Upload
fahmiganteng
View
770
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik mengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur
cair dan limbah industri pertanian. Secara alami bahan-bahan organik akan
mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah
lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama
dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak
dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan, baik pengomposan dengan
teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi.
Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada
proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian
dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih
cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya
terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi
masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian
dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Setiap aktivator
memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik paling banyak
digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan
kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman
menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup
sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman,
serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk mengetahui :
1. Definisi pupuk
2. Macam-macam pupuk (berdasar sumber bahan,bentuk fisik dan kandungan)
3. Manfaat pupuk
4. Definisi kompos
5. Manfaat kompos
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Bagi mahasiswa, dapat mengetahui cara atau proses pembuatan pupuk kompos.
2. Bagi masyarakat, pupuk ini dapat di gunakan sebagai alternatif selain pupuk
anorganik.
3. Bagi pengusaha pupuk, dapat digunakan sebagai referensi pupuk.
4. Bagi petani khususnya, dapat digunakan sebagai alteratif pemupukan, karena
selain harganya murah juga ramah lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pupuk
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun
non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan
baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara
suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme.
Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat
ditambahkan sejumlah material suplemen.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk)
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia
atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung
satu atau lebih hara tanaman.
( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23122/4/Chapter%20II.pdf)
Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi
tanaman. Bahan tersebut berupa mineral atau organik, dihasilkan oleh kegiatan
alam atau diolah oleh manusia di pabrik. Unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman adalah: C, H, O (ketersediaan di alam masih melimpah), N, P, K, Ca,
Mg, S (hara makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm), Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo,
B (hara mikro, kadar dalam tanaman < 100 ppm).
( http://nasih.wordpress.com/2010/06/08/pengertian-pupuk/)
2.2 Macam-macam pupuk
Dalam praktik sehari-hari, pupuk biasa dikelompok-kelompokkan untuk
kemudahan pembahasan. Pembagian itu berdasarkan sumber bahan pembuatannya,
bentuk fisiknya, atau berdasarkan kandungannya.
2.2.1 Pupuk berdasarkan sumber bahan
Dilihat dari sumber pembuatannya, terdapat dua kelompok besar pupuk:
(1) pupuk organik atau pupuk alami (bahasa Inggris: manure) dan (2) pupuk
kimia atau pupuk buatan (Ing. fertilizer). Pupuk organik mencakup semua pupuk
yang dibuat dari sisa-sisa metabolisme atau organ hewan dan tumbuhan,
sedangkan pupuk kimia dibuat melalui proses pengolahan oleh manusia dari
bahan-bahan mineral. Pupuk kimia biasanya lebih "murni" daripada pupuk
organik, dengan kandungan bahan yang dapat dikalkulasi. Pupuk organik sukar
ditentukan isinya, tergantung dari sumbernya; keunggulannya adalah ia dapat
memperbaiki kondisi fisik tanah karena membantu pengikatan air secara efektif.
2.2.2 Pupuk berdasarkan bentuk fisik
Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk dibedakan menjadi pupuk padat dan
pupuk cair. Pupuk padat diperdagangkan dalam bentuk onggokan, remahan,
butiran, atau kristal. Pupuk cair diperdagangkan dalam bentuk konsentrat atau
cairan. Pupuk padatan biasanya diaplikan ke tanah/media tanam, sementara
pupuk cair diberikan secara disemprot ke tubuh tanaman.
2.2.3 Pupuk berdasarkan kandungannya
Terdapat dua kelompok pupuk berdasarkan kandungan: pupuk tunggal
dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal mengandung hanya satu unsur, sedangkan
pupuk majemuk paling tidak mengandung dua unsur yang diperlukan. Terdapat
pula pengelompokan yang disebut pupuk mikro, karena mengandung hara mikro
(micronutrients). Beberapa merk pupuk majemuk modern sekarang juga diberi
campuran zat pengatur tumbuh atau zat lainnya untuk meningkatkan efektivitas
penyerapan hara yang diberikan.
2.3 Manfaat PupukBerbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian
intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama
terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%.
Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar
2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik
kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan
kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber
bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan
kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk
organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup
besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk
organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase
perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga
berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat
meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Penambahan
bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber
energi dan hara bagi mikroba. Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa
tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya. Penggunaan pupuk kandang, limbah
industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak
mengandung logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan.
Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam
produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang
mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3). Pupuk organik dapat berperan
sebagai pengikat butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan
pupuk. Keadaan ini memengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu
tanah. Bahan organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau
sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan
bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik memiliki fungsi
kimia yang penting seperti:
1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan
sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi,
meskipun jumlahnya relatif sedikit.
