45
Emergency medicine Syok kardiogenik ec. Takikardi ventrikel Trechia Lestari (10-2009-113) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta (11510) email: [email protected] PENDAHULUAN Aritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama. Aritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Aritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG. Takikardi Ventrikular adalah kecepatan ventrikular 120 detak permenit yang terjadi di ventrikel. Takikardi ventrikuler yang berlanjut terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang dapat merusak ventrikel. Seringkali hal itu terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung. Penyebab primer syok kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga curah jantung menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri akibat infark miokard dengan elevasi ST. Pada syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung pada perkusi, kelainan irama (disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi

pbl 29 echi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pbl 29 echi

Emergency medicine

Syok kardiogenik ec. Takikardi ventrikel

Trechia Lestari (10-2009-113)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana

Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta (11510)

email: [email protected]

PENDAHULUAN

Aritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama.

Aritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Aritmia dapat

diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG. Takikardi Ventrikular adalah kecepatan

ventrikular 120 detak permenit yang terjadi di ventrikel. Takikardi ventrikuler yang berlanjut

terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang dapat merusak ventrikel. Seringkali hal itu

terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung. Penyebab primer syok

kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga curah jantung

menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri akibat infark

miokard dengan elevasi ST. Pada syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung

pada perkusi, kelainan irama (disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi

vasokonstriksi perifer sehingga kulit dan bagian akral teraba dingin, tetapi tidak selalu terjadi

vasokonstriksi tersebut sehingga kulit dan akral tetap hangat.

ANAMNESIS

Penyakit yang mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai keluhan iaitu

nyeri dada, sesak nafas, edema, palpitasi, sinkop, kelelahan, stroke dan penyakit vaskular

perifer. Daripada anamnesis dokter bisa menanya ke pasien adakah merasa:

a) Nyeri dada

Nyeri seperti apa?

Terasa disebelah mana?

Page 2: pbl 29 echi

Menjalar ke mana?

Bagaimana onsetnya?

Mendadak atau bertahap?

Apa yang sedang dilakukan saat rasa nyeri timbul?

b) Sesak napas dan edema

Sesak napas akibat penyakit jantung sering timbul disebabakan oleh edema paru. Rasa

sesak lebih jelas saat berbaring mendatar (ortopnea) atau bisa timbul tiba-tiba dimalam

hari atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan

mengi, jika sangat berat disertai sputum merah muda berbusa. Edema perifer biasanya

dipengaruhi hal lain, umum mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat terjadi

edema yang lebih luas. 1

c) Palpitasi

Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat dan berdebar. Tentukan provokasi, onset,

kecepatan dan irama jantung serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut

sidertai nyeri dada, sinkop dan sesak nafas? 2

d) Sensasi abnormal

Ditanyakan gejala seperti pusing (hipoperfusi otak), angina (hipoperfusi arteri koroner)

dan sesak napas (paru-paru). Gejala-gejala ini memberi gambaran tentang curah jantung.

Jika gejala-gejala ini tidak ada berarti curah jantung pasien masih baik dalam mensuplai

darah ke seluruh organ tubuh. Oleh itu, menyingkirkan penyakit aritmia yang malignant

seperti VT.

Ditanyakan apakah pasien pernah merasakan jantung berhenti seketika kemudian diikuti

detak jantung yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pemanjangan

pada fase diastol. Gejala ini memberi gambaran kejadian ektopik ventrikular. Dan apabila

gejala ini menghilang ketika melakukan senaman fisik, ini berarti ia merupakan gangguan

yang benign. Penting juga ditanyakan onset kejadian sama ada terjadi secara mendadak

mahupun secara gradual. Palpitasi pada keadaan rehat menunjukkan kelainan yang benign

berbanding pada waktu eksersise. Hal ini karena jantung terpaksa bekerja lebih kuat pada

waktu eksersise untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh. 1,2

e) Perubahan kesadaran

Penting untuk membedakan hilang kesadaran akibat hipotensi oleh karena aritmia

ataupun penyebab lain (contohnya seperti epilepsi). Pada episode kejadian hilang

kesadaran secara mendadak pada usia lanjut harus mengambil kira kejadian Transient

Ischemic Attack (TIA), yang terjadi akibat anatomi suplai darah dan densitas struktur

Page 3: pbl 29 echi

neurologi pada batang otak. Jika bukan, penyebab lain yang harus dipikirkan ialah

aritmia. Selain itu, jika terjadi hilang kesadaran mendadak tanpa gejala awal mungkin

disebabkan oleh Complete Heart Block Stokes-Adams atau epilepsi umum yang primer.

