View
429
Download
26
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan praktikum
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita berhadapan dengan peristiwa difusi dan
osmosis, baik kita sadari maupun tidak kita sadari. Contohmya pada saat kita menyeduh teh
celup dalam kemasan kantong, warna dari teh tersebut akan menyebar. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi teh dalam gelas lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi teh yang ada di dalam
kantong teh tersebut. Peristiwa tersebut sering kita sebut sebagai difusi.
Begitu pula pada tumbuhan, yang menyerap air dan zat hara yang diperlukan dari
lingkungan melalui proses difusi, osmosis, maupun imbibisi. Peristiwa tersebut dapat
berlangsung dengan baik jika terdapat perbedaan tekanan potensial air yang sangat besar antara
larutan di luar sel tumbuhan dengan larutan di dalam sel tumbuhan tersebut.
Tunbuhan mempunyai membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan
konsentrasi tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu tearlepasnya membran plasma dari dinding
sel akibat tekanan osmotik. Pada praktikum kali ini kita akan mencoba mencari pada konsentrasi
berapakah sel akan mengalami plasmolisis dengan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis
mencapai 50%. Selain itu kita juga akan menghitung tekanan osmotik dari sel tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang terplasmolisis?
2. Pada konsentrasi larutan sukrosa berapakah yang dapat menyebabkan sel epidermis Rhoe
discolor mengalami plasmolisis sebesar 50% ?
3. Berapakah tekanan osmisis cairan sel epidermis Rhoe discolor tersebut?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel epidemis Rhoe
discolor yang terplasmolisis.
2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel epidermis
Rhoe discolor mengalami plasmolisis.
3. Menentukan tekanan osmosis cairan sel dengan metoda plasmolisis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Bidwell (1979) molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu
bergerak. Oleh karena itu terjadi perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke
bagian yang lain.
Perpindahan molekul-molekul itu dpat ditinjau dari dua sudut. Pertama dari sudut sumber
dan dari sudut tujuan. Dari sudut sumber dikatakan bahwa terdapat suatu tekanan yang
menyebabkan molekul-molekul menyebar ke seluruh jaringan. Tekanan ini disebut dengan
tekanan difusi. Dari sudut tujuan dapat dikatakan bahwa ada sesuatu kekurangan (deficit akan
molekul-molekul. Hal ini dibandingkan dengan istilah daerah surplus molekul dan minus
molekul. Ini bararti bahwa di sumber itu ada tekanan difusi positif dan ditinjau adanya tekanan
difusi negatif. Istilah tekanan difusi negatif dapat ditukar dengan kekurangan tekanan difusi atau
deficit tekanan difusi yang disingkat dengan DTD (Dwijo, 1985).
Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia lebih tinggi ke tempat
dengan potensial kimia lebih rendah karena energi kinetiknya sendiri sampai terjadi
keseimbangan dinamis (Indradewa, 2009). Senada dengan itu, Agrica (2009) menjelaskan bahwa
difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah
pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah
uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara.
Prinsip dasar yang dapat kita pegang mengenai peristiwa difusi ini adalah difusi terjadi sebagai
suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan
konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam
sifat dapat juga menyebabkan difusi. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi di daun
adalah suatu contoh proses difusi. Dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk ke dalam
rongga antar sel pada mesofil daun yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis (Tim
Fisiologi Tumbuhan, 2009).
Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan) medium. Gas
berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat
dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding
dengan molekul yang lebih kecil. Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari
proses difusi. Pada siang hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga
konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun
ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2 di dalam jaringan menurun (karena
digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara luar masuk melalui stomata. Penguapan
air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran
air menyebarkan molekul lebih cepat dibanding dengan proses difusi (Anonymous a, 2009).
Apabila ada dua bejana yang satu berisi air murni dan bejana lain diisi dengan larutan, apabila
kedua bejana ini kita hubungkan, lalu diantara kedua bejana diletakkan membran semipermeabel,
yaitu membran yang mempu melalukan air (pelarut) dan menghambat lalunya zat-zat terlarut.
Pada proses ini air berdifusi ke bejana yang berisi larutan sedangkan larutan terhalang untuk
berdifusi ke bejana murni. Proses difusi ini disebut dengan osmosis (Tim Fisiologi Tumbuhan,
2009).
Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan
mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel (Fetter, 1998).
Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan
meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan
konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya
pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih
pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti
bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu
sendiri (Agrica,2009).
Tekanan yang diberikan pada air atau larutan, akan meningkatkan kemampuan osmosis
dalam larutan tersebut. Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam system ini disebut
potensial tekanan, yang dalam tumbuhan potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan turgor.
Nilai potensial tekanan dapat positif, nol, maupun negatif.
Selain potensial air (PA) dalam potensial tekanan (PT) osmosis juga dipengaruhi tekanan
osmotic (PO). Potensial osmotic dari suatu larutan lebih menyatakan sebagai status larutan.
Status larutan biasa kita nyatakan dalam bentuk satuan konsentrasi, satuan tekanan, atau satuan
energi. Hubungan antara potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), dan potensial osmotic
(PO) dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:
PA = PO + PT
Dari rumus di atas dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka
nilai PA = PO
Untuk mengetahui nilai potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan metode
plasmolisis. Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di
sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam
sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan
akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah
plasmolisis.
Metode plasmolisis dapat ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi sukrosa
berapakah yang mengakibatkan jumlah sel yang terplasmolisis mencapai 50%. Pada kondisi
tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika
konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka tekanan osmosis
sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TO sel = 22,4 x M x T
273
Dengan : TO = Tekanan Osmotik
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + t°C)
(Tim fisiologi tumbuhan. 2010).
