61
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita berhadapan dengan peristiwa difusi dan osmosis, baik kita sadari maupun tidak kita sadari. Contohmya pada saat kita menyeduh teh celup dalam kemasan kantong, warna dari teh tersebut akan menyebar. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi teh dalam gelas lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi teh yang ada di dalam kantong teh tersebut. Peristiwa tersebut sering kita sebut sebagai difusi. Begitu pula pada tumbuhan, yang menyerap air dan zat hara yang diperlukan dari lingkungan melalui proses difusi, osmosis, maupun imbibisi. Peristiwa tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terdapat perbedaan tekanan potensial air yang sangat besar antara larutan di luar sel tumbuhan dengan larutan di dalam sel tumbuhan tersebut. Tunbuhan mempunyai membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan konsentrasi tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu tearlepasnya membran plasma dari dinding sel akibat tekanan osmotik. Pada praktikum kali ini kita akan mencoba mencari pada konsentrasi berapakah sel akan mengalami plasmolisis dengan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis mencapai 50%. Selain itu kita juga akan menghitung tekanan osmotik dari sel tersebut.

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita berhadapan dengan peristiwa difusi dan

osmosis, baik kita sadari maupun tidak kita sadari. Contohmya pada saat kita menyeduh teh

celup dalam kemasan kantong, warna dari teh tersebut akan menyebar. Hal ini disebabkan oleh

konsentrasi teh dalam gelas lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi teh yang ada di dalam

kantong teh tersebut. Peristiwa tersebut sering kita sebut sebagai difusi.

Begitu pula pada tumbuhan, yang menyerap air dan zat hara yang diperlukan dari

lingkungan melalui proses difusi, osmosis, maupun imbibisi. Peristiwa tersebut dapat

berlangsung dengan baik jika terdapat perbedaan tekanan potensial air yang sangat besar antara

larutan di luar sel tumbuhan dengan larutan di dalam sel tumbuhan tersebut.

Tunbuhan mempunyai membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan

konsentrasi tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu tearlepasnya membran plasma dari dinding

sel akibat tekanan osmotik. Pada praktikum kali ini kita akan mencoba mencari pada konsentrasi

berapakah sel akan mengalami plasmolisis dengan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis

mencapai 50%. Selain itu kita juga akan menghitung tekanan osmotik dari sel tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang terplasmolisis?

2.   Pada konsentrasi larutan sukrosa berapakah yang dapat menyebabkan sel epidermis Rhoe

discolor mengalami plasmolisis sebesar 50% ?

3.   Berapakah tekanan osmisis cairan sel epidermis Rhoe discolor tersebut?

C. Tujuan

1.   Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel epidemis Rhoe

discolor yang terplasmolisis.

2.   Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel epidermis

Rhoe discolor mengalami plasmolisis.

3.   Menentukan tekanan osmosis cairan sel dengan metoda plasmolisis.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Bidwell (1979) molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu

bergerak. Oleh karena itu terjadi perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke

bagian yang lain.

Perpindahan molekul-molekul itu dpat ditinjau dari dua sudut. Pertama dari sudut sumber

dan dari sudut tujuan. Dari sudut sumber dikatakan bahwa terdapat suatu tekanan yang

menyebabkan molekul-molekul menyebar ke seluruh jaringan. Tekanan ini disebut dengan

tekanan difusi. Dari sudut tujuan dapat dikatakan bahwa ada sesuatu kekurangan (deficit akan

molekul-molekul. Hal ini dibandingkan dengan istilah daerah surplus molekul dan minus

molekul. Ini bararti bahwa di sumber itu ada tekanan difusi positif dan ditinjau adanya tekanan

difusi negatif. Istilah tekanan difusi negatif dapat ditukar dengan kekurangan tekanan difusi atau

deficit tekanan difusi yang disingkat dengan DTD (Dwijo, 1985).

Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia lebih tinggi ke tempat

dengan potensial kimia lebih rendah karena energi kinetiknya sendiri sampai terjadi

keseimbangan dinamis (Indradewa, 2009). Senada dengan itu, Agrica (2009) menjelaskan bahwa

difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian

berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah

pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah

uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara.

Prinsip dasar yang dapat kita pegang mengenai peristiwa difusi ini adalah difusi terjadi sebagai

suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan

konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam

sifat dapat juga menyebabkan difusi. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi di daun

adalah suatu contoh proses difusi. Dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk ke dalam

rongga antar sel pada mesofil daun yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis (Tim

Fisiologi Tumbuhan, 2009).

Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan) medium. Gas

berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat

dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding

dengan molekul yang lebih kecil. Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari

proses difusi. Pada siang hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga

konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun

ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2 di dalam jaringan menurun (karena

digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara luar masuk melalui stomata. Penguapan

air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran

air menyebarkan molekul lebih cepat dibanding dengan proses difusi (Anonymous a, 2009).

Apabila ada dua bejana yang satu berisi air murni dan bejana lain diisi dengan larutan, apabila

kedua bejana ini kita hubungkan, lalu diantara kedua bejana diletakkan membran semipermeabel,

yaitu membran yang mempu melalukan air (pelarut) dan menghambat lalunya zat-zat terlarut.

Pada proses ini air berdifusi ke bejana yang berisi larutan sedangkan larutan terhalang untuk

berdifusi ke bejana murni. Proses difusi ini disebut dengan osmosis (Tim Fisiologi Tumbuhan,

2009).

Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan

mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel (Fetter, 1998).

Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan

meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan

konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya

pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih

pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti

bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu

sendiri (Agrica,2009).

Tekanan yang diberikan pada air atau larutan, akan meningkatkan kemampuan osmosis

dalam larutan tersebut. Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam system ini disebut

potensial tekanan, yang dalam tumbuhan potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan turgor.

Nilai potensial tekanan dapat positif, nol, maupun negatif.

Selain potensial air (PA) dalam potensial tekanan (PT) osmosis juga dipengaruhi tekanan

osmotic (PO). Potensial osmotic dari suatu larutan lebih menyatakan sebagai status larutan.

