Upload
yaner-yeverson
View
176
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Keperawatan Anak Hospitalisasi
Citation preview
CONTOH KASUS ANAK YANG DI RAWAT DAN PEMBAHASAN
I. STRESS DAN PENYEBAB STRES HOSPITALISASI
A. STRESOR PADA ANAK WAKTU DI RAWAT.
Sebelum kita masuk ke dalam contoh kasus yang akan dibahas sebaiknya kita mengetahui
terlebih dahulu stress yang terjadi pada anak ketika dirawat.
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :
1. Pengalaman yang mengancam
2. Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga.
Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena :
1. Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka.
2. Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan
sehari-hari.
3. Keterbatasan mekanisme koping.
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1. Tingkat perkembangan usia.
2. Pengalaman sebelumnya.
3. Support sistem dalam keluarga.
4. Keterampilan koping.
5. Berat ringannya penyakit.
B. STRESS HOSPITALISASI
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1. Takut
a) Unfamiliarity
b) Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
c) Rutinitas rumah sakit
d) Prosedur yang menyakitkan
e) Takut akan kematian
2. Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh
pada anak dibawah usia 12 tahun.
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus (masker, pakaian
isolasi, sarung tangan, penutup kepala) dan keluarga yang tidak dapat bebas
berkunjung.
3. Privasi yang telambat
Terjadi pada anak remaja : rasa malu, tidak bebas berpakaian.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HOSPITALISASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak :
1. Berpisah dengan orang tua dan sibling.
2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster, pembunuhan
dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas.
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
5. Prosedur yang menyakitkan
6. Takut akan cacat atau mati.
D. STRESSOR PADA INPLAN
Separation anxiety (cemas karena perpisahan)
1. Pengertian terhadap ralita terbatas sehingga hubungan dengan ibu sangat dekat
2. Kemampuan bahasa terbatas
Respon infant akibat prpisahan dibagi tiga tahap
1. Tahap protes (fase of protes)
Menangis kuat
Menjerit
Menendang
Berduka
Marah
2. Tahap putus asa (phase of despair)
Tangis anak mulai berkurang
Murung, diam, sedih, apatis.
Tidak tertarik dengan aktivitas di sekitarnya
Menghisap jari
Menghindari kontak mata
Berusaha menghindar dari orang yang mendekati
Kadang anak tidak mau makan.
3. Tahap menolak (phase dethacement/denial)
Secara samar anak seakan menerima perpisahan (pura-pura)
Anak mulai tertarik dengan sesuatu di sekitarnya
Bermain dengan orang lain
Mulai membina hubungan yang dangkal dengan orang lain
Anak mulai terlihat gembira
Kehilangan Fungsi Dan Control
Hal ini terjadi karena ada persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta
aktivitas di rumah sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak
kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak.
Gangguan Body Image dan Nyeri
Infant masih ragu tentang persepsi body image
Tetapi dengan berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari
organ tubuhnya, misalnya:sedih/cemas jika trauma atau luka.
Warna seragam perawat/dokter (putih) diidentikkan dengan prosedur tindakan yang
menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi infant.
Berdasarkan theory psychodynamic, sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di
sekitar mulut dan genitalnya. Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan,
kehilangan control, gangguan body image dan nyeri infant biasanya menghisap jari,
botol.
E. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (TODDLER & PRA SEKOLAH)
Reaksi emosional ditunjukkan dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk
sehat dalam mengatasi stress karena hospitalisasi.
1. Pengertian anak tentang sakit
Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini
terjadi, karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar kita.
Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa
bermain dengan temannya, mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka
harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive,
cooperative, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak
menjadi marah.
2. Separation/Perpisahan
Anak takut dan cemas berpisah dengan orang tua
Anak sering mimpi buruk.
3. Kehilangan Fungsi dan Control
Dengan kehilangan fungsi sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya
mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan
yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol
lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
4. Restrain/pengekangan dapat menimbulkan anak menjadi cemas
5. Gangguan body image dan nyeri
Merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi
Ketakutan terhadap prosedur yang menyakitkan
F. STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
1. Pengertian tentang sakit
Anak usia 5-7 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga membuat
mereka harus beristirahat di tempat tidur
Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak tentang
penyakit yang dialaminya.