Manakala pada kejadian Vaso Vagal Sincope biasanya terjadi pada orang muda, risiko

rendah terhadap penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung, greying of vision

(hipoperfusi retina), duduk atau berdiri pada jangka waktu yang sangat lama. 2

f) Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan faktor-faktor risiko penyakit jantung misalnya merokok, hipertensi,

diabetes, hiperlipidemia, ischemic heart disease (IHD) sebelumnya, penyakit

cerebrovascular atau penyakit vascular perifer?

Tanyakan riwayat demam rheumatik?

Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif).

Adakah murmur jantung yang telah diketahui?

g) Riwayat keluarga

Penting untuk diketahui dalam mengenalpasti risiko yang ada pada pasien. Adakah

riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati atau penyakit jantung

kongenital dalam keluarga. VT biasanya secara relatif merupakan asimptomatik. 1

h) Riwayat sosial

Apakah pasien merokok atau pernah merokok?

Bagaimana konsumsi alkohol pasien?

Konsumsi alkohol yang sering boleh mengakibatkan fibrilasi atrium dan penyakit

aritmia lain. Hal ini karena, alkohol yang berlebihan melambatkan konduksi di

miokardium sehingga terjadi re-entrant tachy-aritmia dan keadaan

hiperadrenergik

Apa pekerjaan pasien?

Bagaimana kemampuan olahraga pasien?

Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit?

i) Obat-obatan

Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke

jantung. Pengambilan medikasi seperti beta blocker, antagonis kalsium, atau digoksin

bisa menyebabkan blok jantung. Selain itu obat yang mempunyai efek antikolinergik bisa

memperberat aritmia takikardia. Dan kebanyakan obat antiaritmia bisa menyebabkan

aritmia.Takikardia ventrikel (VT) mempunyai gejala angina, dispnea, palpitasi, keluhan

mudah letih dan keluhan non spesifik lainnya selama beberapa hari, minggu atau bulan.

Page 4: pbl 29 echi

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

Selain takikardia, temuan ventrikel takikardia umumnya mencerminkan tingkat

ketidakstabilan hemodinamik. Tanda-tanda gagal jantung kongestif ialah hipotensi,

hipoksemia, distensi vena jugularis dan rales. Selain itu, terjadi perubahan status mental yaitu

kegelisahan, agitasi, lesu dan koma. Pemeriksaan umum yang dilakukan ialah dengan

memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk mencari tanda-tanda demam, hipertensi, hipotensi,

bradikardia, takipnea, dan rendahnya saturasi oksigen. Tekanan darah dan frekuensi denyut

jantung harus diukur pada perubahan ortostatik. Pemeriksaan kepala dan leher harus

memerhatikan abnormalitas atau dyssynchrony pada pulsasi vena jugularis. Dibandingkan

dengan pulsasi karotid atau auskultasi irama jantung dan penemuan hipertiroidism seperti

pembesaran tiroid dan eksopthalmus. Inspeksi pada konjungtiva, palmar dan mukosa bukal

untuk memastikan sama ada pucat atau tidak. 2, 3

Segera periksa dan beri tindakan untuk menccegah atau mengatasi 5 H, yaitu : Hipoksia otak,

Hipotensi, Hipoglikemia, Hipertemia dan Herniasi di otak.

Pemeriksaan harus mencakup :

a. Tanda vital : suhu badan, jalan napas, jenis pernapasannya, dan sirkulasi (tekanan

darah, denyut nadi, aritmia). Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat

bernapas.

b. Kulit : perhatikan tanda trauma, sigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah

karena keringat misalnya pada hipoglikemia, syok; kulit kering (misalnya : pada koma

diabetik); perdarahan (misalnya : demam berdarah/dengue, DIC).

c. Kepala : perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematom di sekitar mata,

perdarahan telinga dan hidung.

d. Toraks, abdomen, dan ekstremitas : tanda-tanda trauma, deformitas atau bekas

suntikan.

e. Leher : pemeriksaan leher hendaknya dilakukan dengan hati-hati, tidak dilakukan jika

diduga ada fraktur tulang servikal.

Page 5: pbl 29 echi

Pemeriksaan Neurologis

Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan neurologis.

Dengan pemeriksaan ini sering dapat diungkapkan penyebab koma. Perhatikanlah sikap

penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan bahwa penurunan

kesadaran tidak dalam. Adanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa turunya

kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang “tergantung” didapatkan

pada penurunan kesadaran yang dalam. Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas

antara tingkat-tingkat kesadaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin kuat

rangsang yang dibutuhkan untuk membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan tingkat

kesadaran. Untuk memantai perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma

glasgow, yang memperhatikan respons (tanggapan) penderita terhadap rangsang. Selain itu,

perlu diperiksa keadaan respirasi, pupil mata, gerakan bola mata, funduskopi dan motorik.

