126

Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian
Page 2: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Page 3: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian
Page 4: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Paul Lumbantobing

Kata Pengantar: Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja

Bandung 2011

Page 5: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

IV

Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Oleh Paul Lumbantobing

Edisi PertamaCetakan Pertama, 2011

Copy Editor: Sintha Mardi dan Wahyunarso Sampul: Paul Lumbantobing dan Fadjar Prasetya

Tata Letak: Fadjar Prasetya

Hak Cipta ©2011 Paul Lumbantobing

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Lumbantobing, Paul

Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas/Paul Lumbantobing - Edisi Pertama - Bandung; Knowledge Management Society Indonesia, 2011 xvi + 109 hlm, 1 Jil. 210x297mm.

ISBN: 978-602-97910-0-6

1. Manajemen I. Judul

Page 6: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

v

Kata Pengantar Ada tiga kata dasar yang melandasi penulisan buku ini, yakni: pengetahuan, pe-ru bahan, dan inovasi. Ketiga kata tersebut memang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, khususnya sejak proses pengembangan dan pembentukan inovasi sebagai sasaran akhir. Saat kini, banyak organisasi di ne gara kita, baik organisasi pemerintah, bisnis maupun lembaga-lembaga sosial mem bicarakan pentingnya perubahan dan inovasi. Semua sepakat bahwa untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, khususnya untuk mengejar ke tertinggalan pembangunan nasional dibandingkan dengan kemajuan negara-negara tetangga, kita membutuhkan reformasi (perubahan) dan inovasi di segala bidang, baik inovasi di sektor pemerintahan, sektor bisnis maupun sektor sosial-ke masyarakatan. Namun, dari sekian banyak keinginan dan harapan perubahan dan inovasi organisasi maupun negara, hanya sedikit yang sudah berhasil, sehingga sampai saat ini bangsa Indonesia belum merasakan manfaat dari upaya reformasi dan inovasi, khususnya yang menyejahterakan rakyat. Mengapa? Karena berbagai upaya inovasi dan perubahan/reformasi yang dilakukan berbagai komponen bangsa Indonesia sampai saat ini hanya bersifat parsial, belum mampu mengintegrasikan dan menyinergikan antara pengetahuan, perubahan dan inovasi, serta belum mampu menyentuh komponen yang paling penting dalam perubahan, yaitu mengubah sikap dan perilaku manusianya. Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas satu per satu peran ser ta pentingnya proses integrasi antara pengetahuan, inovasi dan perubahan.

Kata pertama adalah Pengetahuan, merupakan modal bagi manusia untuk mampu ber tahan hidup. Tuhan menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya di muka bumi ini, dan Tuhan membedakan manusia dengan binatang atau tumbuhan, karena manusia diberi akal, yaitu daya kreasi untuk membuat keputusan maupun aktivitas kreatif yang berbasis dari pengetahuan yang dimilikinya. Tuhan mewajibkan manusia dan diberi kemampuan untuk selalu mampu menambah pengetahuannya melalui proses belajar yang tidak boleh berhenti sampai kematiannya tiba, tidak lain agar manusia mampu mengemban misi hidupnya, yaitu menjadi makhluk hidup yang mampu menciptakan rahmatan lil alamin, mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh makhluk di bumi, baik untuk manusia lainnya, maupun untuk tumbuhan, binatang serta alam semesta. Output dari proses belajar manusia adalah berkembangnya pengetahuan yang dimiliki manusia, baik pengetahuan tasit (know-what) maupun pengetahuan eksplisitnya (know-how). Dengan akal atau pengetahuan atau daya kreasinya, manusia mampu bertahan hidup dan sekaligus mampu menjalankan misi hidupnya untuk menciptakan rahmatan lil alamin.

Kata kedua adalah Inovasi. Uraian tentang pengetahuan di atas menyiratkan bahwa ada hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara pengetahuan dengan inovasi dan

Page 7: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

vi

perubahan, ketika pengetahuan merupakan sumber untuk menciptakan inovasi dan perubahan. Dapat saya katakan di sini bahwa tidak ada inovasi yang bernilai tambah signifikan tanpa dilandasi oleh pengetahuan yang baik. Saya sering mengatakan bahwa tidak ada inovasi yang terjadi pada otak yang kosong (otak yang kurang berisi pengetahuan) – dengan kata lain, sebuah inovasi yang lahir dari seorang manusia, karena otak manusia tersebut sudah memiliki pengetahuan yang terkait dengan inovasi tersebut. Sebuah inovasi sering terjadi sebagai hasil dari kombinasi beberapa pengetahuan atau linierisasi dari sebuah pengetahuan yang sudah dimiliki manusia sebelumnya. Pengetahuan dalam hal ini merupakan know-what, atau merupakan pengetahuan tasit yang harus dimiliki oleh seseorang untuk diinovasikan. Namun untuk mengubah beberapa pengetahuan tasit menjadi sebuah inovasi, membutuhkan 2 tahapan proses Knowledge Management (KM) dan satu tahapan proses Manajemen Inovasi (MI), yaitu:

Proses • retain – adalah proses KM, yang berfungsi untuk mengubah pengetahuan tasit seseorang menjadi pengetahuan eksplisit, dan kemudian disimpan, di-pelihara dan dikembangkan secara organisasi supaya tidak hilang atau tidak kadaluwarsa. Secara alamiah, pengetahuan yang dimiliki seorang manusia di simpan dan dipelihara dalam memori otaknya. Kondisi ini cukup riskan, mengingat manusia memiliki sifat lupa, dan jika pengetahuan tersebut tidak digunakan dalam waktu yang cukup lama, mungkin pengetahuan tersebut malah kadaluwarsa atau terlupakan dalam memori otaknya. Bisa Anda uji sen diri dengan pertanyaan berikut: berapa persen pengetahuan yang Anda da patkan ketika di bangku SMA sudah Anda praktikkan (eksplisitkan), dan berapa persen yang sekarang masih Anda ingat dengan baik? Jika Anda sudah mempraktikkan dan masih ingat sebanyak 50%, itu tandanya Anda manusia super. Untuk itu, Anda membutuhkan organisasi yang bisa membantu proses retain pengetahuan para anggotanya, supaya resiko hilangnya pengetahuan organisasi bisa diminimalisir. Dalam konteks KM, proses retain bisa di-realisasikan dengan melakukan proses capturing pengetahuan manusia atau proses transformasi pengetahuan tasit menjadi pengetahuan eksplisit, yang kemudian organisasi memberi ruang atau lingkungan kerja yang kondusif agar para anggotanya mau dan mampu mempraktikkan pengetahuan tasitnya, sehingga menjadi know-how (pengetahuan eksplisit), dan sekaligus disimpan pada perpustakaan atau pusat pengetahuan organisasi. Output proses re-tain adalah dipraktikkannya pengetahuan tasit organisasi dan sekaligus tersimpannya dan terpeliharanya pengetahuan organisasi, sehingga mudah untuk dilacak dan ditemukan kembali untuk dikembangkan lebih lanjut.

Proses• enrich – adalah proses KM yang berfungsi memperkaya pengetahuan ma nusia atau pengetahuan organisasi. Proses ini merupakan tahapan yang sa ngat penting untuk melahirkan wawasan, pengetahuan dan ide-ide kreatif dalam rangka memunculkan inovasi baru. Proses pengayaan pengetahuan hanya akan terjadi dengan produktif, jika kita sudah berhasil melakukan pro-ses retain pengetahuan, kemudian para anggota organisasi memiliki ruang untuk aktif bertanya dan mempertanyakan pengetahuan yang sudah ada melalui proses know-why. Dalam konteks Knowledge Management, proses pe-

Page 8: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

vii

ngayaan pengetahuan bisa dilakukan melalui proses diskusi, dialog atau pro-ses berbagi pengetahuan diantara para anggota organisasi, misalnya dapat di lakukan dalam sebuah Community of Practice (CoP). Output proses enrich pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi.

Proses • inovasi – adalah bagian dari aktivitas Manajemen Inovasi, yang ber-fungsi untuk mengkombinasikan berbagai pengetahuan yang dimiliki or-ganisasi, atau menemukan ide-ide kreatif berbasis pada pengetahuan yang su-dah dimiliki, sehingga ditemukan pengetahuan baru yang kemudian menjadi ba han dasar untuk menghasilkan inovasi baru. Linierisasi atau kombinasi berbagai pengetahuan bisa melahirkan berbagai ide kreatif, yang mungkin masing-masing ide tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan pada tahap ini kita harus melakukan proses pemilihan inovasi yang terbaik dari beberapa inovasi yang mungkin dihasilkan. Jadi, output proses inovasi adalah ditemukannya inovasi baru.

Kata ketiga yang terkait dengan pengetahuan dan inovasi adalah Perubahan. Setiap inovasi akan membutuhkan pengetahuan, dan setiap inovasi akan menimbulkan perubahan, namun pengetahuan akan berubah menjadi inovasi dengan efektif jika melalui proses retain dan enrich, dan pada setiap tahapan tersebut pasti akan menimbulkan perubahan. Keempat proses di atas, yaitu proses belajar untuk me-ngembangkan pengetahuan tasit (know-how), kemudian dilanjutkan dengan proses retain sehingga menjadi pengetahuan eksplisit (know-how), dan proses enrich di mana pengetahuan eksplisit terus dipertanyakan (know-why), sehingga akhirnya terjadi proses inovasi - tidak terlepas dari proses perubahan, dan akan sukses jika dilaksanakan melalui proses perubahan yang sistimatik (melaksanakan Manajemen Perubahan). Keempat proses perubahan di atas, minimal harus melibatkan perubahan pada 3 komponen KM, yaitu komponen Manusia, komponen Proses, dan komponen Tek nologi.

Perubahan komponen • Manusia – Proses belajar untuk mengembangkan pe-ngetahuan, hanya akan sukses jika manusia anggota organisasi memiliki kemauan yang kuat untuk terus belajar mengembangkan dirinya. Orang da-pat dikatakan sudah memiliki pengetahuan baru jika sikap, perilaku dan ke-terampilannya berubah sesuai dengan pengetahuan barunya. Selanjutnya, proses retain hanya akan sukses jika manusia anggota organisasi memiliki ko mitmen dan percaya pada organisasi, sehingga pengetahuan tasitnya bersedia ditransformasikan menjadi pengetahuan eksplisit dan disimpan untuk kepentingan organisasi. Sedangkan proses enrich pengetahuan hanya akan sukses jika manusia anggota organisasi memiliki komitmen dan rasa saling percaya pada organisasi, sehingga dia mau berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan kerjanya, kemudian mau berperan aktif untuk merealisasikan inovasi yang menghasilkan nilai tambah bagi organisasinya. Perubahan komponen ma nusia merupakan komponen paling kritikal, selain paling penting perannya dalam sukses implementasi KM, juga paling sulit dikelola, mengingat manusia sebagai satu-satunya unsur hidup dari KM yang berperan selain sebagai aktor

Page 9: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

viii

pelaksana juga pencipta pengetahuan, inovasi dan perubahan. Perubahan un-sur manusia dalam KM sebaiknya fokus pada perubahan sikap dan perilaku, agar sesuai dengan prinsip-prinsip implementasi KM.

Perubahan komponen • Proses Bisnis – bahwa untuk menunjang manusia agar efektif menjalankan proses belajar, maupun retain dan enrich pengetahuan, yang kemudian digunakan untuk melahirkan inovasi baru, tentunya para anggota organisasi tersebut membutuhkan ruang atau lingkungan kerja yang kondusif, lingkungan kerja yang mampu memberi penghargaan untuk me-motivasi semangat berkarya kepada para anggota organisasi yang berhasil menunjukkan dedikasi dan prestasinya. Untuk itu, kita perlu melakukan kajian dan rancang ulang atas semua kebijakan, peraturan, sistem dan/atau tata ke-lola organisasi, agar semua tata kelola organisasi tidak menghambat proses pengembangan, penyimpanan, dan pendistribusian pengetahuan di antara unit-unit organisasi.

Perubahan komponen • Teknologi – dalam hal ini khususnya teknologi in-formasi, perlu disiapkan dan disediakan sesuai dengan kebutuhan untuk mem bantu kelancaran proses penyimpanan (stock) dan pendistribusian (flow) pengetahuan di antara unit-unit organisasi yang membutuhkan. Teknologi informasi makin dibutuhkan manakala organisasi tersebut makin besar, jumlah pengetahuan yang harus dikelola makin banyak, serta daerah operasi secara geografis makin luas dengan jarak fisik yang berjauhan. Namun jangan lupa, bahwa teknologi informasi dalam konteks KM merupakan alat bantu manusia untuk mempermudah penanganan pengetahuan organisasi, sebagai alat ban-tu untuk mengklasifikasi, menyimpan, mengambil dan mendistribusikan pe-nge ta huan organisasi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

Manusia merupakan mesin pengetahuan. Pengetahuan manusia berkembang melalui •proses belajar yang tidak boleh berhenti sampai akhir hayatnya. Tanpa pengetahuan, manusia tidak akan mampu bertahan hidup dan tidak akan mampu menjalankan misi hidupnya untuk menciptakan rahmatan lil alamin bagi semua makhluk Tuhan di bumi. Dalam konteks KM, jika manusia tidak belajar maka pengetahuan organisasi akan berhenti, dan organisasi tidak akan mampu berinovasi dan berubah – berarti organisasi akan mati.

P• engetahuan sangat erat terkait dengan inovasi. Tidak ada inovasi yang signifikan menghasilkan nilai tambah untuk kesejahteraan kehidupan tanpa landasan pengetahuan. Proses perubahan pengetahuan menjadi inovasi membutuhkan proses KM, terutama proses retain dan enrich pengetahuan.

P• erubahan pengetahuan menjadi inovasi, akan efektif jika menerapkan prinsip-prinsip manajemen perubahan, khususnya perubahan akan tiga unsur KM, yaitu perubahan perilaku dan sikap manusia, perubahan proses bisnis, dan perubahan teknologi. Perubahan unsur manusia merupakan perubahan yang paling sulit direalisasikan.

Page 10: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

ix

Akhir kata, saya mengucapkan selamat kepada saudara Paul Tobing yang karena mencintai pengetahuan dan praktik Knowledge Management (KM) di Indonesia, telah berhasil meluangkan waktu di sela-sela kesibukan kerja dan belajarnya, dia telah berhasil menulis buku keduanya ini. Buku ini telah berkontribusi positif, minimal telah mengurangi gap ketertinggalan bangsa kita dibandingkan para ilmuwan dari negara-negara tetangga da-lam hal penyediaan referensi tentang pengembangan ilmu dan implementasi KM, baik di sektor pemerintahan, organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis. Saya percaya, KM di Indonesia akan berkembang dan suatu hari akan menjadi pedoman atau kerangka pe-ngembangan implementasi ilmu-ilmu manajemen lainnya dalam dunia praktik.

Bandung, Oktober 2010

Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja

(Presiden Knowledge Management Society Indonesia)

Page 11: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

x

Page 12: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xi

Daftar Isi

Kata Pengantar: Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja...................................................vDaftar Isi ........................................................................................................................xiSekapur Sirih ................................................................................................................xiiiUcapan Terima Kasih .....................................................................................................xvBAB I PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT .............................................................11.1. Data, Informasi, Knowledge dan Wisdom (DIKW) ..............................................................11.1.1. Data ......................................................................................................................31.1.2. Informasi ..............................................................................................................41.1.3. Knowledge ............................................................................................................41.1.4. Wisdom .................................................................................................................51.2. Siklus Knowledge .........................................................................................................61.3. Knowledge Management ...............................................................................................71.3.1. Beberapa Definisi Knowledge Management.........................................................101.3.2. Manfaat Implementasi KM ..................................................................................111.3.3. Komponen-Komponen Penting dalam Implementasi KM .......................................141.4. Proses-Proses Knowledge Management...................................................................17 1.4.1. Perbandingan Proses-Proses Inti dalam KM...........................................................171.4.2. Knowledge Sharing Sebagai Inti Knowledge Management...................................19Referensi ......................................................................................................................20BAB II KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN ............................... 232.1. Knowledge Sharing dan Knowledge Transfer ..............................................................................23

2.2. Jenis-Jenis Knowledge ................................................................................................................24

2.3. Mengapa Perlu Knowledge Sharing dan Manfaat Knowledge Sharing .........................................26

2.4. Dimensi-Dimensi Knowledge Sharing .....................................................................................27 2.5. Peranan Knowledge Sharing dalam Meningkatkan Daya Saing ..................................................29

2.6. Tantangan Knowledge Sharing ..............................................................................................30Referensi ........................................................................................................................35BAB III PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING ....................................................373.1. Implementasi KM: Berpusat pada Manusia ..........................................................................37

3.2. Peran Budaya Organisasi dalam Mendukung Knowledge Sharing ...........................................38

3.3. Budaya Knowledge Sharing ...................................................................................................42

3.4. Membangun Budaya Sharing ..................................................................................................423.4.1. Memaksimalkan Peran Kepemimpinan ....................................................................433.4.2. Membangun Kepercayaan (Trust) dan Keterbukaan ....................................................443.4.3. Memampukan Organisasi Mengidentifikasi Knowledge Eksisting Internal ...............463.4.4. Mempromosikan Knowledge Sharing dan Kolaborasi ..................................................473.4.5. Perusahaan Menghargai Knowledge. ....................................................................493.4.6. Perusahaan Memiliki Struktur Organisasi yang Suportif ..........................................493.4.7. Mengeksekusi Proses Transformasi .............................................................................503.5. Budaya Sharing di GE ........................................................................................................53Referensi ........................................................................................................................53

Page 13: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xii

BAB IV KNOWLEDGE SHARING BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI ..........................................554.1. Pengertian Komunitas Praktisi (CoP) ......................................................................................55

4.2. Manfaat CoP .........................................................................................................................56

4.3. CoP Life Cycle .......................................................................................................................58

4.4. Dari Chatting Menuju Community of Purpose .........................................................................60

4.5. Perbedaan antara CoP dan Grup Lain di dalam Organisasi ......................................................61Referensi ........................................................................................................................63BAB V MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI .................................655.1. Tantangan CoP ......................................................................................................................65

5.2. Beberapa Strategi untuk Menghadapi Tantangan ....................................................................67

5.3. Cara-Cara Pengelolaan CoP ....................................................................................................68

5.4. Bagaimana Mengembangkan Komunitas Praktisi ....................................................................68

5.4. Prinsip Pengembangan CoP ..................................................................................................70

5.5. Peran dan Tanggung Jawab pada CoP .....................................................................................72Referensi ....................................................................................................................75BAB VI KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI .....................................................776.1. KM dan CoP ..........................................................................................................................78

6.2. Tipe Kepemimpinan ..............................................................................................................78

6.3. Persamaan dan Perbedaan antara berbagai bentuk Grup dengan CoP..................................... 79

6.4. CoP Membutuhkan Pemimpin.............................................................................................. 80

6.5. Penerapan Kepemimpinan dalam Meningkatkan Kinerja CoP............................................... 806.5.1. Perkembangan CoP dan Karakteristiknya................................................................. 806.5.2. Gaya Kepemimpinan dalam CoP................................................................................. 816.6. Fase Perkembangan CoP dan bagaimana seorang pemimpin harus bertindak .........................83

6.7. Identifikasi Kompetensi Pemimpin dalam Memimpin CoP ..................................................856.7.1. Kompetensi dalam menangani tugas CoP ....................................................................856.7.2. Kompetensi dalam menangani relationship .................................................................86Referensi ....................................................................................................................................87BAB VII KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI .................................................................897.1. Inovasi ..................................................................................................................................89

7.2. Peranan KM dalam Inovasi ...................................................................................................90

7.3. Hubungan antara Knowledge Processes dengan Inovasi ........................................................917.3.1. Knowledge development dan inovasi ............................................................................917.3.2. Knowledge sharing dan inovasi ................................................................................937.3.3. Sinergi knowledge sharing dan knowledge creation .................................................977.4. Memanfaatkan KM untuk Mempromosikan Inovasi ...............................................................98Referensi ..................................................................................................................................99Epilog ..........................................................................................................................................101Bibliografi ................................................................................................................................103 Tentang Penulis ......................................................................................................................109

Page 14: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xiii

Sekapur Sirih

“All knowledge is connected to all other knowledge. The fun is in making the connections.” Arthur Aufderheide

Knowledge sharing adalah salah satu proses utama di dalam KM (knowledge management) yang selama ini lebih ditujukan untuk memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan melalui pendistribusian pengetahuan kepada anggota organisasi yang membutuhkannya. Namun semakin pentingnya peran inovasi sebagai faktor penentu daya saing, telah menyadarkan banyak organisasi bahwa sekadar memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan yang ada, tidak lagi memadai. Perusahaan justru dituntut untuk secara kontinu menciptakan pe nge-ta huan baru agar tetap eksis dan memiliki masa depan.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, muncullah perspektif baru terhadap know-ledge sharing, yaitu memandang, mengelola dan memposisikan knowledge sharing sebagai sarana untuk menghasilkan inovasi. Dengan demikian knowledge sharing tidak lagi berhenti sampai ke tahap eksploitasi pengetahuan saja, tetapi harus dilanjutkan kepada tahap eks-plorasi pengetahuan melalui knowledge sharing yang bersifat kolaboratif dan berbasis komunitas. Hal ini disebut sebagai generasi lanjut dari KM, yaitu lebih bersifat soft, sosial dan bertumpu kepada komunitas atau jejaring sosial yang didukung oleh teknologi social net working yang saat ini semakin marak di komunitas dunia maya, yang oleh berbagai ka langan disebut sebagai web generasi kedua (web 2.0) dan sedang memasuki generasi ketiga (web 3.0).

Gambaran situasi inilah yang mendorong munculnya ide penulisan buku ini sehingga diberi judul “Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas”. Di mana knowledge sharing, komunitas praktisi, kolaborasi, dan knowledge creation (inovasi) dibahas secara sinergis dan diupayakan seintegratif mungkin. Untuk membentuk komunitas dan kolaborasi yang produktif dan inovatif, manajer KM perlu belajar mengelola knowledge sharing berbasis komunitas.

Buku ini menjelaskan bagaimana suatu organisasi dapat mengelola knowledge sharing ber basis komunitas sehingga memberikan value yang maksimal bagi perusahaan. Pada buku ini akan diperoleh pengetahuan bagaimana membangun komunitas sebagai fondasi utama kolaborasi dan knowledge sharing. Pada buku ini juga diperkenalkan perspektif baru knowledge sharing melalui pembahasan knowledge sharing dari perspektif inovasi, yaitu melihat knowledge sharing sebagai media untuk mengeksplorasi pengetahuan yang menciptakan kurva masa depan bagi organisasi. Hal ini perlu untuk memberi keseimbangan terhadap pandangan dominan yang berkembang di bidang KM saat ini, yang lebih melihat knowledge sharing sebagai salah satu cara untuk mengeksploitasi pengetahuan.

Struktur Buku

Uraian dalam buku ini dimulai dengan pengantar tentang konsep Knowledge Management (KM), antara lain, berisi tentang konsep data, informasi, knowledge, dan wisdom. Kemudian siklus knowledge dari Nonaka juga diuraikan sebelum masuk ke pembahasan beberapa definisi KM. Bab ini diakhiri dengan perbandingan proses-proses inti dalam KM dan penekanan knowledge sharing sebagai salah satu proses inti dari KM sebagai penghubung untuk pembahasan knowledge sharing pada Bab II.

Page 15: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xiv

Bab II khusus didedikasikan untuk membahas konsep dasar knowledge sharing yang berisi, antara lain, definisi terminologi knowledge sharing dan knowledge transfer, jenis-jenis knowledge, manfaat dan dimensi-dimensi knowledge sharing, serta peranan knowledge sha ring dalam meningkatkan daya saing, yang diakhiri dengan tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan knowledge sharing yang berhasil.

Bab III menguraikan peran penting budaya knowledge sharing, bagaimana membangunnya dan bagaimana penerapannya di sebuah perusahaan yang dianggap berhasil menerapkannya. Dalam membangun budaya sharing dibahas lebih dalam mengenai peran kepemimpinan, trust, kapabilitas organisasi, kolaborasi, apresiasi pengetahuan dan pentingnya disiplin dalam mengeksekusi perubahan. Bab ini ditutup dengan studi kasus di GE.

Bab IV menguraikan konsep dasar knowledge sharing yang berbasis komunitas praktisi. Diawali dengan pengertian Community of Practice (CoP), manfaatnya, dan bagaimana si-klus hidup CoP. Kemudian diuraikan juga bagaimana perbandingan CoP dengan bentuk ko munitas lain dan bentuk-bentuk grup dalam suatu organisasi.

Bab V membahas tentang bagaimana manajemen kolaborasi berbasis komunitas praktisi harus dilakukan dalam menumbuhkan, mempertahankan dan mengoptimalkan peran CoP dalam suatu organisasi. Bab ini dimulai dengan tantangan-tantangan CoP dan strategi untuk mengatasinya. Bagaimana menjalankan dan mengembangkan CoP serta ditutup dengan uraian tentang peran-peran yang terdapat di dalam CoP serta tanggung jawabnya.

CoP itu lebih membutuhkan sentuhan kepemimpinan daripada tindakan-tindakan yang ber-sifat manajerial. Tema ini dibahas pada Bab VI. Bab ini menguraikan tentang kebutuhan CoP akan berbagai bentuk kepemimpinan dan peran kepemimpinan dalam meningkatkan kinerja CoP. Pada bab ini juga dibahas bagaimana hubungan fase-fase dalam life cycle CoP dan hubungannya dengan penerapan bentuk kepemimpinan yang paling tepat. Bab ini diakhiri dengan kompetensi kepemimpinan yang dibutuhkan oleh CoP.

Bab VII dikhususkan membahas tentang hubungan KM dengan inovasi. Diawali dengan uraian tentang konsep inovasi dan peran KM dalam meningkatkan kapabilitas inovasi suatu organisasi. Selanjutnya dibahas hubungan dua proses penting dalam KM, yaitu knowledge development dan knowledge sharing dengan inovasi. Bab ini ditutup dengan membahas tentang strategi mempromosikan inovasi dengan memanfaatkan KM.

Keseluruhan isi buku diakhiri dengan epilog yang lebih bersifat refleksi keseluruhan isi bu-ku ini.

Untuk membantu pembaca lebih mendalami setiap topik atau bab, maka pada setiap bab se lalu dilengkapi dengan referensi yang terkait dengan bab tersebut.

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan masukan untuk penyempurnaan buku pada masa yang akan datang sangat diharapkan dan dapat dikirimkan melalui email: [email protected],

Selamat membaca

Bandung, Oktober 2010

Page 16: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xv

Ucapan Terima Kasih

Menulis walaupun nampak seolah-olah kegiatan yang dilakukan sendiri, sebenarnya mem-butuhkan dukungan orang dan faktor-faktor lain. Penulis membutuhkan orang lain untuk berdiskusi, meminta pandangan bahkan meminta referensi buku.

Sehingga ucapan terima kasih bukan sekadar tradisi tetapi keluar dari sanubari dan ke-bahagiaan penulis karena begitu banyak pihak yang membantu penulis dalam menuntaskan buku ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, atas bantuan Bapak/Ibu dan rekan-rekan saya, khususnya Tim KM Telkom: Santoso Rahardjo, Budhi Santoso, A. M. Soma, Nelson Pasaribu, Dyah MK, Yuli Purwanti, Gatot Rahmanto, Iwan Artyawan, Guntur Sitorus, M. Yusron, dan Wahyudi Handriyanto. Tim KM Management Consulting Centre: T. Hedi Safinah, Hayun Setiawan, Agung Sutanto, dan Ai Lily Yulianti. Terima kasih untuk dukungannya menciptakan suasana inspiratif sehingga banyak ide yang memperkaya isi buku ini.

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih untuk Bpk Faisal Syam, Dir. HCGA Telkom yang memberi kesempatan luas bagi penulis untuk menekuni KM.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

Bpk Djatnika dan Tim KM Medco Group, untuk studi kasus yang mereka sumbangkan ◊dalam Bab IV, yang memperkaya isi dari buku ini. Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja Presiden KMSI yang memberikan pengan-◊tar dan dukungan penuh penerbitan buku ini. Komang Wisnu Murti untuk materi yang di sumbangkan yang memicu lahirnya Bab V ◊dari buku ini. Prof. Dr. Hiro Tugiman, yang senantiasa memberi dorongan dan rajin membagikan ◊pengetahuannya kepada penulis.Fadjar Prasetya & Tim dan Rydon Sagala yang membuat bahasa dan tata letak buku ini ◊lebih nyaman bagi pembaca.Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang membantu penulisan dan ◊penerbitan buku ini.

Bandung, Oktober 2010

Page 17: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

xvi

Untuk Sarah Siagian dan anak-anak kami:Felicia Yunike

Michael TimothyCalvin Jonathan

Page 18: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB I

PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT

for wisdom is better than jewels, and all that you may desire cannot compare with her. Proverb 8:11

Sebelum lebih jauh membahas tentang knowledge management (KM), adalah perlu mem-bahas apa itu knowledge, dan apa bedanya dengan data dan informasi yang sehari-hari menjadi bagian dari rutinitas manusia. Pembedaan ini perlu karena knowledge merupakan objek utama yang dikelola oleh organisasi yang menerapkan KM, atau dalam kata-kata Thomas A. Stewart (2001): “knowledge is what we buy, sell and do”.

Kecenderungan untuk mengabaikan perbedaan antara data, informasi dan knowledge sering membawa organisasi kepada kebingungan. Misalnya, ketika organisasi sudah membangun berbagai sistem KM berbasis teknologi informasi yang canggih, itu tidak berarti bahwa organisasi tersebut sudah mengelola knowledge, kalau konten yang mengalir melalui sis tem itu masih berupa informasi bahkan data. Hal ini dapat ditandai dengan masih ja-rangnya sistem KM dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan, mencari referensi atau pengetahuan. Terabaikan dan terisolasinya sistem KM dari proses bisnis perusahaan dapat diakibatkan karena kontennya pada hakikatnya masih berupa data atau informasi yang be-lum siap diaplikasikan dalam meningkatkan efektivitas pekerjaan sehari-hari.

1.1. Data, Informasi, Knowledge dan Wisdom (DIKW)

Sebelum munculnya KM, pembedaan antara data, informasi, knowledge dan wisdom tidak begitu menyita perhatian para praktisi bisnis, walaupun sebenarnya proses distilasi data menjadi informasi dan informasi menjadi knowledge sudah menjadi bagian dari rutinitas mereka. Pembedaan data, informasi, knowledge dan wisdom menjadi penting dalam KM, ka rena ketidakjelasan pembedaan potensial menimbulkan inefisiensi dan kesalahan dalam penerapan KM. Karena ada kemungkinan suatu organisasi menyatakan telah menerapkan KM, tetapi pada kenyataannya yang terjadi baru sampai pada tahapan manajemen data atau informasi.

Di samping itu, pemahaman tentang istilah knowledge dan wisdom juga penting untuk lebih ”memanusiakan” KM yang selama ini lebih berbasiskan IT, dari sekadar corporate

Page 19: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

2 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

data warehouse dan jaringan (aspek teknologi) ke arah KM yang lebih komprehensif. Karena, bagaimanapun juga, knowledge lahir da ri intervensi manusia terhadap informasi melalui interpretasi dan judgment yang dipengaruhi oleh intelektualitas, mentalitas, pe ngalaman, dan values yang dimiliki manusia serta dalam situasi yang bagaimana manusia berada. Sehingga implementasi KM harus lebih memperhatikan aspek manusia dan kulturnya lebih daripada as pek yang lain.

Russell Ackoff (1989), seorang pakar systems dan guru besar bidang perubahan organisasi, menyatakan bahwa isi atau kandungan dari intelektualitas dan mentalitas manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima katagori seperti dilukiskan pada Gambar 1.1., yaitu:

Data(1) : berupa gabungan simbol-simbol.Informasi:(2) data yang diproses agar dapat dimanfaatkan; informasi menjawab pertanyaan tentang “who”, “what”, “where”, dan “when” .Knowledge(3) : merupakan aplikasi dari data dan informasi, dan menjawab pertanyaan “how”.Understanding(4) : mengapresiasi pertanyaan “why”.Wisdom(5) : evaluasi dari understanding.

Ackoff mengindikasikan bahwa empat kategori konten yang per-ta ma berhubungan dengan masa lalu; keempat kategori tersebut berurusan dengan apa yang telah terjadi dan apa yang telah diketahui, sedangkan kategori konten yang kelima, wisdom, berkaitan dan berurusan dengan masa depan, di mana visi dan rancangan di-masukkan sebagai bagian dari wisdom. Dengan wisdom, manusia ti-dak hanya memahami masa kini dan masa lalu, tetapi manusia akan

“Bagaimanapun juga, knowledge

lahir dari intervensi manusia terhadap

informasi melalui interpretasi dan judgment yang

dipengaruhi oleh intelektualitas,

mentalitas, pengalaman, dan values

yang dimiliki manusia serta dalam situasi

yang bagaimana manusia berada”.

Gambar 1.1. Hirarki DIKW (Data Information, Knowledge, Wisdom): Dari Data ke Wisdom (Bellinger, et.al)

Page 20: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

3 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

mampu merencanakan masa depannya. Transisi dari data ke wisdom tersebut digambarkan dalam bentuk hirarki seperti Gambar 1.1. Hirarki DIKW. Understanding mendukung transisi tersebut namun tidak merupakan level tersendiri dalam hirarki DIKW.

Salah satu definisi dari understanding menurut kamus Webster adalah the capacity to apprehend a general relations of particular atau kemampuan untuk memahami arti (mean-ing) dari hubungan-hubungan antar bagian-bagian dari sesuatu. Menurut Bellinger et.al, un derstanding merupakan proses melalui mana kita memperoleh knowledge dan me-lakukan sintesa untuk menciptakan knowledge baru. Masih menurut Bellinger, perbedaan an tara understanding dan knowledge adalah analog dengan perbedaan antara ”belajar” dan ”mengingat”. Orang yang memiliki understanding dapat melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat karena mereka dapat melakukan sintesa untuk menciptakan knowledge baru, atau dalam beberapa kasus, paling tidak informasi baru, dari apa yang sebelumnya mereka ketahui atau mengerti. Sehingga understanding dapat dibangun berdasarkan informasi, know ledge atau bahkan berdasarkan understanding yang saat ini dimiliki.

Connectedness yang berada dalam sumbu vertikal dari hirarki DIKW menggambarkan ting-kat integrasi dari unsur-unsur yang membentuk data, informasi, knowledge dan wisdom. Data merupakan elemen DIKW yang tingkat integrasi atau kohesivitas unsur-unsur pem-bentuknya paling rendah. Data merupakan kumpulan berbagai fakta dan rekaman transaksi yang masih terpisah satu sama lain.

Tingkat kohesivitas dari unsur-unsur pembentuk informasi lebih tinggi dari data. Pada le vel informasi sudah ditemukan relasi antar unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya le-vel kohesivitas meningkat pada knowledge, pada level knowledge ini, sudah ditemukan formasi dan gambar yang utuh dari unsur-unsur yang membentuknya. Tingkat kohesivitas yang paling tinggi ditemukan pada wisdom. Pada level wisdom ini, selain gambar utuh yang sudah diperoleh, unsur-unsur yang membentuknya sudah terikat pada satu kesatuan for-masi yang utuh dan saling terkait dengan solid.

1.1.1. Data

Dalam ilmu komputer, sebuah simbol terdiri atas beberapa bit, dan gabungan beberapa sim bol akan terdiri atas beberapa byte. Jutaan byte sebagai penjumlahan beberapa data bukanlah knowledge. Sebagai contoh, 9, 6, 0, 8 adalah simbol, tetapi ketika simbol itu digabung maka akan muncul data yaitu berupa suatu angka: 9608. Ketika angka ini diberi konteks, yaitu “Rp ” dan “harga saham Telkom”, maka muncul informasi: harga saham Telkom adalah Rp. 9608, ketika informasi tersebut dirangkaikan dan digunakan dalam area tertentu, misalnya bursa efek Indonesia, maka informasi itu menjadi knowledge, yaitu informasi yang dapat digunakan sebagai dasar bertindak: menjual, membeli atau menahan lembaran saham.

Tiwana (2000) dalam bukunya The Knowledge Management Toolkit, memberikan ilustrasi yang sangat jelas tentang makna data yang merupakan kumpulan dari transaksi-transaksi. Ilustrasinya sesudah diadaptasi adalah sebagai berikut: Ketika Anda keluar dari toko, maka setiap transaksi pada cash register akan menambah lapisan data pada basis data toko tersebut. Setiap rekaman transaksi akan memberi deskripsi tentang: produk apa yang dibeli, kapan, dan jumlahnya berapa. Rekaman transaksi itu tidak menjelaskan kepada pemilik toko alasan Anda membeli produk tersebut, memilih merek tertentu, jumlah dan mengapa Anda berbelanja saat itu.

Page 21: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

4 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

1.1.2. Informasi

Proses perubahan data menjadi informasi menurut Davenport & Prusak (1998), dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

Contextualized: memahami manfaat data yang dikumpulkan.Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data.Calculated: menganalisis data secara matematik atau secara statistik.Corrected : menghilangkan kesalahan (eror) dari data.Condensed: meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas.

Melanjutkan ilustrasi yang sudah diuraikan pada butir 1.1.1. di atas, maka jika kita ingin mendapat informasi dari data transaksi toko tersebut, kita harus memulai dari konteks, untuk apa kita mengumpulkan data tersebut. Misalkan, konteksnya adalah untuk melihat jam-jam berapa atau pada hari apa saja terjadinya puncak penjualan. Maka kita mulai melakukan ka tegorisasi, baik itu berdasarkan waktu, volume, jenis barang dan hasil penjualan dalam rupiah. Sesudah langkah itu, maka akan diperoleh tabel dengan parameter kunci adalah waktu, volume, jenis barang, dan hasil penjualan (rupiah). Kemudian berdasarkan metode statistik digambarkan berbagai pola yang mungkin muncul.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menghilangkan anomali-anomali atau data yang tidak relevan yang muncul, seperti data penjualan pada hari libur, sehingga diperoleh gambaran yang lebih konsisten. Langkah terakhir adalah meringkas hasil per-hitungan statistik yang sudah dilakukan dan memahami relasinya, antara lain, dengan menghubungkan parameter waktu dengan parameter penjualan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak penjualan terjadi antara pukul 12.00 s.d. 13.00, jenis produk yang paling ba nyak terjual adalah minuman ringan merek tertentu dan kesimpulan lainnya.

1.1.3. Knowledge

Dalam piramida pengetahuan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1, maka diperoleh pe-ngertian seolah-olah ada proses distilasi dari data menuju knowledge bahkan sampai wis-dom. Proses distilasi dilakukan dengan membuang komponen-komponen yang tidak ber-harga dan tidak relevan dari informasi, sehingga memberikan suatu pola (pattern) tertentu. Piramida itu menggambarkan bahwa knowledge lebih dalam, lebih luas, dan lebih kaya dari data dan informasi. Drucker (1988) mendefinisikan knowledge sebagai informasi yang me ngubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar un tuk bertindak, atau ketika informasi tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif dari tindakan sebelumnya. Sehingga ada juga pendapat yang mengartikan knowledge sebagai actionable information atau informasi yang dapat ditindak lanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu.

Melanjutkan ilustrasi pada butir 1.1.1. dan butir 1.1.2. di atas. Ketika pengelola toko me-nerima informasi berupa “puncak jam paling sibuk” dan “jenis produk paling laku pada jam paling sibuk”. Pengelola toko lalu memproses informasi itu dengan melakukan komparasi, konsekuensi, koneksi dan mungkin diskusi/konversasi dengan para penjaga tokonya. Selanjutnya, pengelola toko menyimpulkan informasi tersebut sebagai hal yang perlu ditindak lanjuti atau sudah berupa knowledge. Dia lalu memutuskan bahwa semua karyawan toko harus berada di toko antara pukul 12.00 s.d. 13.00 untuk melayani pembeli, menyesuaikan dengan jam istirahat karyawan, memastikan tersedianya suplai minuman

Page 22: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

5 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

ri ngan merek tertentu, dan menambah produk merek lain yang diperkirakan juga akan diminati pembeli pada jam-jam tersebut.

