MODUL 3 Ketramp Dsr Anest III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MODUL 3 Ketramp Dsr Anest III

Citation preview

MODUL 3

KETERAMPILAN DASAR ANESTESIOLO GI IIIRJP Neonatus Dewasa

Mengembangkan KompetensiWaktu (Semester 1 minggu 1 4)

Sesi di dalam kelasKuliah khusus (RJPO)Sesi dengan fasilitasi PembimbingSesi skill lab (RJP pada manekin) 2 X 2 jam (RJP pada dewasa) 2 X 2 jam (RJP pada neonatus dan anak) 3 X 2 jam (diskusi dengan pembimbing) Sampai lulus

Persiapan Sesi Audiovisual1. Laptop2. LCD proyector dan layar3. Flip chart4. OHP5. Videoplayer Materi kuliah : CD atau flashdisc Power point1. RJP pada pasien dewasa.2. RJP pada anak anak3. RJP pada neonatus4. RJPO (Resusitasi Jantung Paru Otak modul ICU)5. Pengelolaan pasca cardiac arrest6. Pencegahan cardiac arrest Sarana belajar1. Ruang kuliah2. Ruang skill lab. Alat bantu latih: manikin neonatus, anak dan dewasa, alat2 untuk resusitasi jantung paru Kasus : ilustrasi kasus/ retrospektif Penuntun belajar : Lihat materi acuan Daftar tilik kompetensi: lihat daftar tilik Referensi: 1. Clinical Anesthesiology GE Morgan, Jr. 4th ed 2006 2. Pharmacology and Physiology Stoelting ed. 4th 2006 3. AHA Guidelines for CPR 2005

Salah satu kejadian paling berat pada pasien selama masa perioperatif adalah bila terjadi cardiac arrest.Kejadian serupa dapat terjadi dimana saja, dikamar bedah atau diluar kamar bedah.

Tujuan Pembelajaran UmumSetelah menyelesaikan sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan secara tim dan secara individu melakukan resusitasi jantung paru dengan baik dan benar ,sebelum terlibat atau terjun melakukan tindakan anesthesiaTujuan Pembelajaran khususSetelah menyelesaikan modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan menjelaskan sebab sebab cardiac arrest, mendiagnosis cardiac arrest, melakukan resusitasi jantung paru (RJP) untuk bantuan hidup dasar, melakukan pembebasan jalan napas, melakukan pernapasan buatan, melakukan kompressi dada luar, melakukan defibrillasi, memberikan obat obat resusitasi, melakukan penilaian hasil resusitasi , menghentikan resusitasi dan/atau merujuk pasien ke ICU pasca resusitasi. Kemampuan tersebut meliputi RJP pada pasien dewasa, anak anak, dan neonatus baik dikamar operasi maupun diluar kamar operasi

1. RANAH KOMPETENSIKognitif1. Mampu menjelaskan sebab sebab cardiac arrest2. Mampu menjelaskan tanda tanda cardiac arrest3. Mampu menjelaskan bila terjadi keterlambatan pertolongan cardiac arrest.4. Mampu menjelaskan langkah langkah resusitasi jantung paru5. Mampu menjelaskan algoritme resusitasi jatung paru (RJP)6. Mampu menjelaskan advanced life support7. Mampu menjelaskan pengelolaan jalan nafas basic (modul 1)8. Mampu menjelaskan tehnik intubasi (modul 1)9. Mampu menjelaskan kompressi jatung/dada luar pada resusitasi jantung paru secara benar (tempat tumpuan, frekuensi, kekuatan kompressi)10. Mampu menjelaskan gambaran EKG pada cardiac arrest.11. Mampu menjelaskan tentang defibrillasi pada cardiac arrest12. Mampu menjelaskan farmakologi obat2an yang lazim dipakai pada RJP13. Mampu menjelaskan hasil dari RJP14. Mampu menjelaskan resusitasi otak (modul ICU)15. Mampu mendiagnosis mati batang otak(modul ICU)

Psikomotor1. Mampu mendiagnosis pasien cardiac arrest2. Mampu melakukan RJP dengan langkah langkah yang benar3. Mampu melakukan pengelolaan jalan nafas dengan benar4. Mampu melakukan pernafasan buatan dengan benar.5. Mampu melakukan kompressi jantung/dada dengan benar6. Mampu membaca EKG pasien cardiac arrest7. Mampu melakukan defibrilasi sesuai guideline8. Mampu melakukan pemberian obat obatan resusitasi dengan benar9. Mampu melakukan penilaian hasil resusitasi10. Mampu melakukan keputusan untuk menghentikan resusitasi11. Mampu melakukan transportasi pasien pasca cardiac arrest ke ICU

Komunikasi/Hubungan inter personal1. Bila cardiac arrest terjadi dalam masa perioperatif, mampu berkomunikasi dengan sejawat, dengan disiplin lain dan tenaga kesehatan lain untuk secara tim dapat melakukan pertolongan RJP dengan menunjuk seorang atau bertindak sendiri sebagai kepala tim (dari disiplin anetesi)2. Mampu berkomunikasi secara kontinyu dengan keluarga pasien menjelaskan tentang tindakan apa dan mengapa RJP dilakukan, perkembangan hasil RJP, sampai pasien dirawat ICU dan bagaimana prognosisnya.