Respirasi. Pola pernafasan harus diperhatikan. Hal ini dapat membantu mengetahui letak lesi

dan kadang-kadang menentukan jenis gangguan. Pada pola pernafasan jenis Cheyne Stokes ,

penderita bernafas makin lama makin dalam, kemudian makin dangkal dan diselingi oleh

apnea. Pola pernafasan ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak

masih baik. Hal ini dapat merupakan gejala pertama oada henriasi transtentorial. Pola

pernapasan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan metabolik dan gagal jantung. Pada pola

pernafasan jenis hiperventilasi neurogen-sentral, pernafasannya cepat dan dalam,

berfrekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi berada di tegmentum batang otak,

antara mesensefalin dan pons. Pada pemeriksaan didapatkan ambang respirasi yang rendah,

dan pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah, pH meningkat

dan terdapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen tidak akan mengubah pola pernafasan, pola

pernafasan ini didapatkan pada infark mesensefalonpontin, anoksia atau hipoglikemia yang

melibatkan daerah ini dan pada kompresi mesensefalon karena herniasi transtentorial. Pola

pernafasan apnestik ditandai oleh inspirasi yang memanjang diikuti oleh apnea pada saat

ekspirasi dengan frekuensi satu sampai satu setengah permenit. Hal ini dapat diikuti oleh

pernafasan Klaster (cluster breathing) yang ditandai oleh respirasi yang berkelompok diikuti

oleh apnea. Keadaan ini didapatkan pada kerusakan pons. Pernafasan ataksik (ireguler)

ditandai oleh pola pernapasan yang tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya.

Kerusakan terdapat di pusat pernafasan di medula oblongata dan merupakan keadaan

preterminal. Ingatlah, bahwa kerusakan yang luas di batang otak jarang disertai oleh

pernafasan yang normal.

Page 6: pbl 29 echi

Koma dengan hiperventilasi sering dijumpai pada gangguan metabolik yaitu asidosis

metabolik berupa ketoasidosis diabetik, uremia dan asidosis asam laktat. Selain itu juga

gangguan metabolik dalam bentuk alkalosis respiratoir yang berupa ensefalopati hepatik serta

keracunan salisilat.

Pupil mata. Perhatikan kedua pupil, bagaimana ukurannya : normal, besar (midriasis, atau

kecil (miosis); apakah sama besar. Stimulasi sarah simpatik mengakibatkan midriasis,

sedangkan stimulasi parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang dapat mengakibatkan

miosis ialah stimulator parasmipatik (misalnya : bromida, fisostigmin, neostigmin,

pilokarpin, nikotin) atau inhibitor simpatik (misalnya : guanetedin, reserpin, alfa-metildopa,

priskolin). Yang mengakibatkan midriasis ialah inhibitor parasimpatik (misalnya : atropin,

skopolamin, tofranil, benedril, toksin botulismus) atau stimulator sompatik (misalnya :

kokain, efedrin, adrenalin, neosinefrin, tiramin). Pupil yang masih bereaksi menandakan

bahwa mesensefalon belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan gerak bola

mata ekstraokuler yang negatif, sedangkan reaksi pupil masih ada, maka perlu dipikirkan

adanya kemungkinan gangguan metabolik (misalnya hipoglikemia) atau intoksikasi obat

(misalnya barbitura). Lesi pada mesensefalon mengakibatkan dilatasi pupil yang tidak

bereaksi terhadap cahaya. Pupil yang melebar sesisi dan tidak bereksi menandakan tekanan

pada saraf otak ke III, yang dapat disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus). Kerusakan di

pons, dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap cahaya terang

(lihat dnegan kaca pembesar). Heroin dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih

bereaksi terhadap cahaya terang (lihat dnegan kaca pembesar) heroin dapat mengakibatkan

pupil yang kecil.

Gerakan bola mata. Perhatikan sikap bola mata. Perhatikan fenomena doll’s eye. Hal ini

dapat dijumpai pada kerusakan pontin-mesensefalon. Bila dicurigai adanya fraktur tulang

servikal, tes diatas tidak boleh dilakukan.

