59
LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS STRUKTUR BALOK DAN PELAT PADA BANGUNAN MAIN BUILDING A HOLLAND PARK CONDOTEL KOTA BATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE HALF SLAB PRECAST SKRIPSI TEKNIK SIPIL Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik YASINTA RIZKA FADHILAH NIM. 135060101111025 Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing pada tanggal Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Mengetahui, Ketua Program Studi Dr. Eng. Indradi W, ST, M..Eng (Prac) NIP. 19810220 200604 1 002 i Ir. M. Taufik Hidayat, MT Dr. Ir. Edhi Wahyuni Setyowati., MT NIP. 19611228 198802 1 001 NIP. 19570616 198601 2 001

LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS STRUKTUR BALOK DAN PELAT …repository.ub.ac.id/4482/1/Yasinta Rizka Fadhilah.pdf · 2020. 4. 11. · Tabel 3.1 Daya Dukung dan Penurunan Tanah Tanpa Perkuatan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • LEMBAR PENGESAHAN

    ANALISIS STRUKTUR BALOK DAN PELAT

    PADA BANGUNAN MAIN BUILDING A HOLLAND PARK CONDOTEL

    KOTA BATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE HALF SLAB PRECAST

    SKRIPSI

    TEKNIK SIPIL

    Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

    YASINTA RIZKA FADHILAH NIM. 135060101111025

    Skripsi ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing

    pada tanggal

    Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

    Mengetahui, Ketua Program Studi

    Dr. Eng. Indradi W, ST, M..Eng (Prac) NIP. 19810220 200604 1 002

    i

    Ir. M. Taufik Hidayat, MT Dr. Ir. Edhi Wahyuni Setyowati., MT

    NIP. 19611228 198802 1 001 NIP. 19570616 198601 2 001

  • HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI JUDUL SKRIPSI: Analisis Struktur Balok dan Pelat Pada Bangunan Main Building A Holland Park Condotel Kota Batu Dengan Menggunakan Metode Half Slab Precast Nama Mahasiswa

    : Yasinta Rizka Fadhilah

    NIM

    : 13506010111025

    Program Studi

    : Teknik Sipil

    Minat

    : Struktur

    TIM DOSEN PENGUJI Dosen Penguji I : Ir. M. Taufik Hidayat, MT Dosen Penguji II : Dr. Ir. Edhi Wahyuni Setyowati., MT Dosen Penguji III : Christin Remayanti Nainggolan, ST.MT Tanggal Ujian

    : 18 Juli 2017

    SK Penguji

    : 799/UN10.F07/SK/2017

    ii

  • LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

    Saya menyatakan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan

    berdasarkan hasil penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang

    diteliti dan diulas di dalam Naskah Skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak

    terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

    akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah

    ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

    Apabila ternyata didalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur

    jiplakan, saya bersedia Skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

    Malang,

    Mahasiswa,

    Yasinta Rizka Fadhilah

    NIM. 135060101111025

    iii

  • RIWAYAT HIDUP

    Yasinta Rizka Fadhilah lahir di Surabaya, 16 Agustus 1995 anak pertama dari

    Bapak Asrul Ansary dan Ibu Yustiati. Menjalani pendidikan di SDN Ketabang Kawasan

    Surabaya hingga tahun 2007. Setelah itu menempuh pendidikan di SMP Negeri 2 Surabaya

    hingga tahun 2010 dan dilanjutkan ke SMAN 21 Surabaya hingga tahun 2013. Kemudian

    melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun 2017

    Malang, 26 Juni 2017

    Penulis

    iv

  • It is my genuine gratefulness and warmest regard

    That I dedicate this work to the most precious people on the earth

    And specially for you...

    v

  • KATA PENGANTAR

    Puji Syukur selalu saya panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa memberikan

    berkat, rahmat, hidayah dan kekuatan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

    Analisis Struktur Balok dan Pelat pada Bangunan Main Builing A

    Holland Park Condotel Kota Batu dengan Menggunakan Metode Half Slab Precast

    Skripsi yang disusun guna memenuhi persyaratan akademik untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknik (ST) di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, diharapkan mampu

    memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya pengembangan akademisi maupun

    praktisi dalam bidang Manajemen Konstruksi. Selain itu, pada kesempatan ini saya ingin

    menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Bapak Ir. Sugeng P. Budio, MS. dan Ibu Ir. Siti Nurlina, MT. selaku Ketua Jurusan dan

    Sekretaris Jurusan yang membantu kelancaran skripsi ini.

    2. Bapak Dr. Eng. Indradi Wijatmiko ST,. M. Eng (Prac) selaku Ketua Program Studi S1

    Teknik Sipil yang membantu dalam kelancaran skripsi ini.

    3. Bapak Ir. M. Taufik Hidayat, MT.dan Ibu Dr. Ir. Edhi Wahyuni S., MT.selaku dosen

    pembimbing atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan.

    4. Bapak Dr. Ir. Wisnumurti, MT. sebagai ketua KKDK Struktur dan seluruh dosen

    Struktur yang telah memberi banyak saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Bapak Ibu Dosen Teknik Sipil FTUB yang telah memberikan dukungan dalam

    penyusunan skripsi ini.

    6. Ibu dan Ayah, yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi untuk meneyelesaikan

    skripsi ini.

    7. Teman-teman sipil angkatan 2013 yang selalu memberikan semangat dan dukungan

    sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar.

    8. Dan teman-teman Teknik Sipil UB angkatan 2014 dan 2015 yang juga memberikan

    semangat dan dukungan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu

    persatu.

    vi

  • Dengan segala keterbatasan yang ada pada diri saya, tentunya skripsi ini masih sangat

    jauh dari kata sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan

    demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua.

    Malang, 6 Juli 2017

    Penyusun

    vii

  • DAFTAR ISI

    SUMMARY ............................................................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................................. 2 1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 2 1.4 Batasan Masalah ....................................................................................................... 3 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5 2.1 Beton Pracetak/Precast ............................................................................................. 5

    2.1.1. Keunggulan Beton Precast ........................................................................................... 8 2.1.2. Kelemahan Beton Precast ............................................................................................ 9

    2.2 Dasar Ilmu Beton Pracetak .................................................................................... 10 2.3 Struktur Pelat .......................................................................................................... 10 2.4 Metode Half Slab Precast ....................................................................................... 16

    2.4.1. Keunggulan dan Kekurangan Metode Half Slab Precast ........................................... 17 2.4.2.Pemasangan Metode Half Slab Precast ..................................................................... 18

    2.5 Struktur Balok .......................................................................................................... 20 2.6 Hubungan dan Pelat.................................................................................................. 21 2.7 Analisis Terhadap Pelat Pracetak ............................................................................. 25 2.8 Penampang Prismatis ............................................................................................... 27 BAB III METODOLOGI ANALISIS ................................................................................... 30 3.1. Data Desain .............................................................................................................. 30

    3.1.1. Data Umum Gedung ................................................................................................... 30 3.1.2. Data Teknis Gedung .................................................................................................. 30

    3.2. Prosedur Perencanaan............................................................................................... 30

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ... i HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI SKRIPSI ...................................................... ...... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................ ..... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ..... vi DAFTAR ISI. .......................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ..... xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xiii RINGKASAN ....................................................................................................................... xiv

  • 3.2.1. Pembebanan ................................................................................................................ 30 3.2.2. Desain Penampang ...................................................................................................... 31 3.2. 3. Gambar Struktur ......................................................................................................... 31 3.2. 4. Diagram Alir ................................................................................................................ 32

    BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................................... 34 4.1. Data Pembebanan ................................................................................................... 34

    4.1. 1. Beban Mati .................................................................................................................. 34 4.1. 2. Beban Hidup ............................................................................................................... 34 4.1. 3. Beban Gempa .............................................................................................................. 34

    4.2. Kombinasi Pembebanan ......................................................................................... 37 4.3. Input Data SAP2000 ............................................................................................... 37 4.4. Desäin Denah Pelat ................................................................................................ 39 4.5. Desain Half Precast ................................................................................................ 39

    4.5.1. Data Pembebanan ...................................................................................................... 39 4.5.2. Perencanaan Pelat pada Kondisi Pengangkatan ........................................................ 41 4.5.3. Perencanaan Pelat pada Kondisi Komposit ............................................................... 46