2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
3. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman
seperti aluminium, besi, dan mangan.
Beberapa manfaat pupuk yang lain diantaranya sebagai berikut:
Memperbaiki struktur tanah begitu juga dengan karakteristiknya sehingga tanah
menjadi gembur, ringan mudah diolah, dan mudah ditembus akar
Tanah-tanah yang berat menjadi mudah diolah
Kesuburan tanah meningkat
Aktivitas mikroba tanah pun meningkat
Kapasitas penyerapan air oleh juga meningkat sehingga tanah menjadi mudah
menyediakan kebutuhan air yang diperlukan tanaman
Memperbaiki habitat hewan yang hidup di tanah dan ketersediaan makanan
hewan-hewan tersebut jadi lebih terjamin
Meningkatkan ketahanan terhadap perubahan sifat tanah yang berubah secara
tiba-tiba
Mengandung mikroba yang bertugas mengurai bahan-bahan organic
Meningkatkan kapaitas pertukaran kation sehingga jika tanaman diberi pupuk
dosis tinggi unsur hara tanaman tidak mudah tercuci
Mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah
2.4 Definisi Kompos
Kompos yang lain adalah hasil perombakan sisa tanaman oleh aktivitas
mikroorganisme pegurai. (Novizan, 2002).
Kompos merupakan produk matang padatan yang merupakan hasil dari
pengomposan, yaitu pengelolaan proses bio-oksidasi dari berbagai bahan
organik padat yang meliputi fase thermophilic.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik
atau anaerobik. (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
2.5 Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman
untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat
membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Beberapa kegunaan kompos adalah:
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan
disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi:
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan:
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana
dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran
bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti
N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan
kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang
disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu,
caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Pembuatan Kompos
Tanggal pemilihan bahan 23-24 Oktober 2011 di Tumpang, Cangar, dan
Pasar Blimbing, Malang.
Tanggal pengumpulan bahan 25 Oktober 2011 di UPT Kompos Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Tanggal Pengemasan (pencampuran bahan) 25 Oktober 2011 di UPT
Kompos Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
Tanggal Penngukuran suhu, 25 Oktober 2011 di UPT Kompos Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang*
*pengukuran suhu selanjutnya dilakukan seminggu sekali
3.1.2 Pengukuran Kadar C-Organik, N-total dan pH Kompos
Pengamatan ini dilakukan pada hari Selasa, 27 Desember 2011 di
Laboratorium Kimia, Jurusan Tanah, FP-UB, Malang.
3.1.3 Pembuatan Pupuk Granular
Pembuatan granul dilakukan pada tangga 27 Oktober 2011 di UPT
Kompos Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Pembuatan Kompos
Alat :
Gelas Ukur : untuk mengukur larutan EM4 dan Molase yang dibutuhkan
Grinder : untuk menghancurkan bahan
Termometer : untuk mengukur suhu
Sekop : untuk mempermudah pengadukan (mencampur) bahan
Timbangan : untuk menimbang bahan
Bahan :
Brokoli : sebagai bahan utama pembuatan pupuk
Kubis : sebagai bahan utama pembuatan pupuk
Kembang Kol : sebagai bahan utama pembuatan pupuk
Kotoran Ayam : sebagai bahan utama pembuatan pupuk
Air : untuk membasahai bahan jika terlalu kering serta
sebagai
pelarut EM4
EM4 : sebagai bakteri pengurai (dekomposer) dan bioaktivator
Molase : sebagai sumber energi (makanan) bagi bakteri
Traspack : sebagai wadah seluruh bahan yang telah tercampur
3.2.2 Pengukuran Kadar C-Organik, N-total dan pH Kompos
a) Kadar C-Organik
Alat :
Timbangan elektrik untuk mengukur massa benda
Kertas sebagai alas saat diukur di dalam timbangan elektrik
Labu erlenmeyer untuk mereaksikan larutan