Menentukan suatu informasi apakah dapat dikualifikasikan sebagai knowledge atau tidak, juga sangat ditentukan oleh kondisi yang subjektif atau konteks di mana Anda berada. Jika Anda sedang berada di dalam mobil, dan mendengar sebuah informasi dari radio bahwa di sekitar bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta sedang terjadi demonstrasi dengan skala besar. Bagi Anda yang berada di Jakarta dan sedang mengemudikan mobil dari Blok M menuju Kota, di mana jalur yang paling efisien pada kondisi normal adalah melalui bundaran HI, maka berita itu merupakan informasi yang sangat berharga, dan berdasarkan berita tersebut Anda akan membuat keputusan yang dibutuhkan, misalnya dengan mengambil ru te lain yang diperkirakan bebas demo walau mungkin lebih jauh. Sebaliknya, bagi Anda yang berada di Medan, berita itu hanya sekedar memenuhi rasa ingin tahu dan tidak perlu mengubah rute perjalanan Anda karena mendengar berita itu.

Proses distilasi informasi menjadi knowledge menurut Davenport dan Prusak (1996) juga melalui empat tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

Comparison: membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-situasi yang lain yang telah diketahui.Consequences: menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.Connections: menemukan pola hubungan (relational pattern) dari komponen-komponen informasi dengan hal-hal lainnya.Conversations: membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut.

Tahapan 4C ini akan membantu kita dalam memahami pola informasi. Informasi ini tidak akan menjadi knowledge sebelum pola informasi itu dipahami.

Menurut Gammelgaard dan Ritter (2000), knowledge dapat didefinisikan sebagai “A fluid mix of framed experience, values, contextual information, and expert insight that provide a framework for evaluating and incorporating new experiences and information”. Knowledge dihasilkan dan berkembang di dalam pikiran para knowledge worker. Dalam organisasi, knowledge tidak hanya melekat pada dokumen-dokumen tetapi juga ada di dalam rutinitas, proses-proses, praktek-praktek dan norma-norma organisasi.

Sementara itu, Iske dan Boersma (2005) berpendapat, knowledge merupakan hasil interaksi dari insight (pengalaman, intuisi, dan sikap) seseorang dengan informasi dan imaginasi (pembangkitan ide dan penggambaran masa depan).

Knowledge lebih kompleks dari informasi, informasi dihasilkan dari pengorganisasian data ke dalam format-format yang lebih memberi makna. Knowledge adalah hasil interpretasi informasi berdasarkan pemahaman seseorang dan interpretasi ini dipengaruhi personalitas pemilik informasi itu, karena didasarkan pada judgment dan intuisi; knowledge menyatukan kepercayaan, sikap, dan perilaku. (Lee dan Yang, 2000).

1.1.4. Wisdom

Lebih dari buku yang lain, ribuan tahun yang lalu Alkitab banyak berbicara tentang wisdom. Salah satu ayat Alkitab dalam New International Version (NIV) yaitu Job 12:12 menyatakan “Is not wisdom found among the aged? Does not long life bring understanding?“ Pertanyaan ini

Page 23: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

6 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

merupakan jawaban Nabi Ayub terhadap sahabat-sahabatnya yang cenderung menyalahkan Nabi Ayub dalam penderitaannya. Nabi Ayub menekankan bahwa orang-orang yang sudah tua seharusnya memiliki wisdom dan kehidupan panjang memberi pengertian. Pandangan yang selaras dengan ini juga dinyatakan oleh Xiaoming Cong dan Kaushik V Pandya (2003), yang mengatakan bahwa wisdom merupakan pemanfaatan dari knowledge yang telah diakumulasikan dalam jangka waktu tertentu. Pengertian wisdom berdasarkan salah satu definisi yang disediakan Webster juga kurang lebih sama, yaitu accumulated philosophic or scientific learning.

Menurut Davenport & Prusak (1998) knowledge sebagian besar ditarik dari pengalaman, yang akan menghasilkan sound judgement dan wisdom. Sehingga wisdom merupakan know ledge yang digunakan dalam membuat keputusan-keputusan yang menyangkut masa de pan.

Elaborasi Ackoff yang sangat menarik tentang wisdom, adalah sebagai berikut:

“It (wisdom) calls… specifically upon special types of human programming (moral, ethical codes, etc.). It beckons to give us understanding about which there has previously been no understanding, and in doing so, goes far beyond understanding itself. Wisdom asks questions to which there is no (easily-achievable) answer, and in some cases, to which there can be no humanly-known answer period. Wisdom is therefore, the process by which we also discern, or judge, between right and wrong, good and bad. I personally believe that computers do not have, and will never have the ability to posses wisdom. Wisdom is a uniquely human state, or as I see it, wisdom requires one to have a soul, for it resides as much in the heart as in the mind. And a soul is something machines will never possess (or per haps I should reword that to say, a soul is something that, in general, will never possess a machine).”

Dari uraian Ackoff ini (1989) ini dapat kita peroleh karakteristik dari wisdom, yaitu:Wisdom merupakan tingkat pemahaman dan kesadaran (consciousness) yang tertinggi dari manusia.Wisdom merupakan jawaban terhadap permasalahan manusia yang dalam periode waktu tertentu belum terjawab.Wisdom berada dalam jiwa (soul) dan pikiran (mind), yang hanya dimiliki oleh manusia. Soul merupakan bagian yang bersifat ilahi/spiritual dari manusia yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain.Wisdom mengandung etika dan moral.

Penekanan peranan soul, menggambarkan bahwa wisdom akan cenderung dimiliki oleh orang-orang yang memberi perhatian terhadap perkembangan spiritualitasnya lebih dari per kembangan faktor-faktor lainnya seperti fisik, rasionalitas dan intelektualitasnya. Sehingga dapat diterima jika Calvin berpendapat bahwa wisdom bukan merupakan produk dari kejeniusan manusia, tetapi harus diminta dari atas. Wisdom is not the growth of hu-man genius. It must be sought from above. (Calvin, dalam Miller, 1992). Secara praktis wisdom dari manajemen perusahaan dapat diidentifikasi dari visi dan misi perusahaan, yang menjelaskan arah mau ke mana perusahaan tersebut mau dibawa dan dalam konteks knowledge management, wisdom berbicara tentang arah pemanfaatan knowledge pe-rusahaan.

1.2. Siklus Knowledge

Michael Polanyi seorang ahli kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bah-

Page 24: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

7 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

wa knowledge terdiri atas dua jenis yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit know ledge merupakan knowledge yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk in-tuisi, judgement, skill, values, dan belief yang sangat sulit diformalisasikan dan di-share de ngan orang lain, sedangkan explicit knowledge adalah knowledge yang dapat atau su dah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat de-ngan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Ex plicit knowledge dapat berupa formula, kaset/cd video dan audio, spesifikasi produk atau ma-nual.

Kedua jenis knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dapat dikonversi melalui empat jenis proses konversi, yaitu: Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi. Keempat jenis proses konversi ini disebut SECI Process (S: Socialization, E: Externalization, C: Combination, dan I: Internalization) seperti yang dilukiskan pada Gambar 1.2. Empat model konversi knowledge, yaitu:

Sosialisasi1) merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman langsung. Eksternalisasi2) merupakan pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui proses dialog dan refleksi.Kombinasi3) merupakan proses konversi explicit knowledge menjadi explicit knowledge yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian explicit knowledge dan informasi. Internalisasi4) merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge anggota organisasi.

1.3. Knowledge Management

Toffler (1980) membagi era ekonomi dalam tiga gelombang evolusi ekonomi. Gelombang pertama evolusi ekonomi yang disebut ekonomi pertanian dimulai tahun 8000 Sebelum Masehi sampai pertengahan abad ke-18, dan gelombang kedua yang disebut ekonomi industri yang berlangsung mulai pertengahan abad ke-18 sampai abad ke-20, dan saat dunia ini sudah memasuki gelombang ketiga evolusi ekonomi yang disebut information economy yang dipengaruhi oleh teknologi informasi dan knowledge worker. Gelombang ketiga inilah yang disebut dengan istilah knowledge economy. Menurut OECD (1996) knowledge economy merupakan perekonomian yang secara langsung didasarkan atas produksi, distribusi serta penggunaan knowledge.

Gambar 1.2. Empat model konversi knowledge (Adaptasi dari SECI Process, Nonaka & Takeuchi, 1995)

Page 25: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

8 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Dalam era knowledge economy ini, intensitas kompetisi semakin meningkat dan ganas. Kita sudah menyaksikan ketatnya kompetisi itu dalam bidang-bidang yang menyentuh kehidupan kita sehari-hari seperti dalam bisnis penerbangan dan jasa telekomunikasi. Dalam bisnis penerbangan, beberapa perusahaan penerbangan baru dengan tarif murah telah mengancam berbagai perusahaan pe nerbangan besar yang selama ini sudah mapan. Sementara itu dalam bisnis jasa telekomunikasi, operator lama dan operator baru tak henti-hentinya berlomba menawarkan harga dan promosi yang menarik untuk mendapatkan pelanggan atau mempertahankannya. Beberapa perusahaan penerbangan di tanah air tidak dapat ber-tahan dalam alam persaingan yang ganas ini, sehingga harus meng-hentikan pelayanannya. Situasi yang sama juga terjadi dalam bisnis telekomunikasi, beberapa operator telah melakukan konsolidasi de-ngan operator lainnya agar dapat bertahan.

Ada beberapa tantangan yang harus dijawab oleh perusahaan yang ingin menang dalam kompetisi yaitu: kolaborasi, inovasi, adap-tasi, penguasaan teknologi dan pasar serta pengelolaan aset-aset intelektual perusahaan. Tantangan-tantangan inilah yang men do-rong munculnya kebutuhan terhadap penerapan knowledge ma na-ge ment (KM). Kolaborasi merupakan kata kunci bagi perusahaan yang ingin tetap memimpin dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Perusahaan yang ingin menang dalam kompetisi, tidak lagi dimungkinkan hanya mengandalkan kemampuan individu tertentu atau mengandalkan knowledge yang dimiliki unit kerja tertentu. Hasil terbaik hanya dapat diperoleh melalui kolaborasi antar individu, antar unit, antar fungsi dan antar disiplin knowledge serta kerjasama yang lebih kreatif antar perspektif dan skill yang berbeda dalam mengakumulasikan daya saing perusahaan. Kolaborasi yang efektif dapat difasilitasi dan dihasilkan melalui berjalannya knowledge management (KM) di dalam perusahaan.

Tantangan kedua yang mendorong perlunya eksistensi KM di dalam perusahaan adalah tantangan untuk lebih inovatif dan tuntutan un-tuk mempercepat penyediaan produk dan layanan. Tanpa produk dan layanan yang inovatif, perusahaan akan tertinggal dari para kom petitornya. Implementasi KM dapat merangsang inovasi dengan menyediakan kanal yang luas untuk munculnya ide-ide kreatif dan knowledge baru dari seluruh anggota perusahaan.

Tantangan selanjutnya yang saat ini dihadapi adalah untuk menjadi perusahaan yang adaptif terhadap berbagai dinamika yang terjadi dalam pasar. Salah satu upaya perusahaan untuk menyesuaikan dirinya dengan tuntutan pasar adalah melalui perubahan strategi yang biasanya diikuti dengan perubahan struktur organisasi. Masalahnya menjadi lebih serius ketika perubahan organisasi terhambat oleh kelangkaan personil yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk mengisi posisi-posisi strategis. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar knowledge tersedia dalam ben-

“Ada beberapa tantangan yang harus dijawab

oleh perusahaan yang ingin

menang dalam kompetisi yaitu:

kolaborasi, inovasi, adaptasi,

penguasaan teknologi dan

pasar serta pengelolaan aset-aset intelektual

perusahaan. Tantangan-

tantangan inilah yang mendorong

munculnya kebutuhan terhadap

penerapan knowledge

management (KM)”.

Page 26: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

9 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

tuk tacit knowledge yang tersimpan pada personil tertentu yang memiliki mobilitas tinggi.

Kemampuan organisasi dalam mengelola knowledge yang sebagian besar berada dalam benak dan perilaku individu-individu dalam bentuk tacit knowledge merupakan tantangan yang harus dijawab. Tantangan inilah yang menjadi salah satu pendorong dibutuhkannya penerapan KM di organisasi. Sebab salah satu tujuan implementasi KM adalah agar perusahaan dapat menjaga knowledge yang dimilikinya tetap terpelihara dan senantiasa tersedia untuk dipelajari karyawan yang membutuhkan. Agar knowledge berada dalam pemeliharaan perusahaan, maka perlu dilakukan konversi tacit knowledge yang dimiliki karyawan menjadi explicit knowledge, sehingga jika suatu saat individu pemilik tacit knowledge meninggalkan perusahaan, tidak terjadi knowledge loss yang dapat merugikan perusahaan. Di samping itu, dengan terkonversinya tacit knowledge menjadi know ledge eksplisit, maka knowledge eksplisit tersebut akan lebih mudah didistribusikan dan diakses oleh karyawan lainnya. Hal ini disebabkan knowledge eksplisit biasanya tersedia dalam bentuk di-gital yang tersimpan dalam memory perusahaan.

Namun tidak semua pengetahuan karyawan dapat dikonversikan men jadi pengetahuan eksplisit, maka cara lain untuk meretensi pe-ngetahuan adalah dengan melakukan program retensi karyawan dan memfasilitasi adanya transfer pengetahuan dari orang ke orang me lalui proses sosialisasi dan interaksi yang terancang dengan baik melalui komunitas para praktisi atau disebut Community of Practice (CoP)

Penguasaan teknologi dan pasar yang senantiasa berubah tidak dapat lagi dikejar dengan pendidikan dan pelatihan formal, baik dari sisi penyediaan waktu maupun dari sisi penyediaan dana. Implementasi KM akan memfasilitasi seluruh pegawai untuk dapat me ngembangkan kompetensinya secara mandiri, misalnya melalui fasilitas e-learning. Pengelolaan knowledge yang efektif diyakini akan mengurangi biaya pelatihan dan juga mengurangi waktu yang harus digunakan oleh karyawan untuk mengikuti pelatihan. Karena pengelolaan knowledge yang efektif akan memberi akses dan waktu yang fleksibel bagi semua karyawan dalam mempelajari knowledge yang dibutuhkannya dalam pekerjaan.

Arena pertarungan yang paling dinamis dalam kompetisi adalah pasar. Pasar menyangkut dinamika pelanggan, kanal distribusi yang semakin variatif, pesaing dan rule of game yang sering berubah. Pe-rusahaan yang dapat menguasai pasar adalah perusahaan yang dapat me nangkap, memahami dan memanfaatkan pengetahuan tentang pelanggan dan pesaing. Informasi yang tersedia di pasar harus da-pat dianalisis dan ditindaklanjuti dengan akurat dan cepat oleh pe-rusahaan untuk dapat dijadikan sebagai referensi pengambilan ke-putusan. Proses ini dapat dilakukan dengan melakukan integrasi an tara business intelligence dan knowledge management.

“Pengelolaan knowledge yang efektif diyakini

akan mengurangi biaya pelatihan

dan juga mengurangi waktu yang

harus digunakan oleh karyawan

untuk mengikuti pelatihan. Karena

pengelolaan knowledge yang efektif

akan memberi akses dan waktu

yang fleksibel bagi semua

karyawan dalam mempelajari

knowledge yang dibutuhkannya

dalam pekerjaan”.

Page 27: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

10 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Sedemikian pentingnya KM bagi perusahaan saat ini, sehingga sudah muncul kesadaran bahwa aset intelektual merupakan sumber utama keunggulan dan longterm growth suatu perusahaan. Perusahaan yang telah mengelola aset intelektual dengan efektif, lebih me-ngandalkan knowledge dalam mempertajam daya saingnya daripada aset fisik dan finansial. Hal ini ditunjukkan dengan semakin mengecilnya investasi yang dialokasikan untuk physical goods, sementara untuk soft factor mendapat alokasi investasi yang semakin besar. Investasi dalam soft factor ini disebut sebagai investasi pengembangan aset intelektual.

1.3.1. Beberapa Definisi Knowledge Management

Definisi tentang KM sangat beragam. Jika kita melakukan pencarian tentang definisi KM di internet, maka kita akan menemukan ribuan definisi KM. Definisi KM kemungkinan besar akan bertambah seiring dengan semakin berkembang dan beragamnya pemahaman ten-tang KM. Biasanya dalam perancangan KM di dalam suatu perusahaan, faktor subjektif pa-ra perancangnya turut mempengaruhi pemilihan definisi yang akan diadopsi, di samping ke sesuaian dengan strategi dan kerangka yang digunakan dalam implementasi KM. Berikut ini saya tampilkan beberapa definisi.

Menurut Tiwana (2000) KM adalah: “management of organizational knowledge for creating business value and generating a competitive advantage”. Atau, KM adalah manajemen know ledge organisasi untuk menciptakan nilai bisnis dan untuk menghasilkan suatu ke-unggulan kompetitif.

Repsol YPF (2007) mendefinisikan KM sebagai “the active management of the intellectual assets of the company including the identification, creation, and optimization of them. These assets are in the form of explicit knowledge (captured in documents or processes) as well as tacit knowledge (those that individuals possess)”. Untuk mengelola pengetahuan secara aktif mengimplikasikan perlunya pemahaman konteks (manusia, proses, konten, tek nologi, dan semantik) dan pentingnya mengembangkan dan memfasilitasi proses krea-si, pertukaran, belajar, akses, pengorganisasian dan pemanfaatan pengetahuan untuk ke-untungan organisasi dan stakeholder-nya (pekerja, pemegang saham, klien, pemasok, dan masyarakat).

Siemens (2000) berpendapat bahwa “Knowledge Management refers to all systematic acti-vities for creation and sharing of knowledge so that knowledge can be used for the success of the organization”. Atau suatu aktivitas sistematis untuk kreasi dan berbagi knowledge se hingga knowledge dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan organisasi.

Robert Buckman (2004), salah satu CEO yang terjun langsung dalam memimpin implementasi KM di perusahaan Buckman Labs, memilih definisi KM dari American Productivity and Quality Centre (APQC). Definisi KM menurut APQC yang digunakan oleh Buckman Labs adalah systemic approaches to help information and knowledge emerge and flow to the right people at the right time to create value. Alasan pemilihan definisi tersebut adalah ka rena definisi KM dari APQC ini lebih tegas menyebutkan manusia sebagai bagian dari kon sep KM yang diyakini merupakan unsur utama dari keberhasilan implementasi KM di Buckman Labs. Bandingkan, misalnya, dengan definisi KM dari IBM Consulting Group dan pioneer KM Karl-Erik Sveiby. IBM Consulting Group mendefinisikan KM sebagai a set of practices that allows/enables organizations to better create, understand, and utilize what they know. Sveiby mendefinisikan KM sebagai the art of creating commercial value from intangible assets.

Page 28: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

11 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

1.3.2. Manfaat Implementasi KM

Knowledge merupakan aset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang kontinu. Saat ini sebuah perusahaan me miliki keunggulan bukan lagi disebabkan oleh mesin dan fasilitas fi sik produksi yang dimilikinya, tetapi oleh aset knowledge-nya. Aset knowledge dapat berupa keterampilan dan talenta karyawan, strategi dan produk dan layanan yang inovatif, proses bisnis dan jaringan. Aset knowledge inilah yang memberikan kontribusi utama dalam menciptakan kekayaan dan daya saing perusahaan. Daya sa-ing tidak lagi tergantung pada aset fisik (mesin, gedung, dan fa si-litas fisik lainnya), karena setiap perusahaan juga dapat membeli aset fisik yang sama bahkan yang lebih baik. Untuk mengelola aset know ledge inilah KM lahir dan perlu diterapkan.

Keunggulan kompetitif diperoleh dari dampak implementasi KM terhadap berbagai bidang berikut:

Bidang operasi dan pelayanana.

Saat ini telah terjadi perubahan dari industri manufaktur ke industri jasa yang berimplikasi pada karakteristik pekerjaan. Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktivitas yang sifatnya berulang se-suai dengan instruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang berwujud atau tangible. Dalam industri jasa, tindakan-tin dakan yang dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan pengertian dan pengetahuan pekerja. Pekerjaan ini disebut know-ledge work dan pekerjanya disebut knowledge worker, istilah yang pertama kali disebutkan oleh pemikir manajemen terkemuka Peter F. Drucker.

Perusahaan yang memiliki knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge yang terkelola dengan baik. Customer knowledge ini dapat diakses oleh pekerjanya serta dapat mem bantu mereka dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Knowledge worker sangat mengenal pelanggannya, me reka mengetahui permasalahan yang dihadapi pelanggan dan so lusi yang sudah terbukti efektivitasnya serta mengetahui secara proaktif kebutuhan pelanggannya karena semuanya itu tersaji da-lam basis customer knowledge perusahaan yang dikelola dengan prinsip-prinsip knowledge management (KM).

Akibat logis dari kondisi tersebut adalah, knowledge worker da-pat memberikan respons yang lebih cepat, penanganan klaim pe-langgan yang lebih baik, serta pelayanan yang lebih proaktif. Se-buah pengalaman menarik pernah saya alami, suatu hari saya menggunakan kartu kredit saya dengan membeli sebuah barang de ngan harga yang melebihi rata-rata penggunaan saya per bu-lannya, hanya dalam hitungan menit, petugas dari unit Customer Care penyedia kartu kredit tersebut langsung menelepon saya un tuk mengklarifikasi penggunaan kartu kredit tersebut dan untuk me-

“Saat ini sebuah perusahaan

memiliki keunggulan bukan lagi disebabkan

oleh mesin dan fasilitas fisik

produksi yang dimilikinya,

tetapi oleh aset knowledge-nya”.

Page 29: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

12 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

lindungi saya sebagai pelanggan dari kemungkinan penyalahgunaan kartu kredit tersebut. Me ngapa petugas tersebut dapat berespons cepat? Karena perusahaan tersebut sudah me-ngetahui perilaku dan kebiasaan belanja saya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh operator telekomunikasi, misalnya, Telkom memiliki sis tem pendeteksi fraud untuk melindungi pelanggannya dari tindakan penipuan. Sistem ini membuat profil pelanggan, mulai dari nomor-nomor yang biasa dipanggil, volume penggunaan dan parameter lainnya. Sistem ini akan memberikan alert, kalau ada perilaku penggunaan telepon pelanggan yang bersifat ekstrem, sehingga petugas dapat bereaksi ce pat dengan menghubungi pelanggan untuk mengklarifikasi penggunaan teleponnya. De-ngan demikian perusahaan dapat terhindar dari bad debt dan pelanggan juga terlindungi da ri potensi penipuan.

Bidang pengembangan kompetensi personilb.

Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang kontinu. Proses ini berawal dari akuisisi know ledge yang kemudian diaplikasikan dalam proses bisnis organisasi. Knowledge yang di aplikasikan potensial memunculkan knowledge baru melalui proses knowledge creation (pen ciptaan knowledge). Knowledge ini kemudian dipelihara dan di-share kembali untuk da-pat diakuisisi dan dimanfaatkan secara luas. Siklus inilah menjadi proses utama dalam KM yaitu berupa proses-proses: knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing, dan knowledge utilisation.

Knowledge transfer/sharing sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada hakikatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) bagi seluruh anggota or ganisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensi mereka secara mandiri. Namun de-mikian, tersedianya bahan ajar atau knowledge yang disimpan di dalam memory perusahaan, belum tentu akan mendorong minat belajar karyawan. Hal ini dapat terjadi karena dua fak-tor yaitu, pertama, knowledge yang tersedia kurang relevan dengan tugas sehari-hari dari pa ra pekerja. Kedua, para pekerja memang tidak memiliki motivasi dan daya yang memadai un tuk belajar secara mandiri.

Untuk mengatasi faktor penghambat belajar yang pertama, perusahaan perlu secara te-rus-menerus mengamati perkembangan kebutuhan knowledge yang sesuai dengan tun-tutan pekerjaan dan melakukan updating knowledge yang tersimpan di dalam memory pe rusahaan.

Untuk mengatasi faktor penghambat yang kedua, pekerja perlu didorong untuk me-manfaatkan knowledge yang sudah tersedia di dalam memory perusahaan melalui pem-belajaran mandiri. Berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mo-tivasi belajar karyawan adalah dengan memfasilitasi proses belajar dalam bentuk tatap muka dan perlu upaya agar proses belajar mandiri ini dievaluasi sekaligus dihargai melalui asesmen. Misalnya, dengan membuka kesempatan kepada para pekerja untuk mencapai kualifikasi tertentu melalui proses eksaminasi. Telkom telah mensyaratkan bahwa setiap kar yawan yang ingin mengikuti program sertifikasi profesional, harus memanfaatkan fa-silitas e-learning untuk mempelajari dan menguasai materi-materi yang terkait dengan sertifikasi tersebut.

Bidang pemeliharaan ketersediaan knowledgec.

Skill dan knowledge yang dimiliki oleh para pekerja dalam sebuah perusahaan perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss. Knowledge loss adalah suatu kondisi di mana perusahaan kehilangan knowledge yang dibutuhkannya, walaupun

Page 30: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

13 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

knowledge tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki dan digunakan oleh perusahaan tersebut. Knowledge loss dapat terjadi ketika se-orang pekerja keluar dari perusahaan, baik karena alasan pensiun atau pindah ke perusahaan lain, sementara knowledge yang dimiliki pekerja tersebut belum ditransfer kepada memory perusahaan atau pekerja lainnya di dalam perusahaan. Knowledge loss dapat me ngakibatkan terganggunya operasi perusahaan, bahkan dapat me ngakibatkan gangguan yang lebih serius jika perpindahan atau ke luarnya pekerja tersebut diikuti dengan berpindahnya beberapa pe langgan ke perusahaan lain atau ke perusahaan di mana pekerja tersebut bergabung.

Bidang inovasi dan pengembangan produkd.

Salah satu produk dari KM adalah proses pembelajaran yang ber-implikasi pada peningkatan kemampuan inovasi, yaitu dengan ter ciptanya knowledge baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan. Flexi Combo, merupakan salah satu solusi yang dihasilkan Telkom me-lalui proses pembelajaran yang diikuti dengan inovasi. Telkom mem-pelajari bahwa keluhan utama pelanggan Flexi adalah layanan flexi tidak dapat digunakan ketika pelanggan bepergian ke luar kota. Akhirnya Telkom mengembangkan Flexi Combo yang memungkinkan pelanggan Flexi menggunakan Flexi-nya ketika berada di luar kota. Ide ini kemudian diikuti operator CDMA yang lain.

Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat ko-la boratif dan lintas fungsi. Artinya, produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekadar baru tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan se-mestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit marketing melakukan uji coba apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi (Davenport, 1993). KM dapat mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena KM sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (virtual maupun tatap muka) dan knowledge sharing. Semua manfaat KM yang dijelaskan pada butir a sampai d di atas akan bermuara pada peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan value perusahaan. Peningkatan value perusahaan merupakan akibat logis dari peningkatan kepuasan pelanggan, penambahan jumlah pelanggan, penurunan biaya operasi, ter ja min-nya ketersediaan knowledge, dan terciptanya produk-produk ino-vatif yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

“Inovasi yang dikombinasikan

dengan kebutuhan

pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif

dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan”.

Page 31: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

14 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

1.3.3. Komponen-Komponen Penting dalam Implementasi KM

KM adalah inisiatif korporasi, bukan inisiatif unit atau sekumpulan orang tertentu di dalam suatu perusahaan. Sebagai inisiatif korporasi, maka penerapan KM harus melibatkan komponen-komponen stra-tegis dari organisasi. Komponen-komponen itu adalah: manusia, lead er ship, tek nologi, organisasi, dan proses learning.

a. ManusiaPada hakikatnya, knowledge berada di dalam pikiran manusia berupa tacit knowledge. Carla O’Dell mengatakan bahwa 80% knowledge adalah berupa tacit knowledge dan hanya 20% berupa knowledge eksplisit (Girard, 2006). Di samping sebagai sumber knowledge, ma-nusia pada hakikatnya juga merupakan pelaku dari proses-proses yang ada di dalam KM. Jika proses knowledge sharing/transfer dan knowledge creation tidak dapat berjalan, persoalan utamanya adalah karena rendahnya kemauan dan kemampuan manusia untuk melakukannya. Semua proses tersebut dapat berjalan selama ma-nu sia memang terdorong untuk melakukannya.

Meningkatkan motivasi dan membangkitkan partisipasi anggota or ganisasi dalam implementasi KM, memerlukan pendekatan yang ber orientasi pada manusia. Berbagai penelitian, tulisan dan praktek implementasi KM membuktikan bahwa pemberian reward merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam menentukan keberhasilan implementasi KM. PT. Unilever Indonesia yang menjadi salah satu pemenang MAKE Award Asia tahun 2009, juga menerapkan reward dalam implementasi KM di perusahaan tersebut. Perusahaan ini merekam semua keterlibatan karyawannya dalam implementasi KM. Karyawan yang melakukan sharing, yang mengikuti forum dan yang melakukan inovasi memperoleh poin-poin tertentu yang ji ka diakumulasikan, akan menjadi dasar pemberian reward yang di-lakukan secara periodik.

Di dalam salah satu kebijakan implementasi KM di Telkom, walaupun belum sepenuhnya diimplementasikan, SDM yang mengikuti pe-latihan, seminar atau konferensi wajib membagikan knowledge yang diperolehnya melalui Kampiun (KM Tool milik Telkom) atau melalui Built In Training. Kemudian dalam rangka menghargai knowledge dan aktivitas karyawan di dalam berbagi knowledge diberikan peng-hargaan berupa tunjangan hot skill dan penghargaan tahunan untuk kontributor terbaik.

Inti semua upaya dari sisi SDM adalah untuk menggalang dan me-ningkatkan partisipasi aktif karyawan untuk membagikan knowledge yang dimilikinya serta meningkatkan kemampuan belajar mandiri dan berinovasi.

b. LeadershipPeran yang sangat kritis yang harus dijalankan pemimpin adalah membangun shared vision. Visi dan nilai-nilai tidak cukup hanya sekadar diformulasikan dan disosialisasikan kepada anggota orga-

“Meningkatkan motivasi dan

membangkitkan partisipasi anggota

organisasi dalam implementasi

KM, memerlukan pendekatan yang berorientasi pada

manusia”.

Page 32: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

15 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

nisasi tetapi harus dapat menggerakkan anggota organisasi secara sukarela. Visi tidak ha-nya sekadar statement yang bersifat retorik, tetapi harus diikuti oleh tindakan nyata dari pe mimpin itu sendiri dalam memberikan teladan dan keyakinan kepada seluruh anggota organisasi bahwa memang organisasi sungguh-sungguh diarahkan dan digerakkan menuju visi yang telah ditetapkan. Sebaik-baiknya pernyataan visi, jika tidak ditindaklanjuti akan se gera kehilangan efektivitasnya dan secara psikologis akan menjadi ilusi (khayalan yang sudah dianggap menjadi kenyataan) dan ini sangat berbahaya bagi sebuah organisasi.

Untuk suksesnya implementasi KM, para pemimpin harus mengerahkan kapasitas in-telektual dan sumber daya yang di bawah kendalinya dalam menginspirasi, menyusun dan terjun langsung mengkonduktori implementasi KM untuk mewujudkan visinya. Pada ha ki-katnya pemimpin memiliki kapabilitas untuk memulai pembentukan budaya atau tradisi ba ru dengan menggalang dan mengarahkan partisipasi semua anggota organisasi dalam me wujudkan visinya. Untuk melengkapi kapabilitas itu seorang leader perlu memiliki in-tensi dan determinasi yang kuat.

Selain yang berkaitan dengan pembentukan visi dan tingkat keterlibatan pemimpin dalam im plementasi KM, kepemimpinan juga berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis, termasuk keputusan yang menyangkut nilai-nilai, objektif, per-syaratan knowledge, sumber-sumber knowledge, prioritasi, dan alokasi sumber daya dari aset knowledge organisasi. Para pemimpin juga sangat berperan dalam menerapkan prin-sip-prinsip dan teknik-teknik manajemen yang integratif berbasis knowledge.

c. TeknologiPerkembangan teknologi informasi (TI) yang sudah merasuk ke semua aspek kegiatan ma-nu sia membuat penggunaan teknologi informasi menjadi salah satu enabler dari KM. Per-kembangan TI membuat semakin banyak proses yang diotomasi dan juga semakin banyak pekerja yang menghabiskan waktunya di depan komputer, baik untuk melakukan pekerjaan analisis, mengeksekusi proses bisnis maupun untuk berkomunikasi. Internet saat ini sudah menjadi interface sekaligus integrator antara manusia dengan manusia lainnya.

Perkembangan teknologi internet dengan berbagai aplikasi di dalamnya membuat teknologi ini menjadi basis utama pengembangan KM Tool. Tujuan utama penggunaan teknologi in-ternet dalam KM adalah untuk mendistribusikan knowledge melalui internet/intranet yang memungkinkan knowledge yang dimiliki perusahaan dan karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi milik kolektif perusahaan atau organisasi.

Selain berfungsi sebagai media utama pendistribusian knowledge, penggunaan teknologi informasi dalam KM juga sangat berperan dalam mengeksekusi berbagai proses di KM, yaitu:

Capture, generate atau akuisisi knowledge melalui kemampuan teknologi KM dalam memproses (mengevaluasi, menganalisis, dan menyarikan) informasi menjadi knowledge baru. Kodifikasi knowledge, yaitu bantuan teknologi dalam mengkonversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge dan membuat knowledge map.Knowledge maintenance yang dengan memvalidasi, memelihara integritas knowledge.Security dari knowledge, yaitu dengan memastikan bahwa setiap pengetahuan hanya dapat diakses oleh orang-orang yang diberi otoritas untuk itu.Memonitor pemanfaatan knowledge, kemampuan teknologi dalam mengevaluasi pemanfaatan knowledge yang sudah ada, seperti mengklasifikasi knowledge berdasarkan utilization rate-nya dan membedakan penyimpanannya.

Page 33: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

16 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

d. OrganisasiOrganisasi berkaitan dengan penanganan aspek operasional dari aset-aset knowledge, termasuk fungsi-fungsi, proses-proses, struk-tur organisasi formal dan informal, ukuran dan indikator pe ngen da-lian, proses penyempurnaan, dan rekayasa proses bisnis.

Organisasi yang suportif terhadap KM adalah organisasi yang meng-hargai knowledge dan yang memilikinya. Organisasi ini sangat flek-sible dan sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan. Gal braith et.al, (2002) menyatakan bahwa reconfigurable orga ni-zation (organisasi yang dinamis) adalah organisasi yang mampu mengkombinasikan dan mengkombinasikan ulang skill, kompetensi, dan sumber daya organisasi untuk merespons perubahan-pe ruba-han lingkungan sehingga jenis organisasi ini adalah berbasis know-ledge.

Agar lebih kondusif terhadap implementasi KM, fungsi-fungsi pe-ngelolaan knowledge, seperti fungsi pengelola expert, pengelola KM Tool, fungsi komunikasi, dan lainnya, sebaiknya dimunculkan. Fungsi-fungsi KM tersebut akan menjadi integrator dari fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi pengelola SDM, pengelola produk, pengelola operasi atau alat produksi dan pengelola pelanggan, serta fungsi-fung si pendukung lainnya di dalam suatu organisasi.

Organisasi yang bersifat tradisional tidak mengenal posisi-posisi ba ru yang bernama CKO (Chief of Knowledge Officer), Senior Manager KM atau Officer KM. Posisi-posisi ini berkaitan dengan KM, dan cakupan tugasnya bersifat lintas fungsi, lintas unit dan lin tas disiplin bahkan lintas hirarki. Sehingga perusahaan yang ber-keinginan untuk mengimplementasi KM harus mempersiapkan diri untuk tidak saja familiar dengan posisi-posisi baru tersebut tetapi juga harus merancang fungsi-fungsi, proses-proses, struktur serta menata ulang mekanisme koordinasi, interaksi dan aliran informasi/knowledge dengan posisi-posisi tersebut.

Hal lain yang juga penting diperhatikan dengan adanya implementasi KM dalam suatu organisasi, adalah perubahan sistem kompensasi. Galbraith et.al (2002), memperkenalkan adanya pergeseran da-lam sistem kompensasi dari pay for a job ke knowledge-based pay. Know ledge-based pay menghargai skill dan knowledge dari se-seorang yang mampu memberikan kontribusi kepada organisasi. Sistem kompensasi ini menghargai learning dan kemampuan se-seorang untuk dapat menguasai knowledge baru.

e. Learning Garvin (1998) mendefinisikan learning organization sebagai ke-terampilan organisasi dalam lima aktivitas utama, yaitu:

Penyelesaian masalah secara sistematis, di mana anggota orga-ni sasi selalu berpikir secara sistem dalam menyelesaikan ma-salah; dalam mengambil keputusan lebih bersandar pada data da ri pada asumsi dan selalu menggunakan perangkat statistik.

“Organisasi yang suportif terhadap KM

adalah organisasi yang menghargai

knowledge dan yang

memilikinya”.

Page 34: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

17 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

Pengujicobaan pendekatan-pendekatan baru, di mana organisasi menjamin mengalirnya ide-ide baru dan memberi insentif kepada anggota organisasi dalam mengambil risiko, mendemonstrasikan metode proyek dalam mengujicoba pendekatan baru. Belajar dari pengalaman masa lalu: lebih menghargai nilai-nilai kegagalan daripada keberhasilan yang tidak produktif.Belajar dari praktek terbaik: proaktif dan antusias dalam mempelajari dan mengadopsi praktek-prakter terbaik dari ma-napun.Transfer/ sharing knowledge secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi: mendistribusikan laporan dan melakukan program ro tasi personil.

Proses learning menjadi sangat penting di dalam KM, karena melalui pro ses inilah diharapkan muncul ide-ide, inovasi, dan knowledge ba ru yang menjadi komoditas utama yang diproses dalam KM. Un-tuk itu, perusahaan perlu mendorong dan memfasilitasi proses learning dengan memastikan individu-individu berkolaborasi dan melakukan sharing knowledge secara optimal. Pemimpin harus mem perlengkapi organisasi dengan lingkungan dan karakter-ka-rakter yang dibutuhkan untuk terbentuknya learning organization, ser ta memberikan solusi dalam mengatasi hambatan belajar yang di hadapi organisasi.

Selain itu, learning merupakan kekuatan yang dibutuhkan setiap pe rusahaan sebagai prasyarat untuk mampu beradaptasi dan ber-tahan dalam lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. De Geus (da lam Tjakraatmadja, 2006) menyatakan bahwa karakteristik da ri perusahaan-perusahaan yang berumur panjang sebagai the li ving company. Dia menyatakan bahwa perusahaan hidup (living com-pany) memiliki kualitas yang dimiliki makhluk hidup seperti in teli-jensia dan karakter, sehingga perusahaan ini dapat bertindak dan ber perilaku seperti entitas yang hidup. De Geus menjelaskan bahwa ada korelasi antara perusahaan yang berumur panjang dengan ke-mam puannya sebagai sebuah learning organization.

1.4. Proses-Proses Knowledge Management

Efektivitas KM sangat ditentukan oleh sejauh mana penerapan KM itu sendiri mampu mendukung dan merangsang knowledge itu ber-proses, muncul, dan mengalir kepada orang yang tepat, pada saat yang tepat, sehingga mereka dapat bertindak lebih efektif dan lebih efisien. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang di-manage dalam KM adalah proses. Sehingga knowledge processes sering mengemuka sebagai objek dan sumber dari munculnya berbagai kerangka KM yang populer, seperti SECI Processes dari Nonaka dan The 10 Know-ledge Flows dari Karl-Erik Sveiby.