    4.6. Perencanaan Balok ............................................................................................... 141 BAB V PENUTUP............................................................................................................... 151 5.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 151 5.2. Saran ..................................................................................................................... 151 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 152 LAMPIRAN......................................................................................................................... 153

    xi

  • DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Batas Batasan Ukuran Golongan Tanah ............................................................ 7 Tabel 2.2 Kelompok Utama Tanah Pada sistem Klasifikasi USCS ..................................... 9 Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi USCS ................................................................................... 10 Tabel 2.4. Faktor-Faktor Bentuk Pondasi ........................................................................... 15 Tabel 2.5. Faktor Kedalaman Pondasi ................................................................................ 15 Tabel 2.6. Faktor-Faktor Kemiringan Beban...................................................................... 16 Tabel 2.7 Nilai Faktor Bentuk Pondasi .............................................................................. 17 Tabel 2.8 Nilai Faktor Kemiringan Dasar Pondasi............................................................. 17 Tabel 2.9 Nilai Faktor Kedalaman Pondasi ........................................................................ 18 Tabel 2.10 Nilai Faktor Kemiringan Beban Pondasi .......................................................... 18 Tabel 2.11 Nilai Faktor Kemringan Permukaan Pondasi ................................................... 18 Tabel 2.13 Nilai Faktor Bentuk Pondasi ............................................................................ 20 Tabel 2.14 Nilai Faktor Kedalaman Pondasi ...................................................................... 20 Tabel 2.15 Nilai Faktor Kemiringan Dasar Pondasi .......................................................... 20 Tabel 2.16 Nilai Faktor Kemiringan Permukaan Pondasi .................................................. 20 Tabel 3.1 Daya Dukung dan Penurunan Tanah Tanpa Perkuatan ...................................... 46 Tabel 3.2 Bearing Capacity Improvement (BCI) Untuk Variasi d/B dan u ....................... 46 Tabel 4.1 Rata-rata Spesific Grafity Pasir .......................................................................... 51 Tabel 4.2 Matriks Pengujian Tanpa Perkuatan ................................................................... 54 Tabel 4.3. Nilai Berat Isi Kering dan Kadar Air Tanah Tanpa Perkuatan Geogrid ........... 54 Tabel 4.4. Nilai Daya Dukung Analitik Untuk Tanah Pasir Tanpa Perkuatan ................... 55 Tabel 4.5 Nilai Daya Dukung Eksperimen Untuk Tanah Pasir Tanpa Perkuatan .............. 55 Tabel 4.6 Faktor Kedalaman Pondasi ................................................................................. 57 Tabel 4.7. Matriks Pengujian Pondasi Pada Tanah Pasir Dengan Perkuatan ..................... 57 Tabel 4.8. Nilai Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah Pasir dengan Perkuatan Geogrid . 58 Tabel 4.9 Nilai Daya Dukung Berdasarkan Eksperimen Untuk Tanah Pasir dengan

    Perkuatan Dengan Variasi Rasio u/B .......................................................... 59 Tabel 4.10 Nilai Daya Dukung Berdasarkan Eksperimen Untuk Tanah Pasir dengan

    Perkuatan Dengan Variasi Rasio d/B .......................................................... 59 Tabel 4.11 Nilai BCIu Untuk Variasi Rasio Jarak Lapis Geogrid Teratas (u/B) ............... 69 Tabel 4.12 Nilai BCIu Untuk Variasi Rasio Kedalaman Pondasi (d/B) ............................ 70 Tabel 4.13 Perubahan Daya Dukung Tanah Pasir .............................................................. 71 Tabel 4.14 Perubahan Daya Dukung Antar Variasi Rasio u/B .......................................... 72 Tabel 4.15 Perubahan Daya Dukung Antar Variasi Rasio d/B .......................................... 72

    xii

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Bentuk Butiran Tanah Pasir ............................................................................. 7

    Gambar 2.2 Macam Macam Pondasi Dangkal ................................................................ 11

    Gambar 2.3 Tegangan Kontak Akibat Beban Aksial Eksentris ......................................... 12

    Gambar 2.4 Keruntuhan Pondasi oleh Vesic (1963) .......................................................... 13

    Gambar 2.5 Grafik Mode Keruntuhan Pondasi Pada Tanah Pasir (Vesic , 1973) ............. 14

    Gambar 2.6 Pondasi dengan dasar dan Permukaan miring ................................................ 16

    Gambar 2.7 Klasifikasi Geosintetik ................................................................................... 21

    Gambar 2. 8 Geogrid uniaksial .......................................................................................... 22

    Gambar 2. 9 Geogrid biaksial ............................................................................................ 22

    Gambar 2. 10 Geogrid triaksial .......................................................................................... 23

    Gambar 2. 11 Geogrid berdasarkan cara penyambungan elemennya ................................ 23

    Gambar 2. 12 Diagram kuat tarik geogrid ......................................................................... 24

    Gambar 2.13 variasi BCR dengan df/B pondasi ................................................................ 26

    Gambar 2.14 Pengaruh jarak lapisan teratas geogrid teratas terhadap BCR ..................... 26

    Gambar 2. 15 Hubungan variasi rasio b/B dengan rasio S/N ............................................ 27

    Gambar 2.16 Mekanisme kerja geogrid ............................................................................. 27

    Gambar 2.17 Tipe keruntuhan tanah dengan perkuatan geotekstil pada pondasi dangkal 28

    Gambar 2. 18 Mekanisme kegagalan wide-slab pada tanah degan perkuatan untuk pondasi 29

    Gambar 2. 19 Contoh kerusakan bangunan akibat penurunan tanah ................................. 30

    Gambar 2. 20 Hasil model penelitian Guido et al. pada tanah pasir dengan perkuatan

    geotekstil ...................................................................................................... 31

    Gambar 2. 21 Grafik hubungan beban dengan penurunan pada tanah tanpa perkuatan dan tanah dengan perkuatan geogrid (Das (1999)) ............................................. 32

    Gambar 2.22Metode penentuan nilai daya dukung pada pondasi dangkal (a) metode tangent

    intersection; (b) Metode Log Log; (c) Metode Hiperbolic;(d) Metode 0,1B 33

    Gambar 2.23 pada pondasi sebenarnya dengan model tes ......................... 33

    Gambar 2.24 Grafik hubungan rasio N *-B ....................................................................... 34 Gambar 2. 25 Kurva penurunan-beban .............................................................................. 35

    Gambar 3.1 Peralatan pada penelitian ................................................................................ 40

    Gambar 3.2 Pelakuan Benda Uji dengan Perkuatan Geogrid ............................................ 41

    Gambar 3.3 Perlakuan Benda Uji Tanpa Perkuatan Geogrid ............................................ 41

    Gambar 3.4 Lapisan tanah pada benda uji ......................................................................... 43

    Gambar 3.5 Pembebanan tampak samping ........................................................................ 45

    xiii

  • Gambar 4.1 Hasil Pengujian .............................................................................................. 49 Gambar 4.2 Grafik Pemadatan Standar ............................................................................. 52 Gambar 4.3 Hubungan Antara Tegangan Geser dan Tegangan Normal ........................... 53 Gambar 4.4 Pemodelan Tanah Pasir Tanpa Perkuatan Untuk Rasio d/B = 0,5................. 54 Gambar 4.5 Perbandingan Daya Dukung Tanah Pasir Tanpa Perkuatan Berdasarkan

    Metode Analitik dan Metode Eksperimen ................................................... 55 Gambar 4.6 Hubungan qu dan Penurunan pada Model Tanah Pasir Tanpa Perkuatan dengan

    B=8 .............................................................................................................. 56 Gambar 4.7 Pemodelan Tanah Pasir Dengan Perkuatan Untuk Rasio d/B = 0,5 dengan

    u=0,25B ....................................................................................................... 58 Gambar 4.8 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan u=0,25B ................................................................................ 60 Gambar 4.9 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan u=0,5B .................................................................................. 61 Gambar 4.10 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan u=0,75B ................................................................................ 62 Gambar 4.1 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan d/B=0 .................................................................................... 63 Gambar 4.12 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan d/B=0,5 ................................................................................. 64 Gambar 4.13 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan geogrid

    pada B=8 dan d/B=1 .................................................................................... 65 Gambar 4.14 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan dan

    tanpa perkuatan pada rasio d/B=0 dan u/B=0,25B; 0,5B; dan 0,75B.......... 66 Gambar 4.15 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan dan

    tanpa perkuatan pada rasio d/B=0,5 dan u/B=0,25B; 0,5B; dan 0,75B ....... 67 Gambar 4.16 Hubungan qu dan penurunan pada model tanah pasir dengan perkuatan dan

    tanpa perkuatan pada rasio d/B=1 dan u/B=0,25B; 0,5B; dan 0,75B.......... 68 Gambar 4.17 Perbandingan Nilai BCIu untuk variasi rasio u/B ....................................... 69 Gambar 4.18 Perbandingan Nilai BCIu untuk variasi rasio d/B ....................................... 71 Gambar 4.19 Skema Pola Keruntuhan Terzhagi ............................................................... 73 Gambar 4.20 Grafik hubungan N */N -B modifikasi Shiraishi (1990) dan model tes ...... 75

    xiv

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Analisis Gradasi Butiran .............................................................................. 83

    Lampiran 2. Analisis Spesific Grafity Tanah .................................................................... 84

    Lampiran 3. Analisis Uji Geser Langsung (Direct Shear) ............................................... 87

    Lampiran 4. Analisis Uji Pemdatan Standar (ASTM D-698-70 Metode B) .................... 90

    Lampiran 5. Pengujian Kadar Air dan Kepadatan Pasir ................................................... 92

    Lampiran 6. Rekapitulasi Data Daya Dukung dan Penurunan Berdasarkan Eksperimen 98

    Lampiran 7. Perhitungan Daya Dukung Tanah Pasir Tanpa Perkuatan dengan Metode Analitik ...................................................................................................... 110

    Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian.............................................................................. 119

    xv

  • RINGKASAN

    Yasinta Rizka Fadhilah, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Juni 2017, Analisis Struktur Balok dan Pelat Pada Bangunan Main Building A Holland Park Condotel Kota Batu Dengan Menggunakan Metode Half Slab Precast, Dosen Pembimbing: M Taufik Hidayat dan Edhi Wahyuni Setyowati.

    Saat ini konstruksi bangunan mengalami pengembangan inovasi, beton precast salah

    satunya. Beton pracetak / beton precast adalah beton yang dibuat dicetakan dengan ukuranyang sudah ditentukan atau disesuaikan dengan ukuran yang sudah ditentukan atau disesuaikan dengan aplikasi kerja. Oleh karena itu penggunaan beton precast dapat menghemat biaya dan efisien waktu. Untuk beton precast proses pembuatannya dengan menggunakan cetakan sesuai dengan bentuk yang di inginkan, pertama yang disiapkan untuk mencetak beton precast adalah cetakan yang sesuai ukurandan bentuk yang di inginkan dengan menggunakan cetakan.

