12
Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon 1 PETUNJUK TEKNIS STANDARISASI MUTU KOKON BAB I PENDAHULUAN Potensi persuteraan alam merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang perlu dikembangkan dalam rangka mengentaskan kemiskinan, menunjang produksi sandang dan meningkatkan diversifikasi usahatani masyarakat. Pengembangan potensi persuteraan alam memerlukan perhatian yang mendalam dalam semua proses kegiatannya mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat hingga tahap penanganan kokon sebagai sebuah produk. Kokon sebagai produk dari sektor hulu di bidang persuteraan alam memerlukan perhatian yang serius dalam hubungannya dengan pemasarannya ke industri pemintalan dan penenun benang sutera. Dalam rangka mendukung pengembangan persuteraan alam dan memberikan keseragaman informasi kepada masyarakat maka Departemen Kehutanan sebagai instansi yang menangani sektor hulu bidang persuteraan alam telah mengeluarkan SK Dirjen RLPS No. 022/Kpts./IV/2000 Tentang Petunjuk Teknis Persuteraan Alam, Klasifikasi Mutu Kokon. Kualitas kokon ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terkait antara lain bibit/telur ulat sutera, teknik pemeliharaan, peralatan pemeliharaan dan perlakuan pada saat mengokonkan. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan beragamnya mutu kokon yang akhirnya akan mempengaruhi harga kokon yang akan dipasarkan. Oleh karena beragamnya mutu kokon tersebut maka diperlukan suatu standar yang dapat mengklasifikasikan mutu kokon dan tercermin tingkatan mutunya. Benang sutera yang dihasilkan oleh para petani dan pengrajin sutera alam dinilai masih mempunyai kualitas yang rendah, dan salah satu faktor penyebabnya adalah kualitas kokonnya yang rendah. Kualitas kokon sendiri ditentukan oleh banyak faktor antara lain kondisi dan perlakuan selama pemeliharaan ulat sutera

Mutu kokon

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

1

PETUNJUK TEKNIS STANDARISASI

MUTU KOKON

BAB I

PENDAHULUAN

Potensi persuteraan alam merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu

yang perlu dikembangkan dalam rangka mengentaskan kemiskinan, menunjang

produksi sandang dan meningkatkan diversifikasi usahatani masyarakat.

Pengembangan potensi persuteraan alam memerlukan perhatian yang mendalam

dalam semua proses kegiatannya mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat hingga

tahap penanganan kokon sebagai sebuah produk. Kokon sebagai produk dari sektor

hulu di bidang persuteraan alam memerlukan perhatian yang serius dalam

hubungannya dengan pemasarannya ke industri pemintalan dan penenun benang

sutera. Dalam rangka mendukung pengembangan persuteraan alam dan

memberikan keseragaman informasi kepada masyarakat maka Departemen

Kehutanan sebagai instansi yang menangani sektor hulu bidang persuteraan alam

telah mengeluarkan SK Dirjen RLPS No. 022/Kpts./IV/2000 Tentang Petunjuk Teknis

Persuteraan Alam, Klasifikasi Mutu Kokon.

Kualitas kokon ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terkait antara

lain bibit/telur ulat sutera, teknik pemeliharaan, peralatan pemeliharaan dan

perlakuan pada saat mengokonkan. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan

beragamnya mutu kokon yang akhirnya akan mempengaruhi harga kokon yang akan

dipasarkan. Oleh karena beragamnya mutu kokon tersebut maka diperlukan suatu

standar yang dapat mengklasifikasikan mutu kokon dan tercermin tingkatan

mutunya.

Benang sutera yang dihasilkan oleh para petani dan pengrajin sutera alam

dinilai masih mempunyai kualitas yang rendah, dan salah satu faktor penyebabnya

adalah kualitas kokonnya yang rendah. Kualitas kokon sendiri ditentukan oleh

banyak faktor antara lain kondisi dan perlakuan selama pemeliharaan ulat sutera

Page 2: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

2

serta perlakuan pasca panen. Hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pasca panen

akan dibahas secara khusus dalam Petunjuk Teknis Pasca Panen.

Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai standar yang dapat dijadikan

acuan untuk menentukan kualitas kokon. Penentuan mutu kokon masih

menggunakan standar mutu dari Jepang dan Korea, yang ditentukan dengan

melihat dua parameter dari mutu serat yang diuji yaitu panjang serat dan daya

gulung. Pada dasarnya karena untuk menguji dan menentukan mutu kokon ke

dalam kelas-kelas tertentu diperlukan peralatan yang khusus dan mahal harganya

serta proses yang lama maka diperlukan cara yang praktis dan mudah dilaksanakan.

Oleh karena itu perlu dirintis penyusunan standar mutu melalui modifikasi yang

sudah ada disesuaikan dengan kondisi persuteraan alam di Indonesia.

Page 3: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

3

BAB II

KLASIFIKASI MUTU KOKON

A. Standar Klasifikasi

Sampai saat ini, pengujian mutu kokon produk sutera alam khususnya

kokon dan raw silk di negara-negara penghasil sutera masih mengikuti standar

masing-masing dan belum ada kesepakatan tentang standar mutu yang berlaku

secara Internasional. Dalam hal ini International Silk Association (ISA) pernah

mengajukan adanya standar mutu benang sutera internasional yang dapat

digunakan oleh seluruh negara penghasil sutera sebagai langkah untuk memperbaiki

mekanisme pasar sutera dunia. Di negara-negara maju telah memberlakukan

standar mutu yang ketat.

Standar mutu yang diajukan ISA menyederhanakan standar mutu raw silk

yang diberlakukan di Cina dari 11 grade menjadi 6 grade plus 1 grade sub standar.

Namun demikian usulan tersebut sampai saat ini belum disepakati bersama dan

belum dipublikasikan untuk dipedomani.

Bertolak dari hal tersebut diatas maka standar mutu kokon dan raw silk

Indonesia mengacu standar yang diberlakukan di Jepang, dimana standar tersebut

juga diberlakukan di Indonesia (Balai Persuteraan Alam Persuteraan Alam dan

Perum Perhutani). Alasan menggunakan acuan standar yang diberlakukan di Jepang

karena Jepang sebagai pengimport kokon dan raw silk yang cukup besar.

B. Mutu Kokon

Pengujian mutu kokon dapat dilakukan di lapangan untuk tujuan

pemasaran lokal dan di laboratorium untuk tujuan pemasaran kokon secara besar-

besaran. Mutu kokon ditentukan oleh keadaan fisik kokon dan kualitas serat.

Keadaan fisik kokon ditunjukkan oleh berat kokon, prosentase kulit kokon dan

prosentase kokon cacat. Sedangkan kualitas serta ditunjukkan oleh daya gulung dan

panjang serta. Kriteria –kriteria tersebut penting untuk dipertimbangkan terutama

untuk pemintal terutama karena berhubungan langsung dengan harga yang akan

dibayarkan dan biaya untuk memproduksi benang.

Page 4: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

4

Mutu kokon dikatakan baik apabila parameter-parameter tersebut

bernilai tinggi sehingga apabila kokon tersebut dipintal akan menghasilkan benang

dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi pula.

Dalam transaksi perdagangan kadang-kadang mutu kokon sangat beragam

sehingga terjadi ketidaksesuaian harga antara produsen dan konsumen. Bagi

konsumen, mutu kokon yang diharapkan adalah kokon yang baik secara visual, fisik

maupun uji laboratorium yaitu kokon besar, keras dan rendemannya tinggi.

Secata kualitatif kokon diklasifikasikan ke dalam 3 kelas, sebagai berikut:

Kokon Kelas I : - bentuk normal

- berisi satu pupa

- ujung-ujung tidak berlubang

- berwarna putih tidak bernoda

- kokon keras

Kokon Kelas II : - bentuk normal

- berisi satu pupa

- ujung-ujung tipis

- berwarna putih

Kokon Afkir : - bentuk tidak normal (tidak beraturan)

- berisi lebih dari satu pupa

- bernoda

- kokon lembek

C. Parameter Penentu Mutu Kokon

Untuk menilai mutu kokon perlu diuji secara fisik dan laboratorium.

Pengujian secara fisik yaitu dengan mengukur berat, persentase kulit kokon dan

persentase kokon cacat dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah

didapat. Parameter yang sering digunakan petani sebagai acuan dalam transaksi

perdagangan antara lain berat kokon dan banyaknya kokon cacat.

