37

Kepingan Masa Sebuah Ringkasan by Adi Hardianto Nugroho

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sebuah narasi sederhana namun satir bagi mereka yang mau berpikir. Celoteh-celoteh tentang manusia dan partikel-partikel yang ada di sekelilingnya. Media sederhana dalam kerangka perjuangan "menolak Lupa". "Sapere Aude (Berani Berpikir)"[]

Citation preview

2

"... seperti biasa tapi tak biasa. Sungguh luar biasa. Cuma ada

tiga di dunia. Dimanakah wajah kotaku yang dulu indah?.

Tergantikan tuntutan zaman..."

Sepenggal lirik lagu dari Tamasya menjadi theme song

untuk menggambarkan kondisi gumuk di Kabupaten Jember.

Salah satu ciri khas kota yang mulai dipertanyakan

keberadaannya di era moderen seperti sekarang. Hal ini

disebabkan eksploitasi besar-besaran dan tak terkendali

semakin marak akhir-akhir ini.

Menurut sejarahnya, formasi gumuk di Jember

diyakini sebagai bekas aliran lava dan lahar dari kawah

gunung Raung. Aliran ini lalu tertutup oleh bahan vulkanik

yang lebih muda. Sampai ketebalan puluhan meter yang

berasal dari gunung Raung sekarang. Kemudian terjadi erosi

pada bagian-bagian yang lunak, yang terdiri atas sedimen

vulkanik lepas selama kurang lebih 2000 tahun. Lalu,

menghasilkan bentukan topografi gumuk hingga terlihat

seperti saat ini (Verbeek dan Vennema, 1936).

Apa sebenarnya fungsi keberadaan gumuk?

Bukankah lebih baik kandungannya dikeruk kemudian dijual,

jadi masyarakat bisa diuntungkan dari segi ekonomi.

3

Pendapat tadi tak salah memang, tapi apakah gumuk bisa

muncul dan lahir kembali? Tentu tidak. Lalu, ketika gumuk

benar-benar habis, apa yang akan terjadi sampai-sampai

muncul gerakan untuk menyelamatkan gumuk?

Menurut beberapa sumber, gumuk ternyata punya

fungsi dalam siklus ekologi. Fungsi gumuk-gumuk itu tak

hanya sebatas sebagai pemanis kontur Jember saja, tapi lebih

dari itu. Sebagai tandon hujan sekaligus filter air bersih saat

kemarau tiba. Sebagai paru-paru kota, juga berfungsi sebagai

lahan konservasi bagi sekawanan satwa kecil macam burung,

kera dan mamalia kecil lainnya.

Jember, bisa dikatakan sebagai daerah lembah,

karena terletak diantara dua perbukitan besar yaitu Argopuro

dan Gumitir. Kondisi geografis inilah yang membuat Jember

berpotensi mengalami cuaca ekstrem berupa angin puting

beliung, yang beritanya beberapa waktu lalu bisa kita lihat di

layar kaca. Disinilah fungsi dari gumuk-gumuk kecil itu,

sebagai pemecah konsrentrasi laju angin agar bisa sedikit

terkurangi.

Seperti yang dikatakan Priyo, pegawai Kantor

Lingkungan Hidup Jember. "Mengkhawatirkan, kehilangan

gumuk di daerah Jember dapat menyebabkan siklus banjir

4

lima tahunan terjadi lagi, hal ini disebabkan serapan utama air

yang ada di daerah Jember hilang." (Studi gumuk Jember -

Palapa MIPA UNEJ).

Selain itu, salah satu situs berita online -

beritajatim.com menyebutkan salah satu wilayah perumahan

di kabupaten Jember airnya sudah tidak layak lagi untuk

dikonsumsi. Hal ini karena sumur-sumur warga sudah

tercemari oleh bakteri e-coli. Semakin jelas saja peran dan

fungsi keberadaan gumuk bagi masyarakat sekitarnya.

Dilatarbelakangi keprihatinan akan kondisi gumuk di

Jember itulah sekelompok pemuda-pemudi kemudian

membuat kegiatan berorientasi penyelamatan gumuk.