Funduskopi. Pada pemeriksaan ini perhatikanlah keadaan papil, apakah ada edema,

perdarahan, dan eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan intrakranial

yang meninggil dapat menyebabkan terjadinya edema papil

Motorik. Perhatikan adanya gerakan pasie, apakah asimetrik (berarti ada paresis). Gerak

mioklonik dapat dijumpai pada ensefalopati metabolik (misalnya gagal hepar, uremia,

hipoksia), demekian juga gerak asteriksis. Kejang multifokal dapat dijumpai pada gangguan

metabolik. 2,3

Page 7: pbl 29 echi

Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi: 3

i. Rasa kepala ringan atau sinkop

ii. Nyeri dada (angina)

iii. Onset baru irama jantung yang tidak regular

iv. Frekuensi jantung melebihi 120 kali/menit atau kurang 45 kali/menit pada waktu rehat

v. Penyakit jantung yang signifikan.

vi. Riwayat keluarga dengan kematian yang mendadak.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

a) Ketika pasien dengan gejala kompromi hemodinamik, kita harus menunda tes

laboratorium sampai kardioversi listrik atau defibrilasi dilakukan dan pasien

distabilkan.

b) Menilai tingkat elektrolit semua pasien dengan takikardia ventrikular (VT), termasuk

serum kalsium, magnesium, dan kadar fosfat. Kadar ion kalsium lebih dipilih daripada

kadar kalsium serum total. Hipokalemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia dapat

mengarah pasien apakah dia VT monomorfik atau torsade de pointes.

c) Bila diperlukan, periksa kadar obat terapi (misalnya, digoxin). Skrining toksikologi

dapat membantu dalam kasus-kasus terkait dengan penggunaan narkoba.

d) Evaluasi untuk iskemia miokard atau infark dengan serum troponin jantung I atau T

atau menggunakan marker jantung lainnya.

Electrocardiogram

EKG adalah alat diagnostik pilihan untuk mengkonfirmasi adanya takikardia ventrikular

(VT). EKG menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan

Page 8: pbl 29 echi

tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. Dengan

menggunakan monitor holter, gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk

menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di

rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat

antidisritmia. 1,4

Foto Rontgen

Foto dada diindikasikan jika simptom mengarah kemungkinan gagal jantung kongestif (CHF)

atau cardiopulmonary patologis lainnya. 3

Etiologi penurunan kesadaran

Gangguan sistem saraf pusat

Stroke

Jenis strok non-hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang

kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Sering

diakibatkan oleh trombosis. Sedangkan strok hemoragik diakibatkan oleh pecahnya suatu

mikro aneurisma dari charcot atau crible diotak. 5,6

Gejala dan tanda: pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh

badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien datang

dalam keadaan koma dalam sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum

mengarah ke strok. Kenaikan tekanan darah biasanya terjadi.

Gangguan hemodinamik

Syok adalah sindrom gangguan perfusi dan oksigenasi sel secara menyeluruh sehingga

kebutuhan metabolisme jaringan tidak terpenuhi. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi sel atau

jaringan atau organ, berupa gangguan kesadaran, fungsi pernapasan, sistem pencernaan,

urinaria serta sirkulasi itu sendiri. Sebagai respon terhadap penuruan oksigen itu sendiri

metabolisme berubah menjadi metabolisme anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi

tubuh untuk sementara waktu dan jika berlanjut, timbul kerusakan ireversibel pada jaringan

organ vital yang menyebabkan kematian.

Page 9: pbl 29 echi

Syok terbagi menjadi 4: syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik, dan distributif. Namun,

ada jenis syok endokrin, yakni disebabkan oleh kelainan hormon yaitu berupa kelebihan

maupun kekurangan hormon.

Menurut nilai curah jantung, syok terbagi menjadi 2 syok yaitu syok hipodinamik dan

hiperdinamik. Pada syok hipodinamik, curah jantung dibawah normal dan tekanan vena

sentral melebihi normal. Yang termasuk dalam jenis ini adalah syok hipovolemik, syok

kardiogenik, dan obstruktif. Di lain pihak, pada syok hiperdinamik, nilai curah jantung

melebihi normal dan tekanan vena sentral kurang dari normal. Syok distributif termasuk

dalam jenis ini. 5

Jenis syok Tekanan

arteri

rerata

Tekanan

a.

pulmonal

Curah

jantung

semenit

Tahanan

vaskular

sistemik

Saturasi

O2 vena

sentral

Konsentrasi

laktat

Hipovolemi

k

Kardiogenik

Obstruktif

Distributif

↔↑

↔↓

↔↑

↔↑

Tabel 1. Jenis syok

Syok hipovolemik

Syok ini merupakan jenis syok yang paling sering ditemukan, dan hampir semua jenis syok

memiliki komponen syok hipovolemik didalamnya akibat menurunnya beban hulu (preload).

Syok hipovolemik disebabkan oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat

perdarahan dan kehilangan cairan tubuh lain.syok ini dibagi menjadi syok hipovolemik

hemoragik dan non hemoragik.