    Dalam analisis ini menggunakan metode Half Slab Precast. Pada metode ini

    terdapat perbedaan dalam pelaksanaan. Metode Half Slab Precast adalah pekerjaan pelat lantai beton bertulang dengan cara separuh precst dan separuhnya lagi dibuat ditempat. Umumnya pada metode ini layer pertama difabrikasi terlebih dahulu area pekerjaan yang kemudian diangkat menggunakan mobile/static crane untuk melakukan installasi pada area pengerjaan dan kemudian dilakukan pengecoran untuk layer kedua secara monolit.

    Pada analisis ini didapatkan hasil bahwa dimensi Half Slab yang digunakan berukuran

    20 cm x 30 cm, 25 cm x 25 cm, 20 cm x 25 cm, 25 cm x 30 cm. Dengan tulangan lentur pelat arah x dan arah y sebesar 10 200 mm. Begitu pula dengan tulangan susut, di dapat tulangan sebesar 10 200 mm. Analisis pelat dan balok diasumsikan sebagai balok T dengan tumpuan jepit.

    Kata kunci: beton precast, half slab precast, analisis balok dan pelat, balok monolit,

    tulangan lentur, balok T.

    xiv

  • SUMMARY Yasinta Rizka Fadhilah, Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Brawijaya, June 2017, Structure Analysis of Beam and Plate on Holland Park Condotel Main Building A Batu City by Utilizing Half-Slab Precast Method, Academic Supervisor: M. Taufik Hidayat dan Edhi Wahyuni Setyowati.

    In this day and age, building construction went through inovative advancements recently, one of those inovations are the Precast Concrete. Precast concrete is a concrete which is molded by preexisiting cast and predetermined size and dimension adjusted according to the needs of the particular use of structure. Therefore precast concrete usage would reduce cost and increase time eficiency altogether. The process of making a precast concrete starts with the predetermined casting form and pouring the liquid concrete into the mold.

    In this paper, the researcher is using the Half Slab Precast Method. This method presents a difference in the execution. Half Slab Precast method is a steel reinforced concrete floor plate operation consisting of splitting the structure by half and using both precast concrete and on-site concrete pourings. Generally this method is executed with the fabricated precast concrete as the first layer of concrete which then lifted using mobile/static crane into place and then pouring the rest of the concrete as the second layer monolithically.

    Results show the Half Slab dimensions used in this case are 20 cm x 30 cm, 25 cm

    x 25 cm, 20 cm x 25 cm, 25 cm x 30 cm. With reinforced plate flex on the X and Y axis value of 10 200 mm. The same also apply to reinfored susut with the reinforced value of 10 200 mm. Plate and Beam analysis is assumed as T Beam with fixed support. Key words: Precast concrete, half slab precast, beam and plate analysis, monolith beam,

    flexible reinforcement, T Beam.

    xv

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Negara Indonesia memiliki luas wilayah yang cukup besar dan memiliki

    potensi pengembangan daerah yang cukup besar pula. Negara Indonesia juga

    terkenal dengan berbagai tempat wisata yang menarik. Salah satu contoh daerah

    tersebut adalah Kota Batu. Kota Batu merupakan kota yang dulunya termasuk

    bagian dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kota Batu memiliki kelebihan

    beriklim sejuk sangat disukai oleh banyak pendatang. Oleh karena itu Kota Batu

    memiliki potensi dalam bidang pariwisata, industri, pertanian, dan perdagangan.

    Hal ini menyebabkan semakin bertambah padatnya Kota Batu.

    Dibidang pariwisata khususnya, di Kota Batu sendiri ada beberapa tempat

    wisata yang banyak menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

    Lambat laun Kota Batu juga mengalami perkembangan. Pemerintah daerah Kota

    Batu sendiri juga menyadari pentingnya memajukan potensi kotanya dibidang

    pariwisata. Hal ini disadari dengan semakin banyaknya pembangunan gedung

    yang dilakukan sebagai sarana untuk memanjakan para wisatawan yang

    berkunjung. Akan tetapi hal ini juga dapat menimbulkan permasalahan baru

    karena semakin banyak pembangunan maka semakin terbatas pula lahan yang

    tersedia sebagai.

    Saat ini Kota Batu sedang marak dengan pembangunan gedung yang nantinya

    akan difungsikan sebagai villa, motel, hotel, maupun condotel. Salah satunya

    yaitu pembangunan kompleks Condotel yang lokasinya berada di Jalan

    Panderman Hill Kota Batu. Bangunan ini seluruhnya direncanakan menggunakan

    struktur beton bertulang. Pada kompleks Condotel juga terdapat pembangunan

    gedung Main Building A yang direncanakan sebagai bangunan tiga lantai.

    Dalam ilmu teknik sipil bangunan struktur dibagi menjadi dua bagian, yaitu

    struktur bagian atas dan struktur bagian bawah. Struktur bagian atas berfungsi

    sebagai pendukung beban-beban yang bekerja pada suatu bangunan. Contoh

    struktur bagian atas meliputi atap, balok, kolom, dan pelat lantai. Pelat lantai

    sendiri adalah bagian dari elemen gedung yang berfungsi sebagai tempat berpijak

    perencanaan elemen pelat lantai tidak kalah pentingnya dengan perencanaan

    balok, kolom, dan pondasi. Pelat lantai yag tidak direncanakan dengan baik akan

    dapat mengakibatkan lendutan dan getaran saat beban bekerja pada pelat tersebut.

  • 2

    Karena letak pembangunan gedung ini berada ditengah kawasan perkotaan

    Kota Batu maka beberapa kendala mungkin akan terjadi dalam pelaksaan pelat

    pembangunan. Maka dari tiu diharapkan pembangunan ini agar cepat rampung

    agar tidak mengganggu padatnya aktifitas Kota Batu. Salah satu option yang dapat

    dilakukan guna menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan

    sistem beton precast. Beton precast mempunyai kualitas yang benar-benar

    terjamin karena proses pembuatannya dilakukan dengan metode yang baik dan

    benar, serta perawatannya juga sangat diperhatikan sesuai dengan peraturan yang

    berlaku. Sistem ini juga mampu menghemat waktu pengerjaan. Beton precast

    yang digunakan pada struktur balok, kolom, dinding, serta pelat lantai. Untuk

    struktur pelat sendiri ada beberapa macam jenis beton precast yang diproduksi,

    salah satunya Half Slab Precast.

    Half Slab Precast merupakan salah satu metode pelaksanaan konstruksiyang

    dapat mempercepat proses pelaksanaan. Metode precast ini sendiri sering

    digunakan oleh para kontraktor untuk dapat mempercepat pelaksanaan dan

    melakukan efisiensi, terutama jika situasi berlangsunya proyek juga tidak

    memiliki lahan yang cukup luas dan memungkinkan untuk melaksanakan

    pengecoran ditempat dengan jumlah besar. Selanjutnya akan dilakukan analisis

    sambungan yang akan digunakan pada struktur selanjutnya.

    1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

    Permasalahan yang mungkin timbul dalam analisis dengan menggunakan

    metode ini adalah:

    1. Analisa sambungan yang akan digunakan pada metode ini.

    2. Asumsi yang akan digunakan alam perhitungan analisis balok.

    1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

    Adapun maksud dan tujuan dari perhitungan analisis struktur gedung Main

    Building A Holland Park Condotel Kota Batu adalah:

    1. Untuk melihat dan mengevaluasi kinerja metode half-slab precast dengan

    pembebanan.

    2. Untuk mengetahui perhitungan analisis sambungan yang akan digunan

    jikan menggunakan metode half-slab precast pada struktur pelat.

    3. Agar masyarakat dapat mengetahui bahwa ada beberapa option yang dapat

    digunakan, bergantung pada situasi dan kondisi yang ada di lapangan

    dimana proyek berlangsung.

  • 3

    1.4 BATASAN MASALAH

    Agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas, diperlukan batasan

    masalah yaitu,

    1. Objek perencanaan struktur yang ditinjau adalah gedung Main Building A

    Holland Park Condotel Kota Batu.

    2. Perilaku pelat half-slab precast tidak diperhitungkan.

    3. Sambungan pelat precast dianggap sudah menjadi satu kesatuan komposit.

    4. Pelat diasumsikan tidak memiliki lubang.

    5. Perhitungan dilakukann hanya pada perhitungan struktur pelat dan balok

    saja.

    6. Analisis yang digunakan adalah analisis 3(tiga) dimensi menggunakan

    program SAP2000.

    7. Tidak dilakukan perhitungan struktur bawah maupun perhitungan biaya.

    1.5 MANFAAT

    Adapun manfaat dari penyusunan skripsi ini adalah meningkatkan

    pemahamam tentang ilmu pengetahuan sipil atau di bidang konstruksi beton

    precast bagi diri sendiri, orang lain, maupun untuk analisis yang sedang dilakukan

    serta untuk mengaplikasikan ilmu teknik sipil,sehingga dapat dijadikan bekal

    dalam dunia kerja nantinya.

  • 4

    (halaman kosong)

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 BETON PRACETAK/PRECAST

    Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan

    komponen-komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat

    khusus (off site fabrication), terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan

    disatukan terlebih dahulu (pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi

    (installation), dengan demikian sistem pracetak ini akan berbeda dengan

    konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang tergantung atau

    ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi, penyatuan dan

    pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam

    hal cara penyambungan antar komponen join (Abduh,2007).