Beranggotakan sejumlah komunitas yang ada di Jember

seperti Pers Mahasiswa Jember, YGV (Young Gun Veins), Cak

Oyong (Pemilik Sekolah Bermain), dan RZ Hakim (Mas Bro -

aktivis lingkungan) sepakat menggelar acara bertema SAVE

GUMUK.

SAVE GUMUK, nama yang mewakili harapan mereka

agar gumuk-gumuk yang ada saat ini khususnya di Jember

dipertahankan keberadaannya alias 'disimpan'. Acara diskusi

mengenai pentingnya keberadaan gumukpun dilakukan.

Acara ini diharapkan sebagai langkah awal dalam usaha untuk

5

mempertahankan dan menyelamatkan keberadaan gumuk

yang mulai habis tergerus moderenisasi.

Respon masyarakat terkait acara ini cukup positif. Hal

ini terbukti setelah acara SAVE GUMUK pertama (28/9/2013)

di gumuk gunung batu, muncul tanggapan positif dari

komunitas lainnya. Menurut Teguh (sekjend PPMI Jember

2012-2014) sekaligus koordinator acara, tanggapan positif

tersebut berupa keikutsertaan komunitas lainnya dalam

menggulirkan isu SAVE GUMUK dengan mengadakan acara

penggalangan dana untuk membeli gumuk.

Menurut Teguh, kegiatan pembelian gumuk ini atas

nama komunitas penyelamatan gumuk yang tergabung dalam

SGC (Save Gumuk Community). Setelah pembelian gumuk,

komunitas ini akan mengelola gumuk, memaksimalkan fungsi

dan mempertahankan keberadaan gumuk. Memaksimalkan

seperti apa? Gumuk akan dikelola sesuai dengan keinginan

pelestarian alam. Membuat gumuk menjadi lebih produktif

dengan dipelajari ekosistem yang ada, bahkan muncul

wacana bahwa gumuk akan dijadikan lahan eco tourism.

"Yang masih menjadi dilema disini masalah batuan

yang ada di gumuk Jember yang masih memiliki nilai ekonomi

tinggi dan menjadi sumber ekonomi masyarakat. Hal itu

6

kemudian tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat

mengenai pelestarian gumuk.", sambung Teguh.

Terkait SAVE GUMUK, gerakan ini memiliki beberapa

macam konsep, diantaranya 'Koin Untuk Gumuk' yang

nantinya digunakan untuk membeli gumuk. ''Nantinya gumuk

dijadikan lebih produktif seperti penjelasan di atas. Selain itu,

mungkin mempertahankan kondisi gumuk yang sudah dibeli.

Ketika gumuk tersebut dibiarkan seperti apa adanya,

masyarakat masih bisa memanfaatkannya. Seperti

menjadikan gumuk sebagai lahan pertanian dan penyimpanan

cadangan air di wilayah tersebut'', sambung Teguh. Selain itu

gerakan ini juga membantu donasi gumuk lewat penjualan

kaos SAVE GUMUK yang nanti dana tersebut akan dialirkan

untuk membantu program konservasi penyelamatan gumuk.

Selamatkan aset kota kita! Selamatkan Gumuk!

Salam SAVE GUMUK! []

*Tulisan ini pernah dimuat pada rubrik 'Budaya' Buletin Demokrasi Ecpose

(Buldokc) No.56 Februari 2014

8

“Dia akan dianggap manusia ketika dia bisa me-manusia-kan

manusia-manusia lainnya”

Era teknologi semakin maju pesat. Hampir di semua

sendi kehidupan kini tak ada yang luput dari cumbuan mahluk

satu ini. Mulai dari yang namanya komputer sampai yang lagi

'booming' di gerombolan kanca-kancaku sekarang,

smartphone kalo ndak salah.

Terus, kenapa dengan smartphone, teknologi, dan

segala tetek bengeknya? Kalau masalah tiga hal diatas tadi

aku ndak ada masalah. Tapi, efeknya itu lho, njancuk'i. Asu-

lah pokok'e.

Kemajuan pesat teknologi tadi akhirnya mewabah ke

hampir semua kanca-kancaku. Lha yang nggarai aku misuh-

misuh kui begini, ketika mereka asik dengan smartphone dan

sekutunya tadi mereka jadi lupa diri. Kanca-kancaku yang

tadinya sering ketemu, kumpul bareng (tapi ndak kumpul

kebo), ngopi sekarang berubah. Bukan tiba-tiba jadi ndak

pernah ngopi. Ngopinya tetep, tapi forum ngopinya tadi jadi

beku. Kaku. Mati. Terus, ndak salah juga kan aku ngomong

ASU!! kalau sudah begini keadaannya.