Status larutan biasa kita nyatakan dalam bentuk satuan konsentrasi, satuan tekanan, atau satuan

energi. Hubungan antara potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), dan potensial osmotic

(PO) dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:

PA = PO + PT

Dari rumus di atas dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka

nilai PA = PO

Untuk mengetahui nilai potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan metode

plasmolisis. Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di

sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam

sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan

akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah

plasmolisis.

Metode plasmolisis dapat ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi sukrosa

berapakah yang mengakibatkan jumlah sel yang terplasmolisis mencapai 50%. Pada kondisi

tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika

konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka tekanan osmosis

sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TO sel = 22,4 x M x T

              273

Dengan :       TO = Tekanan Osmotik

M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis

                     T    = Temperatur mutlak (273 + t°C)

(Tim fisiologi tumbuhan. 2010).

Sitoplasma biasanya bersifat hipertonis (potensial air tinggi), dan cairan di luar sel bersifat

hipotonis (potensial air rendah), karena itulah air bisa masuk ke dalam sel sehingga antara kedua

cairan bersifat isotonus. Apabila suatu sel diletakkan dalam suatu larutan yang hipertonus

terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan berdifusi ke luar sehingga sitoplasma mengkerut

dan terlepas dari dinding sel, hal ini disebut plasmolisis. Bila sel itu kemudian dimasukkan ke

dalam cairan yang hipotonus, maka air akan masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan kembali

mengembang hal ini disebut deplasmolisis (Tim fisiologi tumbuhan. 2009).

.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena menggunakan beberapa

variabel yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon. Selain itu juga

menggunakan pembanding dalam penelitian.

B. Variabel Penelitian

a)      Variabel kontrol:

-          Jenis sel sama, yaitu  sel epidermis Rhoe discolor.

-          Jumlah sayatan epidermis Rhoe discolor yaitu selapis sayatan.

-          Perbesaran mikroskop 10x

-          Waktu perendaman sayatan epidermis dalam larutan sukrosa yaitu 30 menit.

b)      Variabel manipulasi: konsentrasi larutan sukrosa.

c)      Variabel respons:

-          Jumlah sel epidermis Rhoe discolor yang terlihat.

-          Jumlah sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis.

-          Jumlah prosentase sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis.

-          Konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% sel epidermis Rhoe discolor terplasmolisis.

-          Teknan osmosis

-           

C. Alat dan Bahan

1. daun Rhoe discolor yang jaringan epidermisnya mengndung cairan sel yang berwarna.

2. Larutan sukrosa dengan molaritas 0,28 M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ;

0,16 M ; 0,14 M.

3.  Mikroskop.

4. Kaca arloji atau cawan petri 8 buah.

5. Kaca benda dan kaca objek.

6. pisau atau silet.

7. Gelas beaker 100 ml.

8. Pipet.

D. Langkah Kerja

1. Membuat larutan sukrosa dari konsentrasi yang terbesar yaitu 0,28 M dengan cara

melarutkan kristal sukrosa yang telah ditimbang sebanyak 95,76 gram ke dalam aquades

sehingga volumenya menjadi 1 liter. Sedangkan untuk membuat larutan sukrosa dengan

konsentrasi yang lebih rendah, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

V1.M1 = V2.M2

            Dengan : V1 = volume awal; M1 = konsentrasi awal;

                           V2 = volume akhir; M2 = konsentrasi akhir.

2. Menyiapkan 8 buah cawan petri dan mengisinya masing-masing dengan 5 mL larutan

sukrosa yang telah disediakan dan memberi label pada masing-masing cawan petri

berdasarkan konsentrasinya.

3. Mengambil epidermis Rhoe discolor, kemudian menyayat atau mengiris lapisan

epidermisnya yang berwarna ungu dengan pisau atau silet dan mengusahakan hanya

menyayat selapis sel.

4. Merendam sayatan-sayatan epidermis tersebut pada cawan petri yang sudah berisi larutan

sukrosa konsentrasi tertentu dengan jumlah sayatan yang sama dan memberi selang

waktu beberapa menit di antara memasukkan sayatan pada cawan petri satu ke cawan

petri yang lain dan mencatat waktu mulai perendamannya.

5. Setelah 30 menit, mengambil sayatan yang telah direndam pada cawan petri  dan

memeriksanya dengan menggunakan mikroskop.

6. Menghitung jumlah seluruh sel yang pada satu bidang lapang pandang, jumlah sel yang

terplasmolisis dan prosentase jumlah sel yang terplasmolisis terhadap jumlah sel

seluruhnya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap

 Sel Epidermis Rhoe discolor

No.Konsentrasi sukrosa

(M)Ʃ sel

seluruhnyaƩ sel

terplasmolisis% sel

terplasmolisis

1. 0,28 49 49 100,00

2. 0,26 37 30 81,08

3. 0,24 45 20 44,44

4. 0,22 42 17 40,48

5. 0,20 38 14 36,84

6. 0,18 40 13 32,50

7. 0,16 49 15 30,61

8. 0,14 49 12 24.49

B.

Analisis Data

Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dianalisa sebagai berikut:

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,28 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 49 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

100%.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,26 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 37 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 30 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

81,08 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 45 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 20 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

44,44 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,22 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 42 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 13 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

40,48 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,20 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 38 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 14 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

36,84 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,18 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 40 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 13 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

32,50 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,16 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 15 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

30,61 %.

-          Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,14 M, sel epidermis Rhoe discolor terlihat sebanyak 49 sel,

dan yang mengalami plasmolisis sebanyak 12 sel dengan prosentase sel terplasmolisis sebesar

24,49 %.

Analisis Grafik :

-       Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,243 M, sel epidermis Rhoe discolor yang terplasmolisis

mencapai 50% dari jumlah sel epidermis.

-       Semakin tinggi konsentrasi sukrosa, semakin tinggi prosentase sel yang terplasmolisis.