    Dewasa ini biaya pembuatan bangunan telah bertambah dengan kecepatan

    yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan dari harga sebagian

    besar produk industri lainnya. Salah satu penyebab utama tigginya harga

    bangunan adalah karena di dalam proses pembuatan bangunan secara tradisional

    terdapat bayak sekali pekerjaan yang harus dilakukan di lapangan. Disamping itu,

    walaupun masalah harga kita abaikan, permintaan akan tenaga ahli untuk bekerja

    di lapangan ternyata juga melebihi persediaan yang ada. Kecenderungan akan hal

    ini hanya dapat diperlambat atau dihentikan melalui pelaksaaan proes

    industrialisasi yang lebih besar di dalam bidang konstruksi, yaitu dengan cara

    menggantikan semaksimum mungkin pekerjaan-pekerjaan yang biasanya

    dilakukan di lapangan dengan metode produksi yang dapat dilakukan di pabrik.

    Saat ini konstruksi bangunan mengalami pengembangan inovasi, beton

    precast salah satunya. Beton pracetak / beton precast adalah beton yang dibuat

    dicetakan dengan ukuranyang sudah ditentukan atau disesuaikan dengan ukuran

    yang sudah ditentukan atau disesuaikan dengan aplikasi kerja. Oleh karena itu

    penggunaan beton precast dapat menghemat biaya dan efisien waktu. Untuk beton

    precast proses pembuatannya dengan menggunakan cetakan sesuai dengan bentuk

    yang di inginkan, pertama yang disiapkan untuk mencetak beton precast adalah

    cetakan yang sesuai ukurandan bentuk yang di inginkan dengan menggunakan

    cetakan.

    Untuk mencetak beton precast menggunakan bahan dasar pasir yang

    pilihan kemudian dicuci bersih untuk menghilangkanendapan lumpur, pasir yang

    telah dicuci dicampur dengan semen sesuai dengan takaran yang ditentukan

    kemudian dicetak dengan cetakan yang telah disispakan sebelumnya. Setelah

    bahan tadi sesuai dengan mix design yang diinginkan maka ditengahnya diberi

    besi tulangan kemudian ditutup kembali dengan adukan semen. Agar

  • menghasilkan cetakan yang cepat kering maka diberi bahan pengering. Setelah itu

    akan menghasilkan beton yang disebut sebagai beton precast.

    Konstruksi beton pracetak dipakai pada semua jenis utama dari struktur

    seperti pada bangunan-bangunan industri, bangunan-bangunan tempat tinggal dan

    perkantoran, ruang pertemuan dengan bentang yang cukup besar, jembatan dan

    lainnya. Batang pracetak biasanya mengalami proses prategang dilapangan,

    tempat dilakukan pengecoran. Menurut SNI-0302847-2002 sendiri definsi beton

    pracetak adalah suatu elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan

    yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan. Pada dasarnya

    beton pracetak meliputi 3 (tiga) tahapan pekerjaan, yaitu:

    1. Pembuatan (pabrikasi)

    2. Pengangkatan

    3. Pemasangan (perakitan)

    Persyaratan desain dan pelaksanaan komponen struktural beton pracetak

    menurut SNI-7833:2012 salah satunya tegangan-tegangan yang timbul dalam

    komponen pracetak selama periode dari pengecoran hingga penyambungan akhir

    boleh jadi melebihi tegangan-tegangan beban layan. Prosedur penanganan dapat

    mengakibatkan deformasi yang tidak diinginkan.

    Ada beberapa jenis komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung

    dan konstruksi lainnya yang biasa dipergunakan, yaitu :

    a. Tiang pancang.

    b. Sheet pile dan dinding diapragma.

    c. Half solid slab (precast plank), hollow core slab, single-T, double-T,

    triple-T, channel slabs dan lain-lain.

    d. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder). e.

    Kolom beton pracetak satu lantai atau multi lantai.

    e. Panel-panel dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari

    single-T atau double-T. Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai

    pendukung beban (shear wall) atau tidak mendukung beban.

    f. Jenis komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet, panel-

    panel penutup dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai keinginan atau

    imajinasi dari insinyur sipil dan arsitek. (Hendrawan Wahyudi dan Hery

    Dwi Hanggoro 2010).

  • Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan

    dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :

    1. Sambungan kering (dry connection) Sambungan kering menggunakan

    bantuan pelat besi sebagai penghubung antar komponen beton pracetak

    dan hubungan antara pelat besi dilakukan dengan baut atau dilas.

    Penggunaan metode sambungan ini perlu perhatian khusus dalam analisa

    dan pemodelan komputer karena antar elemen struktur bangunan dapat

    berperilaku tidak monolit.

    2. Sambungan basah (wet connection) Sambungan basah terdiri dari

    keluarnya besi tulangan dari bagian ujung komponen beton pracetak yang

    mana antar tulangan tersebut dihubungkan dengan bantuan mechanical

    joint, mechanical coupled, splice sleeve atau panjang penyaluran.

    Kemudian pada bagian sambungan tersebut dilakukan pengecoran beton

    ditempat. Jenis sambungan ini dapat berfungsi baik untuk mengurangi

    penambahan tegangan yang terjadi akibat rangkak, susut dan perubahan

    temperatur. Sambungan basah ini sangat dianjurkan untuk bangunan di

    daerah rawan gempa karena dapat menjadikan masing-masing komponen

    beton pracetak menjadi monolit.

    2.1.1 Keunggulan Beton Precast

    Sebagai bahan struktur, beton precast memiliki beberapa keuntungan

    sebagai berikut:

    1. Beton precast mempunyai kualitas yang benar-benar terjamin karena

    proses pembuatannya dilakukan dengan menggunakan metode yang baik

    dan benar, serta perawatannya juga sangat diperhatikan dengan peraturan

    yang berlaku.

    2. Beton precast memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap perubahan

    cuaca yang drastis. Beton ini bisa sangat diandalkan jika kondisi di tempat

    pelaksanaan proyek tidak menentu. Selain itu, pemasangan beton precast

    juga tidak terpengaruh pada cuaca.

    3. Beton precast dapat memangkas waktu pelaksanaan proyek secara

    signifikan. Hal tersebut dikarenakan penggunaan beton ini memungkinkan

    pekerjaan prooyek bisa dilakukan secara overlapping. Sebagai contoh,

    ketika pekerjaan struktur masih dalam tahap pondasi, maka

    pelaksanaannya bisa bersamaan dengan pembuatan beton precast untuk

    kolom lantai. Dengan begini, saat pekerjaan struktur bawah telah selesai,

    kolom juga sudah siap dipasangkan.

    4. Beton precast juga sanggup menghemat penggunaan bekisting sehingga

    jauh lebih sedikit. Bayangkan saja, pada pembuatan beton secara

    konvensional, bekisting hanya bisa dipakai maksimal 10 kali. Akan tetapi,

  • pada pembuatan beton precast, bekisting tersebut bisa digunakan terus-

    menerus hingga mencapai 50 kali. Perawatan yang tepat memberikan andil

    yang terbesar kenapa bekisting tersebut mempunyai daya tahan yang lama.

    5. Beton precast mampu memangkas Rencana Anggaran Belanja (RAB)

    pada proyek, terutama biaya yang perlu dikeluarkan untuk pengadaan

    tenaga kerja. Perlu diketahui, upah pabrik precast rata0rata lebih rendah

    daripada upah tukang bangunan. Sehingga penggunaan RAB pun bisa

    menjadi lebih efektif dan efisien.

    6. Beton precast bersifat ramah terhadap lingkungan. Pemakaian beton ini

    sebagai pengganti dari beton konvensional akan mengurangi jumlah

    sampah dan kotoran di lokasi proyek yang merupakan sisa-sisa material

    pembentuk beton dan bekisting.

    2.1.2 Kelemahan Beton Precast

    Selain mempunyai kelebihan beton precast juga memiliki beberapa

    kelemahan, diantaranya:

    1. Beton precast membutuhkan biaya tambahan untuk mengangkut beton ini

    dari pabrik pembuatannya menuju ke tempat pelaksanaan proyek. Sekali

    lagi, ini dikarenakan beton precast tidak dibuat di tempat pembangunan,

    melainkan di pabrik precast khusus .

    2. Beton precast memerlukan peralatan berat yang lengkap untuk

    pemasangannya. Alat-alat tukang konvensional saja tidak bisa dipakai

    untuk memasang komponen struktur ini dengan sempurna.

    3. Beton precast harus diletakkan di tempat yang baik dan dirawat dengan

    benar sampai tiba waktu pemasangannya. Sehingga lokasi proyek harus

    memiliki ruang yang cukup untuk menyimpan beton-beton ini.

    4. Beton precast juga kerap kali memakan biaya yang tidak terduga yang

    cukup banyak. Misalnya saja pada saat dilakukan pemasangan elemen-

    elemen beton precast, dibutuhkan biaya tambahan untuk keperluan

    penyambungannya.

    2.1.3 Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional

    Pada dasarnya mendesain konvensional ataupun pracetak adalah sama,

    beban-beban yang diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien yang

    digunakan untuk perencanaan juga sama, hanya mungkin yang membedakan

    adalah :

    1. Desain pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat umur

    beton belum mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton yang sangat

    muda saat diangkat akan terjadi retak (crack) atau tidak. Di sini

  • dibutuhkan analisa desain tersendiri, dan tentunya tidak pernah

    diperhitungkan kalo kita menganalisa beton secara konvensional.

    2. Desain pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan

    beton pracetak di stock yard, pengiriman beton pracetak, dan pemasangan

    beton pracetak di proyek. Kebanyakan beton pracetak dibuat di pabrik.

    3. Pada desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain

    sambungan di sini, didesain lebih kuat dari yang disambung.