Sitoplasma biasanya bersifat hipertonis (potensial air tinggi), dan cairan di luar sel bersifat
hipotonis (potensial air rendah), karena itulah air bisa masuk ke dalam sel sehingga antara kedua
cairan bersifat isotonus. Apabila suatu sel diletakkan dalam suatu larutan yang hipertonus
terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan berdifusi ke luar sehingga sitoplasma mengkerut
dan terlepas dari dinding sel, hal ini disebut plasmolisis. Bila sel itu kemudian dimasukkan ke
dalam cairan yang hipotonus, maka air akan masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan kembali
mengembang hal ini disebut deplasmolisis (Tim fisiologi tumbuhan. 2009).
.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena menggunakan beberapa
variabel yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon. Selain itu juga
menggunakan pembanding dalam penelitian.
B. Variabel Penelitian
a) Variabel kontrol:
- Jenis sel sama, yaitu sel epidermis Rhoe discolor.
- Jumlah sayatan epidermis Rhoe discolor yaitu selapis sayatan.
- Perbesaran mikroskop 10x
- Waktu perendaman sayatan epidermis dalam larutan sukrosa yaitu 30 menit.
b) Variabel manipulasi: konsentrasi larutan sukrosa.
c) Variabel respons:
- Jumlah sel epidermis Rhoe discolor yang terlihat.
- Jumlah sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis.
- Jumlah prosentase sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis.
- Konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% sel epidermis Rhoe discolor terplasmolisis.
- Teknan osmosis
-
C. Alat dan Bahan
1. daun Rhoe discolor yang jaringan epidermisnya mengndung cairan sel yang berwarna.
2. Larutan sukrosa dengan molaritas 0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ;
0,16 M ; 0,14 M.
3. Mikroskop.
4. Kaca arloji atau cawan petri 8 buah.
5. Kaca benda dan kaca objek.
6. pisau atau silet.
7. Gelas beaker 100 ml.
8. Pipet.
D. Langkah Kerja
1. Membuat larutan sukrosa dari konsentrasi yang terbesar yaitu 0,28 M dengan cara
melarutkan kristal sukrosa yang telah ditimbang sebanyak 95,76 gram ke dalam aquades
sehingga volumenya menjadi 1 liter. Sedangkan untuk membuat larutan sukrosa dengan
konsentrasi yang lebih rendah, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
V1.M1 = V2.M2
Dengan : V1 = volume awal; M1 = konsentrasi awal;
V2 = volume akhir; M2 = konsentrasi akhir.
2. Menyiapkan 8 buah cawan petri dan mengisinya masing-masing dengan 5 mL larutan
sukrosa yang telah disediakan dan memberi label pada masing-masing cawan petri
berdasarkan konsentrasinya.
3. Mengambil epidermis Rhoe discolor, kemudian menyayat atau mengiris lapisan
epidermisnya yang berwarna ungu dengan pisau atau silet dan mengusahakan hanya
menyayat selapis sel.
4. Merendam sayatan-sayatan epidermis tersebut pada cawan petri yang sudah berisi larutan
sukrosa konsentrasi tertentu dengan jumlah sayatan yang sama dan memberi selang
waktu beberapa menit di antara memasukkan sayatan pada cawan petri satu ke cawan
petri yang lain dan mencatat waktu mulai perendamannya.
5. Setelah 30 menit, mengambil sayatan yang telah direndam pada cawan petri dan
memeriksanya dengan menggunakan mikroskop.
6. Menghitung jumlah seluruh sel yang pada satu bidang lapang pandang, jumlah sel yang
terplasmolisis dan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis terhadap jumlah sel
seluruhnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap
Sel Epidermis Rhoe discolor
No.Konsentrasi sukrosa
(M)Ʃ sel
seluruhnyaƩ sel
terplasmolisis% sel
terplasmolisis
1. 0,28 49 49 100,00
2. 0,26 37 30 81,08
3. 0,24 45 20 44,44
4. 0,22 42 17 40,48
5. 0,20 38 14 36,84
6. 0,18 40 13 32,50
7. 0,16 49 15 30,61
8. 0,14 49 12 24.49
B.
Analisis Data
Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dianalisa sebagai berikut:
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,28 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 49 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
100%.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,26 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 37 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 30 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
81,08 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 45 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 20 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
44,44 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,22 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 42 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 13 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
40,48 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,20 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 38 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 14 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
36,84 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,18 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 40 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 13 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
32,50 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,16 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 15 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
30,61 %.
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,14 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,
dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 12 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar
24,49 %.
Analisis Grafik :
- Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,243 M, sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis
mencapai 50% dari jumlah sel epidermis.
- Semakin tinggi konsentrasi sukrosa, semakin tinggi prosentase sel yang terplasmolisis.
C. Pembahasan
Dari hasil analisa di atas maka dapat diperoleh bahwa semakin pekat konsentrasi larutan
sukrosa yang digunakan untuk merendam sayatan epidermis Rhoe discolor maka semakin
banyak pula sel epidermis yang terplasmolisis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan
potensial air di dalam dan di luar sel. Potensial air yang ada di dalam sel lebih besar dari pada
potensial air yang ada di luar sel. Oleh karena potensial air berbanding lurus dengan potensial
osmosis, maka potensial osmosis yang ada di dalam sel juga lebih besar dari pada potensial
osmosis yang ada di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan berpindahnya molekul air di dalam
sel menuju ke luar sel yang dalam praktikum kali ini molekul air berpindah dari sel epidermis
Rhoe discolor menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan protoplas sel epidermis
kehilangan air, menyusut volumenya (sel menjadi mengerut) dan akhirnya terlepas dari dinding
sel, peristiwa yang terjadi pada sel epidermis Rhoe discolor ini biasa disebut dengan Plasmolisis.
Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,243 M jumlah sel yang mengalami plasmolisis telah
mencapai 50%. Hal tersebut menandakan bahwa dalam kondisi tersebut merupakan kondisi yang
isotonic, dimana dalam kondisi tersebut potential air yang ada di dalam sel epidermis Rhoe
discolor maupun di luar sel (pada larutan sukrosa) menjadi sama, sehingga tidak terjadi lagi
difusi air karena air yang masuk ke dalam sel epidermis Rhoe discolor dan air yang keluar
meninggalkannya terdapat dalam jumlah yang sama atau dapat dikatakan terjadi keseimbangan
dinamis. Jika potensial di dalam sel dan di luar sel sama, maka besarnya potensial osmosis yang
ada di dalam dan di luar sel juga akan sebanding atau sama.