2. KEY NOTES (Morgan)1. RJP dan Emergency Cardiac Care harus dipertimbangkan setiap saat pada pasien yang tidak mendapat oksigenasi secara adekuat atau ada gangguan perfusi organ tidak hanya setelah terjadi cardiac arrest2. Ventilasi dan kompressi jantung/dada luar harus tidak boleh terlambat oleh tindakan intubasi apabila jalan nafas telah bebas dengan jaw trust maneuver3. Upaya intubasi harus berhasil dalam 30 detik.4. Kompressi dada harus dilakukan segera bila ada pasien pulseless5. Petugas kesehatan yang bertugas di rumah sakit, rawat jalan harus mampu melakukan defibrilasi dini segera pada pasien dengan fibrilasi ventrikel.. Shock harus dilakukan dalam waktu 3 ( 1min) arrest.6. Lidocaine, epinephrine, atropine, dan vasopressin dan bukan Na-bikarbonat dapat diberikan melalui kateter dalam pipa trakea. Dosis 2-21/2 kali dosis IV, diencerkan dalam 10ml aguadest atau NaCl 0.9% pada pasien dewasa.7. Bila akses Intravena sulit, pada anak anak dapat dilakukan Introsseus

3. GAMBARAN UMUM Cardiac arrest merupakan keadaan yang dapat terjadi dimana saja dan memerlukan tindakan segera Resusitasi Jantung Paru. Peluang yang besar kejadian cardiac arrest selama anestesi mengharuskan setiap peserta didik memiliki kemampuan melakukan RJP dengan baik. Tindakan RJP merupakan suatu paket berupa Airway(A), Breathing(B), Circulation (C) yang sering disebut Basic Life Support dan bila dilanjutkan dengan Drugs (D), pemeriksaan EKG (E) dan Fibrillation treatment (F) merupakan Advanced Life Support dan bila harus masuk ICU disebut sebagai Prolonged Life Support. Pada modul ini hanya dibatasi pada RJP basic life support. Bila RJP baru dilakukan pada cardiac arrest yang telah berlangsung 4 menit, kemungkinan akan timbul kerusakan otak irreversible.Keberhasilan RJP bergantung dari cepatnya memulai RJP dan tehnik RJP yang benar. Kemampuan ini tidak terbatas dimiliki dokter anestesi tetapi juga oleh dokter atau pertugas kesehatan lain yang terlibat pada pelayanan emergency dan darurat, dimana peluang besar terjadi cardiac atau respiratory arrest

4. TUJUAN PEMBELAJARANa. Mampu melakukan diagnosis cardiac arrest pada pasien dewasa,ankanak dan neonatusb. Mampu melakukan RJP pada pasien pasien tersebutc. Mampu menilai hasil RJPd. Mampu memutuskan kapan menghentikan RJP.e. Mampu kapan merujuk pasien ke ICU

5. METODERJP merupakan satu paket tindakan secara keseluruhan yaitu yang tidak dapat dipisah pisahkan antara A, B, C, oleh karena itu metode yang dilakukan untuk mencapai tujuan juga tidak dapat di pisah pisahkan. Metode Pembelajaran:Kognitif 1. Kuliah pendahuluan RJP2. Belajar bersama secara terintegrasi3. Belajar mandiri4. Problem base learning5. Small group discussion and feed back6. Patient management problem7. Simulated patient, scenarios, displays etcPsikomotor Manekin based1. Demonstrations/displays and skill supervision2. Patient management problem (illustration case)Komunikasi/ Hubungan interpersonall1. Demonstrate/display and skill supervision2. Patient management problemProfessionalism1. Patient management problemKnowledge1. Introductory lecture2. Small group discussion, and feed backs.

Keterampilan dan materi yang harus dikuasai:1. Melakukan diagnosis cardiac arrest pada dewasa, anak anak, dan neonatus2. Melakukan pembebasan jalan napas atas3. melakukan pernapasan buatan dengan mouth to mouth atau dengan bag mask valve4. Melakukan kompresii dada dengan tehnik yang benar5.Melakukan penilaian hasil RJP6.Melakukan penghentian RJP.

6.MEDIAa.Kuliah pendahuluan RJPa. Belajar bersama secara terintegrasib. Belajar mandiric. Problem base learningd. Small group discussion and feed backe. Patient management problemf. Simulated patient, scenarios, displays etcg. Demonstration/ displays and skill supervisionh. Mengikuti workshop perkembangan mutakhir RJP.

7. ALAT BANTU PEMBELAJARANa. Sarana Belajar Mengajar : Ruang Kuliah, Perpustakaan, Internet, ruang Skill Lab, alat audiovisual b. Manekin untuk latihan RJP basic life support, manekin simulasi advanced life support (option)c. Bag mask valve resuscitatord. Alat EKG dan Defibrillator manual atau option automatic external defibrillator (AED)e. Hard board untuk alas pasienf. Alat alat untuk airway management (lihat modul 2)

8. EVALUASI Evaluasi meliputi kognitif , keterampilan, komunikasi, profesionalisme dan knowledge (pre-test dan post-test) Pretest: 1. Bagaimana mendiagosis cardiac arrest? 2. Apa penyebab cardiac arrest?3. Bagaimana langkah langkah melakukan pertolongan cardiac arrest?4. Bagaimana cara mempertahankan jalan nafas dengan benar?5. Bagaimana melakukan pernafasan buatan dengan benar?6. Bagaimana cara melakukan kompresi dada luar dengan benar?7. Bagaimana gambaran EKG pasien cardiac arrest?8. Obat obatan apa yang digunakan pada penanggulangan cardiac arrest apa indikasinya?9. Kapan resusitasi jantung paru dihentikan?10. Kapan pasien indikasi rawat ICU

