoid

Tanda dan Gejala Putus Zat

Opiat Ganja Sedatif-

Hipnotik

Alkohol amfetamine

* nyeri

* mata dan

hidung berair

* perasaan

panas dingin

* diare

* gelisah

* jarang

ditemukan

* cemas

* tangan

gemetar

* perubahan

persepsi

* gangguan

daya ingat

* cemas

* depresi

* muka merah

* mudah

marah

* tangan

gemetar

* cemas

* depresi

* kelelahan

* energi

berkurang

* kebutuhan

tidur

Page 25: kedarUratan pSikiatri

* tidak bisa

Tidur

* tidak bisa

tidur

* mual

muntah

* tidak bisa

Tidur

meningkat

F. Dampak Penyalahgunaan NAPZA

Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak

yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta

masyarakat, bangsa, dan negara.

Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi

otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang

dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak,

kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-

nilai, dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang

ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis:

1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu,

ekstasi dan amfetamin,

2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang

memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif

seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan

3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya

dibandingkan dengan kegunaan medis.

Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana

nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena

memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka.

Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat

pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan

menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.

Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang

sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan

dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang

sekolah dan meningkatnya perkelahian.

Bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan

terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap

Page 26: kedarUratan pSikiatri

perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan

narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya

negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta

sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

G. Penanggulangan Masalah NAPZA

Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan

sampai pemulihan (rehabilitasi).

1) Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:

a) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA

b) Deteksi dini perubahan perilaku

c) Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada

narkoba”

2) Pengobatan

Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi

adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:

a) Detoksifikasi tanpa subsitusi

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami

gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien

hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.

b) Detoksifikasi dengan substitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,

bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat

dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara

penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian

substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya

obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang

ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

3) Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui

pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang

menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal

mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial,

Page 27: kedarUratan pSikiatri

dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan

sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi

(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan

program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang

bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari,

2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena

tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang

kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien

mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan

dengan pemantapanterapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit

rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan.

Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut

medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi

tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi

sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu

(craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi

diharapkan penggunaNAPZA dapat:

1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi

2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA

3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya

4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik

5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja

6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan

lingkungannya.

H. Jenis program rehabilitasi:

a) Rehabilitasi psikososial

Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat

(reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan

keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat

Page 28: kedarUratan pSikiatri

rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program

rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b) Rehabilitasi kejiwaan

Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua

berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan

tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan

sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun

klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum

hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering

muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur

(insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi

dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan

catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan

ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini

yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Untuk

mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang

tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan

(program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang

tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini

adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi

keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003)

menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami

aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c) Rehabilitasi komunitas

Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat.

Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor,

setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai

konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya

secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan

mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program

ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan

perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab

Page 29: kedarUratan pSikiatri

terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi

yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.

d) Rehabilitasi keagamaan

Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah

cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan

keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan

keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada

diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali

dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko

kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%,

dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai

71,6%.

2.10 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Penyalahgunaan NAPZA

1. Pengkajian

A.Fisik

Data fisik yang mungkin yang ditemukan oleh klien dengan menggunakan NAPZA pada

saat pengkajian adalah sebgai berikut: nyeri, gangguan pola tidur, menurunnya

seleramakan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar norma, kemunduran dalam

kebersihandiri, potensial kompikasi, jantung, hati, dll. Infeksi pada paru-paru sedangkan

sarannya yang ingin dicapai adalah agar klienmampu untuk teratur dalam pola hidupnya.

B.Emosional

Perasaan gelisah (takutklodiketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak berdaya. Sasaran

yang ingin di capai agar klien mampu untuk mengontrol dan mengendalikan diri sendiri.

C.Sosial

Lingkingan sosoal yang bias akrab dengan klien biasanya adalah teman pengguna zat,

anggota, keluarga lain pengguna zat lingkungan sekolah atau kampus yang di gunakan

oleh para pengedar.

D.Intelektual.

Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiptif, perasaan ragu untuk berhenti, aktivitas

sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan berhenti. Sasaran yang ingin

Page 30: kedarUratan pSikiatri

dicapai adalah agar klien mampu untuk konsentrasi daya meningkatkan daya piker ke hal-

hal yang positif.

E.Spiritual.

Kegiatan keagamaan tidak ada. Nilai-nilai kebaikan ditinggalakan karena perubahan

perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain) saran yang ingin dicapai adalah

mampu meningkatkan ibadaah, pelaksaan nilai-kebaikan.

F.Kelurga

Ketakutan akan perilaku klien. Malu pada masyarakat, penghamburan dan pengurasan

secara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuh tidak efektif, dukungan moril

terhadap klien terpenuhi. Sasaran yang hendak dicapa iadalah keluarga mampun merawat

klien yang pada akhirnya mencapai tujuan utamaya itu mengantisipasi terjadinya

kekambuhan (relapse).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut NANDA (The American Nursing Diagnosa

Association):

1. Gangguan persepsi sensori pada penggunaan halusinogen sehubungan dengan tekanan

teman sebaya, dimanifestasikan dengan berteriak dan menutup telinga bila di tinggal

sendriian dikamar.

2. Gangguan proses berpikir pada pengguna alcohol sehubungan dengan tekanan diri

hokum dan tunntutan dari keluarga dimanifestasikan dengan bingung dan kurang sadar.