Ruangan asam untuk menetralkan pH saat diberi H2SO4
Gelas ukur untuk mengukur volume larutan
Biuret untuk tetrasi
Oven untuk mengeringkan/memanasi suatu sampel
Cawan untuk wadah saat di oven
Pipet untuk mengambil larutan
Stirer untuk mengaduk larutan saat di titrasi
Bahan :
Sampel kompos (campuran kotoran ayam dan sisa panen
sayuran) 0,1gram
Larutan K2Cr2O7 (10ml)
Larutan H2SO4 (20ml)
Aquadest (200ml)
Larutan H3PO4 (10ml)
Fenilamina (30 tetes)
FeSO4
b) N-total
Alat :
Timbangan elektrik untuk mengukur massa benda
Kertas sebagai alas saat diukur di dalam timbangan elektrik
Labu kjeldahl untuk mereaksikan larutan
Ruangan asam untuk menetralkan pH saat diberi H2SO4
Gelas ukur untuk mengukur volume larutan
Biuret untuk tetrasi
Stirer untuk mengaduk larutan saat dititrasi
Alat destruksi untuk memanasi larutan
Alat kjeldahl untuk penyulingan
Bahan :
Sampel kompos (campuran kotoran ayam dan sisa panen
sayuran) 0,1gram
Serbuk selen (1gram)
Larutan H2SO4 pekat (5ml)
Aquadest (±60ml)
Larutan NaOH 40% (±20ml)
Larutan asam borat (20ml) sampai volume 50ml
Larutan H2SO4 (0,01 N) untuk titrasi
c) pH kompos
Alat
Timbangan elektrik untuk mengukur massa benda
Kertas sebagai alas saat diukur di dalam timbangan elektrik
Fial film sebagai wadah saat dilakukan pengocokan
Mesin pengocok untuk mengocok wadah yang berisi larutan
pH meter untuk mengukur pH larutan
Bahan
Sampel kompos (campuran kotoran ayam dan sisa panen sayuran)
5gram
Aquades (12,5ml)
3.2.3 Pembuatan Pupuk Granular
Pupuk Kompos(berhasil) : sebagai bahan utama
± 200ml Tetes Tebu+tetes tebu : untuk memudahkan granulasi &
sumber energi bakteri
Granulator : untuk granulasi
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan kompos
siapkan seluruh alat dan bahan
haluskan seluruh sayuran dengan grinder sayuran 20 kgkotoran ayam 20 kg
timbang seluruh bahan utama
EM4 10 mlMolase 10 mlAir 0,75 ml
tambahkan EM4, molase, dan air yang dicampur dalam gembor
larutan bioaktivator dalam gembor
siram bahan kompos yang telah digiling dan ditimbang
masukkan dalam traspack untuk pengomposan
ukur suhu
beri label
simpan
3.3.2 Pengukuran Kadar C-Organik, N-total dan pH Kompos
Kadar C-Organik
Timbang tanah sampel sebanyak 0,1gr ke dalam labu erlenmeyer 500ml
Ditambah 10ml K2Cr2O7
Ditambah H2SO4 pekat sebanyak 20ml dan digoyang-goyang untuk membuat
kompos dapat beraksi sepenuhnya. Kemudian didiamkan selama 30menit
Diencerkan dengan aquadest 200ml
Ditambah H3PO4 85% sebanyak 10ml
Di fenilamina sebanyak 30 tetes
Dititrasi dengan FeSO4 sampai warna hijau
Hasil
N-total
Timbang tanah sampel sebanyak 0,1gr
Ditambah 1gr campuran selen dan 5ml H2SO4 pekat dalam labu erlenmeyer
Di destruksi pada temperatur 300ºC (dibakar sampai asapnya hilang)
Didinginkan
Diencerkan dan ditambah aquadest ±60ml
Ditambah 20ml NaOH 40%
Disuling dengan asam borat 20ml (sampai warna hijau dan volume mencapai 50ml)
Titrasi H2SO4 0,01 N sampai berubah warna ungu
pH kompos
Timbang tanah sampel sebanyak 5gr
Ditambah aquadest 12,5ml
Dikocok selama 1 jam
Diukur pH meter
3.3.3 Pembuatan Pupuk Granular
Pupuk yang telah jadi
Diayak
Hasil ayakan
Timbang 2 kg
Masukkan alat granul
Tambahkan perlahan tetes tebu+air
Tunggu sampai membentuk granul ± 1 jam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil (Keseluruhan Praktikum, Pembuatan, dan Pengukuran)
Berat awal bahan yang berupa kotoran ayam dan sayuran (brokoli, kol, kubis)
adalah 50 kg dengan perbandingan masing-masing bahan (kotoran ayam dan sayuran)
1:1. Berat awal yang diperoleh dari bahan sayuran adalah 44 kg sebelum digrinder,
mengalami penyusutan menjadi 26 kg. Suhu awal yang diperoleh adalah 26°C.
Kemudian, minggu berikutnya suhu berubah menjadi 23°C. Secara berturut-turut suhu
per minggu berikutnya, yaitu 25, 29, 26, 29, 30, dan 29°C. Kondisi dari minggu ke
minggu justru semakin berair dan basah. Selain itu, masih disertai dengan bau yang
masih ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa pupuk kami tidak berhasil. Tabel hasil
pengamatan terlampir.