Evaluasi kemampuan dilakukan berdasarkan keterampilan RJP pada manekin, keberhasilan lebih dari 75% dianggap kompetent melakukan RJP.1. Kognitif : EMQ (Extended Medical Question) lisan Pengamatan dan penilaian beberapa kali Beberapa pengamat2. Psikomotor: Pengamatan dan penilaian beberapa kali Beberapa pengamat3. Komunikasi dan hubungan interpersonal termasuk Attitude Pengamatan dan penialaian beberapa kali Beberapa pengamat4. Professionalism: Pengamatan dan penilaian beberapa kali Beberapa pengamat5. Knowledge : MCQ atau Essay (Pre test) dan Post Test EMQ tertulis

Prosedur Resusitasi Jantung Paru (RJP)Algorithm untuk cardiac arrest pada puleless cardiac arrest oleh karena VF, VT, PEA dan Asystole (AHA Guidelines for CPR 2005)

1

Resume CPR immediately for 5 cyclesWhen IV/IO available, give vasopressor* Epinephrine 1mg IV/IO Repeat every 3to5min or * May give 1 dose of vasopressin 40U IV/IO to replace first or second dose of epinephrineConsider atropine 1mg IV/IOfor asystole or slow PEA rateRepeat every 3 to 5 min (up to 3 doses)Give 5 cycles of CPR*Give 1 shock*Manual biphasic: device specific (typically 120 to 200J) If unknown, use 200J*AED: device specific*Monophasic:360JResume CPR immediatelyCheck rhythmShockable rhythm?VF/VTAsystole/PEAShockableNot shockable23491011 PULSELESS ARREST*BLS : Call for help, give CPR*Give oxygen when available*Attach monitor/defibrillator when available

Give 5 cycles of CPR*5

11

NoCheck rhythmShockable rhythm?7Shockable6If Asystole , go to box 10If electrical activity, check pulse.If no pulse, go to Box 10If pulse present, begin postresuscitation careNoContinue CPR while defibrillator is chargingGive 1 shockManual biphasic : device specific(same as first shock or higher dose)Note:if unknown, use 200JAED: device specificMonophasic: 360JResume CPR immediately after the shockWhenIV/IO available, give vasopressor during CPR (before or after the shock)Epinephrine 1mg IV/IORepeat every 3 to 5 min orMay give 1 dose of vasopressin 40U IV/IO to replace first or second dose of epinephrineCheck rhythmShockable rhythm?ShockableCheck rhythmShockable rhythm?12NoGo to Box 4Give 5 cycles of CPR*

During CPRRotate compressors every2 minutes with rhythm checks Search for and treat possible contributing factors: - Hypovolemia - Hypoxia - Hydrogen ion (acidosis) - Hypo/hyperkalemia - Hypoglycemia - Hypothermia - Toxins - Tamponade, cardiac - Tension pneumothorax - Trombosis (coronary or pulmonary - Trauma8Continue CPR while defibrillator is chargingGive 1 shock*Manual biphasic: device specific (same as first shock or higher dose) Note: If unknown use 200J*AED :device specific*Monophasic : 360JResume CPR immediately after the shockConsider antiarrhythmics; give during CPR (before or after shock) amiodarone (300mg IV/IO once, then consider additional 150mg IV/IO once) or lidocaine (1 to 1.5 mg/kg first dose, then 0.5 to 0.75 mg/kg IV/IO, maximum 3 doses or 3 mg/kg)Consider magnesium, loading dose 1 to 2 g IV/IO for torsades de pointesAfter 5 cycles of CPR, got to Box 5 aboveCheck rhythmShockable rhythm?7Shockable During CPR*Push hard and fast (100/min) *Ensure full chest recoil *Minimize interruption in chest compressions *One cycle of CPR: 30 compressions then 2breaths 5cycles = 2 minutes *Avoid hyperventilation *Secure airway and confirm placement *After an advnnced airway is placed, rescuers no longer deliver cycles of CPR. Give continuous Chest compressions without pauses for breaths. Give 8 to 10 breaths/minute. Check rthythm every 2 minutes.NoBox 12

9. REFERENSI Algorithm untuk cardiac arrest pada puleless cardiac arrest oleh karena VF, VT, PEA dan Asystole (AHA Guidelines for CPR 2005)

10. DAFTAR PENUNTUN BELAJAR

NoPenuntun Resusitasi Jantung Paru Sudah dikerjakanBelum dikerjakan

1.Penilaian pasien henti jantung (cardiac arrest), henti jantung mengancam

2.Melakukan kompressi dada/jantung luar atau precordial tump

3Melakukan pembebasan jalan napas atas

4.Menilai pasien bernapas/ tidak bernapas

5.Melakukan pernapasan buatan mouth to mouth dua kali

6.Melakukan pernapasan buatan dengan resuscitator bag dua kali

7Melakukan penilaian denyut carotis

8Melakukan kompressi jantung 30kali dengan laju 100x/menit

9Melakukan kompressi : ventilasi 30 : 2

10Melakukan penilaian hasil RJP basic

11Melakukan tindakan intubasi

12Memberikan obat2an adrenalin, dan lain lain

13.Melakukan defibrillasi

14.Memberikan obat obatan antifibrillasi

15.Melakukan penilaian hasil resusitasi

16Menilai keadaan yang reversible penyebab henti jantung

17.Melakukan resusitasi pada anak anak

18.Melakukan resusitasi pada neonatus.