Adapun metode pendekatan untuk memperoleh nilai grade yang

mendekati, penentuan grade dilakukan dengan pendekatan statistik yaitu semi-

sistematis, dengan cara sebagai berikut:

Page 5: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

5

a. Kokon dikelompokkan berdasarkan daerah produksi kokon, jenis ulat yang

dipelihara, kondisi agroklimat dan produsen kokon (pemula, lanjut atau

maju)

b. Pengambilan contoh untuk pengujian lapangan ataupun laboratorium

dilakukan secara acak

c. Pengujian rawsilk juga dilakukan seperti halnya pengujian kokon

d. Parameter-parameter pengujian adalah kenampakan dan sifat-sifat fisik

yang berkaitan dengan mutu kokon atau benang

Parameter pengujian kokon di tingkat lapangan adalah warna, kekerasan,

jumlah per liter dan persentase kulit kokon dengan perbandingan tabel. Sementara

parameter pengujian kokon di laboratorium adalah kemudahan kokon terpintal dan

panjang filamen.

Tabel 1 . Klasifikasi Mutu Kokon Berdasarkan Berat Kokon, Persentase Kulit Kokon

dan Persentase Kokon Cacat

No. Berat Kokon (gr) % Kulit Kokon % Kokon Cacat Kelas

1. 2. 3. 4.

≥ 2

1,5 – 1,9 1 – 1,4 ≤ 0,9

≥ 25

20 – 24,9 15 – 19,9 ≤ 14,9

≤ 1

1,1 - 4 4,1 – 8 ≥ 8,1

A B C D

Contoh. - Kokon yang diuji mempunyai berat kokon rata-rata tiap butir mencapai 2 gram

atau lebih, maka kokon yang diuji termasuk dalam kelas A - Kokon yang diuji mempunyai rata-rata persentase kulit kokon kurang dari 1%

maka kokon tersebut termasuk dalam kelas A. - Kokon yang diuji mempunyai rata-rata persentase kulit kokon kurang dari atau

sama dengan 14,9%, maka masuk Kelas D

Page 6: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

6

BAB III

PENGUJIAN KOKON

A. Pengambilan Contoh

Penentuan mutu kokon yang akan diperjualbelikan karena melibatkan

jumlah yang banyak, maka perlu diambil contoh (sampel) yang akan diuji baik

secara fisik maupun secara laboratorium sehingga pada akhirnya akan dapat

diketahui mutu kokonnya. Pengambilan contoh ini dilakukan pada kondisi kokon

masih segar atau belum dikeringkan. Tujuannya adalah agar data yang diperoleh

masih alami khususnya pada berat kokon dan persentase kulit kokon. Selain itu

kokon yang akan diuji harus sudah dibersihkan dari serat-serat halus (floss) yang

menyelimuti kulit kokon. Hal ini dimaksudkan agar keadaan kulit kokon dapat

terlihat cacat atau tidaknya, untuk menghitung ratio kokon cacat atau persentase

kokon cacatnya.

Pengambilan contoh kokon perlu dilakukan secara acak dari kokon yang

akan diuji agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan representatif. Jumlah

kokon yang dijadikan contoh kurang lebih 10% dari jumlah total kokon yang akan

diuji.

Contoh. Kokon yang akan diuji sebanyak 40 kg, maka yang diambil sebagai

contoh sebanyak 10% x 40 kg = 4 kg. Pengamatan tiga parameter

penentu kelas kokon secara fisik yang meliputi berat kokon,

persentase kulit kokon dan persentase kokon cacat dilakukan

terhadap 4 kg kokon tersebut

B. Penentuan Kelas Kokon

Contoh kokon yang telah diambil, diamati dan dihitung untuk ditentukan

kelas mutunya sesuai parameter-parameter yang telah ditentukan.

1. Berat kokon tiap butir

Berat kokon tiap butir dapat dihitung dengan dua cara yaitu:

- menghitung butir demi butir contoh kokon yang telah diambil kemudian

dirata-rata

Page 7: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

7

- menghitung jumlah butir kokon yang terdapat dalam contoh kokon

tersebut, jumlah butir yang digunakan sebagai pembagi

Contoh. Setelah dihitung dari 4 kg kokon ternyata berjumlah 2.500 butir,

maka berat rata-rata kokon adalah

gramkg 6,10016,02500

4

2. Persentase kokon cacat

Kokon cacat adalah kokon yang bentuk fisiknya tidak normal sehingga tidak

dapat dipintal untuk menjadi benang sutera yang baik. Penghitungan

persentase kokon cacat dapat dengan dua cara yaitu:

- Berdasarkan berat

Sampel kokon diseleksi dan dipisahkan kokon cacatnya berdasarkan

kriteria kokon cacat kemudian ditimbang beratnya. Misalnya berat

sampel 4 kg, sementara berat kokon cacatnya 100 gram, maka persentase

kokon cacatnya adalah

%5,2%1004000

100x

- Berdasarkan jumlah butir kokon

Kokon-kokon cacat yang terkumpul dihitung jumlahnya, kemudian jumlah

kokon cacat dibagi dengan jumlah butir kokon secara keseluruhan.

