34
ASUHAN KEPERAWATAN LABIOPALATOSCHIZIS Tutor 5 : Ira Tuti 220110120005 HenyJunita 220110120011 Sri Rahmawati 220110120017 SesiSeptiani 220110120023 RatuIrbath K.N. 220110120029 SeptianiPuspadewi 220110120036 Laura Oktavia 220110120042 RirisPurwitaWidodo 220110120048 Abdul Azis 220110120054 FirdaHalifahRahmayani 220110120060 Miftahhurrahmah 220110120067 AnisaHasanah 220110120073 DwiRatnasari 220110120079 Fakultas Keperawatan

makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

ASUHAN KEPERAWATAN

LABIOPALATOSCHIZIS

Tutor 5 :

Ira Tuti 220110120005HenyJunita 220110120011Sri Rahmawati 220110120017SesiSeptiani 220110120023RatuIrbath K.N. 220110120029SeptianiPuspadewi 220110120036Laura Oktavia 220110120042RirisPurwitaWidodo 220110120048Abdul Azis 220110120054FirdaHalifahRahmayani 220110120060Miftahhurrahmah 220110120067AnisaHasanah 220110120073DwiRatnasari 220110120079

Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran

2014

Page 2: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

A. Definisi

LabioPalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatosisis

(sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan

lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat,

2006)

LabioPalatoskisis adalah penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan

bentuk pada struktur wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)

Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit yang dapat

terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur

fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary),

tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.

Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara

mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampa

ipada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.

Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang

menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat

menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma

dan factor genetic..

Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh

kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial

meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.

B. Insidensi

Labiopalatoskisis dengan angka kejadian sebesar 45%, labioskisis 25%, dan palatoskisis

sebesar 35 %. Labiopalatoskisis dan labioskisis lebih sering pada anak laki-laki dengan

perbandingan 2:1, sedangkan palatoskisis lebih sering pada anak perempuan dengan

perbandingan 2:1.

Page 3: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan rasAfrika. Insiden

palatoschisis padaras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih,  dan 0,41/1000  pada

ras kulit hitam.

Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari

total seluruh penduduk.

C. Etiologi dan Faktor resiko

1. Faktor Genetik

Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan

dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan

hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor

dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan

terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum

merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas

maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).

Zat –zat yang berpengaruh adalah:

Asam folat

Vitamin C

Zn

3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat

berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang

organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga

berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.

4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:

- Jamu.

Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama

terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan

kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut

- Kontrasepsi hormonal.

Page 4: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk

hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga

berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

- Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio

palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :

~ Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)

~ Aspirin (Obat – obat analgetika)

~ Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream

pemutih)

- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio

palatoschizis, yaitu:

~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi

rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat

toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu

pertumbuhan organ selama masa embrional.

~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit

diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat

menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah

yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa

embrional.h

~ Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak

dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut

dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa

embrional.

- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus

(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya

kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

D. Manifestasi Klinis

Page 5: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Pada LabioSkisis :

Distorsi pada hidung

Tampak sebagian atau keduanya

Adanya celah pada bibir

Pada PalatoSkisis :

Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau foramen

incisive

Adanya rongga pada hidung

Distorsi hidung

Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

Kesulitan dalam menghisap atau makan

Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan

Gangguan komunikasi verbal

Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir

dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang

tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing

yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama bila

disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif dan

saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan refleks

gag atau tersedak ketika bayi bernapas.

Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan

artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole, fungsi

tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui otitis akut

berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.

Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus masalis

dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah

perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya telinga

tengah.

Page 6: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Gabungan penampilan kosmetik dan gangguan bicara sering menciptakan

kesukaran psikologis yang serius pada anak yang lebih tua.

E. Klasifikasi

Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :

a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum

dibelahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap

foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan

palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

Kadang – kadang terlihat suatu  belahan submukosa, dalam kasus ini

mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Klasifikasi menurut organ yang terlibat :

1. Celah bibir (labioskizis)

2. Celah di gusi (gnatoskizis)

3. Celah dilangit (Palatoskizis)

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit –

langit (labiopalatoskizis).

Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga

yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan

tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi

bibir dan memanjang hingga ke hidung

3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

Page 7: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral

dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC

Medical genetics. 2004, 154.)

F. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:

Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya

celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang

keluar menjadi sengau.

Maloklusi( – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol,

alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah

sering terjadi erupsi.

Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah

pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi

otitis media rekurens sekunder.

Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap

dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.

Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara

dini, akan mengakibatkan distress pernafasan

Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat

mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga

kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.

Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan

palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu.

Page 8: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan

dan perkembangan bayi.

Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan

kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris

wajah.

Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang

tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek

distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri

odontal.

Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan

lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan

terjadinya crosbite.

Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta

terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen

- Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak

terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah

bibir baik unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia

janin 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada

pemeriksaan USG prenatal. KEtika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada

ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah.

- Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan perawatan terbaik

untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi

genetik. Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang

resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.

b. Radiologi

Page 9: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

- Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen pada

tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus maxilla dan

processus nasalis media.

H. Patofisiologi

(terlampir)

I. Penatalaksanaan

Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi,

mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan,

bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur ± 3 bulan, tetapi

pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir.

a. Manajemen perawatan celah bibir

Perawatan pra bedah

1) Pemberian makan

Pemberian makan pertama kali sukar, tetapi tergantung pada derajat deformitas yang

dialami pada kasus ringan, ada kemungkinan memberi ASI langsung kepada bayi.

Jika tidak, pemberian susu botol mudah dilakukan. Akan tetapi, bila menghisap susu

dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau

biarkan bayi menghisap dari sendok.

- Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit

kesukaran dalam makan atau sama sekali tidak kesukaran.

- Jika celah bibir disertai celah palatum, bayi mengalami masalah bukan saja

dalam menelan tetapi juga dalam menghisap karena palatum yang lengkap dan

utuh diperlukan untuk memanifulasi puting dan menghisap ASI. Regurgitasi ASI

melalui hidung menimbulkan masalah lain yang membahayakan. Inhalasi ASI

harus dicegah dengan mempersiapkan penyedot setiap saat. Pemenuhan

kebutuhan nutrisi adekuat penting agar menjamin bahwa bayi dalam keadaan

fisik yang baik, mengalami kenaikan BB dan tidak mengalami anemia. Bila

dijumpai adanya anemia, harus ditangani kapan saja terjadi.

-

Page 10: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

2) Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis bertujuan menjamin bahwa pada masa

pascabedah, anak tidak mengalami bahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme

yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah .

3) Persiapan Prabedah

Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status

fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah.

Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi

selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan

yang tepat.

4) Perawatan pascabedah

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai

mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :

a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi

menyentuh garis jahitan

b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada garis jahitan.

Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk mengurangi tegangan, walaupun

tegangan sudah dikurangi dengan mengenakan peralatan seperti busur logam

c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari ke-5 dan ke-8.

Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan kebersihan dipertahankan

dengan mengelap area tersebut dengan air steril atau salin normal setelah selesai

makan.

d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan

positif.

b. Manajemen perawatan celah palatum

Saat optimum untuk operasi perbaikan celah palatum tetap merupakan masalah

konvensional. Tindakan pembedahan umumnya dilakukan sebelum anak mulai

berbicara. Sebagian besar ahli bedah plastik melakukan pembedahan diantara usia 15

dan 18 bulan tetapi beberapa berpendapat bahwa operasi harus ditunda sampai usia 7

tahun untuk memungkinkan perkembangan tulang wajah secara lengkap. Operasi lebih

Page 11: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi

luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai.

Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut,

karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat

dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara

langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang

palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah

palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan

makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan.

Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan

otot orofaring

Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman

glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan

air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah

pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah sedasi

diantara hari ke-8 atau ke-10

Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang secara memuaskan, berikan

terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber konsultasi pada semua kasus

dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara yang adekuat. Kuantitas

pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang ahli terapi wicara terbatas,

sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh sebab itu, baik ibu maupun anak harus

ambil bagian dalam pelajaran ini dengan ahli terapi wicara sehingga ibu dapat

melanjutkan terapi dirumah. Melalui latihan yang cermat, ada kemungkinan bagi anak

untuk mencapai tingkat bercakap yang memungkinkan anak untuk berkomunikasi bebas

dengan orang lain pasa saat mulai sekolah. Orang tua memerlukan dukungan dan banyak

dari unit celah palatum menyimpan album foto gambaran sebelum dan sesudah dari

kasus yang berhasil untuk memperlihatkan kepada orang tua dan menenteramkannya

bahwa bayinya akan terlihat baik setelah operasi.

Page 12: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

c. Pemberian makan dan minum

Pemberian makan dan minum pada pasien dengan labioschisis dan palatoschisis

bertujuan untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit

sesuai program pengobatan.

J. Pencegahan

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik

yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan

tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko

terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan

perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari

celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.

Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga

perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan

publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau.

(Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat

prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat

secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada

tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan

mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari

total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002).

2. Menghindari alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi

tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki

hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal

(fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika

Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa

interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang

terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol

Page 13: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar

disebabkan murni karena alkohol.25,30

3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat

penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal

dari fetus.

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk

ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan

memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil

dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin

memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan

bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.

Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan

sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam

menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka

panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam

mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah

disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam

mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit

sumbing.

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah

orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian

juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau

antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi

vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut

sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada

manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya

celah.

Page 14: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko

terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti

pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan

defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian

klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi

vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada

penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat,

kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang

mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.

4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada

hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,

industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan

tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani

mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa

penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik

mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti

pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui

meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

5. Suplemen Nutrisi

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk

mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan

sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada

percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat

namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang

dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin

dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim

bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut

memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu

Page 15: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah

mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.

K. Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat

dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi

saat usia masih dini dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan.

Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis

yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara

yang berkesinambungan menunjukan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah

labioschisis.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien

Nama : an. X

Usia : 2 jam

Jenis kelamin : laki-laki

Agama: -

Diagnosa medis : labiopalatoschizis

2. Anamnesa

a. Keluhan utama

Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit

menyusui.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

P : perlu dilakukan pengkajian ulang

Q : perlu dilakukan pengkajian ulang

Page 16: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

R : celah di bibir dan langit-langit mulut

S : perlu dilakukan pengkajian ulang

T : sejak lahir selama 2 jam

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : -

d. Riwayat Kesehatan keluarga : -

e. Riwayat Pekerjaan : -

f. Peran sosial : -

g. Pola aktivitas : -

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : sadar penuh

b. Antropometri

Lingkar perut : 45 cm

BBL : 2500 gram

c. TTV

RR : 46x/menit

HR : 120x/menit

TD : -

Suhu : 37,80C

d. Inspeksi : terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut

e. Palpasi: -

f. Perkusi : -

g. Auskultasi : -

4. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan Hasil Normal

leukosit 11.000 mg/dl 9000 – 12000/ mm3

eritrosit 3500 mg/dl 4,7-6,1 juta

trombosit 270.000 mg/dl 200.000 -400.000 mg/dl

Hb 16 gr/dl 12-24 gr/dl

Ht 30 33-38

Page 17: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Kalium 4,8 mEq 3,6-5,8 mEq

Natrium 138 mEq 134-150 mEq

5. Analisis Data

Data Yang Menyimpang Etiologi Masalah Keperawatan

DO:

Terdapat celah pada bibir

dan langit – langit mulut,

Tampak sulit menyusu

DS: -

Labiopalatoschizis

Sususnan mulut berbeda

Fungsi mulut terganggu

Kesulitan melakukan gerakan

menghisap

Sulit menete

Intake nutrisi (ASI) kurang

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau

tidak efektif dalam meneteki ASI

Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan atau tidak

efektif dalam meneteki

ASI

DO:

Ibu tampak sedih melihat

kondisi anaknya, Ibu

berusaha menutup –

nutupi wajah anaknya dari

orang lain.