17.Melakukan resusitasi otak (lihat modul ICU)

11. DAFTAR TILIK

Berikan tanda dalam kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan dengan memuaskan, dan berikan tanda bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta T/D bila tidak dilakukan pengamatan

MemuaskanLangkah/ tugas dikerjakan sesuai dengan prosedur standar atau penuntun

Tidak memuaskanTidak mampu untuk mengerjakan langkah/ tugas sesuai dengan prosedur standar atau penuntun

T/DTidak diamatiLangkah, tugas atau ketrampilan tidak dilakukan oleh peserta latih selama penilaian oleh pelatih

Nama peserta didikTanggal

Nama pasienNo Rekam Medis

DAFTAR TILIK

NoKegiatan / langkah klinikKesempatan ke

12345

Peserta dinyatakan : Layak Tidak layakmelakukan prosedur Tanda tangan pelatih

Tanda tangan dan nama terang

12. MATERI ACUAN

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardioppulmonary resuscitation (CPR) dikamar operasi adalah tanggung jawab ahli anestesiologi, yang mengetahui lokasi dan fungsi alat resusitasi, obat2an untuk resusitasi dan pembagian tugas. Pedoman dibawah ini telah dimodifikasi mengikuti 2005 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resusucitation and Emergency Cardiac Care.

Diagnosis cardiac arrestTidak terabanya denyut/pulsasi arteri perifer besar (carotis, radial atau femoral), tidak sadar. EKG mungkin memperlihatkan asystole, ventricular fibrillation (VF), ventricular tachycardia(VT), atau pulseless electrical activity (PEA).

Etiologi cardiac arrestSebab paling sering cardiac arrest adalah: hypoxemia, gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan kalium, calcium, dan magnesium, hipovolemia, adverse drug effects, pericardial tamponade, tension pneumothorax, pulmonary embolus, hypotermia, infark miokard.Dengan cardiac arrest akan berakibat aliran darah yang efektif berhenti, hipokasia jaringan, metabolisme anaerobik, dan kumulasi sisa metabolisme sell. Fungsi organ teganggu, dan kerusakan permanen akan timbul, kecuali resusitasi dilakukan dalam hitungan menit(tidak lebih dari 4 menit). Acidosis dari metabolisme anaerobik menyebabkan vesodilatasi sistemik, vasokonstriksi pulmoner, an penurunan respons terhadap katekolamin.

Resusitasi pada dewasaA. Basic Life Support. Cardiac arrest harus selalu dicurigai pada pasien apapun yang tanpa diharapkan jatuh tidak sadar. Bila tidak dapat dibangunkan, resusitasi ABCD (airway, breathing, circulation, defibrillation) harus dilakukan setelah lebih dulu minta bantuan. Untuk penolong tunggal/ sendirian pada setting orang awan ada aturan phone first/phone fast Untuk dewasa dan diatas 12-14tahun dan semua anak anak dengan resiko disritmia dapat dilakukan automatic external defibrillation (AED), kalau alat tersedia, sebelum resusitasi jantung paru (RJP) dimulai oleh penolong yang sendirian.

1. Jalan napas dan pernapasan. Posisi kepala untuk pembebasan jalan napas, dibantu dengan pemasangan pipa oro atau nasofaring. Napas spontan dinilai dengan observasi, merasakan dan mendengar. Bila napas spontan tidak ada atau tidak efektif, lakukan bantuan napas buatan dengan bag-valve mask (bvm) dengan oksigen 100%. Lakukan napas buatan dua kali lambat pada tekanan rendah (untuk mencegah distensi gaster), dilanjutkan dengan 8 sampai 10kali napas bantuan per menit. Bila ventilasi tidak mungkin, pikirkan akan adanya benda asing dijalan napas dan bersihkan secara manual, lakukan Heimlich manuever, kompressi dada.2. Sirkulasi. Sirkulasi dinilai dengan palpasi pada arteria carotis selama 5 detik. Bila tidak teraba, lakukan kompresi dada luar. ( bila pulse teraba, tidak berarti bahwa tekanan arteri rata rata adekuat, bila tidak ada napas, batuk batuk atau gerakan, kompressi jantung/dada luar boleh dilakukan). Tempatkan pasien pada alas yang keras, kepala satu level dengan torak. Tumpuan kompresi dada luar dilakukan dengan menempatkan pangkal tangan pada sternum diantara dua nipple, tangan lain ditempatkan diatas tangan pertama. Ahli bedah dapat diminta bantuan untuk melakukan tindakan tersebut. Lengan lurus, kompresi tegak lurus ke sternum, dengan kedalaman 1.5 2.0 inch ( 4-5cm) pada orang dewasa. Ratio kompressi :relaksasi 1:1 dengan laju kompresi 100x/menit. Pada pasien dengan posisi tengkurap yang tidak dapat dibuat telentang secara cepat, seorang penolong dapat meletakkan kepalan tangan diantara subxiphoid dan meja operasi sementara kompresi dilkukan pada punggung pada tempat yang sesuai. Ratio kompresi dada: ventilasi adalah 30:2, pada dewasa dan anak bila hanya ada satu penolong. Bila ada dua penolong dan sudah terpasang pipa endotrakeal atau laryngeal mask, ventilasi dapat diberikan 8 10 kali per menit dan kompresi dada harus diberikan dengan kecepatan kompresi 100 kali per menit. Tanpa menunggu pause ventilasi.3. Defibrillasi. Bila dirumah sakit harus dilakukan dalam waktu 3 menit. Atau dalam waktu 5 menit (sambil melakukan RJP dengan sangat baik) merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan resusitasi karena ventricular fibrillation (VF) merupakan penyebab yang sering pada cardiac arrest pasien dewasa. Adanya AED ditempat umum , defibrillasi dapat dilakukan oleh tenaga seperti polisi, personil pemadam kebakaran, keamanan dan lain lain. Melalui analisis frekuensi, amplitudo dan gambaran signal ECG, alat AED tersebut dapat digunakan untuk indikasi shock atau tidak ada indikasi untuk shock.AED dipicu secara manual tidak secara otomatik mendefibrillasi pasien.4. Penilaian ulang RJP harus dinilai segera setelah dilakukan shock tanpa harus istirahat untuk memeriksa pulse atau ritme dan harus dilanjutkan sampai lima cycles (atau kira kira 2 menit bila pasien terintubasi) sebelum ritme dinilai ulang. Penolong harus memeriksa pulse bilamana ritme yang teratur telah kembali. Bilamana tidak ada pulse atau tidak ada indikasi shock dengan AED, RJP harus dilanjutkan dengan menilai ritme setiap lima cycles.

