Upload
truongdien
View
227
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING
TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016/2017
SKRIPSI
Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh
HARUM YENI RACHMAH
NPM : 1311050195
Jurusan : Pendidikan Matematika
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1439 H/2017 M
PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING
TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016/2017
SKRIPSI
Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
dalam Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh
HARUM YENI RACHMAH
NPM : 1311050195
Jurusan : Pendidikan Matematika
Pembimbing I : Dr. Nanang Supriadi, M.Sc
Pembimbing II : Sri Purwanti Nasution, M.Pd
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1439 H/2017 M
ABSTRAK
PENGARUH MODELS ELICITING ACTIVITIES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCAFFOLDING
TERHADAP SELF DIRECTED LEARNING PESERTA DIDIK KELAS VII SMP PGRI 6 BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016/2017
Oleh Harum Yeni Rachmah
Salah satu faktor rendahnya hasil belajar matematika peserta didik adalah kemampuan self directed learning di SMP PGRI 6 Bandar Lampung masih kurang. Self directed learning adalah kemampuan mengambil tanggung jawab terhadap belajar sepenuhnya terletak pada diri peserta didik yang meliputi kesadaran strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi dan ketrampilan interpersonal. Rendahnya self directed learning dalam proses pembelajaran salah satunya adalah cara guru menyampaikan materi yang masih menerapkan model atau strategi pembelajaran yang kurang bervariasi, masalah ini berakibat pada rendahnya nilai peserta didik sehingga tidak dapat mencapai KKM yang ditentukan. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan strategi atau model pembelajaran yang tepat dan dapat mempermudah peserta didik aktif dalam proses pembelajaran. Salah satunya dengan menerapkan models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Ekxperimental Design dengan teknik acak kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes kemampuan self directed learning.
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji-t. Dari hasil penelitian uji statistik menunjukkan bahwa nilai dari ��� berdasarkan perhitungan yang diperoleh ������ � 17.128, dan ������ = 1.689 sehingga ���� � ������ , dengan taraf nyata 0.05 dengan kata lain �� di tolak dan terima ��. Sehingga berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar pada pokok bahasan bangun datar segitiga dan segi empat. Kata Kunci : Models Eliciting Activities dengan Menggunakan Metode Scaffolding,
Self Directed Learning.
MOTTO
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Q.S. Al-An’am: 132)
PERSEMBAHAN
Do’a dan ucapan syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta ayahanda Rumaidi dan Ibunda Soleha yang
senantiasa mendo’akan untuk setiap keberhasilanku.
2. Kakakku tersayang: Deta Handika dan Sugeng Prasetya yang senantiasa
memotivasi dan menanti keberhasilanku.
3. Keluarga dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang
turut membantu dalam penulisan skrips ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Harum Yeni Rachmah, lahir di Lampung Selatan Provinsi
Lampung pada tanggal 31 Januari 1995, putri ketiga dari Ayahanda Rumaidi dan
Ibunda Soleha.
Adapun pendidikan yang telah penulis tempuh yaitu: Pendidikan formal
pertama ditempuh pada tahun 1999 yaitu pendidikan Taman Kanak-kanak Darma
Krawitan Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung, pada tahun 2001 penulis
menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Krawitan Kecamatan Candiroto Kabupaten
Temanggung dan lulus pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
di MTs Negeri Model Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung dan pada tahun
kedua penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 2 Kasihan Bantul Daerah
Istimewa Yogyakarta dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 2 Kotaagung dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013,
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan
Lampung pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Matematika. Pada tahun 2016
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pajar Mataram Kecamatan
Seputih Mataram dan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP PGRI 6 Bandar
Lampung.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul: Pengaruh Models Eliciting Activities dengan Menggunakan Metode
Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Self Directed Learning
Peserta Didik Kelas VI SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun 2016/2017. Shalawat
teriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Agung Muhammad
SAW dan semoga kita semua kelak akan mendapat syafaatnya di hari akhir. Aamiin.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program sarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan
Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya akan adanya kekurangan
tanpa adanya bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.
2. Dr. Nanang Supriadi, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.
3. Ibu Sri Purwanti Nasution, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang telah mendidik dan memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
5. Bapak Riyanto, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP PGRI 6 Bandar Lampung.
6. Ibu Zulfa Mutia Sari, S.Tp., S.Pd selaku Guru Matematika. Serta Bapak/ Ibu
Guru dan Karyawan SMP PGRI 6 Bandar Lampung.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas amal dan kebaikan atas
semua bantuan dan partisipasi semua pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyadari keterbatasan kemampuan yang ada pada diri penulis. Untuk itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya, semoga skripsi ini berguna bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya. Aamiin.
Bandar Lampung, Juni 2017.
Harum Yeni Rachmah NPM. 1311050195
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i ABSTRAK .................................................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. iv MOTTO ...................................................................................................................... v PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................. vii KATA PENGANTAR............................................................................................... viii ...................................................................................................................................... .. DAFTAR ISI .............................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii ......................................... BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 10 C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 10 D. Rumusan Masalah ......................................................................................... 11 E. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 11 F. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 11 G. Definisi Operasional ..................................................................................... 12 H. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori .................................................................................................. 15
1. Models Eliciting Activities ..................................................................... 15 a. Pengertian Models Eliciting Activities ............................................ 15 b. Prinsip-prinsip Models Eliciting Activities ..................................... 17 c. Bagian Utama Models Eliciting Activities ...................................... 20 d. Langkah-langkah Models Eliciting Activities ................................. 21 e. Kelebihan Models Eliciting Activities ............................................. 22 f. Kelemahan Models Eliciting Activities ........................................... 22
2. Metode Scaffolding................................................................................. 23 a. Pengertian Metode Scaffolding ....................................................... 23
b. Tahap-tahap Metode Scaffolding .................................................... 25 c. Kelebihan Metode Scaffolding ........................................................ 26 d. Kelemahan Metode Scaffolding ...................................................... 26
3. Langkah-langkah Models Eliciting activities dengan Scaffolding ...... 27 4. Self Directed Learning ........................................................................... 28
B. Indikator Self Directed Learning ................................................................. 29 C. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 30 D. Hipotesis ....................................................................................................... 32 E. Penelitian yang Relevan ... ........................................................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ......................................................................................... 35 B. Varibel Penelitian ......................................................................................... 36
1. Variabel Bebas ........................................................................................ 36 2. Variabel Terikat ...................................................................................... 37
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 37 1. Populasi ................................................................................................... 37 2. Sampel ..................................................................................................... 38 3. Teknik pengambilan sampel .................................................................. 38
D. Teknik PengumpulanData ............................................................................ 38 1. Teknik Wawancara ................................................................................. 39 2. Teknik Dokumentasi .............................................................................. 39 3. Tes ........................................................................................................... 39
E. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 40 1. Validitas .................................................................................................. 40 2. Reabilitas ................................................................................................. 42 3. Daya Pembeda ........................................................................................ 42 4. Tingkat Kesukaran ................................................................................. 44
F. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 45 1. Uji Prasyarat ............................................................................................ 45 2. Uji Hipotesis ............................................................................................ 47
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Uji Coba Instrumen ........................................................................ 50
1. Uji Validitas ............................................................................................. 50 2. Uji Reabilitas ........................................................................................... 51 3. Tingkat Kesukarana ................................................................................. 52 4. Daya Pembeda ......................................................................................... 53
5. Rekapitulasi Uji Coba Instrumen ........................................................... 54 B. Statistik Deskriptif Data Amatan .................................................................. 55 C. Uji Prasyarat ................................................................................................... 56 D. Uji Perbedaan ................................................................................................. 58 E. Pembahasan .................................................................................................... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................................... 75 B. Saran ............................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A ( DOKUMEN DAN SURAT-SURAT)
Lampiran A.1 Foto-Foto ....................................................................................... 76
Lampiran A.2 Surat Keterangan Validasi ............................................................. 81
Lampiran A.2 Lembar Pengesahan Proposal ........................................................ 88 ...................................................................................................................................... ......................................................................................................................................
Lampiran A.3 Surat Pelaksanaan Penelitian.......................................................... 89
Lampiran A.4 Surat Telah Melaksanakan Penelitian............................................ 90
LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN)
Lampiran B.1 Pedoman Wawancara Observasi Awal .......................................... 91
Lampiran B.2 Daftar Nama Peserta Didik Uji Coba ............................................ 93
Lampiran B.3 Silabus Penelitian ............................................................................ 94
Lampiran B.4 Kisi-Kisi Soal .................................................................................. 98
Lampiran B.5 Soal Uji Coba Tes ........................................................................... 99
Lampiran B.6 Soal Tes Sesudah Uji Coba .......................................................... 100
Lampiran B.7 Kunci Jawaban Soal ...................................................................... 102
Lampiran B.8 Rpp Pertemuan Pertama ............................................................... 104
Lampiran B.9 Rpp Pertemuan Kedua .................................................................. 108
Lampiran B.10 Rpp Pertemuan Ketiga ................................................................ 112
Lampiran B.11 Rpp Pertemuan Keempat ............................................................ 116
Lampiran B.12 Pedoman Penskoran Soal ........................................................... 121
Lampiran B.13 Lembar Kerja Kelompok 1 ......................................................... 125
Lampiran B.14 Lembar Kerja Kelompok 2 ......................................................... 126
Lampiran B.15 Lembar Kerja Kelompok 3 ......................................................... 127
Lampiran B.16 Lembar Kerja Kelompok 4 ......................................................... 128
LAMPIRAN C (HASIL OUT PUT ANALISIS INSTRUMEN)
Lampiran C.1 Rekap Analisis Butir Hasil Uji Coba ........................................... 130
Lampiran C.2 Perhitungan Manual Uji Validitas................................................ 131
Lampiran C.3 Perhitungan Manual Uji Reabilitas .................................................. 1
Lampiran C.4 Perhitungan Manual Daya Pembeda ................................................ 1
Lampiran C.5 Perhitungan Manual Tingkat Kesukaran ......................................... 1
LAMPIRAN D (OUT PUT HASIL PENELITIAN)
Lampiran D.1 Daftar Nama Instrumen .................................................................... 1
Lampiran D.2 Daftar Nilai ........................................................................................ 1
Lampiran D.3 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ................................................... 1
Lampiran D.4 Uji Normalitas Kelas Kontrol .......................................................... 1
Lampiran D.5 Uji Kesamaan Dua Varians .............................................................. 1
Lampiran D.6 Uji t .................................................................................................... 1
Lampiran D.7 Perhitungan Manual Uji Normalitas ................................................ 1
Lampiran D.8 Perhitungan Manual Kesamaan Dua Varians ................................. 1
Lampiran D.9 Perhitungan Manual Uji t ................................................................. 1
Lampiran D.10 Nilai L Tabel ................................................................................... 1
Lampiran D.11 Nilai F Tabel ................................................................................... 1
Lampiran D.12 Nilai R Tabel ................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatam
mutu pendidikan yang dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan-perbaikan,
perubahan-perubahan dan pembaharuan terhadap aspek-aspek yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan meliputi kurikulum, saran dan prasarana,
guru, peserta didik, dan metode belajar mengajar. Contohnya Indonesia sebagai
Negara berkembang selalu melakukan upaya dalam perbaikan sumber daya
manusia, salah satunya adalah melalui jalur pendidikan.
Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi perkembangan diri
seseorang, terutama bagi Bangsa dan Negara. Pendidikan pada dasarnya
merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk sumber daya manusia
yang berkualitas dari suatu bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses peningktan kualitas peserta didik. Pendidikan adalah suatu proses dalam
rangka mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan
dalam individu yang berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat.1
Oleh karena itu pendidikan perlu mendapatkan perhatian dan prioritas yang
utama dari pemerintah, masyarakat, maupun bagi orang tua. Pemerintah juga
1 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), h.3.
harus mencanangkan wajib belajar dalam upaya mengembangkan diri supaya
berwawasan dan turut serta meningkatkan kecerdasan bangsa. Allah SWT
berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1-5:
Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahui”. (QS. Al Alaq 1-5).2
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sumber ilmu
pengetahuan dapat diperoleh dengan membaca bermacam-macam obyek berupa
ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, seperti yang terdapat dalam
jagad raya beserta hukum yang terdapat di dalamnya. Dikatakan membaca dalam
arti dipahami, diobservasi, diidentifikasi, dibandingkan, dianalisa dan
disimpulkan yang dapat menghasilkan semua ilmu Allah yang ada di alam
semesta ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
(SISDIKNAS) yaitu :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
2 Departemen Agama RI. Al Quran Al Hidaya (Tangerang Selatan : Kalim.2011). h.597
kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.3
Berdasarkan uraian di atas telah diterangkan bahwa betapa pentingnya
pendidikan dalam kehidupan. Dalam pandangan Islam menuntut ilmu adalah
suatu kewajiban yang harus dimiliki setiap individu. Ilmu dapat diperoleh
dimana saja salah satunya melalui lembaga pendidikan sekolah. Sekolah
merupakan sarana dan prasarana untuk peserta didik dalam meningkatkan diri,
perkembangan pengetahuan yang ada pada dirinya, dan pengetahuan yang ada
dalam ruang lingkup kehidupan selama proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan diawali penyajian
suatu masalah untuk menghasilkan model yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat
berpartisipasi secara penuh dan diberi runag yang cukup untuk mengasah
kemampuan yang mereka miliki. Bukan hanya peserta didik saja, tetapi guru juga
dituntut mampu untuk memberikan motivasi, menjadi fasilitator dalam
berlangsungnya pembelajaran, serta membawa kelas dalam kondisi yang
menyenangkan, nyaman bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi yang
mereka miliki. Pembelajaran akan lebih efektif dan dapat menunjang tercapainya
tujuan pembelajaran. Salah satunya dalam studi Matematika
Matematika adalah bahasa, artinya matematika merupakan cara
mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu, dalam hal ini yang
3 Departemen pendidikan Nasional, Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 (Jakarta: PT. Sinar Grafika,2011), h.3.
dipakai oleh bahasa matematika adalah dengan menggunakan simbol-simbol.4
Matematika juga merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu
pengetahuan. Namun, kebanyakan menujukkan hasil belajar matematika peserta
didik saat ini masih tergolong rendah, hal ini berkaitan erat dengan anggapan
bahwa matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang
dianggap sulit, sehingga pada umumnya peserta didik tidak menyenanginya5.
Tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih peserta didik agar
mempunyai kemampuan belajar secara mandiri (Self Directed Learning Skill),
bernalar, membuat aktivitas kreatif, mengembangkan pemecahan masalah serta
mengembangkan kemampuan penyampaian informasi melalui pembicaraan lisan,
cataan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan. Dengan demikian
peserta didik dapat menguasai materi sehingga dengan mudah mengaplikasikan
ke dalam soal-soal yang diberikan oleh guru.
Rendahnya kemampuan peserta didik belajar mandiri (Self Directed
Learning Skill) berdampak pada rendahnya pemahaman matematika dan hasil
belajar matematika peserta didik. Sehingga kemandirian belajar (Self Directed
Learning) dalam pembelajaran matematika sangat penting karena merupakan
upaya yang dilakukan untuk mengembangkan pemahaman, kemampuan, nilai,
sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang trampil dan
4 Heri Efendi,Skripsi: “Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Propting Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Komunikasi Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri 2 Way Tenong Tahun 2016/2017”. (IAIN Raden Intan Lampung.2017)
5 Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika” Jurnal Ilmiah Program Studi matematika STKIP Siliwangi Bnagung, Vol 1, No.1, Febuari 2012
mandiri. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik konsep dan program
kurikulum KTSP.
Selain hal tersebut, fakta lain juga membuktikan masih rendahnya
kemampuan belajar mandiri dalam menyelesaikan pesmasalahan matematika
peserta didik di SMP PGRI 6 Bandar Lampung yaitu berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan tanggal 3 November 2016 pada guru matematika
SMP PGRI 6 Bandar Lampung yang bernama Zulfa Mutia Sari S.Pd beliau
memaparkan bahwa: “penyebab utama peserta didik mengalami kendala dalam
proses pembelajaran yaitu kurangnya minat belajar peserta didik dengan mandiri
dalam pemecahan masalah matematika masih rendah, sehingga hasil belajar
siswa tidak memuaskan ”.
Dilain pihak hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru
peserta didik SMP PGRI 6 Bandar Lampung bernama Lindawati, S.Pd
memaparkan bahwa: banyak peserta didik yang belum bisa memecahkan
masalah yang berkaitan dengan matematika. Dan juga kebanyakan peserta didik
tidak memperhatikan penjelasan yang diberikan guru sehingga peserta didik
kurang memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Tidak perhatian peserta
didik tentang penjelasan yang diberikan guru karena dengan alasan cara guru
menyampaikan materi masih diterapkannya metode ceramah, tidak mengertinya
peserta didik akan fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari karena guru
tidak mengkombinasikan pembelajaran matematika yang berkaitan dengan
permasalahan yang nyata.
Data hasil wawancara yang menunjukkan hasil belajar peserta didik masih
rendah. Hal ini diperkuat dengan data dokumentasi hasil uljian tengah semester
pada tahun ajaran 2016/2017 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Nilai UTS Semester Ganjil Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung
Tahun Ajaran 2016/2017
No Kelas Nilai (X)
Total 73 ≤ x ≤ 100 0 ≤ x < 73
1 VII A 5 27 32 2 VII B 4 31 35 3 VII C 3 32 35 4 VII D 5 28 33 5 VII E 4 32 36 6 VII F 2 34 36 7 VII G 3 30 33
Jumlah 26 214 240 Sumber. Data hasil ujian matematika kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung.
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa sebagian besar peserta hasil belajar
peserta didik masih rendah. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran
matematika di SMP PGRI 6 Bandar Lampung adalah 73. Peserta didik di
nyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika jika nilai yang di peroleh
minimal 73. Berdasarkan data nilai ulangan harian menunjukkan bahwa peserta
didik kelas VII A sampai kelas VII G SMP PGRI 6 Bandar Lampung
berjumalah 240, peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 73 berjumlah
214 siswa atau sebanyak 89.16% dan yang mendapat nilai di atas 73 berjumlah
26 siswa atau sebanyak 10.83% dan dinyatakan tuntas dari KKM. Hal ini diduga
karena pembelajaran dengan metode langsung guru sulit mengontrol kegiatan
dan keberhasilan seluruh peserta didik, dalam pembelajaran di kelas ada
beberapa peserta didik yang aktif berpikir, mengalisis masalah yang diajukan
dan ada juga peserta yang pasif.
Berdasarkan hasil nilai Ujian tengah Semester dapat disimpulkan bahwa
kemampuan daya belajar peserta didik dengan mandiri masih rendah. Untuk
mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang efektif,
antara lain dengan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta dapat menciptakan suasana
pembelajaran menjadi menyenangkan. Salah satu alternatif pembelajaran yang
mungkin dapat meningkatkan kemampuan kemandirian belajar (Self Directed
Learning Skill) yaitu dengan pembelajaran Models eliciting Activities dengan
metode Scaffolding. Karena disekolah belum pernah diterapkannya Models
eliciting Activities metode Scaffolding. Hal ini dikuatkan dengan adanya
penelitian Setiasih Alfiah yang berjudul ”Keefektifan Model Eliciting Activities
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X pada Materi
trigonometri” mendapat kesimpulan: (1) Presentase banyaknya pesererta didik
yang memperoleh nilai kemempuan pemecahan masalah sekurang-kurangnya 75
dengan pembelajaran Models Eliciting Activities lebih dari atau sama dengan
75%. (2) kemampuan pemecahan masalah peserta didik lebih baik daripada
kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran model
ekspositori.
Models Eliciting Activities merupakan model pembelajaran matematika
untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep
matematika yang terkandung dalam suatu sajian permasalahan melalui
pemodelan matematika. Dalam Models Eliciting Activities, kegiatan
pembelajaran diawali dengan penyajian suatu masalah matematika, dimana
peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil selama proses
pembelajaran.
Laitatul Munawaroh dalam skripsinya menjelaskan, kelebihan model
pembelajaran Models Eliciting Activities, yaitu pembelajaran bersifat nyata, yang
tidak lepas dari konteks kehidupan sehari-hari, mengkontruksi pengetahuan dari
permasalahan realistik, menciptakan suatu pola dokumentasi dalam struktur
kognitifnya untuk memposisikan diri dalam pemecahan masalah, siswa dapat
mengidentifikasi, mengevaluasi, meninjau kembali pola pikir, serta dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam kelompok belajar.6 Kelebihan yang terdapat
pada Models Eliciting Activities, dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Guru
dapat memberikan dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada
tahap awal untuk mendorong sisiwa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian
dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan
6 Lailatul Munawaroh “Skripsi”: Pengaruh Model Eliciting Activities Terhadap
Kemampuan Matematis dan Disposisi Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMP PGRI 6 Bandar Lampung” (IAIN Raden Intan Lampung 2016)
terjadinya peningkatan kemampuan siswa secara berangsur-angsur guru harus
mengurangi dan melesapaskan siswa belajar secara mandiri, cara ini disebut
dengan metode Scaffolding.
Metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.7 Scaffolding berarti
memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap
awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat
berupa petunjuk, peringatan dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah
langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga
memungkinkan siswa tumbuh mandiri.8 Dengan digunakannya metode
Scaffolding maka akan terciptanya kemandirian siswa dalam menemukan
pembelajarannya secara mandiri.
Dapat disimpulkan, bahwa semakin banyak pembelajaran yang disajikan
dalam permasalahan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga,
siswa dapata dengan mudah dalam menerjemahkan masalah. Dengan demikian
diharapkan dalam pembelajaran ini dapat melatih siswa dalam menumbuhkan
7 Akhmad Sudrajad, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model Pembelajaran” (On-line), tersedia di : https:// Akhmad Sudrajad.wordpress.com/2008/09/12/ pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-model-pembelajaran/. htm. (15 desember 2016).
8 Ratnawati Mamin, “Applying of Scaffolding Study Method on Main Subject of Unsure Periodic System “. E-Journal Universitas negeri Malang Jurusan Kimia Vol: 10 No: 2 Tahun 2008 ( Desember 2016)
kemampuan Self Directed Learning peserta didik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Models Eliciting Activities dan Metode Scaffolding saling berhubungan
dan berkaitan untuk menumbuhkan Self Directed Learning peserta didik.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulisan ini dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Hasil belajar peserta didik masih di bawah KKM.
2. Masih rendahnya Self Directed Learning peserta didik.
3. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.
4. Peserta didik menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran
yang sulit.
5. Guru menggunakan metode kurang bervariatif dan belum pernah
diterapkannya model pembelajaran Models liciting Activities dengan
menggunakan metode Scaffolding.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar masalah yang dikaji dalam
penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan
dilaksanakannya penulisan, maka penulisan ini dibatasi pada hal-hal berukut :
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Models Eliciting Activities dan
Konvensional.
2. Faktor pendukung yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
Scaffolding.
3. Kemampuan kognitif yang akan diamati yaitu Self Directed Learning peserta
didik.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh Models Eliciting Activities
dengan menggunakan metode Scaffolding terhadap Self Directed Learning
peserta didik?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh Models
Eliciting Activities dengan menggunakan metode Scaffolding terhadap Self
Directed Learning peserta didik.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Peserta Didik
Menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyenangkan sehingga
peserta didik termotivasi untuk belajar matematika.
2. Bagi Guru
a. Memberikan informasi kepada guru ataupun calon guru matematika
dalam menentukan model dan metode pembelajaran yang tepat, dan
dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses belajar mengajar
dalam rangka upaya peningkatan kualitas pendidikan.
b. Memberikan informasi kepada guru ataupun calon guru tentang
pentingnya penggunaan model dan metode pembelajaran, karena
dengan menggunakan model dan metode yang inovatif dapat
meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.
c. Memberikan masukan kepada guru matematika tentang keterlibatan
peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar.
3. Bagi Sekolah
Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan aktifitas,
kreatifitas peserta didik dan mutu pembelajaran matematika di SMP PGRI
6 Bandar Lampung
G. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Models Eliciting Activities adalah pembelajaran yang disajikan dalam
permasalahan yang realistik dengan kehidupan siswa sehingga, siswa dapat
lebih mudah menerjemahkan permasalahan baik dalam bentuk matematis
berupa gambar, simbol, maupun persamaan matematis.
2. Scaffolding merupakan suatu teknik pemberian dukungan belajar secara
terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar
dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar ini tidak
dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring dengan terjadinya
peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur guru harus
mengurangi dan melepaskan siswa belajar secara mandiri.
3. Self Directed Learning adalah suatu proses dimana individu mengambil
inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam mendiagnosis apa
yang diperlukan dalam pembelajarannya, merumuskan target belajar,
mengidentifikasi manusia dan sumber daya material untuk belajar, memilih
dan mengimplementasikan sesuai dengan strategi pembelajaran, dan
mengevaluasi hasil belajar.
H. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Objek penelitian ini adalah pengaruh Models Eliciting Activities dalam
pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Scaffolding
terhadap Self Directed Learning peserta didik..
2. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP PGRI 6 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017.