1.4.1. Perbandingan Proses-Proses Inti dalam KM

Dalam berbagai literatur, baik itu hasil penelitian maupun praktek-

“Efektivitas KM sangat

ditentukan oleh sejauh mana

penerapan KM itu sendiri mampu

mendukung dan merangsang knowledge

itu berproses, muncul, dan

mengalir kepada orang yang tepat, pada

saat yang tepat, sehingga mereka dapat bertindak lebih efektif dan

lebih efisien”.

Page 35: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

18 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

praktek, ditemukan proses-proses inti KM yang berbeda, baik itu dari sisi istilah maupun dari sisi definisi. Pada bagian ini akan disampaikan 2 pembagian proses-proses inti KM, se perti terlihat pada tabel berikut. Dalam pembagian proses-proses KM ini, Probst et.al, me ngikuti alur proses yang lebih lengkap: identifikasi-akuisisi-develop-distribusi-utilisasi dan retensi, dibandingkan dengan Tiwana, di mana alur prosesnya adalah sebagai berikut: create/capture-share/enrich-store/retrieve-disseminate. Perbedaan ini lebih diakibatkan oleh Tiwana yang lebih berorientasi pada teknologi dan pendekatan Probst yang lebih ber-orientasi pada entitas perusahaan sebagai sebuah organisasi.

Tabel 1.1. Pendefenisian Proses KM menurut Probst et.al dan Tiwana.

Page 36: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

19 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

1.4.2. Knowledge Sharing Sebagai Inti Knowledge Management

Peran knowledge sharing semakin penting khususnya ketika KM tra-disional yang didominasi proses-proses rekayasa pengetahuan ber-basis IT, sudah bergeser ke KM yang semakin soft, sosial dan hu ma-nis. KM tradisional didominasi oleh aktivitas dan proses-proses pem-bangunan sistem berbasis IT dan digitalisasi knowledge dari tacit menjadi explicit knowledge. Explicit knowledge dikategorisasikan atau diklasifikasikan berdasarkan prinsip-prinsip taksonomi pe nge-tahuan. Knowledge ekplisit dirancang sedemikian rupa agar da pat di akses dan di-retrieve oleh orang yang membutuhkannya, atau se-cara sengaja ditransfer ke unit atau orang yang dianggap mem bu-tuhkannya.

Dengan semakin berkembangnya teknologi web yang saat ini sudah mulai memasuki generasi web yang kedua (web 2.0), membawa perubahan terhadap KM. Dalam white paper IBM (2008) kita temukan berbagai pernyataan yang bersifat transformatif, antara lain:

Dengan web 2.0, knowledge tidak lagi di-• managed, tetapi di-shared.Perusahaan tidak lagi menjadi sumber knowledge yang utama •bagi karyawan, tetapi setiap orang yang terkoneksi dengan karyawan tersebut.Tidak ada lagi formalisasi pengkategorian (taksonomi) •pengetahuan, tetapi yang muncul adalah folksonomy (social tags yang dinamis, fleksibel, organik dan merefleksikan in-telijen kolektif dari pengguna, atau dengan perkataan lain yang melakukan taksonomi bukan lagi staf unit KM secara ter pusat, tetapi adalah pengguna KM itu sendiri).

Dengan demikian knowledge tidak lagi dapat diperlakukan sebagai komoditi yang dikontrol dan diproses secara ketat, tetapi semakin cair dan mengalir dari people to people melalui teknologi social net-working yang semakin canggih seperti Facebook, Myspace, Youtube dan berbagai fasilitas kolaborasi virtual lain-lain. Web 2.0 memiliki kapabilitas yang tinggi untuk mengkoneksikan orang, membangun jaringan dan membagi knowledge.

Perkembangan teknologi web, dari web 1.0, web 2.0 sampai ke web 3.0 akan semakin meningkatkan jaringan sosial melalui media internet. Sehingga Dr. Andreas Weigend, yang merupakan salah seorang dibalik sukses amazon.com, menyatakan bahwa Web 1.0 adalah e-business, Web 2.0 adalah me business, dan Web 3.0 adalah we business, atau analogi lainnya adalah Web 1.0 adalah push, Web 2.0 push and pull, dan Web 3.0 adalah collaboration. Pernyataannya ini menyangkut perkembangan teknologi internet yang semakin ko laboratif dan sosial, yang menggeser kontrol dan power ke sisi pengguna atau masyarakat banyak. Ke depan KM adalah knowledge sha ring itu sendiri, dan knowledge sharing adalah komunitas yang ko laboratif, flat, dan cair.

“Peran knowledge sharing semakin

penting khususnya ketika

KM tradisional yang didominasi proses-proses

rekayasa pengetahuan berbasis IT,

sudah bergeser ke KM yang

semakin soft, sosial dan humanis”.

Page 37: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

20 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Dengan demikian generasi berikutnya dari KM lebih melibatkan dan berfokus pada manusia, yang tujuannya adalah menciptakan su-atu lingkungan yang lebih kondusif bagi knowledge sharing, suatu lingkungan di mana anggota organisasi berkolaborasi yang di landasi sa ling percaya (common trust), identitas bersama, minat ber sama, dan yang harus diikat oleh kepentingan organisasi di mana mereka ber gabung.

Pada bab ini sudah disampaikan secara ringkas konsep KM, mulai dari pembahasan perbedaan antara data, informasi, knowledge dan wisdom. Kemudian berbagai definisi dari KM, manfaat dan tan-tangannya, serta diakhiri dengan proses-proses KM yang diharapkan da pat mengantar pembaca untuk memasuki pembahasan utama bu ku yaitu tentang knowledge sharing dan knowledge creation (inovasi).

Referensi

Ackoff, R. L., “From Data to Wisdom”, 1. Journal of Applied Systems Analysis, Volume 16, 1989 p 3-9.

Bellinger, G., Castro, D., Mills, A., “Data, Information, Knowledge, 2. and Wisdom” available from http://www.systems-thinking.org/dikw/dikw.htm, retrieved June, 2006.Buckman, R.H., 3. Building a Knowledge-Driven Organization, Mc. Graw Hill, 2004.Cong, X and Pandya, K.V.,” 4. Issues of Knowledge Management in the Public Sector”, Electronic Journal of Knowledge Management, Paper 3, Issue 2, 2003.Davenport, T.H., and Prusak, L., 5. Working Knowledge, Harvard Business School Press, 1998.

de Geus, A., 6. The Living Company, Harvard Business School Press, 1997.Drucker, P.F, “The Coming of The New Organization”, Harvard 7. Business Review On Knowledge Management, 1998, p 1-19.Galbraith, J.R., Downey, D., dan Kates, A., 8. Designing Dynamic Organizations, AMACOM, 2002.Garvin, D.A, “Building a Learning Organization”, 9. Harvard Business Review On Knowledge Management, 1998, p 47-80.IBM, 10. Knowledge Management: The Transformation to Web 2.0 – Beyond the Hype and Making It Real, 2008.Nonaka, I., The Knowledge-Creating Company”, Chapter 2 in 11. Takeuchi, H., and Nonaka, I., (ed.) Hitotshubashi on Knowledge Management, Singapore: John Wiley & Sons, 2004.Nonaka, I., dan Takeuchi, H., 12. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation, New York: Oxford University Press, 1995.

Probst, G., Raub, S., Romhardt, Kai, 13. Managing Knowledge: Building Blocks for Success, Chichester: John Wiley & Sons, 2000.Repsol YPF, “Knowledge Management at Repsol YPF”, Telkom 14. Benchmark, 2007.

“Generasi be-rikutnya dari KM lebih me-libat kan dan

ber fokus pada manusia, yang

tujuannya adalah menciptakan

suatu lingkungan yang lebih

kon dusif bagi knowledge

sharing, suatu lingkungan di mana anggota

organisasi berkolaborasi yang dilandasi saling percaya

(common trust), identitas bersama, minat bersama, dan

yang harus diikat oleh kepentingan

organisasi di mana mereka bergabung”.

Page 38: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

21 PENGANTAR KNOWLEDGE MANAGEMENT |

Siemens AG (Dr. Josef Hofer-Alfeis), “Organizing Knowledge Management in a large 15. Enterprise“, APQC KM Benchmark, 2000.Stewart, Thomas A., 16. The Wealth of Knowledge: Intellectual Capital and the Twenty-First Organization, London: Nicholas Brealey Publishing, 2001.Tiwana, A., 17. The Essential Guide to Knowledge Management, New Jersey: Prentice Hall PTR, 2001.Tiwana, A., 18. Knowledge Management Toolkit, practical techniques for building a knowledge management system, New Jersey: Prentice Hall PTR, 2000.The Holy Bible, New International Version.19. Tissen, Rene, Andriessen, Daniel, and Deprez, F.L., 20. The Knowledge Dividend, London, Pearson Education Limited, 2000. Tjakraatmadja, J.H. & Lantu, D.C., 21. Knowledge Management in Learning Organization Context, School of Business and Management - ITB, 2006Unilever Indonesia, P.T., 22. Growing KM at Unilever Indonesia With Sharing Culture, Materi Benchmarking di Unilever, 2005

Page 39: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

22 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Page 40: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB II

KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANfAAT, DAN TANTANGAN

“Knowledge is not subject to the law of diminishing returns as are physical assets, but in-stead experiences network effects (law of expanding returns) as its values increases as more people share it” Kenneth C. Laudon & Jane P. Laudon

Literatur-literatur awal dalam knowledge management (KM) sering mengasumsikan bahwa manusia atau anggota organisasi memiliki keinginan untuk berbagi pengetahuan (Hislop, 2009). Namun dalam prakteknya tidak seperti itu, faktor sosio-kultural sangat menentukan ber jalannya knowledge sharing di dalam suatu organisasi. Analisis dari Lam (2005, dalam Hislop, 2009) menemukan bahwa natur dari budaya organisasi yang sangat individualistik akan menghambat pekerja untuk membagikan pengetahuannya. Selain itu minimnya sis-tem dan kebijakan perusahaan baik yang mampu untuk menjamin job security maupun yang mampu memberi apresiasi terhadap orang yang membagikan pengetahuannya, juga men jadi salah satu penghambat klasik dari knowledge sharing.

Fakta bahwa knowledge merupakan sumber daya yang sebagian besar melekat dalam diri ma nusia, membuat efektivitas berbagi pengetahuan sangat bergantung pada keputusan in dividu untuk membagikan atau tidak membagikan pengetahuannya kepada anggota or-ganisasi lain. Dengan demikian pendekatan yang bersifat antropologis, pendekatan bu-daya dan pendekatan organisasional merupakan pendekatan yang harus ditempuh oleh or ganisasi yang ingin meningkatkan efektivitas knowledge sharing antar anggotanya.

Bab ini dirancang untuk menjelaskan konsep knowledge sharing, manfaat dan tantangannya dan solusinya.

2.1. Knowledge Sharing dan Knowledge Transfer

Istilah knowledge sharing dan knowledge transfer sering digunakan dengan asumsi me-miliki makna yang sama. Davenport dan Prusak (1998) dalam bukunya yang berjudul Wor-

Page 41: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

24 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

king Knowledge, hanya menggunakan istilah knowledge transfer untuk menggantikan istilah knowledge sharing. Menurut mereka, ka ta transfer menggambarkan tingkat efektivitas pendistribusian pe ngetahuan yang lebih baik. Karena istilah transfer terdiri atas dua tindakan yaitu pengiriman (transmisi) pengetahuan kepada pe-nerima dan penyerapan pengetahuan oleh penerimanya. Apabila ti dak ada kejelasan dan kepastian tentang siapa penerima dan pe-nyerap knowledge yang dikirimkan, berarti pengetahuan itu be lum ditransfer. Menurut pengertian ini, dengan menyediakan know-ledge di portal yang dapat diakses semua anggota organisasi, be-lum dapat disebut sebagai knowledge transfer, karena belum ten tu dibutuhkan, dipahami dan dimanfaatkan oleh orang yang meng-akses pengetahuan itu.

Namun berbagai literatur seperti Raskov (2007) memberi pengertian yang berbeda dari istilah knowledge sharing dan knowledge transfer. Knowledge sharing terjadi antar individu dalam suatu komunitas, di mana individu berinteraksi dan berbagi pengetahuan dengan in-dividu lainnya melalui ruang maya atau tatap muka, Community of Practice (CoP), grup, forum dan sejenisnya. Sehingga unit analisis da lam knowledge sharing adalah individu. Di sisi lain, knowledge trans fer terjadi antar grup, antar unit bahkan antar organisasi atau pe rusahaan, di mana sebuah grup berinteraksi dengan grup lain dalam rangka membagi atau mentransfer pengetahuan. Dengan de-mikian unit analisis dalam knowledge transfer adalah tim atau unit/de partemen.

Untuk mencegah kebingungan terminologis, maka istilah yang di-gunakan dalam buku ini adalah knowledge sharing, dan itu sudah mencakup pengertian knowledge transfer dan knowledge sharing ba ik dalam pengertian Raskov maupun Davenport dan Prusak. Know ledge sharing didefinisikan sebagai proses yang sistematis da lam mengirimkan, mendistribusikan, dan mendiseminasikan pe-ngetahuan dan konteks multidimensi dari seorang atau organisasi kepada orang atau organisasi lain yang membutuhkan melalui me-toda dan media yang variatif. Di mana proses ini bertujuan untuk me ngoptimalkan penggunaan atau eksploitasi knowledge eksisting dan untuk mendorong penciptaan pengetahuan baru sebagai hasil pem belajaran dan kombinasi dari berbagai pengetahuan yang ber-beda.

2.2. Jenis-Jenis Knowledge

Pertanyaan selanjutnya terkait dengan knowledge sharing adalah per tanyaan yang bersifat epistemologik, yaitu pengetahuan apa sa ja yang dibagikan melalui proses knowledge sharing. Selama ini je nis pengetahuan yang paling populer adalah best practice atau praktek-praktek yang memiliki perbedaan kualitas yang lebih baik an tara suatu unit/organisasi dengan unit/organisasi lainnya. Namun akhir-akhir ini sudah muncul kesadaran bahwa praktek-praktek yang gagal juga perlu segera disebarkan agar unit-unit lain atau or-ga nisasi lain tidak terganjal oleh batu yang sama.

“Knowledge sharing adalah proses yang sistematis dalam mengirimkan,

mendistribusikan, dan

mendiseminasikan pengetahuan dan konteks multidimensi dari seorang

atau organisasi kepada orang atau organisasi lain yang

membutuhkan melalui metoda dan media yang

variatif”.

Page 42: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

25 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

Selain best practice dan failure practice, Christensen (2007) menemukan fakta bahwa ada jenis-jenis knowledge lain yang dapat men jadi objek knowledge sharing yaitu professional knowledge, coordinating knowledge, object-based knowledge, dan know-who. Professional knowledge adalah pengetahuan yang memungkinkan pe-miliknya melakukan pekerjaannya atau sering disebut dengan istilah know-how. Pengetahuan ini dihasilkan dari kombinasi pendidikan formal dan pengalaman seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Professional knowledge merupakan prasyarat untuk dapat menjadi seorang spesialis yang berkontribusi dalam aktivitas organisasi, tetapi profesional knowledge ini sendiri belum memberikan outcome organisasional apapun.

Coordinating knowledge terdapat pada aturan-aturan, standar dan cara-cara tentang bagaimana pekerjaan harus dilaksanakan. Co-ordinating knowledge mengintegrasikan dan menuntun aplikasi da-ri professional knowledge, agar terjadi transformasi input menjadi out put yang aman di dalam organisasi. Dengan perkataan lain, co or dinating knowledge merupakan proses bisnis yang mengatur siapa melakukan apa dan kapan, dan tidak mengatur “bagaimana” cara melakukan pekerjaan, “bagaimana” merupakan porsi dari pro-fessional knowledge.

Object-based knowledge adalah knowledge yang terkait dengan objek tertentu dan dilewatkan melalui jalur produksi dari perusahaan. Kom binasi dari professional knowledge dengan coordinating know-ledge yang diintegrasikan dan diaplikasikan pada objek tertentu se perti pasien, pelanggan atau mesin, merupakan object-based know ledge. Contohnya, cara penanganan gangguan pada elemen sis tem telekomunikasi, yang memadukan professional knowledge (pe ngetahuan tentang elemen telekomunikasi) dan coordinating know ledge (standar penanganan gangguan).

Know-who adalah knowledge tentang di mana knowledge yang dibutuhkan berada dan siapa pemiliknya. Know-who memungkinkan identifikasi tentang expert atau orang-orang yang mampu men-dukung penyelesaian masalah-masalah yang spesifik. Knowledge manager perlu memiliki keterampilan dan kepemimpinan agar da-pat melibatkan expert dalam penyelesaian suatu masalah.

Keempat jenis pengetahuan di atas merupakan prasyarat untuk ber jalannya aktivitas organisasional. Tanpa professional knowledge pada level tertentu, tidak akan ada aktivitas organisasional yang da-pat berlangsung. Tanpa coordinating knowledge tidak ada outcome organisasional yang dapat diproduksi, dan object-based knowledge yang langka dapat mengakibatkan kondisi reinventing the wheel, dan tanpa mengetahui siapa tahu apa atau tanpa mengetahui lokasi di mana knowledge berada, maka knowledge sharing tidak akan ter jadi.

“Tanpa coordinating

knowledge tidak ada outcome

organisasional yang dapat

diproduksi, dan object-based

knowledge yang langka dapat

mengakibatkan kondisi

reinventing the wheel, dan tanpa

mengetahui siapa tahu apa

atau tanpa mengetahui

lokasi di mana knowledge

berada, maka knowledge

sharing tidak akan terjadi”.

Page 43: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

26 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

2.3. Mengapa Perlu Knowledge Sharing dan Manfaat Knowledge Sharing

Proses berbagi pengetahuan sebenarnya sudah jamak dilakukan da lam kehidupan sehari-hari. Ketika kita bertanya dan mendapat ja waban yang kita butuhkan, sebenarnya itu adalah salah satu con toh berbagi pengetahuan. Dari sisi penanya atau knowledge receiver manfaat yang diperoleh adalah menghemat waktu dan me-ningkatkan produktivitas, di samping itu juga knowledge sharing me nolong para karyawan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang pelik di dalam pekerjaannya sehari-hari.

Alasan lainnya, karena melaluinya seseorang dapat menerima pe ngetahuan atau solusi yang sudah terbukti berdasarkan pe-ngalaman rekan kerjanya. Solusi ini dapat berupa best practice yang di laksanakan dalam suatu proyek di bagian atau daerah lain di da-lam suatu perusahaan. Selanjutnya dengan dilengkapinya sistem knowledge sharing dengan informasi mengenai pakar (Expert Map, Yellow Pages, Expert Directory), karyawan yang membutuhkan solusi yang spesifik dan detail tentang suatu masalah dapat menghubungi pakar melalui korespondensi dan diskusi via email, telepon atau bertemu langsung, sehingga aspek pengetahuan tasit dari expert dapat juga dibagikan.

Sementara itu, dari sisi kontributor pengetahuan, ada faktor utama yang mendorong karyawan untuk membagikan pengetahuannya, yaitu insentif dan budaya. Yang dimaksud dengan insentif di sini ti dak selalu bersifat atau berbentuk uang, tetapi untuk organisasi yang sudah matang budaya sharingnya, maka motivasinya adalah ak tualisasi diri atau membangun reputasi dengan menunjukkan kapabilitas dan kepakarannya melalui kontribusinya. Kasus-kasus ini terjadi pada berbagai perusahaan besar seperti Siemens, di ma-na banyak kontributor tidak memanfaatkan (menebus) poin-poin peng hargaan yang telah dikumpulkannya (Voelper & Han, 2005).

Melalui knowledge sharing akan terjadi eksploitasi yang maksimal dari suatu pengetahuan. Pemanfaatan pengetahuan yang menyebar ke seluruh anggota organisasi atau semua unit di da-lam sebuah perusahaan, tentu jauh lebih maksimal daripada eks-ploitasi pengetahuan yang hanya dilakukan individu tertentu atau unit tertentu. Pemanfaatan yang optimal dari pengetahuan atau kompetensi organisasi tentu akan meningkatkan daya saing perusahaan itu. Selain mengeksploitasi pengetahuan secara maksimal, knowledge sharing juga dapat membukakan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan untuk mendapatkan atau menciptakan knowledge ba-ru. Pendekatan knowledge sharing dari perspektif inovasi atau know-ledge sharing yang bersifat eksploratif diperkirakan akan menjadi trend knowledge sharing di masa yang akan datang.

“Pendekatan knowledge

sharing dari perspektif

inovasi atau knowledge

sharing yang bersifat eksploratif

diperkirakan akan menjadi

trend knowledge sharing di

masa yang akan datang”.

Page 44: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

27 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

Dengan model knowledge sharing seperti ini, maka yang terjadi adalah pertukaran pe ngetahuan (knowledge exchange) antar individu melalui pembentukan knowledge net work yang berfungsi untuk memastikan mengalirnya knowledge just in time a tau just in need. Manfaat lainnya dari knowledge sharing adalah:

Menciptakan kesempatan yang sama bagi anggota organisasi untuk mengakses •pengetahuan dan mempelajarinya.Meningkatkan kecepatan belajar atau mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk •memperoleh dan mempelajari pengetahuan baru.Mempercepat penyelesaian tugas atau masalah, karena penyelesaian tidak lagi •di mulai dari titik nol.Menyelesaikan suatu masalah dengan memanfaatkan metode yang sudah ter-•bukti efektif di unit atau di tempat lain (sehingga mencegah reinventing the wheel).Menyediakan bahan dasar bagi inovasi berupa pengetahuan yang bervariasi dan •mul tiperspektif.

2.4. Dimensi-Dimensi Knowledge Sharing

Mengapa kita perlu membahas bentuk-bentuk knowledge? Jawabannya sederhana: karena knowledge merupakan komoditas yang dikelola dan mengalir dalam proses-proses KM. Kemampuan knowledge manager dalam mengenal dan mengidentifikasi je nis dan sifat-sifat knowledge akan berakibat pada efiktivitas penerapan KM. Hal ini terjadi karena setiap jenis knowledge memiliki bentuk, dinamika, tingkat ke lem-baman dan cara berproses atau mengalir yang spesifik. Pengetahuan dapat dibagi berdasarkan beberapa perspektif. Dari perspektif ke-dalaman analisis, pengetahuan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu knowledge apriori dan knowledge posteriori, pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang lang sung diterima tanpa mempertanyakannya. Anak-anak balita biasanya memiliki pe ngetahuan apriori, karena dia menerima informasi apa saja sebagai “kebenaran” tan pa mempertanyakannya. Jenis kedua adalah pengetahuan posteriori, adalah pengetahuan yang diperoleh setelah mempertanyakannya atau setelah melalui pro-ses analisa.

Dari perspektif keintiman terhadap objek yang diketahui, pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu knowledge by acquaintance, know-how, dan knowledge by description (Moreland & Craig, 2003). Knowledge by acquaintance adalah pengetahuan tentang objek-objek dengan mana/siapa kita memiliki interaksi atau kedekatan. Know-how, merupakan keterampilan dalam memperlakukan suatu ob-jek pengetahuan, sehingga lebih mengarah kepada kepiawaian seseorang dalam membuat, mengerjakan atau mengoperasikan sesuatu. Knowledge by description adalah pengetahuan tentang seseorang atau suatu objek, di mana kita tidak per nah berinteraksi atau bersinggungan dengannya. Rakyat Indonesia banyak yang mengenal Presiden Obama, tetapi kebanyakan dari mereka mengetahuinya dari berita atau buku, hanya sedikit yang pernah berinteraksi langsung dengan Obama.

Tetapi pembagian yang paling populer tentang knowledge adalah pembagian yang dilakukan oleh Polanyi dari perspektif natur dan bentuk pengetahuan. Polanyi me rupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa knowledge terdiri atas

Page 45: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

28 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

dua jenis, yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Perbedaan antara tacit dan explicit knowlede tidak bersifat diskrit tetapi berada dalam satu continuum, sehingga tacit knowledge merupakan know-ledge yang belum dieksplisitkan dan explicit knowledge merupakan knowledge yang belum diinternalisasikan (di-tacit-kan). Tacit knowledge merupakan knowledge yang diam di dalam benak ma-nusia dalam bentuk intuisi, judgement, skill, keahlian, values dan belief yang sangat sulit diformalisasikan dan di-share dengan orang lain, sedangkan explicit knowledge adalah knowledge yang da pat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk ber-wujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan di-distribusikan dengan menggunakan berbagai media. Explicit know-ledge dapat berupa data, formula, kaset/cd video dan audio, spe-sifikasi produk atau manual.

Pengetahuan akan jenis-jenis pengetahuan yang akan dibagikan membawa konsekuensi terhadap pengelolaan dimensi-dimensi knowl edge sharing. Jika objek pengetahuan yang dibagikan itu adalah ber sifat tasit, maka sangat sulit dibagikan dengan memanfaatkan tek nologi KM berbasis internet, tetapi lebih efektif jika ditransfer me lalui interaksi personal sehari-hari, misalnya, melalui magang. Jika objek pengetahuan yang akan di-share lebih dominan bersifat eksplisit, maka dapat distribusikan secara masif melalui teknologi internet (dengan teknologi web masa kini), karena pengetahuan ini sudah dalam bentuk digital.

Untuk mengelola knowledge sharing dengan efektif, para praktisi KM perlu memahami dimensi-dimensi knowledge sharing. Tabel 2.1 mendeskripsikan beberapa dimensi knowledge sharing yang se-muanya berpijak pada jenis knowledge yang menjadi objek utama know ledge sharing, yaitu tacit atau explicit knowledge.

Tabel 2.1. menjelaskan bahwa pemilihan jenis knowledge akan ber implikasi pada berbagai model, metode, dan hasil knowledge sha ring. Misalnya, ketika objek utama pengetahuan yang akan di-bagikan adalah explicit knowledge, maka model yang paling tepat adalah membukakan kesempatan yang luas untuk mengeksploitasi know ledge agar dimanfaatkan sebanyak mungkin oleh anggota organisasi yang memiliki otoritas dalam memanfaatkan knowledge ter sebut. Dengan demikian tujuan dari knowledge sharing ini adalah knowledge re-use, atau memanfaatkan knowledge secara re petitif selama knowledge tersebut masih relevan dan produktif.

“Tacit knowledge merupakan knowledge yang belum

dieksplisitkan, dan explicit knowledge merupakan knowledge yang belum

diinternalisasikan (di-tacit-kan)”.

Tabel 2.1. Dimensi-Dimensi Knowledge Sharing

Page 46: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

29 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

Selanjutnya mode interaksi orang cenderung bersifat individual, di mana dinamika pengetahuan bersifat stok pengetahuan yang didistribusikan atau di-broadcast (push), dengan harapan akan ba-nyak anggota organisasi yang akan membutuhkannya.

Implikasi yang berbeda akan ditemui jika knowledge yang dominan di-share adalah tacit knowledge. Maka kegiatan utama dari pihak-pi hak yang terlibat dalam knowledge sharing adalah eksplorasi ko laboratif yang bermuara pada penciptaan knowledge baru (ban-dingkan dengan knowledge re-use pada knowledge sharing berbasis pada explicit knowledge). Dinamika knowledge dalam knowledge sharing ini adalah berupa knowledge flow antar individu-individu yang lebih mementingkan pembentukan knowledge network dari-pa da knowledge base, sedangkan metode knowledge transfer ada-lah bersifat push and pull, artinya, knowledge dapat disarikan se-cara satu arah, tetapi berhubung adanya dialog dan diskusi yang interaktif, dimungkinkan untuk mencatu knowledge sesuai dengan kebutuhan yang dikomunikasikan oleh peserta knowledge sharing (pull). Dengan tacit knowledge sebagai objek utama, maka yang terjadi dalam knowledge sharing yang efektif adalah knowledge ex-change yang bersifat dua arah.

2.5. Peranan Knowledge Sharing dalam Meningkatkan Daya Saing

Dalam persaingan bisnis yang keras, sekadar lebih baik dan lebih efisien tidak lagi memadai untuk menjadikan suatu perusahaan me miliki daya saing yang lebih baik. Dalam World Knowledge Forum (2008) Michael Porter pernah menyatakan bahwa doing the same thing better is not a strategy, tetapi strategi saat ini adalah bagaimana membuat dan menempuh cara yang berbeda dalam membangun suatu produk dan dalam melayani pelanggan. Sehingga inovasi adalah pendorong utama daya saing dan sebagai prasyarat untuk tumbuh pada masa depan.

Knowledge dan kolaborasi adalah bahan dasar dari inovasi, karena knowledge yang didistribusikan kepada orang atau unit yang mem-butuhkan akan mendorong muncul dan tumbuhnya inovasi. Inovasi yang berkelanjutan dalam bidang produk dan pelayanan pelanggan akan menjadi elemen utama pertumbuhan berkelanjutan, dan per-tumbuhan yang kompetitif akan meningkatkan daya saing.

Ada beberapa faktor yang menjelaskan bagaimana knowledge sharing dapat menumbuhkan keunggulan. Pertama, melalui knowledge sha-ring dimungkinkan terjadinya inovasi serta pendistribusian best and failure practices dengan cepat.

Kedua, pendistribusian best practices dengan cepat akan me-mungkinkan semua lini dari organisasi dapat mengeksploitasi practices tersebut secara maksimal dengan kecepatan pemanfaatan yang tinggi, sebelum kemudian ditiru oleh pesaing. Sementara itu,

“Jika knowledge yang dominan di-share adalah tacit knowledge. Maka kegiatan

utama dari pihak-pihak yang

terlibat dalam knowledge

sharing adalah eksplorasi

kolaboratif yang bermuara pada

penciptaan knowledge baru”.

Page 47: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

30 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

pendiseminasian failure practice secara cepat, akan mencegah semua lini organisasi untuk mempraktekkan kesalahan yang sama, sehingga potensi kerugian dapat dicegah pada titik yang lebih dini.

Ketiga, knowledge sharing memiliki peran strategis dalam menghasilkan inovasi atau pen-ciptaan knowledge baru. Knowledge sharing seperti ini biasanya berbasis komunitas me-lalui mana para anggota komunitas mempertukarkan, menguji, dan menemukan atau men-ciptakan knowledge baru atau inovasi.

Perlu ditekankan, inovasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari knowledge sharing. Karena inovasi membutuhkan perspektif baru, melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, me mikirkan sesuatu dengan cara yang berbeda, dan memikirkan hal-hal yang berbeda. Se lain itu inovasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan pemahaman baru, ide-ide yang lebih baik dan peluang-peluang terbaik. Semua hal yang berbeda ini akan kita peroleh ji ka ada interaksi yang intensif antara berbagai pihak/orang yang berbeda dalam even-even knowledge sharing. Peter Fisk (2008) menyatakan ada delapan wawasan (cara pandang) yang secara strategis mendorong inovasi, yaitu:

Wawasan pelanggan menyangkut eksplorasi kebutuhan dan keinginan pelanggan, •pengalaman mereka terhadap suatu perusahaan dan pesaingnya, rasa frustrasi, aspirasi, trust dan loyalitas pelanggan.Wawasan bisnis, mengeksplorasi berbagai faktor pendorong kinerja bisnis, isu, peluang, •aset, kapabilitas, asumsi dan ide-ide pekerja.Wawasan kompetitor, eksplorasi dari kekuatan dan kelemahan, postur dan perbedaan, •strategi dan aksi potensial dari pesaing langsung atau tidak langsung.Wawasan paralel (• parallel world), eksplorasi bagaimana kinerja berbagai perusahaan pada pasar yang berbeda dalam mengatasi isu-isu yang sama; siapa yang menang dan kalah, dan apa yang mereka lakukan termasuk dalam situasi yang ekstrem.Wawasan teknologi, eksplorasi teknologi baru seperti teknologi jaringan, komputasi, •mobile, artificial intelligence, biotekonologi dan nanoteknologi.Wawasan etis, semakin pentingnya isu lingkungan, etika praktis, • fair trading, hak asasi manusia, komunitas lokal, kesejahteraan dan transparansi.Wawasan komersial, eksplorasi dari konsekuensi harga, biaya, • profit, pangsa pasar dan implikasi yang lebih luas dari perubahan regulasi, governance dan kompetisi.Wawasan masa depan, eksplorasi skenario masa depan berdasarkan • trend terkini, rekognisi pola dan kemungkinan-kemungkinan acak yang mungkin didorong oleh sains.

Kedelapan perspektif ini jika dipertemukan dalam suatu proses knowledge sharing dapat menghasilkan ide-ide kreatif dan disruptif.

2.6. Tantangan Knowledge Sharing

Knowledge sharing bukanlah suatu proses yang terjadi begitu saja. Knowledge sharing memerlukan rekayasa, fasilitas dan fasilitator sehingga proses dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai hambatan untuk membagikan pengetahuan harus dapat diatasi un tuk menjamin efektivitas dari knowledge sharing di dalam dan antar suatu organisasi. Cabrera dalam Christensen (2007) membagi permasalahan dalam knowledge sharing dalam ti ga jenis yaitu: dilema sosial (social dilemmas), dilema pengetahuan (knowledge dilemmas) dan kombinasi keduanya.

Page 48: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

31 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

Masalah yang ditimbulkan oleh dilema sosial biasanya disebabkan oleh perilaku manusia, yaitu rendahnya keinginan untuk berbagi, belum terbangunnya hubungan antara penerima dan pengirim pe-ngetahuan, tidak adanya pengetahuan tentang pengetahuan itu sendiri (no knowledge of knowledge), adanya gengsi atau rasa malu untuk mengakui ketidaktahuannya sendiri, rendahnya trust dalam or ganisasi, dan khususnya untuk perusahaan multinasional adalah ren dahnya keterampilan mempresentasikan pengetahuan karyawan khu susnya disebabkan oleh keterbatasan bahasa.

Masalah penghambat knowledge sharing lainnya dari sisi dilema so-sial adalah job insecurity (kekuatiran dan ketakutan yang di rasakan pekerja terhadap posisinya atau posisi yang ingin di capainya jika dia membagikan pengetahuannya). Hal ini terjadi karena knowledge me-rupakan salah satu komponen penting dari kompetensi seseorang selain skill dan attitude, yang menjadi pertimbangan dari pimpinan un tuk mempertahankan seseorang dalam posisinya atau untuk mem promosikan seseorang ke posisi yang lebih tinggi. Knowledge ini relatif lebih mudah diukur dan diuji, dibandingkan dengan kom-petensi lainnya seperti attitude.

Penghambat berikutnya adalah budaya perusahaan yaitu perilaku kolektif yang kurang transparan dan belum terbentuknya komunikasi terbuka. Strategi perusahaan juga dapat menghambat knowledge sha ring, misalnya perusahaan yang akan melaksanakan down/right sizing akan mengakibatkan meningginya perasaan job insecurity di kalangan anggota organisasi. Masalah lain yang tidak kurang pen-tingnya, adalah kondisi kebijakan dan praktek pengelolaan modal ma nusia yang kurang mampu memotivasi munculnya perilaku dan keinginan berbagi pengetahuan dan belum efektifnya penerapan ke bijakan dalam merekognisi dan menghargai perilaku sharing.

Rendahnya keinginan untuk berbagi (unwillingness to share dan know ledge hoarding) biasanya disebabkan oleh adanya power yang akan tetap dimiliki jika pengetahuan itu tetap ditahan oleh pe-miliknya atau tidak adanya manfaat langsung atau tidak langsung yang dapat diterima oleh orang yang berbagi. Untuk mengatasi hal ini, perlu ditekankan manfaat berbagi pengetahuan yang akan di-peroleh oleh orang yang berbagi pengetahuan, misalnya akan di-kenal banyak orang dan membentuk image yang lebih baik.

Tantangan terhadap knowledge sharing juga terjadi karena adanya hambatan yang bersifat organisasional, yaitu hambatan hirarkis dan hambatan fungsional. Hambatan hirarkis terjadi karena ada ke senjangan komunikasi antara atasan dan bawahan, di mana po sisi tertentu dan orang yang mendudukinya terkesan sakral, sehingga terkesan menakutkan untuk didekati. Sementara itu, ham batan fungsional terjadi akibat terbentuknya silo-silo yang sulit di tembus siapa pun pada fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pe rencanaan, fungsi HR, fungsi keuangan dan fungsi pemasaran. Silo-silo ini begitu terisolasi dan merasa dirinya paling tahu tentang bidangnya, sehingga sangat tertutup untuk menerima masukan

“Penghambat knowledge

sharing lainnya dari sisi dilema sosial adalah job insecurity (kekuatiran

dan ketakutan yang dirasakan

pekerja terhadap posisinya atau

posisi yang ingin dicapainya jika

dia membagikan pengetahuannya)”.

Page 49: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

32 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

dari luar fungsinya. Probst et.al (2000), dengan begitu indah meng-ilustrasikan kombinasi hambatan hirarkis dan fungsional ini seperti gambar berikut.

Interaksi, transparansi, dan integrasi merupakan tiga elemen u ta-ma bagi terjalinnya suatu hubungan antar manusia yang da pat memberikan solusi terhadap dilema sosial ini. Probst et.al (2000), menyatakan bahwa interaksi, komunikasi, transparansi dan in te-grasi merupakan prasyarat terjadinya transformasi pengetahuan individual menjadi pengetahuan kolektif. Elemen-elemen dasar ini hanya akan kita temui dalam suatu tim yang solid. Hal inilah yang menyebabkan knowledge sharing yang optimal lebih sering terjadi melalui komunitas atau grup.

Hambatan komunikasi akan mengakibatkan munculnya pulau-pulau pengetahuan, baik dalam suatu bagian maupun pada individu. Pu-lau-pulau pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang tidak efisien karena hanya dapat dimanfaatkan secara individual atau unit yang memilikinya, juga sering tidak bisa menghasilkan suatu solusi se cara sendirian. Melalui tim yang solid, pulau-pulau pengetahuan dari setiap individu/unit akan mencair dan bergabung membentuk pengetahuan kolektif yang jauh lebih efektif dan lebih bermutu dari pengetahuan individual dan dapat dieksploitasi secara maksimal.

Salah satu contoh perusahaan yang berhasil meminimalkan pulau pe-ngetahuan ini, baik secara fungsional maupun secara hirarki, adalah General Electric (GE). Dari kasus GE yang bisa dipelajari dengan lebih detail pada Bab III buku ini, dapat kita lihat bahwa diperlukan solusi kultural untuk menghilangkan hambatan hirarki dan hambatan fungsional ini. Jack Welch misalnya berinisiatif menghilangkan formalitas yang menjadi ciri utama dari hambatan hirarki dengan menghilangkan sebutan “Mr” or “Mrs” dengan mewajibkan semua karyawan memanggil siapapun di GE dengan nama kecilnya dan gaya berpakaian yang lengkap dengan dasi juga diminimalkan.

Sementara itu, mentalitas Not Invented Here (NIH) yang merupakan ciri utama dari hambatan fungsional, dihilangkan dengan mewajibkan setiap unit menyambut ide dari siapa saja. Sehingga anggota dari

“Interaksi, transparansi, dan integrasi

merupakan tiga elemen utama

bagi terjalinnya suatu hubungan antar manusia

yang dapat memberikan

solusi terhadap dilema sosial”.

Gambar 2.1. Hambatan Organisasional=Hambatan Hirarki + Hambatan fungsional (sumber: Probst, 2000)

Page 50: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

33 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

suatu unit tidak diperkenankan merasa lebih tahu tentang unitnya da ri anggota unit lain.

Penyebab masalah no knowledge of knowledge, adalah rendahnya kesadaran karyawan tentang arti penting pengetahuan yang di-milikinya dan dimiliki organisasinya. Mereka tidak menyadari bah-wa pengetahuan yang dimiliki dirinya, unit dan organisasinya itu me miliki nilai sehingga perlu dibagikan kepada karyawan atau unit la innya.