2. Separation/Perisahan
Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami mengapa
perpisahan terjadi
Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsung lama
Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti bagi anak
sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
3. Kehilangan Fungsi Dan Control
Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga sering
membuat anak frustasi, marah, dan depresi
Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif mereka
terhambat
4. Gangguan body image dan nyeri
Anak mulai menyadari tentang nyeri
Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka inisiasi
G. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
1. Pengertian Sakit
Anak mulai memahami konsep sakit yang bisa disebabkan oleh faktor ekstrnal
atau bakteri, virus dan lain-lain.
Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah
2. Separation/Perpisahan
Perpisahan dengan orang tua bukan suatu masalah
Perpisahan dengan teman sebaya/peer group dapat mengakibatkan stress
Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
3. Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
4. Gangguan body image
Anak takut menagalami kecacatan dan kematian
Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadapa alat genitalnya
H. STRESSOR PADA ADOLESCENT/REMAJA
1. Pengertian tentang sakit
Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang bersifat
kompleks
Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bisa mempengaruhi sakit
2. Separation/Perpisahan
Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit akan
menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya
Anak juga kadang menghina dan mencoba membatasi kontak dengan peer
groupnya jika mereka mengalami kecacatan.
3. Kehilangan fungsi control
Bagi remaja sakit dapat mmepengaruhi fungsi kemandirian mereka
Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengancam konsep diri
remaja
Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri.
4. Gangguan Body Image
Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer groupnya
dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani stress karena
adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman/peer
groupnya.
Mengalamai stress apabila dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan
organ seksual.
I. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN
HOSPITALISASI ANAK
Jika anak harus menajalani hospitalisasi akan memeberikan pengaruh terhdap anggota
keluarga dan fungsi keluarga (Wong & whaley, 1999)
1. Stressor reaksi orang tua
Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:
a) tingkat keseriusan penyakit anak
b) Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
c) Prosedur pengobatan
d) Kekuatan ego individu
e) Kemampuan koping
f) Kebudayaan dan keprcayaan
g) Komunikasi dalam keluarga
2. Reaksi Orang Tua
Pada umumnya raksi orang tua
a) Denial/disbelief
Tidak percaya akan penyakit anaknya.
b) Marah/merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat anaknya
c) Ketakutan, cemas dan frustasi
Tingkat keseriusan penyakit
Prosedur tindakan medis
Ketidaktahuan
d) Depresi
Terjadi setelah masa krisis anak berlalu
Merasa lelah fisik dan mental
Khawatir memikirkan anaknya yang lain di rumah
Berhubungan dengan efek samping pengobatan
Berhubungan dengan biaya pengobatan dan perawatan
e) Reaksi Sibling
Pada umumnya reaksi sibling:
Merasa kesepian
Ketakutan
Khawatir
Marah
Cemburu
Rasa benci
Rasa bersalah
3. Pengaruh pada fungsi keluarga
1. Komunikasi antar keluarga terganggu
2. Respon emosional tidak dapat terkontrol dengan baik
3. Kehilangan peran orang tua
4. Perhatian orang tua tertuju pada anak yang sakit dan dirawat
5. Kadang orang tua menyalahkan sibling sebagai perilaku antisosial
II. CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN
A. KASUS
Seorang ibu memprotest tindakan petugas laboratorium yang terkesan memaksa
mengambil darah dan menggerak-gerakkan jarum suntik yang masih tertancap di lengan,
saat anaknya dirawat inap di sebuah rumah sakit. Secara sepintas protes tersebut terkesan
benar, sedangkan petugas laboratorium terlihat salah. Apakah memang demikian?
Bagaimanakah sebaiknya orangtua bersikap, pada saat anaknya sakit dan memerlukan
tindakan medik? Rata-rata seorang anak balita (sampai umur 5 tahun) akan mengalami sakit
dan memerlukan rawat inap di rumah sakit 1-2 kali dan menjalani rawat jalan sebanyak 7-10
kali. Tindakan medik yang dilakukan dapat sangat bervariasi, baik sekadar ditimbang berat
badannya, diperiksa fisik dengan stetoskop dalam posisi berbaring, disuntik imunisasi
berulang, difoto rontgen yang sekejap, di-CT Scan atau USG yang agak lama, diambil darah,
diinfus bahkan sampai dioperasi, baik kecil dengan bius lokal maupun besar dengan bius
umum.