Syok hipovolemik hemoragik. Perdarahan dalam jumlah banyak akan mengganggu perfusi

jaringan sehingga timbul hipoksia. Respon jaringan terhadap hal ini bervariasi menurut

jaringan. Otot merupakan jaringan yang lebih tahan terhadap hipoksia dbandingkan otak.

Syok hipovolemik non-hemoragik. Terjadi akibat keluarnya cairan intravaskular ke jaringan

intrerstisial. Seperti luka bakar luas, muntah hebat dan diarae, sepsis berat, pankreatitis akut

atau peritonitis purulenta difus. Ketika terjadi perdarahan derajat I, perfusi jaringan masih

tidak terganggu dan produksi ATP masih mencukupi kebutuhan sehingga kehidupan sel atau

Page 10: pbl 29 echi

jaringan tidak terganggu. Pada derajat II, sudah terjadi gangguan perfusi sehingga untuk

mempertahankan kehidupan sel atau jaringan yang vital, dperlukan penarikan aliran kapiler

dan jaringan yang kurang vital ke jaringan yang vital untuk menjamin tercukupinya

kebutuhan ATP. Kegagalan kompensasi terjadi jika kehilangan cairan intravaskular hampir

mendekati 50%. Jika ketidakseimbangan ini terus berlangsung sampai pada taraf yag berat,

terjadi kematian sel atau jaringan.

Gambaran klinis: penurunan TD sistolik dianggap merupakan tanda khas syok hipovolemik.

Sebelum tekanan darah menurun, tubuh mengompensasi dengan elakukan vasokonstriksi

kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan dingin. Karena itu, sok ini kadang disebut

sebagai syok dingin. Selain itu, terjadi penurunan diuresis dan takikardi untuk

mempertahankan curah jantung dan peredaran darah. Akibat tindakan kompensasi ini,

tekanan darah untuk sementara waktu tidak menurun. Metabolisme jaringan hipoksik

menghasilkan asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi takipnea.

Karena terus menerus, maka tindakan kompensasi tidak dapat mempertahankan tekanan

darah yang memadai sehingga terjadi dekompensasi yang mengakibatkan penurunan tekanan

darah secara tiba-tiba.

Prinsip pengelolaan syok perdarahan adalah menghentikan sumber perdarahan dan resusitasi

cairan (darah) yang hilang. Terdapat kontroversi antara resusitasi segera secara agresif atau

secara perlahan.target resusitasi tidak hanya berdasarkan atas parameter TD dan produksi urin

semata. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan

berlebihan, sedangkan diuresis diperlukan untuk mencegah pemberian yang kurang. 5

Syok obstruktif

Syok obstruktif terjadi akibat obstruksi mekanis aliran darah di luar jantung, paling sering

akibat tamponade jantung, sehingga perfusi sistemik menurun. Akibatnya, terjadi gangguan

pengisian ventrikel dan perubahan volume aliran balik vena akibat kompensasi cairan

perikardium yang mengganggu curah jantung. Jika hal ini berlangsung lama, akan terjadi

gangguan perfusi sistemik dan oksigenasi jaringan sehingga timbul kerusakan sel. Jumlah

cairan perikardium yang dapat memengaruhi pengisian diastolik jantung bergantung pada

akumulasi cairan dan daya regang perikardium. Selain itu, syok obstruktif disebabkan juga

oleh tromboemboli paru, obstruksi mekanis a. pulmonalis, hipertensi pulmonal, dan tension

pneumothorax, yang mengganggu curah jantung. Syok ini memperlihatkn gejala peningkatan

vena jugularis, pulsus paradoksus(tamponade), takipnea, takikardi, hipotensi. Pada tension

Page 11: pbl 29 echi

pneumothotax dapat juga didapatkan penurunan bunyi napas dan hipersonos dapa perkusi

dada.5

Syok distributif

Adalah jenis syok yang timbul akibat kesalahan distribusi aliran dan volume darah. Berbagai

keadaan yang masuk dalam jenis syok ini adalah syok septik, syok anafilaktik, dan syok

neurogenik. 5

Penyebab Gejala Terapi

Syok septik

Syok anafilaktik

Syok neurogenik

Septisemia

Hipersensitif suatu

antigen

Reaksi vasovagal

yang berlebihan;

Suhu lingkungan

yang panas, terkejut,

takut dan nyeri,

trauma.

Penderita hangat

(syok panas).kulit

menjadi merah,

peredaran darah ↑,

denyut nadi menguat,

oliguria, hipoksia

otak menyebabkan

koma dan kematian.