Masalah perbedaan bahasa juga ditemukan sebagai penghambat know ledge sharing khususnya dalam perusahaan multinasional. Da-lam sebuah penelitian yang dilakukan untuk karyawan warga Cina yang bekerja di Siemens Cina, ditemukan bahwa hambatan terbesar dari karyawan yang berkebangsaan Cina untuk aktif berbagi melalui Siemens ShareNet adalah masalah bahasa Inggeris (Voelper dan Han, 2005). Sebenarnya mereka memiliki kemampuan dasar untuk menggunakan bahasa Inggeris, tetapi mereka masih belum yakin da pat menulis dengan benar, mereka kuatir reputasi mereka akan jatuh jika mereka berbagi pengetahuan dengan tata bahasa atau penulisan istilah yang kurang tepat. Hal ini mengakibatkan tingkat keaktifan manajer ke atas (yang biasanya lebih fasih berbahasa Ing-gris) lebih tinggi dari para insinyur atau teknisi.

Asking question is “where the answers are” (Van Gundy, 2007). Untuk memahami berbagai hal, yang dibutuhkan adalah hanya bertanya. Bertanya merupakan kebutuhan dan sifat dasar manusia. Salah satu hal yang penting dalam mengefektifkan knowledge sharing adalah ber tanya. Dengan bertanya, kontributor knowledge akan dapat me-mahami dan memberikan pengetahuan sesuai kebutuhan audien khu susnya orang yang bertanya. Namun dalam budaya timur, sering orang sungkan bertanya atau seseorang malu mengakui bahwa dia ti dak atau kurang memahami suatu permasalahan.

Dalam suatu pertemuan dengan sebuah konsultan yang disewa oleh perusahaan tempat saya bekerja, banyak peserta yang malu ber tanya misalnya tentang definisi istilah, singkatan dan poin-poin yang dipresentasikan konsultan. Mengapa malu bertanya? Ternyata alasannya adalah adanya ketakutan dinilai tidak kompeten. Akhirnya se sudah presentasi berjalan jauh dan istilah yang asing itu semakin sering dikemukakan, barulah salah seorang peserta terpaksa ber-tanya, dan ternyata peserta lain akhirnya menjadi senang, karena yang kurang paham ternyata bukan yang bertanya saja, tetapi juga se bagian besar peserta lainnya.

Keengganan untuk bertanya seperti pada contoh di atas merupakan cer minan kekuatiran akan jatuhnya reputasi, yang merupakan gam-baran rendahnya trust dalam sebuah organisasi. Rendahnya trust di tandai dengan ketidakberanian para anggota organisasi untuk me ngungkapkan kelemahan dan kebutuhannya akan pengetahuan. Ren dahnya trust ini bisa ditimbulkan oleh suburnya budaya meng-ha kimi diantara anggota organisasi, persaingan antar individu yang keras, dan rendahnya kemampuan manajer lini dalam melatih (coach ing) stafnya.

“Dalam budaya timur, sering

orang sungkan bertanya atau

seseorang malu mengakui bahwa dia tidak

atau kurang memahami suatu permasalahan”.

Page 51: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

34 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Tantangan lain yang perlu dibenahi dalam menggalakkan knowledge sharing adalah ke-bijakan pengelolaan human capital. Harus ada kebijakan yang mampu merekognisi ke-inginan seseorang untuk berbagi pengetahuan baik secara tertulis maupun secara lisan, dan keaktifan berbagi pengetahuan ini sebaiknya terintegrasi dengan kebijakan performansi dan kebijakan karir. Sering terjadi seseorang yang menjadi sumber pengetahuan yang ori-sinil tertinggal karirnya, hanya karena orang tersebut kurang lihai menjual pengetahuan yang dimilikinya.

Masalah yang ditimbulkan knowledge dilemma antara lain diakibatkan oleh kelengketan pe-ngetahuan (the stickiness of knowledge) atau sulitnya memindahkan knowledge dan tidak adanya identitas bersama (common identity) yang berdampak pada rendahnya saling pe-ngertian partisipan knowledge sharing. Masalah kelengketan pengetahuan terkait dengan sifat alami dari pengetahuan itu sendiri yang sebagian besar berada di dalam diri atau otak manusia, sehingga secara alami cenderung sulit dikomunikasikan atau dibagikan. Ke lengketan pengetahuan juga terkait dengan jenis pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan ta sit tentu lebih sulit atau membutuhkan upaya yang lebih besar untuk membagikannya.

Selain itu faktor-faktor lain yang menghambat perilaku knowledge sharing yang termasuk dalam dilema pengetahuan adalah sikap yang belum lepas dari anggota organisasi seperti: knowledge is power dan power bukan untuk di-share, sikap ini akan mendorong anggota organisasi untuk menahan pengetahuannya untuk dimiliki secara eksklusif (knowledge hoarding). Untuk mengeleminir knowledge hoarding, perusahaan perlu menanamkan suatu nilai untuk menghargai pengetahuan seseorang, sehingga orang yang sudah membagikan pengetahuannya jangan sampai ditinggalkan sesudah pengetahuannya dikuasai oleh orang lain.

Faktor berikutnya adalah belum tersedianya strategi pengetahuan di organisasi tersebut khususnya dalam memenuhi kebutuhan pengetahuannya dan mengalirkan pengetahuan di dalam organisasi itu sendiri, serta belum efektifnya strategi KM dalam mengatasi hambatan-hambatan knowledge sharing dari sisi dilema sosial dan pengetahuan itu sendiri.

Dalam bab ini sudah dibahas konsep knowledge sharing, mengapa perlu, manfaat, dimensi-dimensi knowledge dan hubungannya dengan knowledge sharing serta tantangannya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa knowledge tidak patuh kepada hukum diminishing returns seperti yang berlaku kepada aset fisik, di mana semakin dibagikan dan dimanfaatkan, aset fisik akan mengalami degradasi nilai. Sebaliknya, knowledge pa tuh kepada hukum expanding returns, di mana semakin dibagikan dan digunakan, maka know-ledge itu akan mengalami peningkatan nilai. Tetapi ironisnya, harus ada keseimbangan antara nilai yang diperoleh organisasi dan nilai yang diperoleh oleh anggota organisasi yang memiliki pengetahuan tersebut.

Bagaimana mengatasi tantangan-tantangan knowledge sharing ini, akan menjadi pem-bahasan dari bab-bab selanjutnya pada buku ini. Misalnya, pembangunan sistem knowledge sharing yang berbasis pada komunitas seperti Community of Practice (CoP), diyakini akan mampu mengatasi berbagai hambatan dari aspek dilema sosial dan dilema pengetahuan. Demikian juga bagaimana memposisikan knowledge sharing sebagai sarana untuk menciptakan knowledge baru atau inovasi akan mengungkit peran knowledge sharing da ri sekadar mendistribusikan pengetahuan ke arah proses yang lebih interaktif dengan dis-kursus yang lebih intensif.

Page 52: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

35 KNOWLEDGE SHARING: KONSEP, MANFAAT DAN TANTANGAN |

Referensi

Christensen, Peter Holdt , “ Knowledge sharing: moving away from the obsession with 1. best practices”, Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 1, 2007 pp 36-47.Davenport, T.H., and Prusak, L., 2. Working Knowledge, Harvard Business School Press, 1998.Fisk, Peter, 3. Business Genius: a more inspired approach to business growth, Capstone, 2008.Hislop, Donald, 4. Knowledge Management in Organizations, 2nd Edition, Oxford University Press, 2009.Laudon, K.C., and Laudon Jane P., 5. Management Information System, Pearson International Edition, 2006.Moreland, J.P. and Craig, W.L.,”Philosophical Foundation for a Christian Worldview”, 6. IPV Academic, 2003. Raskov, Vasily E., “Knowledge Creation and Knowledge Sharing: Synergy or 7. Discrepancy?”, Desember ACKMIDS, Melbourne, 2007. Tobing, Paul, 8. Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Graha Ilmu, 2007.VanGundy, A.B., 9. Getting to Innovation, Amacom, 2007Voelpel, Sven C. and Han, Zheng, “Managing knowledge sharing in China: the case 10. of Siemens ShareNet”, Journal of Knowledge Management, Vol. 9 No. 3, 2005, pp. 51-63. World Knowledge Forum, hand out dan catatan, Seoul, 2008.11.

Page 53: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

36 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Page 54: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB III

PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING

“As the soil, however rich it may be, cannot be productive without cultivation, so the mind without culture can never produce good fruit”

Seneca (Roman Senator, c. 60 B.C. – c. A.D. 37)

Seperti dibahas pada bab-bab sebelumnya bahwa knowledge memiliki karakteristik yang khas. Knowledge memiliki stickyness (sulit untuk dipindahkan) karena merupakan suatu ke ja dian kognitif yang melibatkan model dan peta mental manusia. Knowledge juga berada di dalam jaringan budaya perusahaan, dan bersifat kontekstual (hanya dapat diterapkan da lam situasi tertentu). Sehingga sebagian besar lokasi knowledge berada di dalam diri ma nusia dan lingkungannya. Dengan perkataan lain, knowledge itu berbasis sosial dan in-dividual. Maka pembentukan budaya merupakan fondasi utama sekaligus syarat terjadinya knowledge sharing yang berhasil dan bersifat fundamental.

3.1. Implementasi KM: Berpusat pada Manusia

Kita sekarang memasuki pembahasan tentang budaya, yang merupakan salah satu enabler sekaligus barrier yang paling potensial terhadap suksesnya implementasi KM.

Masalah budaya menyangkut pembentukan perilaku kolektif, nilai-nilai, dan peran ke-pemimpinan yang kondusif dan suportif terhadap suksesnya implementasi KM. Pembentukan perilaku kolektif dan nilai-nilai membutuhkan proses yang tidak mudah dan bukan pekerjaan sekali jadi. Di samping itu, walaupun sering menjadi klise, juga membutuhkan komitmen manajemen senior untuk memimpin langsung proses perubahan. Komitmen kepemimpinan ditunjukkan oleh praktek-praktek manajemen yang memberi keteladanan dan konsistensi dalam berperilaku yang suportif terhadap penerapan KM di suatu organisasi.

Pada hakikatnya, knowledge sebagian besar berada di dalam kepala manusia dalam bentuk tacit knowledge, bukan di dalam sistem informasi yang canggih. Kenyataan ini membawa kita kepada kesadaran bahwa pendekatan-pendekatan yang bersifat people centered tidak hanya sekadar perlu, tetapi sudah menjadi keharusan untuk dilakukan.

Page 55: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

38 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Salah satu cara pendekatan berpusat pada manusia adalah dengan menumbuhkan budaya yang kondusif terhadap berjalannya proses-proses di dalam KM, mulai dari proses knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing dan knowledge utilization. Pada Bab ini kita memfokuskan pada bagaimana membentuk tradisi atau budaya sharing. Karena sharing merupakan inti dari keberhasilan KM. Tanpa sharing, maka proses learning dan know ledge creation akan terhambat. Tanpa sharing, maka skala utilisasi knowledge juga akan sangat terbatas, karena knowledge hanya dimanfaatkan oleh orang atau unit secara ter batas.

3.2. Peran Budaya Organisasi dalam Mendukung Knowledge Sharing

Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai asumsi-asumsi dasar bersama yang dipelajari organisasi dalam menangani lingkungannya dengan berhasil dan dalam menyelesaikan masalah adaptasi lingkungan eksternal dan integrasi internal yang diajarkan kepada ang-gota baru organisasi sebagai cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah (Park, et.al, 2004).

Menurut Gupta dan Govindarajan (2000), budaya organisasi mencakup enam kategori uta-ma, yaitu: sistem informasi, orang, proses, kepemimpinan, sistem penghargaan, dan struk-tur organisasi. Hubungan antar kategori ini dapat lebih dipahami berdasarkan Gambar 3.1.

Al-Alawi et.al (2007) berdasarkan penelitiannya membuktikan bahwa keenam kategori bu-daya organisasi ini merupakan critical success factor atau memiliki pengaruh yang kuat ter hadap intensitas knowledge sharing.

Kategori pertama adalah faktor manusia yang terdiri atas motivasi, komunikasi, dan trust.

Motivasi berkaitan dengan pertanyaan: mengapa seseorang memiliki perilaku tertentu •atau apa yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau memiliki pe ri laku tertentu. Voelpel dan Han (2005) melakukan interview tentang motivasi know-ledge sharing kepada penerima dan kontributor knowledge. Ditinjau dari penerima

Gambar 3.1. Kategori Utama dari Budaya Organisasi (Gupta, et.al, 2000)

Sistem

Penghargaan

Budaya

Organisasi

Page 56: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

39 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

knowledge, maka motivasi utama dari karyawan untuk terlibat dalam knowledge shar-ing adalah untuk menghemat waktu dan meningkatkan produktivitas, sedangkan da-ri sudut pandang kontributor knowledge, motivasi utamanya adalah adanya insentif. Da ri sisi insentif sebagian besar mengaku tidak terlalu memperhatikan sisi materinya te tapi dari sisi adanya pengakuan dari organisasi. Para kontributor mengaku melihat in sentif sebagai simbol pengakuan organisasi atau terbangunnya reputasi mereka, dan ji ka dibandingkan dengan upaya untuk sharing, sebenarnya material dari insentif tidak se banding.

Komunikasi antar staf mengacu pada interaksi personal, percakapan dan penggunaan •bahasa tubuh selama berkomunikasi. Interaksi personal akan meningkat secara sig-nifikan melalui keberadaan jejaring sosial di lokasi kerja. Bentuk komunikasi melalui je-ja ring sosial sangat penting dalam mendorong transfer pengetahuan (Smith and Rupp, 2002).

Trust• : Interpersonal trust merupakan kesediaan seseorang untuk membukakan vul ne-rability atau kelemahannya kepada orang lain yang perilakunya tidak dapat Anda ken-dalikan. Ketika seseorang percaya kepada kita, maka orang tersebut sangat mudah kita serang, kita sudutkan atau kita kritisi. Interpersonal trust atau trust antar sesama rekan se kerja adalah atribut yang sangat penting dalam budaya oganisasi, yang dipercayai me miliki pengaruh yang kuat terhadap knowledge sharing. Menurut penelitian Al-Alawi, et.al (2007) ada korelasi yang positif antara trust dan knowledge sharing.

Kategori budaya yang kedua adalah sistem informasi. Istilah sistem informasi mengacu pa-da suatu sistem yang terdiri atas manusia, data dan proses yang berinteraksi dalam men-dukung operasional rutin, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. (Whitten et.al, 2001). UK Academy of Information System (UKAIS) mendefinisikan sistem informasi sebagai cara atau metode melalui mana manusia, organisasi, memanfaatkan teknologi, mengumpulkan, memproses, menyimpan, menggunakan, dan mendistribusikan informasi. Sehingga sistem informasi sangat berperan penting dalam mendukung proses-proses KM. Sementara itu, khusus untuk knowledge sharing, sistem informasi berperan penting dalam mendistribusikan, mengumpulkan, dan menyimpan pengetahuan.

Kategori budaya yang ketiga adalah kepemimpinan. Mengapa kepemimpinan sangat pen-ting? Jawaban yang paling tepat, adalah karena organisasi perlu dan harus berubah. Dalam proses perubahan, diperlukan seseorang atau sekelompok orang yang menunjukkan arah perubahan (visi), nilai-nilai (sebagai inti budaya organisasi) yang dibutuhkan untuk men-capai visi itu, dan mobilisasi anggota untuk bergerak dengan selaras untuk mencapai visi ter sebut. Semua elemen utama jawaban itu akan kita temukan dalam kepemimpinan.

Peter Fisk (2008) mengatakan bahwa seorang pemimpin bisnis yang berhasil dalam abad ke-21 harus memiliki sifat yang merupakan kombinasi dari passion dan ketegasan arah seorang entrepreneur dan kedisiplinan dan keteguhan seorang eksekutif perusahaan. Dia menyimpulkan karakter itu dalam lima sifat, yaitu sebagai:

katalis yang mendorong perubahan dan inovasi.•komunikator yang menginspirasi orang. •konektor yang memfasilitasi solusi yang lebih baik.•conscience• , yaitu sebagai seorang manajer yang melakukan sesuatu dengan tepat dan benar.coach• , yaitu pemimpin yang bekerja dengan dan mendukung semua level organisasi untuk mencapai kinerja terbaiknya.

Page 57: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

40 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Bagaimana dengan knowledge leader? Knowledge leader mem bu -tuhkan model kepemimpinan yang lebih kompleks dan lebih leng -kap, di mana seorang pemimpin tidak lagi cukup memiliki su atu style dan kompetensi/ keterampilan kepemimpinan tunggal te tapi harus mempelajari dan menerapkan berbagai style dan kom pe tensi kepemimpinan berdasarkan tuntutan situasional. Se orang know-ledge leader memiliki tugas utama, yaitu memastikan se mua pro -ses KM berjalan dengan sukses. Dia harus memastikan bah wa ko -laborasi, knowledge sharing, inovasi, dan pemanfaatan pe nge ta hu-an berlangsung dengan maksimal.

Seorang leader pada era knowledge economy ini merupakan kom-bi nasi dari leader dan manager serta kombinasi dari eksekutif dan en tre preneur. Berikut beberapa perbedaan karakteristik dari pe-mim pin biasa (ordinary leader) dan knowledge leader:

Untuk memastikan itu, Barry Hardy (2008) berdasarkan knowledge café yang dilaksanakannya menyimpulkan perlunya seorang pemim-pin memiliki, soft skill yang memampukannya untuk melakukan fung si-fungsi kepemimpinan berikut:

Terlibat aktif dengan staf pada setiap level organisasi dan menun-1. jukkan empati terhadap tantangan yang dihadapi stafnya.Memahami interes dan motivasi staf, dan mendorong inovasi 2. dan ra sa ingin tahu dari staf.Memberikan umpan balik dan juga terbuka terhadap kritik dari 3. si apa pun.Merekognisi upaya-upaya, ide dan kontribusi orang lain.4. Menciptakan lingkungan kerja yang baik dan membangun bu-5. daya mutual trust dan mutual respect.Mengubah perilaku orang lain dengan menunjukkan secara per-6. sonal kualitas yang dia harapkan.Mendorong munculnya kepemimpinan dan inisiatif pada semua 7. le vel organisasi, dan merekognisinya dan mengelolanya untuk mem perkuat otoritasnya sebagai pemimpin.Memperjuangkan pengembangan profesionalitas staf 8.

“Seorang leader pada

era knowledge economy

merupakan kombinasi dari

leader dan manager serta kombinasi dari eksekutif dan entrepreneur”.

Tabel 3.1. Perbandingan Ordinary Leader dan Knowledge Leader

Page 58: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

41 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

Adalah tidak realistis menuntut karyawan untuk melakukan know-ledge sharing tanpa mempertimbangkan apa yang akan diperoleh atau kerugian apa yang mungkin dialami oleh karyawan yang mem-bagikan pengetahuannya.

Kategori budaya keempat adalah sistem penghargaan yang me-ngacu pada upaya-upaya organisasi untuk mendorong dan me-motivasi anggotanya untuk melakukan knowledge sharing. Sis tem penghargaan harus dirancang dengan hati-hati agar tidak me-lahirkan perilaku yang tidak diinginkan. Sistem penghargaan yang men dukung knowledge sharing adalah sistem yang mendorong pe rilaku kolaboratif, bekerja secara tim, dan memotivasi orang un tuk membagikan pengetahuan terbaiknya. Dengan demikian penghargaan yang bersifat individu sebaiknya dihindarkan.

Kategori kelima adalah proses. Proses (bisnis) adalah urutan ber-bagai aktivitas atau interaksi yang dilakukan oleh beberapa aktor dalam rangka pencapai tujuan bisnis. Aktor-aktor ini dapat berupa pekerja, pelanggan, pemasok dan juga sistem (Appelrath & Ritter, 2000, dalam Remus & Schubb, 2003). Pengeksekusian aktivitas oleh aktor-aktor tadi akan mengkonsumsi berbagai objek, seperti material, produk, layanan, informasi dan juga knowledge. Sehingga da pat dikatakan bahwa pemanfaatan knowledge itu terjadi ketika ada integrasi antara proses bisnis dan proses KM. Di mana proses-pro ses KM akan mencatu knowledge yang dibutuhkan untuk meng-eksekusi proses bisnis.

Knowledge yang dibutuhkan untuk mengeksekusi proses bisnis da-pat berupa tacit knowledge (skill dan kompetensi aktor), know who (yang menjelaskan kepada siapa aktor harus berinteraksi), procedural knowledge (yang menjelaskan bagaimana prosedur pelaksanaan aktivitas) dan explicit knowledge (yang menjelaskan referensi yang harus digunakan dalam mengeksekusi suatu pekerjaan).

Selain itu, untuk mendukung pembentukan knowledge culture, per lu dilakukan rekayasa proses. Objektif dari rekayasa proses ini adalah:

Melandaikan proses, yaitu dari proses vertikal, yaitu dari bawah •ke atas menjadi horizontal, yaitu dari kiri (input) menuju ke ka-nan (output), sehingga yang membutuhkan pengetahuan adalah orang yang mengeksekusi pekerjaan, bukan atasan dari orang me lakukan pekerjaan.Mengintegrasikan knowledge yang dibutuhkan untuk meng-•eksekusi setiap proses. Sehingga setiap proses memiliki atribut-atribut berikut: pemilik proses, input yang dibutuhkan, pelanggan atau proses berikut yang harus dia layani dan ekspektasinya, know-who, know-how, kualifikasi dari pemilik proses, serta indi-kator mutu dari setiap layanan atau barang yang dihasilkan.Proses bisnis dapat dengan jelas menggambarkan fokus dan pe-•layanannya kepada pelanggan atau proses berikutnya.Hasil rekayasa proses yang sudah berbasis pengetahuan dan •berorientasi pelanggan ini harus didemonstrasikan dalam bentuk struktur organisasi.

“Adalah tidak realistis menuntut karyawan untuk

melakukan knowledge

sharing tanpa mempertimbangkan

apa yang akan diperoleh atau

kerugian apa yang mungkin dialami oleh karyawan

yang membagikan pengetahuannya”.

Page 59: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

42 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Terkait dengan struktur organisasi sebagai kategori budaya yang keenam, banyak ahli menemukan bahwa bentuk organisasi mempengaruhi knowledge sharing. Struktur tra-disional dengan hirarki yang rumit jelas bukan merupakan struktur yang mendukung me-ngalirnya pengetahuan di dalam organisasi. Sudah lama ada kesadaran bahwa struktur or-ganisasi yang birokratis akan memperlambat proses-proses dan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap aliran pengetahuan. Syed-Ikhsan dan Rowland (2004) berpendapat bah wa knowledge sharing akan meningkat dengan struktur organisasi yang memudahkan aliran informasi dengan sekat-sekat antar divisi yang minimal. Penelitian Al-Alawi et.al (2007), menemukan korelasi positif antara aspek-aspek tertentu dari struktur organisasi dan knowledge sharing di dalam suatu organisasi. Di mana struktur yang mendukung pe-ngambilan keputusan secara partisipatif akan memudahkan aliran informasi dan mendorong ker ja secara tim. Sementara itu, Nonaka dan Konno (1993, dalam Nonaka & Takeuchi 1995), me ngusulkan hypertext organization yang mengkombinasikan struktur yang hirarkis dengan task force sebagai bentuk organisasi yang paling cocok untuk terjadinya knowledge creation.

3.3. Budaya Knowledge Sharing

Apa itu budaya sharing? Dalam kebijakan Knowledge Sharing Telkom (2007) dijelaskan bahwa budaya knowledge sharing adalah dimilikinya seperangkat karakter dan nilai-nilai know ledge sharing secara kolektif oleh seluruh anggota organisasi. Karakter dan nilai-nilai itu adalah:

Karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk membagikan apa yang diketahuinya a. ke pada sesama karyawan di dalam perusahaan;Karyawan menyediakan waktu untuk membantu rekan kerjanya dalam proses belajar;b. Karyawan mendorong dialog terbuka, diskusi dan mempertanyakan asumsi yang ada c. de ngan respek satu sama lain;Karyawan dalam mengerjakan sesuatu selalu lebih dahulu memanfaatkan pengetahuan d. yang sudah tersedia, sehingga tidak memulai sesuatu dari nol;Karyawan tidak merasa malu atau gengsi memanfaatkan ide orang lain tentu dengan e. mem beri tahu/merekognisi pemilik ide pertama atau yang lebih dahulu;Karyawan menyediakan waktu untuk mempelajari sesuatu dari keberhasilan maupun f. kegagalan;Karyawan mempromosikan kerjasama, g. trust dan partisipasi aktif dalam kerja tim baik dalam proyek, satuan tugas dan jaringan kerja lainnya;Karyawan secara aktif melihat keluar dan dengan disiplin mencari ide, konsep dan h. pendekatan yang dapat diadaptasi dan diaplikasikan dalam mencapai tujuan pe-rusahaan;Karyawan merekognisi upaya-upaya intelektual orang lain dan keinginan kuat orang i. lain untuk berbagi.

Nilai-nilai seperti di atas tentu tidak terjadi begitu saja, perlu upaya yang sistematis dan konsisten untuk membangun budaya knowledge sharing tersebut. Proses-proses pem-bangunan budaya knowledge sharing akan dijelaskan pada subbab berikut.

3.4. Membangun Budaya Sharing

Untuk suksesnya pembentukan budaya sharing sebagai inti dari KM, perusahaan harus melakukan inisiatif-inisiatif sebagai berikut:

Memaksimalkan peranan kepemimpinanan berupa keterlibatan langsung, pemberian dukungan dan advokasi.

Page 60: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

43 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

Membangun iklim kepercayaan dan keterbukaan Memampukan anggota organisasi untuk mengidentifikasi know-ledge eksisting di dalam organisasiMempromosikan knowledge sharing dan kolaborasiMenghargai knowledge, pembelajaran dan inovasiMembangun struktur organisasi yang adaptifMengeksekusi proses transformasi dengan sistematis dan kon-sisten.

3.4.1. Memaksimalkan Peran Kepemimpinan

Keterlibatan langsung para leader dalam memimpin implementasi KM merupakan syarat utama dan bersifat mandatory. Meng im ple-men tasikan KM artinya mengimplementasikan perubahan, yaitu me lalui pembangunan tradisi knowledge sharing dan tradisi be lajar yang melibatkan semua personil di dalam suatu organisasi. Pe ru-bahan yang efektif membutuhkan peran leader yang secara lang-sung memimpin perubahan, memberi keteladanan dan melakukan mo nitoring secara kontinu.

Para pemimpin organisasi tidak cukup hanya menyusun kebijakan dan membuat pernyataan-pernyataan tentang KM. Ketika kebijakan dan pernyataan dikumandangkan oleh pemimpin, maka mata dan te linga dari para anggota organisasi memonitor dan menunggu apa yang dilakukan oleh para pemimpin berkaitan dengan pernyataannya itu. Mereka melihat apakah ada konsistensi, atau hanya sekadar aksi se remonial yang sesudah seremoni berlangsung, segera ditinggalkan begitu saja dan berharap bahwa para karyawan akan jalan sendiri. Karyawan menunggu kesungguhan para pemimpin, sesudah ke-sungguhan kelihatan, maka para karyawan akan mengikutinya de-ngan antusias, karena mereka telah diyakinkan bahwa inisiatif KM merupakan inisiatif yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk me-ningkatkan kinerja, tidak hanya sekedar mengikuti mode manajemen tertentu.

Perusahaan yang telah sukses mengimplementasikan KM selalu mem banggakan partisipasi aktif dari para pemimpinnya. Robert H Buckman, CEO dari Buckman Labs, misalnya langsung memonitor par tisipasi karyawannya dalam knowledge sharing. Untuk karyawan yang belum aktif, maka Buckman mengirim notifikasi secara personal, de ngan menanyakan apakah para pasifis KM itu membutuhkan ban-tuan atau pelatihan dalam penggunaan KM Tool.

Selain partisipasi langsung, para pimpinan juga harus membuktikan ko mitmennya dengan mengalokasikan sumber daya yang ada dalam ken dalinya untuk membangun sistem dan menggerakkan para ang-gota organisasi untuk berpartisipasi aktif dalam proses-proses KM. Komitmen itu dapat diwujudkan dalam bentuk pengalokasian perso-nil yang dikhususkan sebagai pengelola knowledge, pengalokasian investasi untuk membangun infrastruktur KM dan juga yang tidak dapat digantikan oleh sumber daya lain, adalah personal devotion dari para pimpinan organisasi untuk menyediakan waktu untuk me-

”Mengimple-men tasikan KM

artinya mengimple-mentasikan perubahan,

yaitu melalui pem-

bangunan tradisi knowledge

sharing dan tradisi belajar

yang melibatkan semua personil di dalam suatu

organisasi”.

Page 61: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

44 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

monitor secara langsung semua inisiatif KM dan pendayagunaan alokasi sumber daya yang didedikasikan untuk inisiatif-inisiatif KM tersebut.

Khusus untuk implementasi KM yang masih dalam tahapan awal, pa ra pimpinan diharapkan memberikan advokasi yang memadai. Hal ini perlu, terutama untuk menjaga agar serangan-serangan da-ri pihak-pihak yang skeptis serta munculnya pengabaian inisiatif KM yang mungkin berkembang di internal perusahaan, tidak sam-pai menghambat implementasi KM itu sendiri. Sering terjadi, se-bagian besar energi para pengembang KM tersedot untuk meng-hadapi serangan atau sinisme dari pihak-pihak skeptis yang meng-anggap KM hanya sebagai ”mainan baru” dari manajemen atau pe-ngembangnya.

Namun hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah jika sikap ignoran berkembang di kalangan pimpinan senior perusahaan, mereka ti-dak bicara atau protes tetapi menganggap KM itu tidak ada, untuk membuka forum online pun tidak mau apalagi untuk sharing. Fungsi advokasi dari pimpinan dibutuhkan di sini untuk memberikan pem-be laan yang objektif dan memotivasi para inisiator atau change a gent -nya untuk tetap semangat dan tidak sampai frustrasi.

3.4.2. Membangun Kepercayaan (Trust) dan Keterbukaan

Trust is the bandwidth for culture initiatives and sharing (Carol K.Goman)

Fondasi budaya untuk sharing adalah trust, yaitu saling percaya an-tara karyawan dengan perusahaan, atau antara karyawan dengan kar-yawan lainnya. Karyawan harus percaya bahwa bila mereka membagi apa yang diketahuinya maka hal itu tidak berdampak negatif bagi dirinya, melainkan berdampak positif. Karyawan juga harus percaya bahwa ide dan masukannya terhadap perusahaan bagaimanapun ju ga kualitasnya adalah mendapat penghargaan bukan celaan atau ce moohan. Perusahaan juga sampai tingkat tertentu harus toleran ter hadap berbagai kegagalan yang mungkin terjadi.

Salah satu definisi dari trust menurut kamus Webster adalah ”to rely on truthfulness or accuracy of...” yang berarti bersandar pada atau mengandalkan kebenaran atau ketepatan dari seseorang atau se suatu. Newell, et.al (2002) menyatakan bahwa trust menyangkut dua isu utama. Pertama, trust berurusan dengan risiko dan ke-tidakpastian. Kedua, trust bicara tentang menerima kerawanan.

Ford (2001) mengklasifikasi trust ke dalam 4 (empat) tingkatan:Interpersonal trust1. Group trust2. Organizational trust3. Institutional trust4.

”Yang tidak dapat digantikan

oleh sumber daya lain

adalah personal devotion dari

para pimpinan organisasi untuk

menyediakan waktu untuk memonitor

secara langsung semua inisiatif

KM”

Page 62: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

45 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

Interpersonal trust merupakan kesediaan seseorang untuk mem-bukakan vulnerability-nya kepada orang lain yang perilakunya tidak dapat dia kendalikan. Ketika seseorang percaya kepada kita, maka orang tersebut sangat mudah kita serang, kita sudutkan atau kita kri tisi.

Sementara itu, group trust merupakan kesediaan seseorang untuk membukakan kelemahannya terhadap tindakan dari sebuah grup.

Organisational trust mengacu kepada kepercayaan karyawan ter-hadap tujuan dan pimpinan perusahaan, dan bermuara pada ke-yakinan bahwa tindakan perusahaan akan menguntungkan bagi kar yawan.

Institutional trust adalah perasaan percaya ke dan aman dalam lem-baga, percaya bahwa hukum, kebijakan, regulasi adalah melindungi hak-hak individu.

Trust merupakan fondasi dari berbagai proses di dalam KM. Tanpa trust tidak ada komunikasi yang efektif, pihak penerima tidak mem-percayai knowledge yang diberikan oleh rekannya, sementara orang yang membagikan knowledge juga tidak yakin bahwa knowledge yang diberikannya itu akan digunakan penerimanya dengan se-mestinya dan tidak akan disalahgunakan. Tanpa trust maka pene-rima know ledge juga harus melakukan validasi dan pemeriksaan ulang terhadap knowledge yang diterimanya. Ini merupakan suatu tindakan yang sulit dilakukan di zaman yang semakin menuntut kecepatan ini.

Saling percaya antar anggota organisasi juga dapat dilihat jika kar-yawan sudah membagikan pengetahuan dan keterampilannya yang terbaik untuk dimiliki dan dikuasai oleh karyawan lainnya. Sehingga tidak hanya sekadar sharing informasi atau sharing pengetahuan yang tidak lagi dibutuhkannya. Untuk membangun trust, mereka yang berbagi harus mendapat respek bukannya justru ditelikung dengan bertindak seolah-olah pengetahuan itu milik, ditemukan atau dipikirkan sendiri oleh penerima knowledge. Penerima pe-ngetahuan juga harus percaya bahwa apa yang dibagi oleh rekan-rekannya merupakan pengetahuan yang dibutuhkannya dan dia juga harus mempelajarinya dan memanfaatkannya untuk berinovasi atau menciptakan pengetahuan baru.

Trust tidak dapat dibangun dengan seketika, trust dihasilkan melalui interaksi dan pergaulan informal antar personil, dan tindakan yang konsisten antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Semakin lebar deviasi antara statement leader de ngan tindakan nyata, se makin bertumbuh distrust di kalangan anggota organisasi.

Dovey (2009) menyatakan ada empat building block dalam mem-bangun trust, yaitu:

Pertama, mengidentifikasi pemangku kepentingan dan men-•dapatkan konsensus dalam isu-isu utama seperti: misi, visi dan nilai-nilai.

“Semakin lebar deviasi antara

statement leader dengan tindakan nyata, semakin

bertumbuh distrust di kalangan anggota

organisasi”.

Page 63: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

46 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Kedua, menghormati orang lain. Dilakukan dengan menanggalkan superioritas, ego, •dan kebanggaan yang berlebihan.Ketiga, menghormati komitmen. Menaati aturan yang sudah disepakati bersama.•Keempat, memaafkan dan melakukan rekonsiliasi. Memperbarui hubungan dengan ang-•gota organisasi lainnya, termasuk dengan karyawan yang sudah mendapatkan hukuman karena fraud dan pelanggaran lainnya.

Faktor lain yang juga terkait dengan trust adalah keterbukaan. Untuk implementasi KM di Indonesia hal ini dapat menjadi masalah yang sulit diatasi, karena menyangkut budaya kita yang agak tertutup, bukan saja menutup-nutupi hal yang salah, tetapi juga menutup-nutupi pe ngetahuan atau keunggulan yang dimiliki. Orang yang terlalu terbuka mengemukakan ide di forum-forum tatap muka kadang dianggap sebagai ancaman atau dinilai sok pintar atau menggurui. Penilaian dan interpretasi yang keliru seperti ini sebaiknya dihindari.

Untuk mengatasi budaya yang cenderung tertutup itu metode brainstorming tradisional mung kin tidak cukup, karena salah satu kelemahan metode ini adalah kurang membuka kesempatan bagi personil yang introvert yang justru potensial memberikan ide dan pe-mikiran yang luar biasa. Saat ini sudah berkembang metode baru dalam menggali ide untuk menyelesaiakan masalah, yaitu interactive knowledge café. Kekuatan dari metode ini adalah suasananya yang santai dan informal (seperti dalam suasana di café), metode ini juga menekankan diversity of ideas, dengan membagi peserta dalam kelompok-kelompok yang kecil (3-5 orang) atau setara dengan satu meja dalam café. Untuk memahami teknis pelaksanaannya pembaca dapat mengunjungi situs http://www.gurteen.com atau http://www.theworldcafe.com.

3.4.3. Memampukan Organisasi Mengidentifikasi Knowledge Eksisting Internal

Selama ini fokus dari knowledge sharing adalah berbagi praktek-praktek terbaik, sehingga know ledge sharing sering lebih ditujukan untuk menutup adanya performance gap. Akibat dari fokus yang sempit ini maka orang-orang yang terlibat dalam knowledge sharing lebih sering melihat keluar daripada ke dalam organisasinya sendiri dalam mencari knowledge. Sehingga tidak jarang terjadi anggota organisasi tidak menyadari bahwa mereka juga me-miliki pengetahuan yang melimpah dalam berbagai jenis. CEO HP (Hewlett-Packard) me-nyadari hal ini, sehingga dia mengungkapkan suatu keluhan yang terkenal: “If only HP knew what HP knows”. Ungkapan bernada penyesalan ini muncul karena manajemen HP me nyadari betapa banyak hal yang dapat dicapai seandainya HP mampu secara maksimal mengidentifikasi dan memanfaatkan semua pengetahuan yang dimilikinya.

Tersedianya knowledge merupakan syarat mutlak terjadinya proses knowledge sharing. Christensen (2007) mengidentifikasi ada 4 (empat) jenis pengetahuan yang yang tersedia dalam suatu organisasi yaitu:

Professional knowledge•Coordinating knowledge•Object-based knowledge•Know -who•

Penjelasan tentang definisi dari setiap jenis knowledge ini dapat dilihat pada Bab II buku ini.

Page 64: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

47 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

3.4.4. Mempromosikan Knowledge Sharing dan Kolaborasi

Pengembangan knowledge sharing dapat dikembangkan berdasarkan kerangka seperti pada Gambar 3.2, di mana pengembangan know-ledge sharing harus mempertimbangkan elemen-elemen atau sti-mulan utama dari knowledge sharing seperti peserta, kontributor, me dia, dan tersedianya orang yang memfasilitasi knowledge sharing itu sendiri. Semua stimulan ini diintegrasikan oleh trust.

Untuk menumbuhkan gairah sharing, tim KM dapat memberikan in-sentif kepada para kontributor dan pengguna. Berbagai penelitian me negaskan bahwa reward merupakan sesuatu yang diperlukan untuk menggalakkan proses sharing. Reward itu dapat berupa re-ward yang eksplisit berupa penghargaan langsung yang bersifat financial dan non financial (misalnya voucher berupa pembelian buku di toko buku).

Namun ada reward yang bersifat implisit yang menjadi pendorong bahkan menjadi prasyarat untuk sharing, yaitu rasa aman. Orang yang sudah membagikan skill dan knowledge yang dimilikinya harus dijamin keamanannya oleh perusahaan. Tanpa ada rasa aman maka mustahil ada sharing yang optimal Kalau mungkin dilakukan penelitian terhadap perusahaan yang sedang melakukan downsizing kemungkinan besar karyawannya akan melakukan knowledge hoarding (menjaga skill dan knowledgenya untuk dikuasai secara eksklusif) agar knowledge yang dimilikinya tidak dikuasai oleh orang lain sehingga dia akan luput dari kemungkinan pemutusan hubungan kerja.

Stimulan sharing selanjutnya adalah penyediaan fasilitator yang berfungsi memfasilitasi proses sharing. Fasilitator inilah yang menggerakkan interaksi antar anggota organisasi. Dia yang menghubungi kontributor, mengundang peserta, mengelola pem-berian reward, dan mengelola media. Fasilitator juga yang mencari knowledge atau solusi yang dibutuhkan jika solusi itu belum di-hasilkan oleh forum sharing yang ada. Upaya ini dapat dia lakukan de ngan menghubungi expert, atau bahkan menyampaikannya ke-pada manajemen jika dibutuhkan.