Setelah diketahui bahwa pada konsentrasi M, jumlah sel epidermis Rhoe discolor
mencapai 50%, maka dapat dihitung nilai tekanan osmosis yang ada pada sel epidermis Rhoe
discolor:
TO = 22,4 x M x T
273
= 22,4 x 0,243 x (273 +28°C)
273
= 6 atm
D. Diskusi
Plasmolisis dapat terjadi karena terlepasnya membran sel dari dinding sel akibat air yang
ada di dalam dinding sel terus keluar sampai terjadi keseimbangan antara potensial air yang ada
di dalam dan di luar sel. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa
dengan semakin pekat atau tingginya konsentrasi larutan sukrosa maka semakin banyak pula sel
yang mengalami plasmolisis. Hal tersebut disebabkan oleh potensial air yang ada di dalam sel
epidermis Rhoe discolor lebih besar dari pada di luar sel (larutan sukrosa), dan oleh karena
potensial air berbanding lurus dengan potensial osmotiknya, maka potensial yang ada di dalam
sel epidermis Rhoe discolor juga akan lebih besar dibandingkan dengan potensial osmosis yang
ada di luar sel.
Sel yang mengalami plasmolisis akan mencapai 50% dari jumlah keseluruhan sel yang
tampak pada satu lapang pandang jika konsentrasi larutan sukrosa 0,243 M, karena pada kondisi
tersebut potensial air yang ada di dalam sel epidermis Rhoe discolor maupun di luar selnya
menjadi sama atau bias disebut dalam keadaan yang isotonic.
BAB V
SIMPULAN
Suatu sel akan mengalami plasmolisis apabila potensial air yang ada di dalam sel lebih
besar dari pada potensial air yang ada di luar sel. Hal tersebut juga berarti bahwa potensial
osmosis yang ada di dalam sel lebih besar daripada di luar sel.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
kosentrasi larutan sukrosa, sel yang mengalami plasmolisis juga semakin besar jumlahnya. Sel
yang mengalami plasmolisis akan mencapai 50% dari jumlah sel yang yang tampak pada satu
lapang pandang, jika konsentrasi larutan M dan tekanan osmosis yang didapat ialah 6 atm.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia.
Kimball, John W. 1983. BIOLOGI. Jakarta: PT Erlangga.
Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.
Sasmita, Drajat ; Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:ITB Press.
Salisbury, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung:ITB Press.
Tim fisiologi tumbuhan. 2009. Penuntun Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN. Bandung : Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Tim fisiologi tumbuhan. 2010. Penuntun Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN. Surabaya : Jurusan
Biologi FMIPA UNESA.
Bidwell. R.G.S.1979. Plant Physiology edition 2. Macmillion Publishing. Co : New York
Dwidjoseputro. D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta
Diposkan oleh Merina Safitri di 07.39 http://merinasafitri-knowledge.blogspot.com/2011/09/laporan-praktikum-fisiologi-tumbuhan.html
aporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan “PENENTUAN TEKANAN OSMOSIS CAIRAN SEL”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses-proses faal/fungsi fisiologis tumbuhan. Ada
banyak pembahasan dalam fisiologi tumbuhan, salah satu diantaranya adalah potensial air jaringan
tumbuhan. Air merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi reaksi biosfer yang terjadi di
atmosfer, termasuk reaksi internal dalam jaringan tumbuhan. air pada jaringan tumbuhan memiliki
potensial.
Proses difusi dan osmosis sangat erat kaitannya dengan pengukuran potensial air jaringan
tumbuhan. Difusi merupakan perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke
konsentrasi yang lebih rendah. Osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel.
Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, dalam hal ini kesetimbangan
zat-zat (konsentrasi) di dalam sel dan di luar sel. Pada mekanisme osmosis, terjadi perbedaan
konsentrasi garam-garaman pada dua ruang, ini adalah mekanisme sel mempertahankan keseimbangan
garam-garaman tersebut, dengan jalan melewatkan/melalui air, menuju ke ruang yang memiliki
konsentrasi garam-garaman yang lebih banyak, karena garam-garaman tersebut tidak mampu melalui
membran sel yang semi permeabel. Hanya air dan ion garam-garaman tertentu yang dapat melalui
membran sel.
Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya
dipenuhi dengan air, berhubung air berfungsi sebagai medium berbagai reaksi kimiawi sel. Suatu ketika
apabila waktu perkembangannya, tumbuhan kekurangan suplai air, maka kandungan air dalam
tumbuhan menurun dan laju perkembangannya yang ditentukan oleh laju semua fungsi-fungsi yang juga
menurun. Jika keadaan kekeringan ini berlangsung lama, maka dapat mematikan tumbuhan.
Peristiwa difusi dan osmosis juga terjadi dalam mekanisme kerja tubuh tumbuhan. Sel
tumbuhan tersusun atas dinding sel, membran sel, sitoplasma dan organel-organel lainnya. Dinding sel
umumnya tersusun atas selulosa yang sifatnya permeabel, berbeda dengan membran plasma yang
bersifat semi permeabel. Membran sel yang secara struktural tersusun atas dwilapis membran ini
mampu mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan suatu sel ke dalam dan juga sebaliknya.
Suatu sel tumbuhan, apabila diletakkan pada suatu larutan dengan konsentrasi lebih tinggi
daripada konsentrasi dalam sel, maka air dalam sel akan keluar menuju larutan yang konsentrasi
pelarutnya lebih rendah. Karena sifat dari dinding sel yang permeabel maka ruang antara membran
plasma dan dinding sel akan diisi larutan dari luar. Peristiwa ini berlangsung terus menerus sampai
dicapai titik keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel. Hal ini menyebabkan
protoplasma yang kehilangan banyak air akan menyusut volumenya sampai akhirnya akan terlepas dari
dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut dengan plasmolisis.