B. Advanced Cardiac Life Support (ACLS), termasuk pemasangan pipa endotrakeal, defibrillasi, dan pemberian obat obatan, merupakan terapi definitif cardiac arrest. Protokol khusus

1. Intubasi, harus secara cepat dilakukan dengan interupsi kompresi dada dan seminimal mungkin dan tanpa menunda defibrillasi, akan mengoptimalkan oksigenasi dan pengeluaran CO2 selama resusitasi. Bila ada alatnya dikonfirmasi dengan kapnografi. Jalur endotrakeal ini bisa dipakai untuk memberikan obat bila akses Intra Vena sulit, misalnya naloxone, atropine, vasopressine, epinephrine dan lidocaine (NAVEL). Obat diencerkan dengan 10ml NaCl steril dan diberikan 2 sampai 3 kali.

2. Defibrillasi. Ventricle Tachycardia (VT) dan Ventricle Fibrillation (VF) bila berlangsung lama aktifitas jantung menurun dan akan sulit untuk dikonversi ke ritme yang normal. Lakukan defibrillasi sedini mungkin, tanpa melihat lapangan operasi. Itu merupakan tanggung jawab yang melakukan defibrillasi agar anggota team resusitasi tidak kontak dengan pasien selama tindakan defibrillasi.a. Biphasic waveform defibrillations. Energi optimal untuk mengakhiri VF yang dipakai bergantung pada spesifikasi alat antara 120 200 Joule, bila tidak ada pakai yang 200J. Bilamana VF berhasil diatasi tetapi timbul VF ulang, shock berikut gunakan energi yang sama.b. Monophasic waveform defibrillators, masih digunakan di banyak institusi, memberikan energi secara unidirectional. Energi awal dan energi harus 360J.c.Cardioversion untuk atrial flutter, disritmia supraventrikuler, seperti paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT), dan VT dengan hemodinamik yang stabil umumnya memerlukan energi 50 100 J monophasic, lebih kecil dibandingkan dengan atrial fibrillation (AF) 100 120J. Energi optimal untuk kardioversi dengan biphasic waveform belum diketahui. Energi 100 120J efektif dan dapat diberikan pada takiaritmia yang lain. Kardioversi tidak akan efektif untuk terapi takikardia junctional atau takicardia ektopik atau multifokal. Sebab ritme ini disebabkan oleh fokus otonom lebih dari reentry.

3. Pacing, Heart block high-grade dengan bradikardia yang menonjol adalah etiologi cardiac arrest. Pacing temporer harus dipasang bila heart rate tidak meningkat dengan terapi farmakologik.. Pacing transcutaneus adalah cara yang mudah untuk meningkatkan rate ventrikel.

4. Akses intravena merupakan keharusan untuk resusitasi agar berhasil. Tempat terbaik adalah vena sentral, vena jugularis interna, vena jugularis externa, vena subclavia, vena femoralis atau vena perifer dengan kateter panjang, atau pendek tetapi aliran harus lancar.