3. Tempat pelaksanaan penelitian adalah SMP PGRI 6 Bandar Lampung.
4. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2016/2017.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Model-Eliciting Activities
a. Pengertian Model Pembelajaran Model Eliciting Activities
Models Eliciting Activities dikembangkan oleh guru
matematika, professor, dan mahasiswa pasca sarjana di Amerika dan
Australia, untuk digunakan oleh para guru matematika. Dalam hal ini,
yang berperan dalam hal menunjukan bahwa aktivitas pesera didik
dapat dimunculkan ketika belajar adalah Richard Lesh dan temean-
teman sejawatnya yang dinamakan dengan Models Eliciting Activities
.9 Mereka mengharapkan siswa dapat membuat dan mengembangkan
model matematika berupa sistem konseptual yang membuat peserta
didik merasakan beragam pengalaman matemamtis. Jadi, peserta didik
diharapkan tidak hanya sekedar menghasilkan model matematika
tetapi juga mengerti konsep-konsep yang digunakan dalam pembuatan
model matematika dari permasalahan yang diberikan.
Lesh, et. All. Yang dikutip oleh Chamberlin dan Moon
menyatakan bahwa penciptaan dan pengembangan model
9 Scott A. Chamberlin, “ Matheatical Problems That Optimize Learning for Academically Advanced Students in Grades K-6”, Journal of Advanced Academics, (Vol. 22, No. 1, 2010), h.69.
pembelajaran Models Eliciting Activities muncul pada pertengahan
tahun 1970 untuk memenuhi kebutuhan kurikulum yang belum
terpenuhi oleh kurikulum yang telah ada.10
Model pembelajaran Models Eliciting Activities adalah model
pembelajaran matematika untuk memahami, menjelaskan, dan
mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang terkandung
dalam suatu sajian permasalahan melalui pemodelan matematika.
Dalam Models Eliciting Activities, kegiatan pembelajaran diawali
dengan penyajian suatu masalah untuk menghasilkan model
matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
matematika, dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
selama proses pembelajaran.
b. Prinsip-prinsip Model Eliciting Activities
Dux, et.all. menyebutkan bahwa terdapat enam prinsip dalam
model pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA), prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:11
1) The Model Construction Principle
10 S. A. Chamberlin and S. M. Moon, “How Does the Problem Based Learning Approach Compare to The Model Eliciting Activity Approach in Mathematics?”, International Journal for Mathematics Teaching and Learning, dalam http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/- chamberlin.pdf , hlm. 4, diakses 13 Desember 2016. 11 H.A.D. Dux, et.all, “Quantifying Aluminium Crystal Size Part 1: The Model Eliciting Activity”, Journal of STEM Education, ( Vol. 7, No. 1&2, Januari-Juni/2006), diakses Desember 2016.
Prinsip ini menyatakan bahwa kegiatan yang dikembangkan
menghendaki peserta didik (problem solver) untuk membuat suatu
sistem atau model matematika untuk mencapai tujuan pemecahan
masalah. Sebuah model matematika adalah sebuah sistem yang terdiri
atas elemen-elemen, hubungan antar elemen, operasi yang
menggambarkan interaksi antar elemen, dan pola atau aturan yang
diterapkan pada hubungan-hubungan dan operasi-operasi. Sebuah
model menjadi penting ketika sebuah sistem menggambarkan system
lainnya.
Chamberlain & Moon, menyatakan bahwa penciptaan model
matematika membutuhkan suatu konsep yang kuat tentang pemahaman
masalah sehingga dapat membantu peserta didik mengungkapkan
pemikiran mereka. Keuntungan menciptakan model matematika
adalah dapat memberikan pemahaman mendalam dan memungkinkan
peserta didik untuk mentransfer respon mereka kepada situasi serupa
untuk melihat apakah model dapat digeneralisasikan. Pembelajaran
Models Eliciting Activities membiasakan peserta didik dengan proses
siklis dari pemodelan: menyatakan, menguji, dan meninjau kembali. 12
2) The Reality Principle
Prinsip ini menyatakan bahwa permasalahan yang disajikan
sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam kehidupan peserta didik 12 Chamberlin and Moon , “How Does the Problem ...”, h. 18-19.
yang membutuhkan model matematika untuk memecahkan masalah.
Permasalahan yang realistis lebih memungkinkan kreativitas dan
kualitas solusi dari peserta didik.
3) The Generalizability Principle
Prinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat
digeneralisasikan dan dapat digunakan dalam situasi serupa.
4) The Self-Assessment Principle
Prinsip ini menyatakan bahwa peserta didik membutuhkan
informasi atau beragam konteks yang digunakan untuk membantu
menguji kemajuan mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan.13
Sebagaimana juga menurut Chamberlin dan Moon mengenai
prinsip ini mengungkapkan bahwa peserta didik harus mampu
mengukur kelayakan dan kegunaan solusi tanpa bantuan pendidik.
Siswa dapat menggunakan informasi untuk menghasilkan respon
dalam iterasi berikutnya.14
5) The Construct Documentasion Principle
Prinsip ini menyatakan bahwa selain menghasilkan model,
peserta didik juga harus menyatakan pemikiran mereka sendiri selama
bekerja dalam Models Eliciting Activities dan bahwa proses berpikir
13 Dux, et.all, “Quantifying Aluminium ... ”, h. 53. 14 Chamberlin and Moon,” Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians”, The Journal of Secondary Gifted Education, (Vol. XVII, No. 1, 2005), h. 40.
mereka harus dinyatakan sebagai sebuah solusi. Prinsip ini
berhubungan dengan prinsip self assessment, yang menghendaki
peserta didik mengevaluasi kemajuan diri dan model matematika yang
mereka hasilkan dan melihat model sebagai alat untuk merefleksi diri.
6) The Effective Prototype Principle
Prinsip ini menyatakan bahwa model yang dihasilkan harus
dapat ditafsirkan dengan mudah oleh orang lain. Peserta didik dapat
menggunakan model pada situasi yang sama. Prinsip ini membantu
siswa belajar bahwa solusi kreatif yang diterapkan pada permasalahan
matematis adalah berguna dan dapat digeneralisasikan. Solusi terbaik
dari masalah matematis harus cukup kuat untuk diterapkan pada situasi
berbeda dan mudah dipahami.
c. Bagian Utama Models Eliciting Activities
Kegiatan Models Eliciting Activities terdiri atas empat bagian
utama, yaitu: lembar permasalahan, pertanyaan kesiapan, konteks
permasalahan, dan proses berbagai solusi melalui kegiatan presentasi.
Pada bagian pertama dan kedua yaitu konteks permasalahan
dihadirkan dengan sebuah lembar permasalahan dan pertanyaan
kesiapan. Tujuan dari lembar permasalahan dan pertanyaan kesiapan
adalah berguna untuk membangkitkan minat dan diskusi serta untuk
memperkenalkan konteks permasalahan kepada peserta didik sehingga
peserta didik mendapatkan gambaran permasalahan melalui membaca
lembar permasalahan. Sedangkan pertanyaan kesiapan digunakan
sebagai periode awal untuk memastikan bahwa peserta didik telah
memilikipengetahuan dasar yang mereka perlukan dan membantu
siswa untuk memahami dalam menyelesaikan permasalahan.15
Permasalahan harus menjadi bagian sentral dari pembelajaran
yang disajikan guru kepada siswa sesuai dengan pengetahuan yang
mereka miliki. Yang terakhir adalah proses berbagi solusi atau
presentasi solusi dimana guru berusaha mendorong siswa untuk tidak
hanya mendengarkan kelompok lain presentasi tetapi juga mencoba
untuk memahami solusi kelompok lain dan membandingkan seberapa
baik solusi dari tiap kelompok tersebut. Salah satu karakteristik unik
dari Models Eliciting Activities adalah bahwa peserta didik
menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka dan
mengeneralisasi model yang mereka buat untuk situasi serupa.
d. Langkah-langkah Models Eliciting Activities
Chamberlin dan Moon menyatakan bahwa Models Eliciting Activities diterapkan dalam beberapa langkah, yaitu: 16 1. Pendidik membaca sebuah lembar permasalahan yang
mengembangkan konteks peserta didik. 2. Peserta didik siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan lembar
permasalahan tersebut.
15 Chamberlin and Moon,” Model-Eliciting Activities ... ”, h. 39. 16 Setiasih Alfindah, “ Keefektifan Model Eliciting Activities terhadap Kemamppuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X Pada Materi Geometri “. Skripsi:Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang 2013.
3. Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan.
4. Peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut. 5. Peserta didik mempresentasikan model matematika mereka
setelah membahas dan meninjau ulang solus.i
Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang digunakan oleh
peneliti dalam pembelajaran Models Eliciting Activities adalah:
1. Pendidik memnyampaikan tujuan pembelajaran
2. Pendidik memberikan pengantar materi.
3. Peserta didik dikelompokkan menjadi 5-6 tiap kelompok
4. Pendidik membagikan lembar permasalan berkaitan dengan
materi.
5. Peserta didik siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan lembar
permasalahan tersebut.
6. Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan
memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang
ditanyakan.
7. Peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.
8. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
9. Peserta didik bersama pendidik membahas dan meninjau ulang
jawaban yang telah dipresentasikan.
e. Kelebihan Models Eliciting Activities
a. Peserta didik dapat terbiasa untuk memecahkan/menyelesaikan
soal-soal pemecahan masalah.
b. Peserta didik berpartisipasi lebih aktif dala mpembelajaran dan
sering mengekspresikan idenya.
c. Speserta didik memiliki kesempatan lebih benyak dalam
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.
d. Peserta didik dengan kemampuan matematika rendah dapat
merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
e. Strategi heuristik dalam Models Eliciting Activities memudahkan
siswa dalam memecahkan masalah matematik.
f. Kelemahan Model Eliciting Activities
a. Membuat soal pemecahan masalah yang bermakna bagi peserta
didik bukan merupakan hal yang yang mudah.
b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami peserta
didik sangat sulit sehingga banyak peserta didik yang mengalami
kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan.
c. Lebih dominannya soal pemecahan masalah terutama soal yang
terlalu sulit untuk dikerjakan, terkadang membuat peserta didik
jenuh.
d. Sebagian peserta didik bisa merasa bahwa kegiatan belajar
mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka
hadapi.
2. Metode Scaffolding
a. Pengertian Metode Scaffolding
Metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.17
Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang
anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan
dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah langkah pemecahan,
memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan peserta
didik tumbuh mandiri.18
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
Scaffolding adalah penyediaan beberapa bantuan untuk siswa selama tahap
awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
17 Akhmad Sudrajad, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model Pembelajaran” (On-line), tersedia di : https:// Akhmad Sudrajad.wordpress.com/2008/09/12/ pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-model-pembelajaran/. htm. (15 desember 2016). 18 Ratnawati Mamin, “Applying of Scaffolding Study Method on Main Subject of Unsure Periodic System “. E-Journal Universitas negeri Malang Jurusan Kimia Vol: 10 No: 2 Tahun 2008 ( Desember 2016)
kesempatan pada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang lebih
besar setelah mereka dapat melakukannya.
Hal tersebut berkaitan dan mengarah pada teori Zone of Proximal
Development (ZPD) yang dikembangkan oleh Vygotsky. ZPD
didefinisikan oleh Vygotsky sebagai berikut.
“The distance between the actual development level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance, or in collaboration with more capable peers”.
Dapat dimaknai bahwa ZPD merupakan perbedaan antara tingkat
perkembangan aktual yang ditunjukkan melalui pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang ditunjukkan melalui
pemecahan masalah di bawah arahan orang dewasa atau teman sebaya
yang lebih berkompetensi.19
b. Tahap-Tahap Metode Scaffolding
Secara operasional, metode pembelajaran Scaffolding dapat
ditempuh melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Assement kemampuan dan taraf perkembangan setiap peserta
didik untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD).
19 Rahmah “Tesis: Pengembangan Media Berbasis Scaffolding Melalui Pendekatan Inquiri
Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa” (Universitas Lampung 2016), h.14
2. Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap
yang rinci sehingga dapat membantu peserta didik melihat zona
yang akan diskafold.
3. Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf
perkembangan peserta didik. Ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan
(motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan,
dan pemberian contoh (modelling).
4. Mendorong peserta didik untuk menyelesaikan tugas belajar
secara mandiri.
5. Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda
mata (minders), dorongan, contoh atau hal lain yang dapat
memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dalam
pengarahan diri.20
c. Kelebihan Metode Scaffolding
Beberapa kelebihan menggunakan metode Saffolding:
1) Melibatkan aktivitas anak. Pelajar tidak secara pasif
mendengarkan informasi yang disajikan, bukan melalui guru
mendorong pelajar didasarkan pada pengetahuan dan bentuk-
bentuk pengetahuan baru. Memberikan kesempatan umpan balik
20 Jurnal Chemica Vo/. 10 Nomor 2 Desember 2008, 58.
positif kepada siswa. scaffolding memotivasi peserta didk
sehingga mereka ingin belajar.
2) Dapat meminimalkan tingkat frustrasi dari pelajar. Hal ini sangat
penting dengan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, yang
mudah frustrasi kemudian menutup diri dan menolak untuk
berpartisipasi dalam pembelajaran lebih lanjut.