    2.2 STRUKTUR PELAT

    Pelat adalah salah satu elemen struktur pada bangunan yang mendukung

    beban mati maupun beban hidup dan menyalurkan ke kerangka vertikal. Pelat

    juga merupakan bidang struktur yang permukaannya datar/tidak lengkung dengan

    dimensi tebal terkecil jika dibandingkan struktur lainnya.

    Berdasarkan aksi strukturalnya, Rudolf Szilard menggolongkan pelat

    menjadi 4 jenis, yaitu:

    1. Pelat Lentur

    Merupakan pelat tipis yang memiliki kekakuan lentur (Flexural Rigidity),

    dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen

    dalam (lentur dan puntir) dan gaya transversal, yang umumnya sama

    dengan balok.

    2. Membran

    Jenis pelat yang tipis tanpa kekakuan lentur. Pelat ini juga memikul beban

    lateral menggunakan gaya aksial dan gaya geser terpusat. Aksi memikul

    beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena

    ketebalan yang tipis, sehingga mengabaikan besarnya momen yang terjadi.

    3. Cangkang/Shell

    Merupakan gabungan pelat lentur dan membran. Memikul beban luar

    dengan menggunakan aksi momen dalam, gaya geser transversal, gaya

    geser terpusat, dan gaya aksial. Pelat jenis ini sering dipakai untuk industri

    ruang angkasa.

    4. Pelat Tebal

    Pelat ini memiliki kondisi tegangan dalam yang mempunyai kondisi

    kontinu tiga dimensi.

  • Sedangkan dalam pendistribusian beban ke kolom pelat dibedakan menjadi

    dua jenis, antara lain:

    1. Pelat Tanpa Balok

    a. Flat Plate Slab

    Flat Plate Slab yang dapat dilihat pada gambar 2.1 adalah sistem pelat

    yang tidak menggunakan balok. Maka pelat langsung mendistribusikan

    beban ke kolom pendukungnya. Umumnya pelat jenis ini digunakan

    jika beban yang terjadi ringan atau sedang.

    Gambar 2.1. Flat Plate Slab

    b. Flat Slab

    Dalam mendistribusikan bebannya pelat yang terlihat pada gambar 2.2

    ini juga termasuk pelat yang menggunakan sistemm pelat dua arah

    yang tidak menggunakan balok, tetapi pelat ini mengalami penebalan

    di daerah kolom (perbesaran kolom) atau keduanya. Biasanya untuk

    bangunan tingkat tinggi tebal pelat berkisar antara 127 sampai dengan

    254 mm dengan panjang pelat 4,56 sampai 7,6 m. Terjadinya

    pembesaran kolom itu sendiri memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

    - Mengurangi gaya geser yang hanya terjadi diarea kolom saja.

    - Menambah kemampuan untuk menahan momen lentur,

    mengurangi defleksi serta meningkatkan kapasitas gaya geser.

    Gambar 2.2. Flat Slab

  • c. Waffle System

    Sistem pelat ini mirip dengan sistem Flat Slab juga menggunakan

    sistem dua arah. Agar beban mati dari konstruksi pelat berkurang,

    maka digunakan kubah seperti yang terlihat pada gambar 2.3.

    Umumnya sistem pelat ini efektif jika digunakan pada pelat dengan

    ukuran panjang 9,1 sampai 12,2 m.

    Gambar 2.3. Waffle System

    2. Pelat Dengan Balok

    a. Sistem Pelat Satu Arah ( One Way Slab)

    Sistem pelat ini memiliki panjang dua kali atau lebih besar dari

    lebarnya, dengan perbandingan Lx dan Ly lebih besar dari 2(dua).

    Pelat ini mampu menerus melalui balok-balok yang sejajar tersebut.

    Sistem pelat satu arah sendiri dibagi menjadi lima jenis:

    i. One-Way Concrate Ribbed Slabs

    ii. Skip Joist System

    iii. Band Beam System

    iv. Haunch Girderand Joist System

    v. Beam and Slab System

    b. Sistem Pelat Dua Arah (Two Way Slab)

    Sistem pelat dua arah adalah sistem pelat yang memiliki perbandingan

    panjang dengan lebarnya lebih kecil dari 2(dua). Beban pelat lantai di

    pikul ke dalam di arah oleh empat pendukung di sekeliling pelat.

    Apabila panjang dan lebar sama, maka beban pelat dipikul sama

    kesemua balok disekelilingnya. Pada keadaan lain balok yang panjang

  • akan memikul beban yang lebih kecil. Bentuk pelat dua arah dapat

    dilihat pada gambar 2.4.

    Gambar 2.4. Sistem Pelat Dua Arah.

    Untuk metode pemasangan pelat lantai dibagi menjadi beberapa metode.

    1. Metode Konvensional

    2. Metode Half Slab

    3. Metode Full Precast

    4. Metode Bondek

    2.3 PELAT PRECAST

    Perkembangan konstruksi di Indonesia yang saat ini berkembang pesat

    juga ditandai dengan banyaknya proyek yang dikerjakan dengan skala besar, baik

    proyek milik pemerintah atau swasta. Dengan adanya perkembangan ini

    perusahaan-perusahaan konstruksi akan berlomba memenangkan persaingan

    dengan meningkatkan produk maupun jasa. Salah satunya dengan menggunakan

    sistem pelat yang dilaksanakan dengan cara pracetak/precast.

    Pelat precast sendiri dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan jenis dan

    keuntungannya, antara lain:

    a. Pelat Pracetak Berlubang (Hollow Core Slab)

    Pelat pracetak yang dimana ukuran tebal lebih besar dibanding dengan

    pelat pracetak tanpa lubang. Biasanya pelat tipe ini menggunakan kabel

  • pratekan. Keuntungan pelat jenis ini adalah lebih ringan, tingkat

    durabilitas yang tinggi. Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.5.

    Gambar 2.5. Hollow Core Slab.

    b. Pelat Pracetak Tanpa Slab (Solid Slab)

    Solid Slabs dapat dilihat pada gambar 2.6, tebal pelatnya lebih tipis

    dibanding dengan pelat pracetak dengan lubang. Keuntungan dari

    penggunaan pelat ini adalah mudah pada penumpukan dikarenakan tidak

    memakan banyak tempat. Pelat ini biasanya berupa pelat pratekan.

    Gambar 2.6. Solid Slab.

    c. Pelat Pracetak Double Tees dan Single Tee

    Pelat ini dapat dikatakan sangat berbeda dengan pelat yang sudah

    dijelaskan sebelumnya. Terdapat dua buah kaki pada pelat ini sehingga

    tampak seperti dua T yang saling terhubung. Dapat dilihat pada gambar

    2.7 bagaimana bentuk dua T tersebut.

    Gambar 2.7. Pelat Pracetak Double Tees dan Single Tee

    .

  • 2.4 METODE HALF SLAB PRECAST

    Metode Half Slab Precast dapat disebut pekerjaan pelat lantai beton bertulang

    dengan cara separuh precst dan separuhnya lagi dibuat ditempat. Umumnya

    metode ini layer yang pertama dibuat terlebih dahulu area pekerjaan yang

    kemudian diangkat menggunakan mobile/static crane untuk melakukan installasi

    pada area pengerjaan dan kemudian step selanjutnya dilakukan pengecoran untuk

    layer kedua setelah terlaksananya pekerjaan pemasangan tulangan.Untuk

    penjelasan tentang struktur lantai metode half slab precast dapat dilihat pada

    gambar 2.8.

    Gambar 2.7. Metode Half Slab Precast.

    2.4.1 Kekurangan dan Kelebihan Metode Half Slab Precast

    Metode Half Slab Precast memiliki beberapa kekurangan diantaranya

    1. Sulit diaplikasikan pada area tepi gedung (pelat kantilever), sehingga pada

    area ini bisa menggunakan pelat konvensional.

    2. Perlu trik khusus jika digunakan pada area toilet atau atap gedung agar

    tidak mengalami kebocoran.

    Selain memiliki adanya kekurangan metode half slab precast juga memiliki

    kelebihan, yaitu:

    1. Waktu pengerjaan lebih cepat dibandingkan pelat lanti yang dikerjakan

    dengan sistem konvensional, namun jika produksi pelat half slab precast

    berada di lokasi terpisah dengan proyek maka perlu dipastikan ketepatan

    jadwal pengirimannya agar pekerjaan dapat berjalan secara kontinyu.

    2. Efisiensi pemakaian bekisting.

  • 3. Memepercepat proses pelaksanaan dimana tidak adanya proses

    pembongkaran bekisting, serta proses pengeringan beton lebih cepat.

    4. Hasil pekerjaan lebih bagus dari segi kualitas.

    Berdasarkan tulisan jurnal dari Wulfram I. Ervianto dalam tulisannya

    “Komparasi Penerapan Pelat PracetakVs Pelat Konvensional Pada Bangunan

    Gedung Bertingkat”, menjelaskan bahwa half slab precast dapat menghemat

    pekerjaan 24,49 % dari pada pelaksanaan menggunakan sistem konvensional.

    Rosyd Ambar Muhadi pun pernah melaksanakan penelitian dengan pembanding

    pada suatu proyek, dimana dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa

    menggunakan half slab precast dapat melakukan efisensi sebesar 22,07 % jika

    dibandingkan dengan pelat konvensional, serta adanya percepatan waktu sebesar

    9,19 %.

    Melihat dari dua penilitian diatas dapat diambil perumusan jika menggunakan

    half slab precast dapat dilakukan efisiensi dan meningkatkan efektifitas pekerjaan

    pelat. Namun, hal tersebut harus didukung dengan proses pengawasan dan proses

    desain yang sudah sangat matang. Kurangnya pemahaman para pengawas dan

    kurang benarnya proses desain dalam mendesain panel-panel precast dapat

    mengakibatkan kesalahan fatal dalam pelaksanaannya, hal tersebut kemudian

    dapat mengakibatkan kerugian dalam pelaksanaan proyek.