9

Yang namanya teknologi, gadget, dan kroni-kroninya

ini selayaknya membantu kerja manusia toh? Akhirnya terkait

situasi semacam ini muncul begini 'teknologi itu bisa

mendekatkan yang jauh'. Ungkapan itu sama sekali ndak

meleset memang. Tapi, akhirnya ada ungkapan yang lebih

mathuk. Begini, 'teknologi itu mendekatkan yang jauh,

sekaligus menjauhkan yang dekat. Ya, aku rasa itu hal yang

paling tepat terkait relita yang aku alami sendiri. Lha, kalau

sudah di tempat ngopi terus manungso-manungsonya podho

meneng (diam), terus gae opo ngopi bareng?

Aku kembalikan ke kalimat di awal tadi. Kalau

manungso (manusia) mau dianggap manungso, yo mbok ya'o

(ya seharusnya) memanusiakan manusia lainnya.

Ini hanya realita sempit yang coba saja ejawantahkan

dan saya bingkai. Apa kalian merasakan hal yang sama? Atau

kalian malah bagian dari golongan yang saat kumpul bareng

kanca-kancamu lebih asik ber-bbm, ber-line, ber-sms atau

ber-ber yang lain daripada ngobrol dengan kawan kalian?

Saat kalian melakukan hal-hal yang asosial macam contoh

diatas, apakah kalian pantas menyebut diri kalian manungso

alias manusia?

10

Monggo dipikir, karo nyruput kopi yo ra popo. Dan

jangan lupa juga RENUNGKAN!! []

12

Pada akhirnya, sedikit banyak saya mulai menemukan

tujuan dalam mengisi ruang virtual ini. Bukan soal

menghegemoni orang lain atau sebagai ajang eksistensi diri.

Ini hanya soal merawat ingatan. Secuil cara saya untuk

menolak lupa dan dikangkangi zaman, memunguti kembali

ingatan-ingatan yang berserak tak karuan.

Mungkin, tujuan mulia lainnya hanya sedikit berbagi

kisah serta secuil pengalaman pribadi. Sebuah keinginan yang

sederhana. Hal lain mengenai konsistensi. Ruang yang mulai

terlupakan dengan dalih 'kesibukan', 'tugas yang

memberatkan' serta musuh paling bebal dan masih saja sulit

untuk ditundukkan 'kemalasan' dan 'kebanyakan alasan'.

Saya rasa akhirnya ini hanya soal 'mau' lalu

direalisasikan segera. Sekali lagi ini hanya soal 'mau' lalu

'laku'. Karena tak pernah ada hal yang dianggap 'nyata' bila

tak ada rupa (materiil) - kalau tak salah begitu dhawuh

simbah Marx.

Mari Me-Nyata lewat 'Mau' lalu 'Laku'.[]

14

'Ngopi oleh pahala yo ngene iki'. Celetukan salah

seorang pemuda disampingku. Hahahaha.... Kalian mungkin

bertanya. Celetukan tadi keluar dari cocot salah satu

pengunjung warung kopi. Terus, apa yang jadi dasar

celetukannya? Jadi, disini merupakan salah satu

tempat ngopi di kota ini. Bukan kafe elit, bahkan jauh dari

kata mewah. Ini cuma halaman parkir stasiun radio di kotaku.

Aneh, mungkin buat kalian yang belum pernah kesini. Kalau

main ke Jember coba mampir kesini. Prosalina. Ya, seperti

yang kubilang tadi halaman parkir radio ini setiap malam

disulap jadi tongkrongannya pemuda-pemudi.