Misalnya setelah dihitung jumlah kokon cacatnya 60 butir, maka kokon

persentase kokon cacatnya adalah

%4,2%1002500

60x

Gambar 1. Contoh pemisahan kokon jelek dan cacat dengan kokon baik

Page 8: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

8

3. Persentase kulit kokon

Persentase kulit kokon merupakan perbandingan antara berat kulit kokon

dengan berat kokon. Dalam menentukan persentase kulit kokon, jumlah

kokon yang diambil untuk dihitung kurang lebih 5% dari contoh kokon.

Misalnya jumlah kokon yang telah diambil adalah 4000 butir, maka kokon

yang diambil untuk dihitung persentase kulit kokonnya adalah 5% x 4000 =

200 butir.

Cara penghitungan persentase kulit kokon dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu:

- Menghitung butir demi butir

Kokon contoh yang berjumlah 200 butir ditimbang beratnya satu demi

satu. Pada saat penimbangan harus diperhatikan urutan butir yang satu

dengan yang lain. Data hasil penimbangan dibuat daftar yang berbentuk

tabel.

Tahap berikutnya adalah mengupas/mengiris ujung kokon dan

mengeluarkan isi yang ada di dalamnya, kemudian kokon yang telah

dikeluarkan isinya tersebut (kulit kokon) ditimbang beratnya sesuai

urutan pada saat menimbang berat kokon sebelum diiris. Data masing-

masing penimbangan tersebut dicatat.

Persentase kulit kokon dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Persentase kulit kokon = %100kokonBerat

cacatkulitBerat

- Berdasarkan berat kolektif

Persentase kulit kokon berdasarkan berat kolektif dapat dilakukan

dengan menimbang secara keseluruhan baik untuk kokonsebelum diiris

(masih utuh) atau setelah diiris (kulit kokon). Caranya adalah dengan

menimbang lebih dahulu kokon yang masih utuh, kemudian kokon diiris

dan dikeluarkan pupanya lalu kulit kokon tersebut ditimbang. Persentase

kulit kokon dihitung dengan menggunakan rumus di atas. Persentase kulit

kokon per butir merupakan hasil rata-rata dengan membagi jumlah kokon

yang ditimbang.

Page 9: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

9

Hal yang harus dieprhatikan adalah pengupasan dilakukan dengan

mengiris ujung kokon menggunakan cutter/pisau/silet dan diusahakan

agar bagian yang diiris tidak terlepas dari kulit kokon. Hal ini agar bagian

kulit kokon tidak ada yang hilang, sehingga berat kulit kokon yang

ditimbang merupakan berat kulit kokon keseluruhan.

C. Penghitungan Kelas Mutu Kokon

Dengan menggunakan data yang telah dikumpulkan, maka ditentukan

klasifikasi mutu kokon sebagai berikut:

1. Berat kokon rata-rata setelah ditimbang = 1,6 gram. Berdasarkan Tabel

Klasifikasi Mutu Kokon maka berat kokon termasuk dalam Kelas C

2. Persentase kokon cacat rata-rata = 2,5 %. Berdasarkan Tabel Klasifikasi

Mutu Kokon maka berat kokon termasuk dalam Kelas B

3. Persentase kulit kokon rata-rata = 20,5 %. Berdasarkan Tabel Klasifikasi

Mutu Kokon maka berat kokon termasuk dalam Kelas B

Dari hasil penentuan kelas berdasarkan Klasifikasi Mutu Kokon tiap

parameter, dapat ditentukan kelas akhir merupakan kelas terendah dari hasil yang

didapat pada tiga parameter yang diuji. Pada contoh di atas maka kelas

terendahnya adalah B yaitu persentase kokon cacat, dengan demikian kokon

tersebut adalah kokon dengan mutu kelas B.