    Ada dua macam tipe half slab precast, yaitu half slab dengan beton pracetak

    yang rata (flat) dan half slab dengan beton pracetak yang bergerigi. Untuk half

    slab dengan beton pracetak bergerigi, adanya gerigi tersebut memiliki tujuan agar

    ikatan antara beton konvensional dan beton pracetak lebih kuat.

    Pada saat pengecoran topping, pelat pracetak sudah diberikan penunjang

    berupa propping sehingga perilaku komposit dari pelat half slab precast itu sendiri

    tidak diperhitungkan. Maka half slab precast berperilaku sebagai pelat monolit

    yang bergerak secara satu kesatuan.

    2.5 STRUKTUR BALOK

    Setiap bangunan terdiri atas bagian-bagian yang memiliki fungsi tertentu.

    Salah satunya yakni balok yang berguna untuk menyangga lantai yang terletak di

    atasnya. Selain itu, balok juga dapat berperan sebagai penyalur momen menuju

    ke bagian kolom bangunan. Balok mempunyai karakteristik utama yaitu lentur.

    Dengan sifat tersebut, balok merupakan elemen bangunan yang dapat diandalkan

  • untuk menangani gaya geser dan momen lentur. Pendirian konstruksi balok pada

    bangunan umumnya mengadopsi konstruksi balok beton bertulang.

    Pembangunan balok beton harus dilakukan dengan cermat dan teliti supaya

    bisa menghasilkan struktur bangunan yang baik. Pendiriannya pun harus

    memperhatikan faktor-faktor tertentu yang meliputi kekuatan, kekakuan, dan

    ketahanan. Balok beton yang bermutu bagus memungkinkannya dapat berfungsi

    dengan baik selama umur layanan struktur tersebut.

    Begitu pula saat berniat merancang batang tarik berupa balok baja. Harus

    dipastikan bahwa batang tarik tersebut sanggup menjanjikan keamanan dan

    cadangan kekuatan untuk menahan beban. Artinya, balok wajib mempunyai

    kemampuan yang cukup terhadap potensi kelebihan beban atau kekurangan

    kekuatan. Biasanya risiko ini muncul karena kesalahan dalam melakukan analisis

    struktur balok, perencanaan taksiran yang terlalu rendah, penyederhanaan balok

    yang berlebihan, dan variasi dalam prosedur pembuatan konstruksi balok. Ada

    beberapa jenis balok antara lain :

    1. Balok sederhana bertumpu pada kolom diujung-ujungnya, dengan satu

    ujung bebas berotasi dan tidak memiliki momen tahan. Seperti struktur

    statis lainnya, nilai dari semua reaksi,pergeseran dan momen untuk balok

    sederhana adalah tidak tergantung bentuk penampang dan materialnya.

    2. Kantilever adalah balok yang diproyeksikan atau struktur kaku lainnya

    didukung hanya pada satu ujung tetap

    3. Balok teritisan adalah balok sederhana yang memanjang melewati salah

    satu kolom tumpuannya.Balok dengan ujung-ujung tetap ( dikaitkan kuat )

    menahan translasi dan rotasi

    4. Bentangan tersuspensi adalah balok sederhana yang ditopang oleh

    teristisan dari dua bentang dengan konstruksi sambungan pin pada momen

    nol.

    5. Balok kontinu memanjang secara menerus melewati lebih dari dua kolom

    tumpuan untuk menghasilkan kekakuan yang lebih besar dan momen yang

    lebih kecil dari serangkaian balok tidak menerus dengan panjang dan

    beban yang sama.

    Balok terbagi dari beberapa macam, yaitu:

    1. Balok kayu

    Balok kayu menopang papan atau dek structural. Balok dapat ditopang

    oleh balok induk, tiang, atau dinding penopang beban.

    2. Balok baja

    http://arafuru.com/

  • Balok baja menopang dek baja atau papan beton pracetak. Balok dapat di

    topang oleh balok induk ( girder ), kolom, atau dinding penopang beban.

    3. Balok beton

    Pelat beton yang dicor di tempat dikategorikan menurut bentangan dan

    bentuk cetakannya.

    Semua perkerjaan balok dan pelat dilakukan langsung di lokasi yang

    direncanakan, mulai dari pembesian, pemasangan bekisting, pengecoran sampai

    perawatan.

    2.6 HUBUNGAN BALOK DAN PELAT

    Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh balok-

    balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi

    satukesatuan, seperti pada gambar (2.1) atau ditumpu oleh dinding-dinding

    bangunan seperti pada gambar (2.2). Kemungkinan lainnya, yaitu pelat didukung

    oleh balokbalok baja dengan sistem komposit seperti pada gambar (2.3), atau

    didukung oleh kolom secara langsung tanpa balok, yang dikenal dengan pelat

    cendawan, seperti gambar (2.4).

    Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok)

    menjadi satu bagian dari perencanaan pelat. Ada 3 jenis perletakan pelat pada

    balok, yaitu :

    a. Terletak bebas Keadaan ini terjadi jika pelat diletakan begitu saja diatas balok, atau antara

    pelat dan balok tidak dicor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi

    bebas pada tumpuan tersebut.

  • b. Terjepit elastis

    Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara

    monolit, tetapi ukuran balok cukup kecil, sehingga balok tidak cukup kuat

    untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. Tepi yang bertumpuan sederhana

    menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur

    di sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan

    perpindahan dan gaya.

    c. Terjepit penuh Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara

    monolit, dan ukuran balok cukup besar, sehingga mampu untuk mencegah

    terjadinya rotasi pelat. Kondisi geometris tertentu yang diperoleh

    berdasarkan besarnya perpindahan (translasi dan rotasi) dapat digunakan

    untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis. Misalnya,

    lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit

  • sama dengan nol. Gambar 2.8 Pelat Terjepit Penuh Gambar 2.7 Lambang

    Pelat Dengan Perletakan Sederhana

  • 2.7 Analisis Terhadap Plat Pracetak

    Plat yang digunakan adalah solid flat slab, karena diharapkan agar

    mendapat tebal plat yang relatif lebih tipis dengan lendutan yang dapat dikontrol

    dalam pendesainan tebal dan jumlah tulangan yang dipakai adalah desain yang

    mampu menahan beban kombinasi yang bekerja dalam kondisi yang terbesar.

    untuk menentukan tebal plat beton dapat ditentukan dari tebal minimum

    pelat dalam kondisi utuh, yaitu dengan rumus :

    h syarat : tebal plat tidak boleh kurang dari 90mm

    dimana : Ln = panjang plat

    berdasarkan tebal minimum plat, ditentukan tebal plat pracetak dengan

    persyaratan bahwa :

    htop 50mm , diman htop = tebal beton topping (mm)

    sehingga tebal plat pracetak adalah :

    h’top = hplat – htop

    dalam perencanaan ini gaya harus ditentukan terlebih dahulu sebesar P

    (kN) yang terjadi di setiap meter penampang dengan ketentuan plat yang diangkut

    berumur tidak kurang dari 28 hari

    Analisa penampang saat pengangkatan

    dalam menangani material pracetak yang harus diperhatikan adalah pada

    saat proses pengangkatan dan penyimpanan material. Dalam buku PCI Design

    Handbook 7th Edition Precast and Prestressed Concrete Chapter 5 telah

    dijelaskan bagaimana cara untuk menjamin bahwa material pracetak tidak

    mengalami kerusakan.Hal yang perlu diperhatikan untuk elemen beton pracetak

    adalah :

    Titik angkat dan sokongan untuk pelat pracetak

  • Gambar 2.21. Pemodelan Beban Plat Pracetak Saat

    Pengangkatan

    Pelat pracetak dimodelkan sebagai struktur shell yang diberi

    tumpuan sendi di empat titik. Tumpuan tersebut adalah letak titik angkatnya.

    Peletakan tumpuan dilakukan secara coba-coba untuk mendapatkan nilai

    momen lapangan dan momen pada titik angkat yang relatif kecil dan sama.

    Untuk momen arah x ditahan oleh gaya prategang yang sudah

    diberikan pada penampang pelat pracetak-pratarik, sedangkan untuk

    momen arah y akan ditahan oleh tulangan non-prategang yang bekerja pada

    arah y.

    F

    F

    F

    F

    Lx

    Mx

    Ly

    My

    titik

    angkat

    b

    m

    dm cm dm

    bm

    am

  • Gambar 2.22 Letak Titik Angkat Plat Pracetak

    Menurut beberapa sumber bacaan untuk menentukan posisi titik angkat

    pelat dapat diasumsikan dengan sistem coba-coba, hingga momen lapangan dan

    momen tumpuan saat terangkat tidak terjadi lendutan yang berlebihan atau masih

    dalam keadaan aman.