DS:

Ibu berkata malu akan

kondisi anaknya

Labiopalatoschizis

Sususan mulut berbeda

Wajah anak ditutup dari orang lain

Ibu merasa malu dan sedih

Harga Diri Rendah

Harga Diri Rendah

Page 18: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

DO:

Anak terlahir dengan

kondisi terdapat celah

pada bibir dan langit –

langit mulut dan tampak

sulit menyusu

DS:

Ibu bingung bagaimana

cara menyusui anaknya

dan berkata tidak tahu apa

yang harus dilakukan

setelah anak dibawa

pulang ke rumah.

Labiopalatoschizis

Sususnan mulut berbeda

Fungsi mulut terganggu

Kesulitan melakukan gerakan

menghisap

Sulit menete

Ibu bingung cara menyusui anak

Kurang Pengetahuan

Kurang Pengetahuan

DO:

Terdapat celah pada bibir

dan langit – langit mulut

DS:

Labiopalatoschizis

Sususnan mulut berbeda

Tidak ada pemisah antara mulut dan

hidung

Resti Aspirasi

Resiko Tinggi terjadi

Aspirasi

DO:

Luka bekas operasi

DS:

Labiopalatoschizis

Perlunya tindakan bedah korektif

Post operasi

Resiko Infeksi

Resiko Infeksi

Page 19: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

6. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Pra Operasi:

1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/

kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.

3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan

perawatan di rumah.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan

mengeluarkan sekresi sekunder dari Palatoskisis.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi

yang di tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.

2. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

7. Intervensi dan Rasional

Diagnosa Keperawatan Pra Operasi:

1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau tidak efektif dalam meneteki ASI berhubungan

dengan ketidakmampuan menelan/ kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan

pembedahan.

Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi dapat

teratasi

Kriteria Hasil:

tidak pucat

turgor kulit membaik

kulit lembab, perut tidak kembung

bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.

Intervensi Rasional

1. Bantu ibu dalam menyusui, bila ini adalah

keinginan ibu. Posisikan dan stabilkan

1. Membantu ibu dalam memberikan Asi

dan posisi puting yang stabil membentuk

Page 20: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

puting susu dengan baik di dalam rongga

mulut.

2. Bantu menstimulasi refleks ejeksi Asi

secara manual / dengan pompa payudara

sebelum menyusui

3. Gunakan alat makan khusus, bila

menggunakan alat tanpa puting. (dot, spuit

asepto) letakan formula di belakang lidah

4. Melatih ibu untuk memberikan Asi yang

baik bagi bayinya

5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga

kebersihan, apabila di pulangkan

6. kolborasi dengan ahli gizi.

kerja lidah dalam pemerasan susu.

2. Karena pengisapan di perlukan untuk

menstimulasi susu yang pada awalnya

mungkin tidak ada

3. Membantu kesulitan makan bayi,

mempermudah menelan da mencegah

aspirasi

4. Mempermudah dalam pemberian Asi

5. Untuk mencegah terjadinya

mikroorganisme yang masuk

6. mendapatkan nutrisi yang seimbang

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.

Tujuan: Stelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua tidak malu lagi.

Kriteria Hasil:

Rasa malu hilang

Lebih menyayangi anaknya

Menjaga kesehatan anaknya

Intervensi Rasional

1. Berikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaan

2. tunjukan sikap penerimaan terhadap bayi

dan keluarga

3. tunjukan dengan perilaku bahwa anak

adalah manusia yang berharga

4. gambarkan hasil perbaikan bedah terhadap

defek,gunakan foto hasil yang memuaskan

5. anjurkan pertemuan dengan orang tua lain

1. Mendorong koping keluarga

2. Meredam sikap sensitif orangtua terhadap

sikap sensitif orang lain

3. Mendorong penerimaan terhadap bayi

4. Untuk mendorong adanya pengharapan

5. Membantu orangtua mendiskusikan

kekhawatirannya, berbagi pengalaman

swehingga timbulnya sifat menerima

terhadap bayi

Page 21: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

yang mempunyai pengalaman serupa dan

dapat menghadapinya dengan baik.