3) Selain meningkatkan kemampuan kognitif anak, instruksi
scaffolding dalam konteks belajar memberikan efisiensi karena
kerja terstruktur dan terfokus, menciptakan momentum melalui
struktur yang disediakan oleh perancah, anak dapat
menghabiskan lebih sedikit waktu mencari dan lebih banyak
waktu untuk belajar dan menemukan, menghasilkan waktu
belajar yang efisien.
d. Kelemahan Metode Scaffolding
Beberapa kelemahan menggunakan metode Scaffolding:
a. Membutuhkan waktu yang lama, merupakan tantangan terbesar
bagi guru sejak mendukung dan mengembangkan scaffolding
pelajaran untuk memenuhi kebutuhan setiap individu.
Pelaksanaan scaffolding individual dalam kelas dengan jumlah
peserta didik besar akan menantang.
b. Seorang guru mungkin tidak benar dalam melaksanakan
instruksi scaffolding dan karenanya tidak melihat efek secara
penuh. Scaffolding juga mensyaratkan bahwa guru menyerahkan
sebagian kontrol dan memungkinkan peserta didik untuk
membuat kesalahan. Ini mungkin sulit bagi guru untuk
melakukannya.
3. Langkah-langkah pembelajaran Models Eliciting Activities dengan
Metode Scaffolding
a. Guru menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran
b. Setelah peserta didik memahami materi yang telah diberikan , guru
mengelompokkan peserta didik ke dalam beberapa kelompok.
c. Pendidik membaca sebuah lembar permasalahan yang
mengembangkan konteks peserta didik
d. Pendidik membacakan permasalahan bersama peserta didik dan
memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang
ditanyakan
e. Guru Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap
yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan
diskafold
f. Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai dengan taraf
perkembangan
g. Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, dorongan,
contoh atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah
kemandirian belajar dalam pengarahan diri
h. Guru Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas
i. Peseta didik mempresentasikan model matematika setelah membahas
meninjau ulang solusi.
4. Self Directed Learning
Self Directed Learning adalah kemampuan mahasiswa mengambil
inisiatif untuk bertanggung jawab terhadap pelajarannya dengan atau tanpa
orang lain yang meliputi aspek: kesadaran, strategi belajar, kegiatan
belajar, evaluasi, dan keterampilan interpersonal.21 Pembelajaran Self
Directed Learning sebagai kondisi dimana pembelajaran memiliki kontrol
sepenuhnya dalam proses pembuatan keputusan terkait dengan
pembelajarannya sendiri dan menerima tanggung jawab utuh atasnya.22
Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Self Directed Learning merupakan kemampuan mengambil
tanggung jawab terhadap belajar sepenuhnya terletak pada diri peserta
didik yang meliputi kesadaran, strategi belajar, kegiatan belajar, evaluasi,
dan keterampilan interpersonal.
21 Sri Panca Setyawati,”Keefektifan Pembelajaran inquiri Based Learning Untuk
meningkatkan Self Directed Learning Mahasiswa”.(Kediri: Prosding Seminar Nasional, 2015), h. 74 22 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2014, h.263.
B. Indikator Self Directed Learning
Adapun Indikator kemampuan Self Directed Learning peserta didik menurut
The National Council of Teacher of Mathematics atau NTCM dalam Maria
Agustina Kleden adalah sebagai berikut:
1). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh,
2). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah,
3). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.23
Maka dalam hal ini peneliti akan menggunakan Indikator menurut The
National Council of Teacher of Mathematics untuk keperluan penelitian
kemampuan Self Directed Learning peserta didik.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori dan permasalahan yang telah dikemukakan di
atas selanjutnya dapat disusun kerangka berpikir yang menghasilkan suatu
hipotesis. Kerangka berpikir mempunyai arti suatu konsep pola pemikiran dalam
rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti. Di
23 Maria Agustina Kleden,”Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-Directed
Learning” Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Nusa Cendana Kupang NTT, Vol 2, 2013
dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X) yaitu model pembelajaran
Models Eliciting Activities dengan metode Scaffolding dan variabel terikat (Y)
yaitu Self Directed Learning peserta didik.
Pembelajaran kooperatif Models Eliciting Activities dengan metode
Scaffolding peserta didik dituntut untuk aktif dan mandiri dalam pembelajaran.
Peserta didik diberikan lembar permasalahan yang terkait dengan permasalahan
yang akan dibahas secara berkelompok, selanjutnya peseta didik di bimbing oleh
guru berupa isyarat, kata kunci, tanda mata (minders), dorongan, contoh atau hal
lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dalam
pengarahan diri. Setelah itu peserta didik di minta untuk mempresentasikan hasil
jawaban dari permasalahan yaag sedang dibahas.
Berdasarkan uraian di atas, peserta didik akan lebih aktif dalam proses
pembelajaran yang telah diberikan sehingga tumbuh Self Directed Learning
siswa akan meningkat. Untuk mengetahui lebih jelasnya pengaruh Models
Eliciting Activities dengan metode Scaffolding terhadap Self Directed Learning
peserta didik dapat digambarkan melalui diagram kerangka berpikir, kerangka
berpikir ini dibuat peneliti guna untuk melihat bagaimana proses dan langkah
langkah apa saja yang harus dilakukan pada proses pembelajaran sesuai harapan
dan tujuan yang akan dicapai peneliti dapat tercapai dengan baik. Adapun
kerangka berpikir sebagai berikut:
Diagram Kerangka Berpikir
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori relevan, belum didasarkan pada fakta-
fakta empiris yang diperoleh melaluui pengumpulan data.24
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis
penelitian dan hipotesis statistik sebagai berikut:
1. Hipotesis Penelitian
24 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2008), h. 96.
Materi Pembelajaran
Proses Pembelajaran
Model Pembelajaran Kooperatif Models Eliciting Activities dengan Metode Scaffolding
Model Pembelajaran Langsung
Self Directed Learning Self Directed Learning
Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Models Eliciting Activities terhadap Self Directed Learning peserta didik?
Adapun hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:
a. Terdapat pengaruh pembelajaran model eliciting activities dalam
pembelajaran matematika terhadap self directed learning peserta didik.
b. Terdapat pengaruh pembelajaran model eliciting activities dalam
pembelajaran matematika dengan metode scaffolding terhadap self
directed learning peserta didik.
2. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah :
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 > µ2
E. Penelitian Yang Relevan
Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan dan terkait dengan model
eliciting activities dalam pemebelajaran matematika menggunakan metode
scaffolding serta kemampuan self directed learning.
1. Siti Qomariyah tahun 2013 dengan judul: “Penerapan Model Eliciting
Activities (MEAs) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Kelas VIII
SMP Negeri 2 Sekampung Udik Lampung Timur Tahun Pelajaran
2012/2013”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan Model Eliciting Activities (MEAs) terbukti dapat menjadikan
peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran matematika serta
dapat mengungkapkan ide-ide dalam menjawab soal.
2. Lailatul Munawaroh tahun 2016 dengan judul: “Pengaruh Model Eliciting
Activities Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Dan Disposisi
Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMP PGRI 6 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2015/2016”
Hasil penelitian menujukkan terdapat pengaruh kemampuan penalaran
matematis peserta didik yang menggunakan pembelajaran dengan Model
Eliciting Activities. Serta terdapat pengaruh kemampuan penalaran
matematis peserta didik yang memiliki disposisi matematis tinggi, sedang,
dan rendah pada pembelajaran dengan Model Eliciting Activities.
3. Wiwit Jayanti tahun 2015 dengan judul: “Pengaruh Medel Pembelajatan
Konstruktivistik Teknik Scaffolding Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan
Disposisi Matematis Peserta Didik SMP Negeri 2 Merbau Mataram
Lampung Selatan”.
Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran Konstruktivistik teknik
scaffolding dengan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap
komunikasi dan disposisi matematis peserta didik lebih baik dari para
menggunakan pembelajaran Direct Intruction.
4. Rahmah tahun 2016 dengan judul: “Pengembangan Media Berbasis Strategi
Scaffolding Melalui Pendekatan Inquiri Unruk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa”.
Pengembangan media berbasis strategi scaffolding melalui pendekatan
inquiri unruk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
kemandirian belajar siswa, dikembangkan melalui dua tahap yaitu,
pendahuluan dan uji formatif. Tedapat juga peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa pada kelas uji terbatas. Yaitu 78% dan
peningkatan ini dalam kategori efektif. Serta terdapat kemandirian belajar
siswa meningkat pada kelas uji terbatas, yaitu 17% .
Penelitian yang dilaksanakan merupakan bentuk lain yang hampir
serupa dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menerapkan models
eliciting activities dan scaffolding.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian ini
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.
Rasional berarti penelitian ini dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang masuk
akal. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan dapat diamati oleh indra manusia.
Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan
langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.25
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Metode penelitian eksprimen dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap
yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Jenis metode penelitian yang
digunakan penulis adalah Quasi Experimental Design yaitu design ini memiliki
kelompok kontrol tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.26
Dalam penelitian ini responden dikelompok menjadi dua kelompok
kelompok pertama adalah kelompok eksperimen, yaitu peserta didik yang
25 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: alfabeta, cet.8, 2009), h.2. 26 Ibid, h. 77.
mendapat perlakuan pebelajaran matematika dengan model pembelajaran Models
Eliciting Activities dengan metode Scaffolding. Kelompok kedua adalah
kelompok kontrol, yaitu peserta didik yang mendapat perlakuan pembelajaran
matematika dengan metode konvensional. Ditinjau dari data analisis datanya,
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena data yang dikumpulkan
berupa angka-angka serta dalam proses pengolahan data dan pengujian hipotesis
menggunakan analisis yang bersesuaian.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.27 Penelitian ini
hanya menggunakan 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang cenderung mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbul perubah dependen (terikat).
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pengaruh
pembelajaran kooperatif tipe Models Eliciting Activities dengan metode
Scaffolding (X).
2. Variabel Terikat
27 Ibid, h. 60.
Variabel terikat yaitu variabel yang cenderung dapat dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat adalah
pemahaman Self Directed Learning peserta didik (Y).
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII
SMP PGRI 6 Bandar Lampung tahun Ajar 2016/2017.
Tabel 3.1 Data Peserta Didik Kelas VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung.
No Kelas Jumlah Peserta Didik
1 VII A 32 2 VII B 35 3 VII C 35 4 VII D 33 5 VII E 36 6 VII F 36
7 VII G 33 Jumlah 240
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII E sebagai Kelas
Eksperimen dan Kelas VII F sebagai Kelas lengkap Kontrol. Sempel dalam
penelitian ini diambil dari hasil teknik sampling.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel merupakan untuk menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian.28 Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel menggunakan acak kelas. Dalam teknik ini semua
kelas dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
sampel penelitian. Adapun cara yang digunakan adalah dengan cara
undian. Semua kelas populasi diberi nomor 1 sampai 3 dan selanjutnya
dipilih 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah catatan peristiwa–peristiwa atau hal-hal atau
keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh
elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.29 Teknik
pengumpulan data yang dimaksud disini dalah suatu cara yang digunakan oleh
peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data
penelitian yang akan dilakukan melalui:
1. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung 28 Sugiono, Op.Cit, h. 118 29 Ibid, h. 188
dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber interview.30
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai guru mata
pelajaran matetmatika dan peserta didik.
2. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.31 Teknik ini digunakan peneliti untuk
mendapatkan data-data tentang keadaan sekolah, peserta didik, dan lain-
lain.
3. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan
untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, keampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.32 Tes digunakan untuk
menegtahui hasil belajar pada aspek Self Directed Learning peserta didik
selama proses belajar. Dengan demikian, dapat diketahui prestasi belajar
dapat dicapai peserta didik tersebut. Tes berupa soal uraian (essay).
30 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2009), h.137 31 Ibid, h 329. 32 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 193.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur dan
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik
sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
berbentuk tes. Tes yang digunakan berupa butir soal essay untuk mengukur
kemapuan Self Directed Learning peserta didik. Instrumen yang baik harus
memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliable.
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesasihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.33 Dalam hal ini upaya
yang dapat dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat maka instrumen tes
yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tesyang baik.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi
product moment yaitu:34
���= �∑���� �����∑���
� ��.∑���� ��
���∑���� ��
���∑���� �������∑���
� �����∑���
� ����
33 Rostina Sundayan, Op. Cit, h. 59 34 Novalia dan Syazali, Olah Data Penelitian Pendidikan, Bandar Lampung: Aura, 2014.h. 38
Nilai ��� adalah nilai koefisien korelasi dari setiap butir/item soal
sebelum dikorelasi.