5. Obat obatan, ikuti ACLS. Obat obat yang dipakai pada keadaan hemodinamik tak stabil, iskemia atau infark miokard dan aritmia.a. Adenosine, untuk mengkonversi PSVT ke irama sinus, waktu paruh 5 menit, memperlambat A-V konduksi nodal, menginterupsi jalur reentry A-V node. Ini dapat pula digunakan untuk membantu membuat diferensial diagnosis supraventricular tachycardia ( misalnya atrial flutter dengan rapid response versus PSVT). Dosis 6mg dengan bolus IV cepat. Bila PSVT tak berhasil diatasi, dapat diberikan suntikan kedua dengan dosis 12mg. Pada anak anak dosis 0.1mg/kg; doisi ulang o.2mg/kg; dosis maksimal 12mg.b. Amiodarone obat yang paling bermanfaat dalam ACLS. Memiliki sifat sifat antiaritmia, memperpanjang aksi potensial, blokade kanal natrium, kronotropik negatif. Obat ini sangat efektif dan tidak memiliki efek prodisritmik, sehingga disukai sebagai antidisritmia pada gangguan fungsi kardiak yang berat. Dosis untuk VF dan VT yang tidak stabil, 300mg diencerkan dalam 20 30 ml NaCl 0.9% atau Dextrose 5% secara cepat. Untuk pasien dengan kondisi lebih stabil dosis 150mg diberikan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan infus 1mg/menit selama 6 jam kemudian 0,5mg/menit. Dosis maksimal adalah 2g sehari. Efek samping yang timbul segera adalah bradikardia dan hipotensi. Pada anak anak dosis loading 5mg/kg, dosis maksimum 15mg/kg/hari. Indikasi penggunaan amiodarone adalah: (1) VT tidak stabil (2) VF sesudah gagal dilakukan defibrilasi elektrik dan terapi adrenalin. (3) Mengendalikan laju jantung selama VT yang monomorphic, Vtpolymorphik (4) Mengendalikan laju ventrikel pada aritmia atrium yang tidak berhasil dengan terapi digitalis. Atau bilamana takikardia sekunder oleh jalur lain. (5) Bagian dari kardioversi elektrik PSVT yang refrakter atau takikardia atrial.c.Atropine bermanfaat pada bradikardia atau A-V block. Ini meningkatkan laju irama sinus dan meningkatkan konduksi A V node oleh karena efek vagolitik.Dosisi atropine untuk bradikardia atau A-V block adalah 0.5mg diulang tiap 3-5 menit sampai dososis total 0.04mg/kg. Untuk asystole, atropine diberilan 1mg bolus diulang tiap 3 5 menit bila perlu.Blok vagal total dicapai bila dosis kumulatif 3mg. (PALS:0.02mg/kg; dosis minimal 0.1mg, dosisi maksimal 0.5mg pada anak, 1.0mg pada adolesenced. Beta blocker (atenolol, metoprolol dan propanolol) sudah dipakai untuk pasien pasien dengan unstable angina, infark miokard. Obat obat ini mengurangi iskemia rekurens, reinfark nonfatal, VF postinfark. Kontrast dengan Penghambat calcium, beta blockers bukan inotrop negatif direk. Esmolol, berguna pula untuk terapi akut PSVT, AF, Atrial flutter, ectopic atrial tachycardia. . Dosis initial dan lanjut bila tolerans adalah: atenolol, 5mg selama 5 menit, ulangi sekali pada 10menit; metoprolol, 5mg sebanyak tiga kali setiap 5menit; propranolol, 0,1mg/kg dibagi dalam tiga dosis setiap 2 -3 menit; esmolol, 0.5mg/kg dalam 1menit dilanjutkan dengan infus mulai dari 50mikrogram/menit.dan titrasi sampai 200mikrogram/menit. Kontraindikasi adalah heart block derajat dua atau tiga, hipotensi dan congetsive heart failure berat. Atenolol dan metoprolol, relatif lebih beta-1 blocker, lebih disukai daripada propranolol pada pasien dengan jalan napas reaktif. Sebagian besar pasien dengan penyakit obstruktif menahun, umumnya tolerans terhadap beta-blockers.e. Calcium diindikasikan pada pasien cardiac arrest hanya bilamana dicurigai ada hiperkalemia, hipermagnesemia, hipocalcemia, atau toksik karena calcium channel blockers. Calcium chloride 5 10 mg/kg IV, dapat diulang bila perlu. (PALS: 20mg/kg)f. Calcium channel blockers: Verapamil dan diltiazem melambatkan konduksi dan meningkatkan masa refrakter di AV-node. Keduanya dipakai untuk mengobati PSVT narrow complex yang tidak respons terhadap manuver vagal atau adenosine. Keduanya dapat pula dipakai untuk mengendalikan laju respons ventrikel pada AF atau