6. menganjurkan orangtua untuk selalu

menjaga kesehatan bayinya

6. Untuk mencegah terjadinya defek pada

bayi

3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perawatan di

rumah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan orang tua

bertambah.

Kriteria Hasil:

Orang tua mengetahui tentang penyakit yang diderita anak

Orang tua mengetahui bagaimana cara perawatan anak mulai dari cara pemberian

makan, cara pembersihan mulut setelah makan.

Intervensi Rasional

1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan

sesudah operasi

2. Jelaskan dan demonstrasikan kepada

keluarga cara perawatan, pemberian

makanan dengan alat, cara mencegah

infeksi, cara mencegah aspirasi, cara

pengaturan posisi, dan cara membersihkan

mulut setelah makan.

1. Agar orang tua mengetahui prosedur

operasi dan menyetujui operasi yang

dilakukan pada anaknya.

2. Agar pengetahuan ibu bertambah tentang

cara perawatan anak pada bibir sumbing.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi

sekunder dari Palatoskisis.

Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan di harapkan tidak terjadi aspirasi

Kriteria Hasil:

Kepatenan jalan nafas

Kepatenan saluran cerna

Page 22: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

Intervensi Rasional

1. Atur posisi kepala dengan mengangkat

kepala waktu minum atau makan dan

gunakan dot yang panjang.

2. Gunakan palatum buatan (bila perlu)

3. Lakukan penepukan punggung setelah

pemberian makanan

4. Monitor status pernafasan selama

pemberian makan seperti prequensi nafas,

irama, serta tanda-tanda adanya aspirasi.

a. Agar minuman atau makanan yang masuk

tidak masuk ke saluran hidungdan anak

tidak tersedak.

b. Agar memudahkan anak untuk menete

ASI.

c. Agar anak tidak tersedak.

d. Memantau status pernapasan selama

makan agar terlihat kemampuan makan

bayi.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di

tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.

Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.

Kriteria Hasil:

Luka terjaga kesterilan.

Tidak ada luka tambahan

Intervensi Rasional

1. Atur posisi miring ke kanan serta kepala

agak ditinggikan pada saat makan

2. Lakukan monitor tanda adanya infeksi

seperti bau, keadaan luka, keutuhan jahitan,

3. Lakukan monitor adanya pendarahan dan

edema

4. Lakukan perawatan luka pascaoperasi

dengan aseptic

5. Hindari gosok gigi kurang lebih 1-2

1. Agar memudahkan masuknya makanan

atau minuman.

2. Agar cepat terdeteksi apabila ada infeksi

dengan mengenali tanda-tanda infeksi.

3. Agar memantau adanya komplikasi atau

tidak.

4. Agar luka tetap terjaga kebersihannya

dan terhindar dari infeksi.

5. Agar tidak terjadi pendarahan atau jaitan

Page 23: makalah labiopalatoskisis terbaru.docx

minggu lukanya bisa putus.

DAFTAR PUSTAKA

Rudolf.2007.Buku AjarPediatri Rudolf Volume 2.Jakarta.EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37882/4/Chapter%20II.pdf

Suriadi &Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : PT. FAJAR

INTERPRATAMA

Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

MARTA PAULIN MUDAJ : DEPARTEMEN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN

DEPKES KUPANG

Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: Jakarta: EGC.

Artono dan Prihartiningsih. 2008. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang

Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum.

Maj Ked Gi : 15(2) : 149-152.

Cleft Lip and Palate Association of Malaysia. 2006. Sumbing Bibir Dan Sumbing Lelangit.

http://www.infosihat.gov.my/penyakit/kanak-kanak/sumbing.pdf