Kemudian dicari corrected item-total correlation coefficient dengan
rumus sebagai berikut:
�������=����� ���
���������������������
x� = nilai jawaban responden pada butir/item soal ke-i
y� = nilai total responden ke-i
��� = nilai koefisien korelasi pada butir/item soal ke-i sebelum dikorelasi
�� = standar deviasi total
�� = standar deviasi butir/item soal ke-i
������� = corrected item-total correlation coefficient
Nilai �������akan dibandingkan dengan koefisien korelasi table ������= ���,����.
Jika �������≥ ������ , maka instrument valid.
2. Reliabilitas
Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel, jika pengukurannya
konsisten, cermat, dan akurat.Tujuan dari uji reliabilitas adalah untuk mengetahui
konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil pengukuran dapat
dipercaya. Formula yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam
penelitian ini adalah dengan rumus Alpha, yaitu:
���=� ����
� �1 � ∑���
����
dengan :
��� : Realiabilitasi yang dia cari
∑��� : Jumlah varians skor tiap-tiap item
��� : Varians total.35
Nilai koefesien Alfa (�) akan dibandingkan dengan koefesien korelasi tabel
������, � ���,����. Jika ��� � ������,maka instrumen realiabel.36
3. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang
pandai (kurang atau tidak menguasai materi).37 Adapun rumus untuk menghitung
daya beda tes adalah:
�� � ��
Dimana:
PT = ����
dan PT = ����
Dengan :
�� : Daya Beda
�� : Proporsi Kelompok Tinggi
35Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik . Jakarta: Rineka
Cipta, 2010. h. 122.
36Novalia dan Syazali, Op.Cit .h.39 37 Op. Cit. h. 226
�� : Proporsi Kelompok Rendah
Kasifikasi daya pembeda sebagai berikut:
Tabel 3.2 Penafsiran Daya Pembeda Butir Soal
Daya Pembeda Kriteria 0.70 � � � 1.00 Baik Sekali 0.40 � � � 0.69 Baik 0.20 � � � 0.39 Cukup 0.00 � � � 0.19 Jelek
P � 0.00 Jelek Sekali
Budiyono dalam Badarudin menyatakan jika daya beda untuk butir ke-i
kurang dari 0.30 maka butir tersebut harus dibuang. Berdasarkan pendapat
tersebut, untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir
tes dengan daya beda lebih dari atau sama dengan 0.3038.
4. Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran dilakukan untuk mengetahui soal-soal tes dari
segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal yang termasuk mudah,
sedang, dan sukar. Dalam penelitian ini, karena tes berbentuk uraian atau esay
maka untuk mengetahui indeks tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus
sebagai berikut:
� = ������
Dengan:
38Badarudin. “Tesis: Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Invertigation
(GI) dan Student Team Achievement Division (STAD) ditinjau dari Kreativitas dan Sikap Percaya Diri Peserta Didik kelas IX SMA Negeri se-Kabupaten Lampung Utara tahun pelajaran 2011/2012”.(Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2012). h. 65.
� : Indeks tingkat kesukaran butir tes ke-i
� : Rerata skor butir tes
����� : Skor maksimum untuk butir tersebut
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin
sulit soal tersebut. Sebaiknya semakin besar indeks yang diperoleh semakin
mudah soal tersebut. kriteria indeks kesukaran soal sering diklasifikasikan
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Interpestasi Drajad Kesukaran39
Indeks Kesukaran Kategori 0.00≤ P <030 Sukar 0.30≤ P <0.70 Sedang 0.70< P ≤1.00 Mudah
Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal
dengan tingkat kesukaran sedang yaitu taraf kesukarannya 0.30≤ P <0.70
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Untuk keperluan uji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat
terhadap data awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun uji
prasarat yang dilakukan terhadap data tersebut meliputi uji normalitas dengan
39 Ibid. h. 225
menggunakan metode Liliefors dan uji homogenitas variansi dengan
menggunakan metode Uji kesamaan dua varians.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel dalam penelitian
ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian
ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Liliefors dengan
rumus sebagai berikut:
���� � � ∣ ���� � ���� ∣, ������ � ���,��
Dengan hipotesis:
�� : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
�� : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Kesimpulan: Jika ��� � ������ � ���,��,������diterima
Langkah-langkah Liliefors:
1) Mengurutkan data
2) Menentukan frekuensi masing-masing data
3) Menentukan frakuensi komulatif
4) Menentukan nilai Z dimana �� �����̅�
dengan �̅ � ∑���
,� � �∑�����̅��
���
5) Menentukan nilai ���� dengan menggunakan table z
6) Menentukan ���� � �����
7) Menentukan nilai � �∣ ���� � ���� ∣
8) Mentukan nilai������� � ��� ∣ ���� � ���� ∣
9) Menentukan nilai ������ � ���,��
10) Membandingkan ������ dan ������ serta membuat kesimpulan. Jika
���� � ������, maka ��diterima40.
2) Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan dua varians adalah pengujian mengenai sama tidaknya
varians-varians dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu grafik, uji kesamaan dua varians dan uji bartlett.41 Uji
homogenitas yang digunakan peneliti adalah uji kesamaan dua varians digunakan
untuk menguji apakah kedua data tersebut homogen yaitu dengan
membandingkan kedua variansnya. Rumus uji kesamaan dua varians sebagai
berikut:
1) Hipotesis
�� = data homogen
�� = data tidak homogen
2) Cari ���� dengan menggunakan rumus;
� � ������������������������������
3) Tetapkan taraf signifikan ���
4) Hitung ������ dengan rumus
40 Zizwatin Athiya, Pengembangan Cd Intraktif Dengan Menggunakan Model Learning
Cycle”5E” Berbantu Software Geogebra, Semarang: Prosiding Mathematics And Science Forum ISBN 978-602-0960-00-5, h.53-54
41 Ibid, h.53
������ � � �������������terbesar � 1, ���������terkecil � 1�
5) Tentukan pengujian �� yaitu:
Jika ������ � ������ maka �� diterima
6) Bandingkan ����� dengan ������
7) Buatlah kesimpulannya.42
2. Uji Hipotesis
Untuk keperluan uji hipotesis, data hasil penelitian ini diolah dengan
menggunakan uji-t. Sebelum data diolah menggunakan uji-t terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.43
Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah analisis
hipotesis perbandingan dua sempel tak berkorelasi sebagai berikut:
������� ��̅� � �̅�
���� � 1���� � ��� � 1������� � ���
� 1��� 1���
Dengan:
�̅� = Rata-rata sempel satu
�̅� = Rata-rata sempel dua
�� = Banyak data sampel satu
�� = Banyak data sampel dua
42 Husaini Usman Dan Purnomo Setiady Akbar, Pengantar Statistika (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2011), H.133-134. 43Budiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, (UNS Press, Surakarta, Cet.3, 2009). h.195.
�� = simpangan baku sampel satu
�� = simpangan baku sampel dua
a. Hipotesis:
H� : Tidak ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran model
eliciting activities dengan metode scaffolding pembelajaran langsung.
H� : Ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran models eliciting
activities dengan metode scaffolding pembelajaran langsung.
b. Taraf Signifikan:
�= 0.05
c. Kriteria Uji
������������ � ������ ,�������������� (Uji Dua Pihak)
T-test 2 sempel tak berkorelasi merupakan salah satu uji statistika parametrik
sehingga mempunyai asumsi yang harus dipenuhi, yaitu normalitas dan
homogenitas. Jika asumsi normalitas tidak terpenuhi, maka solusi menggunakan
uji non parametrik atau ditransformasikan. Uji non parametrik yang digunakan
yaitu uji Mann-Whitney. jika asumsi normalitas tidak terpenuhi, maka rumus
uji-t yang digunakan adalah sebagai berikut:
� ′ ���̅� � �̅�� � ��
�����
��� � ���
�
���
������ � ���,���
Dengan rumus derajad bebas:
�� ����
�
��� �������
����
����
�� � 1 ����
�
����
�� � 1
Dengan:
�̅� = Rata-rata sempel satu
�̅� = Rata-rata sempel dua
�� = Banyak data sampel satu
�� = Banyak data sampel dua
�� = Simpangan baku sampel satu
�� = Simpangan baku sampel dua
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen telah dilakukan di SMP PGRI 6 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2016/2017. Instrumen dalam penelitian ini merupakan tes kemampuan self
directed learning. Hasil uji coba selanjutnya dianalisis untuk mengetahui apakah
instrumen tersebut layak digunakan untuk mengambil data penelitian. Untuk
memperoleh data tes kemampuan self directed learning dilakukan uji coba tes terdiri
dari 10 butir soal pada kelas di luar sampel. Uji coba dilakukan pada 35 peserta didik
kelas VII F SMP PGRI 6 Bandar Lampung. Hasil dan analisis data uji coba intrumen
diuraikan sebagai berikut
1. Uji Validitas
Sebelum instrumen diujikan kepada peserta didik diluar sempel instrumen
terlebih dahulu diuji validitas. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas pada uji
instrumen menggunakan validitas konstruk yang menggunakan rumus korelasi
produck moment :
���= �∑���� �����∑���
� ��.∑���� ��
���∑���� ��
���∑���� �������∑���
� �����∑���
� ����
Harga ������ diperoleh dengan terlebih dahulu menetapkan derajat
kebebasannya menggunakan rumus �� � � � 2 pada taraf signifikansi 0.05atau
5% berdasarkan perhitngan uji validitas konstruk pada lampiran C.1 diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Validitas Butir Soal Tes
Pada penelitian ini jumlah respoden ��� pada saat uji coba tes berjumlah 35
sehingga diperolah derajat kebebasannya �� 36 � 2 � 34 dan tabel Product
Moment dengan �� 34 dan � � 0.05 diperoleh ������ � 0.344 . Berdasarkan
hasil perhitungan validitas butir soal menunjukan bahwa terdapat 8 butir soal
menunjukkan valid yaitu pada nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10, sedangkan 2 butir soal
tidak valid yaitu soal nomor 7 dan 9 karena nilai rhitung < rtabel. Penulis
menggunakan 8 soal yang valid karena soal tersebut memiliki kesejajaran antara
hasil tes dengan kriterium, hal ini dianggap sudah memiliki kriteria tes yang baik
untuk mengukur kemampuan Self Directed Learning peserta didik.
2. Uji Reliabilitas
No Soal ��� ����������,��1�� Kriteria 1 0.870 0344 Valid 2 0.741 0.344 Valid 3 0.754 0.344 Valid 4 0.597 0.344 Valid 5 0.423 0.344 Valid 6 0.374 0.344 Valid 7 0.021 0.344 Tidak Valid 8 0.530 0.344 Valid 9 0.141 0.344 Tidak Valid
10 0.625 0.344 Valid
Setelah melakukan uji validitas item-item soal yang valid kemudian diuji
reliabilitasnya. Perhitungan reliabilitas tes dilakukan terhadap 8 butir soal yang
akan digunakan untuk mengambil data. Suatu instrumen dikatakan reliabel, jika
pengukurannya konsisten, cermat dan akurat. Tujuan dari uji reliabilias adalah
untuk mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur , sehingga hasil
pengukuran dapat dipercaya. Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas
instrumen tes kemampuan self directed learning pada lampiran C.3 diperoleh
���� � 0.764 � ������ � 0.344 . Hal ini menunjukkan bahwa soal instrument
uji coba tersebut konsisten, sehingga hasil pengukurannya dapat dipercaya .
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui taraf kesukaran butir soal,
apakah tergolong mudah, sedang, rendah. Adapun analisis tingkat kesukaran
butir soal dapat dilihat tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Tingkat Kesukaran Butir Soal
No Soal Tingkat Kesukaran Keterangan
1 0.714 Mudah 2 0.717 Mudah 3 0.720 Mudah 4 0.334 Sedang 5 0.337 Sedang 6 0.320 Sedang 7 0.242 Sukar 8 0.311 Sedang 9 0.211 Sukar 10 0.240 Sukar
Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang telah diuji cobakan
dengan jumlah soal 10, diperoleh 3 soal dengan kriteria mudah yaitu butir soal
nomor 1, 2, 3, 4 soal yang memiliki kriteria sedang yaitu butir soal nomor 4, 5,
6 dan 8, sedangkan soal dengan kriteria sukar terdapat pada soal nomor 7, 9, 10.
Berdasarkan kriteria tingkat kesukaran butir tes yang akan digunakan dalam
pengambilan data maka 8 soal tersebut tergolong sedang dan dapat diuji cobakan
pada sampel dan berdasarkan soal tersebut indikator self directed learning sudah
terpenuhi.