3. Gangguan persepsi sensori visual pada pengguna alcohol sehubungan dengan

hilangnya pekerjaan dan di tolak oleh kelurga.

4. Gangguan hubungan social, manipulative sehubungan dengan kondisi putus zat

adiktif,

5. Tidak efektifnya koping individu sehubungan dengan terus-menerus menggunakan zat

adiktif.

6. Gangguan konsep diri: harga diri yang rendah sehubungan dengan ketidak mampuan

mengatasi masalah.

7. Gangguan konsep diri sehubungan dengan menggunakan mekanis mepertahan diri:

denial agar tetep menggunakan obat.

8. Gangguan konsep diri: hargadiri rendah sehubungan dengan tidak mampu

mengenalkualitas yang positif dar diri sendiri.

9. Gaangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak pengguna zat adiktif.

Page 31: kedarUratan pSikiatri

10. Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan dampak

penggunanaan zat adiktif.

11. Partisipasi kelurga yang kurang dalam pengobatan klien berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan.

12. Menolak mengikut iaktifitas program berhubungan dengan kurangnya motifasi untuk

sembuh.

13. Potensia luntuk melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan psikologis

terhadap zat adiktif.

14. Potensial mengancam keamanan diri sehubungan dengan kondisi pemutusan zat

sedative hipnotik.

15. Potensial memburuknya kesadaran :koma berhubungan dengan overdosis

penggunans adatif hipnotik.

16. Potensial gangguan kardioveskuler: postural hipotesis berhubungan dengan

intoksikasi sedative hipnotik.

17. Gangguan gastrointestinal: mual, muntah, diare. Berhubungan dengan kondisi

pemutusan zat adektif.

18. Mekanis mekoping destruktif: mengantuk berhubungan dengan perasaan ditolak

kelurga,

3. Penatalaksanaan

A. PRINSIP BIOPSIKOSOSIOSPIRITUAL (stuartsundeen)

1. Biologis

Tindakan biologis dikenal dengan detoksifikasi yang bertujuan untuk

1.memberikan asuhan yang aman dalam “withdrawl”(prosing penghentian) bagi klien

pengguna NAPZA.

2.memberikan asuhan yang humanistic dan memelihara martabat klien.

3.memberikan terapi yang sesuai.

Setelah detoksifikasi tercapai, mempertahankan kondisi yang bebas dari zat adiktif,

dimana terapi farmakologis harus ditunjang oleh terapi yang lain.

2. Psikologis

Bersama klien mengevaluasi pengalaman yang lalu mengidentifikasi aspek positifnya

untuk dipakaimengatasi kegagalan.

3. Sosial

Konseling keluarga

Page 32: kedarUratan pSikiatri

Kelurga sering frustasi menghadapi klien dan tidak mengerti sifat dan proses adukasi

sehingga seringkali melakukan hal yang tidak terapeutik terhadap klien. Kelurga

sering melindungi klien dari dampak adiksi, meminta kluarga lain untuk

memanfaatkan klien. Menyalah diri sendiri, menghindari konfrontasi yang semuanya

menyebabkan klien meneruskan pemakaian zat adiktif. masalah yang dihadap klien

menimbulkan dampak kelurga seperti rasa tidaak aman, malu, rasa bersalah, masalah

keuangan, takut dan merasa diisolasi. Oleh karena itu perawat perlu mendorong

kelurga untuk mengikuti pendidikan kesehatan tentang proses penggunaan dan

ketrgantungan, gejala putus zat, gejala relapse, tindakan keperawatan. Lingkungan

terapeotik, dan semua hal yang terkait dengan pencegahan relapse dirumah.

Terapikelompok

Terdiri dari 7-10 orang yang difasilitasi oleh therapist. Kegitan yang dilakukan tiap

anggota bebas menyampaikan riwayat sampai terjadinya idikasi, uapaya yang

dilakukan untuk berhenti memakai zat, kesulitan yang dihadapi dalam melakukan

program perawatan, terapi dan anggota kelompok memberikan umpan balik dengan

jujur dan dapat menambah pengalaman masing-masing.

Self help group

Self help group adalah kelompok yang anggotanya terdiri dari klien yang berkeinginan

bebes dari zat adiktif, dukungan antara anggota akan memberi kekuatan dan motivasi

untuk bebes dari zat adiktif.

B.PRINSIP COMMUNITY THERAPEUTIK (anakeliat)

Pada tempat ini klien dilatih untuk merubah perilaku kearah positif, sehingga mampu

menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat. Hal ini dpat dilakukan bila klien diberi

kesempatan mengungkapkan masalah pribadi dan lingkungan. Community terapeutik

melakukan intervensi untuk mengatasinya.

Beberapa metode yang dilakukan.

Slogan yang berisi norma atau nilai kearah positif.

Pertemuan pagi (moorning meeting) yang diikuti oleh seluruh staf dan klien untuk

membahas masalah individu, interaksi antara klien dan kelompok.

Talking to: metode yang digunakan untuk saling memperingati dengan cara yang

ramah sampai yang keras.

Learning experience yaitu memberikan tugas yang bersifat membangun untuk

merubah perilaku negatif.

Pertemuan kelompok

Page 33: kedarUratan pSikiatri

Pertemua numum (general meeting)