Nah, kembali ke ngopi yang berpahala. Kok, bisa

ngopi berpahala? Sepintas kemudian aku baru ngeh. Di

stasiun radio ini tiap malam di bulan ramadhan ini

dijadikan medan laga buat umat-umat yang getol baca ayat-

ayat suci milik-Nya. Lomba Tilawatil Qur'an. Ya...ya... bener

juga soal 'ngopi berpahala' tadi. Kalau ndak salah (berarti

bener cuk), mendengar orang baca Qur'an saja sudah

berpahala, apalagi baca. He.. he.. he.. he.. aku ndak nyuruh

kalian baca Qur'an lho, masalah itu sih kembali ke pribadi

masing-masing wae. Kalo sedikit dibahas, enak juga kalo

tiap nyangkruk ngopi terus didendangkan ayat Tuhan macam

15

begini. Mungkin, bisa jadi pahala kita sedikit-sedikit bakal

bertambah. Hwa.. hwa.. ha.. ha..

Menggok sedikit. Dua kanca di depanku lagi

asik ngrasani capres-cawapres. Asyuu!!! media begitu gila

sepertinya menyihir penikmatnya. Korbannya ya sohib-

sohib di depan hidung saya ini. Gak salah sih pemuda-pemudi

pada sering ngompol (Ngobrol Politik) akhir-akhir ini. Malah,

baguslah berarti mereka ya ndak sekedar mbulet masalah

kuliah-tugas-seminar, dan tugas akhir. Se-enggak-nya mereka

masih sedikit aware-lah sama tempat dimana mereka cari

makan dan berbuat macem-macem selama ini.

Terus, sakjane tulisan iki cerito opo? Tak perlulah kalian pikir

terlalu dalam. Aku pikir ini merupakan awal, salah satu

usahaku supaya tak hilang dipecundangi zaman. Toh, jangan

lupa simbah pram juga pernah dhawuh begini: '... dan bila

umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah

dengan tulisan'. Ya begitulah, tak perlu dipikir dalam-dalam

toh ini cuma diary kecil. Selamat buat pak Joko yang

akhirnya kepilih jadi orang nomer satu di negara ini.

Kalau kanca-kanca apes kesasar disini, aku cuma bisa

bilang selamat menikmati, meski ini bukan berkatan tahlilan.

16

Satu lagi, nyomot gaya simbah dalang edan Sudjiwo

Tejo, Maturnuwun cuk!! Hwe..he..he..he..[]

18

Jember Tiga Belas Februari 2015 3:06 dini hari.

Mataku masih saja tak mau dikatupkan, efek kopi yang ku

tenggak hari ini mungkin. Seingatku hari ini dua gelas kopi

sudah masuk di lambungku. Pertama, pagi tadi sebelum diriku

‘berurusan’ dengan birokrasi kampus untuk mengurusi

penundaan pembayaran biaya kuliah. Lalu, yang kedua

kalinya baru saja tandas sekitar sejam lalu sebelum tandasnya

si-hudi menuju alam baka eh, salah maksudnya alam

mimpinya. Ah, semoga dia memimpikan hal diharapkannya.

Bermimpi tentang kegalauan dan segala tetek bengek jalan

yang harus dia tempuh dengan ‘si-dia’ yang menurutnya bakal

menemui ‘persimpangan’ yang takkan bisa dihindari, begitu

kalau ndak salah. Tak tau berapa jam tadi kita bicara panjang

lebar berbagai masalah mulai bahasan mengenai saya yang

masih saja setia dengan yang namanya ‘lupa’. Ya, saya ndak

paham kenapa saya mengidap ‘eSeMeS (Short Memory

Syndrome)’. Yang saya ingat hanya dari saya SD dulu saya

sering sekali lupa membawa perlengkapan sekolah, lupa kalau

hari itu ada ulangan harian sampai hampir selalu lupa

mengerjakan tugas. Akibatnya ya bisa ditebak, setiap ada

siswa yang dihukum maju kedepan kelas karena tidak

mengerjakan tugas, sosok saya hampir selalu muncul disana.

19

Hal yang memalukan sebenarnya, tapi saya memilih

untuk menceritakannya kini agar saya ingat suatu hari nanti.

Seperti tagline blog yang beberapa hari lalu saya baca ‘saya

pelupa maka saya menulis’ begitu katanya. Lalu, obrolan

berpindah ke hmmm apa tadi yah? Ah, sial saya lupa lagi.

