Click here to load reader
Upload
yuliana-marbun
View
13
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invisidan
multipikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Invasi atau penetrasi berarti
penembusan. Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh epithelium
permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai kulit, konjungtiva dan mukosa.
Penyakit-penyakit inflamasi pada sistem saraf pusat terutama adalah meningitisdan
ensefalitis, dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik.
Berbagai jenis mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak dengan pola kekhususan.
Gambaran klinis utama yang timbul pada seorang bergantung pada jenis mikroorganisme,
jumlah, keadaan umum, dan daya tahan tubuh pasien, adanya infeksi dan penatalaksanaan
klinis.
Meningitis yaitu sebuah inflmasi dari membran yang menutupi otak dan medula
spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflmasi dari meningen dapat disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah karena
obat-obatan.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang pa;ing sering adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus
serta bukan disebabkan bakteri spesifik atau virus. Meningitis mengingococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen (antara selaput arachnoid dan
piamater) dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis
yang superfisial.
Meningitis serosa adalah suatu peradangan yang ditandai dengan peningkatan jumlah
sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi
dalam cairan serebospinal.
2.2 Etiologi
Etiologi meningitis serosa bervariasi yaitu mikroorganisme seperti bakteri, protozoa,
jamur, riktesia atau yang paling sering virus.
Kelompok virus yang paling sering adalah enterovirus (echo, coxsackie, polio), diikuti
oleh parotitis, herpes II, koriomengitis limfositik dan adeno virus. Yang termasuk arbovirus
adalah virus adalah virus yang transmisikan oleh kutu, mengioensefalitis, musim semi.
2.3 Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus/ bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dan peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya
Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavemosus dan Sinusitis. Penyebaran
kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah
otak. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau
komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan
reaksi radang pada pia dan araknoid, CCS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang singkat penyebaran sel-sel leukosit polimorfunoklear ke dalam ruang
subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit
dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
2
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan
dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
2.4 Gejala Klinis
Gejala dan tanda meningitis serosa :
1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus
2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta
4. Sensitif terhadap cahaya (fotopobia)
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
6. Nausea dan vomitus
7. Mengantuk dan pusing
8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik
9. Meningismus (laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada)
10. Organ-organ lain sering terkena misalnya : paru-paru pada meningitis tuberkulosa
11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya.
2.5 Diagnosis
Pada anamnesis yang ditanyakan adalah ada tidaknya gejala prodromal berupa
nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan
tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset sub akut, riwayat penderita TB atau
fokus infeksi sangat mendukung.
3
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
i. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
ii. Pemeriksaan Tanda Kering
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa
nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
iii. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
iv. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
4
b Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan le
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.
2.6 Diagnosis Banding
1. Meningitis purulenta
2. Meningoensefalitis
2.7 Penatalaksaan
Obat anti inflamasi :
1. Meningitis Serosa :
a. Rejimen terapi: 2RHZE-7RH
2 bulan pertama:
i. INH : 1 x 400 mg/hari, oral
ii. Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
iii. Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
iv. Etambutol : 15-20 mg/kgBB/hari, oral
7-12 bulan berikutnya :
i. INH : 1 x 400 mg/hari, oral
ii. Rifampisin :1 x 600 mg/hari, oral
2. Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a. Sefalosporin generasi ke 3
b. Ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
5
c. Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3. Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a. Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b. Sefalosforin generasi ke 3.
Pengobatan simtomatis :
1. Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
2. Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3. Turunkan panas :
a. Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b. Kompres air es
Pengobatan suportif :
1. Cairan intravena.
2. Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
2.8 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin
yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal
conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),
Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.
Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
6
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
1. Meningitis Purulenta
a. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim,
seftriakson.
b. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin,
seftriakson.
c. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan
seftriakson.
2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang
berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa
prednison digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan
intrakranial dan mengobati edema otak.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan
lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat
pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat
meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisi yang tidak diobati lagi.
2.9 Komplikasi
1. Hidrosefalus
2. Kelumpuhan saraf kranial
3. Epilepsi
4. Iskemi dan infark pada otak
7
2.10 Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental
atau meninggal tergantung :
a. Umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
8
BAB 3
KESIMPULAN
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen (antara selaput arachnoid dan
piamater) dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis
yang superfisial. Meningitis serosa adalah suatu peradangan yang ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya
bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebospinal.
Penyebab meningitis serosa bervariasi yaitu mikroorganisme seperti bakteri, protozoa,
jamur, riktesia atau yang paling sering virus. Diagnosis meningitis serosa ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti lumbal pungsi
dan lain-lain.
Penatalaksanaan meningitis itu sendiri berdasarkan faktor penyebabnya. Penderita
meningitis dapat sembuh, baik sembuh tergantung pada umur, jenis kuman penyebab, berat
ringan infeksi dan yang lainnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Pirguna, 2006 ; Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi, cetakan
keenam Dian Rakyat, Jakarta.
2. Sidharta, Pirguna, 2010 : Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-15, Dian Rakyat,
Jakarta.
3. Harsono (1996/. Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi I Yogyakarta : Gajah Mada
Unversity Press.
4. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
5. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
6. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England journal of Medicine. 336 : 708-16 URL :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
10