C. Pembahasan

Dari hasil analisa di atas maka dapat diperoleh bahwa semakin pekat konsentrasi larutan

sukrosa yang digunakan untuk merendam sayatan epidermis Rhoe discolor maka semakin

banyak pula sel epidermis yang terplasmolisis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan

potensial air di dalam dan di luar sel. Potensial air yang ada di dalam sel lebih besar dari pada

potensial air yang ada di luar sel. Oleh karena potensial air berbanding lurus dengan potensial

osmosis, maka potensial osmosis yang ada di dalam sel juga lebih besar dari pada potensial

osmosis yang ada di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan berpindahnya molekul air di dalam

sel menuju ke luar sel yang dalam praktikum kali ini molekul air berpindah dari sel epidermis

Rhoe discolor menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan protoplas sel epidermis

kehilangan air, menyusut volumenya (sel menjadi mengerut) dan akhirnya terlepas dari dinding

sel, peristiwa yang terjadi pada sel epidermis Rhoe discolor ini biasa disebut dengan Plasmolisis.

Pada konsentrasi larutan sukrosa  0,243 M jumlah sel yang mengalami plasmolisis telah

mencapai 50%. Hal tersebut menandakan bahwa dalam kondisi tersebut merupakan kondisi yang

isotonic, dimana dalam kondisi tersebut potential air yang ada di dalam sel epidermis Rhoe

discolor maupun di luar sel (pada larutan sukrosa) menjadi sama, sehingga tidak terjadi lagi

difusi air karena air yang masuk ke dalam sel epidermis Rhoe discolor dan air yang keluar

meninggalkannya terdapat dalam jumlah yang sama atau dapat dikatakan terjadi keseimbangan

dinamis. Jika potensial di dalam sel dan di luar sel sama, maka besarnya potensial osmosis yang

ada di dalam dan di luar sel juga akan sebanding atau sama.

Setelah diketahui bahwa pada konsentrasi   M, jumlah sel epidermis Rhoe discolor

mencapai 50%, maka dapat dihitung nilai tekanan osmosis yang ada pada sel epidermis Rhoe

discolor:

TO = 22,4 x M x T

          273

                       = 22,4 x 0,243 x (273 +28°C)

                          273

   = 6  atm

D. Diskusi

Plasmolisis dapat terjadi karena terlepasnya membran sel dari dinding sel akibat air yang

ada di dalam dinding sel terus keluar sampai terjadi keseimbangan antara potensial air yang ada

di dalam dan di luar sel. Berdasarkan data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa

dengan semakin pekat atau tingginya konsentrasi larutan sukrosa maka semakin  banyak pula sel

yang mengalami plasmolisis. Hal tersebut disebabkan oleh potensial air yang ada di dalam sel

epidermis Rhoe discolor lebih besar dari pada di luar sel (larutan sukrosa), dan oleh karena

potensial air berbanding lurus dengan potensial osmotiknya, maka potensial yang ada di dalam

sel epidermis Rhoe discolor juga akan lebih besar dibandingkan dengan potensial osmosis yang

ada di luar sel.

Sel yang mengalami plasmolisis akan mencapai 50% dari jumlah keseluruhan sel yang

tampak pada satu lapang pandang jika konsentrasi larutan sukrosa 0,243 M, karena pada kondisi

tersebut potensial air yang ada di dalam sel epidermis Rhoe discolor maupun di luar selnya

menjadi sama atau bias disebut dalam keadaan yang isotonic.

BAB V

SIMPULAN

Suatu sel akan mengalami plasmolisis apabila potensial air yang ada di dalam sel lebih

besar dari pada potensial air yang ada di luar sel. Hal tersebut juga berarti bahwa potensial

osmosis yang ada di dalam sel lebih besar daripada di luar sel.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

kosentrasi larutan sukrosa, sel yang mengalami plasmolisis juga semakin besar jumlahnya. Sel

yang mengalami plasmolisis akan mencapai 50% dari jumlah sel yang yang tampak pada satu

lapang pandang, jika konsentrasi larutan   M dan tekanan osmosis yang didapat ialah 6 atm.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia.

Kimball, John W. 1983. BIOLOGI. Jakarta: PT Erlangga.

Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia. 

Sasmita, Drajat ; Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:ITB Press.

Salisbury, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung:ITB Press.

Tim fisiologi tumbuhan. 2009. Penuntun Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN. Bandung  : Jurusan

Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Tim fisiologi tumbuhan. 2010. Penuntun Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN. Surabaya : Jurusan

Biologi FMIPA UNESA.

Bidwell. R.G.S.1979. Plant Physiology edition 2. Macmillion Publishing. Co : New York

Dwidjoseputro. D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta

Diposkan oleh Merina Safitri di 07.39 http://merinasafitri-knowledge.blogspot.com/2011/09/laporan-praktikum-fisiologi-tumbuhan.html

aporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan “PENENTUAN TEKANAN OSMOSIS CAIRAN SEL”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses-proses faal/fungsi fisiologis tumbuhan. Ada

banyak pembahasan dalam fisiologi tumbuhan, salah satu diantaranya adalah potensial air jaringan

tumbuhan. Air merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi reaksi biosfer yang terjadi di

atmosfer, termasuk reaksi internal dalam jaringan tumbuhan. air pada jaringan tumbuhan memiliki

potensial.

Proses difusi dan osmosis sangat erat kaitannya dengan pengukuran potensial air jaringan

tumbuhan. Difusi merupakan perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke

konsentrasi yang lebih rendah. Osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel.

Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, dalam hal ini kesetimbangan

zat-zat (konsentrasi) di dalam sel dan di luar sel. Pada mekanisme osmosis, terjadi perbedaan

konsentrasi garam-garaman pada dua ruang, ini adalah mekanisme sel mempertahankan keseimbangan

garam-garaman tersebut, dengan jalan melewatkan/melalui air, menuju ke ruang yang memiliki

konsentrasi garam-garaman yang lebih banyak, karena garam-garaman tersebut tidak mampu melalui

membran sel yang semi permeabel. Hanya air dan ion garam-garaman tertentu yang dapat melalui

membran sel.

Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya

dipenuhi dengan air, berhubung air berfungsi sebagai medium berbagai reaksi kimiawi sel. Suatu ketika

apabila waktu perkembangannya, tumbuhan kekurangan suplai air, maka kandungan air dalam

tumbuhan menurun dan laju perkembangannya yang ditentukan oleh laju semua fungsi-fungsi yang juga

menurun. Jika keadaan kekeringan ini berlangsung lama, maka dapat mematikan tumbuhan.