Plasmolisis dapat diredam dengan tenaga yang disebut sebagai tekanan osmotik dengan besar
tekanan osmotik sama dengan konsentrasi larutannya. Untuk mengetahui nilai tekanan osmotik dapat
digunakan metode plasmolisis. Dalam masalah ini juga terdapat beberapa istilah penting yang saling
berhubungan yaitu potensial air (PA), potensial osmotik (PO) dan potensial turgor (PT).
Oleh karena difusi dan osmosis merupakan pokok bahasan yang sangat mendasar dan penting
dalam fisiologi tumbuhan, sehingga maka perlu diadakan praktikum khusus mengenai difusi dan
osmosis, utamanya mengenai potensial air jaringan tumbuhan unit 1 praktikum fisiologi tumbuhan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami melakukan percobaan dan menyusun sebuah laporan
dengan judul “PENENTUAN TEKANAN OSMOSIS CAIRAN SEL”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang mengalami
plasmolisis?
2. Berapakah konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel yang mengalami
plasmolisis?
3. Berapakah nilai tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang mengalami plasmolisis.
2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel yang mengalami
plasmolisis.
3. Menghitung nilai tekanan osmotik cairan sel dengan metode plasmolisis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Potensial Air
Dalam tanah dan tubuh tumbuhan tingkah laku dan pergerakan air didasarkan atas suatu
hubungan energi potensial. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari
daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah dengan energi potensial rendah. Energi potensial dalam
sistem cairan dinyatakan dengan cara membandingkannya dengan energi potensial air murni. Secara
kimia, air dalam tumbuhan dan tanah biasanya tidak murni itu disebabkan oleh adanya bahan terlarut
dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik-menarik yang berlawanan, gravitasi, dan
tekanan. Maka dari itu energi potensialnya lebih kecil dari pada energi potensial air murni (Gardner,
1991).
Potensial air merupakan energi yang dimiliki air untuk bergerak atau untuk mengadakan reaksi.
Dengan kata lain, potensial air merupakan tingkat kemampuan molekul-molekul air untuk melakukan
difusi. Pada potensial air, air bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah (dari larutan encer ke
larutan pekat, larutan encer lebih banyak mengandung air daripada larutan pekat).
Dalam fisiologi tumbuhan, potensial kimia air atau potensial air (PA) merupakan konsep yang
sangat penting. Ralph O. Slatyer (Australia) dan Sterling A Taylor (Utah State University) pada tahun
1960, mengusulkan bahwa potensial air digunakan sebagai dasar untuk sifat air dalam sistem tumbuhan-
tanah-udara. Potensial air merupakan sesuatu yang sama dengan potensial kimia air dalam suatu sistem,
dibandingkan dengan potensial kimia air murni pada tekanan atmosfir dan suhu yang sama. Mereka
menganggap bahwa PA air murni dinyatakan sebagai (0) nol (merupakan konvensi) dengan satuan dapat
berupa tekanan (atm, bar) atau satuan energi. Difusi air melintasi membran semipermeabel dinamakan
osmosis. Molekul air dapat berdifusi secara bebas melintasi membran, dari larutan dengan gradien
konsentrasi larutan rendah ke larutan dengan gradien konsentrasi larutan tinggi (Ismail, 2006).
Status energi bebas air adalah suatu pernyataan potensial air, suatu ukuran daya yang
menyebabkan air bergerak kedalam suatu sistem, seperti jaringan tumbuhan, jaringan tumbuhan, tanah
atau atmosfir, atau suatu bagian dari bagian lain dalam suatu sistem. (Ismail, 2009).
1. Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul atau ion dari dengan daerah konsentrasi tinggi ke daerah
dengan konsentrasi rendah. Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan)
medium. Gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih
lambat dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding
dengan molekul yang lebih kecil.
Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang hari terjadi
proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi
O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2
di dalam jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara luar masuk
melalui stomata. Penguapan air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di
alam, angin, dan aliran air menyebarkan molekul lebih cepat di banding dengan proses difusi.
2. Osmosis
Osmosis merupakan difusi air yang melintasi membran semipermeabel dari daerah dimana air
lebih banyak ke daerah yang lebih sedikit . Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau
potensial air, yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah
besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas daripada volume yang sedikit, di bawah kondisi
yang sama. Energi bebas zuatu zat per unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-
1) disebut potensial kimia. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat
terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah yang berpotensi kimia
lebih tinggi menuju daerah yang berpotensial kimia lebih kecil (Ismail, 2006).
Osmosis adalah difusi melalui membran semipermeabel. Contoh proses osmosis adalah
masuknya larutan ke dalam sel-sel endodermis. Dalam tubuh organisme multiseluler, air bergerak dari
satu sel ke sel lainnya dengan bebas. Selain air, molekul-molekul yang berukuran kecil seperti O 2 dan CO2
juga mudah melewati membran sel. Molekul-molekul tersebut akan berdifusi dari daerah dengan
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Jika telah mencapai keseimbangan konsentrasi zat di kedua sisi
membran maka proses osmosis akan berhenti. (Anonim, 2009).
Struktur dinding sel dan membran sel berbeda. Membran memungkinkan molekul air melintas
lebih cepat daripada unsur terlarut, dinding sel primer biasanya sangat permeable terhadap keduanya.
Memang membran sel tumbuhan memungkinkan berlangsungnya osmosis, tapi dinding sel yang tegar
itulah yang menimbulkan tekanan. Sel hewan tidak mempunyai dinding, sehingga bila timbul tekanan
didalamnya, sel tersebut sering pecah, seperti yang terjadi saat sel darah merah dimasukkan dalam air.
Sel yang turgid banyak berperan dalam menegakkan tumbuhan yang tidak berkayu (Salisbury, 1995).