Rasa takut, nyeri, asing dan dingin AC ruangan tindakan, sering kali merupakan ‘beban
psikologis’ tambahan yang dirasakan anak, selain rasa sakit dari penyakitnya atau gejala
klinisnya itu sendiri. Tidak ada korelasi yang berarti antara derajat sakit penyakitnya dengan
beban psikologisnya. Sangat sedikit anak dengan derajat sakit ringan, tetapi justru beban
psikologisnya sangat berat, sementara sebagian besar kasus dengan derajat penyakit berat,
malahan justru sangat ringan beban psikologisnya.
Sejak lahir, bayi sudah harus dipaparkan, dikenalkan dan dihadapkan dengan kondisi
nyata di sekitarnya. Apalagi kalau sudah menjadi anak balita, proses tersebut harus lebih
sering lagi, sebab yang nyata di sekitar dapat bersifat hitam atau negatif seperti panas, tajam,
nyeri, bahkan jahat. Anak balita harus dihadapkan dengan banyak situasi, tidak hanya yang
putih atau positif saja seperti halus, bersih, rapi dan ramah.
Orangtua dan pendamping balita yang hanya mengenalkan hal positif, tetapi menutupi hal
yang negatif, akan menciptakan penyimpangan perkembangan kejiwaan anak. Mereka yang
lebih bersikap melindungi, dibandingkan yang bertindak mendampingi, haruslah segera
dibetulkan. Sebagian besar anak yang telah mengalami hal negatif dalam pendampingan,
akan berkembang utuh menjadi anak yang berani, berempati, dan berbudi. Sebaliknya,
sebagian kecil anak yang justru jarang mengalami hal negatif atau dilindungi terhadap hal
tersebut, akan berkembang menyimpang menjadi anak yang penakut, minder dan senang
menolak bahkan asosial.
Pada saat anak mengalami sakit dan diharuskan menjalani tindakan medik apapun, anak
kelompok kedua akan bersikap ‘manis’, sedangkan anak yang pertama akan bersikap
sebaliknya. Celakanya, orangtua atau pendamping anak kelompok pertama tetap saja
meneruskan sikapnya yang melindungi dan keliru, namun tidak pernah mau berubah
menjadi mendampingi dan bijak. Ada baiknya orangtua terlebih dahulu menanyakan kepada
petugas medik, apa yang sebaiknya dilakukan, di mana harus berdiri atau bagaimana cara
memegangi anak, sehingga tindakan medik dapat berjalan dengan baik dan tidak memakan
waktu percuma.
Dengan menanyakan hal demikian, petugas medik siapa pun akan dapat bekerja dengan
tenang, tepat dan benar, sehingga komplikasi dan kesalahan tindakan medik yang tidak
perlu, dapat dihindari. Beberapa rumah sakit bahkan sampai menyiapkan sebuah ruang
tindakan khusus untuk anak, bukan di kamar ruang rawat inap pasien, di mana orangtua
dapat menunggu di luar ruangan atau dapat juga mendampingi anak dengan sikap yang
‘enak’, sehingga petugas medik dapat melakukan tindakannya dalam pencahayaan cukup,
ketinggian meja tindakan yang ideal, posisi petugas saat berdiri ataupun duduk yang
kesemuanya serba nyaman. Hampir semua tindakan medik, baik yang sederhana seperti
pemeriksaan dengan stetoskop, sampai yang agak rumit seperti pemasangan infus atau
pengambilan sampel darah anak, dapat disalah mengerti oleh orangtua, pendamping anak
ataupun keluarga lainnya yang awam.
Tindakan tersebut sering kali ditawar untuk dibatalkan, ditunda bahkan ditolak dengan
tegas oleh orangtua dengan alasan non-medik, rasa kasihan terhadap anak yang kurang tepat,
bahkan sering dengan alasan yang tidak jelas (definitif). Segala tindakan medik memang
harus dimintakan persetujuan pasien, orangtua atau keluarga terdekat, baik dalam
persetujuan tertulis (informed consent), terutama untuk tindakan medik besar ataupun lisan
(verbal), untuk tindakan medik sederhana.