Peristiwa difusi dan osmosis juga terjadi dalam mekanisme kerja tubuh tumbuhan. Sel

tumbuhan tersusun atas dinding sel, membran sel, sitoplasma dan organel-organel lainnya. Dinding sel

umumnya tersusun atas selulosa yang sifatnya permeabel, berbeda dengan membran plasma yang

bersifat semi permeabel. Membran sel yang secara struktural tersusun atas dwilapis membran ini

mampu mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan suatu sel ke dalam dan juga sebaliknya.

Suatu sel tumbuhan, apabila diletakkan pada suatu larutan dengan konsentrasi lebih tinggi

daripada konsentrasi dalam sel, maka air dalam sel akan keluar menuju larutan yang konsentrasi

pelarutnya lebih rendah. Karena sifat dari dinding sel yang permeabel maka ruang antara membran

plasma dan dinding sel akan diisi larutan dari luar. Peristiwa ini berlangsung terus menerus sampai

dicapai titik keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel. Hal ini menyebabkan

protoplasma yang kehilangan banyak air akan menyusut volumenya sampai akhirnya akan terlepas dari

dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut dengan plasmolisis.

Plasmolisis dapat diredam dengan tenaga yang disebut sebagai tekanan osmotik dengan besar

tekanan osmotik sama dengan konsentrasi larutannya. Untuk mengetahui nilai tekanan osmotik dapat

digunakan metode plasmolisis. Dalam masalah ini juga terdapat beberapa istilah penting yang saling

berhubungan yaitu potensial air (PA), potensial osmotik (PO) dan potensial turgor (PT).

Oleh karena difusi dan osmosis merupakan pokok bahasan yang sangat mendasar dan penting

dalam fisiologi tumbuhan, sehingga maka perlu diadakan praktikum khusus mengenai difusi dan

osmosis, utamanya mengenai potensial air jaringan tumbuhan unit 1 praktikum fisiologi tumbuhan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka kami melakukan percobaan dan menyusun sebuah laporan

dengan judul “PENENTUAN TEKANAN OSMOSIS CAIRAN SEL”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang mengalami

plasmolisis?

2. Berapakah konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel yang mengalami

plasmolisis?

3. Berapakah nilai tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang mengalami plasmolisis.

2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel yang mengalami

plasmolisis.

3. Menghitung nilai tekanan osmotik cairan sel dengan metode plasmolisis.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Potensial Air

Dalam tanah dan tubuh tumbuhan tingkah laku dan pergerakan air didasarkan atas suatu

hubungan energi potensial. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari

daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah dengan energi potensial rendah. Energi potensial dalam

sistem cairan dinyatakan dengan cara membandingkannya dengan energi potensial air murni. Secara

kimia, air dalam tumbuhan dan tanah biasanya tidak murni itu disebabkan oleh adanya bahan terlarut

dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik-menarik yang berlawanan, gravitasi, dan

tekanan. Maka dari itu energi potensialnya lebih kecil dari pada energi potensial air murni (Gardner,

1991).

Potensial air merupakan energi yang dimiliki air untuk bergerak atau untuk mengadakan reaksi.

Dengan kata lain, potensial air merupakan tingkat kemampuan molekul-molekul air untuk melakukan

difusi. Pada potensial air, air bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah (dari larutan encer ke

larutan pekat, larutan encer lebih banyak mengandung air daripada larutan pekat).

Dalam fisiologi tumbuhan, potensial kimia air atau potensial air (PA) merupakan konsep yang

sangat penting. Ralph O. Slatyer (Australia) dan Sterling A Taylor (Utah State University) pada tahun

1960, mengusulkan bahwa potensial air digunakan sebagai dasar untuk sifat air dalam sistem tumbuhan-

tanah-udara. Potensial air merupakan sesuatu yang sama dengan potensial kimia air dalam suatu sistem,

dibandingkan dengan potensial kimia air murni pada tekanan atmosfir dan suhu yang sama. Mereka

menganggap bahwa PA air murni dinyatakan sebagai (0) nol (merupakan konvensi) dengan satuan dapat

berupa tekanan (atm, bar) atau satuan energi. Difusi air melintasi membran semipermeabel dinamakan

osmosis. Molekul air dapat berdifusi secara bebas melintasi membran, dari larutan dengan gradien

konsentrasi larutan rendah ke larutan dengan gradien konsentrasi larutan tinggi (Ismail, 2006).

Status energi bebas air adalah suatu pernyataan potensial air, suatu ukuran daya yang

menyebabkan air bergerak kedalam suatu sistem, seperti jaringan tumbuhan, jaringan tumbuhan, tanah

atau atmosfir, atau suatu bagian dari bagian lain dalam suatu sistem. (Ismail, 2009).

1. Difusi

Difusi adalah pergerakan molekul atau ion dari dengan daerah konsentrasi tinggi ke daerah

dengan konsentrasi rendah. Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan)

medium. Gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih

lambat dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding

dengan molekul yang lebih kecil.

Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang hari terjadi

proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi

O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2

di dalam jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara luar masuk

melalui stomata. Penguapan air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di

alam, angin, dan aliran air menyebarkan molekul lebih cepat di banding dengan proses difusi.

2. Osmosis

Osmosis merupakan difusi air yang melintasi membran semipermeabel dari daerah dimana air

lebih banyak ke daerah yang lebih sedikit . Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau

potensial air, yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah

besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas daripada volume yang sedikit, di bawah kondisi

yang sama. Energi bebas zuatu zat per unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-

1) disebut potensial kimia. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat

terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah yang berpotensi kimia

lebih tinggi menuju daerah yang berpotensial kimia lebih kecil (Ismail, 2006).

Osmosis adalah difusi melalui membran semipermeabel. Contoh proses osmosis adalah

masuknya larutan ke dalam sel-sel endodermis. Dalam tubuh organisme multiseluler, air bergerak dari

satu sel ke sel lainnya dengan bebas. Selain air, molekul-molekul yang berukuran kecil seperti O 2 dan CO2

juga mudah melewati membran sel. Molekul-molekul tersebut akan berdifusi dari daerah dengan

konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Jika telah mencapai keseimbangan konsentrasi zat di kedua sisi

membran maka proses osmosis akan berhenti. (Anonim, 2009).