Fasilitator perlu dilatih sedemikian rupa, sehingga dapat meng-hidupkan proses sharing. Karena di samping harus memiliki pe-ngetahuan dan wawasan yang memadai, dia juga harus dapat me-motivasi dan menggerakkan orang untuk melakukan proses know-ledge sharing.

Elemen selanjutnya yang menjadi stimulan budaya sharing adalah tersedianya media (atau Nonaka menyebutnya Ba) dan metode sharing. Media yang bervariasi perlu dimanfaatkan, baik itu yang ber sifat online (virtual Ba) maupun yang bersifat tatap muka. Media yang disediakan untuk sharing ini sedapat mungkin mengakomodir ber bagai latar belakang dan perbedaan minat yang ada di kalangan kar yawan. Hal ini perlu agar karyawan dapat lebih menikmati ber-

“Ada reward yang bersifat implisit yang menjadi pendorong

bahkan menjadi prasyarat untuk sharing, yaitu

rasa aman. Orang yang sudah

membagikan skill dan knowledge yang dimilikinya harus dijamin keamanannya

oleh perusahaan. Tanpa ada rasa

aman maka mustahil ada sharing yang

optimal”.

Page 65: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

48 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

bagai media atau forum yang ada.

Selain media, adalah metode knowledge sharing. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh da lam melakukan knowledge sharing. Metode itu dapat bersifat formal misalnya melalui seminar, konferensi, game dan rapat. Namun demi menghindari kekakuan dan kebosanan, metode-metode yang berbentuk komunikasi informal perlu lebih ditekankan, misalnya sto-ry telling, tanya jawab dengan pakar atau pemimpin puncak perusahaan.

Seperti terlihat pada gambar, maka elemen selanjutnya yang menjadi pengikat stimulan-stimulan lainnya adalah trust. Tanpa trust, sulit mendorong orang untuk aktif melakukan knowledge sharing dan perlu upaya ekstra untuk mengajak orang menjadi peserta dalam suatu forum knowledge sharing. Trust membuat para kontributor dapat membagikan pe-ngetahuan terbaiknya dan yakin bahwa tindakannya itu tidak luput dari pandangan ma-najemen perusahaan. Trust akan meyakinkan para peserta bahwa pengetahuan yang di-peroleh dari para kontributor merupakan knowledge yang sangat dibutuhkannya dan me-rupakan knowledge yang berkualitas.

Perlu waktu dan upaya-upaya yang sistematis untuk membangun trust. Upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah menyediakan kesempatan seluas mungkin bagi karyawan untuk ber interaksi dan berkomunikasi. Para peserta perlu diyakinkan akan integritas pengelolaan pengetahuan, misalnya perlu dibuktikan dan ditunjukkan kepada para peserta bahwa know-ledge yang mereka bagikan dimanfaatkan dengan semestinya dan mereka direkognisi me-la lui pemanfaatan pengetahuan itu.

Walaupun tidak muncul dalam Gambar 3.2., sekali lagi perlu ditekankan kembali peran pa-ra top manajemen dalam knowledge sharing. Top manajemen mulai dari anggota dewan direksi, para asistennya dan para kepala divisi dan pemangku posisi puncak lainnya merupakan penentu suksesnya suatu proses knowledge sharing. Di samping dalam rangka memberi keteladanan, menunjukkan kesungguhan dan konsistensi, knowledge perusahaan sebenarnya terakumulasi di dalam posisi-posisi yang mereka duduki. Pemegang posisi-posisi ini juga yang paling tahu apa yang sedang terjadi dalam perusahaan, mau dibawa ke mana perusahaan dan apa yang harus dilakukan. Jika pemangku posisi puncak dapat

Gambar 3.2. Stimulan Utama Penggerak Knowledge Sharing

Page 66: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

49 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

berkolaborasi secara aktif maka perusahaan akan dapat memobilisasi seluruh karyawan dalam setiap tingkatan untuk bergerak menuju tujuan yang akan dicapai dengan cara yang efektif.

Pengelola KM tidak mungkin menunggu adanya perubahan struktur organisasi yang le bih landai dan berbasis pada tim. Pengelola KM dapat menempuh jalan praktis dengan mem-fasilitasi pembentukan dan pengoperasian Community of Practice (CoP). Berbagai kebijakan dapat ditempuh untuk mengembangkan dan meningkatkan legitimasi CoP, misalnya de-ngan memberi akses kepada CoP untuk menyampaikan rekomendasinya kepada dewan direksi atau memberi penugasan-penugasan khusus kepada CoP untuk menangani proyek tertentu.

3.4.5. Perusahaan Menghargai Knowledge.

Perusahaan yang apresiatif terhadap knowledge adalah perusahaan yang menghargai proses-proses yang terjadi dalam KM. Artinya perusahaan memberi apresiasi yang tinggi terhadap proses knowledge creation, serta menghargai proses kreatif dan kreativitas itu sendiri. Proses penghargaan ini dapat dilakukan melalui penciptaan sistem dan prosedur yang apresiatif terhadap inovasi dan proses pembelajaran baik formal maupun informal. Di berbagai perusahaan membaca berbagai literatur sering dianggap sebagai bukan bekerja, akhirnya karyawan menyediakan waktu untuk membaca di luar jam kantor. Dampaknya adalah pengetahuan yang diperoleh dan kreativitas yang dihasilkannya sering tidak sesuai de ngan kebutuhan perusahaan.

Proses lain yang dapat menjadi objek apresiasi perusahaan adalah proses sharing. Harus ada jaminan bahwa seseorang yang membagi pengetahuannya tidak akan mengalami ke rugian, misalnya loss of status, tetapi justru mendapat keuntungan atau memperoleh apresiasi. Ketakutan untuk share merupakan salah satu kendala implementasi KM yang sa ngat klasik.

Menyediakan media yang variatif untuk knowledge acquisition/learning dan knowledge sharing merupakan salah satu cara yang efektif dalam menumbuhkan budaya belajar dan budaya sharing. PT. Unilever yang merupakan salah satu pemenang MAKE (Most Admired Knowledge Entreprise) untuk tingkat Asia tahun 2009, terbukti dinilai sukses menggerakkan budaya learning dan sharing di kalangan karyawannya. Perusahaan ini menyediakan media yang sangat variatif untuk menyuburkan budaya sharing dan learning di internal perusahaannya, baik yang bersifat online maupun yang bersifat tatap muka.

3.4.6. Perusahaan Memiliki Struktur Organisasi yang Suportif

Saat ini masih banyak organisasi yang mempertahankan struktur yang hirarkis. Struktur hirarkis sebenarnya tidak begitu mendukung implementasi knowledge sharing yang menekankan distribusi knowledge yang mengalir secara flat menuju titik atau personil yang membutuhkannya tanpa mengenal posisi dan struktur jabatan. Struktur hirarkis apalagi jika terdiri atas tingkatan yang cukup banyak akan memperlambat aliran knowledge kepada karyawan yang membutuhkan. Misalnya informasi tentang persoalan yang dihadapi front liner dengan pelanggan, akan mengalir melalui berbagai tingkatan dan sesudah so lusi ditetapkan maka solusi ini akan turun lagi secara bertahap pada front liner, dan ketika sampai pada front liner ternyata solusi itu tidak relevan lagi, karena out of date atau pelanggannya sudah sempat beralih ke provider yang lain.

Page 67: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

50 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Struktur organisasi yang hirarkis dan birokratis tidak lagi relevan dalam menangani semakin rumitnya persoalan yang dihadapi oleh perusahaan dari hari ke hari serta semakin kompleks dan berlimpahnya informasi yang harus diinterpretasi oleh para manajemen suatu organisasi. Informasi yang kompleks dan overload membutuhkan interpretasi yang ko-laboratif yang hanya dapat didukung oleh bentuk organisasi yang cair misalnya berbentuk network atau flat. Interpretasi tunggal dari pemegang posisi pada organisasi yang hirarkis di samping membutuhkan proses yang lebih lama, juga cenderung akan salah atau paling tidak kurang relevan dengan kebutuhan pelanggannya.

3.4.7. Mengeksekusi Proses Transformasi

Impelementasi KM pada hakikatnya membutuhkan manajemen perubahan khususnya untuk mengawal dan memastikan tercipta dan terpeliharanya nilai, belief dan tradisi baru yang mendukung berjalannya proses-proses KM secara efektif. Ada beberapa metode transformasi atau manajemen perubahan yang populer, seperti kerangka manajemen perubahan Burke-Litwin atau Metode 7S Mc Kinsey. Kedua metode ini memberikan kerangka yang (untuk se-mentara ini) paling lengkap, khususnya untuk memastikan adanya keselarasan dan sinergi antar semua elemen dari organisasi yang melakukan perubahan atau transformasi.

Model Burke-Litwin seperti pada Gambar 3.3.

Perubahan membutuhkan proses yang rumit dan upaya yang kuat, intens dan konsisten. Sehingga perubahan membutuhkan perencanaan yang solid. Ketika perusahaan ingin melakukan perubahan, maka proses perencanaannya sering melibatkan elemen-elemen organisasional yang memiliki relasi satu sama lain, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3. Sehingga kegagalan dalam menangani salah satu elemen dapat membawa kegagalan me-nyeluruh dari proses perubahan itu sendiri.

Gambar 3.3. Model Perubahan Organisasi Burke-Litwin (1992)

Page 68: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

51 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

Dalam model perubahan yang disusun oleh Burke dan Litwin, mereka membedakan antara fak tor transformasional (Mission & Strategy, Leadership, dan Organizational Culture) dan faktor transaksional (Task Requirements, Individual Skill & Ability, Motivation, dan Individual Needs & Values). Proses perubahan itu terjadi dengan tahapan sebagai berikut:

Perubahan transformasional terjadi sebagai respons terhadap lingkungan eksternal •(misalnya adanya kesadaran untuk meningkatkan daya saing melalui penerapan KM), yang secara langsung akan mempengaruhi misi, strategi, kepemimpinan dan budaya organisasi.

Selanjutnya, perubahan transformasional ini akan mempengaruhi faktor-faktor tran-•saksional yaitu struktur, sistem, praktek manajemen dan iklim kerja.

Faktor transformasional dan transaksional ini selanjutnya secara bersama-sama mem-•pengaruhi motivasi, yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja organisasi.

Kemudian kinerja organisasi akan memberikan umpan balik ke lingkungan eksternal.•

Sementara itu, untuk memastikan efektivitas eksekusi perubahan dapat digunakan model 7S dari Mc Kinsey seperti pada Gambar 3.4.

Kerangka 7S dari Mc Kinsey adalah sebuah model manajemen yang menjelaskan tujuh faktor yang digunakan dalam mengorganisasikan sebuah perusahaan dengan cara yang menyeluruh dan efektif. Secara bersama-sama ketujuh faktor ini menentukan bagaimana se-buah korporasi beroperasi. Manajemen harus mempertimbangkan ketujuh faktor ini untuk memastikan keberhasilan implementasi suatu strategi. Ketujuh faktor ini saling memiliki ketergantungan, sehingga jika salah satu faktor tidak diperhatikan dan gagal maka akan mempengaruhi faktor lainnya. Tingkat kepentingan dari masing-masing faktor mungkin berubah sesuai dengan kondisi dan perjalanan waktu.

Makna dari 7S adalah sebagai berikut:

Shared Values• (juga disebut Superordinate Goals), merupakan pusat interkoneksi dari model ini. Shared Values adalah nilai-nilai dan ide apa yang ingin ditegakkan suatu organisasi atau apa yang diyakini suatu organisasi. Strategy• adalah rencana pengalokasian sumber daya perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya.Structure• adalah cara di mana unit-unit organisasi berelasi satu sama lain: sentralisasi,

Gambar 3.4. Kerangka 7S Mc Kinsey

Page 69: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

52 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

divisi fungsional, desentralisasi, matriks, network, holding dan lain-lain.Systems• adalah prosedur, proses, rutinitas yang memberi karakter tentang bagaimana suatu pekerjaan sebaiknya dilaksanakan, yaitu berupa sistem keuangan, sistem rekrut, promosi dan penilaian kinerja; sistem informasi.

Staff • menyangkut jumlah dan jenis-jenis personil di dalam organisasi.

Style• menyangkut gaya budaya organisasi dan bagaimana perilaku manajer kunci dalam upayanya mencapai tujuan organisasi.

Skills• adalah kapabilitas distingtif dari personil atau organisasi secara keseluruhan.

3.5. Budaya Sharing di GE

Bicara transformasi perusahaan, kita mungkin teringat kepada Jack Welch yang berhasil melakukan transformasi budaya perusahaan di General Electric (GE) pada dua dekade ke-pemimpinannya. Jack Welch berhasil membawa GE dari perusahaan manufaktur yang mapan tetapi cenderung stagnan menjadi perusahaan besar dalam bidang produk dan layanannya yang sangat berpengaruh dan paling kompetitif di dunia. Welch berhasil melakukan di-ferensiasi melalui speed, boundarylessness dan fleksibilitas. Dalam kepemimpinannya, jika suatu unit bisnis tidak dapat menjadi no 1 atau no 2 dalam area bisnisnya, maka unit bisnis tersebut akan diperbaiki, dijual atau ditutup.

Namun pada dasarnya perhatian Jack Welch dalam proses transformasi yang dilakukannya adalah manusia. Warisan Welch yang terbesar adalah kemampuannya mengubah GE menjadi sebuah leader machine, sehingga jika Welch ditanya tentang apa yang menjadi prestasi terbesarnya selama lebih dari 20 tahun dalam memimpin GE, maka dia mungkin tidak akan membangga-banggakan pertumbuhan, keuntungan atau nilai kapitalisasi pasar dari GE, tetapi dia akan menunjukkan pemimpin-pemimpin yang dia rekrut, didik, dan besarkan.

Dalam buku yang ditulis oleh Jeffrey A. Krames yang berjudul The Welch Way: 24 Lessons from the World’s Greatest CEO (2002), diuraikan 24 prinsip perubahan yang dilakukan Jack Welch. Walaupun tidak secara eksplisit didemonstrasikan dalam proses transformasinya, Jack Welch sangat memperhatikan knowledge atau prinsip-prinsip knowledge management di dalam proses transformasi yang dilakukannya. Untuk itu disarikan beberapa pelajaran yang dapat diambil dari buku tersebut yang menurut penulis paling relevan dengan im-plementasi KM.

Salah satu budaya lama yang berhasil dihilangkan Jack Welch, adalah cara GE yang sudah tidak relevan dalam menghargai inovasi atau ide. Dalam cara GE yang lama, hanya ide-ide yang muncul dari internal perusahaan yang dinilai berharga, GE sering mengabaikan ide-ide yang muncul dari luar perusahaan. Mentalitas NIH (Not Invented Here) begitu kuat di GE, padahal mentalitas tersebut merupakan salah satu penghambat potensial dari implementasi KM yang juga ditemukan di berbagai perusahaan. Jack Welch berhasil menghilangkan NIH dan justru mendorong agar semua pekerja belajar dan menyambut ide-ide terbaik dari si-apa pun atau dari mana pun. Pelajaran kedua, Jack Welch lebih menghargai ide-ide daripada atribut jabatan atau posisi seseorang. Dalam budaya lama GE, atribut orang yang mengeluarkan ide-ide lebih diperhatikan dari pada kualitas dari ide tersebut. Untuk menghilangkan budaya lama ini, Jack Welch mendorong semua pekerja untuk menyampaikan ide-idenya, dan dia tidak merasa bahwa hanya orang-orang tertentu yang memiliki monopoli atas ide-ide yang terbaik.

Page 70: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

53 PEMBENTUKAN BUDAYA KNOWLEDGE SHARING |

Pelajaran ketiga, Jack Welch berusaha menciptakan suasana yang kondusif untuk munculnya ide-ide terbaik dengan mengurangi formalitas di GE. Jack Welch mencanangkan bahwa GE adalah arena informal, tidak seorang pun yang memanggilnya Mr. Welch, tetapi cukup “Jack”. Pemakaian dasi dan pakaian seragam pun diminimalkan. Suasana ini membuat pe-kerja dapat dengan lebih rileks dan berani dalam mengemukakan ide-idenya dan juga da-lam mendiskusikan berbagai isu dengan pimpinan atau rekan kerjanya.

Pelajaran keempat adalah “make intellect rule”. Pada sebagian besar perusahaan, yang me-ngatur adalah manajer, sedangkan pekerja hanya mendengar dan melakukan apa yang di-katakan manajer. Kondisi ini mengasumsikan seolah-olah hanya manajer yang memiliki ide-ide yang baik. Jack Welch mengubah tradisi yang buruk ini, dia berpendapat bahwa bisnis adalah menyangkut bagaimana meng-capture intelek atau knowledge. Semakin banyak orang seharusnya membuat semakin banyak ide, maka harus dipastikan bahwa organisasi mem beri suasana yang kondusif bagi semua pekerja untuk dapat mengartikulasikan semua idenya dengan bebas.

Jack Welch juga mengubah perusahaannya menjadi learning organization di mana ide-ide dan intelek lebih berperan daripada hirarki. Untuk itu di dalam perusahaan semua pekerja diberi akses kepada informasi-informasi penting dan mereka didorong untuk menghasilkan ide-ide dan peluang-peluang baru serta solusi-solusi yang kreatif terhadap masalah-masalah atau isu-isu yang sedang dihadapi perusahaan.

Selanjutnya untuk mempraktekkan learning organization, Jack Welch mendorong langkah-langkah sebagai berikut:

Mendorong pekerjanya untuk menyisihkan satu jam per minggu mempelajari apa yang sedang dilakukan oleh kompetitor melalui situs web, katalog produk atau iklan-iklan dari para kompetitor. Memberikan reward kepada ide-ide terbaik. Menjadikan pelatihan dan learning sebagai bagian integral dari perusahaan. GE juga mendorong pekerjanya untuk mengikuti pendidikan lanjut atau kursus-kursus di universitas-universitas setempat.

Jika Robert Buckman memberi keteladanan melalui keterlibatannya yang intens dalam proses-proses KM, maka Jack Welch berhasil menyuntikkan energi dan inspirasi bagi se-luruh anggota organisasi yang dipimpinnya dalam menghargai ide, pengetahuan, dan pembelajaran. Sebagai akibatnya, ide-ide dan pengetahuan mengalir dengan lancar seperti darah yang membuat perusahaan itu dapat bertahan dan memiliki keunggulan kompetitif.

Referensi

Al-Alawi, Adel. I., Al-Marzooqi, N. Y. and Mohammed, Y. F., “Organizational culture and 1. knowledge sharing: critical success factors”, Journal of Knowledge Management, Vol. 11, No. 2, 2007, pp 22-42.Buckman, R.H., 2. Building a Knowledge-Driven Organization, Mc.Graw Hill, 2004.Burke-Litwin Model dan 7S Mc Kinsey http://www.12manage.com, retrieved February, 3. 2009.Christensen, Peter Holdt , “ Knowledge sharing: moving away from the obsession with 4. best practices”, Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 1, 2007 pp 36-47.Davenport, T.H., and Prusak, L., 5. Working Knowledge, Harvard Business School Press, 1998.

Page 71: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

54 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Dovey, Ken , “The role of trust in innovation”, 6. Journal of The Learning Organization, Vol. 16 No. 4, 2009, pp. 311-325. Ford, D., “Trust and Knowledge Management: The Seeds of Success”, Kingston: Queen’s 7. KBE Centre for Knowledge-Based Enterprises, Working Paper 01-08, 2001.Galbraith, J.R., Downey, D., dan Kates, A., 8. Designing Dynamic Organizations, AMACOM, 2002.Gupta, A.K. and Govindarajan, V. (2000), ‘‘Knowledge management social dimension: 9. lessons from Nucor Steel’’, Sloan Management Review, Vol. 42 No. 1, pp. 71-81.

Hardy, Barry. & Connect, Douglas. (2008). Collaboration, culture and Technology: 10. Contributions to confidence in leadership support. KMReview, Vol 10 Issues 6, 18-23.Heerwagen, J., Kampschroer, K., Powell, K., Loftness, V., “Collaborative Knowledge Work 11. Environment”, Building Research and Information, 2004, 32 (6): 510-528.Krames, J.A., 12. The Welch Way, Mc Graw Hill, 2002.Marouf, Laila Naif , “Social networks and knowledge sharing in organizations: a case 13. study”, Journal of Knowledge Management, Vol. 11 No. 6, 2007, pp. 110-125. Nonaka, I., dan Takeuchi, H., 14. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation, New York: Oxford University Press, 1995.Park, H., Ribiere, V. and Schulte, W., ‘‘Critical attributes of organizational culture that 15. promote knowledge management implementation success’’, Journal of Knowledge Management, Vol. 8 No. 3,pp. 106-17, 2004.Raskov, Vasily E., “Knowledge Creation and Knowledge Sharing: Synergy or Discrepancy?”, 16. Desember ACKMIDS, Melbourne, 2007. Remus, U. and Schub, S., “A Blueprint for the Implementation of Process-oriented 17. Knowledge Management”, Knowledge and Process Management, Vol.10 Number 4, pp.237-253, 2003. Ribiere, V.M., “Building a Knowledge-Centered Culture: A Matter of Trust”, Chapter 5 in 18. Stankosky, M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.Ridderstrale, J., Wilcox, M., 19. Re-energizing The Corporation, Chichester: John Wiley & Sons, 2008.Sieloff, Charles G., “20. “If only HP knew what HP knows”: the roots of Knowledge management at Hewlett-Packard’’, Journal of Knowledge Management, Vol. 3 No. 1, pp. 47-53, 1999.Telkom, P.T., 21. Keputusan Direktur HCGA Tentang Knowledge Sharing, Bandung, 2007.The World Café Community, 22. Café to Go: A Quick Reference Guide for Putting Conversation to Work, Whole Systems Associates, 2002Tobing, Paul, 23. Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Graha Ilmu, 2007.Voelpel, Sven C. and Han, Zheng, “Managing knowledge sharing in China: the case of 24. Siemens ShareNet”, Journal of Knowledge Management, Vol. 9 No. 3, 2005, pp. 51-63.

Page 72: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB IV

KNOWLEDGE SHARING BERBASIS

KOMUNITAS PRAKTISI

“Collaboration equals innovation.” Michael Dell

Komunitas merupakan kumpulan orang yang memiliki kesamaan minat, kepentingan dan tu juan, yang berinteraksi, berkomunikasi dan berkolaborasi secara intensif. Komunitas da-pat menjadi basis sosial knowledge sharing yang lebih efektif karena suasana dan ko-munikasi yang lebih cair serta penggunaan “bahasa” yang sama. Selain itu, pengenalan dan hubungan antar personil yang lebih dalam pada umumnya eksis di dalam berbagai komunitas. Kualitas relasi personil yang lebih dalam ini merupakan media yang baik untuk ter jadinya aliran pengetahuan (knowledge flow) yang lebih efektif. Komunitas khususnya komunitas praktisi (Community of Practice/CoP) telah menjadi inti strategi KM dari berbagai perusahaan global.

4.1. Pengertian Komunitas Praktisi (CoP)

Untuk mendefinisikan CoP, adalah sangat tepat kalau kita mengutip untaian kata-kata dari Etienne Wenger yang merupakan ahli terkemuka yang menekuni CoP ini.

Communities of practice (CoP) are a specific kind of community. They are focused on a do-main of knowledge and over time accumulate expertise in this domain. They develop their shared practice by interacting around problems, solutions, and insights, and building a com mon store of knowledge.

Elemen COPBerdasarkan definisi dari CoP di atas terdapat beberapa karakteristik yang membedakan CoP dengan komunitas-komunitas lain pada umumnya. Berikut adalah beberapa karakteristik tersebut:

Domain:•Yang dimaksud dengan domain adalah area pengetahuan yang mengumpulkan dan

Page 73: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

56 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

mengikat komunitas, menjadi identitas serta merupakan ba-han pembahasan utama. CoP bukan sekadar jaringan antar pri-badi. Identitas yang membedakannya bukan hanya dari tugas atau pekerjaan yang harus dikerjakan sebuah tim, tetapi oleh se buah “area” dari pengetahuan yang perlu untuk digali dan di kembangkan. Area pengetahuan ini bukan berarti disiplin tunggal tetapi dapat berupa area pengetahuan yang dibentuk oleh berbagai disiplin pengetahuan. Misalnya, area pengetahuan Audit Teknologi Informasi, dapat terdiri atas disiplin pengetahuan IT (perangkat lunak dan keras, sekuriti) dan disiplin pengetahuan tentang audit itu sendiri.

Komunitas:•Yang dimaksud dengan komunitas adalah sekelompok orang yang relevan dengan domain tertentu, yang mempunyai hu-bungan antara anggotanya serta mempunyai batas yang jelas an tara anggota dan orang luar. CoP bukan hanya website atau library, CoP melibatkan orang-orang yang saling berinteraksi dan membangun hubungan yang membantu untuk menceritakan per masalahan dan membagikan pengetahuan.

Practice• :Yang dimaksud dengan practice adalah perwujudan dari know-ledge, metode, tools, cerita, kasus, dokumen, yang di-share dan dikembangkan bersama. CoP mengumpulkan praktisi-praktisi yang sedang mengerjakan sesuatu. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka mendapatkan pengetahuan praktis pada domain masing-masing, yang memberi kelebihan dalam hal kemampuan untuk bertindak sebagai individu ataupun secara kolektif.

4.2. Manfaat CoP

Orang-orang yang telah bekerja dalam CoP percaya bahwa CoP meningkatkan level serta aliran pengetahuan dalam organisasi. Ha sil penelitian Fontaine dan Milien (2004) menyebutkan bahwa or ganisasi yang memiliki CoP dapat merasakan manfaatnya pada area-area tertentu, seperti berikut:

“Orang-orang yang telah

bekerja dalam CoP percaya bahwa CoP

meningkatkan level serta aliran

pengetahuan dalam

organisasi.”

Page 74: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

57 KNOWLEDGE SHARING BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

CoP juga dapat memberi manfaat kepada individu anggota komunitas, bagi komunitas itu sendiri dan bagi organisasi di mana CoP berada. Fontaine dan Milien melakukan penelitian me ngenai manfaat komunitas pada level individu, komunitas dan organisasi dengan me-lakukan survei terhadap 11 CoP. Mereka menanyakan apakah responden setuju bahwa CoP dapat memberikan manfaat. Tabel 4.1. menunjukkan hasil survei mereka.

Selain itu, CoP juga memberi manfaat jangka pendek dan jangka panjang bagi organisasi dan anggota komunitasnya seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Manfaat Jangka Panjang dan Jangka Pendek CoP bagi Anggota dan bagi Organisasi

(Sumber: Fontaine dan Milien, 2004)

Table 4.1. Manfaat terhadap level individu, organisasi dan komunitas

(Sumber: Fontaine dan Milien, 2004)

Page 75: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

58 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

4.3. CoP Life Cycle

Wenger (1998, dalam Ray, 2006) menjelaskan tahapan-tahapan berikut dalam siklus ke-hidupan suatu CoP:

Potential:1. pada tahapan ini, individu-individu menghadapi situasi yang mirip tetapi be-lum membentuk suatu shared practice.Coalescing:2. pada tahapan ini, para anggota telah berinteraksi dan sudah menemukan atau memunculkan sebuah titik temu dan potensinya. Maturing:3. CoP membuat standar-standar, mendefinisikan agenda, dan membangun hu bungan.Active:4. komunitas yang sudah terbentuk berada pada tahapan yang paling produktif. Pa ra anggota membangun shared practices. Dispersed:5. CoP tidak lagi aktif, lebih berfungsi sebagai sebuah knowledge repository.

Deepa Ray (2006) yang melihat CoP sebagai sebuah evolusi jaringan sosial, menggagas ta-hapan- tahapan siklus kehidupan CoP sebagai berikut:

Scattered:1. individu-individu sedang berusaha menyelesaikan masalah yang mirip dan sedang mencari informasi yang memiliki kesamaan. Informal Group:2. Seseorang yang memiliki kontak informal dapat membantu pe-nyelesaian masalah yang sedang ditangani. Interaksi berujung pada diperolehnya du-kungan informal dari berbagai kelompok, yang kemudian berubah menjadi semacam diskusi dan konsultasi.Community:3. Fokus dari grup informal menjadi semakin jelas ketika para anggota ber kumpul dengan tujuan yang sama untuk mendefinisikan fokus pengetahuan dari komunitas. Decline:4. Kematangan pengetahuan mengakibatkan ekspansi dari fokus pengetahuan sam pai ke batas maksimum. Pengetahuan tetap eksis, tetapi fokus pengetahuan telah dikembangkan secara penuh dan tidak ada lagi kemungkinan untuk penyempurnaan atau modifikasinya.Death:5. Fokus pengetahuan tidak lagi penting atau tidak lagi relevan bagi para anggotanya, ber akibat pada penurunan interaksi antar anggota yang kontinu. Harus dipahami bahwa kematian komunitas bukan berarti berakhirnya pengetahuan. Pengetahuan tetap eksis, te tapi komunitas yang mengembangkannya sudah berpindah misalnya ke komunitas yang lain.

Gongula dan Rizzuto (2001) mengembangkan suatu model evolusi dari komunitas, dan mem berikan tahapan perkembangan CoP sebagai berikut:

Potential:1. ketika komunitas sedang dalam proses pembentukan.Building:2. di mana komunitas mendefinisikan dirinya sendiriEngaged:3. di mana komunitas mengeksekusi dan menyempurnakan proses-prosesnya. Active:4. di mana komunitas memahami dan mendemonstrasikan berbagai manfaat dari KM. Adaptive:5. komunitas menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan daya saing.

Akhir dari Siklus CoP

CoP adalah sistem yang hidup dan selalu berubah, sehingga tidak bisa diharapkan eksis selamanya. Mengingat CoP merupakan bagian yang penting dalam strategi bisnis organisasi, sebaiknya tidak menghilang sebelum waktunya (prematur). Dengan mengetahui tahapan

Page 76: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

59 KNOWLEDGE SHARING BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

CoP yang akan mengalami transisi atau menghilang serta faktor-fak tor yang mempengaruhi, akan membantu anggota komunitas dan organisasi yang terkait untuk mengidentifikasi apakah sebuah ko munitas sedang terancam menghilang, sehingga mereka dapat me ngambil langkah-langkah lebih lanjut.

Berdasarkan penelitian terhadap 70 CoP di IBM Global Services Gongla dan Rizzuto (2001) mengatakan bahwa komunitas menghilang (mati) terjadi ketika jawaban terhadap pertanyaan berikut adalah “ti dak”:

Apakah komunitas masih memelihara kesatuan dan identitas •yang dikenal oleh dirinya sendiri dan organisasi yang lebih lu as ?Apakah komunitas masih menjalankan fungsi sebagai ko-•munitas yang diarahkan tujuan dan yang mengelola dirinya sen diri?

Penelitian tersebut juga menyimpulkan terdapat banyak cara meng-hilangnya sebuah komunitas, tetapi secara umum terdapat 4 pola menghilangnya komunitas:

Menghilang secara gradual (• drift into non-existence)Mendefinisikan ulang dirinya sendiri•Bergabung dengan komunitas lain•Menjadi unit organisasional•

Lalu terdapat faktor-faktor yang sering memicu hilangnya sebuah komunitas. Faktor-faktor ini bukan merupakan alasan atau pen-jelasan mengenai menghilangnya komunitas, tetapi lebih berupa perubahan yang terjadi yang memotivasi atau mempercepat proses tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah:

Perubahan organisasional•Perubahan domain pengetahuan•Perubahan kepemimpinan komunitas•

Terdapat kecenderungan baik dari sisi organisasi maupun anggota komunitas, untuk tidak menaruh perhatian pada isu transisi meng-hilangnya komunitas. Meskipun begitu, mengingat peran serta nilai yang dihasilkan oleh CoP untuk organisasi maupun anggotanya, sebaiknya investasi pada CoP tidak hanya sampai pembentukannya, te tapi juga sampai tahap transisi untuk menghindari menghilangnya CoP tersebut. Gongula dan Rizzuto (2001) menyusun 4 tahapan pen dekatan untuk komunitas yang mungkin akan menghilang:

Investigasi1. Melakukan pengecekan kesehatan komunitasa. Mereview hasil cek kesehatanb. Mengembangkan rangkaian tindakanc.

Mengambil keputusan2. Merencanakan3. Menerapkan4.

“Sebaiknya investasi pada

CoP tidak hanya sampai

pembentukannya, tetapi juga

sampai tahap transisi untuk menghindari

menghilangnya CoP tersebut”.

Page 77: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

60 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

4.4. Dari Chatting Menuju Community of Purpose

Ditinjau dari tingkat intensitas dan kedalaman kualitas informasi yang dipertukarkan, ada be berapa jenis kolaborasi, yaitu: Chatting, Community (Group) of Interest, Community of Prac tice, dan Community of Purpose. Hubungan antara keempat jenis kolaborasi berbasis ko munitas tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 4.2 berikut.

Chatting merupakan media yang sangat populer di internet di mana para anggota komunitas da pat melakukan percakapan ringan, di mana konten pembicaraan biasanya tidak terlalu fokus pada masalah tertentu. Sehingga lebih cenderung membangun hubungan antar per-sonal. Melalui chatting, anggota komunitas dapat saling mengenal dengan lebih dalam, sehingga dapat mengetahui minat atau interes seseorang. Ketika beberapa orang yang me-miliki minat yang sama membangun suatu komunitas, maka lahirlah Community of Interest, dalam komunitas ini pembicaraan sudah lebih mendalam, dan sudah membicarakan topik-topik tertentu yang tetapi masih dalam domain minat yang sama.

Komunitas yang lebih canggih berikutnya adalah Community of Practice, di mana dalam komunitas ini sudah terjadi pertukaran pengetahuan dan penerapannya. Misalnya bagaimana mengoperasikan aplikasi tertentu atau bagaimana menjual suatu produk kepada klien yang spesifik.

Ketika manajemen suatu perusahaan menetapkan suatu target tertentu yang harus dicapai oleh suatu komunitas, maka komunitas tersebut disebut Community of Purpose. Target tersebut misalnya, bagaimana mengatasi gangguan dengan waktu yang dua kali lebih cepat dari sebelumnya atau bagaimana meningkatkan penjualan produk tertentu sampai 150%. Community of Purpose ini biasanya dibentuk oleh manajemen dalam bentuk tim, satuan tugas, kelompok kerja, komite dan lain-lain.

Gambar 4.2. Beberapa Jenis Komunitas

Page 78: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

61 KNOWLEDGE SHARING BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

4.5. Perbedaan antara CoP dan Grup Lain di dalam Organisasi

Ada berbagai jenis dan nama pengelompokan grup, komunitas atau ja ringan di dalam suatu organisasi, seperti tim, kelompok kerja, jaringan pengetahuan dan CoP. Dalam prakteknya, perbedaan antar berbagai jenis grup sebenarnya sangat kabur, definisi berbagai je-nis komunitas sering muncul dalam ranah akademik, tetapi dalam ra nah praktisnya di berbagai perusahaan, definisi itu sering tidak be gitu diperhatikan. Hustad dan Munkvold (2006) mendefinisikan tim, virtual team, knowledge network dan work group, sebagai be-rikut:

Tim adalah kelompok lintas fungsi yang anggotanya memiliki ke-ahlian saling melengkapi yang bertanggung jawab untuk proyek yang berjangka waktu dan target kinerja tertentu, di mana para ang gota nya memiliki tanggung jawab bersama.

Virtual Team: Sebagai tambahan kepada tujuan bersama yang ada dalam tim, kelompok maya ini tersebar secara geografis dengan atau tan pa suatu kedekatan fisik, namun mereka berbagi suatu common virtual space berbasis teknologi informasi dan komunikasi melalui mana mereka berkolaborasi untuk mencapai tujuan tertentu dari suatu proyek. Knowledge Network: adalah anggota-anggota organisasi yang me -miliki interes yang kuat pada topik-topik tertentu dan sering ber-interaksi untuk berbagi dan menciptakan pengetahuan (berupa solusi baru untuk masalah-masalah bisnis, teknologi baru atau bisnis baru). Manajemen sering menginisiasi dan mendukung knowledge network sebagai cara untuk membangun kapabilitas individual dan organisasi.

Workgroup: adalah sekumpulan orang, biasanya dari unit yang sama, yang berbagi dan memiliki tanggung jawab bersama untuk suatu produk atau layanan.

Ada beberapa ahli yang membuat perbedaan antara CoP dengan grup lain. Namun yang disarikan pada kesempatan ini adalah artikel dari Hustad dan Munkvold (2006), yang membuat tabel perbedaan antar je nis pengelompokan ini ditinjau dari segi tujuan, keanggotaan, ting kat formalitas, jangka waktu, manajemen, dan dari sisi peran teknologi informasi dan komunikasi, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut ini.

Namun di samping parameter yang disampaikan oleh Hustad dan Munkvold, ada parameter lain yang membedakan antara CoP dan Grup lainnya, yaitu fokus manajemen pengetahuan. Di mana fokus ma najemen pengetahuan pada CoP adalah lebih ke arah eksplorasi pengetahuan, sedangkan pada bentuk grup Knowledge network, fo kus manajemen pengetahuan berimbang antara eksploitasi dan eksplorasi pengetahuan. Untuk bentuk grup lainnya, karena pem-bentukannya biasanya didorong oleh adanya masalah atau suatu pekerjaan khusus, maka fokus manajemen pengetahuan lebih condong pada eksploitasi pengetahuan.

“Dalam prakteknya,

perbedaan antar berbagai jenis

grup sebenarnya sangat kabur,

definisi berbagai jenis komunitas sering muncul dalam ranah

akademik, tetapi dalam ranah praktisnya di berbagai perusahaan,

definisi itu sering tidak begitu

diperhatikan”.

Page 79: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

62 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Tabel 4.2. Perbedaan Antara CoP, Knowledge Network, Work Group dan Tim (Adaptasi: Hustad dan Munkvold, 2006)

Page 80: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

63 KNOWLEDGE SHARING BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

Pada Bab IV ini sudah dibahas prinsip-prinsip tentang apa yang dimaksud dengan CoP, apa manfaatnya bagi organisasi maupun untuk individu, bagaimana siklus hidup suatu CoP mulai dari proses konsepsi sampai kepada tahap deaktivasinya. Demikian juga sudah dibahas perbedaan evolutif antara CoP dengan Chatting, Community of Interest dan Community of Purpose dan diakhiri dengan perbedaan antara CoP dengan bentuk-bentuk grup lainnya.

Pada Bab V berikut akan dibahas bagaimana mengelola kolaborasi berbasis komunitas prak tisi, sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapi oleh CoP dan bagaimana meng optimalkan kontribusi CoP bagi organisasi.

Referensi

Back, Andrea dan Georg von Krogh, 1. Performance Measurement of Communities of Practice , University of St. Gallen, 2005.Fontaine, M.A., & Millen, D.R., Understanding the benefits and impact of communities of 2. practice. Dalam P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge networks: Innovation through communities of practice (pp.1-13). Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Gongula, P. & Rizzuto, C.R., “Evolving communities of practice: IBM Global Services 3. experience”, IBM Systems Journal, Volume 40(4), 2001 pp 842-862.Gongula, P., & Rizzuto, C. R., 4. Where Did That Community Go? Communities of Practice That Disappear. Dalam P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge Networks: Innovation Through Communities of Practice (pp. 295-307). Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Hardy, Barry & Connect, Douglas, 5. Collaboration, Culture and Technology: Contributions to confidence in leadership support. KMReview, Vol 10 Issues 6, 18-23, 2008.Hildreth, P., & Kimble, C. (Eds.).6. Knowledge Networks: Innovation Through Communities of Practice. Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Hustad, E., and Munkvold, B.E., “Communities of Practice and Other Organizational 7. Groups” , pp. 60-62, in Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Lank, Elizabeth, 8. Collaborative Advantage: How Organization Win by Working Together, Palgrave Macmilan, New York, 2008.

Loyarte E., & Rivera O., “Communities of practice: a model for their Cultivation”, 9. Journal of Knowledge Management, Volume 11 no 3, 2007 pp 67-77.