atrial flutter. Dosis verapamil initial adalah 2.5 5.0 mg IV , dengan dosis selanjutnya 5 sampai 10mg IV diberikan tiap 15 30 menit. Diltiazem diberikan dengan dosis initial bolus 0.25mg/kg sampai 0.35mg/kg dan infus 5 -15mg/jam bilamana perlu. Efek samping hipotensi, eksaserbasi congestive heart failure, bradikardia. Hipotensi dapat direverse dengan Calcium Chloride 0.5 1.0g IVg. Dopamine memiliki aktifitas dopaminergik (pada dosis kurang dari 2mikrog/kg/menit), beta-adrenergik (pada 2 5 mikro/kg/menit), dan alpha adrenergik (pada 5 10mikro/kg/menit). Tapi efek adrenergik tersebut dapat terjadi pada dosis terendah sekalipun. Mulai dengan 150mikro/menit dan titrasi sampai efek yang diinginkan (urine, tekanan darah meningkat, heart rate meningkat).h. Epinephrine masih merupakan terapi farmakologik utama pada cardiac arrest , meskipun sedikit bukti akan memperbaiki survival. Efek vasokonstriksi alpha-adrenergik pembuluh noncerebral dan noncoroner menimbulkan kompensasi shunting darah ke otak dan jantung. Dosis tinggi tidak dianjurkan karena dapat ikut menimbulkan disfungsi miokard.Dosis tinggi diindikasikan pada overdosis beta-blockers atau Ca-channel blockers. Dosis yang dianjurkan adalah 1.0mg IV, ulangi tiap 3-5 menit, atau pemberian infus 1-4mikro/menit. Epinephrine juga dipakai untuk bradikardia simptomatik (PALS: bradikardia 0.01 mikro/kg; pulse arrest: 0.01mg/kg)i.Isoproterenol adalah beta-1 dan beta-2 agonist adrenergik. Ini merupakan obat second line untuk mengatasi bradikardia yang tidak responsive terhadap atropine dan dobutamin dimana pacemaker temporer tidak tersedia. Aktivitas beta-2 dapat menyebabkan hipotensi. Isoproterenol diberikan dengan IV 2 10mikro/menit, dititrasi untuk mencapai heart rate yang diinginkan.j. Lidocaine dapat bermanfaat mengendalikan (bukan profilaksis) ektopik ventrikel selama infark miokard akut. Dosis initial cardiac arrest adalah 1.0 1.5 mg/kg, dan ini dapat diulang 0.5 0.75mg/kg bolus setiap 3 5 menit sampai dosis total 3mg/kg. Infus kontinyu lidocaine 2 sampai 4 mg/menit diberikan setelah resusitasi berhasil. Dosis lidocaine harus diturunkan pada pasien dengan cardiac outpu menurun, fungsi hepar terganggu, atau umur lanjut. (PALS: 1mg/kg; infus, 20 -50mikro/kg/menit).k. Magnesium adalah kofaktor dalam bermacam reaksi enzim termasuk Na, K-ATP ase. Hipomagnesemia dapat mencetuskan VF yang refrakter sekaligus eksaserbasi hipokalemia. Penggantian magnesium efektif untuk torsade de pointes akibat pemberian obat. Dosis untuk keadaan segera 1 2 g dalam Dekstrose5% dalam 1 -2 menit. Efek samping dengan pemberian cepat adalah hipotensi dan bradikardi (PALS: 25-50mg/kg, dosis maksimal 2g).l.Oksigen (100%) harus diberikan pada semua pasien cardiac arrest, dengan/ tanpa napas bantu.m.Procainamide mungkin bisa dipertimbangkan pada pasien pasien dengan yang masih ada cadangan fungsi ventrikel. Loading dose adalah 20mg/menit sampai aritmia dapat tersupresi, timbul hipotensi, kompleks QRS melebar 50% dari nilai asal atau dosis total 17mg/kg tercapai. Bila aritmia dapat diatasi, infus maintenance 1 4 mg/menit harus dimulai, dosis kurangi bila ada gagal ginjal. n.Natrium bikarbonat pada cardiac arrest dapat memperburuk karena dapat menimbulkan asidosis intraselular paradoksal. Ini dapat dipertimbangkan bila standar protokol ACLS gagal dengan adanya asidosis metabolik berat, dan ini bisa membantu terpai hiperkalemia atau keracunan anti depressant tricyclic.. Dosis awal 1mEq/kg IV, dengan dosis berikut 0.5mEq/kg diberikan setiap 10menit (dipandu dengan nilai pH dan PaCO2). (PALS: 1mEq/kg)o. Vasopressin, sebuah antidiuretik dan pressor bisa dipakai untuk pengganti dosis 1 dan dosis 2 epinefrin, pada terapi pulseless arrest (40unit IV), lebih efektif daripada epinefrin, konstriksi otot polos vaskular pada dosis tinggi. Lebih efektif dalam mempertahankan coronary perfusion pressure dan half life lebih panjang 10 20 menit.