Struktur dinding sel dan membran sel berbeda. Membran memungkinkan molekul air melintas

lebih cepat daripada unsur terlarut, dinding sel primer biasanya sangat permeable terhadap keduanya.

Memang membran sel tumbuhan memungkinkan berlangsungnya osmosis, tapi dinding sel yang tegar

itulah yang menimbulkan tekanan. Sel hewan tidak mempunyai dinding, sehingga bila timbul tekanan

didalamnya, sel tersebut sering pecah, seperti yang terjadi saat sel darah merah dimasukkan dalam air.

Sel yang turgid banyak berperan dalam menegakkan tumbuhan yang tidak berkayu (Salisbury, 1995).

Osmosis dapat dicegah dengan menggunakan tekanan. Oleh karena itu, ahli fisiologi tanaman

lebih suka menggunakan istilah potensial osmotik yakni tekanan yang diperlukan untuk mencegah

osmosis. Jika anda merendam bengkoang ke dalam larutan garam 10% maka sel-selnya akan kehilangan

rigiditas (kekakuannya). Hal ini disebabkan potensial air dalam sel bengkoang tersebut lebih tinggi

dibanding dengan potensial air pada larutan garam sehingga air dari dalam sel akan keluar ke dalam

larutan tersebut. Jika diamati dengan mikroskop maka vakuola sel-sel bengkoang tersebut tidak tampak

dan sitoplasma akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dindingnya. Peristiwa lepasnya

plasma sel dari dinding sel ini disebut plasmolisis.

Dalam proses osmosis terdapat beberapa komponen penting yaitu Potensial Air (PA) dan

Potensial Tekanan (PT), selain itu terdapat pula komponen lain yang juga penting yaitu Potensial

Osmotik (PO). Hubungan antara nilai Potensial Air (PA), Potensial Tekanan (PT) dan Potensial Osmotik

(PO) adalah :

PA = PO + PT

Jika konsentrasi antara lingkungan di dalam sel dan di luar sel telah mencapai keseimbangan

maka sudah tidak ada lagi potensial tekanan yang terjadi. Oleh karena itu persaman diatas menjadi :

PA = PO

Keterangan :

PA = Potensial Air

PO = Potensial Osmotik

3. Plasmolisis

Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan

keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel

dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air

larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke

dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan

air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun

demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.

Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun

Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi

konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.

Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses

plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang

terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah

mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel

tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma

yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan

plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat

masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).

Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding

sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari dinding sel. Peristiwa

plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh

jumlahnya selnya mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. potensial

osmotik larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel setelah

keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury and Ross, 1992).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian eksperimental. Hal ini karena dalam

melakukan penelitian kami menggunakan beberapa variabel, antara lain variabel kontrol, varibel

manipulasi dan variabel respon.

B. Variabel - Variabel

Variable Kontrol : Panjang potongan silinder wortel, lama perendaman (t) dan jenis larutan yang digunakan.

Variable Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa (0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8

M ; 1,0 M)

Variable Respon : Perubahan panjang potongan silinder bengkoang.

C. Alat Dan Bahan

Alat :

- Gelas kimia 100 mL 6 buah

- Gelas ukur 50 mL 1 buah

- Alat pengebor gabus 1 buah

- Penggaris 1 buah

- Pisau tajam 1 buah

- Pinset 1 buah

- Plastik 6 buah

- Karet gelang 6 buah

Bahan :

- Bengkoang 2 buah

- Larutan sukrosa 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M 25 mL

D. Langkah Kerja.

E. Rancangan Percobaan

o Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M sebanyak 25

ml pada tiap gelas kimia.

0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M

o Memilih bengkoang yang cukup besar dan baik, kemudian membuat silinder umbi bengkoang dengan alat

pengebor gabus, selanjutnya umbi dipotong-potong sepanjang 2 cm.

o Memasukkan 4 potong silinder bengkoang pada masing-masing gelas kimia yang berisi larutan sukrosa

berbeda konsentrasi dengan rentang waktu ± 5 menit pada setiap gelas kimia. Mencatat waktu pada

saat memasukkan potongan umbi dan menutup rapat gelas kimia selama percobaan untuk menghindari

penguapan.

0 M 0,2 M 0,4 M 0,6 M 0,8 M 1,0 M

o Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan silinder bengkoang dan mengukur kembali panjangnya.

o Menghitung nilai rata-rata pertambahan panjang potongan silinder bengkoang pada setiap konsentrasi

larutan sukrosa kemudian membuat tabel hasil pengamatan serta membuat grafik berdasarkan tabel

berikut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Dan Grafik

1. Tabel

Tabel pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap terhadap perubahan panjang potongan jaringan

umbi bengkoang.

Konsentrasi larutan

(M)

Panjang awal

(cm)

Panjang akhir (cm)

Pertambahan panjang

(cm)

Rata-rata pertambahan panjang (cm)

0 2 2,3 0,3 2,3

0,2 2 2,2 0,2 2,2

0,4 2 2,1 0,1 1,9

0,6 2 2,1 0,1 2,2

0,8 2 1,9 -0,1 1,9

1,0 2 1,8 -0,2 1,8

2. Grafik

Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Sukrosa Dengan Pertambahan Panjang Potongan Silinder

Bengkoang

B. Analisa Data

Berdasarkan data tabel dan grafik yang telah diperoleh melalui percobaan penentuan potensial

air jaringan tumbuhan maka data tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0 M, potongan silindris umbi bengkoang mengalami

pertambahan panjang sebesar 0,3 cm.

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata

mengalami pertambahan panjang sebesar 0,2 cm.

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,4 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata

mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,6 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata

mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,8 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata

mengalami pertambahan panjang sebesar -0,1 cm.

- Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata

mengalami pertambahan panjang sebesar -0,2 cm.

Dari analisis data di atas maka dapat diketahui bahwa perubahan panjang potongan silinder

umbi bengkoang yang paling besar terjadi pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M yaitu sebesar

0,3 cm. Konsentrasi yang menyebabkan perubahan panjang (negatif) potongan silinder bengkoang

adalah 1 M. Nilai potensial air yang diperoleh melalui perhitungan yaitu sebesar -1,19084.