Yang saya ingat kita membicarakan masalah karya, seperti

apa sih sebenarnya karya itu?. Beberapa yang saya ingat lagi

karya itu ya hasil alias buah dari pemikiran. Lalu, pemikiran

yang seperti apa? Yah, tergantung karya seperti apa yang

dihasilkan. Ibarat seorang seniman rupa, mereka dikatakan

berkarya bila dia menghasilkan seni rupa, seperti desain,

lukisan, gambar, sketsa dan lain sebagainya. Terus,

bagaimana dengan petani dan nelayan? Apakah mereka juga

tidak berkarya? Kalau dalam konteks ini ‘karya’

mereka ya apa yang mereka lakukan. Kalau nelayan ya melaut

dengan keahliannya melihat arah angin kek, merajut jala,

ataupun membuat perahu. Kalau mereka petani ya mereka

mulai dari memilih benih yang bagus, menanam benih,

mengairi lahan sawahnya, hingga bagaimana mereka

memanen padi mereka.

Setelahnya, mmmm ah sial saya mulai lupa lagi. Oh

iya, dalam pembicaraan ini saya di cap layaknya Mario Teguh

20

oleh si-Hudi. Ya, benar Mario eh, Bapak Mario Teguh yang itu.

Pria setengah baya yang muncul setiap minggu di salah satu

stasiun televisi swasta negeri ini. Alasannya simple sih, ini

karena sebelumnya saya mencoba memberikan motivasi buat

dia segera merampungkan tugas akhirnya (baca:

skripsweet).Hwahahahahahaha… sok bijak sekali ya, padahal

saya juga masih sedang tenggelam tak berdaya dalam

kemalasan. Kemudian pembicaraan melebar kearah

organisasi yang sempat kita diami bersama tempo hari. Dia

bercerita kalau beberapa waktu lalu dia di-curhati oleh adik

tingkatnya di organisasi kalau kawan-kawannya disana mulai

sulit diajak bekerja sama. Masing-masing person sibuk dengan

dirinya masing-masing, yang bisa diajak sharing pemikiran

hanya satu-dua orang. Belum lagi soal mengayomi adik-adik

maba yang menimba ilmu disana. Lalu, saya tanya apa yang

dia katakan. Dia hanya jawab, yaseperti itulah hal yang

dirasakan di kepengurusan yang lalu, dimana pengurus yang

lama juga cukup dibuat pusing untuk meng-upgrade skill adik-

adik mereka. Ah, sudahlah saya rasa kita tak perlu terlalu jauh

megarahkan mereka, toh waktu bakal mengajarkan pada

mereka banyak hal.

21

Meski sudah ngobrol banyak hal ngalor-ngidul saya

masih ndak paham obrolan ini mau dibawa kemana. Tapi,

seperti tagline salah satu acara televisi swasta yang lain

‘asikin aja’ hwahahahahaha… Setelahnya, dia mulai bermain-

main dengan keahliannya. Menggunakan analogi-analogi yang

sering kali sulit saya tangkap maksudnya. Tapi, lama kelamaan

saya mulai paham dia mulai mengarahkan pembicaraan untuk

mengorek informasi pribadi saya. Ah, kawan sudah lama kita

berkawan, sedikit banyak saya paham bagaimana gelagatmu

dan apa yang ingin kamu cari dari obrolan-obrolan yang kau

utarakan. Lalu, dengan bahasa bersayap pula saya ibaratkan

perbincangan ini adalah sebuah pertandingan dua klub sepak

bola, dirimu mulai menusuk masuk wilayah pertahananku.

Tapi, kusampaikan sekali lagi kalau saya sebagai pelatih saya

sudah paham betul bagaimana taktik timmu. Kamu akan

melakukan umpan lambung langsung menuju penyerang yang

kamu plot di area pertahananku. Tapi, kukatakan sekali lagi

saya sudah kenal tipe permainan timmu kawan. Maka, untuk

pertandingan ini saya lebih memilih strategi bertahan,

menempatkan pemain-pemain belakang yang tangguh di area

depan gawang untuk mengantisipasi umpan yang langsung

diarahkan ke jantung pertahananku. Ahahahahaha…

22

Dengan sok bijak juga dia akhirnya menyarankan saya

untuk menulis. Menulis apa? Dia menyarankan coba sekarang

kau bayangkan dirimu jalan dari kampus keluar menyusuri

jalan Jawa lalu berbelok ke jalan Kalimantan, Danau Toba, lalu

melewati Jalan Riau berbelok ke kanan kembali melintasi

Jalan Jawa hingga akhirnya kembali ke kampus. Ah, untuk

apa?,keluhku kemudian. Saya akhirnya hanya menceritakan

saja saya berjalan menyusuri Jalan Jawa disana ada SMPN 3

Jember lalu jejeran toko di kanan kirinya, belok ke kanan

kearah jalan Kalimantan ada sebuah masjid bernama Sunan

Kalijaga persis di depan ruko dimana Macapat Café berdiri.