Karena pupuk yang kami buat tidak berhasil, jadi kami melakukan pengamatan
pembuatan pupuk granul dan pupuk cair (teh kompos) dari kelompok lain dengan bahan
dasar daun gamal dan kotoran sapi.
4.2 Pembahasan
Pembuatan pupuk kompos pada kelompok kami tidak berhasil dengan indikasi
tidak terjadi kenaikan suhu yang signifikan pada saat proses pengeraman. Berdasarkan
hasil praktikum suhu yang di dapat hanya berkisar 26-30°C. Sehingga dapat ditarik
suatu hipotesa bahwa tidak ada mikroorganisme seperti Lactobacillus sp., Khamir,
Aktinomicetes dan Streptomises yang mendekomposisikan sayuran dan kotoran ayam.
Mikroorganisme tersebut akan mendekomposisikan bahan organik pada suhu 30-4 C
(Sugihmoro dalam roihana, 2006).
Mikroorganisme dalam EM-4 melakukan proses fermentasi dalam bahan. Proses
fermentasi akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP yang selanjutnya energi
tersebut akan digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan menjadi
senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanah. Kenaikan suhu
dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan
organik dengan oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2 dan
uap air. Panas yang ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara bagian
permukaan terpakai untuk penguapan. Setelah mencapai puncak, suhu akan mengalami
penurunan yang akan stabil saat proses pengomposan selesai.
Warna kompos yang telah matang adalah semakin cokelat kehitaman, sementara bau
kompos seperti tanah. Akan tetapi pada kompos hasil praktikum kami warna masih
seperti warna bahan dasar (sayuran dan tai ayam) dan bau semakin menyengat. Struktur
kompos pada akhir praktikum masih lemek basah dan berserat. Seharusnya kompos
yang sudah jadi memiliki struktur yang gembur.
Untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembuatan suatu kompos yaitu
dengan mengetahui kandungan Karbon dan Nitrogen dalam kompos. Bahan yang ideal
untuk dikomposkan memiliki rasio C/N sekitar 20-30, pada rasio tersebut mikroba
mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk sintesis protein. Bahan
organik yang memiliki rasio C/N tinggi, maka mikroba akan kekurangan nitrogen
sebagai makanan sehingga proses dekomposisinya berjalan lambat. Sebaliknya jika
rasio C/N rendah maka akan kehilangan nitrogen karena penguapan selama proses
penguapan berlangsung (Isroi, 2004). Akan tetapi karena kelompok kami tidak
menghasilkan kompos maka rasio C/N tidak bisa terhitung.
Kami tidak berhasil menghasilkan kompos dikarenakan beberapa faktor yang
diantaranya:
1. Rasio C/N sayuran kubis, kol, dan Brokoli diperkirakan sangat rendah,
penambahan kotoran ayam mungkin belum cukup untuk meningkatkan rasio
C/N pada bahan secara kesuluruhan. Sehingga seharusnya bahan ditambah
serbuk gegaji yang memiliki rasio C/N tinggi. Dengan adanya seruk gergaji
diharapkan ketersediaan karbon dan nitrogen terpenuhi (Suprianto, 2008)
2. Kadar air bahan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Menurut
Indriani (2002), kadar air pada proses pengomposan harus dipertahankan
sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% akan menyebabkan aktivitas
mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali. Sedangkan bila
lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air 60% dicirikan
dengan bahan terasa basah akan tetapi bila diremas tidak menghasilkan air.
3. Pembungkusan menggunakan plastik menyebabkan kondisi yang kedap
udara sehingga kebutuhan mikroorganisme akan oksigen tidak terpenuhi.
4. Rasio bahan dengan EM-4 kurang tepat karena seharusnya EM-4 pada
pengomposan harus benar-benar terpenuhi. Jika rasio EM-4 pada bahan
kurang akan menyebabkan bakteri yang mendekomposisikan kompos tidak
berkembang dengan baik atau bahkan mati.
5. Pengadukan kurang kurang maksimal sehingga bahan masih banyak yang
mampat. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan yang
mampat dan menambah lebih banyak udara sehingga terhindar dari bakteri
anaerob.
4.3 Dokumentasi
BAB V
KESIMPULAN
1. Praktikum yang kami lakukan tidak berhasil dengan indikasi saat proses pengereman tidak terjadi peningkatan suhu yang optimum yaitu 30-40°C sehingga dapat diketahui tidak terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme. Hal ini menyebabkan tidak terjadinya perubahan warna, bau dan struktur bahan kompos.
2. Faktor yang mempengaruhi kegagalan kami diantaranya: rasio C/N bahan masih kurang, kadar air tidak sama dengan 60%, EM-4 yang masih kurang, perlakuan yang kurang tepat.
DAFTAR PUSTAKA