4. Daya Beda
Daya pembeda digunakan untuk membedakan antara peserta didik yang
berkemampuan tinggi dengan peserta didik berkemampuan rendah. Adapun hasil
analisis daya beda butir soal pada Tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3 Daya Pemeda Butir Soal
No Soal Daya Beda Keterangan
1 0.971 Sangat Baik 2 0.714 Sangat Baik 3 0.942 Sangat Baik 4 0.400 Baik 5 0.342 Cukup 6 0.371 Cukup 7 0.000 Jelek 8 0.428 Cukup 9 0.057 Jelek 10 0.800 Sangat Baik
Hasil perhitungan daya pembeda butir soal menunjukkan bahwa terdapat
satu butir soal yang memiliki daya beda baik sekali dengan klasifikasi
0.70 � � � 1.00dan terdapat 1, 2, 3, dan 10, butir soal tes uji coba yang
tergolong baik dengan klasifikasi daya pembeda 0.40 � � � 0.69 yaitu nomor 4,
butir soal tes uji coba yang tergolong cukup dengan klasifikasi daya pembeda
0.20 � � � 0.39 yaitu nomor 5 dan 6, serta 8 butir soal tergolong jelek dengan
klasifikasi daya pembeda 0.00 � � � 0.19yaitu nomor 7 dan 9. Berdasarkan
data tersebut terdapat dua soal yang memiliki daya pembeda tergolong jelek
yaitu soal nomor 7 dan 9, itu artinya soal tersebut tidak dapat membedakan
antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dan peserta didik yang
berkemampuan rendah, sehingga soal tersebut tidak digunakan dalam uji
instrumen kemampuan Self Directed Learning karena dianggap tidak memiliki
daya pembeda yang baik.
5. Rekapitulasi Uji Coba Instrumen
Rekapitulasi hasil uji coba validitas, uji tingkat kesukaran, uji daya beda, dan
reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Rekapitulasi Uji Coba Instrumen
No Uji Validitas Uji Reliabilitas
Uji Tingkat Kesukaran
Uji Daya Beda Keterangan
1 Valid
Reliabilitas
Mudah Baik Sekali Digunakan 2 Valid Mudah Baik Sekali Digunakan 3 Valid Mudah Baik Sekali Digunakan 4 Valid Sedang Baik Digunakan 5 Valid Sedang Cukup Digunakan 6 Valid Sedang Cukup Digunakan 7 Tidak Valid Sukar Jelek Dibuang 8 Valid Mudah Cukup Digunakan 9 Tidak Valid Sukar Jelek Dibuang
10 Valid Sukar Baik Sekali Digunakan
Berdasarkan hasil analisis uji validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan
reliabilitas instrument, dari 8 butir soal yang telah diuji cobakan. Diperoleh 8
soal dengan kriteria valid. Pada analisis reliabilitas instrument diperoleh
koefesien reliabilitasnya 0.764 yang berarti ���� � ������ dengan ������ �
0.344 sehingga sesuai dengan ketentuan koefisien reliabilitas. Dengan tidak
mengabaikan tingkat kesukaran dan daya pembeda yang dimiliki maka
instrument yang dinyatakan layak digunakan dalam penelitian ini yaitu soal
nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan 10. Alasan peneliti hanya mengambil 8 soal tersebut
dikarnakan keterbatasan waktu peneliti dalam penelitian dan 8 soal diambil
tersebut sudah mencakup semua indikator kemampuan self directed learning dan
indikator materi pembelajaran yang diujikan.
B. Statistik Deskriptif Data Amatan
Pengambilan data dilakukan setelah proses pembelajaran pada materi segitiga
dan segi empat. Setelah data terkumpul selanjutnya data digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian. Berdasarkan data yang terkumpul dapat dicari nilai tertinggi
(Xmaks) dan nilai terendah (Xmin), nilai rata-rata (�̅) dan simpangan baku (S) pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut adalah tabel deskripsi data kemampuan
Self Directed Learning peserta didik:
Table 4.5 Deskripsi Data Kemampuan Self Directed Learning
Kelas Ekspeimen Dan Kelas Kontrol Kelompok Xmaks Xmin �� S
Eksperimen 100 20 60.64 21.81 Kontrol 92.5 12.5 43.33 18.65
Berdasarkan table di atas, peserta didik kelas eksperimen memperoleh nilai
rata-rata (�̅) 60.64 dengan nilai tertinggi (Xmaks) 100, nilai terendah (Xmin) 20 dan
simpangan baku (S) 21.81. Sedangkan pada kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata
(�̅) 43.33 dengan nilai tertinggi (Xmaks) 92.5, nilai terendah (Xmin) 12.5 dan
simpangan baku (S) 18.65. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa kelompok
eksperimen memiliki kemampuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
C. Uji Prasyarat
Untuk keperluan uji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat
terhadap data awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun uji prasarat
yang dilakukan terhadap data tersebut meliputi uji normalitas dengan menggunakan
metode Liliefors dan uji homogenitas variansi dengan menggunakan metode Uji
kesamaan dua varians.
1) Uji Normalitas Kemampuan Self Directed Learning
a) Uji Normalitas Kemampuan Self Directed Learning Kelas Eksperimen
Berdasarkan perhitungan data (lampiran D.3) diperoleh rata-rata skor
kelas eksperimen sebesar 60.64 dengan ������ � 0.095 dan ������ � 0.145
hal ini menunjukan bahwa ������ � ������ sehingga dapat disimpulkan data
berdistribusi normal.
b) Uji Normalitas Kemampuan Self Directed Learning Kelas Kontrol
Berdasarkan perhitungan data (lampiran D.4) diperoleh rata-rata sekor
kelas kontrol sebesar 43.33 dengan ���� � 0.143 dan ������ � 0.145 hal
ini menunjukan bahwa ������ � ������ sehingga dapat disimpulkan data
berdistribusi normal.
Berikut hasil rekapitulasi perhitungan uji normalitas kemampuan Self
Directed Learning pada kelas eksperimen dan kelas kontrol:
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kemampuan Self Directed Learning
Kelas Jumlah Sempel �����������,��� ������ Keterangan
Eksperimen 36 0.095 0.145 Normal Kontrol 36 0.143 0.145 Normal
Berdasarkan perhitungan hasil uji coba normalitas kemampuan Self
Directed Learning pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan taraf
sigifikansi � � 5%, diperolah bahwa nilai dari ������ dari setiap kelompok
kurang dari ������ sehingga hipotesis nol dari setiap kelompok diterima. Dapat
disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari setiap kelompok berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
2) Uji Kesamaan Dua Varians Kemampuan Self Directed Learning
Untuk mengetahui apakah kedua sekor memiliki karakter yang sama
atau berbeda maka diperlukan uji F. pengujian variansi ini yaitu
membandingkan varians terbesar dan varians terkecil. Jika ������ �
���������, ��� didapat dari distribusi dengan peluang ��� sedangkan derajat
kebebasan ����� � 1� dan ����� � 2� masing-masing sesuai dengan dk
pembilang dan dk penyebut. Hasil pengujian varians den 4gan taraf signifikan
� � 5% dapat dilihat pada table 4.6 sebagai berikut:
Tebl 4.7 Hasil Perhitungan Uji Kesamaan Dua Varians Kemampuan
Self Directed Learning Kelas Jumlah
Sampel Fhitung Ftabel Keterangan
Eksperimen 36 1.934 4.12 Homogen Kontrol 36 1.934
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut bahwa ���� � ������. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa H0 diterima atau sampel berasal dari
populasi yang memiliki varians yang sama.
D. Uji Perbedaan Dua Varians Kemampuan Self Directed Learning
Untuk menguji perbedaan kemampuan self directed learning peserta didik
menggunakan uji-t, karena data yang diperoleh berdidtribusi normal. Berdasarka
perhitungan uji-t diperoleh ������ = 17.128 dan ������ = 1.689 maka dapat
disimpulkan bahwa ���� > ������ , yang berarti terdapat pengaruh models eliciting
activities dengan menggunakan metode scaffolding dalam pembelajaran matematika
terhadap self directed learning peserta didik.
E. Pembahasan
Pada penulisan ini mengambil sampel kelas VII E dan kelas VII F yang
berjumlah 72 peserta didik. Penulis meneliti dengan sampel dua kelas yaitu kelasVII
E menerapkan models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding
dan kelas VII F dengan menerapkan model pembelajaran langsung. Materi yang
diajarkan pada penelitian ini adalah materi segitiga dan segi empat, penulis
mengajarkan materi tersebut pada kelas kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak
4 kali pertemuan, kemudian pada pertemuan ke 5 dilakukan tes soal kemampuan self
directed learning dengan mengujikan 8 butir soal yang telah memenuhi indikator self
directed learning peserta didik.
Pada kelas eksperimen peserta didik belajar dengan menerapkan models
eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding . Dalam proses
pembelajaran peserta didik belajar untuk memecahkan masalah kemudian
memberikan solusi serta dapat mengkomunikasikan persoalan yang sedang dibahas
berkaitan dengan materi yang diajarkan. Model pembelajaran dan metode ini dapat
mendorong peserta didik belajar secara mandiri dengan atau tanpa adanya bantuan
dari orang lain, dengan kata lain akan timbul kemandirian belajar (self directed
learning) peserta didik.
Models Eliciting Activities dengan menggunakan metode scaffolding dimulai
dengan menyampaikan kompetensi yang akan dicapai selanjutnya menyajikan materi
yang akan dibahas. Pada tahap selanjutnya dibagi dalam beberapa kelompok yang
terdiri dari 4-5 peserta didik, kemudian diberikan lembar permasalahan dan peran
guru menjabarkan pemasalahan yang terdapat pada lembar permasalahan. Peserta
didik diberikan petunjuk secara lisan atau dengan menuliskan di papan tulis
(scaffolding) agar dapat menyelesaikan persoalan yang sedang dibahas kemudian
peserta didik mencoba menyelesaikannya. Setelah mendiskusikan permasalahan
secara kelompok selanjutnya peserta didik mempresentasikan hasil diskusi meraka,
setelah itu guru dan peserta membahas dan menyimpulkan hasil diskusi kelompok.
1. Dokumentasi
Pada kelas eksperimen peserta didik belajar dengan menggunakan models
eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding. Selama proses
pembelajaran peserta didik peserta didik belajar untuk mengemukakan ide sekaligus
memecahkan permasalahan serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang
disajikan dalam pembelajaran. Model dalam pembelajaran ini dimulai dengan
menyampaikan kompetensi yang akan dicapai selanjutnya menyajikan materi yang
dipelajari, dalam proses pembelajaran peserta didik dibagi menjadi kelompo-
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 peserta didik. Pada pembagian kelompok, guru
sudah menentukan setiap anggota kelompoknya agar menjadi kelompok yang sama
rata terdapat peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi , sedang dan rendah.
Untuk menentukan kelompok satu, dua dan seterusnya, guru memberika pertanyaan
berkaitan dengan materi yang akan dibahas, kelompok dapat menjawab pertanyaan
dengan benar peserta didik diberikan penghargaan.
Pada tanggal 20 Maret 2017, pertemuan pertama kelas eksperimen
menggunakan models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding.
Materi yang dibahas adalah tentang sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya.
Berdasarkan langkah-langkah models eliciting activities dengan menggunakan
metode scaffolding , setelah guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta
didik untuk materi yang akan dibahas, selanjutnya guru menyampaikan materi
pembelajaran yang berkaitan dengan konteks. Guru juga tidak melewatkan
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum
dimengerti berkaitan dengan materi yang sedang dibahas, setelanjutnya guru
memberikan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
Ketika guru memberikan pertanyaan dan meminta peserta didik mencoba untuk
mengidentifikasi permasalahan dan memberikan solusi, peserta didik kurang
memberikan respon terhadap masalah yang disajikan oleh guru, maka disini peran
seorang guru memberikan scaffolding yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada
peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan berupa dorongan pada peserta didik
dan memberikan kata kunci atau petunjuk terhadap permasalahan yang disajikan
sampai peserta didik mampu menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan orang lain
dalam proses pembelajaran. Setelah peserta didik menyelesaikan masalah yang
disajikan selanjutnya peserta didik mempresentasikan hasil diskusi mereka, namun
dalam mempresentasikan peserta didik masih cenderung malu dalam mengemukan
pendapat yang mereka miliki. Menanggapi hal tersebut maka guru memberikan
motivasi pada peserta didik di kelas untuk berlatih berbicara dihadapan orang banyak.
Pada akhir pembelajaran peserta didik bersama guru membahas ulang materi yang
sudah dipresentasikan oleh peserta didik kemudian peserta didik bersama-sama
menyimpulkan materi pembelajaran yang sudah dibahas. Peserta didik yang berani
menyampaikan pendapat yang tepat diberikan reword oleh guru.