6. Open chest direct cardiac compression bila ada sumber daya yang memadai untuk pengelolaan trauma tembus dada, trauma abdominal dengan cardiac arrest, pericardial tamponade, hypothermia, or pulmonary embolism. Kompresi langsung juga diindikasikan untuk pasien pasien dengan kelainan antomi pada dada yang menyebabkan kompressi dada tertutup sulit.7. Pengakhiran RJP. Tidak ada guidelines yang mutlak menentukan kapan mengehentikan resusitasi yang tidak berhasil, tetapi peluang survival kecil setelah berlangsung 30menit. Ini merupakan keputusan yang harus diambil oleh dokter yang bertugas untuk menentukan kapan kardiovaskular gagal merespons bantuan hidup dasar maupun bantuan hidup lanjut dan bahwa pasien telah meninggal.8. Pernyataan do not resuscitate (DNR) menempatkan anestesiologist sebagai posisi kunci pada masa intraoperatif dan postoperatif. Tidak berarti bahwa DNR berlaku pada masa perioperatif. Pedoman tertulis khusus untuk institusi harus direview. Kelanjutan tindakan resusitasi pada pasien dengan DNR harus disesuaikan dengan harapan pasien.

Resusitasi pada PediatriA. Basic Life Support. Kebutuhan untuk RJP pada pediatri setelah masa neonatus jarang. Cardiac arrest pada pediatri biasanya karena hipoksemia terkait dengan gagal napas atau obstruksi jalan napas. Pediatri meliputi infants ( usia 1bulan sampai 1tahun), anak anak (1 sampai 8 tahun). Untuk anak anak lebih besar dari 8tahun, resusitasi sama dengan dewasa. Perbedaan resusitasi pada anak anak dan dewasa: 1. Airway dan breathing. Tindakan menjaga jalan napas sama dengan dewasa. Anak anak kurang dari 1tahun, abdominal thrust tidak digunakan karena mudah merusak traktus digestif. Hiperekstensi kepala leher neonatus head tilt/chain lift dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kompressi submental saat chin lift dapat menimbulkan obstruksi jalan napas karena lidah terdorong ke dalam faring. Ventilasi harus diberikan secara lambat dengan tekanan jalan napas rendah guna mencegah distensi gaster dan harus diberikan volume ventialsi yang baik2.Circulation. Pada infant arteri brachialis dan arteri fmoralis dipakai untuk menilai denyut, karena arteri karotis sulit diraba. Tidak ada denyut, kompresi dada dimulai dengan ratio kompresi/relaksasi 1:1. dengan dua ujung jari atau dengan memegang sedemikian rupa sehingga dengan kedua ujung ibu jari. Tempat tumpuan kompresi adalah di sternum satu jari dibawah garis intermamiler. Pada anak lebih besar tempat tumpuan sama dengan dewasa, kompressi dilakukan hanya dengan satu tangan menekan sternum sedalam 1/3 sampai kedalaman anterior posterior torak. Untuk satu penolong ratio kompresi/ventilasi 30:2. Untuk dua penolong 15:2. Pernapasan diberikan 8 sampai 10 kali permenit, dan kompressi dada diberikan dengan kecepatan 100 per menit. B. Pediatric advanced life suppot. Sebagian terbesar cardiac arrest pediatri menunjukkan gambaran EKG asistole atau bradikardia daripada aritmia ventrikel. Pada anak kurang 1tahun, etiologi adalah idiopatik atau pernapasan. Perbedaan anatomi dan fisiologi dewasa dan anak anak memerlukan setting defibrilator dan dosis obat berdasarkan berat.1.Intubasi. Ukuran ETT berdasarkan pada usia pasien (= 4 +(usia/4) untuk anak anak usia diatas 2 tahun. Gunakan ukran lebih kecil untuk ETT dengan cuff. Atropine, epinephrine, lidocaine, atau nalokson dapat diberikan melalui ETT sebelum ada akses vena.2. Defibrilasi. Defibrilator paddles untuk infant adalah dengan diameter 4,5cm dan untuk anak lebih besar 8cm. Untuk alat monophasic dan biphasic level energi 2J/kg untuk awal shock dan 4J/kg satu level paling rendah yang sebelumnya telah menunjukkan keberhasilan. Hipoksema, asidosis dan hipotermia harus dipertimbangkan sebagai penyebab arrest yang dapat diobati bila upaya defibrilasi tidak berhasil. Untuk kardioversi mulai dengan energi 0,2J/kg, dinaikkan sampai 1J/kg bila diperlukan.3. Akses intravena. Akses vena sentral lebih disukai, tetapi bila ada jalur IV perifer harus segera dipakai jangan ditunda2. Vena femoralis masih bisa dipakai denga kateter khusus yang cukup panjang. Cara intraosseus dapat dipakai pada anak anak, dengan jarum khusus ditusukkan ke bagian spongiosa tibia hindari epiphysis tibia, mencapai akses sinus vena sumsum tulang. Bila tak satupun diatas tersedia, dapat diberikan melalui ETT dengan pengenceran 2 5 ml NaCl.4.Medikasi. Semua obat yang dipakai pada ACLS dewasa dapat diberikan pada anak anak (PALS) disesuaikan berat badan anak.

Resusitasi Neonatus. Neonatus adalah usia 28hari pertama kehidupan. Sesorang yang sudah mahir dalam resusitasi neonatus harus hadir pada setiap persalinan. Resusitasi dibagi dalam 4 fase: stimulasi dan suctioning, ventilasi, kompressi dada dan pemberian obat dan cairan resusitasi. Resusitasi sering diperlukan pada operasi Cesar emergensi atas indikasi fetal distress. Dokter anestesi harus mengambil alih dalam terapi bayi baru lahir sampai ahli anak tiba.A. Penilaian. Resusitasi segera neonatus merupakan hal yang sulit, karena hipoksemia berat akan terjadi dengan cepat dan akan timbul ulang pada asidosis respirasi, sirkulasi fetal resisten dan right-to-left shunt. Neonatus yang membutuhkan resusitasi cenderung mengalami rihgt-to-left shunt.1. Apgar score merupakan penilaian obyektif kondisi fisiologik bayi baru lahir pada 1 dan 5 menit sesudah lahir.2. Apgar score 0-2 harus dilakukan RJP. Skor 3-4 memerlukan ventilasi bag dan mask dan mungkin memerlukan resusitasi lebih lanjut. Suplemen oksigen dan stimulasi secara normal cukup untuk bayi dengan skor 5 7. aktifitas respirasi harus dievaluasi dengan mengamati gerakan dada dan auskultasi. Heart rate (HR) diperiksa dengan auskultasi atau perabaan pembuluh umbilicalis.1. Stimulasi dan suctioning. Tempatkan dalam lingkungan hangat untuk menghindarkan heat loss dan exacerbasi asidosis. Letakkan dalam posisi Trendelenberg dengan posisi sniffing untuk membuka airway dan mempermudah drainase sekresi. Mulut dan hidung harus di suction (dengan alat khusus) untuk mengeluarkan darah, mukus, meconium. Suction paling lama 10detik, dan oksigen diberikan antara 2 upaya suction. Selama suction, denyut jantung harus dipantau, terhadap timbulnya bradikardia akibat hipoksemia, refleks vagal atau stimulasi faring. Suctioning dan mengeringkan merupakan stimulasi pernapasan yang adekuat. Cara lain adalah secara lembut menggosok punggung atau menepuk telapak tumit kaki. Bayi lahir dengan meconium dalam air ketuban, ahli obstetri melakukan suction jalan napas saat kepala lahir tetapi torak belum lahir (intrapartum suctioning), tapi cara ini secara rutin tidak memberikan hasil lebih baik terhadap risiko aspirasi, karna itu sudah tidak dianjurkan lagi. Suction melalui ETT tak manfaat untuk bayi yang usaha napas kuat, tonus otot bagus, heart rate >100 kali/menit. Suction melalui ETT harus dilakukan segera setelah lahir pada bayi dengan meconium dan diulangi sampai trakea bersih. Tiap suction harus singkat untuk cegah bradikardia.2. Ventilasi. Sesudah stimulasi dan stabilisasi, bayi yang bernapas dan HR >100/menit tetapi tampak sianosis sentral ( wajah, tubuh dan membran mukosa), harus diberikan suplemen oksigen. Sianosis akral (hanya dikaki dan tangan) biasanya normal dan tidak reliabel menilai indikator hipoksemia. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% bila apnea, sianosis dan HR 100x/menit. ETT dipasang bilamana ventilasi dengan mask tidak efektif, memerlukan suction melalui ETT (aspirasi meconium), atau memerlukan ventilasi berkepanjangan.3.Kompressi dada. Untuk HR