Osmosis dapat dicegah dengan menggunakan tekanan. Oleh karena itu, ahli fisiologi tanaman
lebih suka menggunakan istilah potensial osmotik yakni tekanan yang diperlukan untuk mencegah
osmosis. Jika anda merendam bengkoang ke dalam larutan garam 10% maka sel-selnya akan kehilangan
rigiditas (kekakuannya). Hal ini disebabkan potensial air dalam sel bengkoang tersebut lebih tinggi
dibanding dengan potensial air pada larutan garam sehingga air dari dalam sel akan keluar ke dalam
larutan tersebut. Jika diamati dengan mikroskop maka vakuola sel-sel bengkoang tersebut tidak tampak
dan sitoplasma akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dindingnya. Peristiwa lepasnya
plasma sel dari dinding sel ini disebut plasmolisis.
Dalam proses osmosis terdapat beberapa komponen penting yaitu Potensial Air (PA) dan
Potensial Tekanan (PT), selain itu terdapat pula komponen lain yang juga penting yaitu Potensial
Osmotik (PO). Hubungan antara nilai Potensial Air (PA), Potensial Tekanan (PT) dan Potensial Osmotik
(PO) adalah :
PA = PO + PT
Jika konsentrasi antara lingkungan di dalam sel dan di luar sel telah mencapai keseimbangan
maka sudah tidak ada lagi potensial tekanan yang terjadi. Oleh karena itu persaman diatas menjadi :
PA = PO
Keterangan :
PA = Potensial Air
PO = Potensial Osmotik
3. Plasmolisis
Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan
keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel
dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air
larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke
dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan
air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun
demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun
Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi
konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses
plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang
terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah
mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel
tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma
yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan
plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat
masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).
Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding
sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari dinding sel. Peristiwa
plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh
jumlahnya selnya mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. potensial
osmotik larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel setelah
keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury and Ross, 1992).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian eksperimental. Hal ini karena dalam
melakukan penelitian kami menggunakan beberapa variabel, antara lain variabel kontrol, varibel
manipulasi dan variabel respon.
B. Variabel - Variabel
Variable Kontrol : Panjang potongan silinder wortel, lama perendaman (t) dan jenis larutan yang digunakan.
Variable Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa (0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8
M ; 1,0 M)
Variable Respon : Perubahan panjang potongan silinder bengkoang.
C. Alat Dan Bahan
Alat :
- Gelas kimia 100 mL 6 buah
- Gelas ukur 50 mL 1 buah
- Alat pengebor gabus 1 buah
- Penggaris 1 buah
- Pisau tajam 1 buah
- Pinset 1 buah
- Plastik 6 buah
- Karet gelang 6 buah
Bahan :
- Bengkoang 2 buah
- Larutan sukrosa 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M 25 mL
D. Langkah Kerja.
E. Rancangan Percobaan
o Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M sebanyak 25
ml pada tiap gelas kimia.
0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M
o Memilih bengkoang yang cukup besar dan baik, kemudian membuat silinder umbi bengkoang dengan alat
pengebor gabus, selanjutnya umbi dipotong-potong sepanjang 2 cm.
o Memasukkan 4 potong silinder bengkoang pada masing-masing gelas kimia yang berisi larutan sukrosa
berbeda konsentrasi dengan rentang waktu ± 5 menit pada setiap gelas kimia. Mencatat waktu pada
saat memasukkan potongan umbi dan menutup rapat gelas kimia selama percobaan untuk menghindari
penguapan.
0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M
o Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan silinder bengkoang dan mengukur kembali panjangnya.
o Menghitung nilai rata-rata pertambahan panjang potongan silinder bengkoang pada setiap konsentrasi
larutan sukrosa kemudian membuat tabel hasil pengamatan serta membuat grafik berdasarkan tabel
berikut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Dan Grafik
1. Tabel
Tabel pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap terhadap perubahan panjang potongan jaringan
umbi bengkoang.
Konsentrasi larutan
(M)
Panjang awal
(cm)
Panjang akhir (cm)
Pertambahan panjang
(cm)
Rata-rata pertambahan panjang (cm)
0 2 2,3 0,3 2,3
0,2 2 2,2 0,2 2,2
0,4 2 2,1 0,1 1,9
0,6 2 2,1 0,1 2,2
0,8 2 1,9 -0,1 1,9
1,0 2 1,8 -0,2 1,8
2. Grafik
Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Sukrosa Dengan Pertambahan Panjang Potongan Silinder
Bengkoang
B. Analisa Data
Berdasarkan data tabel dan grafik yang telah diperoleh melalui percobaan penentuan potensial
air jaringan tumbuhan maka data tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0 M, potongan silindris umbi bengkoang mengalami
pertambahan panjang sebesar 0,3 cm.
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata
mengalami pertambahan panjang sebesar 0,2 cm.
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,4 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata
mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,6 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata
mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,8 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata
mengalami pertambahan panjang sebesar -0,1 cm.
- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata
mengalami pertambahan panjang sebesar -0,2 cm.
Dari analisis data di atas maka dapat diketahui bahwa perubahan panjang potongan silinder
umbi bengkoang yang paling besar terjadi pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M yaitu sebesar
0,3 cm. Konsentrasi yang menyebabkan perubahan panjang (negatif) potongan silinder bengkoang
adalah 1 M. Nilai potensial air yang diperoleh melalui perhitungan yaitu sebesar -1,19084.
C. Pembahasan
Pada percobaan penentuan potensial air jaringan tumbuhan yang telah dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan diketahui bahwa pada larutan sukrosa 0 M terjadi pertambahan
panjang potongan silinder bengkoang yang lebih besar dibanding dengan larutan sukrosa yang lain. Hal
ini apabila dibandingkan dengan dengan pertambahan panjang yang terjadi pada potongan silindris
bengkoang pada larutan sukrosa dengan konsentrasi yang lebih pekat maka akan terjadi kesesuaian
dengan teori yang ada, yaitu karena potensial air pada larutan lebih tinggi daripada potensial di dalam
potongan silinder bengkoang sehingga air mengalir masuk dari larutan ke dalam sel bengkoang.