Sedangkan pada kelas kontrol menerapkan model pembelajaran yang sudah
diterapkan oleh guru apelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
langsung. Guru menyampaikan materi pembelajaran yang sedang dibahas kemudian
guru melakukan tanya jawab dan memberikan tugas-tgas berupa latihan soal. Proses
pembelajaran pada kelas kontrol kurang kondusif karena sebagian peserta didik masih
berbicara dan tidak memperhatikan penjelasan guru ketika pembelajaran berlangsung.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2017 materi yang dibahas
tentang sifat-sifat pesersegi, persegi panjang, trapesium, jajar genjang, belah ketupat
dan layang-layang. Pada kelas eksperimen, proses pembelajaran sama seperti pada
pertemuan pertama. Peserta sajikan masalah yang berkaitan dengan materi yang
sedang dibahas kemudian peserta didik menyelesaikan masalah dan memberikan
solusi terhadap masalah yang disajikan. Ketika peserta didik mempresentasikan hasil
diskusi, peserta didik masih terlihat malu akan tetapi peserta didik mulai beradaptasi
dengan model pembelajaran yang diterapkan, namun masih ada peserta didik yang
tidak menyimak ketika peserta didik sedang mempresentasikan hasil diskusi di depan
kelas.
Sedangkan pada kelas kontrol, proses pembelajaran peserta didik didapat
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang sedang dibahas. Salah satu
sebabnya adalah rendahnya self directed learning peserta didik dalam belajar dan
kurangnya minat belajat peserta didik, dan ini menyebabkan peserta didik enggan
mengulang kembali materi sebelumnya dan mempersiapkan materi selanjutnya yang
akan dibahas.
Pertemuan ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2017 membahas
tentang rumus keliling bangun segitiga dan segi emapt. Peserrta didik berkumpul
sesuai dengan kelompok masing-masing memecahkan masalah dan memberikan
solusi berkaitan dengam materi yang dipelajari. Pada proses pembelajaran ini, peserta
didik sudah mengalami peningkatan dalam kegiatan belajar, mereka sudah mulai
menyelesaikan masalah secara mandiri, guru hanya sekedarnya saja memberika
scaffolding terhadap peserta didik yang masih membutuhkannya. Ketika peserta didik
mempresentasikan hasil diskusi juga sudah terlihat bahwa peserta didik mulai berani
mengemukakan pendapat tanpa ragu, bahkan menanggapi ketika ada salah satu teman
yang bertanya mengenai materi. Pada pertemuan ini models eliciting activities sudah
dapat dipahami oleh peserta didik.
Sedangkan pada kelas kontrol proses pembelajaran berjalan dengan baik
dengan menggunakan model pembelajaran langsung, meskipun hanya beberapa
peserta didik saja yang aktif dalam pembelajaran dan masih terdapat peserta didik
yang malas dan hanya diam saja ketika guru memberikan pertanyaan berkaitan
dengan materi yang sedang dibahas. Ini menujukkan bahwa kurangnya kesiapan
dalam menghadapai materi yang akan dipelajari.
Pertemuan keempat pada tanggal 30 Maret 2017 materi yang disampaikan
adalah penerapan soal-soal luas dan keliling segitiga dan segi empat dalam kehidupan
nyaata. Pada pertemuan kempat peserta didik sudah memahami model pembelajaran
yang diterapkan dan juga peserta didik sudah berani dan percaya diri untuk
manyampaikan materi dan permasalahan yang sedang mereka bahas di depan kelas
untuk dipresentasikan. Kesasadaran peserta didik lain juga sudah mulai tumbuh,
peserta didik yang biasanya tidak memperhatikan ketikan temannya
mempresentasikan hasil diskusi. Pada pertemuan ini peserta didik sudah fokus pada
meteri yang disampaikan. Mereka sudah terlihat menghargai temannya dengan tidak
tertawa ketika teman yang presentasi terdapat kesalahan. Peserta didik sudah mulai
ada rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan proses pembelajaran sehingga tumbuh
self directed learning skill peserta didik semakin menuju perubahan yang lebih baik.
Pada kelas kontrol, guru berupaya memberikan motivasi pada peserta didik
untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran dan dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Selain itu guru menyampaikan akan pentingnya belajar,
mempersiapkan materi yang akan dibahas di sekolah dan mengulas kembali materi
yang sudah diajarkan di sekolah.
Kelebihan dalam menggunakan models eliciting activities adalah peserta didik
dapat terbiasa menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah
dan memberikan solusi terhadap materi yang sedang dibahas. Peserta didik
berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan peserta didik yang mempunyai
kemampuan rendah dapat berperan aktif merespon permasalahan dengan cara mereka
sendiri.
Kendala dalam pembelajaran menggunkaan models eliciting activitie adalah
mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami oleh peserta didik sangat sulit
sehingga banayak peserta didik yang mengalami kesulitan merespon masalah yang
diberikan, ketika mereska manghadapi soal pemecahan masalah yang sulit terkadang
membuat peserta didik merasa bosan, oleh sebab itu dalam peruses pembelajaran
menggunakan models eliciting activitie digunakan bantuan berupa scaffolding bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami, memecahkan masalah dan
memberikan solusi.
Pada kelas kontol penulis mengalami kendala antara lain peserta didik masih
sangat kurang minat belajarnya, mereka menganggap matematika adalah mata
pelajaran yang sukar sehinggaa peserta didik merasa bosan ketika menemukan
permasalahan yang mereka tidak dapat menyelesaikannya. Selain itu peserta didik
juga kurang aktif dan terkendala dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh
guru, meskipun demikian proses pembelajaran berlangsung dengan baik.
2. Tes
Pertemuan kelima dilakukan tes pada tanggal 3 April 2017, pertemuan terakhir
dan dalam pertemuan ini penulis memberikan tes kemampuan self directed learning
pada kelas eksperimen yaitu di kelas VII E dan pada tanggal 5 April 2017 tes
dilakukan pada kelas kontrol di kelas VII F dengan menggunakan soal yang sama,
tes dilakukan dengan menggunakan soal berjumlah 8 butir yang merupakan
instrument yang sudah diuji validitas dan reabilitasnya. Pada tes ini peserta didik
akan dilihat sejauh mana kemampua self directed learning melalui hasil tes yang
diujikan dengan materi bangun datar segitiga dan segi empat yang sudah dipelajari
pada pertemuan sebelumnya. Melalui hasil tes maka akan terlihat perbedaan
kemampuan self directed learning peserta didik kelas eksperimen dan kemampuan
self directed learning peserta didik kelas kontrol.
Berikut adalah hasil jawaban tes kemampuan self directed learning peserta
didik yang mendapatkan skor nilai tinggi dan skor nilai rendah di kelas eksperimen
dan kelas kontrol:
a. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen Nilai Tertinggi
Gambar 4.1
Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen Nilai Tertinggi
Terdapat tiga peserta didik yang mendapatkan nilai tertinggi di kelas
eksperimen yang menerapkan models eliciting activities dengan menggunakan
metode scaffolding . Hal tersebut karena sejak awal dimulai pembelajaran sampai
pertemuan terakhir peserta didik aktif, dan mempunyai interaksi yang baik terhadap
permasalahan yang disajikan oleh guru dengan diterapkannya models eliciting
activities, dengan menggunakan metode scaffolding mejadikan peserta didik lebih
aktif karena ketika peserta didik mengalami kendala dalam memberikan solusi.
Peserta didik yang awalnya mengalami kesulitan dalam memberikan solusi padam
memecahkan masalah, dengan adanya bantuan guru berupa scaffolding seprti
petunjuk dalam mengerjakan soal, dan dorongan guru memberikan motivasi agar
peserta didik mampu mengerjakan soal sampai peserta didik menyelesaikan tanpa
bantuan orang lain. Gambar di atas adalah salah satu hasil jawaban peserta didik kelas
eksperimen yang mendapatkan nilai tertinggi. Peserta didik dapat menyelesaikan
semua pertanyaan dengan tepat dan benar. Selain itu, peserta didik dalam
menyelesaikan permasalahan dan memberikan solusi yang diberikan sudah jelas dan
terperinci.
b. Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen Nilai Terendah
Gambar 4.8
Jawaban Peserta Didik Kelas Eksperimen Nilai Terendah
Berdasarkan hasil jawaban peserta didik kelas eksperimen yang mendapatkan
nilai terendah dapat dilihat bahwa peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan tidak memberikan solusi terhadap masalah yang disajikan. Akan tetapi
peserta didik mampu menjawab pertanyaan pada soal nomor 1, soal nomor 2 dan soal
nomor 3 meskipun tidak menyelesaikannya dengan sempurna. Hal ini disebabkan
ketika dalam proses pembelajaran peserta didik kurang mengikuti proses
pembelajaran dengan baik, dan kurang persiapan dalam mengikuti pembelajaran
seperti ketika guru memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari atau mengulas kembali materi yang sudah dipelajari masih bingung dalam
menjawab.
c. Jawaban Peserta Didik Nilai Tertinggi Kelas Kontrol
Gambar 4.3
Jawaban Peserta Didik Nilai Tertinggi Kelas Kontrol
Hasil jawaban peserta didik nilai tertinggi di kelas kontrol yang menggunakan
model pembelajaran langsung. Jika dibandingkan dengan kelas eksperimen, kelas
kontrol termasuk dalam kategori peserta didik mendapatka nilai yang cukup tinggi,
hal tersebut karena peserta didik dari awal memang sudah memiliki kemampuan yang
baik dalam memecahkan solusi dan memberikan solusi yang berkaitan dengan materi
yang diberikan, akan tetapi peserta didik kurang teliti dalam memahami soal yang
disajikan, maka dapat dilihat perbedaannya yaitu pada jawaban nomor 1, peserta
didik menjawab pertanyaan dengan benar akan tetapi peserta didik tidak menjabarkan
sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi-sisinya, pada nomor 2 peserta didik tidak
memberikan keterangan terhadap besar sudut yang digambarkan. Peserta didik dalam
menyelesaikan masalah dan memberikan solusi sudah benar meskipun dalam
merumusakan masalah dan memberikan solusi terhadap persoalan kurang terperinci.
d. Jawaban Peserta Didik Nilai Terendah Kelas Kontrol
Gambar 4.10
Jawaban Peserta Didik Nilai Terendah Kelas Kontrol
Hasil jawaban peserta didik yang mendapatkan nilai paling rendah pada kelas
kontrol, dapat dilihat bahwa peserta didik tidak dapat menjawab permasalahan yang
disajikan, peserta didik hanya mampu menjawab soal nomor 3, peserta didik hanya
penggambarkan bangun datar persegi dan belah ketupat namun tidak diberikan
penjelasan tentang sifat-sifat kedua bangu datar tersebut. Hal tersebut karena peserta
didik selama proses pembelajaran berlangsung jarang sekali memperhatikan
penjelasan guru dan selama penelitian berlangsung peserta didik peserta didik tidak
mengerjakan tugas yang diberikan, selain itu peserta didik hanya mengikuti tiga kali
pertemuan dari lima pertemuan selama diadakannya penelitian.
Setelah mengetahui perbedaan nilai hasil tes kemapuan self directed learning
peserta didik pada kelas eksperimen yang menerapkan models eliciting activities
dengan menggunakan metode scaffolding dan kelas kontrol yang menerapkan model
pembelajaran langsung dengan menggunakan soal yang sama tetapi diperoleh hasil
yang berbeda. Pada kelas ekperimen dan kelas kontrol yang memperoleh nilai
tertinggi terlihat perbedaan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh kelas eksperimen
tidak mengalami kendala dalam menyelesaikan masalah yang disajikan, karena
peserta didik mampu menyelesaikan masalah yang disajikan dengan jawaban yang
tepat dan benar. Sedangkan peserta didik dengan nilai tertinggi pada kelas kontrol
dalam menyelesaikan masalah terdapat soal yang dijawab tidak lengkap dan dalam
menyelesaikan masalah dan memberikan solusi kurang terperinci meskipun jawaban
peserta didik sudah benar.
Berdasarkan penelitian di atas terdapat pengaruh terhadap peserta didik dengan
menggunakan models eliciting activities dengan menggunkan metode scaffolding
terhadap self directed learning dalam pembelajaran dengan hasil rata-rata tes yang
diperoleh kelas eksperimen 60.64 dan kelas kontrol dengan rata-rata 43.33. Dari rata-
rata nilai peserta didik diperoleh adanya perbedaan kemampuan yang diberikan
models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding dibandingkan
dengan pembelajaran yang berlangsung pada kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran langsung. Dengan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan terhadap
dua kelas maka terdapat pengaruh peningkatan self directed learning peserta didik,
yang dapat dikategorikan sebelum pembelajaran termasuk tidak aktif dalam
pembelajaran dan setelah mengikuti pembelajaran dengan perlakukan mendapatkan
models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding dapat
meningkatkan kemapuan self directed learning peserta didik.
Models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding dapat
dikatakan lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran langsung karena
selama proses pembelajaran disajikan dengan materi yang dapat meningkatkan
keaftifan peserta didik dan terbiasa dengan menyelesaikan permasalahan dan
memberikan solusi serta memiliki kesempatan lebih banyak dalam ketrampilan
mengekspresikan idenya, selain itu peserta didik yang mempunyai kemampuan
rendah dapat merespon permasalahan yang disajikan. Dengan adanya scaffolding
dapat meminimalkan tingkat frustasi peserta didik, hal ini sangat penting karena
kebutuhan peserta didik tidak sama dan peserta didik yang mudah frustasi dapat
menutup diri dan menolak untuk berpartisipasi dalam pembelajaran lebih lanjut.