D. Pengujian di Laboratorium

Uji laboratorium dilakukan bila konsumen menghendaki data kualitas

kokon secara keseluruhan yaitu uji visual dan uji laboratorium. Pada dasarnya uji

laboratorium merupakan pengujian untuk mengetahui kualitas serat sutera.

Parameter yang diamati pada uji laboratorium yaitu panjang serat dan daya gulung.

Pemisahan parameter untuk uji laboratorium dan uji visual diperlukan karena

pengujian laboratorium memerlukan waktu yang lama dan hanya instansi tertentu

yang dapat melakukannya. Sementara untuk uji fisik dapat dilakukan di tempat

berlangsungnya transaksi sehingga hasilnya dapat segera diketahui.

Pengujian laboratorium dilakukan dengan melalui 2 tahap, yaitu:

1. Pengujian terhadap panjang filamen dengan menggunakan alat single cocoon

winding frame (dari sampel kokon)

Page 10: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

10

2. Pengujian daya gulung filamen menggunakan alat yang disebut multi end

winding frame (dari sampel kokon)

Mutu kokon secara laboratoris merupakan penjumlahan nilai (point) daya gulung

dan panjang filamen kemudian hasil penjumlahan kedua nilai tersebut

dibandingkan dengan tabel klasifikasi kualitas kokon.

Tabel 2. Klasifikasi Kelas Kokon

Kelas Amat Baik Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Nilai Total > 91,5 90,5 - 91 89 - 90 87 – 88,5 < 87,5

Tabel 3. Klasifikasi Panjang Filamen dengan Nilainya

No. Panjang Filamen (m) Nilai (point)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

890 atau kurang

1451 – 960

1451 – 1030

1451 – 1100

1451 – 1170

1451 – 1240

1451 – 1310

1451 – 1380

1451 – 1450

1451 atau lebih

38,0

38,5

39,0

39,5

40,0

40,5

41,0

41,5

42,0

42,5

Contoh. - Kokon yang diuji mempunyai panjang serat kurang dari 890 meter, maka

kokon tersebut mempunyai nilai 38,0 - Kokon yang diuji mempunyai panjang serta antara 891 sampai 960 meter,

maka nilainya 38,5 dan seterusnya

Page 11: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

11

Tabel 4. Klasifikasi Daya Gulung dan Nilainya

No. Panjang Filamen (m) Nilai (point)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

43 atau kurang

44 – 50

51 – 57

58 – 63

64 – 68

69 – 73

74 – 78

79 – 82

83 – 86

87 atau lebih

47,0

47,5

48,0

48,5

49,0

49,5

50,0

50,5

51,0

51,5

Contoh. - Kokon yang diuji mempunyai daya gulung 43% atau kurang, maka kokon

tersebut mempunyai nilai 47,0 dan seterusnya

Uji kokon secara laboratorium dapat dilakukan jika jumlah kokon yang

diuji minimal 500 butir. Jadi sisa kokon contoh yang telah diuji secara fisik diambil

sebanyak 500 butir untuk kemudian dibawa ke instansi yang berwenang untuk

menguji. Dari contoh diatas, maka setelah diuji laboratorium diperoleh data

sebagai berikut:

- Panjang serat 1000 m sehingga mempunyai nilai 39,0

- Daya gulung 72% sehingga nilainya 49,5

Nilai dari dua parameter tersebut bila dijumlahkan = 88,5. Berdasarkan Tabel

Klasifikasi Kelas Kokon maka nilai 88,5 termasuk Kelas III. Jadi kelas kokon yang

diuji adalah Kelas III.

Page 12: Mutu kokon

Petunjuk Teknis Standarisasi Mutu Kokon

12

BAB IV

PENUTUP

Petunjuk Teknis Klasifikasi Mutu Kokon disusun sebagai pedoman dan informasi

bagi masyarakat persuteraan alam tentang teknik pengujian kualitas dan penentuan

klasifikasi mutu kokon. Diharapkan dengan adanya Petunjuk Teknis Klasifikasi Mutu Kokon

ini masyarakat mempunyai acuan sehingga dapat membantu kelancaran kegiatan di

lapangan. Petunjuk Teknis ini dapat dipergunakan oleh para petani, Ketua Kelompok Tani,

Mitra Usaha/Pengusaha dan masyarakat pemerhati bidang persuteraan alam.