Ketika kita membandingkan dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah yaitu pada
konsentrasi 0 dan 1 M ternyata didapatkan data analisa yang sesuai dengan kajian teori. Hasil yang di
dapat untuk larutan dengan konsentrasi 0 M atau air murni mengalami pertambahan panjang sebesar
0,3 cm. Pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, potongan silinder bengkoang mengalami pertambahan
panjang (negatif) sebesar -0,2.
Pada praktikum yang kami lakukan konsentrasi sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan
panjang potongan silinder bengkoang tidak kami temukan. Secara teori ketika suatu konsentrasi itu tidak
menyebabkan perubahan panjang maka kemungkinan yang terjadi adalah karena potensial air (PA) di
dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang dimiliki oleh larutan,
sehingga tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel. Pada percobaan yang kami
lakukan di dapatkan hasil yang sesuai dengan kajian teori karena secara teoritis air murni atau larutan 0
% akan memiliki potensial air yang lebih tinggi daripada umbi-umbian salah satunya bengkoang.
Kesesuaian data yang didapat dari hasil percobaan mengindikasikan bahwa prakatikum yang
telah dilaksanakan telah berhasil. Hal seperti ini bisa terjadi dalam sebuah percobaan, kesesuaian data
yang kami dapat tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor pada saat kami melakukan percobaan di
laboratorium, antara lain :
1. Memperkecil kemungkinan terjadinya human error yang dapat berupa ketidaktelitian pada saat
melakukan pengukuran panjang. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan kerja tim dengan teman
sekelompok. Ketika telah tiba waktunya untuk mengambil silinder bengkoang di dalam gelas kimia, kami
telah menyiapkan plastik sebagai alas dan penggaris lentur sehingga silinder bengkoang dapat segera
diukur sebelum terjadinya penyusutan akibat penguapan.
2. Memperkecil terjadinya larutan rendaman yang menguap pada saat percobaan berlangsung sehingga
tidak mempengaruhi konsentrasi larutan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menutup gelas kimia yang
menggunakan plastik kemudian diikat dengan karet gelang agar tidak terjadi penguapan yang akan
berdampak pada perubahan jumlah konsentrasi larutan sukrosa.
3. Memperkecil terjadinya penguapan cairan pada potongan silinder bengkoang, karena terdapat jeda
waktu yang terlalu lama ketika melakukan pemotongan dengan ketika kita memasukkan potongan
bengkoang pada masing-masing gelas kimia dengan berbagai konsentrasi larutan. Kami menempatan
potongan bengkoang pada 2 cawan petri yang saling ditangkupkan, hal ini kami lakukan untuk
memperkecil terjadinya penguapan sebelum kami memasukan potongan silinder bengkoang pada gelas
kimia yang kami gunakan untuk percobaan.
4. Adanya homogen pada jaringan bengkoang yang digunakan. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil
percobaan, sehingga kami menggunakan 1 bengkoang yang besar untuk mendapatkan silinder
bengkoang yang baik. Jika menggunakan 2 bengkoang yang berbeda maka akan terjadi
ketidakhomogenan jaringan bengkoang yang mempengaruhi hasil percobaan.
5. Waktu yang lama dalam percobaan sehingga memungkinkan terjadinya kesetimbangan antara larutan
dan konsentrasi dalam jaringan tumbuhan.
D. Diskusi
1. Mengapa perlu dicari nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang
potongan silinder bengkoang dalam menentukan potensial air (PA) ?
Jawab :
Karena dalam menentukan PA perlu diketahui potensial tekanan (PT) dan potensial osmosis (PO). Dalam
hal ini diketahui bahwa PT = 0 karena tidak terjadi pertambahan panjang potongan silinder bengkoang
sehingga PA dapat diketahui sama dengan PO (PA = PO + PT à PA = PO + 0 à PA = PO) yang berarti
pada larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang mempunyai PO yang sama dengan
PA yang dimiliki oleh silinder bengkoang sehingga bengkoang tetap semula yaitu tidak terjadi keluar
masuknya air kedalam sel atau sebaliknya.
2. Mengapa nilai potensial air sel yang tidak berubah panjangnya sama dengan nilai potensial osmosis
larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang umbi tersebut ?
Jawab :
Karena pada saat tidak ada pertambahan panjang silinder bengkoangkonsentrasi didalam sel dengan
larutan sukrosa adalah sama, sehingga nilai PT =0 karena tidak ada tekanan balik dari sel, jadi persamaan
yang semula PA = PO + PT karena nilai PT = 0 maka menjadi PA = PO atau nilai potensial air sama
dengan nilai potensial osmotik.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Adapun simpulan dari percobaan ini adalah :
1. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, maka panjang silinder bengkoang akan berkurang. Hal ini
dikarenakan potensial air larutan kecil bila dibandingkan dengan potensial air pada sel bengkoang.
Sehingga air dari sel bengkoang akan berpindah menuju larutan.
2. Konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang potongan silinder
bengkoang tidak dijumpai pada percobaan yang kami lakukan. Berdasarkan kajian teori, apabila
potensial air (PA) di dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang
dimiliki oleh larutan, maka tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel.
3. Nilai potensial air (PA) potongan silinder bengkoang yang diperoleh pada konsentrasi 0 M adalah -
1,19084.
DAFTAR PUSTAKA
Sasmita Mihardja, Dradjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung ITB.
Soerodikosoemo, Wibisono dkk. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sri Rahayu, Yuni dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya
Soewardiati. 1991. Biologi Umum. Surabaya : Unipress IKIP Surabaya.
1. Foto silinder bengkoang
yang diletakkan didalam 2
cawan petri yang tertutup
(ditangkupkan), hal ini perlu
dilakukan untuk
memperkecil terjadinya
penguapan.