Newell, S., Robertson, M., Scarbrough, H. and Swan, J., 10. Managing Knowledge Work, Palgrave Macmilan, New York, 2002.Nickols, Fred, 11. Communities of Practices: Roles & Responsibilities, Distance Consulting, available at http://home.att.net/~nickols/articles.htm, 2003.Ray, Deepa, “Life Cycle of Communities of Practice” pp. 323-326, dalam Coakes, E., and 12. Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.Roland Haas, Wilfried Aulbur and Sunil Thakar, (2003), 13. Enabling CoPs at EADS Airbus on Sharing Expertise: Beyond Knowledge Management, edited by Mark Anckerman , MIT Press, 2003

Tissen, Rene, Andriessen, Daniel, and Deprez, F.L., 14. The Knowledge Dividend, London, Pearson Education Limited, 2000. Wasko, M.M., and Teigland, R., “Distinguishing Work Groups, Virtual Teams, and 15. Electronic Networks of Practice” pp. 138-140, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Page 81: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

64 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Wenger, Etienne, Mc Dermott, 16. Cultivating Communities of Practices, Harvard Business School Press, 2002.Yan, Jie, and Assimakopoulos, D., “Formal Work Groups and Communities of Practice” 17. pp. 194-197, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Page 82: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB V

MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS

KOMUNITAS PRAKTISI

“People are difficult to govern because they have too much knowledge.” Lao-tzu

Adalah jauh lebih sulit mengelola suatu kelompok orang yang tergabung dalam CoP yang berpengetahuan, sangat independen, informal, dan tidak dapat diberi sanksi. Mengelola CoP berbeda dengan mengelola grup-grup yang sudah dibentuk secara formal. Perbedaan ini timbul karena CoP memiliki tantangan yang spesifik, mereka mungkin memiliki kultur sen diri yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang menekankan efisiensi, hubungan yang bersifat kontraktual dan peran-peran yang formal. Sehingga perlu strategi dan pendekatan manajemen yang khusus untuk mengoptimalkan kontribusi CoP bagi or-ganisasi dan mengembangkan CoP agar tetap bertahan hidup dan memberi manfaat bagi komunitas dan organisasi.

5.1. Tantangan CoP

Communities of Practices menawarkan manfaat yang banyak bagi perusahaan yang ingin me nerapkan KM. Namun, selain memberikan manfaat, CoP juga mempunyai dampak yang cukup negatif bagi perusahaan jika tidak dikelola dengan baik. Perusahaan yang ingin mengembangkan CoP sebaiknya menyadari akan adanya masalah ini, sehingga dalam proses pengembangan CoP hal-hal tersebut dapat diantisipasi. Berikut adalah hal-hal yang da pat menjadi sisi negatif CoP:

CoP menjadi eksklusif•

Ketika CoP menjadi eksklusif maka komunikasi dengan pihak di luar komunitas akan terganggu, sehingga kesempatan dalam mendapat ide-ide segar akan berkurang.Te tapi yang lebih terganggu adalah suasana kerja di organisasi tersebut. Manakala terdapat suatu komunitas yang eksklusif, maka orang-orang yang tidak tergabung dalam ko-mu nitas tersebut akan cenderung mempunyai pandangan negatif, iri, tidak suka dan

Page 83: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

66 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

sebagainya. Hal ini akan menyulitkan di saat penyelesaian pekerjaan memerlukan ko-laborasi untuk melakukan sesuatu.

Ide-ide kreatif tidak menghasilkan inovasi•

Inovasi membutuhkan ide, tetapi ide tidak selalu menjadi inovasi. Ketika ide-ide kreatif se ring tidak menghasilkan inovasi atau perbaikan, maka CoP tersebut akan mulai ke-hilangan nilainya. Kegiatan komunitas akan dianggap sebagai kegiatan yang kurang ber manfaat, membuang waktu dan sumber daya perusahaan. Sehingga CoP tersebut akan mulai drifting to non-existence. Hal ini dapat terjadi karena terdapat hambatan yang di luar kuasa komunitas untuk melakukan inovasi. Untuk mengatasi hal ini, se-baiknya CoP harus fokus pada penciptaan nilai, nilai yang diperoleh tidak harus selalu dari inovasi radikal, bisa juga berasal dari inovasi inkremental. Selain memberi manfaat bagi perusahaan secara langsung, CoP juga dapat memberi manfaat bagi perusahaan se cara tidak langsung. Dengan memberi manfaat bagi anggotanya, maka secara tidak langsung akan memberi manfaat bagi perusahaan.

Tujuannya menyimpang jauh dari tujuan bisnis •

CoP merupakan komunitas yang informal dan self-regulating, meskipun demikian CoP te tap perlu diarahkan agar senantiasa sejalan dengan tujuan bisnis perusahaan. Jika ter-lalu dibebaskan, ada kemungkinan tujuan CoP tersebut menyimpang dari tujuan bisnis perusahaan. Bila hal ini terjadi, maka CoP tersebut akan kurang bermanfaat bahkan da pat menjadi beban perusahaan. Tetapi dalam mengarahkan perlu kehati-hatian, agar arahan jangan sampai membatasi kreativitas dan mematikan interest dan komitmen yang sudah ada.

Manajemen Medco yang dijadikan sebagai studi kasus dalam bab ini, terkesan sangat ber kepentingan dengan penyelarasan tujuan CoP dengan kepentingan perusahaan. Se-jak awal, rancangan CoP di Medco sudah diarahkan untuk bidang-bidang kompetensi yang kritikal bagi perusahaan. Sehingga CoP pada Medco Energi sudah diarahkan un tuk membahas empat basic functions yang terkait langsung dengan kompetensi inti pe-rusahaan tersebut.

Gambar 5.1. Dashboard Monitoring CoP di Medco.

Page 84: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

67 MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

Groupthink •

Fenomena groupthink ditemukan oleh Irving Janis pada tahun 1982 (Newell, et.al, 2002). Dia menemukan beberapa gejala dalam dinamika kelompok yang dinamakannya fe no mena groupthink, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

Illusion of invulnerabilityo : para anggota yakin bahwa keberhasilan masa lalu akan men jamin kesuksesan masa depan.Collective rationalizationo : para anggota secara kolektif mengabaikan informasi yang ber tentangan dengan asumsi kelompok.Illusion of moralityo : para anggota percaya bahwa mereka memiliki moral, sehingga me reka seolah-olah tidak mungkin membuat keputusan yang buruk.Shared stereotypeo : para anggota menolak bukti-bukti yang kontradiktif dengan men-diskreditkan sumber dari bukti tersebut.Direct pressureo : menjatuhkan sanksi kepada anggota yang memiliki opini yang ber-beda dengan opini mayoritas.Self-censorshipo : para anggota mendiamkan/menyembunyikan perilaku menyimpang di dalam kelompok.Mind-guardso : kelompok menyaring informasi yang masuk ke dalam kelompok, ka-rena kuatir bertentangan dengan nilai-nilai dan asumsi kelompok.Illusion of unanimityo : ada konsensus dalam kelompok, walau banyak anggota yang ter libat dalam konsensus tersebut tidak menyetujuinya (biasanya hal ini terjadi karena tekanan untuk membuat keputusan yang cepat).Conformityo : di mana orang yang berpengaruh dalam kelompok, sudah menyatakan pre ferensinya tentang suatu masalah pada tahapan yang lebih awal, sehingga ang-gota cenderung mendukung preferensi tersebut.

5.2. Beberapa Strategi untuk Menghadapi Tantangan

McDermott (2000, dalam Loyarte dan Rivera, 2007) mengklasifikasikan berbagai tantangan CoP dalam empat dimensi dan menyarankan berbagai strategi yang dapat ditempuh pada setiap dimensi, yaitu:

The management challenge: CoP yg akan di (ter) bentuk harus berkutat pada topik-topik yang menyentuh jantung bisnis perusahaan, sehingga dapat memberikan impak yang sig nifikan. CoP juga membutuhkan koordinator yang disegani karena memiliki integritas dan wibawa intelektual. Kemudian perlu disadari bahwa sebenarnya perusahaan tidak bisa (memaksa) membentuk CoP, tetapi dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan men dukung, serta menyediakan sumber daya yang dibutuhkan anggota CoP.

The community challenge : CoP membutuhkan engagement yang sama dari anggota mau-pun pemimpin. Dibutuhkan dukungan organisasi dan keberadaan identitas komunitas yang sangat penting untuk menjaga vitalitas komunitas dengan membangun one-to-one relationship antar anggota.

The technical challenge : teknologi tidak boleh menjadi lebih penting dari CoP itu sendiri, dan teknologi hanya akan efektif jika teknologi itu memfasilitasi praktek kerja dari ang-gota.

The personal challenge : tantangan utama adalah membentuk lingkungan kolaboratif yang dapat menyelesaikan masalah secara alami. Contoh yang baik adalah komunitas open source (linux) di mana anggota dimotivasi oleh keinginan mereka untuk berkembang.

Page 85: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

68 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

5.3. Cara-Cara Pengelolaan CoP

Dalam mengelola CoP aktivitas-aktivitas manajerial yang cenderung mengontrol sebaiknya dihindarkan. Sebaliknya aktivitas manajerial yang menyediakan lingkungan yang mendukung (cultivated) perlu di tekankan. Wenger (2000) memberikan beberapa cara untuk mengelola CoP, sebagai berikut:

Events: perusahaan dapat mengorganisir even-even publik yang melibatkan anggota komunitas bersama-sama, termasuk me lalui pertemuan formal dan informal dan juga melalui sesi-sesi pe-nyelesaian masalah.Leadership: CoP tergantung pada kepemimpinan internal, dan peran dari koordinator komunitas yang merawat komunitas dari hari ke hari adalah penting. Sebuah komunitas membutuhkan ber-bagai bentuk kepemimpinan (dijelaskan lebih lengkap pada Bab VI), termasuk kepemimpinan pemikir, pembangun jaringan, yang suka mendokumentasikan, pionir, dan lain-lain. Bentuk-bentuk ke-pemimpinan ini dapat dilaksanakan lebih dari satu orang.Connectivity: perusahaan perlu memfasilitasi koneksi antar ko-munitas yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun relasi dan memanfaatkan berbagai media yang variatif.Membership: anggota komunitas harus mencapai jumlah tertentu sehingga komunitas dapat berjalan (critical mass), tetapi hal ini ja-ngan terlalu melebar sehingga fokus dan interes menjadi kabur.Learning Projects: CoP memperdalam komitmennya ketika mereka me ngambil tanggung jawab untuk agenda pembelajaran yang akan me nambah pengetahuan mereka. Learning project yang relevan da-pat mencakup pemanfaatan tools baru yang terkait dengan domain mereka, membangun rancangan, dan lebih baik lagi kalau proyek ini melibatkan kelompok-kelompok eksternal seperti universitas.Artefact: setiap CoP biasanya memiliki artefak, misalnya, dokumen, tools, cerita-cerita, website, dan lain-lain. Sebuah komunitas perlu mempertimbangkan artefak apa yang dibutuhkannya dan siapa yang dapat membuat dan memelihara artefak-artefak tersebut.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan CoP adalah bagaimana mengintegrasikan kegiatan CoP ini dengan proses bisnis pe rusahaan. Dalam kebijakan Telkom misalnya, dimungkinkan me-libatkan CoP dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh pejabat-pejabat struktural perusahaan. Sehingga seorang pe-jabat dapat saja mendisposisikan suatu penugasan penyelesaian suatu masalah kepada CoP tertentu, tidak selalu harus kepada sub or dinatnya. Hal ini tentu diharapkan akan meningkatkan pengakuan ter hadap legitimasi dan eksistensi dari CoP.

5.4. Bagaimana Mengembangkan Komunitas Praktisi

Pengembangan CoP dapat dilakukan dengan dua pendekatan: top-down dan bottom-up. Keduanya dapat dilakukan dan perlu digunakan sesuai dengan keadaan dan inisiatif perusahaan. Pendekatan bottom-up akan lebih sesuai untuk organisasi dengan tingkat kesadaran

“Dalam mengelola CoP

aktivitas-aktivitas manajerial yang

cenderung mengontrol sebaiknya

dihindarkan. Sebaliknya aktivitas

manajerial yang menyediakan

lingkungan yang mendukung

(cultivated) perlu ditekankan”.

Page 86: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

69 MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

kar yawan yang sudah tingggi mengenai pentingnya mengatur pengetahuan, berbagi pe-ngetahuan atau pembentukan CoP. Biasanya pendekatan ini akan muncul dari inisiatif pe-gawainya sendiri dipicu oleh munculnya masalah yang memerlukan kolaborasi, bukan atas keinginan atau inisiatif implementasi KM.

Dalam kasus Medco, Medco menerapkan kedua pendekatan tersebut. Ada CoP yang memang dibangun atas arahan manajemen, tetapi ada juga yang muncul berdasarkan kebutuhan operasional. Adapun alasan manajemen memberi direction adalah karena kesadaran mereka atas peran penting CoP dalam keberhasilan penerapan KM, sedangkan alasan karyawan membentuk CoP adalah untuk meningkatkan kelancaran operasional, menghindari terulangnya kendala operasional, dan menjadikan CoP sebagai media pembelajaran dan inovasi. Pendekatan top-down dapat dipakai pada kondisi di mana kesadaran mengenai pentingnya mengatur pengetahuan datang dari manajemen, sedangkan para pegawai belum terlalu sadar mengenai hal tersebut. Etiene Wenger melakukan penelitian dan menuliskan tahapan-tahapan pengembangan CoP pada sebuah institusi, sebagai berikut:

Menentukan konteks strategis •Penentuan konteks strategis membuat komunitas mendapatkan legitimasi di perusahaan, dengan demikian CoP dapat didorong untuk melakukan tindakan sebagai berikut:

Mengartikulasikan nilai strategis yang ditawarkan.o Mengidentifikasi permasalahan bisnis yang genting.o Mengartikulasikan kebutuhan untuk o leverage knowledge.

Educate•CoP bukan merupakan pengalaman baru, tetapi orang perlu mengerti mengenai po-sisinya pada perkerjaan, untuk itu CoP dapat melakukan inisiatif berikut:

Mengadakan o workshop untuk mensosialisasikan pendekatan CoP kepada manajemen & anggota potensial.Mendorong orang untuk menghargai CoP yang diberikan keleluasaan untuk mengatur o dirinya sendiri (self-defined & self-managed).

Support•CoP memerlukan arahan dan dukungan infrastruktur teknologi, untuk itu manajemen perlu:

Menyediakan beberapa pendukung proses, o coaching dan bantuan logistik.Mengidentifikasi kebutuhan dan mendefinisikan infrastruktur secukupnya tanpa pe-o nekanan pada teknologi canggih.

Get going•Mulai menumbuhkan CoP secepatnya, dapat menciptakan contoh awal yang membuat orang dapat learning by doing. Manajemen dapat melakukan tindakan sebagai berikut:

Menciptakan pilot CoP sesegera mungkin dan memonitornya secara disiplin.o Mencari komunitas dengan mengidentifikasi kesiapan dan potensi dari area-area o yang ada.Melakukan wawancara dengan calon anggota untuk mengerti permasalahan, dan o meng identifikasi pemimpin potensial.Mendorong mereka untuk menyebarkan pengetahuan masing-masing.o

Encourage•Praktisi biasanya dapat melihat nilai dari bekerja sebagai komunitas, tetapi dapat merasa

Page 87: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

70 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

bahwa organisasi belum sejalan dengan pemahaman mereka. Un tuk itu manajemen perlu:

Mencari sponsor untuk mendorong partisipasi.o Menghargai hasil kerja komunitas.o Mempublikasikan kesuksesan yang dicapai CoP.o

Integrate•Organisasi harus memiliki proses dan struktur yang melibatkan ko munitas ini, dan menghargai keinginan pribadi anggota. Un-tuk itu manajemen perlu:

Mengintegrasikan komunitas dengan cara kerja organisasi.o Mengidentifikasi dan menghilangkan penghalang atau peng-o hambat.Menyatukan elemen struktur dan budaya.o

5.4. Prinsip Pengembangan CoP

Menurut Wenger, karena CoP bersifat sukarela, maka yang dapat mem buatnya sukses adalah kemampuan menghasilkan minat yang relevan serta nilai yang menarik dan mengikat anggota. Meski ba-nyak faktor yang dapat menginspirasikan CoP, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan sense of aliveness.

Permasalahannya adalah bagaimana merancang aliveness, ka rena merancang CoP tidak bisa dengan cara tradisional, seperti me-nyebutkan struktur, peran, atau proses dan meng imple men ta si-kannya. Tujuan perancangan komunitas adalah mengeluarkan ara-han, karakter dan energi dari komunitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wenger et.al, berikut adalah 7 langkah untuk me-ngembangkan CoP:

Disain untuk Berevolusi 1. CoP bersifat organik bukan mekanistik, dan banyak faktor or-ganisasi yang akan mempengaruhi arah perkembangannya, se-hingga memerlukan perencanaan yang matang serta dirancang agar fleksibel dan tidak kaku.

Biasanya komunitas dibangun berdasarkan jaringan personal yang sudah ada serta berevolusi berdasarkan rancangan ter-tentu. Sehingga tujuan perancangan komunitas bukan untuk me ngadakan struktur, tetapi lebih kepada membantu komunitas agar dapat berkembang. Sebagai contoh, ketika sebuah ko-munitas mempunyai banyak ide mengenai bentuk mereka di masa depan, mereka memutuskan untuk memulai pertemuan reguler setiap minggu. Setelah dirasakan adanya kebutuhan, struktur tambahan seperti media kolaborasi dapat segera dipenuhi.

Kunci perancangan evolusi adalah dengan menggabungkan elemen-elemen rancangan yang dapat mengkatalisasi per kem-bangan komunitas. Jenis elemen yang paling tepat tergantung pada tahapan perkembangan komunitas, lingkungan, kedekatan anggota serta jenis domain pengetahuan.

“Permasalahan -nya adalah bagaimana merancang

aliveness, karena merancang

CoP tidak bisa dengan cara tradisional,

seperti menyebutkan

struktur, peran, atau proses

dan mengimplemen-

tasikannya.”

Page 88: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

71 MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

Membuka Dialog antara2. Inside dan OutsideRancangan komunitas yang baik membutuhkan pemahaman me ngenai potensi komunitas itu sendiri dalam mengembangkan dan mengarahkan pengetahuan, serta perlu sudut pandang dari lu ar agar dapat lebih jelas melihat peluang serta kesempatan un tuk pengembangan. Sehingga CoP sebaiknya tidak menutup di ri dari lingkungan sekitar.

Mengundang Tingkat Partisipasi yang berbeda 3. Umumnya terdapat 3 tingkatan partisipasi dalam komunitas. Per tama adalah sekelompok kecil orang-orang yang aktif ber-partisipasi dalam diskusi. Seiring dengan berkembangnya CoP, kelompok ini akan menjadi pemimpin-pemimpin. Berikutnya adalah kelompok yang aktif hadir. Anggota ini datang pada setiap pertemuan secara teratur dan kadang-kadang berpartisipasi da-lam diskusi, tetapi lebih jarang jika dibandingkan dengan ke-lompok inti. Dengan demikian, sebagian besar anggota CoP adalah seperti pelengkap dan jarang berpartisipasi. Kelompok ini sebaiknya jangan dibuang. Karena kelompok ini sering meng-gunakan pengetahuan yang dihasilkan.

Rancangan aktivitas komunitas yang membuat semua anggota me rasa sebagai full-member dan hubungan yang baik antar setiap tingkatan adalah kunci dari menciptakan par ti si pasi komunitas yang efektif.

Membangun Ruang Publik dan Pribadi 4. Jantung dari sebuah komunitas adalah jaringan hubungan antar anggota dalam komunitas, dan ruang yang khusus (private space) diperlukan untuk menumbuhkembangkan hubungan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan personal un tuk membicarakan masalah teknis yang sedang dihadapi, dan mem bantu menunjukkan sumber-sumber yang dapat membantu. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan pada perancangan ko munitas adalah terlalu fokus pada kegiatan umum (public spaces).

Kunci perancangan ruang komunitas adalah dengan meng-kombinasikan kegiatan baik umum maupun pribadi dengan meng gunakan kekuatan hubungan antar pribadi untuk me-ramaikan kegiatan serta menggunakan kegiatan untuk mem per-erat hubungan antar pribadi.

Fokus pada Nilai 5. Karena partisipasi yang ada bersifat sukarela, maka CoP harus mem berikan nilai tambah. Komunitas harus membuat kegiatan dan membangun hubungan yang membantu mereka dalam me-ngeluarkan potensi nilai yang ada. Selain itu, komunitas juga ha rus menemukan cara-cara baru untuk mendapatkan nilai tam-bah tersebut. Penemuan cara baru lebih penting daripada me-nentukan nilai-nilai yang harus ada dalam kurun waktu tertentu. Seringkali pada tahap awal manfaat yang ada datang dari ma-salah-masalah dan kebutuhan setiap anggota.

Kunci perancangan nilai adalah mendorong anggota komunitas untuk mengeksplisitkan manfaat-manfaat yang diperoleh dari komunitas.

“Rancangan aktivitas

komunitas yang membuat semua anggota merasa

sebagai full-member

dan hubungan yang baik

antar setiap tingkatan

adalah kunci dari menciptakan partisipasi

komunitas yang efektif”.

Page 89: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

72 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Kombinasikan Kekeluargaan dan Ketertarikan 6. Vibrant Communities dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran yang beragam. Akti-vi tas rutin dapat menciptakan kestabilan untuk pembinaan hubungan. Perancangan komunitas yang baik dapat membuat anggota merasakan kehangatan seperti di rumah, ser ta memiliki ketertarikan untuk mengikuti kegiatan dalam menciptakan ide-ide baru.

Menciptakan Ritme untuk Komunitas7. Ada tempo yang berkaitan dengan interaksi antar anggota. Ritme adalah indikator yang paling mudah untuk memindai potensi dan eksistensi CoP. Aktivitas CoP harus se imbang antara diskusi kelompok besar dan kecil serta antara forum sharing ide dan pro yek pengembangan tools.

Ritme akan berkembang seiring dengan tahapan perkembangan komunitas, dan me-nemukan ritme yang tepat untuk setiap tahap merupakan kunci keberhasilan pe-rancangan komunitas.

5.5. Peran dan Tanggung Jawab pada CoP

Pemahaman peran-peran pada CoP merupakan faktor yang perlu dipahami oleh pihak yang ingin mengelola CoP dengan efektif. Berdasarkan pengalaman pada implementasi CoP di Airbus, Roland Haas et.al (2003) menyarankan, struktur yang baik akan dapat membantu CoP untuk menangkap momentum dan untuk berkembang dengan lebih baik. Tetapi per lu hati-hati, jangan terlalu formal dan kaku, karena hal tersebut akan menghambat per kem-bangan CoP. Struktur di sini dapat diartikan sebagai perlunya peran-peran tertentu pada CoP dalam melakukan kegiatan dan perkembangan sehari-hari.

CoP pada Medco membangun struktur dalam CoP, antara lain, dengan melengkapi CoP de ngan Champion dan Sponsor, serta menyediakan media kolaborasi baik yang bersifat on line maupun offline.

Tantangan yang khas membuat strategi dan pendekatan manajemen yang diterapkan untuk menjalankan dan mengembangkan CoP menjadi berbeda. Kita lihat bahwa gaya manajemen yang menerapkan command and control sangat minimal diterapkan dalam mengelola ko-laborasi berbasi komunitas praktisi. CoP juga membutuhkan sistem kepemimpinan yang unik, karena setiap fase dari siklus hidup CoP membutuhkan gaya kepemimpinan sendiri.

Menurut Fred Nickols (2003) pada CoP yang sukses terdapat peran-peran seperti pada Tabel 5.1.

Page 90: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

73 MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

Tabel 5.1. Peran dan Tanggung Jawab pada CoP(Sumber: Fred Nickols, 2003)

Page 91: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

74 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Berikut ini adalah penerapan CoP di MedcoEnergi.

Page 92: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

75 MANAJEMEN KOLABORASI BERBASIS KOMUNITAS PRAKTISI |

Referensi:

Back, Andrea dan Georg von Krogh, 1. Performance Measurement of Communities of Practice , University of St. Gallen, 2005.Fontaine, M.A., & Millen, D.R., Understanding the benefits and impact of communities 2. of practice. Dalam P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge networks: Innovation through Communities of Practice (pp.1-13). Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Gongula, P. & Rizzuto, C.R., “Evolving communities of practice: IBM Global Services 3. experience”, IBM Systems Journal, Volume 40(4), 2001 pp 842-862.Gongula, P., & Rizzuto, C. R., 4. Where Did That Community Go? Communities of Practice That Disappear. Dalam P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge Networks: Innovation Through Communities of Practice (pp. 295-307). Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Hardy, Barry & Connect, Douglas, “Collaboration, Culture and Technology: 5. Contributions to Confidence in Leadership Support”. KMReview, Vol 10 Issues 6, 18-23, 2008.Hildreth, P., & Kimble, C. (Eds.).6. Knowledge Networks: Innovation through Communities of Practice. Hershey, PA: Idea Group Publishing, 2004.Hustad, E., and Munkvold, B.E., “Communities of Practice and Other Organizational 7. Groups” , pp. 60-62, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Lank, Elizabeth, 8. Collaborative Advantage: How Organization Win by Working Together, Palgrave Macmilan, New York, 2008.

Loyarte E., & Rivera O., “Communities of Practice: A Model for Their Cultivation”, 9. Journal of Knowledge Management, Volume 11 no 3, 2007 pp 67-77.

Newell, S., Robertson, M., Scarbrough, H. and Swan, J., 10. Managing Knowledge Work, Palgrave Macmilan, New York, 2002.Nickols, Fred, 11. Communities of Practices: Roles & Responsibilities, Distance Consulting, available at http://home.att.net/~nickols/articles.htm, 2003.Ray, Deepa, “Life Cycle of Communities of Practice” pp. 323-326, dalam Coakes, 12. E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.Roland Haas, Wilfried Aulbur and Sunil Thakar, (2003), 13. Enabling CoPs at EADS Airbus on Sharing Expertise: Beyond Knowledge Management, edited by Mark Anckerman , MIT Press, 2003Sitorus, Tarmiden, “Manajemen Pengetahuan di Bank Indonesia”, Seminar Nasional 14. “Knowledge Management”, Universitas Widyatama dan ITB, Bandung, 7 Agustus 2006Teleos, Indonesian MAKE Report 2006.15.

Tissen, Rene, Andriessen, Daniel, and Deprez, F.L., 16. The Knowledge Dividend, London, Pearson Education Limited, 2000. Wasko, M.M., and Teigland, R., “Distinguishing Work Groups, Virtual Teams, and 17. Electronic Networks of Practice” pp. 138-140, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.Wenger, Etienne, Mc Dermott, 18. Cultivating Communities of Practices, Harvard Business School Press, 2002.Yan, Jie, and Assimakopoulos, D., “Formal Work Groups and Communities of Practice” 19. pp. 194-197, in Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice dalam Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Page 93: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

76 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Page 94: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB VI

KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISILead more, Manage less.

Jack Welch

Kepemimpinan sering dipandang sebagai obat bagi setiap permasalahan organisasi, baik itu dalam bidang bisnis, sosial dan politik. Leadership sangat memberi warna, dan bahkan mam pu memberikan identitas baru dari suatu organisasi yang dipimpinnya.

Kepemimpinan bukan sesuatu yang dapat diraba, leadership eksis hanya dalam re-lationship, imaginasi, dan persepsi dari pihak-pihak yang dipimpin dengan pemimpinnya. Kepemimpinan berbeda dengan otoritas, Otoritas biasanya ada jika ada legitimasi. Pengikut ha nya akan tunduk kepada pemimpin yang mengandalkan otoritas selama legitimasi itu dimiliki. Sebaliknya jika legitimasi dicabut maka kepemimpinan dan kepatuhan orang akan hi lang dengan sendirinya.

Pemimpin memiliki perbedaan dengan manager. Idealnya seorang manager memiliki ke-pemimpinan yang baik, demikian juga seorang pemimpin memiliki kemampuan managerial yang memadai. Bennis dan Nanus (1985, dalam Bolman dan Deal, 1997) mengatakan bahwa manajer melakukan sesuatu dengan tepat (do the things right), tetapi pemimpin melakukan hal yang tepat (do the right things). Manager lebih cenderung dan fokus dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian, sedangkan seorang pemimpin biasanya berorientasi kepada perubahan, visioner, networking dan membangun relationship. Dalam konteks knowledge worker, peranan kepemimpinan menjadi lebih penting, mereka akan le bih efektif jika di-lead daripada di-manage.

Bagaimana kepemimpinan dalam CoP? Pada umumnya CoP mengharapkan kepemimpinan yang didemonstrasikan seorang pemimpin adalah lebih fleksibel (tidak hanya menerapkan sa tu tipe kepemimpinan), persuasif, dan inspiring. Mengingat keanggotaan dari CoP yang bersifat sukarela, maka tindakan yang bersifat memaksa atau memberi perintah tidak tepat diterapkan dalam CoP. Pemimpin CoP harus mampu mengkonsolidasikan co-operative effort (usaha bersama) dalam mencapai tujuan lebih dari interes pribadi yang mereka miliki.

Page 95: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

78 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

6.1. KM dan CoP

Drucker (1998) mengatakan bahwa salah satu elemen kunci dari KM adalah pembentukan dan penyokongan Community of Practice (CoP). Elemen kunci lainnya adalah manajemen properti intelektual dan pengumpulan informasi dalam suatu basis data. CoP terdiri atas orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama yang ber-interaksi dalam rangka berbagi informasi dan menyelesaikan ma-salah dalam area ekspertis mereka.

CoP adalah salah satu solusi paling populer yang diyakini efektif un tuk mengatasi hambatan knowledge sharing dari aspek dilema pengetahuan. Sebagaimana diutarakan oleh Christensen (2007), salah satu bentuk dilema pengetahuan selain stickiness of knowledge adalah tidak adanya identitas bersama (no common identity). De-ngan bergabungnya partisipan secara sukarela dalam CoP akan mem bentuk common identity yang pada proses selanjutnya akan meningkatkan saling pengertian antar anggota atau antar praktisi da lam sebuah CoP. Melalui CoP para anggota akan lebih mudah mem bagikan pengetahuannya, karena pada kenyataannya mereka sangat peduli dengan pekerjaan mereka dan dapat berbicara dalam bahasa yang sama.

Bagaimana menjalankan dan memelihara serta menumbuhkan CoP de ngan efektif secara umum sudah dijelaskan pada Bab V, bahwa ada dua peran yang berkaitan kepemimpinan dalam CoP yaitu champion dan practice leader. CoP membutuhkan kedua jenis peran kepemimpinan ini. Champion cenderung berperan sebagai leader-manager yang mengatur dukungan administratif, komunikasi, dan logistik suatu CoP. Sementara itu, practice leader berperan me-lakukan kepemimpinan intelektual, lebih berkepentingan dengan sub stansi pengetahuan yang berkembang di dalam komunitas de-ngan memberikan stimulasi intelektual untuk menumbuhkan an-tusiasme anggota dalam berbagi, belajar, dan menciptakan pe-ngetahuan. Salah satu keunikan kepemimpinan dalam CoP adalah di mungkinkannya lebih dari satu orang pemimpin muncul dan ber-peran dalam sebuah CoP.

6.2. Tipe Kepemimpinan

Ada berbagai jenis kepemimpinan, seperti individual leadership, shared leadership, situational leadership, namun yang paling po-puler adalah jenis kepemimpinan transaksional (transactional lead-er ship) dan transformasional (transformational leadership).

Wartburg dan Thorsten (2006) dengan mengintegrasikan berbagai sum ber menjelaskan makna kepemimpinan transaksional dan trans-formasional sebagai berikut:

Transactional leadership: adalah suatu gaya kepemimpinan yang bersifat transaksional: memberikan reward berdasarkan ki-nerja, pemimpin memonitor perilaku dan kinerja anggotanya dan melakukan koreksi jika menyimpang dari target. Pemimpin tran-saksional lebih banyak berperan sebagai manajer daripada berperan se bagai leader.

“Ada dua peran yang berkaitan kepemimpinan dalam CoP yaitu champion dan

practice leader”.

Page 96: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

79 KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI |

Transformational leadership: adalah suatu gaya kepemimpinan yang bersifat transformatif, di mana:

Pemimpin memberikan pengaruh dengan menunjukkan keyakinan, menekankan a. trust, dan menyampaikan nilai-nilai yang diyakininya. Pemimpin memberikan motivasi yang inspiratif, antara lain dengan mengartikulasikan b. visi, berdiskusi dengan optimis dan antusias.Pemimpin memberikan stimulasi intelektual, misalnya dengan merangsang anggotanya c. untuk selalu memiliki perspektif yang baru dalam melakukan sesuatu.Pemimpin menghargai individu dan kebutuhan individu dalam berinteraksi dengan ang-d. gota.

6.3. Persamaan dan Perbedaan antara berbagai Bentuk Grup dengan CoP

Lingkungan bisnis yang semakin kompetitif menuntut perusahaan untuk memberikan pro-duk dan layanan yang unggul. Berbagai proses dan aktivitas yang dilakukan untuk meng-hasilkan layanan yang unggul akan semakin kompleks. Sehingga bekerja sendiri, baik se-bagai perorangan maupun sebagai satu unit, tidak dimungkinkan lagi. Bekerja secara grup (ker ja tim) atau secara kolaboratif menjadi prasyarat untuk memenangkan persaingan.

Grup adalah kumpulan dua atau lebih orang yang berinteraksi satu sama lain, memiliki nilai dan norma tertentu, dan melihat diri mereka sebagai anggota dari sebuah grup. Sebuah grup eksis jika memiliki kualitas-kualitas berikut: persepsi kolektif, kebutuhan, tujuan ber-sama, saling ketergantungan, interaksi, dan keterikatan (kekohesifan).

Persepsi kolektif artinya bahwa semua anggota memahami eksistensi mereka sebagai sebuah grup. Selanjutnya, anggota bergabung dalam suatu grup karena mereka meyakini bah wa grup tersebut akan memenuhi sebagian kebutuhan mereka juga, sedangkan tujuan ber-sama akan mengikat para anggota. Para anggota dipengaruhi dan bereaksi terhadap setiap ke jadian dalam suatu grup, itu menandakan kesalingtergantungan mereka. Keterikatan ber hubungan dengan keinginan para anggota untuk selalu berada dalam grup.

Berdasarkan definisi di atas dapat kita katakan bahwa CoP adalah salah satu bentuk grup selain knowledge network, work team (kelompok kerja=pokja) dan team (termasuk tim virtual atau project team) yang perbedaan teknisnya sudah dibahas pada Bab V. Ada per-samaan mendasar antara berbagai bentuk grup tersebut dengan CoP, yaitu berbagai bentuk grup tersebut merupakan kumpulan dari individu-individu yang memiliki keterikatan dan berinteraksi secara kolaboratif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

CoP memiliki komponen-komponen dan karakteristik yang sama dengan bentuk grup lainnya, seperti:

Merupakan kumpulan dari dua atau lebih orang yang saling berinteraksi.·Memiliki ketertarikan yang sama·Memiliki identitas yang sama (· common identity)Adanya komunikasi yang intensif dan kontinu.·Adanya tujuan yang sama·Memiliki kualitas-kualitas berikut: persepsi kolektif, kebutuhan, tujuan bersama, saling ·ketergantungan, interaksi, dan keterikatan (kekohesivan).

Seperti sudah dijelaskan pada Bab 5, ada beberapa perbedaan antara CoP dengan bentuk grup lain. Perbedaan mendasar CoP dengan bentuk grup lainnya adalah: tingkat keformalan CoP yang lebih rendah, CoP biasanya berada di luar struktur organisasi, kepemimpinan yang informal di mana proses di dalam CoP dan interaksi anggota akan melahirkan pemimpinnya

Page 97: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

80 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

secara alamiah, kemudian tujuan yang agak kabur dari CoP, tujuan CoP ini akan menjadi jelas melalui proses yang berlangsung di dalam CoP itu sendiri.

6.4. CoP Membutuhkan Pemimpin

Dalam satu CoP mutlak perlu adanya pemimpin. CoP tanpa pemimpin tidak akan efektif, karena tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang memfasilitasi, tidak fokus dan tidak jelas misi dan tujuan yang akan dicapai. Hanya proses lahirnya pemimpin dalam CoP berbeda dengan bentuk grup lainnya. Dalam CoP yang ideal, pemimpin mun-cul secara alami dan berperan secara informal, berbeda dengan grup formal lainnya, di mana pemimpin ditunjuk atau dipilih secara for-mal oleh organisasinya atau para anggotanya. Perbedaan lainnya, se cara fungsional, pemimpin dalam CoP bekerja secara implisit, se-hingga para anggota sering tidak sadar bahwa mereka sedang di-pimpin dan diarahkan secara intelektual.

Produktivitas suatu CoP sangat ditentukan oleh pemimpin, di se bab-kan faktor sebagai berikut:

Pemimpin merupakan orang yang menyelaraskan persepsi, pe-·mahaman, komitmen, dan aktivitas anggota CoP dengan tujuan yang sudah disepakati.Pemimpin berperan dalam mengharmonikan interaksi para ang-·gota CoP yang memiliki personality, tingkat dan domain pe-ngetahuan, persepsi, preferensi atau selera,dan belief (ideologi/doktrin) yang berbeda.Pemimpin merupakan orang yang memastikan bahwa CoP sudah ·bekerja menuju arah yang ditentukan.Pemimpin juga berfungsi sebagai motivator utama dalam mem-·berikan stimulasi intelektual dalam rangka menggerakkan antusiasme anggota.

Pemimpin berperan besar dalam menyelesaikan atau memfasilitasi berbagai persoalan yang dapat menurunkan kinerja CoP, seperti konflik antar anggota dan fenomena groupthink (di mana proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh CoP cenderung untuk mempertahankan konsensus dan harmoni daripada mengambil alternatif yang lebih kreatif atau di mana anggota tidak terbuka pada informasi dari luar).

6.5. Penerapan Kepemimpinan dalam Meningkatkan Kinerja CoP

6.5.1. Perkembangan CoP dan Karakteristiknya

CoP juga seperti manusia, berubah, melewati berbagai fase atau tahapan sama seperti kita lahir menjadi bayi, anak-anak, re maja, dewasa, menjadi tua dan mati. Pemimpin harus mampu meng-identifikasi setiap proses dan karakteristik dari setiap fase per-kembangan CoP agar dapat menentukan tindakan-tindakan atau per lakuan yang tepat. Dengan demikian, pemimpin akan mampu mem bawa CoP melewati setiap fase tersebut.

“Dalam CoP yang ideal, pemimpin muncul secara

alami dan berperan secara

informal, berbeda dengan

grup formal lainnya, di

mana pemimpin ditunjuk atau dipilih secara formal oleh

organisasinya atau para

anggotanya”.

Page 98: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

81 KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI |

Dalam perkembangan CoP, isu sentral adalah proses antarindividu, norma-norma, kohesi, dan kualitas pengetahuan yang mengalir. Isu-isu ini akan menggambarkan bagaimana ang-gota-anggota CoP mengkonsolidasikan diri menuju maturity (kedewasaan) dengan me-nyepakati nilai-nilai, norma-norma dan model komunikasi di dalam CoP.

Penjelasan dari setiap fase adalah seperti pada tabel berikut:

6.5.2. Gaya Kepemimpinan Dalam CoP

Pemimpin yang efektif biasanya dapat mengubah atau menyesuaikan gaya (style) lead-ershipnya sesuai dengan kondisi atau situasi dari kumpulan orang yang dipimpinnya tanpa mengorbankan tujuan yang ingin dicapai. Demikian juga halnya dengan CoP, setiap fase dalam perkembangannya membutuhkan gaya kepemimpinan yang tepat. Dengan me-mahami fase perkembangan CoP, pemimpin dapat menemukenali karakteristik dan ma-salah-masalah potensial yang dapat muncul dalam setiap fase. Pemahaman tersebut akan mem bimbing para pemimpin dalam menerapkan tindakan dan gaya kepemimpinan yang te pat untuk membawa CoP ke performansi puncak dan mempertahankannya.