    2.8 Penampang Prismatis

    Dalam menganalisis struktur pracetak (balok) harus dilakukan agar

    asumsi-asumsi awal dalam pelaksanaan tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan

    1) Analisis balok persegi tulangan tunggal

    Analisis penampang adalah menghitung kapasitas/kekuatan penampang

    berdasarkan data-data penampang seperti : mutu beton (f’c), mutu baja (fy),

    dimensi, dan luas tulangan. Untuk menganalisisnya kita dapat

    menggunakan dasar konsep seperti balok beton konvensional :

  • Gambar 2.23 Analisa Penampang tulangan tunggal

    Pada gambar diatas, gaya tekan beton (C) adalah :

    C = 0.85*f’c*a*b

    Dan gaya tarik pada baja (T) adalah :

    T = As*fy

    Keseimbangan gaya horizontal :

    T = C → As*fy = 0.85*f’c*a*b

    Maka momen nominal penampang adalah :

    Mn = T*jd

    = As*fy(d-a/2)

    Atau Mn = C*jd

    = 085*f’c*b*a(d-a/2)

    Kontrol regangan baja tarik ( ) =

    Tegangan baja tarik (fs) =

    Bila fs fy (tulangan tarik sudah leleh)

    Bila fs fy (tulangan tarik belum leleh)

    2) Analisis balok persegi tulangan rangkap

  • Gambar 2.24 Analisa Penampang Tulangan Rangkap

    2.9 Penampang Tidak Prismatis

    Balok T merupakan kombinasi balok yang berada di bawah dan plat yang

    berada pada bagian atas yang digabung menjadai satu kesatuan yang monolit yang

    berperilaku menahan momen positif dan akan berperilaku menjadi balok persegi

    biasa apabila menahan momen negatif.

    a. Kondisi bila garis netral terletak dalam flens c < hf, maka analisa

    penampang dapat dilakukan sama dengan balok persegi dengan lebar

    balok = lebar efektif (be)

    Gambar 2.25 Diagram Tegangan Regangan Balok Bersayap Dengan

    Tulangan Tunggal

    b. Kondisi ketika garis netral memotong badan, c > hf, maka balok

    diperlakukan sebagai balok T murni

  • Gambar 2.26 Diagram Tegangan Regangan Balok Bersayap Dengan Tulangan

    Rangkap

  • 30

    BAB III

    METODE ANALISIS

    3.1 DATA-DATA DESAIN

    3.1.1 Data Umum Gedung

    Data-data lain mengenai gedung adalah sebagai berikut:

    Gedung : Gedung Main Building A Holland Park Condotel Kota Batu

    Lokasi : Jl. Panderman Hill Kota Batu - Malang

    Fungsi : Perkantoran

    3.1.2 Data Teknis Gedung

    Struktur Gedung : Lantai 1 sampai 3 menggunakan struktur beton bertulang

    Jumlah Lantai : 3 lantai

    f’c beton : 30 MPa

    fy (tegangan leleh baja) : 400 MPa

    Tinggi Bangunan : ±18,00 m

    Tinggi Tiap Lantai

    Lantai 1-2 : 5,00 m

    Lantai 2-3 : 5,00 m

    Lantai 3-atap : 5,00 m

    3.2 PROSEDUR PERENCANAAN

    3.2.1 Pembebanan

    Pembebanan yang diperhitungkan pada perencanaan gedung Main Building A Holland

    Park Condotel Kota Batu berdasarkan “Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan

    Gedung” SKBI-1.3.53.1987. Pembebanan akan dianalisis secara garis besar adalah sebagai

    berikut:

    1. Beban Hidup

    2. Beban Mati

    3. Beban Angin

    4. Beban Gempa

    Berdasarkan beban-beban tersebut diatas, maka harus mampu memikul semua

    kombinasi pembebanan sebagai berikut ini:

    1. 1,4 D

    2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

    3. 1,2 D + 1.6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)

    4. 1,2 D +1,0 W + L + 0,5 (Lr atau R)

    5. 1,2 D + 1,0 E + L

    6. 0,9 D + 1,0 W

    7. 0,9 D + 1,0 W

  • 31

    Keterangan:

    D : beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen

    L : beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung

    A : beban atap

    R : beban hidup

    W : beban angin

    E : beban gempa

    3.2.2 Desain Penampang

    Prinsip dasar yang digunakan untuk mendesain penampang pada Main Building A

    Holland Park Condotel Kota Batu adalah dengan menggunakan konsep beton bertulang cor

    ditempat.

    Detail penampang akan digunakan pada pelat adalah half slab precast yag kemudian

    akan ditambah topping beton untuk pelat yang di cor di tempat. Setelah penampang pelat

    telah menjadi satu kesatuan, kemudian akan dilanjutkan analisis sambungkan dengan struktur

    balok.

    3.2.3 Gambar Struktur

    Penggambaran dalam perencanaan dan perhitungan dalam gambar teknik ini dengan

    menggunakan program bantu AutoCad2013.

  • 32

    3.3 DIAGRAM ALIR

    Dalam pengerjaan tugas akhir ini akan membahas tentang sambungan balok-plat

    dengan sistem pracetak. Dalam penghitungan dan pengecekan bahwa semua komponen beton

    pracetak sudah aman atau belum harus sesuai dengan diagram alir seperti berikut :

    Tidak

    Ya

    Data

    Perencanaan

    MULAI

    Perencanaan Awal

    Dimensi Balok dan Kolom

    Pembebanan Pada

    Struktur Balok-Kolom

    Analisis Statika

    Menggunakan SAP2000 v14

    Gaya Dalam Aksial,

    Geser dan Momen

    Desan Pelat dan balok

    Kontrol Desan : Momen,

    Geser, Aksial dan

    Lendutan

    SELESAI

  • 33

    (halaman kosong)

  • 34

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Data Pembebanan 4.1.1 Beban Mati (PPIUG 1983)

    Berdasarkan Peraturan Pembebanan Beton Bertulang Indonesia untuk Gedung Tahun

    1983 (PPIUG 1983), beban mati diatur sebagai berikut:

    Bahan Bangunan: Beton bertulang = 2400 kg/m3

    Komponen Gedung: Spesi per cm tebal = 21 kg/m3

    Keramik = 24 kg/m3

    Dinding bata merah ½ batu = 250 kg/m2

    Eternit + Penggantung langit – langit = 11 kg/m3

    4.1.2 Beban Hidup (PPIUG 1983)

    Berdasarkan Peraturan Pembebanan Beton Bertulang Indonesia untuk Gedung Tahun

    1983 (PPIUG 1983), beban hidup diatur sebagai berikut:

    Ruang kuliah dan kantor = 250 kg/m3

    Ruang pertemuan dan rapat = 400 kg/m3

    Tangga dan lorong = 300 kg/m3

    4.1.3 Beban Gempa

    Pada perhitungan beban gempa pada Gedung Kampus Fakultas Ilmu Budaya

    Universitas Brawijaya Malang, perhitungan spektum respons desain menggunakan program

    yang telah disediakan PU: http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/ .

    Dengan memasukkan jenis input koordinat tempat yang akan ditinjau.

    Untuk mendapatkan data respons spektrum memasukan data koordinat lokasi

    ataupun nama kota yang ditinjau, seperti berikut:

    Gambar 4.1 Peta lokasi gedung Holland Park Condotel Kota Batu

  • 35

    Gambar 4.2 Respon spectral percepatan di permukaan

    Data yang di peroleh berdasarkan program yang telah disediakan PU:

    Tabel 4.1 Data Spektrum

    Variabel Nilai

    PGA (g) 0,388

    Ss (g) 0,761

    S1 0,324

    CRS 1,003

    CR1 0,931

    FPGA 1,112

    FA 1,196

    FV 1,753

    PSA (g) 0,431

    SMS (g) 0,910

    SM1 (g) 0,567

    SDS (g) 0,607

    SD1 (g) 0,378

    T0 (detik) 0,125

    Ts (detik) 0,623

  • 36

    Koordinat Spektrum respons desain:

    Tabel 4.2 Nilai Koordinat Spektrum

    T (detik) SA (g)

    T0 0,243

    TS 0,607

    TS+0 0,607

    TS+0.1 0,523

    TS+0.2 0,459

    TS+0.3 0,409

    TS+0.4 0,369

    TS+0.5 0,337

    TS+0.6 0,309

    TS+0.7 0,286

    TS+0.8 0,266

    TS+0.9 0,248

    TS+1 0,233

    TS+1.1 0,219

    TS+1.2 0,207

    TS+1.3 0,197

    TS+1.4 0,187

    TS+1.5 0,178

    TS+1.6 0,17

    TS+1.7 0,163

    TS+1.8 0,156

    TS+1.9 0,15

    TS+2 0,144

    TS+2.1 0,139

    TS+2.2 0,134

    TS+2.3 0,129

    TS+2.4 0,125

    TS+2.5 0,121

    TS+2.6 0,117

    TS+2.7 0,114

    TS+2.8 0,11

    TS+2.9 0,107

    TS+3 0,104

    TS+3.1 0,102

    TS+3.2 0,099

    TS+3.3 0,096

    4 0,095

  • 37

    4.2 Kombinasi pembebanan

    Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua paenampang

    mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan

    kombonasi beban dan gaya yang sesuai dengan ketentuan. Kombinasi pembebanan pokok

    yang diperhitungkan adalah sebagai berikut:

    a. Bila kuat perlu U untuk menahan beban mati D, dan beban hidup L, dan juga beban atap Lr atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan:

    U = 1,4 D

    U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

    b. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W, maka harus dipertimbangkan dalam perencanaan. Pengaruh kombinasi D, L,dan W yang akan dihitung menentukan nilai U

    yang terbesar, yaitu:

    U = 1,2 D + 1,6 L (Lr atau R) + (Lr atau 0,5W)

    U = 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau W)

    U = 0,9 D + 1,0 W

    c. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E, maka harus dipertimbangkan dalam perencanaan. Pengaruh kombinasi D, L, dan E yang akan dihitung menentukan niali U

    yang terbesar yaitu:

    U = 1,2 D + 1 E1 + 1,0 L

    U = 1,2 D + 1E2 + 1,0 L

    U = 0,9 D + 1,0 E1

    U = 0,9 D + 1,0 E1

    Keterangan :

    E1 : gempa arah utara – selatan dan barat – timur

    E2 : gempa arah selatan – utara dan timur – barat

    Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 L kecuali untuk ruangan garasi,

    ruangan pertemuan, dan semua ruangan dengan beban hidup L-nya lebih besar dari

    500 kg/m.