Untuk mengetahi kemampuan self directed learning dapat dilihat dari hasil
belajar kelas eksperimen lebih tinggi atau lebih rendah dari hasil belajar kelas kontrol
, maka dilakukan dengan menggunakan uji-t. Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa
thitng > ttabel yaitu 17.128 > 1.689, hal ini menujukkan bahwa kedua perlakuan berbeda.
Selain itu dari hasil tes kemampuan self directed learning terlihat perbedaan rata-rata
nilai yang diperoleh antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana kelas
eksperimen yang menggunakan models eliciting activities dengan menggunakan
metode scaffolding lebih besar jika dibandingkan denga kelas kontrol.
3. Wawancara
Berdasarkan hasil pra survey wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada
guru mata pelajaran matematika yaitu ibu Zulfa Mutiasari S.TP., S.Pd pada umumnya
kemampuan kemndirian belajar masih rendah. Selain itu juga models eliciting
activities dengan menggunkan metode scaffolding belum pernah diterapkan di SMP
PGRI 6 Bandar Lampung. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, menunjukkan
bahwa models eliciting activities dengan menggunkan metode scaffolding dapat
menjadikan peserta didik menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, peserta
didik juga mampu mengeluarkan ide dan mampu memberikan solusi terhadap
masalah yang sedang dibahas serta dapat meningkatkan kemampuan self directed
learning peserta didik.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh models eliciting activities dengan
menggunkan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik.
Berdasarkan analisis data dan perhitungan hasil tes yang telah dilakukan, diperoleh
hasil uji nornalitas pada kedua kelas terlihat bahwa Lhitung < Ltabel yaitu 0.095 < 0.145
untuk kelas eksperimen dan 0.143 < 0.145 untuk kelas kontrol, maka menunjukkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal sehingga dapat
diteruskan dengan analisis homogenitas dengan uji varians. Dari perhitungan
diperoleh Fhitung ≤ Ftabel yaitu 1.934 ≤ 4.12.Berdasarkan analisis homogenitas
diketahui bahwa nilai hasil belajar peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol
mempuanyai varians yang sama dengan kata lain dapat diartikan homogen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan uji hipotesis yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh models eliciting activities dengan
menggunakan metode scaffolding terhadap self directed learning peserta didik kelas
VII SMP PGRI 6 Bandar Lampung pada pokok bahasan bangun datar segitiga dan
segi empat. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada rata-rata tes kemampuan
kemandirian belajar (self directed learning skill) peserta didik dengan diterapkannya
models eliciting activities dengan menggunakan metode scaffolding pada kelas
eksperimen sebesar 60.64, sedangkan pada kelas kontrol yang diterapkan model
pembelajaran langsung sebesar 43.33.
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil dan kesimpulan penelitian, peneliti memberikan
beberapa saran.
Bagi Guru:
- Pembelajaran matematika menggunakan models eliciting activities dengan
menggunakan metode scaffolding dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan self directed
learning peserta didik.
- Untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik (self directed learning)
dapat digunakan models eliciting activities dengan menggunakan metode
scaffolding.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajad, ”Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model
Pembelajaran” (On-line), tersedia di : https:// Akhmad Sudrajad.wordpress.com/2008/09/12/ pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-model-pembelajaran/. htm. (15 desember 2016).
Badarudin. “Tesis: Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Invertigation (GI) dan Student Team Achievement Division (STAD) ditinjau dari Kreativitas dan Sikap Percaya Diri Peserta Didik kelas IX SMA Negeri se-Kabupaten Lampung Utara tahun pelajaran 2011/2012”. Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. (Januari 2017).
Budiyono, “Statistika Untuk Penelitian”, UNS Press, Surakarta, Cet.3, 2009. Chamberlin and Moon,” Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and
Identify Creatively Gifted Mathematicians”, The Journal of Secondary Gifted Education, Vol. XVII, No. 1, 2005. (Desember 2013).
Departemen Agama RI. Al Quran Al Hidaya. Tangerang Selata : Kalim.2011.
Departemen pendidikan Nasional, Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 Jakarta: PT. Sinar Grafika,2011.
H.A.D. Dux, et.all, “Quantifying Aluminium Crystal Size Part 1: The Model Eliciting Activity”, Journal of STEM Education, Vol. 7, No. 1&2: Tahun2006 (Desember 2016).
Heri Efendi,“Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Propting Berbasis
Etnomatematika terhadap Kemampuan Komunikasi Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri 2 Way Tenong Tahun 2016/2017”. Skripsi IAIN Raden Intan Lampung. (Januari 2017).
Setiady Akbar, Pengantar Statistika. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011. Lailatul Munawaroh, “Pengaruh Model Eliciting Activities Terhadap Kemampuan
Matematis dan Disposisi Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMP PGRI 6 Bandar Lampung”. Skripsi IAIN Raden Intan Lampung 2016 (Desember 2016)
Maria Agustina Kleden,”Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-Directed Learning” Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Nusa Cendana Kupang NTT, Vol 2, 2013. (Febuari 2017).
Novalia dan Syazali, Olah Data Penelitian Pendidikan, Bandar Lampung: Aura,
2014. Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Rahmah “Tesis: Pengembangan Media Berbasis Scaffolding Melalui Pendekatan Inquiri Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa” (Universitas Lampung 2016). (Januari 2017).
Ratnawati Mamin, “Applying of Scaffolding Study Method on Main Subject of
Unsure Periodic System “. Jurnal Jurusan Kimia Vol: 10 No: 2 Tahun 2008 ( Desember 2016).
Rostina Sundayana. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta 2014. S. A. Chamberlin and S. M. Moon, “How Does the Problem Based Learning
Approach Compare to The Model Eliciting Activity Approach in Mathematics?”, International Journal for Mathematics Teaching and Learning, dalam http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/-chamberlin.pdf, hlm. 4, diakses 13 Desember 2016.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2009. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008. Sugiono, Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Cet, 2013. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik . Jakarta: Rineka
Cipta, 2010. Susiadi, Metodologi Penelitian, Pusat Penelitian Dan Penerbitan LP2M Intitut
Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2015. Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam
Pembelajaran Matematika” Jurnal Ilmiah Program Studi matematika STKIP Siliwangi Bnagung, Vol 1, No.1, Febuari 2012.
Zizwatin Athiya, Pengembangan Cd Intraktif Dengan Menggunakan Model Learning Cycle”5E” Berbantu Software Geogebra, Semarang: Prosiding Mathematics And Science Forum ISBN 978-602-0960-00-5. (Febuari 2017).
Lampiran B.13 Lembar Kerja Kelompok
Pertemuan Ke-1
“Segitiga Segi Empat”
KD : 6.1. Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya. 6.2. mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang- layang. Petunjuk : 1. Peserta didik harus membaca LKK terlebihdahulu secara seksama. 2. Diskusikan setiap pertanyaan dan permasalahan yang ada dalam LKK dengan
sesama anggota kleompok. 3. Tanyakan pada guru apabila terdapat soal yang kurang jelas atau sulit dimengerti. Soal!
1. Gambar dan jelaskan segitiga berdasarkan :
a. Sisi-sisinya
b. Sudutnya
2. Beri nama dan sebutkan sifat-sifat bangun datar berikut:
(a) (b) (c) (d)
3. Perhatikan gambar di bawah ini!
A B B A B
A C C D D C D
Kelas : Kelompok : Nama : 1. ………………………………….. 2. ………………………………….. 3. …………………………………. 4. ………………………………….. 5. …………………………………..
(a) (b) (c) Sebutkan persamaan dan perbedaan sifat –sifat bangun datar a, b dan c! Lampiran B.14
Lembar Kerja Kelompok
Pertemuan Ke-2
“Segitiga Segi Empat”
KD : 6.3. menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segiempat serta menggu- nakan dalam pemecahan masalah.
Petunjuk :
1. Peserta didik harus membaca LKK terlebihdahulu secara seksama. 2. Diskusikan setiap pertanyaan dan permasalahan yang ada dalam LKK dengan
sesama anggota kleompok. 3. Tanyakan pada guru apabila terdapat soal yang kurang jelas dan atau sulit
dimengerti
Soal!
1. pada gambar di samping, diketahui panjang sisiAB = 7 cm
dan panjang BC = 20 cm. Berapakah panjang AD?
A
7 cm
B 24 C
2. Diketahui sebuah segitiga ABC dengan panjang AB = 16 cm dan BC = 12 cm.
Jika diketahui keliling sebuah segitiga adalah 48 cm2 . Panjang AC adalah
3. Seorang petani mempunyai sebuah kebun yang luasnya 156 m2. Jika kebun
tersebut berukuran panjang 12 m. Tentukan lebar kebun tersebut!
Kelas : Kelompok : Nama : 1. ………………………………….. 2. ………………………………….. 3. …………………………………. 4. ………………………………….. 5. …………………………………..
4. Hitunglah luas persegi, jika panjang sisinya 12cm!
Lampiran B.15 Lembar Kerja Kelompok
Pertemuan Ke-3
“Segitiga Segi Empat”
KD : 6.3. menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segiempat serta menggu- nakan dalam pemecahan masalah.
Petunjuk :
4. Peserta didik harus membaca LKK terlebihdahulu secara seksama. 5. Diskusikan setiap pertanyaan dan permasalahan yang ada dalam LKK dengan
sesama anggota kleompok. 6. Tanyakan pada guru apabila terdapat soal yang kurang jelas dan atau sulit
dimengerti
Soal!
1. Perhatikan gambar!
D C
A 12cm B
Kelas : Kelompok : Nama : 1. ………………………………….. 2. ………………………………….. 3. …………………………………. 4. ………………………………….. 5. …………………………………..
Dari gambar di atas, hitunglah luas jajar genjang!
2. Perhatikan gambar!
S a = 3 cm R
t = 4 cm
P b = 6 cm Q
Jika diketahui panjang PQ 6 cm, SR 3 cm dan tingginya 2 cm. Hitunglah luas
trapesium!
3. Hitunglah luas belah ketupat jika panjang diagonal-diagonalnya 7 cm dan 10 cm.
Lampiran B.16 Lembar Kerja Kelompok
Pertemuan Ke-4
“Segitiga Segi Empat”
KD : 6.3. menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segiempat serta menggu- nakan dalam pemecahan masalah. Petunjuk : 1. Peserta didik harus membaca LKK terlebihdahulu secara seksama. 2. Diskusikan setiap pertanyaan dan permasalahan yang ada dalam LKK dengan
sesama anggota kleompok. 3. Tanyakan pada guru apabila terdapat soal yang kurang jelas dan atau sulit
dimengerti.
Soal!
Kelas : Kelompok : Nama : 1. ………………………………….. 2. ………………………………….. 3. …………………………………. 4. ………………………………….. 5. …………………………………..
1. Sebuah kebun berbentuk persegi dengan luas 36 m2. Jika disekeliling kebun
tersebut akan ditanami pohon dengan jarak antar pohon 2 m. Berapa banayak
batang pohon yang dibutuhkan?
2. Atap sebuah rumah terdiri dari dua bangunan berbentuk persegi panjang yang
masing-masiing berukuran 5 m x 4 m. Jika tiap m2 atap tersebut membutuhkan 6
genteng. Berapakah genteng yang dibutuhkan untuk menutup seluruh atap rumah
tersebut?
LAMPIRAN A (DOKUMEN DAN SURAT-SURAT)
Lampiran A.1
FOTO PADA SAAT PENELITIAN DI SMP PGRI 6 BANDA LAMPUNG
1. Proses pembelajaran pada pertemuan pertama
Pertemuan pertama kelas elsperimen membahas materi sifat-sifat dan jenis-jenis segitiga
Kegiatan diskusi kelompok pada pertemuan pertama
Pertemuan pertama kelas kontrol membahas materi sifat-sifat dan jenis-jenis segitiga
2. Proses pembelajaran pada pertemuan kedua
Pertemuan kedua diskusi kelompok materi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajar
genjang, trapesium, belah ketupat dan laying-layang.
Pertemuan kedua kelas kontol materi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajar
genjang, trapesium, belah ketupat dan laying-layang.
3. Proses pembelajaran pada pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga kelas eksperimen diskusi kemlompok materi keliling dan luas segitiga dan segi empat.
Pertemuan ketiga kelas kontrol materi luas dan keliling segitiga dan segi empat.
4. Proses pembelajaran pada pertemuan keempat
Pertemuan keempat kelas eksperimen presentasi materi keliling dan luas segitiga
dan segi empat dalam kehidupan nyata.
Pertemuan keempat kelas kontrol materi keliling dan luas segitiga dan segi empat dalam kehidupan nyata
Foto bersama pertemuan pada pertemuan akhir