Ada dua implikasi penting dari perkembangan CoP untuk pemimpinnya. Pertama, per-kembangan CoP menyadarkan pemimpin CoP terhadap potensi masalah dan kegagalan

Tabel 6.1. Perkembangan, Karakteristik dan fungsi Utama Kepemimpinan CoP (diadaptasi dari Gongula dan Rizzuto,2001)

Page 99: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

82 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

pada setiap titik transisi antar fase. Kedua, pemahaman akan fase dari setiap perkembangan CoP sangat penting bagi pemimpin un-tuk mengenali dalam tahapan mana suatu CoP berada sehingga pe mimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dalam me-maksimalkan fungsi CoP.

Dalam memimpin suatu CoP, pemimpin harus menyadari bahwa se-bagian besar masalah yang timbul dalam CoP adalah disebabkan dinamika antar personal yang hanya dapat diatasi jika pemimpin mampu mengidentifikasi dan menanganinya secara efektif. Setiap individu mambawa interest, skill, dan antusiasme yang berbeda ke dalam CoP. Sebagai konsekwensinya, persoalan dalam CoP akan da-pat diatasi jika para pemimpin mampu mengidentifikasi dan mem-berikan respons yang sesuai terhadap konflik yang muncul akibat perbedaan kepribadian anggota.

Selain itu, para pemimpin harus memahami aspek-aspek psikologis dari setiap individu dalam CoP dan keterampilan dalam memfasilitasi CoP. Memahami aspek psikologis berarti pemimpin perlu memahami unsur-unsur psikologis seperti motivasi, persepsi , personality, dan emosi para anggota.

Tugas utama dari seorang pemimpin adalah membantu CoP mem-bangun komitmen dan arah bersama. Sebagai akibatnya penggunaan gaya kepemimpinan dan strategi yang tepat adalah sangat penting dalam membuat suatu CoP menjadi efektif. Misalnya dalam fase awal, CoP memerlukan individual leadership, tetapi di tahap be-rikutnya CoP membutuhkan shared leadership. Dalam individual leadership, pemimpin lebih dominan dalam menentukan arah dan tu juan CoP. Shared leadership merupakan gaya yang lebih cocok di-terapkan jika CoP sudah mulai stabil dan produktif, pada fase ini pe-mimpin atau penggagas CoP sudah saatnya mulai menarik diri dan mem beri kesempatan kepada anggota CoP untuk berproses dalam meng hasilkan pemimpinnya sendiri, (dalam fase ini yang dihasilkan adalah practice leader).

Gaya yang lebih directive (mengarahkan) merupakan yang paling tepat untuk fase-fase awal (potential, building, engaged), sementara gaya yang lebih demokratis dapat diterapkan untuk fase-fase se-lanjutnya. Gaya directive dibutuhkan karena pemimpin harus me-na namkan misi dan norma yang harus dipahami dan ditaati oleh se mua anggota CoP pada tahap awal. Dengan demikian CoP lebih ter arah sesuai dengan maksud pembentukannya.

Gaya yang lebih demokratis perlu untuk memberi ruang yang le-bih luas bagi para anggota untuk mengekpresikan pengetahuan, ide dan pemikirannya. Gaya ini lebih tepat diterapkan pada fase pro duktif (active dan adaptive) CoP. Pada fase ini pemimpin lebih ba nyak memfasilitasi dan mendukung CoP untuk membagikan pengetahuan atau menghasilkan pengetahuan baru. Pada tahapan ini juga pemimpin dapat membangun komunikasi dengan kelompok lain, manajemen atau struktur formal, agar ide dan pengetahuan yang dimiliki oleh CoP dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas.

“Dalam memimpin suatu CoP,

pemimpin harus menyadari bahwa sebagian besar masalah yang timbul dalam CoP adalah disebabkan

dinamika antar personal yang hanya dapat diatasi jika pemimpin mampu

mengidentifikasi dan

menanganinya secara efektif”.

Page 100: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

83 KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI |

Jika melihat karakteristik dan proses-proses kepemimpinan yang diperlukan CoP seperti diuraikan di atas maka kepemimpinan transformasional adalah lebih tepat dan efektif di-terapkan pada CoP. Hal ini juga sesuai dengan pandangan Wartburg dan Thorsten (2006). Karakteristik kepemimpinan transformasional yang berorientasi perubahan, manusia dan inspiratif membuatnya lebih cocok diterapkan pada anggota CoP yang pada umumnya ber-sikap independen.

6.6. Fase Perkembangan CoP dan Bagaimana Seorang Pemimpin Harus Bertindak

Tahap PotentialPada tahap inisiasi CoP ini, peran pemimpin lebih kepada proses konseptualisasi CoP. Pada tahapan ini fokus pemimpin belum kepada memimpin orang, tetapi lebih fokus kepada formulasi tujuan, kriteria anggota yang akan diundang bergabung dan mekanisme interaksi antaranggota serta ekspektasi yang diharapkan dari CoP. Ruhi (2006) berpendapat, pada tahapan ini dibutuhkan kepemimpinan yang inspirasional dari seorang pemimpin yang kuat dan merupakan seorang expert terpandang di dalam organisasi. Pemimpin ini dapat melakukan inisiatif pembentukan forum baru untuk diskusi dan knowledge sharing.

Tahap BuildingDalam tahapan ini, anggota sudah mulai berkomunikasi dengan orang lain yang baru atau belum dikenal. Mereka mungkin masih tertutup dan menolak mendiskusikan pandangan–pandangan dan nilai-nilai pribadi. Sebagai akibatnya, masalah potensial adalah anggota me rasa kurang nyaman. Pada tahapan ini, menurut Ruhi (2006) diperlukan kepemimpinan yang mampu mencairkan hubungan antar personal (interpersonal leadership). Pada tahapan ini pemimpin harus memiliki inisiatif kuat untuk menggalang anggota-anggota baru untuk ber gabung.

Dalam mengatasi masalah pada tahapan ini, pemimpin CoP dapat memfasilitasi dengan mengkomunikasikan aktivitas, tujuan dan semacam aturan CoP dengan jelas. Dalam tahapan ini pemimpin perlu lebih tegas dan lebih instruktif. Pada tahapan ini, otoritas yang dimiliki pemimpin perlu digunakan lebih intensif dalam menciptakan kondisi awal CoP.

Tahapan EngagedDalam fase ini, kesatuan, stabilitas, kepuasan dan dinamika internal sedang dibangun atau di intensifkan. Namun dalam fase ini ada masalah yang mungkin timbul, di mana anggota ka dang-kadang tidak toleran terhadap perbedaan pendapat. Masalah lain adalah turunnya pro duktivitas, apalagi norma atau nilai yang disepakati tidak mendukung produktivitas yang lebih tinggi.

Menurut Ruhi (2006), pada tahapan ini diperlukan pemimpin yang dari hari ke hari secara intensif mengorganisir kegiatan CoP. Pada tahapan ini pemimpin aktif memoderasi diskusi harian dan menindaklanjuti seluruh umpan balik anggota untuk penyempurnaan.

Dalam fase ini, pemimpin perlu lebih waspada dalam proses pembentukan norma, peran, aturan, dan standar. Sehingga pemimpin dapat menjamin bahwa para anggota konsisten dengan tujuan CoP.

fase ActiveMasalah potensial dalam fase ini adalah bagaimana memelihara dan memaksimalkan pro-duktivitas. Schatter menemukan bahwa kekohesifan ternyata tidak selalu berimplikasi positif pada produktivitas. Salah satu efek negatif dari kekohesifan adalah resistance to change, karena perubahan selalu mengancam status quo.

Page 101: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

84 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Ruhi (2006) berpendapat pada fase ini, CoP sudah dapat mengadopsi kepemimpinan ins-titusional dari eksekutif organisasi. Untuk menarik perhatian para eksekutif organisasi, pemimpin CoP harus aktif mempublikasikan keberhasilan-keberhasilan yang dicapai oleh CoP.

Dalam fase ini, beberapa saran Vecchio (1996) walaupun dalam konteks grup dapat diterapkan, seperti:

Berperan sebagai role model (teladan).·Misi harus jelas dan selalu diingatkan untuk mengarahkan CoP.·Mengendalikan dengan mereview kinerja CoP dan memberikan umpan balik.·Melakukan sosialisasi kepada anggota baru agar segera menyesuaikan perilakunya de-·ngan norma nilai CoP.Melakukan rekrutasi dan seleksi anggota baru sesuai dengan perilaku yang di-·inginkan.Melakukan pertemuan rutin untuk mendiskusikan dampak aktivitas CoP dan untuk me-·nemukan cara baru dalam meningkatkan kinerja CoP dan kepuasan anggota.

Isu lain yang dapat mereduksi produktivitas CoP adalah fenomena groupthink. Groupthink (agak mirip dengan mentalitas Not Invented Here), terjadi ketika proses pengambilan ke-putusan yang dilakukan oleh grup cenderung untuk mempertahankan konsensus dan har moni daripada mengambil tindakan-tindakan alternatif yang lebih kreatif. Beberapa fe-nomena groupthink, yaitu tidak terbuka terhadap atau cenderung mengabaikan hal-hal ba ru yang mungkin berlawanan dengan konsensus yang sudah dibangun, kesombongan suatu grup di mana mereka memandang diri mereka lebih baik dari orang lain dari sisi pe-ngetahuan dan etika, anggota grup melihat orang yang tidak sependapat dengan mereka atau orang luar secara negatif, penekanan ekspressi yang tidak biasa dari anggota grup.

Beberapa cara mengatasi groupthink adalah dengan tindakan-tindakan berikut:Mendorong anggota untuk tetap kritis dalam bekerja.·Dalam diskusi, pemimpin jangan langsung menyatakan posisi atau keinginan, pen-·dapatnya pada awal pertemuan.Secara periodik mengundang expert dari luar untuk ikut dalam diskusi CoP untuk mem-·berikan ide-ide baru.Mendorong sebagian anggota untuk mencari alternatif baru dari cara-cara yang selama ·ini dilakukan.Pemimpin harus mau menerima kritik.·

fase AdaptiveAda dua hal yang dapat mengakhiri eksistensi suatu CoP, yaitu tujuan sudah tercapai atau jangka waktu atau sumber daya sudah jenuh. Kedua, eksistensi CoP berakhir secara pre-matur dan spontan karena ketidakpuasan para anggotanya, ketidakefektifan operasional CoP dan/atau disebabkan kegagalan CoP dalam mencapai target secara berulangkali.

Fase adaptif merupakan fase panen dari sebuah CoP. Di mana pengetahuan baru yang di-shared sudah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing organisasi. Pada fase ini mulai muncul keinginan untuk mencari pengetahuan atau peluang baru yang mungkin tidak dapat lagi diakomodir oleh CoP eksisting. Sehingga dimungkinkan terjadi pembentukan ulang (reformasi) CoP dengan tujuan, nilai dan kriteria anggota yang baru, atau para ang-gota bergabung dengan CoP lainnya yang sesuai dengan minat baru mereka.

Page 102: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

85 KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI |

Ketika masa-masa hidup CoP sudah menunjukkan tanda-tanda akan bubar, ada baiknya para anggota dan pemimpin memikirkan pembentukan CoP yang baru, di mana mereka masih da pat melanjutkan kebersamaan mereka untuk menggumuli kompetensi dan isu-isu yang lebih baru. Atau jika sudah saatnya CoP sudah harus dibubarkan ka rena tujuan sudah tercapai atau sudah ada kejenuhan intelektual. Pe mimpin sebaiknya memfasilitasi pembentukan CoP yang baru atau membantu anggota untuk bergabung dengan CoP lainnya yang su dah eksis sesuai minat anggota.

Menurut Ruhi (2006) pada fase ini dibutuhkan pemimpin yang dapat melihat peluang dan masa depan. Dengan demikian pemimpin perlu ber inisiatif mencari peluang-peluang baru dan melakukan sinergi se cara internal atau dengan partner bisnis yang lain.

6.7. Identifikasi Kompetensi Pemimpin dalam Memimpin CoP

Ada dua bagian kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pe-mimpin dalam menciptakan sebuah CoP yang memiliki performansi tinggi, yaitu kompetensi dalam menangani tugas dan kompetensi dalam menangani relationship.

6.7.1. Kompetensi dalam Menangani Tugas CoP

Kompetensi ini lebih menyorot kemampuan managerial dari se-orang pemimpin. Kompetensi ini sangat dibutuhkan oleh orang yang menggagas suatu pembentukan CoP dan mengawal prosesnya sam pai CoP stabil. Kompetensi itu adalah:

Perencanaan, · yaitu memutuskan apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang akan melakukannya, dan kapan perkerjaan tersebut harus dilakukan.Problem solvings· menyangkut pengidentifikasian masalah-ma-salah, penganalisaannya dengan cara yang sistematik, dan me-lakukan keputusan dan implementasinya.Klarifikasi objektif · menyangkut penentuan tujuan dan me-kanisme untuk pencapaiannya.Informing· adalah komunikasi yang dibutuhkan anggota CoP yang terkait dengan pekerjaannya. Informing menyangkut ke-mampuan dan kemauan pemimpin dalam memenuhi informasi yang dibutuhkan anggota CoP, meng- update anggota CoP dengan pengetahuan baru secara kontinu, melaksanakan briefing terkait perkembangan baru, mengirim memo atau pesan melalui media kolaborasi yang digunakan.Monitoring· menyangkut pengumpulan informasi tentang ope-ra sional CoP. Informasi ini perlu untuk bahan evaluasi progres ke giatan, kinerja dan mutu hasil dari CoP.

“Ketika masa-masa hidup CoP sudah

menunjukkan tanda-tanda akan bubar, ada baiknya para anggota dan pemimpin memikirkan

pembentukan CoP yang baru, di mana mereka

masih dapat melanjutkan kebersamaan mereka untuk menggumuli

kompetensi dan isu-isu yang lebih

baru”.

Page 103: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

86 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

6.7.2. Kompetensi dalam Menangani Relationship

Kompetensi ini sangat dibutuhkan CoP pada saat pembentukan dan berperan penting untuk me maksimal hasil dari CoP yang sudah stabil. Kompetensi itu adalah:

Supporting· adalah kemampuan seorang pemimpin dalam menunjukkan pertimbangan, penerimaan, dan kepeduliannya terhadap kebutuhan dan feeling dari anggota CoP. Sup-porting merupakan dasar utama untuk membangun dan memelihara hubungan inter-personal. Dengan adanya ikatan-ikatan emosional akan mempermudah kerjasama dan diperolehnya dukungan dari anggota CoP.Developing· menyangkut kepedulian dari seorang pemimpin untuk meningkatkan ke-mampuan anggota CoP, misalnya dengan memfasilitasi mentoring dan coaching. De-veloping juga dapat dilaksanakan dengan memberikan (mencarikan) tanggung jawab yang lebih besar kepada CoP. Misalnya, dengan menyelaraskannya dengan persoalan stra tegis yang dihadapi perusahaan, sehingga akan meningkatkan job satisfaction anggota dan legitimasi CoP. Developing akan menyuburkan kerjasama dan komitmen ang gota CoP dalam mencapai tujuan CoP.Recognising· adalah keterampilan seorang pemimpin untuk mengkomunikasikan kemampuan CoP dalam menyelesaikan isu-isu penting yang sedang dihadapi organisasi. Hal ini dapat terjadi jika ada penugasan khusus dari manajemen kepada CoP untuk menyelesaikan masalah tertentu, yang mungkin sulit diatasi oleh struktur formal yang ada. Penugasan ini akan membuat keberadaan CoP direkognisi oleh manajemen dan akan meningkatkan legitimasi dan eksistensi CoP dalam sebuah organisasi.Managing conflict· , yaitu membantu untuk menemukan solusi yang konstruktif dari kon flik yang terjadi secara horisontal diantara anggota, menengahi, menjelaskan arti pentingnya kekompakan dan kerjasama dan cara-cara lainnya. Konflik dapat terjadi ka-rena setiap anggota memiliki kepentingan yang berbeda dan cara yang berbeda dalam memenuhi kepentingan tersebut.Networking· adalah kemampuan pemimpin dalam membangun hubungan dengan orang yang menjadi sumber utama pengetahuan dan asistensi., baik dari internal maupun eks ternal. Kemampuan networking dari seorang pemimpin akan sangat membantu kelancaran kerja CoP khususnya ketika anggota CoP harus berhubungan dengan unit-unit lain, baik internal maupun eksternal perusahaan, dalam menyelesaikan pekerjaannya. Ke buntuan yang dihadapi CoP karena kurangnya networking dari pemimpin dapat me-nyebabkan frustrasi yang dapat berakibat bubarnya CoP secara prematur.

Pada Bab ini sudah dibahas bahwa CoP yang efektif akan menjadi pendukung utama pe-nerapan KM di dalam suatu organisasi. Sehingga untuk penerapan KM yang berhasil, CoP ha rus dikelola dengan baik. Dalam pengelolaan CoP ini unsur kepemimpinan mengambil pe ranan yang lebih dominan dibanding peran managerialnya.

Dari berbagai tipe kepemimpinan yang diuraikan, terlihat bahwa kepemimpinan trans-formasional lebih dominan berperan dalam memaksimalkan peran CoP dibandingkan de-ngan tipe kepemimpinan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh karakteristiknya yang ber-orientasi pada perubahan, mampu memberi stimulasi intelektual, trust, mempengaruhi de ngan memberi inspirasi serta kemampuannya dalam menghargai individu yang bersifat in dependen.

Walaupun kepemimpinan transformasional lebih dominan, bukan berarti tipe kepemimpinan lainnya tidak dapat dimanfaatkan untuk CoP. CoP yang senantiasa menjalani beberapa fase

Page 104: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

87 KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS PRAKTISI |

dalam kehidupannya, membutuhkan fungsi, peran dan tipe kepemimpinan yang berbeda dalam setiap fase.Bab berikut akan membahas hubungan beberapa proses dalam KM dengan inovasi, yang akan lebih meyakinkan pembaca tentang peran KM secara umum dan knowledge sharing berbasis CoP secara khusus dalam meningkatkan kemampuan inovasi suatu organisasi.

Referensi

Bolman, L.G. and T.E. Deal. 1. Reframing Organization, 2nd edition. Jossey Bass Publisher, 1997.

Cargill, Barbara J., “2. Leadership issues with in Communities of Practice” pp. 320-322, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Christensen, Peter Holdt, “Knowledge sharing: moving away from the obsession with 3. best practices”, Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 1, 2007 pp 36-47.

Drucker, P.F, “The Coming of The New Organization”, 4. Harvard Business Review On Knowledge Management, 1998, p 1-19.

Gongula, P. & Rizzuto, C.R., “Evolving communities of practice: IBM Global Services 5. experience”, IBM Systems Journal, Volume 40(4), 2001 pp 842-862.

Gongula, P., & Rizzuto, C. R. (2004). 6. Where Did That Community Go? Communities of Practice That Disappear. Dalam P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge Networks: Innovation through Communities of Practice (pp. 295-307). Hershey, PA: Idea Group Publishing

Heerwagen, J., Kampschroer, K., Powell, K., Loftness, V., “Collaborative Knowledge Work 7. Environment”, Building Research and Information, 2004, 32 (6): 510-528.

Hustad, E., and Munkvold, B.E., “Communities of Practice and Other Organizational 8. Groups”, pp. 60-62, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Lank, Elizabeth, 9. Collaborative Advantage: How Organization Win by Working Together, Palgrave Macmilan, New York, 2008.

Loyarte E., & Rivera O., “Communities of Practice: A Model for Their Cultivation”, 10. Journal of Knowledge Management, Volume 11 no 3, 2007 pp 67-77.

Newell, S., Robertson, M., Scarbrough, H. and Swan, J., 11. Managing Knowledge Work, Palgrave Macmilan, New York, 2002.

Ray, Deepa, “Life Cycle of Communities of Practice” pp. 323-326, in Coakes, E., and Clarke 12. S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice dalam Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Ruhi, Umar, “13. A Social Informatics Framework for Sustaining Virtual Communities of Practice” pp. 466-473, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Tyson, T., Working with Groups, Macmillan Melbourne, 1989.14.

Vecchio, R.P., Hearn, G. and Southey, G., 15. Organisation Behaviour, 3rd edition, Harcourt Brace Publisher, Sydney, 1996.

Wartburg, Iwan von & Teichert, Thorsten, “16. Leadership issues in Communities of Practice” pp. 317-319, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Page 105: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

88 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Wasko, M.M., and Teigland, R., “Distinguishing Work Groups, Virtual Teams, and 17. Electronic Networks of Practice” pp. 138-140, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Yukl, G., 18. Leadership in Organizations, 3rd edition, Prentice Hall International Edition, 1994.

Page 106: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BAB VII

KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI

”Disneyland will never be completed as long as there is imagination left in the world”. Walt Disney

Bagaimana KM dapat memberikan manfaat kepada organisasi? Jawaban sederhananya ada-lah melalui penerapan KM yang dapat mengakselerasi konversi pengetahuan menjadi pro-duk dan layanan yang inovatif. Sehingga proses inovasi merupakan proses pemanfaatan pe ngetahuan yang paling optimal. Tanpa inovasi pemanfaatan pengetahuan hanya sekadar eks ploitasi pengetahuan melalui knowledge re-use yang dilakukan dengan mendistribusikan knowledge eksisting ke sebanyak mungkin titik. Melalui inovasi terjadi eksplorasi knowledge yang menghasilkan suatu knowledge baru yang selanjutnya diikuti dengan eksploitasi knowledge baru tersebut. Bagian ini akan membahas lebih dalam hubungan antara KM dan inovasi.

7.1. Inovasi

Riset yang dilakukan Deloitte untuk tahun 2004-2007 tentang faktor-faktor utama penyebab pertumbuhan, menempatkan peluncuran produk dan layanan baru sebagai hasil inovasi pada ranking pertama untuk semua jenis industri, posisi ini jauh lebih baik dari aliansi strategis atau merger dan akuisisi yang selama ini dipersepsikan banyak orang sebagai langkah strategis untuk ekspansi perusahaan.

Inovasi saat ini merupakan kata kunci bagi setiap organisasi yang ingin memiliki dan me-ningkatkan daya saingnya secara berkelanjutan. Inovasi memiliki tiga peran penting dalam or ganisasi, yaitu sebagai key driver daya saing, faktor kunci untuk memiliki pertumbuhan di masa depan (future growth) dan memiliki peran penting dalam memaksimalkan pe-manfaatan knowledge organisasi.

Untuk dapat memiliki daya saing, perusahaan harus memiliki strategi bisnis yang inovatif. Michael E. Porter dalam World Knowledge Forum 2008, mengatakan bahwa melakukan suatu inisiatif yang sama dengan cara yang lebih baik, pada hakekatnya bukanlah strategi. Se hingga strategi bisnis yang inovatif, harus mampu menciptakan suatu perbedaan dengan pe saingnya dalam menyediakan produk dan layanan kepada pelanggannya. Selain inovatif,

Page 107: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

90 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

strategi bisnis juga harus viable, artinya strategi harus dapat dieksekusi dengan efektif.

Berbagai perubahan lingkungan bisnis diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain umur (life cycle) teknologi dan produk yang semakin pendek, serta kebutuhan pasar yang se-makin dinamis dan demanding. Dengan demikian perusahaan yang ingin memiliki future growth, harus memiliki kemampuan untuk secara kontinu menyediakan produk dan la-yanan yang inovatif dengan time to market yang semakin pendek. Hal ini hanya dapat di capai jika perusahaan memiliki kapabilitas inovasi yang tinggi dan proses inovasi yang efi sien. Memiliki kapabilitas inovasi berarti perusahaan memiliki kemampuan menawarkan al ternatif-alternatif baru kepada pasar yang disasar.

Pemanfaatan knowledge organisasi yang paling optimal terjadi melalui inovasi. Inovasi me-rupakan suatu titik di mana terjadi proses konversi knowledge internal dan external or ga-nisasi menjadi nilai-nilai komersial. Pada titik ini juga terjadi proses kombinasi berbagai know ledge menjadi knowledge baru. Nonaka dan Takeuchi (1995) mengatakan bahwa inter aksi kontinu antara tacit dan explicit knowledge akan memunculkan inovasi atau know ledge baru yang secara ontologis berkembang dari pengetahuan individu menjadi pe-ngetahuan kelompok, bagian, divisi, organisasi bahkan antar organisasi.

Ber bagai definisi inovasi dapat kita temukan di berbagai literatur, dan berbagai cara dilakukan para ahli untuk mendefinisikannya. Pada bagian ini, ada dua definisi yang dipilih. Definisi per tama dari Carlson & Wilmot (2006) yang merupakan inovator di belakang penemuan mouse komputer yang mengakibatkan revolusi penggunaan komputer pada awal dekade tahun 1990an. Mereka mendeskripsikan inovasi sebagai “the process that turns an idea into value for the customer and results in sustainable profit for the enterprise”. Definisi yang sejenis ini agak jamak kita temukan dalam literatur bisnis, yaitu definisi yang cenderung men jelaskan “apa” itu inovasi.

Namun ada definisi inovasi yang ditemukan dalam literatur yang lebih menjelaskan peran knowledge dalam proses terjadinya suatu inovasi. Herkema (2003, dalam Plessis, 2007) mendeskripsikan inovasi sebagai knowledge processes yang bertujuan menciptakan know-ledge baru yang diorganisasikan untuk mengembangkan solusi komersial yang viable. Definisi ini secara konseptual telah meletakkan fondasi hubungan antara KM dan inovasi.

7.2. Peranan KM dalam Inovasi

KM pada dasarnya adalah pengelolaan berbagai knowledge processes dan knowledge flow da lam suatu organisasi, sehingga knowledge tersebut dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Knowledge processes itu terdiri dari knowledge identification, knowledge acquisition, knowledge development, knowledge sharing, knowledge utilization dan know-ledge retention. Karena tujuan utama penerapan KM adalah untuk meningkatkan daya saing perusahaan yang berkelanjutan, maka proses-proses KM tersebut harus diarahkan untuk me ningkatkan kapabilitas inovasi perusahaan.

Marina du Plessis (2007) menulis sebuah jurnal ilmiah yang khusus membahas peranan KM dalam inovasi. Plessis menjelaskan bahwa ada tiga peran utama dari penerapan KM di dalam inovasi, yaitu:

Peran pertama yang dijalankan KM dalam inovasi adalah memungkinkan sharing dan ·kodifikasi knowledge. Sharing tacit knowledge sangat penting untuk meningkatkan ka-pabilitas inovasi organisasi. Perusahaan yang memiliki potensi inovasi menggunakan dam pak learning by doing yang sulit direplikasi dan diakuisisi oleh kompetitor. Menurut

Page 108: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

91 KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI |

Cardinal et.al.(2001), replikasi dari keunggulan kompetitif yang berbasis knowledge di batasi oleh dua faktor, yaitu ambiguitas yang bersifat sebab akibat yang berujung pa da praktek-praktek yang spesifik. Kedua, kompleksitas sosial dan keunikan sejarah perusahaan yang menghasilkan knowledge yang membuat kompetensi perusahaan sulit direplikasi.Peran kedua KM dalam inovasi adalah berkaitan dengan · explicit knowledge sebagai kom-ponen penting dalam inovasi. Dalam inovasi biasanya terjadi proses pertukaran antara tacit dan explicit knowledge. Proses ini membutuhkan kapabilitas untuk mengkonversi ta cit dan explicit knowledge ke dalam model eksplisit. Sehingga adalah penting bagi pe rusahaan untuk membangun KM yang memampukannya untuk meng-capture dan meng kodifikasi proses pengembangan produk dan knowledge development, untuk me-mastikan terjadinya transfer knowledge yang memadai.Peran ketiga, adalah kemampuan KM dalam memungkinkan terjadinya kolaborasi. ·Ridderstrale & Wilcox (2008) menyatakan bahwa inovasi merupakan hasil dua ide yang berbeda yang berasal dari dalam dan luar organisasi yang dipertemukan dengan ca ra yang mengejutkan. Dengan demikian kolaborasi menjadi elemen penting dalam mem-pertemukan berbagai ide yang berbeda, karena kolaborasi memungkinkan terjadinya knowledge flow dan knowledge transfer dengan intensitas dan efektivitas yang tinggi. Ko laborasi adalah kemampuan dari pelanggan, supplier dan karyawan untuk membentuk ko munitas knowledge sharing di dalam dan lintas organisasi, yang bekerjasama untuk men capai tujuan bersama yang memberi manfaat bagi semua anggota komunitas.

7.3. Hubungan antara Knowledge Processes dengan Inovasi

Definisi inovasi menurut Herkema yang telah dijelaskan pada bagian 7.1., meletakkan fondasi konseptual antara hubungan KM dan inovasi. Sehingga dapat diartikulasikan bahwa inovasi adalah knowledge processes yang bertujuan untuk menciptakan knowledge baru yang berdampak pada peningkatan daya saing organisasi.

Knowledge process terdiri atas knowledge identification, acquisition, development/creation, sharing, utilization, dan knowledge retention. Definisi Herkema menginterpretasikan bahwa setiap knowledge process tersebut dapat memiliki hubungan yang saling mempengaruhi se cara positif, dan memberikan kontribusi positif terhadap proses inovasi, mulai dari pem-bang kitan ide, evaluasi ide, identifikasi peluang, pengembangan sampai kepada tahap ko-mer sialisasi.

Maka pada bagian ini akan diuraikan secara lebih spesifik hubungan antara knowledge process dengan inovasi. Namun pada kesempatan ini hanya dipilih dua knowledge process yang dianggap memberikan pengaruh dominan terhadap inovasi, yaitu knowledge development dan knowledge sharing. Alasan utama pemilihan ini adalah knowledge development ber-tu juan menciptakan knowledge baru yang hanya dapat berlangsung jika ada pemrosesan ide dan kreativitas di dalamnya, sedangkan knowledge sharing sangat berkaitan dengan pen ciptaan lingkungan yang kolaboratif dalam rangka memastikan efektivitas knowledge trans fer sehingga memberikan potensi yang lebih luas bagi transformasi knowledge ke da-lam produk atau solusi inovatif, dan transformasi knowledge ke tingkat yang lebih tinggi atau ke tahapan yang lebih maju.

7.3.1. Knowledge Development dan Inovasi

Knowledge acquisition dengan knowledge development memiliki persamaan yaitu dalam hal memasukkan knowledge baru ke dalam organisasi. Namun Probst et.al (2000) membedakan

Page 109: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

92 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

kedua proses tersebut. Menurut mereka, knowledge acquisition biasanya memasukkan know-ledge baru dengan mengimpornya dari sumber eksternal melalui pelatihan, benchmark, merekrut tenaga dengan kompetensi atau ekspertis khusus dan mengakuisisi perusahaan dengan kompetensi tertentu.

Sementara itu, knowledge development adalah penciptaan knowledge baru atau pem-bangunan ekspertis baru yang sebagian besar prosesnya dilakukan oleh organisasi itu sen-diri, misalnya melalui riset, percobaan dan pengembangan teknologi, metode atau pro duk baru, serta melalui proses distilasi corporate dataware house menjadi knowledge. Know-ledge development dipilih berdasarkan alasan ekonomis, misalnya, karena lebih efisien mengembangkan sendiri daripada mengimpor dari luar atau menjadi satu-satunya cara yang harus ditempuh akibat belum tersedianya knowledge yang dibutuhkan di luar or-ganisasi.

Albert Carneiro (2000) menganalisis hubungan KM dan inovasi dari sisi pengaruh secara umum, di mana dia menempatkan knowledge development menjadi antarmuka yang meng-hubungkan KM dengan inovasi dan daya saing dalam model yang dibangunnya seperti pada Gambar 7.1.

Model di atas menekankan bahwa daya saing dan inovasi merupakan fungsi dari KM. Model ini mencakup beberapa faktor determinan yang bervariasi dari hubungan berbagai bidang. Bagian atas dari model menunjukkan faktor-faktor yang pada umumnya menentukan sikap manajemen dan berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:

Seberapa penting modal intelektual dalam organisasi?·Apakah knowledge dianggap sebagai perangkat strategis?·Bagaimana manajemen mengevaluasi · knowledge development?Apakah manajemen mampu memotivasi · knowledge development?Apakah pelatihan menjadi aspek yang penting untuk direncanakan?·Apakah manajemen mampu menstimulasi potensi kapasitas dari · knowledge wor-ker?

Gambar 7.1. Pengaruh KM terhadap Inovasi dan Daya Saing (Alberto Carneiro, 2000).

Page 110: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

93 KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI |

Selanjutnya dari model tergambar bahwa KM berhubungan dan didukung oleh dua domain dari modal manusia, yaitu:

Karakteristik personal dari setiap 1. knowledge worker. Karakteristik itu dapat berupa tingkat pendidikan, sikap, values, kreativitas dan innovativeness dari knowledge worker.Pengembangan personal yang dibangun melalui pengalaman profesional, pelatihan 2. yang berkontribusi dalam membangkitkan kembali pengetahuan yang sebelumnya sudah dimiliki dan untuk memfasilitasi akses kepada knowledge level yang lebih tinggi. Pengembangan setiap knowledge worker memiliki dinamikanya sendiri yang terkait dengan objektif personalnya. Jika objektif personal semakin demanding, maka upaya pembelajaran semakin diintensifkan dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi.

Pada tahap berikutnya manajemen harus melaksanakan keputusan-keputusan strategis menyangkut knowledge development, dengan menginvestasikan sumber daya yang memadai untuk itu, memodernisir teknologi informasi, meningkatkan partisipasi knowledge worker, serta dengan merangsang munculnya proposal dan upaya yang inovatif dan kompetitif.

Knowledge development yang efektif akan meningkatkan knowledge level dari organisasi tentang pasar (berupa pengetahuan tentang kebutuhan, preferensi dan daya tarik pasar) dan kompetitor (berupa pengetahuan tentang teknologi, kelemahan, kekuatan, dan pergerakan strategis kompetitor). Pengetahuan tentang pasar dan kompetitor akan melahirkan upaya-upaya inovatif untuk menawarkan alternatif dan produk baru ke pasar, yang berujung kepada meningkatnya kemampuan inovasi dari organisasi.

Pada saat yang sama pengetahuan tentang pasar dan kompetitor ini juga akan meningkatkan upaya-upaya yang kompetitif dengan memberikan pelayanan yang lebih baik dan eksekusi bisnis proses yang lebih efektif dan efisien, yang bermuara pada peningkatan daya saing organisasi.

7.3.2. Knowledge Sharing dan Inovasi

Proses knowledge sharing dan knowledge creation sebenarnya tidak dapat dipisahkan, karena prakondisi utama berjalannya aktivitas knowledge sharing adalah tersedianya knowledge yang akan didistribusikan atau ditransfer. Agar knowledge tersedia, maka hanya ada dua jalan yang harus ditempuh yaitu mengembangkan/menciptakan knowledge atau mengakuisisi pengetahuan.

Dekade terakhir ini muncul pendekatan baru terhadap knowledge sharing, selain dari pendekatan stock dan flow. Nonaka dan Takeuchi (1995) memelopori pendekatan yang baru terhadap knowledge sharing, yaitu melihat knowledge sharing dari perspektif inovasi. Nonaka dan Takeuchi menyatakan bahwa aktivitas knowledge sharing adalah bagian dari knowledge creation sepanjang knowledge creation itu terjadi sebagai proses sosial yang dimulai dengan sebuah dialog ketika tacit knowledge dari individu dapat dieksternalisasikan dan dibagikan. Dengan demikian knowledge creation dan knowledge sharing memiliki hubungan yang bersifat interdependensi dan siklikal.

Namun tidak semua aktivitas knowledge sharing mendorong efektivitas knowledge creation. Formalisasi dan pengendalian yang berlebihan terhadap knowledge sharing akan mengurangi efektivitas knowledge sharing. Selain itu, knowledge sharing yang bersifat eksploitatif, de-ngan melakukan replikasi dan distribusi pengetahuan eksisting secara masif juga akan me ngurangi ruang dan waktu untuk mengeksplorasi pengetahuan baru, yang secara logis juga akan melemahkan knowledge creation dan menghambat pembelajaran. Sebaliknya

Page 111: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

94 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

knowledge sharing yang bersifat eksploratif akan memberikan ke-sempatan yang luas bagi proses knowledge creation.

Knowledge sharing yang bersifat eksploitatif adalah distribusi pe-ngetahuan yang siap diaplikasikan untuk memberikan solusi ter-hadap masalah-masalah yang sedang dihadapi. Sehingga knowledge yang di-share pada knowledge sharing eksploitatif adalah knowledge (resep dan formula) yang dibutuhkan untuk mengeksekusi pe-kerjaan, knowledge map (who knows what and where to find it), ser ta knowledge yang mudah dimanfaatkan dan diakses.

Sementara itu, knowledge sharing yang bersifat eksploratif adalah distribusi pengetahuan tentang tantangan dan peluang yang dapat di ciptakan perusahaan dalam jangka pendek, menengah dan, pan-jang. Knowledge yang dibagikan pada knowledge sharing jenis ini adalah knowledge yang memberikan future value, knowledge yang di lengkapi dengan penjelasan “why”, “what” dan “when”, knowledge yang memberi inspirasi dan menghubungkan orang, knowledge yang mendorong munculnya kombinasi baru pengetahuan, serta know ledge yang menemukan kembali (reinventing), mengubah, me rekonstruksi ulang dan menciptakan ulang (recreate) knowledge eksisting.

Knowledge sharing yang bersifat eksploitatif memiliki keuntungan antara lain memberi manfaat dalam jangka pendek, serta mendistribusikan dan memanfaatkan knowledge eksisting se cara cepat dan maksimal. Sementara knowledge sharing yang bersifat eksploratif memiliki keuntungan dalam memberi manfaat jangka panjang, membuka dan mempelajari alternatif-alternatif baru serta memberi waktu yang lebih banyak bagi penyerapan atau difusi pengetahuan yang bermanfaat bagi pengembangan kom-petensi anggota organisasi, namun memiliki efek berupa tingkat ketidakpastian yang tinggi dan kecepatan pendistribusian knowledge yang lebih rendah.

Pemilihan sifat atau penekanan knowledge sharing yang bersifat eks-ploitatif atau eksploratif merupakan bagian dari formulasi strategi knowledge perusahaan. Ridderstrale & Wilcox (2008), menyatakan bah wa perusahaan yang gagal mengeksploitasi temuan atau hasil inovasinya, hanya akan mengeluarkan biaya tanpa memperoleh return, sedangkan perusahaan yang terlalu fokus pada eksploitasi pengetahuan, dalam waktu yang tidak lama akan dikalahkan oleh pesaingnya yang lebih inovatif. Dengan demikian eksploitasi dan eksplorasi harus eksis secara bersama dalam organisasi dan ma-najemen harus memutuskan penekanan keduanya sesuai kebutuhan dan kondisi perusahaan.

Marleen Huysman dan Dirk de Witt (2003) menggambarkan hubungan knowledge sharing dan inovasi seperti Gambar 7.2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa efektivitas dari knowledge sharing dapat dilihat dari muaranya pada knowledge creation, yaitu inovasi yang dihasilkannya.

“Knowledge sharing

yang bersifat eksploratif

adalah distribusi pengetahuan

tentang tantangan dan peluang yang

dapat diciptakan perusahaan

dalam jangka pendek,

menengah dan, panjang”.