    4.3 Input data SAP 2000

    Input data merupakan sekumpulan perintah dan data yang akan digunakan dalam

    memodelkan dan menganalisis model struktur. Berikut penjelasan singkatnya:

    a. Gometry Memuat informasi tentang leatak kooordinat titik-titik pada struktur dalam sumbu

    x, y, dan z

    b. General → Property Memuat informasi tentang data-data dari elemen struktur batang tiga dimensi pada

    struktur yang diananlisis melalui properti, dan momen inersia dari setiap elemen

    c. General → Load Memuat informasi tentang data-data dari elemen batang tiga dimensi pada struktur

    yang dianalisis meliputi beban yang bekerja pada elemen. Beban yang bekerja dari

    analisis struktur yang dilakukan antara lainsebagai berikut:

    Beban mati : Selfweight Y -1

    Beban hidup : Floor with Y range

  • 38

    Beban gempa : Spektrum

    Beban atap : Joint load beam atap

    Beban angin : Wind definition

    d. General → Load Combination Memuat informasi mengenai kombinasi pembebanan yang digunakan pada

    analisis struktur utama

    e. General → Support Memuat informasi menganai perletakan tumpuan pada struktur yang akan

    dianalisis

    f. Analyze → Run Analyze Memuat informasi untuk mendapatkan hasil dari input yang telah dimasukkan

    Gambar 4.3 Pemodelan pada SAP2000

  • 39

    4.4 Design Pelat Denah Pelat Lantai

    53

    56

    66

    6

    2 6 7 85

    1 2 3 4

    5 6 7 8

    9 10 11 12

    13

    13

    13

    14

    14

    14

    15

    15

    15

    16

    16

    16

    17 18 19 20

    Gambar 4.4 Denah Pelat Lantai

    4.5 Design Half Slab Precast 4.5.1 Data Pembebanan

    fy : 390 MPa

    fc’ : 30 MPa

    fc’ pengangkatan : 46 % fc’ = 13,8 MPa

    fc’ sebelum komposit : 65 % fc’ = 19,5 MPa

    fc’ komposit : 88 % fc’ = 26,4 Mpa

    Tebal Pelat Precast : 6 cm

    Tebal Pelat Overtopping : 6 cm

    Tulangan Lentur Pelat (Rencana) Arah X = 10 – 200 mm

    Arah Y = 10 – 200 mm

    Tulangan Susut Pelat (Rencana) = 10 – 200 mm

    a. Perhitungan Pembebanan Pelat Lantai Kondisi Saat Pengangkatan

    Beban Mati

    Berat Sendiri Pelat Precast = 0,06 x 2400 = 144 Kg/m2

    Beban Kejut Saat Pengangkatan = 1,5 x 144 = 216 Kg/m2

    Beban untuk 1 m pias lebar plat = 216 x 1

    qu = 216 Kg/m2

  • 40

    Kondisi Saat Sebelum Komposit

    Beban mati ( DL )

    Berat sendiri plat precast = 0,06 x 2400 = 144 Kg/m2

    Berat plat cast insitu = 0,06 x 2400 = 144 Kg/m2

    Total DL = 288 Kg/m2

    Beban hidup ( LL ) = 100 Kg/m2

    Beban total ( 1.2 DL + 1.6 LL ) = 505,6 Kg/m2

    Beban untuk 1 m pias lebar plat = 505,6 x 1

    qu = 505,6 Kg/m2

    Kondisi Saat Komposit

    Lantai 1

    Beban mati ( DL )

    Berat sendiri plat penuh ( t = 12 cm ) = 0,12 x 2400 = 288 Kg/m2

    SDL = 125 Kg/m2

    Total DL = 413 Kg/m2

    Beban hidup ( LL ) = 400 Kg/m2 (Hall)

    Beban total ( 1.2 DL + 1.6 LL ) = 1135,6 Kg/m2

    Beban untuk 1 m pias lebar plat = 1135,6 x 1

    qu = 1135,6 Kg/m

    Kondisi Saat Komposit

    Lantai 2 dan 3

    Beban mati ( DL )

    Berat sendiri plat penuh ( t = 12 cm ) = 0,12 x 2400 = 288 Kg/m2

    SDL = 125 Kg/m2

    Total DL = 413 Kg/m2

    Beban hidup ( LL ) = 250 Kg/m2 (Perkantoran)

    Beban total ( 1.2 DL + 1.6 LL ) = 895,6 Kg/m2

    Beban untuk 1 m pias lebar plat = 895,6 x 1

    qu = 895,6 Kg/m

  • 41

    4.5.2 Pereencanaan Pelat Kondisi Pada Saat Pengangkatan

    Pembebanan

    Gambar 4.5 Perletakan sendi - sendi diasumsikan sebagai letak titik angkat plat

    precast

    Penulangan Pelat

    2

    3

    Tulangan Arah X

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 55,630152

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,727191529 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001974807

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2 - 10

    Tulangan Arah Y

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 37,086768

    ρmax = .

  • 42

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,484794353 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001290099

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2 - 10

    2,5

    2,5

    Tulangan Arah X

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 46,35846

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,605992941 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001628804

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2 - 10

  • 43

    Tulangan Arah Y

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 46,35846

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,605992941 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001628804

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2 - 10

    2,5

    2

    Tulangan Arah X

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 37,086768

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,484794353 MPa

    m = = 56,52173913

  • 44

    ρ =

    = 0,001290099

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2- 10

    Tulangan Arah Y

    Q = qu saat angkat x 0.5 L = 216

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 37,086768

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,484794353 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001290099

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2- ∅10

    2,5

    3

    Tulangan Arah X

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 46,35846

    ρmax = .

  • 45

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,605992941 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001628804

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2- 10

    Tulangan Arah Y

    Mu = 0.5 x Q x l2 = 46,35846

    ρmax = .

    = .( = 0,011620629

    Rn = 2 = 0,605992941 MPa

    m = = 56,52173913

    ρ =

    = 0,001628804

    As = ρ .b .d

    = 107,6923077 mm2

    Tulangan digunakan 2- 10

  • 151

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Dalam analisis perencanaan Gedung Main Building A Holland Park Condotel Kota

    Batu ini dilakukan secara manual dengan program bantu SAP 2000 di dapatkan dalam studi

    ini merupakan analisis Gedung Main Building A Holland Park Condotel dengan zona gempa

    4 yang di rencanakan kembali dengan menggunakan metode half slab precast. Dari hasil studi

    didapatkan bahwa

    1. Dimensi half slab precast yang digunakan berukuran 20 cm x 30 cm, 25 cm x 25 cm,

    20 cm x 25 cm, 25 cm x 30 cm dengan ukuran tulangan sebesar ∅10. Dan dari analisis

    setelah terjadi komposit dengan beban yang bekerja diatasnya seperti beban hidup,

    plat dan atap, baik di tengah dan dipinggir struktur, aman

    2. Kemuidian hasil dari analisis balok pada tumpuan didapat menggunakan tulangan

    berukuran D-22 dengan dipasang sengkang berukuran ∅10. Setelah terjadi cor penuh

    dengan beban yang bekerja diatasnya seperti beban hidup, plat dan atap, baik di

    tengah dan dipinggir struktur, aman terhadap lentur dan geser.

    3. Hal ini terbukti dengan analisis daerah ujung menghasilkan momen nominal sebesar

    41404,66 kgm dan momen ultimate lapangan sebesar 15481,04 serta momen

    tumpuan 16544,91 kgm. Sehingga perhitungan dapat dikatakan aman.

    5.2 Saran

    1. Perlunya pengembangan teknologi dan SDM untuk meningkatkan kualitas dan mutu

    beton pracetak di Indonesia .

    2. Seiring dengan perkembangan pembangunan yang semakin maju sebaiknya bangunan

    di Indonesia ini menggunakan sistem Pracetak agar lebih efisien di dalam

    pembangunan, baik dari segi kebersihan dan kecepatan.

  • 152

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002 Tata Cara

    Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung . Bandung: Badan Standardisasi

    Nasional.

    Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 7833 2012 Tata Cara Perancangan Beton Pracetak

    dan Beton Prategang untuk Gedung. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

    Budianto. 2010. Perilaku dan Perancangan Sambungan Balok Kolom Beton Pracetak untuk

    Rumah Sederhana Cepat Bangun Tahan Gempa dengan Sistem Rangka Berdinding

    Pengisi (Infilled-Frame). Tesis tidak dipublikasikan. Surabaya: Institut Teknologi

    Sepuluh Nopember.

    Rahmadhan, Gita Yusuf. 2014. Studi Perencanaan Desain Sambungan Balok-Kolom Dengan

    Sistem Pracetak Pada Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

    Malang. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.

    Badan Penelitian Dan Pengembangan Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Pusat Penelitian

    Dan Pengembangan Teknologi Permukiman. 2002. SNI 03-1726-2002 Standar

    Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. Bandung.

    Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia. Trend Teknik Sipil

    Menuju Era Milenium Baru. 355-415

    Pamungkas, Anugrah & Erny Harianti. 2009. Gedung Bertulang Tahan Gempa. Surabaya:

    itspress.

    BAGIAN DEPAN.pdf9. BAB I PENDAHULUAN.pdf10. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf11. BAB III METODOLOGI PENELITIAN.pdf12. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.pdf13. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.pdf14. DAFTAR PUSTAKA.pdf