C. Pembahasan

Pada percobaan penentuan potensial air jaringan tumbuhan yang telah dilakukan di

Laboratorium Fisiologi Tumbuhan diketahui bahwa pada larutan sukrosa 0 M terjadi pertambahan

panjang potongan silinder bengkoang yang lebih besar dibanding dengan larutan sukrosa yang lain. Hal

ini apabila dibandingkan dengan dengan pertambahan panjang yang terjadi pada potongan silindris

bengkoang pada larutan sukrosa dengan konsentrasi yang lebih pekat maka akan terjadi kesesuaian

dengan teori yang ada, yaitu karena potensial air pada larutan lebih tinggi daripada potensial di dalam

potongan silinder bengkoang sehingga air mengalir masuk dari larutan ke dalam sel bengkoang.

Ketika kita membandingkan dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah yaitu pada

konsentrasi 0 dan 1 M ternyata didapatkan data analisa yang sesuai dengan kajian teori. Hasil yang di

dapat untuk larutan dengan konsentrasi 0 M atau air murni mengalami pertambahan panjang sebesar

0,3 cm. Pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, potongan silinder bengkoang mengalami pertambahan

panjang (negatif) sebesar -0,2.

Pada praktikum yang kami lakukan konsentrasi sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan

panjang potongan silinder bengkoang tidak kami temukan. Secara teori ketika suatu konsentrasi itu tidak

menyebabkan perubahan panjang maka kemungkinan yang terjadi adalah karena potensial air (PA) di

dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang dimiliki oleh larutan,

sehingga tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel. Pada percobaan yang kami

lakukan di dapatkan hasil yang sesuai dengan kajian teori karena secara teoritis air murni atau larutan 0

% akan memiliki potensial air yang lebih tinggi daripada umbi-umbian salah satunya bengkoang.

Kesesuaian data yang didapat dari hasil percobaan mengindikasikan bahwa prakatikum yang

telah dilaksanakan telah berhasil. Hal seperti ini bisa terjadi dalam sebuah percobaan, kesesuaian data

yang kami dapat tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor pada saat kami melakukan percobaan di

laboratorium, antara lain :

1. Memperkecil kemungkinan terjadinya human error yang dapat berupa ketidaktelitian pada saat

melakukan pengukuran panjang. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan kerja tim dengan teman

sekelompok. Ketika telah tiba waktunya untuk mengambil silinder bengkoang di dalam gelas kimia, kami

telah menyiapkan plastik sebagai alas dan penggaris lentur sehingga silinder bengkoang dapat segera

diukur sebelum terjadinya penyusutan akibat penguapan.

2. Memperkecil terjadinya larutan rendaman yang menguap pada saat percobaan berlangsung sehingga

tidak mempengaruhi konsentrasi larutan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menutup gelas kimia yang

menggunakan plastik kemudian diikat dengan karet gelang agar tidak terjadi penguapan yang akan

berdampak pada perubahan jumlah konsentrasi larutan sukrosa.

3. Memperkecil terjadinya penguapan cairan pada potongan silinder bengkoang, karena terdapat jeda

waktu yang terlalu lama ketika melakukan pemotongan dengan ketika kita memasukkan potongan

bengkoang pada masing-masing gelas kimia dengan berbagai konsentrasi larutan. Kami menempatan

potongan bengkoang pada 2 cawan petri yang saling ditangkupkan, hal ini kami lakukan untuk

memperkecil terjadinya penguapan sebelum kami memasukan potongan silinder bengkoang pada gelas

kimia yang kami gunakan untuk percobaan.

4. Adanya homogen pada jaringan bengkoang yang digunakan. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil

percobaan, sehingga kami menggunakan 1 bengkoang yang besar untuk mendapatkan silinder

bengkoang yang baik. Jika menggunakan 2 bengkoang yang berbeda maka akan terjadi

ketidakhomogenan jaringan bengkoang yang mempengaruhi hasil percobaan.

5. Waktu yang lama dalam percobaan sehingga memungkinkan terjadinya kesetimbangan antara larutan

dan konsentrasi dalam jaringan tumbuhan.

D. Diskusi

1. Mengapa perlu dicari nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang

potongan silinder bengkoang dalam menentukan potensial air (PA) ?

Jawab :

Karena dalam menentukan PA perlu diketahui potensial tekanan (PT) dan potensial osmosis (PO). Dalam

hal ini diketahui bahwa PT = 0 karena tidak terjadi pertambahan panjang potongan silinder bengkoang

sehingga PA dapat diketahui sama dengan PO (PA = PO + PT à PA = PO + 0 à PA = PO) yang berarti

pada larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang mempunyai PO yang sama dengan

PA yang dimiliki oleh silinder bengkoang sehingga bengkoang tetap semula yaitu tidak terjadi keluar

masuknya air kedalam sel atau sebaliknya.

2. Mengapa nilai potensial air sel yang tidak berubah panjangnya sama dengan nilai potensial osmosis

larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang umbi tersebut ?

Jawab :

Karena pada saat tidak ada pertambahan panjang silinder bengkoangkonsentrasi didalam sel dengan

larutan sukrosa adalah sama, sehingga nilai PT =0 karena tidak ada tekanan balik dari sel, jadi persamaan

yang semula PA = PO + PT karena nilai PT = 0 maka menjadi PA = PO atau nilai potensial air sama

dengan nilai potensial osmotik.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Adapun simpulan dari percobaan ini adalah :

1. Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, maka panjang silinder bengkoang akan berkurang. Hal ini

dikarenakan potensial air larutan kecil bila dibandingkan dengan potensial air pada sel bengkoang.

Sehingga air dari sel bengkoang akan berpindah menuju larutan.

2. Konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang potongan silinder

bengkoang tidak dijumpai pada percobaan yang kami lakukan. Berdasarkan kajian teori, apabila

potensial air (PA) di dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang

dimiliki oleh larutan, maka tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel.

3. Nilai potensial air (PA) potongan silinder bengkoang yang diperoleh pada konsentrasi 0 M adalah -

1,19084.

DAFTAR PUSTAKA

Sasmita Mihardja, Dradjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung ITB.

Soerodikosoemo, Wibisono dkk. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sri Rahayu, Yuni dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya

Soewardiati. 1991. Biologi Umum. Surabaya : Unipress IKIP Surabaya.