Persetujuan atau tidak, selayaknya hanya didasari oleh alasan medik saja, bukan alasan
yang lain. Setelah persetujuan tersebut dipastikan, sebaiknya orangtua, pendamping ataupun
keluarga memposisikan diri dalam keadaan khusus, mengurangi campur tangan dalam aspek
kompetensi, menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya kepada otonomi petugas medik,
sehingga mereka berada dalam situasi sangat ideal untuk melakukan tindakan medik yang
direncanakan dan telah disetujui.
Dengan mendampingi anak secara benar, bukan melindunginya secara melenceng, maka
tindakan medik yang dilakukan akan semakin mungkin berhasil baik, penyakit anak akan
semakin mudah didiagnosis, anak akan lebih cepat sembuh, pengalamannya di rumah sakit
bukan lagi menjadi hal yang menakutkan dan protes yang tidak bijaksana melalui surat
pembaca di koran dapat dihindari. Selain itu, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berani, kreatif dan matang, bukan sosok yang penakut, pemrotes dan traumatis melenceng.
B. PEMBAHASAN
Perawat anak terlibat dalam setiap aspek tumbang anak dan keluarganya. Perawat sangat
berperan dalam keperawatan anak terutama bila anak dirawat di rumah sakit dan berfokus
pada keadaan atau kesehatan seorang anak dan keluarganya.
Dalam kasus diatas, perawat harus dapat melaksanakan peranya sebagai family advocacy
karena perawat dalam mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan serta merencanakan intervensi
atau prosedur perawatan terbaik untuk menanggulangi masalah pada anak sangat
membutuhkan kerjasama dengan orangtua. Informasi yang adequat tentang treatment dan
prosedur, terlibat asuhan keperawatan sangat perlu untuk orangtua sehingga orang tua dapat
mendukung praktek pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh tenaga medis sehingga
dapat tercapai pelayanan yang optimal bagi anak.
Health teaching sangat dibutuhkan, perawat dapat mengajarkan kepada orangtua
bagaimana cara mendampingi anak pada saat dilakukan berbagai tindakan atau prosedur
medis untuk perawatan anak sehingga dapat mengatasi rasa cemas, takut, marah, dan nyeri.
Dan dengan diberikannya suatu pendidikan atau pengajaran tentang kesehatan atau prosedur
tindakan medik untuk anak, orangtua akan mengerti pentingnya hal itu dilakukan untuk
perawatan anak. Sehingga orang tua dapat mendukung secara aktif mendampingi anak
dalam proses perawatan / mendapatkan tindakan medik dari perawat.
Orang tua harus dapat bersikap bijaksana dalam menyikapi berbagai intervensi pelayanan
keperawatan yang akan dijalankan tim kesehatan bagi anaknya. Orang tua harus
mengembangkan sikap percaya dan yakin kepada perawat / tim kesehatan lain dalam
melakukan berbagai prosedur medis yang dilakukan. Sehingga akan tercapai pelayanan
perawatan yang terbaik untuk pemulihan kesehatan anak.
C. SARAN
Anak yang dirawat dirumah sakit, perlu didampingi oleh orang tua agar tidak
menimbulkan rasa takut dan stress, sehingga mempercepat kesembuhan dari anak. Perawat
memiliki peran sebagai famili advocacy/caring harus bekerjasama dengan anggota keluarga
anak dalam tindakan/prosedur pemberian asuhan keperawatan untuk mengidentifikasi tujuan
dan kebutuhan serta nerencanakan intervensi terbaik untuk menanggulangi masalah.
Perawat juga memiliki peran untuk dapat koordinasi / kolaborasi untuk bekerjasama dengan
tim kesehatan lain untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada anak.
Untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
1. Libatkan orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
2. Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga
3. Kurangi batasan-batasan yang diberikan pada anak
4. Beri dukungan pada anak dan keluarga
5. Beri informasi yang akurat
6. Sedapat mungkin menciptakan lingkungan yang nyaman pada anak