Page 112: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

95 KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI |

Model yang dikembangkan oleh Marleen Huysman dan Dirk de Witt ini dapat dilihat sebagai reaksi terhadap keterbatasan pembahasan knowledge sharing yang selama ini didominasi pendekatan stock and flow of knowledge. Pendekatan stok, mengasumsikan adanya know-ledge yang dapat dikodifikasi kemudian disimpan dalam knowledge-base (knowledge or-ganisasi) yang dapat diakses tanpa batasan geografis dan waktu, atau objektifikasi pe nge-tahuan ketika shared knowledge berubah menjadi knowledge organisasi. Pedekatan ini ber orientasi kepada knowledge retrieval. Sedangkan pendekatan flow, didasarkan pada know ledge yang tidak dapat dikodifikasi, tetapi dapat dialirkan. Pendekatan ini berorientasi pada knowledge exchange. Kemudian terjadi proses ontologis yang mengubah knowledge level dari knowledge individual menjadi shared knowledge (melalui knowledge exchange) dan dari shared knowledge menjadi knowledge organisasi melalui proses collective accep-tance.

Huysman et.al., menawarkan pendekatan keempat yang melengkapi ketiga orientasi sebe-lum nya, yaitu melihat proses KM dari perspektif inovasi yang bersifat independen terhadap ketiga pendekatan yang lain, pendekatan ini berorientasi pada knowledge creation. Dengan demikian Huysman dan Witt menawarkan suatu kerangka knowledge sharing yang mencakup lebih banyak faktor, yaitu dengan memasukkan keempat orientasi knowledge sharing se-bagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses knowledge sharing, seperti di lukiskan pada Gambar 7.2. yang dijadikan sebagai kerangka penelitiannya terhadap 10 perusahaan besar di Eropa.

Dari Gambar 7.2. digambarkan ada empat jenis knowledge, yaitu knowledge eksternal (yaitu knowledge yang berada di luar organisasi), knowledge individual, shared knowledge, dan knowledge organisasional. Kemudian terlihat juga ada lima proses yang terjadi, yaitu:

Inclusion· yaitu proses masuknya knowledge eksternal menjadi knowledge individual. Proses kedua, · externalization, yaitu proses melalui mana knowledge individual di per-tukarkan dengan individu lainnya yang menghasilkan shared (local) knowledge, proses ini juga disebut sebagai proses knowledge exchange.Proses ketiga, · objectification, yaitu proses melalui mana shared (local) knowledge ber ubah menjadi knowledge organisasi. Proses ini juga disebut sebagai collective acceptance. Proses keempat, · internalization di mana knowledge objektif (knowledge organisasi) di-gu nakan oleh individu-individu, proses ini juga disebut sebagai knowledge retrieval. Proses terakhir adalah · innovation yaitu proses knowledge development atau knowledge creation yang menghasilkan knowledge baru.

ExternalKnowledge

IndividualKnowledge

OrganizationalKnowledgeShared

Knowledge

Inclusion

InternalizationKnowledge Retrieval

InnovationKnowledge Creation

ExternalizationKnowledge Exchange

ObjectificationCollective Acceptance

Gambar 7.2. Knowledge Sharing dan Knowledge Creation (Inovasi) Sumber: Marleen Huysman dan Dirk de Witt (2003)

Page 113: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

96 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Sehingga melalui model ini dapat kita dapat identifikasi dua siklus, yaitu:Siklus ontologis berupa perubahan level knowledge dari individual, group (shared), ·organisasi dan kembali menjadi knowledge individual.Siklus epistemologis berupa perubahan bentuk tacit knowledge (individual knowledge ·dan sebagian shared knowledge) menjadi explicit knowledge (organizational knowledge dan sebagian shared knowledge) dan kembali menjadi tacit knowledge. Interaksi tacit dan explicit knowledge yang kontinu akan menghasilkan inovasi atau knowledge crea-tion (Nonaka&Takeuchi, 1995).

Inovasi terjadi melalui proses knowledge creation yang dihasilkan melalui proses belajar in ternal yang menghasilkan kombinasi baru dari knowledge individual, shared knowledge dan knowledge organizational. Dari model ini terlihat bahwa ultimate goal dari berbagai pro ses di dalam knowledge sharing adalah terciptanya knowledge baru.

Dari beberapa perusahaan yang menjadi objek penelitian dari Huysman seperti Unilever dan Stork, dapat disimpulkan bahwa jenis knowledge sharing yang mendukung inovasi atau knowledge creation adalah knowledge sharing yang berbasis komunitas. Berbagai pro-ses di dalam komunitas yang aktif seperti interaksi yang cair, pertukaran ide, sharing pe-ngetahuan, dan pengujian ide, yang dilandasi oleh trust merupakan ladang yang subur un tuk terjadinya proses inovasi yang efektif dan efisien. Selain itu komunitas merupakan sa rana yang lebih efektif dalam mempertemukan knowledge individu dari anggotanya, shared knowledge dan knowledge organisasi.

Sehingga organisasi yang ingin meningkatkan kapabilitas inovasinya perlu memberi per-hatian untuk menumbuhkan dan memfasilitasi CoP di lingkungan organisasinya.

Penelitian lain menyangkut hubungan knowledge sharing dengan inovasi dilakukan oleh Hsiu -Fen Lin (2007), yang melakukan penelitian dengan kerangka seperti pada Gambar 7.3.

Berdasarkan penelitian Hsiu-Fen Lin (2007), ditemukan fakta bahwa secara umum knowledge sharing memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kapabilitas inovasi perusahaan. Dia menemukan bahwa faktor individual seperti rasa senang membantu orang lain dan

Gambar 7.3. Kerangka Hubungan Knowledge Sharing dan Kemampuan Inovasi Perusahaan, Adaptasi: Hsiu-fen Lin (2007)

Page 114: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

97 KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI |

knowledge self-efficacy (merasa kompeten dan yakin akan manfaat ber bagi pengetahuan) akan meningkatkan keinginan orang untuk me ngumpulkan dan mendonasikan pengetahuan.

Sementara itu, faktor organisasional seperti dukungan manajemen pun cak dan penghargaan organisasi tidak sepenuhnya mendukung pro ses knowledge sharing. Dukungan manajemen puncak memang akan mendorong karyawan untuk berbagi (mendonasikan maupun me ngumpulkan pengetahuan), tetapi penghargaan organisasi tidak sig nifikan dalam meningkatkan minat karyawan untuk berbagi.

Me nariknya, adalah ditemukannya fakta bahwa kemudahan yang di-berikan teknologi informasi dan komunikasi dalam melaksanakan know ledge sharing, hanya meningkatkan minat orang untuk me-ngumpulkan knowledge, tetapi hanya sedikit mendorong orang untuk mendonasikan pengetahuannya. Sehingga tepat yang di-katakan Peter Rothstein dari Lotus Notes, “jika orang memang tidak me miliki keinginan membagikan knowledgenya, menyediakan fa-silitas teknologi informasi tidak akan menyebabkan mereka mem-bagikan pengetahuannya”.

Walaupun proses knowledge sharing secara keseluruhan, baik itu pen donasian maupun pengumpulan pengetahuan, akan berdampak pada peningkatan kapabilitas inovasi, namun dimensi-dimensi lain dari knowledge sharing belum dimasukkan sebagai faktor yang di-perhitungkan dan berpengaruh dalam penelitian tersebut. Faktor-faktor itu, antara lain, jenis knowledge yang di-share, model distribusi pengetahuan (push atau pull), media knowledge sharing apakah on line/individual atau melalui interaksi sosial atau komunitas, natur pekerja yang menerima pengetahuan dan lain-lain.

7.3.3. Sinergi knowledge sharing dan knowledge creation

Dari penjelasan pada bagian-bagian sebelumnya dari Bab ini, memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan yang sinergis antara knowledge sharing dan knowledge creation. Ada beberapa bentuk sinergi yang dapat diidentifikasi antara knowledge sharing dan knowledge creation (Raskov, 2007), yaitu:

Pertukaran dari pengetahuan eksplisit antar individua. Proses pertukaran pengetahuan eksplisit antar individu akan menciptakan redundansi informasi yang merupakan pra-kondisi yang penting bagi knowledge creation (Nonaka, Takeuchi,1995). Semakin kreatif tugas-tugas tim, semakin terbuka tim tersebut dalam menerima pengetahuan eksplisit dari luar. Aliran ide dan informasi dari anggota yang berasal dari unit-unit fungsional yang berbeda, kompetitor dan pelanggan akan memberikan materi pengetahuan penting dan akan membentuk knowledge space untuk menciptakan pemahaman baru tentang kebutuhan pelanggan, peluang pasar dan teknologi, serta disain produk dan organisasi. Pertukaran pengetahuan tasit individu melalui eksternalisasib. Nonaka dan Takeuchi (1995) melihat aktivitas berbagi sebagai

“Kemudahan yang diberikan

teknologi informasi dan komunikasi

dalam melaksanakan

knowledge sharing, hanya meningkatkan minat orang

untuk mengumpulkan

knowledge, tetapi hanya

sedikit mendorong orang untuk

mendonasikanpengetahuan-

nya”.

Page 115: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

98 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

bagian dari knowledge creation sepanjang knowledge creation adalah proses sosial yang dimulai dengan dialog ketika pengetahuan tasit individu dapat dieksternalisasikan dan dibagikan. Pada kenyataannya, partisipan dari grup diskusi menciptakan pengetahuan eksplist yang baru dengan memformalkan intuisi dan pemahaman implisit mereka da-lam berbagai metafor, analogi dan konsep.

Kita dapat menerapkan logika yang sama pada level organisasi. Anggota dari berbagai unit yang berbeda mempertukarkan opini dan intuisi mereka melalui komunikasi tatap muka (rapat multi-proyek dan multi-fungsi) dalam rangka menciptakan konsep baru atau bahasa yang sama.

Pertukaran ekspertisc. Pengetahuan dapat terbentuk melalui proses knowledge sharing jika kita bicara tentang penciptaan kompetensi/ekspertis individu melalui proses belajar. Kompetensi/ekspertis individu dapat terbentuk melalui proses belajar dan knowledge sharing. Bahkan beberapa pakar berkeyakinan bahwa sharing ekspertis merupakan proses re-kreasi knowledge di mana alat yang paling penting adalah ”panduan learning by doing”. Jika pendatang baru memiliki pengalaman yang hebat dalam berbagai bidang pengetahuan yang berbeda secara signifikan dari knowledge yang ingin diakuisisinya, maka mentornya dapat memperkaya pengetahuannya sendiri dengan belajar pada yang lebih ahli. Dalam kasus ini diharapkan bahwa knowledge baru akan muncul sebagai akibat kombinasi ekspertis individual yang berbeda. Proses knowledge sharing akan ditandai dengan pertukaran knowledge. Sosialisasi bersama pertukaran know-how akan memunculkan knowledge baru.

7.4. Memanfaatkan KM untuk Mempromosikan Inovasi

Salah satu produk dari KM adalah proses pembelajaran yang berimplikasi pada peningkatan kemampuan inovasi yaitu dengan terciptanya knowledge baru melalui proses knowledge creation. Inovasi yang dikombinasikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan. Sehingga sering dikatakan bahwa manfaat penerapan KM adalah berkurangnya time to market dari produk baru yang merupakan hasil inovasi.

Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif (co-creation) dan lintas fungsi. Artinya produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan, tetapi dihasilkan secara kolaboratif oleh berbagai unit dan fungsi. Kolaborasi lintas unit dan fungsi ini penting untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekadar baru, tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan semestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit mar-keting melakukan pengujian apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi (Davenport, 1993). KM dapat mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena KM sendiri mempromosikan knowledge sharing dan menyediakan media untuk kolaborasi (virtual maupun tatap muka).

Mehta (2007) dalam artikelnya tentang value creation cycle dari KM, merumuskan bahwa ada 4 kapabilitas yang harus dibangun dan dimiliki oleh suatu perusahaan agar penerapan KM dapat memberikan nilai, yaitu:

Kemampuan dalam mengartikulasikan strategi, yang ditandai dengan kemampuan 1. organisasi dalam mengidentifikasi knowledge gap yaitu perbedaan kebutuhan knowledge saat ini dan masa depan dengan knowledge eksisting.

Page 116: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

99 KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN INOVASI |

Kemampuan organisasi dalam memfasilitasi 2. knowledge flow dengan menyempurna-kan peran dan tanggung jawab anggota organisasi dan menyediakan teknologi untuk mengakselerasi aliran knowledge berupa knowledge storage, teknologi kolaborasi dan distribusi serta teknologi knowledge discovery (data dan text mining).Kemampuan dalam memungkinkan terjadinya inovasi (yang menjadi topik bagian 3. ini).Kemampuan dan disiplin dalam melakukan evaluasi dan asesmen tentang nilai yang 4. dihasilkan oleh penerapan KM, yang antara lain ditandai dengan kemampuan or-ganisasi dalam menentukan indikator mutu yang diukur dan dievaluasi dengan disiplin.

Perusahaan dapat memungkinkan inovasi dengan menyelaraskan norma-norma, values, dan budaya organisasi, dengan:

Membentuk ulang asumsi-asumsi tentang pentingnya knowledge: values, norma-norma ·dan praktek yang dimiliki organisasi menjadi dasar yang menentukan persepsi karyawan ten tang knowledge resource perusahaan. Pembentukan ulang asumsi ini dibutuhkan untuk memfasilitasi proses penerapan dan penciptaan knowledge.Menciptakan konteks yang cocok dan mendukung keberhasilan · knowledge exchange. Norma-norma dan praktek organisasi juga menentukan konteks bagi knowledge ex-change. Untuk menyuburkan inovasi, perusahaan harus mendorong pemanfaatan pengetahuan eksisting dan penciptaan knowledge baru dengan menyelaraskan aturan, ekspektasi, penghargaan, dan finalti tentang perilaku berbagi.Memformulasikan ulang hubungan antara knowledge individu dan organisasi. Budaya ·organisasi menentukan kepemilikan knowledge. Sifat kepemilikan knowledge mem-pengaruhi aliran pengetahuan. Norma-norma organisasi sering tidak mendukung difusi pengetahuan. Organisasi perlu menghentikan knowledge hoarding dan mendorong know ledge sharing.

Praktek-praktek yang dilakukan untuk meminimalkan knowledge hoarding adalah:pemimpin mendemonstrasikan perilaku baru dalam mengkomunikasikan pe-a. rubahan.Menginisiasi mekanisme b. learning organization seperti menjalankan sesi refleksi dan peer review.Menghargai perilaku c. knowledge sharing sekaligus menghukum perilaku knowledge hoarding.

Perusahaan yang mengembangkan kapabilitas inovasi akan menyempurnakan knowledge flow, yang pada gilirannya akan membantu organisasi merekonfigurasi knowledge eksisting menjadi knowledge baru dalam rangka memenuhi knowledge gap organisasi. Pemenuhan knowledge gap adalah aksi pembentukan kompetensi baru yang mendorong inovasi. (Penrose, 1959 dalam Mehta, 2007).

Referensi

Carneiro, Alberto, “How does Knowledge Management Influence Innovation and 1. Competitiveness?”, Journal of Knowledge Management, Volume 4, No. 2, 2000, pp 87-98.

Carlson, C.R., Wilmot, W.W., 2. Innovation : The Five Disciplines for Creating What Customer Want, Random House Inc., 2006.Hsiu-Fen Lin, “Knowledge Sharing and Firm Innovation Capability: An Empirical Study”, 3. International Journal of Manpower, Vol. 28 No. 3/4, 2007, pp. 315-332.Huysman, Marleen and Dirk de Wit, “A Critical Evaluation of Knowledge Management 4. Practices”, Chapter 2 dalam Mark S. Ackerman, Volkmar Pipek, and Volker Wulf, (ed.)

Page 117: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

100 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Sharing Expertise Beyond Knowledge Management, The Massachusetts Institute of Technology Press, 2003.Mehta, Nikhil, “The Value Creation Cycle: Moving towards a Framework for Knowledge 5. Management Implementation”, Knowledge Management Research & Practice, Volume 5, 2007 pp 126-135.Plessis, Marina du, “ The Role of Knowledge Management in Innovation”, 6. Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 4, 2007 pp 20-29.Probst, G., Raub, S., Romhardt, Kai, 7. Managing Knowledge: Building Blocks for Success, Chichester: John Wiley & Sons, 2000.Ridderstrale, J., Wilcox, M., 8. Re-energizing The Corporation, Chichester: John Wiley & Sons, 2008.Raskov, V.E., “Knowledge Creation and Knowledge Sharing: Synergy or Discrepancy?” 9. Graduate School of Management, Saint-Petersburg State University, Saint-Petersburg, Russia, Vol. xx No. xx, 2007, pp. xx-xx

Page 118: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

Epilog“Knowledge is like money: to be of value it must circulate, and in circulating it can increase in quantity and, hopefully, in value.” Louis L’Amour

Isi buku ini menyadarkan kita, bahwa setiap korporasi yang ingin tetap bertahan dan ber-tumbuh, harus mengelola pengetahuannya dengan berimbang, yaitu dengan mendorong eksploitasi dan eksplorasi pengetahuan secara proporsional. Proses adaptasi terjadi ketika perusahaan mampu memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimilikinya secara maksimal, dan pada saat yang sama mampu menciptakan pengetahuan baru. Eksploitasi pengetahuan merupakan pemanfaatan pengetahuan yang bersifat kekinian, yang dilakukan dengan me-nyebarkan pengetahuan ke sebanyak mungkin titik yang dianggap membutuhkan dan dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut. Eksploitasi pengetahuan memberikan keuntungan da lam jangka pendek. Namun, masa depan suatu korporasi akan lebih terjamin jika kor-porasi itu mampu mengeksplorasi pengetahuan baru melalui proses inovasi. Eksplorasi pengetahuan memberikan manfaat dalam jangka panjang dan lebih menjamin daya saing perusahaan di masa mendatang. Hal ini terjadi karena eksplorasi pengetahuan merupakan penyedia jalan untuk menuju kurva pertumbuhan berikutnya.

Inovasi sebagai wujud dari knowledge creation merupakan competitive driver utama dari sebuah korporasi dan juga sekaligus penentu apakah suatu korporasi akan memiliki future competitive growth atau tidak. Selain itu, inovasi merupakan suatu proses pemanfaatan pengetahuan yang memberikan value yang maksimal karena memberikan value yang strategis. Di dalam proses inovasi juga terjadi dua proses KM yang signifikan yaitu utilisasi pengetahuan sekaligus juga kreasi pengetahuan. Dengan demikian inovasi menghasilkan suatu pengetahuan baru untuk dibagikan atau mengkristalkan pengetahuan menjadi ide baru atau sesuatu yang bersifat materi dalam bentuk produk dan layanan yang memberi solusi bagi pelanggan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa inovasi merupakan titik sentral dan penentu berjalannya siklus proses pengetahuan. Ketika inovasi berhenti, maka siklus proses pengetahuan juga akan berjalan dengan tidak maksimal atau bahkan dapat terhenti. Jika tidak ada pengetahuan baru, apa yang mau dibagikan dan dimanfaatkan?

Lalu apa peran knowledge sharing dalam inovasi? Proses knowledge sharing yang efektif akan menjamin mengalir dan tibanya pengetahuan ke titik-titik di mana pengetahuan itu dibutuhkan atau akan dimanfaatkan (point of action). Nonaka mengatakan bahwa knowledge is ingredient for innovation, sehingga mencatu pengetahuan melalui knowledge sharing sangat penting untuk menyalakan dan meningkatkan kapabilitas inovasi suatu perusahaan.

Selain itu knowledge sharing yang bersifat eksploratif mensyaratkan sekaligus membangun kolaborasi. Tanpa kolaborasi tidak ada knowledge sharing yang efektif dan tanpa komunitas tidak ada kolaborasi yang produktif. Demikian juga inovasi akan lebih bermutu kalau dihasilkan melalui proses yang kolaboratif, dan basis utama kolaborasi adalah komunitas.

Page 119: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

102 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Dalam perspektif knowledge sharing berbasis komunitas, kolaborasi akan menghasilkan knowledge sharing yang efisien, karena adanya komunikasi interaktif antara pemberi dan penerima knowledge, sehingga pemberi pengetahuan akan membagikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh penerimanya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa knowledge sharing dan knowledge innovation merupakan knowledge engine yang menggerakkan siklus proses KM dalam suatu organisasi, sebagai konsekuensinya, kedua proses ini harus berjalan hand in hand agar KM dapat memberi manfaat yang maksimal bagi perusahaan. Porter pernah mengatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam menciptakan dan mengeksploitasi distinctive competencies yang di-mi likinya merupakan salah satu faktor yang secara signifikan memampukan perusahaan un tuk memiliki kinerja superior. Senada dengan pernyataan Porter, dapat dikatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengekplorasi (menciptakan) dan mengeksploitasi pengetahuannya juga akan memampukan perusahaan tersebut untuk memiliki kinerja superior.

Untuk menyimpulkan semua isi buku ini, maka gambar berikut ini mengilustrasikan ba-gaimana hubungan eksploitasi – eksplorasi pengetahuan seharusnya berjalan dengan se-imbang dan simultan. Siklus ini juga menggambarkan bahwa melakukan kedua proses eks ploitasi dan eksplorasi pengetahuan merupakan suatu keharusan, karena perusahaan tidak beroperasi dalam sistem tertutup, tetapi dalam sistem terbuka, karena perusahaan sa at ini sangat dipengaruhi dinamika persaingan dan pelanggan.

Page 120: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

BibliografiAckoff, R. L., “From Data to Wisdom”, 1. Journal of Applied Systems Analysis, Volume 16, 1989 p 3-9.

Al-Alawi, Adel Ismail, Al-Marzooqi, Nayla Yousif and Mohammed, Yasmeen Fraidoon, 2. “ Organizational culture and knowledge sharing: critical success factors”, Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 2, 2007, pp 22-42.

Anantatmula, V., “Knowledge Management Criteria”, Chapter 11 dalam Stankosky, 3. M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.

Back, Andrea dan Georg von Krogh, 4. Performance Measurement of Communities of Practice , University of St. Gallen, 2005.

Beazley, H., Boenisch, J., and Harden, D., 5. Continuity Management, Preserving Corporate Knowledge and Productivity When Employees Leave, John Wiley & Sons, 2002.

Bellinger, G., Castro, D., Mills, A., “Data, Information, Knowledge, and Wisdom” 6. available from http://www.systems-thinking.org/dikw/dikw.htm, retrieved June, 2006.

Bolman, L.G. and T.E. Deal. 7. Reframing Organization, 2nd edition. Jossey Bass Publisher, 1997.

Bradford, L.P.. 8. Group Development, 2nd edition : How to Diagnose Group Problems. University Associates, Inc. Sandiego, 1978.

Buckman, R.H., 9. Building a Knowledge-Driven Organization, Mc. Graw Hill, 2004.

Burke-Litwin Model dan 7S Mc Kinsey http://www.12manage.com, retrieved February, 10. 2009.

Burnett, K., 11. Key Customer Relationship Management, Prentice Hall, 2001.

Cargill, Barbara J., “12. Leadership issues with in Communities of Practice” pp. 320-322, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Carillo, P.M., 13. et.al, “IMPaKT : A Framework for Linking Knowledge Management to Business Performance”, Electronic Journal of Knowledge Management, Vol.1, Issue 1, 2003, p.1-12.

Page 121: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

104 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Carlson, C.R., Wilmot, W.W., 14. Innovation : The Five Disciplines for Creating What Customer Want, Random House Inc., 2006.Carneiro, Alberto, “How does Knowledge Management Influence Innovation and 15. Competitiveness?” Journal of Knowledge Management, Volume 4, No. 2, 2000, pp 87-98.

CEDEFOP, “16. The Human Resource Aspect in the Knowledge Management Process”, 6th Asia Pacific Knowledge Management Conference-Intangible Assets – The Wealth of Knowledge-based Economies, Hongkong, 18-19 November 2004.

Chen, Li-Yueh, “Effect of Knowledge Sharing to Organizational Marketing Effectiveness 17. in Large Accounting Firms That Are Strategically Aligned”, Journal of American Academy of Business, Cambridge, Vol 9 No.1, March 2006, pp 176 -181.

Christensen, Peter Holdt , “ Knowledge Sharing: Moving Away from the Obsession 18. with Best Practices”, Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 1, 2007 pp 36-47.

Cong, X and Pandya, K.V.,” 19. Issues of Knowledge Management in the Public Sector”, Electronic Journal of Knowledge Management, Paper 3, Issue 2, 2003.

Conger, Jay Alden, Gretchen M. Spreitzer, Edward E. Lawler III, 20. The Leader’s Change Handbook: An Essential Guide to Setting Direction and Taking Action. Jossey-Bass Publishers, 1998.

Covey, Stephen R., 21. The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness, Free Press, 2004.

Davenport, T.H., and Prusak, L., 22. Working Knowledge, Harvard Business School Press, 1998.

Dovey, Ken, “The Role of Trust in Innovation”, 23. Journal of The Learning Organization, Vol. 16 No. 4, 2009, pp. 311-325.

Drucker, P.F, “The Coming of The New Organization”, 24. Harvard Business Review On Knowledge Management, 1998, p 1-19.

English, M.J., dan Baker JR, W.H., Winning the Knowledge Transfer Race: Using Your 25. Company’s Knowledge Asset to Get Ahead of the Competition, McGraw-Hill, 2006.

Fisk, Peter, Business Genius: a more inspired approach to business growth, Capstone, 26. 2008.

Fontaine, M.A., & Millen, D.R. (2004). 27. Understanding the benefits and impact of communities of practice. In P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge networks: Innovation through communities of practice (pp.1-13). Hershey, PA: Idea Group Publishing.

Foo, S., Sharma R. dan Alton Chua, Knowledge Management : Tools and Techniques, 28. Singapore : Prentice Hall, 2007.

Ford, D., “Trust and Knowledge Management : The Seeds of Success”, Kingston : 29. Queen’s KBE Centre for Knowledge-Based Enterprises, Working Paper 01-08, 2001.

Frankie, O.W., “Certificate in Knowledge Management”, JT Frank : The KM Specialist, 30. 10-14 Januari 2005.

Garvin, D.A, “Building a Learning Organization”, Harvard Business Review On 31. Knowledge Management, 1998, p 47-80.

Giraldo, J.P., “Relationship Between Knowledge Management Technologies and 32. Learning Actions of Global Organizations”, Chapter 7 in Stankosky, M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.

Page 122: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

105 BIBLIOGRAFI |

Girard, John, “Simple Ideas that Work in a Complex Environment : A Canadian View 33. of Knowledge Sharing”, http://www.johngirard.net.

Gongula, P. & Rizzuto, C.R., “Evolving communities of practice: IBM Global Services 34. experience”, IBM Systems Journal, Volume 40(4), 2001 pp 842-862.

Gongula, P., & Rizzuto, C. R. (2004). 35. Where Did That Community Go? Communities of Practice That Disappear. In P. Hildreth & C. Kimble (Eds.), Knowledge Networks: Innovation Through Communities of Practice (pp. 295-307). Hershey, PA: Idea Group Publishing

Gupta, A.K. and Govindarajan, V. (2000), ‘‘Knowledge Management Social Dimension: 36. Lessons from Nucor Steel’’, Sloan Management Review, Vol. 42 No. 1, pp. 71-81.

Haas, Roland, Aulbur, W. and Thakar, S., 37. Enabling CoPs at EADS Airbus on Sharing Expertise: Beyond Knowledge Management, edited by Mark Anckerman , MIT Press, 2003

Hardy, Barry. & Connect, Douglas. (2008). Collaboration, Culture and Technology: 38. Contributions to confidence in Leadership Support. KMReview, Vol 10 Issues 6, 18-23.

Heerwagen, J., Kampschroer, K., Powell, K., Loftness, V., “Collaborative Knowledge 39. Work Environment”, Building Research and Information, 2004, 32 (6) : 510-528.

Hey, Jonathan, “The Data, Information, Knowledge, Wisdom Chain: The Methaporical 40. Link”, available from http://www.systems-thinking.org/dikw/dikw.htm, retrieved June, 2006.

Hildreth, P., & Kimble, C. (Eds.). (200441. Knowledge Networks: Innovation through Communities of Practice. Hershey, PA: Idea Group Publishing.

Hislop, Donald, 42. Knowledge Management in Organizations, 2nd Edition, Oxford University Press, 2000.Hsiu-Fen Lin, “Knowledge Sharing and Firm Innovation Capability: An Empirical 43. Study”, International Journal of Manpower, Vol. 28 No. 3/4, 2007, pp. 315-332.

Huang, Chien-Chih Huang., Chia-Hui Yen, Jen Chiuc, Wen-Jin Hwang, Meng-Hsiang 44. Hsu, “Establishing Knowledge Sharing in Virtual Community through Trust, Self-efficacy and IS Success Model”, 2005.

Hustad, E., and Munkvold, B.E., “Communities of Practice and Other Organizational 45. Groups” , pp. 60-62, in Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice dalam Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.Huysman, Marleen and Dirk de Wit, “A Critical Evaluation of Knowledge Management 46. Practices”, Chapter 2 dalam Mark S. Ackerman, Volkmar Pipek, and Volker Wulf, (ed.) Sharing Expertise Beyond Knowledge Management, The Massachusetts Institute of Technology Press, 2003.

Management Practices”, Chapter 2 dalam Mark S. Ackerman, Volkmar Pipek, and Volker 47. Wulf, (ed.) Sharing Expertise Beyond Knowledge Management, The Massachusetts Institute of Technology Press, 2003.

IBM, Knowledge Management: The Transformation to Web 2.0 – Beyond the Hype 48. and Making It Real, 2008.

Kim, W. Chan, Mauborgne, R., 49. Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevant, Harvard Business School Press, 2005.

Kotter, John P., 50. Leading Change. Harvard Business School Press. 1996

Krames, J.A., The Welch Way, Mc Graw Hill, 2002.51.

Page 123: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

106 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Lank, Elizabeth, 52. Collaborative Advantage: How Organization Win by Working Together, Palgrave Macmilan, New York, 2008.

Liebowitz, Jay, “53. A Knowledge Management Implementation Plan at a Leading US Technical Government Organization: A Case Study”, Knowledge and Process Management, Volume 10 Number 4 pp 254–259, 2003, Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com).

Leitch, J.M., Rosen, P.W., “Knowledge Management. CKO, and CKM: The Keys to 54. Competitive Advantage”, The Manchester Review, Volume 6, Numbers 2 and 3, Double Issue 2001.

Lin, Hsiu-Fen, “Knowledge Sharing and Firm Innovation: An Empirical Study”, 55. International Journal of Manpower, Vol 28 No.3/4, 2007: 315-332.

Litwin, B., “56. OA Tool 6: Burke Litwin Model”, available from http://www.childhope.org.uk/resources/oadp-part3.pdf, retrieved July, 2006.

Loyarte E., & Rivera O., “Communities of Practice: A Model for Their Cultivation”, 57. Journal of Knowledge Management, Volume 11 no. 3, 2007 pp 67-77.

Mark Logic,”Does Technology Matter For Successful Knowledge Management?” 58. Version 1, Oktober, 2004.

Marouf, Laila Naif, “Social Networks and Knowledge Sharing in Organizations: A Case 59. Study”, Journal of Knowledge Management, Vol. 11 No. 6, 2007, pp. 110-125. Marwick, A.D., “Knowledge Management Technology”, 60. IBM Systems Journal, Volume 40, No. 4, 2001 pp 814-830.Mehta, Nikhil, “ The Value Creation Cycle: Moving towards a Framework for Knowledge 61. Management Implementation”, Knowledge Management Research & Practice, Volume 5, 2007 pp 126-135.

Moreland, J.P. and Craig, W.L.,”Philosophical Foundation for a Christian Worldview”, 62. IPV Academic, 2003.

Natarajan, G., and Shekhar, S., 63. Knowledge Management, Enabling Business Growth, Mc. Graw Hill, 2001.

Newell, S., Robertson, M., Scarbrough, H. and Swan, J., 64. Managing Knowledge Work, Palgrave Macmilan, New York, 2002.

Nickols, Fred , (2003), 65. Communities of Practices : Roles & Responsibilities, Distance Consulting, available at http://home.att.net/~nickols/articles.htm

Nonaka, I., “The Knowledge-Creating Company”, Chapter 2 dalam Takeuchi, H., and 66. Nonaka, I., (ed.) Hitotshubashi on Knowledge Management, Singapore: John Wiley & Sons, 2004.

Nonaka, I., dan Takeuchi, H., 67. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation, New York: Oxford University Press, 1995.

Park, H., Ribiere, V. and Schulte, W. (2004), ‘‘Critical Attributes of Organizational 68. Culture that Promote Knowledge Management Implementation Success’’, Journal of Knowledge Management, Vol. 8 No. 3,pp. 106-17.Plessis, Marina du, “The Role of Knowledge Management in Innovation”, 69. Journal of Knowledge Management, Volume 11, No. 4, 2007 pp 20-29.

Probst, G., Raub, S., Romhardt, Kai, 70. Managing Knowledge: Building Blocks for Success, Chichester : John Wiley & Sons, 2000.

Raskov, Vasily E., “Knowledge Creation and Knowledge Sharing: Synergy or 71. Discrepancy?” Desember ACKMIDS, Melbourne, 2007.

Page 124: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

107 BIBLIOGRAFI |

Ray, Deepa, “Life Cycle of Communities of Practice” pp. 323-326, dalam Coakes, 72. E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Ribiere, V.M., “Building a Knowledge-Centered Culture : A Matter of Trust”, Chapter 73. 5 dalam Stankosky, M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.

Ridderstrale, J., Wilcox, M., 74. Re-energizing The Corporation, Chichester: John Wiley & Sons, 2008.Repsol YPF, “Knowledge Management at Repsol YPF”, Telkom Benchmark, 2007.75.

Ross, M.V., dan Schulte, W.D., “Knowledge Management in a Military Enterprise: A 76. Pilot Case Study of The Space and Warfare Systems Command”, Chapter 10 dalam Stankosky, M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.

Ruhi, Umar, “77. A Social Informatics Framework for Sustaining Virtual Communities of Practice” pp. 466-473, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Rydz, John S., 78. Managing Innovation – From the Executive Suite to the Shop Floor. Ballinger Publishing Company 1986.Siemens AG (Dr. Josef Hofer-Alfeis), “Organizing Knowledge Management in a Large 79. Enterprise“, APQC KM Benchmark, 2000.

Skyrme, David J., 80. From Measurement Myopia to Knowledge Leadership, David Skyrme Associates Limited (A Business Partner of ENTOVATION International), available from http://www.skyrme.com, retrieved July, 2005.

Stankosky, M., “Advances in Knowledge Management: University Research Toward an 81. Academic Discipline”, Chapter 1 dalam Stankosky, M., (ed.) Creating The Discipline of Knowledge Management, Elsevier Inc., 2005.

Stewart, Thomas A., 82. The Wealth of Knowledge: Intellectual Capital and the Twenty-First Organization, London: Nicholas Brealey Publishing, 2001.

Sveiby, K.E, “Methods for Measuring Intangible Assets”, available from 83. http://www.sveiby.com/articles/MethodsforMeasuringIntangibleAssets.html., July, 2004, printed 2005.

Telkom, P.T., 84. Keputusan Direktur HCGA tentang Knowledge Sharing, Bandung, 2008.

Tiwana, A., 85. The Essential Guide to Knowledge Management, New Jersey : Prentice Hall PTR, 2001.

Tiwana, A., 86. Knowledge Management Toolkit, Practical Techniques for Building a Knowledge Management System, New Jersey : Prentice Hall PTR, 2000.

The Holy Bible, New International Version.87.

The World Café Community, “Café to Go: A Quick Reference Guide for Putting 88. Conversation to Work”, Whole Systems Associates, 2002

Tissen, Rene, Andriessen, Daniel, and Deprez, F.L., 89. The Knowledge Dividend, London, Pearson Education Limited, 2000.

Tobing, Paul L., 90. Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Graha Ilmu, 2007.

Tojo, Yoshiaki, “The Wealth of Nations: Intellectual Assets 91. - OECD Project on Intellectual Assets”, 6th Asia Pacific Knowledge Management

Page 125: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

108 | Manajemen Knowledge Sharing Berbasis Komunitas

Conference-Intangible Assets – The Wealth of Knowledge-based Economies, 18-19 November 2004, Hong Kong.

Tyson, T., 92. Working with Groups, Macmillan Melbourne, 1989.

VanGundy, A.B., 93. Getting to Innovation, Amacom, 2007

Vecchio, R.P., Hearn, G. and Southey, G., 94. Organisation Behaviour, 3rd edition, Harcourt Brace Publisher, Sydney, 1996.

Voelpel, Sven C. and Han, Zheng, “Managing Knowledge Sharing in China: The Case 95. of Siemens ShareNet”, Journal of Knowledge Management, Vol. 9 No. 3, 2005, pp. 51-63.

Wartburg, Iwan von & Teichert, Thorsten, “96. Leadership Issues in Communities of Practice” pp. 317-319, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Wasko, M.M., and Teigland, R., “Distinguishing Work Groups, Virtual Teams, and 97. Electronic Networks of Practice” pp. 138-140, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Weill, P., and Broadbent, M., Leveraging The New Infrastructure, Harvard Business 98. School Press, 1998.

99. Wenger, Etienne, Mc Dermott, Cultivating Communities of Practices, Harvard Business School Press, 2002.

World Knowledge Forum, “Hand Out dan Catatan”, Seoul, 2008.100.

Yan, Jie, and Assimakopoulos, D., “Formal Work Groups and Communities of Practice” 101. pp. 194-197, dalam Coakes, E., and Clarke S., (Eds) Encyclopedia of Communities of Practice in Information and Knowledge Management, Idea Group, 2006.

Yukl, G., 102. Leadership in Organizations, 3rd edition, Prentice Hall International Edition, 1994.

Zack, Michael H., “Developing a Knowledge Strategy”, California 103. Management Review, 41, No. 3, Spring, 1999, pp.125-145.

Page 126: Manajemen Knowledge Sharing · 2019-10-17 · pengetahuan adalah makin kayanya pemahaman dan wawasan akan sebuah pengetahuan milik organisasi. • Proses inovasi – adalah bagian

T e n t a n g P e n u l i s

Paul Lumbantobing aktif sebagai praktisi, pembicara/fasilitator dalam berbagai seminar dan pelatihan tentang KM di internal dan eksternal Telkom seperti di SBM ITB, LIPI, KPK, PPM, National Productivity Organization, Pertamina, Badan Usaha Swasta lainnya dan beberapa LSM. Pada Konferensi Intellectual Capital Eropa yang dilaksanakan tahun 2009, dia aktif sebagai anggota Program Committee dan pada tahun 2010 menjadi salah satu penyaji makalah.

Penulis merupakan salah satu perintis implementasi KM di Telkom. Dalam bidang know-ledge management penulis telah mengikuti berbagai forum, pelatihan, program sertifikasi dan lokakarya KM di dalam maupun di luar negeri, seperti Konferensi Hong Kong KM Society, APO, The International KM Institute dan Konferensi Intellectual Capital Eropa (Amsterdam dan Lisbon) dan World Knowledge Forum (Seoul). Selain itu penulis juga pernah mempelajari penerapan KM di Repsol YPF (Spanyol), Tata Consulting Service dan Wipro (India) dan beberapa perusahaan domestik.

Sejak tahun 2009 dia aktif mengisi rubrik Knowledge Management di majalah bisnis dan manajemen INSPIRE. Selain itu, pemikirannya pernah dimuat di Harian Kompas, Pikiran Rakyat Bandung dan media lainnya. Pada tahun 2007, dia menerbitkan buku karyanya yang ber judul ”Knowledge Management : Konsep, Arsitektur dan Implementasi”.

Setelah menyelesaikan S1 Teknik Elektro di USU, penulis memperdalam pengetahuan manajemennya di berbagai universitas, seperti University of Rhode Island dan AT&T School of Business (Product Management), University of Technology Sydney (S2-Engineering Mana gement), INSEAD (Mini MBA) dan saat ini sedang mengikuti program doktor ilmu manajemen di Universitas Padjadjaran. Selain itu, penulis juga pernah magang di Siemens Munich Jerman dan Bell Labs Naperville USA.

Menikah dengan Sarah Siagian dan dikaruniai tiga anak yaitu Felicia, Michael dan Calvin.

Untuk Contact :

Email: [email protected] atau [email protected] : http://www.onknowledge.wordpress.com