LAMPIRAN

No. Gambar Keterangan

1. Foto silinder bengkoang

yang diletakkan didalam 2

cawan petri yang tertutup

(ditangkupkan), hal ini perlu

dilakukan untuk

memperkecil terjadinya

penguapan.

2. Foto silinder bengkoang

yang telah dimasukkan

kedalam larutan sukrosa

yang berbeda

konsentrasinya. Gelas kimia

yang digunakan dalam

percobaan ditutup plastik

dan diikat dengan karet

gelang untuk memperkecil

terjadinya penguapan pada

larutan sukrosa.

3. Foto silinder bengkoang

diposisikan miring, hal ini

perlu dilakukan agar silinder

bengkoang yang dimasukkan

kedalam larutan tidak ada

yang mengapung atau

melayang, sehingga silinder

bengkoang dipastikan dalam

keadaan tenggelam didalam

larutan sukrosa.

LAPORAN BIOLOGI OSMOSIS DAN DIFUSI

 LAPORAN BIOLOGI

TRANSPOR PASIF (OSMOSIS & DIFUSI)

OLEH : NUR PERMATA SARI

XI IPA 2

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Sebelumnya telah diketahui bahwa membrane sel adalah tempat keluar masuknya zat pada

sel atau yang disebut transpor. Transportasi zat pada membrane sel dibagi menjadi dua yaitu

transport pasif dan transport aktif. Transport pasif merupakan perpindahan pada membrane yang

tidak membutuhkan energy. Transport pasif terdiri atas difusi, osmosis, dan difusi terbantu.

Sedangkan transport merupakan perpindahan zat yang membutuhkan energi karena melawan

gradient kosentrasi. Transpor aktif terdiri atas endositosis dan eksositosis.

Pada kegiatan pembelajaran kali ini kami mempelajari tentang transport pasif. Dari buku-

buku yang telah saya baca terdapat berbagai teori dari beberapa orang yang telah melakukan

eksperimen dan menyimpulkan bahwa, Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke

konsentrasi yang rendah sehingga konsentrasinya sama, baik dengan atau tanpa melewati

membrane. Dan osmosis adalah perpindahan zat dari larutan hipotonis atau encer (konsentrasi air

tinggi, konsentrasi zat terlarut rendah) menuju larutan hipertonis atau pekat ( konsentrasi air

rendah, konsentrasi zat terlarut tinggi) yang mana pergerakannya melalui membrane

semipermiable. Untuk itu kami ingin mengetahui, melihat dan membuktikan sendiri teori

tersebut, yang berguna untuk menambah pengetahuan, dan untuk menyelesaikan tugas yang telah

diberikan oleh guru kami.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana proses terjadinya osmosis dan difusi

2.      Apakah hasil yang diperoleh sama dengan teori

3.      Apa yang terjadi pada peristiwa osmosis dan difusi

4.      Adakah pengaruh yang ditimbulkannya

C.    TUJUAN PENELITIAN

1.      Mendeskripsikan dan mengidentifikasi difusi dan osmosis

2.      Melihat dan membuktikan proses difusi dan osmosis

3.      Mengetahui apa pengaruh yang ditimbulkan dari difusi dan osmosis

D.    MANFAAT PENELITIAN

1.      Dapat mengetahui bagaimana proses difusi dan osmosis itu terjadi

2.      Menambah pengalaman dan pengetahuan siswa

3.      Mampu mengidentifikasi bagaimana difusi dan osmosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kimball (1983:28) Menyatakan bahwa, osmosis adalah difusi dari tiap pelarut

melalu suatu selaput yang permiabol secara diferensial. Pada osmosis yang bergerak melalui

membrane semipermiabel ialah air dari larutan hepotesis 9konsentrasi air tinggi kekonsentrasi air

rendah)kehipertonis (konsentasi air rendah ke konsentrasi at terlarut tinggi).

Konsentrasi merupakan konsentrasi pelarutnya yaitu air dan bukan konsentrasi dari zat

yang larut (molekul, ion) dalam air pertukaran antara suatu penamaan khusus yaitu osmosis.

Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang menjadi ciri khas semua molekul yang

tidak terikat hanya tergantung pada gradient kontraksi.

Menurut Campbell (1999 : 147) Disufi adalah perpindahan zat (gas, padat atau cair) tanpa

melewati membrane, dari daerah yang konsetrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya

rendah sehingga konsetrasi zat menjadi sama. Difusi di sebut juga suatu substansi melintang

membra biologis di sebut juga dengan transportasi aktif.

Menurut Frank (1995 : 27) struktur dinding sel dan mebra sel berbeda, membrane

memungkinkan molekul air melintasi lebih cepat dari pada unsure terlarut, dinding sel primer

biasanya sangat permeable terhadap keduanya memang membrane se tumbuhan memungkinkan

berlangsungnya osmosis tetapi dinding sel yang tegar ituah yang menimbulkan tekanan dengan

meningkatnya jumlah molekul di dalam sel, isi sel mulai menekan dinding sel, tekanan ini

disebut tekanan turgar. Tekanan turgar inlah yang menyebabkan kekakuan pada bagian tanaman

yang tidak berkaya seperti daun dan bunga.

Menurut DWIOJOSEPUTRO (1990 : 67). Difusi adalah penyebaran yang di maksut

penyebaran di sini penyebaran molekul-molekul suatu zat, dan penyebaran itu di timbulkan oleh

suatu gaya yang identil dengan energi kinetis tersebut. Baik gas, maupun zat cair dan zat padat,

molekul-molekulnya ada kecenderungan utuk menyebar sampai terdapat suatu konsentrasi yang

sama. Difusi juga akan di lakukan oleh molekul-molekul gula apabila kita mencampurkan suatu

gua dengan air biasa, setelah kita beri waktu yang cukup lama, maka seluruh air akan berasa

manis.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A.    ALAT DAN BAHAN

Alat

  Gelas Kimia

  Pipet Tetes

  Neraca Ohaus

  Cutter / pisau

  Jam / stopwatch

Bahan

  Kentang

  Sirop

  Gula

  Air

B.     CARA KERJA

1.   Proses Osmosis

  Membuat larutan gula kadar 10 %

  Siapkan air ± 1 liter di gelas kimia

  Tuangkan gula sebanyak 10 gr

  Aduk dan larutkan gula tersebut

  Kupas kentang dan potong dadu

  Timbang beratnya menggunakan neraca ohauss dan catat beratnya

  Rendam kentang di dalam larutan gula selama 30 menit

  Setelah 30 menit, angkat kentang dari rendaman dan timbang kembali

  Apakah kentang menjadi lebih berat atau lebih ringan

2.   Proses Difusi

-          Sediakan air di gelas kimia

-          Tetesi dengan sirop sekitar 10-20 tetes. Lihat penyebaran molekul-molekul sirop di dalam air.

c. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

penelitian yang dilakukan pada pelajaran biologi yang memerlukan waktu 2 `× 45 menit di ruang

laboratorium biologi. Mulai dari menyiapkan peralatan, pembuatan sediaan kentang, melakukan

praktikum serta menulis hasil praktikum.

BAB IVHASIL PENELITIAN

A.    HASIL

PROSES OSMOSIS PROSES DIFUSI

Berat kentang awal : 13,9 gr

Berat kentang sesudah : 14,3 gr

Kentang mengalami pertambahan

berat dari berat semula

Sirop yang diteteskan ke dalam air

terlihat segera menyebar ke segala

arah.

Warna sirop yang tadinya merah tua

menjadi merah muda.

B.     PEMBAHASAN

Peristiwa osmosis

Osmosis sendiri merupakan proses perpindahan molekul-molekul zat pelarut dari tempat

yang berkonsentrasi rendah (encer) menuju ke tempat yangberkonsentrasi tinggi (pekat) dengan

melewati membran semipermeabel.

Dalam percobaan yang kami lakukan, semula berat kentang adalah 13,9 gr. Setelah

perendaman selama 30 menit kentang tersebut bertambah berat menjadi 14,34 gr. Padahal

seharusnya dalam peristiwa osmosis, guru mengatakan kentang akan menjadi lebih ringan.

Perbedaan hasil praktikum tersebut menurut saya dapat disebabkan karena, pertama factor

waktu, kami hanya merendam selama 30 menit. Diketahui bahwa, struktur kentang itu padat

menyebabkan air yang masuk ke dinding dan membrane sel menjadi lambat, air yang masuk pun

tidak terlalu banyak dan konsentrasi air di dalam sel pun seimbang sehingga, dinding sel pun

tidak pecah dan masih tertahan di dalamnya. Mungkin kalau waktu yang lebih lama air yang

masuk akan lebih banyak dan akan mendorong terjadinya kerusakan pada dinding sel. Yang

seharusya air tersebut karena jumlah yang berlebihan masuk ke dalam sel sehingga mendesak sel

menjadi mengembang sampai sel tersebut tidak lagi mampu menampung air yang masuk hingga

dinding sel tersebut rusak/pecah dan sel mengalami pengerutan yang menyebabkan beratnya

akan lebih ringan daripada sebelumnya. Kedua, karena factor kepekatan larutan. Kepekatan

cairan di dalam kentang lebih pekat/ konsentrasi larutan di dalam kentang lebih tinggi daripada

kepekatan larutan di luar kentang / larutan gula. Sehingga, larutan gula pun terdorong untuk

masuk ke dalam kentang. Karena, pada peristiwa osmosis larutan yang konsentrasinya rendah

akan berpindah atau bergerak menuju larutan yang konsentrasinya lebih tinggi/larutan yang

kepekatannya rendah akan menuju ke kepekatan yang tinggi. Untuk itu kita perlu menambah

waktu praktikum dan membuat larutan gula yang lebih pekat agar konsentrasinya lebih tinggi

daripada konsentrasi cairan di dalam kentang. Itu agar kita dapat mendapat hasil yang sama

dengan yang dikatakan guru dan referensi dari buku-buku.

Peristiwa difusi

Dalam praktek ini kami meneteskan beberapa tetes sirup kedalam air terlihat bahwa sirup

dengan cepat menyebar kesegala arah. Diketahui bahwa sirop itu pekat yang berarti

konsentrasinya tinggi dan air itu encer yang berarti konsentrasinya rendah. Karena adanya

perbedaan konsentrasi inilah yang menyebabkan terjadinya perpindahan zat yaitu difusi. Semula

sirup yang pekat itu berwarna merah tua, setelah diteteskan kedalam air warnanya pun juga

menyebar, air tersebut menjadi merah muda. Selain itu kepekatannya pun sama karena cairan

sirup telah tercampur rata. Difusi sederhana terjadi secara spontan, molekul zat akan berdifusi

menyebar keseluruh ruang sampai mencapai kesetimbangan yang ditandai dengan kerapatan zat

yang sama diseluruh ruang. Seperti yang terjadi pada saat sirup diteteskan kedalam air. Dengan

sendirinya sirup menyebar keseluruh volume dalam gelas beker meskipun tanpa diaduk sehingga

kerapatan zat tersebut merata. Sehingga hal tersebut sesuai dengan apa yang tertulis di buku-

buku (teori). Bahwa “Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang

rendah sehingga konsentrasinya sama, baik dengan atau tanpa melewati membrane”.

BAB V

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.      Waktu perendaman kentang di larutan gula akan mempengaruhi hasilnya

2.      Kepekatan larutan gula akan mempengaruhi proses osmosis

3.      Hasil yang kami peroleh mengenai proses osmosis berbeda dengan teori.

4.      Hasil yang kami peroleh mengenai proses difusi sama dengan teori dan buku, bahwa difusi

adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga konsentrasinya

sama.

B.     SARAN

1.      Hati-hatilah dalam penggunaan pisau

2.      Perlu adanya penelitian lebih dalam, waktu praktikum lebih lama serta peningkatan

fasilitas/peralatan praktikum, untuk memudahkan kegiatan praktek.

3.      Perlu banyak bimbingan dari guru, membaca dan mengambil referensi lebih banyak lagi baik

dari buku-buku maupun internet dan lain-lain, agar lebih memahami proses osmosis dan difusi

tersebut.

Diposkan oleh permata sari di 21.11 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook http://permatasarinur.blogspot.com/2012/11/laporan-biologi.html