Perjalanan dilanjutkan berjalan kearah jalan Mastrip, disana

berdiri Politeknik Negeri Jember (Polije) kemudian beberapa

meter setelahnya dulu ada sebuah rental pengetikan yang

sering saya datangi bersama ayah saya untuk sekedar belajar

mengoperasikan komputer. Perjalanan dilajutkan kemudian

beberapa puluh meter dari sana terdapat sebuah

perempatan. Dari sana perjalanan berbelok ke kanan kearah

jalan riau, di jalan ini ada salah satu café yang dulu sering jadi

tempat nongkrongku bersama kawan-kawan yang lain,

Arongan café namanya. Lalu, beberapa meter dari sana di

kanan jalan ada warung kopi juga yang cukup familiar

23

Kampoeng Mbah Giman namanya, ada memori yang menarik

segaligus menjijikan disini, oleh sebab itu saya tak berniat

untuk menceritakannya secara detail disini. Oh bukan, saya

tak akan menceritakannya sama sekali. Cukup.

Perjalanan mencari kitab suci berlanjut. Eh, ndak cari

kitab ding maklumlah saat ini jam netbook si-hudi

menunjukkan jam 4.28 pagi, jadi mohon dimaklumi lah saya

juga manusia biasa yang juga butuh istirahat (baca:tidur).

Perjalanan berlanjut dan berbelok kearah jalan jawa untuk

kemudian kembali ke tempat yang ‘katanya Kampus Hijau’.

Ya, itu yang dikatakan di halaman awal website kampus

terbesar di kota kecil ini. Whooooaaaammmmssss…… ah,

kelopak mata saya sudah mulai minta saling dijodohkan.

Sudahlah, tak perlu diteruskan. Ingat kata bang Rhoma,

begadang jangan begadang kalau tidak ada kopinya

hwahahahahaha…. Ya benar, sahabat setia ini sudah tandas

sejak beberapa jam yang lalu. Okelah sekedar menyalin

kalimat si- ‘bayu skak’ di setiap akhir video-video ‘ge-je’nya:

“Daaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………….”[]

25

“Orang boleh setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis

ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”

– Pramoedya Ananta Toer –

Menulis. Yah, salah satu hal yang bisa dibilang

kegiatan yang menyulitkan mungkin. Banyak alasan terlontar

saat orang akan mulai menulis. Mulai dari tidak paham tata

bahasa lah, yang bilang ndak tau apa yang mau ditulis dan

banyak alasan-alasan lainnya. Termasuk saya, yang sering

dibingungkan hal-hal remeh macam begini. Tapi, saya

akhirnya sedikit teringat kata salah seorang kawan, begini

kalau tidak salah: “nulis yo nulis ae” (menulis ya menulislah

saja). Dengan dasar asumsi itu akhirnya saya mulai menulis

lagi.

Apa sih enaknya nulis? Orang-orang yang memilih

bergelut dengan tulisan kadang dipandang

melankolis, menye-menye, dan anggapan minor lainnya. Tapi,

coba kalian lihat, napoleon bonaparte sempat berujar: “lebih

baik menghadapi seribu tentara daripada berhadapan

dengan sebuah pena”. Lihat, betapa kerennya sebenarnya

memilih jalan untuk bercumbu dengan tulisan. Dari kutipan

bonaparte tadi, asumsi menulis dekat dengan hal menye-

menye jadi rontok kan?