2. Foto silinder bengkoang
yang telah dimasukkan
kedalam larutan sukrosa
yang berbeda
konsentrasinya. Gelas kimia
yang digunakan dalam
percobaan ditutup plastik
dan diikat dengan karet
gelang untuk memperkecil
terjadinya penguapan pada
larutan sukrosa.
3. Foto silinder bengkoang
diposisikan miring, hal ini
perlu dilakukan agar silinder
bengkoang yang dimasukkan
kedalam larutan tidak ada
yang mengapung atau
melayang, sehingga silinder
bengkoang dipastikan dalam
keadaan tenggelam didalam
larutan sukrosa.
Diposkan oleh Dhek Ratich di 10.17
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentarhttp://dhekratich.blogspot.com/2012/10/blog-post.html
LAPORAN BIOLOGI OSMOSIS DAN DIFUSI
LAPORAN BIOLOGI
TRANSPOR PASIF (OSMOSIS & DIFUSI)
OLEH : NUR PERMATA SARI
XI IPA 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebelumnya telah diketahui bahwa membrane sel adalah tempat keluar masuknya zat pada
sel atau yang disebut transpor. Transportasi zat pada membrane sel dibagi menjadi dua yaitu
transport pasif dan transport aktif. Transport pasif merupakan perpindahan pada membrane yang
tidak membutuhkan energy. Transport pasif terdiri atas difusi, osmosis, dan difusi terbantu.
Sedangkan transport merupakan perpindahan zat yang membutuhkan energi karena melawan
gradient kosentrasi. Transpor aktif terdiri atas endositosis dan eksositosis.
Pada kegiatan pembelajaran kali ini kami mempelajari tentang transport pasif. Dari buku-
buku yang telah saya baca terdapat berbagai teori dari beberapa orang yang telah melakukan
eksperimen dan menyimpulkan bahwa, Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi yang rendah sehingga konsentrasinya sama, baik dengan atau tanpa melewati
membrane. Dan osmosis adalah perpindahan zat dari larutan hipotonis atau encer (konsentrasi air
tinggi, konsentrasi zat terlarut rendah) menuju larutan hipertonis atau pekat ( konsentrasi air
rendah, konsentrasi zat terlarut tinggi) yang mana pergerakannya melalui membrane
semipermiable. Untuk itu kami ingin mengetahui, melihat dan membuktikan sendiri teori
tersebut, yang berguna untuk menambah pengetahuan, dan untuk menyelesaikan tugas yang telah
diberikan oleh guru kami.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses terjadinya osmosis dan difusi
2. Apakah hasil yang diperoleh sama dengan teori
3. Apa yang terjadi pada peristiwa osmosis dan difusi
4. Adakah pengaruh yang ditimbulkannya
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi difusi dan osmosis
2. Melihat dan membuktikan proses difusi dan osmosis
3. Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan dari difusi dan osmosis
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat mengetahui bagaimana proses difusi dan osmosis itu terjadi
2. Menambah pengalaman dan pengetahuan siswa
3. Mampu mengidentifikasi bagaimana difusi dan osmosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kimball (1983:28) Menyatakan bahwa, osmosis adalah difusi dari tiap pelarut
melalu suatu selaput yang permiabol secara diferensial. Pada osmosis yang bergerak melalui
membrane semipermiabel ialah air dari larutan hepotesis 9konsentrasi air tinggi kekonsentrasi air
rendah)kehipertonis (konsentasi air rendah ke konsentrasi at terlarut tinggi).
Konsentrasi merupakan konsentrasi pelarutnya yaitu air dan bukan konsentrasi dari zat
yang larut (molekul, ion) dalam air pertukaran antara suatu penamaan khusus yaitu osmosis.
Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang menjadi ciri khas semua molekul yang
tidak terikat hanya tergantung pada gradient kontraksi.
Menurut Campbell (1999 : 147) Disufi adalah perpindahan zat (gas, padat atau cair) tanpa
melewati membrane, dari daerah yang konsetrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya
rendah sehingga konsetrasi zat menjadi sama. Difusi di sebut juga suatu substansi melintang
membra biologis di sebut juga dengan transportasi aktif.
Menurut Frank (1995 : 27) struktur dinding sel dan mebra sel berbeda, membrane
memungkinkan molekul air melintasi lebih cepat dari pada unsure terlarut, dinding sel primer
biasanya sangat permeable terhadap keduanya memang membrane se tumbuhan memungkinkan
berlangsungnya osmosis tetapi dinding sel yang tegar ituah yang menimbulkan tekanan dengan
meningkatnya jumlah molekul di dalam sel, isi sel mulai menekan dinding sel, tekanan ini
disebut tekanan turgar. Tekanan turgar inlah yang menyebabkan kekakuan pada bagian tanaman
yang tidak berkaya seperti daun dan bunga.
Menurut DWIOJOSEPUTRO (1990 : 67). Difusi adalah penyebaran yang di maksut
penyebaran di sini penyebaran molekul-molekul suatu zat, dan penyebaran itu di timbulkan oleh
suatu gaya yang identil dengan energi kinetis tersebut. Baik gas, maupun zat cair dan zat padat,
molekul-molekulnya ada kecenderungan utuk menyebar sampai terdapat suatu konsentrasi yang
sama. Difusi juga akan di lakukan oleh molekul-molekul gula apabila kita mencampurkan suatu
gua dengan air biasa, setelah kita beri waktu yang cukup lama, maka seluruh air akan berasa
manis.