Muncul lagi pernyatan begini, aku ndak bisa nulis. Ah,

pernyataan konyol apalagi ini. Hal ini wajar terlontar dari

mulut seoang lulusan SD atau malah orang yang belum

pernah sekalipun mengecap dunia pendidikan. Tapi anehnya,

ini terlontar dari mulut seorang mahasiswa. Aneh bukan? Tak

peduli ia punya latar belakang semacam apa, tapi setidaknya

sudah lebih dari sembilan tahun dia melakoni ritus yang

dinamakan me-nu-lis.Saat hal ini dilemparkan pada yang

26

bersangkutan, dia malah bingung, lalu melempar pertanyaan

balik apa yang harus aku tulis?. Bagi saya – masih terdoktrin

kata si Tohan, sekali lagi nulis yo nulis ae (menulis ya, tulis

saja). Pun, banyak hal yang bisa ditulis kan? Pengalaman

sehari-hari macam diary atau bagi yang hobby mendengar

musik review saja musik-musik yang sering kalian dengar.

Masalah nanti ada yang baca atau tidak, ah itu urusan

belakang, yang penting nulis. Coba baca lagi kutipan di awal

tulisan ini.

Kalau masih meragukan ‘kekuatan’ tulisan, coba saja

bayangkan kerajaan-kerajaan di Indonesia jaman bahela.

Bayangkan jika mereka tidak susah-susah mengukir batu yang

beratnya ndak ketulungan. Ya, kita ndak akan belajar

sejarah. Hahahahaha Bukan semacam itu menjawabya.

Jikalau hal itu tidak terjadi pasti kita tidak tahu siapa kita

sebenarnya, bahasa kerennya kehilangan jati diri.

Menulis juga bentuk melawan pada lupa dan alpa.

Kenapa? Ini pendapat saya pribadi yang sering lupa, tulis saja

segala hal, apa saja, kalau di kemudian hari kita melewatkan

sesuatu, tinggal kita cari lagi saja tulisan-tulisan kita

terdahulu. Kalau bingung media penyimpanan, ayolah ini

sudah jamannya internet, banyak ruang di dunia maya yang

bisa dijadikan sarana penyimpanan. Termasuk halaman

macam begini.

Ah, sudahlah saya tak mau bicara, eh menulis panjang

lebar. Mulai saja menulis. Tak akan ada yang menyalahkan,

kita bakal menulis apa saja,pokok’e nulis. Salam.[]

28

Bernafaslah nak, selagi bisa. Bernafaslah selagi

pohon-pohon disini belum tumbang karena perkasanya mesin

dari Negara-negara maju itu. Hirup nak, hirup yang puas

udara yang masih perawan ini sebelum karbon dari cerobong

dan pantat-pantat kendaraan mencekik kerongkonganmu.

Berpetualang dan jejakkan kaki mungilmu diatas tanah

lembab dan guguran daun ini nak, selagi ia belum menjelma

aspal yang panas dan beton keras. Sebab nanti kaki kecilmu

akan terluka. Basuhlah wajahmu sekaligus ceburkan dirimu di

sungai yang jernih itu nak. Berenang dan menarilahlah

bersama ikan-ikan disitu nak, sebab tak lama lagi air sungai

itu akan keruh digantikan limbah, sampah, dan segala kotoran

dari tangan-tangan yang tak bertanggungjawab. Mari sini nak.

Pandanglah segera langit biru diatas sana. Lihat betapa

gembiranya awan berarak menggoda didepan gagahnya si-

langit biru. Sebab itu tak akan lama karna asap-asap pabrik

para konglomerat itu akan menggantinya dengan abu-abu

dan hitam.

Ah, kenapa kau menangis nak? Janganlah bersedih.

Busungkan dadamu kuatkan hatimu karena inilah dunia, nak.

Segala busuk dan rusak ini karena mahluk yang bernama

‘manusia’. Iya, nak ma-nu-sia. Mahluk yang bangga akan

derajat dan pikirannya.

Tapi, katanya ada yang berjuang mempertahankan

kelangsungan bumi ini? Bukankah mereka juga ma-nu-sia?

Bukan nak, itu hanya dongeng belaka. Mereka yang katanya

berjuang demi alam ini hanya bualan, sebab mereka lebih

butuh uang daripada pepohonan. Mereka lebih sayang emas

ketimbang air bersih yang jelas-jelas mereka butuhkan.

29

Lalu, secara tiba-tiba mereka mati. Mati di tanah

mereka sendiri. Mati karena terinjak sepatu seorang

petualang yang katanya mencintai alam.