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Alat
Gelas Kimia
Pipet Tetes
Neraca Ohaus
Cutter / pisau
Jam / stopwatch
Bahan
Kentang
Sirop
Gula
Air
B. CARA KERJA
1. Proses Osmosis
Membuat larutan gula kadar 10 %
Siapkan air ± 1 liter di gelas kimia
Tuangkan gula sebanyak 10 gr
Aduk dan larutkan gula tersebut
Kupas kentang dan potong dadu
Timbang beratnya menggunakan neraca ohauss dan catat beratnya
Rendam kentang di dalam larutan gula selama 30 menit
Setelah 30 menit, angkat kentang dari rendaman dan timbang kembali
Apakah kentang menjadi lebih berat atau lebih ringan
2. Proses Difusi
- Sediakan air di gelas kimia
- Tetesi dengan sirop sekitar 10-20 tetes. Lihat penyebaran molekul-molekul sirop di dalam air.
c. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
penelitian yang dilakukan pada pelajaran biologi yang memerlukan waktu 2 `× 45 menit di ruang
laboratorium biologi. Mulai dari menyiapkan peralatan, pembuatan sediaan kentang, melakukan
praktikum serta menulis hasil praktikum.
BAB IVHASIL PENELITIAN
A. HASIL
PROSES OSMOSIS PROSES DIFUSI
Berat kentang awal : 13,9 gr
Berat kentang sesudah : 14,3 gr
Kentang mengalami pertambahan
berat dari berat semula
Sirop yang diteteskan ke dalam air
terlihat segera menyebar ke segala
arah.
Warna sirop yang tadinya merah tua
menjadi merah muda.
B. PEMBAHASAN
Peristiwa osmosis
Osmosis sendiri merupakan proses perpindahan molekul-molekul zat pelarut dari tempat
yang berkonsentrasi rendah (encer) menuju ke tempat yangberkonsentrasi tinggi (pekat) dengan
melewati membran semipermeabel.
Dalam percobaan yang kami lakukan, semula berat kentang adalah 13,9 gr. Setelah
perendaman selama 30 menit kentang tersebut bertambah berat menjadi 14,34 gr. Padahal
seharusnya dalam peristiwa osmosis, guru mengatakan kentang akan menjadi lebih ringan.
Perbedaan hasil praktikum tersebut menurut saya dapat disebabkan karena, pertama factor
waktu, kami hanya merendam selama 30 menit. Diketahui bahwa, struktur kentang itu padat
menyebabkan air yang masuk ke dinding dan membrane sel menjadi lambat, air yang masuk pun
tidak terlalu banyak dan konsentrasi air di dalam sel pun seimbang sehingga, dinding sel pun
tidak pecah dan masih tertahan di dalamnya. Mungkin kalau waktu yang lebih lama air yang
masuk akan lebih banyak dan akan mendorong terjadinya kerusakan pada dinding sel. Yang
seharusya air tersebut karena jumlah yang berlebihan masuk ke dalam sel sehingga mendesak sel
menjadi mengembang sampai sel tersebut tidak lagi mampu menampung air yang masuk hingga
dinding sel tersebut rusak/pecah dan sel mengalami pengerutan yang menyebabkan beratnya
akan lebih ringan daripada sebelumnya. Kedua, karena factor kepekatan larutan. Kepekatan
cairan di dalam kentang lebih pekat/ konsentrasi larutan di dalam kentang lebih tinggi daripada
kepekatan larutan di luar kentang / larutan gula. Sehingga, larutan gula pun terdorong untuk
masuk ke dalam kentang. Karena, pada peristiwa osmosis larutan yang konsentrasinya rendah
akan berpindah atau bergerak menuju larutan yang konsentrasinya lebih tinggi/larutan yang
kepekatannya rendah akan menuju ke kepekatan yang tinggi. Untuk itu kita perlu menambah
waktu praktikum dan membuat larutan gula yang lebih pekat agar konsentrasinya lebih tinggi
daripada konsentrasi cairan di dalam kentang. Itu agar kita dapat mendapat hasil yang sama
dengan yang dikatakan guru dan referensi dari buku-buku.
Peristiwa difusi
Dalam praktek ini kami meneteskan beberapa tetes sirup kedalam air terlihat bahwa sirup
dengan cepat menyebar kesegala arah. Diketahui bahwa sirop itu pekat yang berarti
konsentrasinya tinggi dan air itu encer yang berarti konsentrasinya rendah. Karena adanya
perbedaan konsentrasi inilah yang menyebabkan terjadinya perpindahan zat yaitu difusi. Semula
sirup yang pekat itu berwarna merah tua, setelah diteteskan kedalam air warnanya pun juga
menyebar, air tersebut menjadi merah muda. Selain itu kepekatannya pun sama karena cairan
sirup telah tercampur rata. Difusi sederhana terjadi secara spontan, molekul zat akan berdifusi
menyebar keseluruh ruang sampai mencapai kesetimbangan yang ditandai dengan kerapatan zat
yang sama diseluruh ruang. Seperti yang terjadi pada saat sirup diteteskan kedalam air. Dengan
sendirinya sirup menyebar keseluruh volume dalam gelas beker meskipun tanpa diaduk sehingga
kerapatan zat tersebut merata. Sehingga hal tersebut sesuai dengan apa yang tertulis di buku-
buku (teori). Bahwa “Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang
rendah sehingga konsentrasinya sama, baik dengan atau tanpa melewati membrane”.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Waktu perendaman kentang di larutan gula akan mempengaruhi hasilnya
2. Kepekatan larutan gula akan mempengaruhi proses osmosis
3. Hasil yang kami peroleh mengenai proses osmosis berbeda dengan teori.
4. Hasil yang kami peroleh mengenai proses difusi sama dengan teori dan buku, bahwa difusi
adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga konsentrasinya
sama.
B. SARAN
1. Hati-hatilah dalam penggunaan pisau
2. Perlu adanya penelitian lebih dalam, waktu praktikum lebih lama serta peningkatan
fasilitas/peralatan praktikum, untuk memudahkan kegiatan praktek.
3. Perlu banyak bimbingan dari guru, membaca dan mengambil referensi lebih banyak lagi baik
dari buku-buku maupun internet dan lain-lain, agar lebih memahami proses osmosis dan difusi
tersebut.
Diposkan oleh permata sari di 21.11 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook http://permatasarinur.blogspot.com/2012/11/laporan-biologi.html