Reaksi dermatologik

(eritema) dan

obstruksi jalan napas

yang ditandai bunyi

mengi, udem

Hipotensi, pusing,

pingsan, denyut nadi

lambat

Resusitasi cairan

menggunakan cara

EGDT, sumber

sepsis harus dicari

1 ml adrenalin

1/1000 secara

subkutan,

hidrokortison 200-

500 mg IV dan

sediaan antihistamin.

Istirahat

(dibaringkan)

Tabel 2 . pembagiam syok distributif

Gangguan endokrin

Krisis tiroid

Page 12: pbl 29 echi

Krisis tiroid adalah tirotoksisitas yang amat membahayakan. Triad gejalanya: menghebatnya

tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipertermia.

Gangguan metabolik

Koma KAD

Ada riwayat DM yang tidak terkontrol dengan baik., poliuri, polidipsi, dehidrasi, tensi

rendah, stupor sampai koma, napas berbau aseton, pernapasan kussmaul. Pada pemeriksaan

lab ditemukan hiperglikemi dan aseton meningkat.

Intoksikasi

Intoksikasi opiat

Ada suntikan yang khas di lengan, koma, depresi napas, miosis (pin point), bradikardi,

aritmia jantung, hiporefleksi, bronkospasme, kulit kemerahan.

WORKING DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penunjang diagnosis yang dapat digunakan pada syok antara lain ekokardiografi untuk

memastikan tamponade jantung, EKG untuk membedakan oklusi koroner dengan infark

miokard atau embolus paru yang besar. Pemantauan dilakukan terus-menerus terhadap suhu

badan, denyut nadi, tekanan darah, pernapasan dan kesadaran. Pemantauan tekanan vena

sentral diperlukan sebagai pegangan untuk mengatur pemberian cairan parenteral dan

pengawasan jantung. Pemasangan kateter dibuli-buli dibutuhkan untuk mengukur diuresis

setiap jam. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin,

hematokrit, ureum, elektrolit, keseimbangan asam basa, kadar gas darah dan biakan darah.

Takikardi ventrikel 4

Secara umum terdapat beberapa mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia ventrikel,

yaitu automaticity, reentranat, dan triggered activity.

Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung.

Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus pada keadaan akutdan

kritis seperti infark miokard akut, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa

Page 13: pbl 29 echi

dan tonus adrenergik yang tinggi.oleh karena itu bila berhadapan dengan aritmia ini maka

perlu dikoreksi faktor penyebabnya.

Reentry disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard atau kardiomiopati dilatasi.

Jaringan parut yang terbentuk akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat

menjadi keadaan yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini terbentuk,

maka aritmia reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian.

Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme diatas.

Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga terjadi lonjakan

potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial jantung.

Takikardi ventrikel (VT) adalah terdapat tiga atau lebih premature ventriculare contraction

(PVC) dengan laju lebih 120 kali per menit. Fokus takikardi bisa berasal dari ventrikel (kiri

dan kanan) atau akibat dari proses reentry pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle

branch reentry VT). Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran

EKG dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0,12 detik). Namun, tidak semua takikardi

dengan kompleks QRS lebar adalah VT karena takikardi supraventrikuler (SVT)dengan

konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan juga akan memberikan

gambaran takikardi dengan kompleks QRS lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi

penting dalam keadaan kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan

pada pasien dengan VT. Untuk VT idiopatik, sangat jarang dapat menyebabkan kematian

mendadak, sedangkan VT iskemik memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian

mendadak akibat aritmia yang fatal (VT yang berdegenerasi menjadi ventricular fibrillation).

Klasifikasi 4

Secara umum VT dapat dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik. VT monomorfik

memiliki kompleks QRS yang sama tiap denyutan dan menandakan adanya depolarisasi yang

berulang dari tempat yang sama. Sedangkan VT polimorfik ditandai dengan adanya kompleks

QRS yang bervariasi (berubah) menunjukkan adanya urutan depolarisasi yang berubah dari

beberapa tempat. Biasanya VT jenis ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat

infark miokard. Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained sedangkan bila

kurang maka disebut non-sustained.

Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:

Page 14: pbl 29 echi

- VT idiopatik (idiopatik VT)

1. VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan

2. VT idiopatik ventrikel kiri

- VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia

- Bundle branch reentrant VT

- Arrhythmogenic right ventrivular dysplasia

- VT iskemia

Diagnosis takikardi ventrikel4

Diagnosis VT didasarkan pada:

1. Durasi dan morfologi kompleks QRS, pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah

konduksi normal (terganggu) sehingga bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi

kompleks QRS menjadi panjang > 0,12 detik). Pedoman umum yang berlaku adalah

semakin lebar kompleks QRS semakin besar kemungkinannya suatu VT, khususnya

bila > 0,16 detik. Pengecualian adalah VT yang berasal dari fasikel posterior berkas

cabang kiri yang memiliki kompleks QRS < 0,12 detik karena pada VT jenis ini

lokasi reentry dekat dengan septum interventrikel seperti konduksi normal. Morfologi

kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila berasal dari ventrikel kanan akan

memberikan gambaran morfologi blok berkas cabang kiri dan jika berasal dari

ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan. Kalau

morfologi QRS adalah RBBB maka takikardi adalah VT jika morfologi kompleks

QRS adalah monomorfik atau bifasik. Jika morfologis QRS adalah LBBB maka akan

menguatkan diagnosis VT jika adanya takik gelombang S atau nadir S yang lambat

(>70 milidetik).

2. Laju dan irama, laju VT berkisar antara 120-300 kali per menit dengan irama yang

teratur atau hampir teratur (variasi antar denyut adalah <0,04 detik). Jika takikardi

diisertai irama yang tidak teratur maka harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi

aberan atau preekstasi.

3. Aksis kompleks QRS, untuk menentukan asal fokusadanya perubahan aksis > 40

derajat baik kekiri maupun ke kanan, menunjukka adanya VT.

4. Disosiasi antara atrium dan ventrikel, pada VT nodus sinus terus memberikan impuls

secara bebas tanpa ada hubungan dengan aktivitas ventrikel.

Page 15: pbl 29 echi

5. Capture beat dan fusion beat. Kadang-kadang saat berlangsungnya VT, impuls dari

atrium dapat mendepolarisasi ventrikel melalui sistem konduksi normal sehingga

memunculkan kompleks QRS yang lebih awal dengan ukuran normal, keadaan ini

disebut capture beat. Sedangkan fusion beat terjadi bila impuls dari sinus nodus

dihantarkan ke ventrikel melalui nodus AV dan bergabung dengan impuls dari

ventrikel.

6. Konfigurasi kompleks QRS, adanya kesesuaian dari kompleks QRS pada sadapan

dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuaian positif kompleks QRS pada

sadapan dada dominan positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior

ventrikel. Kesesuaian negatif kompleks QRS pada sandapan dada dominan negatif

menunjukkan asal fokus dinding ventrikel anterior.

Pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dengan gangguan fungsi ventrikel

misalnya, maka diagnosis VT lebih diutamakan bila pasien tersebut mendapat takikardi

dengan kompleks QRS lebar.

Takikardi ventrikel idiopatik

Dijumpai pada pasien dengan jantung normal. Umumnya, VT tidak berbahaya, tidak

menyebabkan gangguan hemodinamik dan tidak menyebabkakn kematian mendadak. Namun

bila VT timbul dengan laju yang cepat dapat menimbulkan sinkop. Umumnya sangat mudah

dihilangkan dengan ablasi kateter.

VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract VT), fokus VT

berasal dari RVOT dan jenis VT ini merupakan 90% dari VT idiopatik. Pasien umumnya

adalah perempuan muda. VT dicetuskan oleh ketegangan, emosi, adan aktivitas fisik.

Manifestasi klinis jenis ini dapat berupa VT yang dicetuskan oleh latihan.

VT idiopatik dari ventrikel kiri, adalah takikardi fasikular karena adanya proses reentry pada

fasikel anterior dan posterior sebagai penyebab takikardi. VT jenis ini umumnya diderita

pada pria muda.

Takikardi ventrikel pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia

Bundle branch reentrant ventricular tachycardia, ditemukan pada 40% pasien dengan

kardiomiopati dilatasi idiopatik (non-iskemia) dan 6 % dari seluruh jenis VT yang dirujuk ke

lab elektrofisiologi. Secara klinic VT jenis ini berbahaya karena menyebabkan sinkop dan

henti jantung. Pada EKG memperlihatkan kompleks QRS dengan morfologi LBBB.

Page 16: pbl 29 echi

Takikardi dapat dihilangkan dengan ablasi kateter. Adanya disfungsi ventrikel kiri sebagai

penyerta.

Arrhythmogenic right ventrikel dysplasia (ARVD)

Kelaianan ini sangat jarang, biasanya diderita oleh kelompok muda, dimana terdapat infiltrasi

lemak dan jaringan parut pada miokard ventrikel kanan. Karakteristik VT adalah kompleks

QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri LBBB.

Takikardi ventrikel ischemia

VT jenis ini disebabkan oleh penyakit jantung koroner seperti infark miokard akut. VT ini

dapat menyebabkan kematian secara mendadak. Terjadi karena reentry ada jaringan parut

disekitar jaringan sehat. VT jenis ini sering berdegenerasi menjadi fibrilasi ventrikel.

Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat penyakit jantung sebelunya,

penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan adanya premature ventriculare

contraction yang sering. Terapinya hanya dengan obat-obatan

Gbr 1. Gambaran EKG Takikardi ventrikel

Syok kardiogenik4

Penyebab primer syok kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga

curah jantung menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel

kiri akibat infark miokard dengan elevasi ST. Selain karena disfungsi miokard, penurunan

kontraktilitas jantung, obstruksi aliran ventrikel ke luar jantung, kelainan pengisian ventrikel,

disritmia, dan defe septum juga turut menggagalkan fungsi jantung. Mortalitas akibat syok

kardiogenik adalah sekitar 50 %. Kriteria syok kardiogenik:

1. Tekanan darah sistol ≤90mmHg atau penurunan tekanan sistol sebesar ≤30 mmHg

secara mendadak.

2. Hipoperfusi yang ditandai dengan produksi urin ≤20 cc/jam, gangguan fungsi saraf

pusat, dan vasokonstriksi perifer (akral dan keringat dingin).

Page 17: pbl 29 echi

Pada syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung pada perkusi, kelainan irama

(disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi vasokonstriksi perifer sehingga kulit dan

bagian akral teraba dingin, tetapi tidak selalu terjadi vasokonstriksi tersebut sehingga kulit

dan akral tetap hangat. Selain itu, oliguria juga dapat ditemui. Jika terjadi kegagalan fungsi

diastolik, beban hulu dapat menurun, walaupun ditemukan berbagai tanda yang

menggambarkan ‘kelebihan cairan’, seperti edema pulmonal, edema perifer, dan

hepatomegali.

ETIOLOGI

Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok.

Diantara komplikasi tersebut adalah: ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot

papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok

kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi

ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain yang sering menyebabkan

terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia dan bradiaritmia yang rekuren, dimana

biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia

supraventrikuler ataupun ventrikuler. 4

DIAGNOSIS DIFFERENTIAL

Ventrikel Fibrilation

Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai oleh

kopleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali.

Merupakan penyebab utama kematian mendadak. Penyebab utama VF adalah infark miokard

akut, blok AV total degan respon ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit, asidosis berat,

dan hipoksia. Salah satu penyebab VF primer yang sering pada orang jantnung normal adalah

sindrom brugada. Pada EKG permukaan saat irama sinus ditemukan adanya gambaran RBBB

inkomplit dengan elevasi segmen ST di sadapan V1-V3. 4

VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehigga pasien dapat pingsan dan

mengalami henti jantung dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukkan aritmia

ini baru terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan defibrilasi. Sedangkan

VF halus (fine VF) sulit dibedakan dengan sistol dan biasanya sulit diterminasi. Penanganan

VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi pemberian

Page 18: pbl 29 echi

unsynchronized DC shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin,

amiodaron, dan magnesium sulfat.

Atrial Flutter

Atrial Flutter adalah terminologi umum yang dipakai untuk menjelaskan suatu kondisi

aritmia atrial yang disebabkan oleh "reentrant circuit" yang besar dan terletak dalam jaringan

atrium. Atrial Flutter hampir sama dengan supraventrikular takikardi (SVT), dimana terdapat

jalur aksesoris yang disebut "reentrant circuit", perbedaannya pada atrial flutter jalur ini lebih

besar dan melibatkan banyak bagian otot atrium dan tidak berhubungan langsung dengan AV

node seperti pada SVT. Atrial flutter biasanya berhubungan dengan kelainan jantung organik

dan insidennya terbanyak kedua setelah atrial fibrilasi. 7

Gambar 2. Gambaran EKG menunjukkan Atrial Flutter

Fluter atrium terjadi bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung dan

membuat impuls antara 250 sampai 400 kali per menit. Tanda penting dari aritmia tipe ini

karena hantaran adalah impuls atrium yang dilepaskan 250 sampai 400 kali per menit akan

mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu aritmia yang mengancam jiwa. Karakteristik tipe ini

adalah:

Frekuensi: 350 sampai 600 denyut per menit

Irama : Ireguler dan biasanya cepat

Respon ventrikel yang cepat akan mengurangi waktu pengisian ventrikel dan kemudian

volume sekuncup. Denyut atrium yang merupakan 25 sampai 30% curah jantung, juga hilang.

Biasanya akan diikuti Chronic Heart Failure (CHF). Biasanya terdapat denyut defisit,

perbedaan jumlah antara denyut apeks dengan denyut nadi. 7 Kriteria Artial Flutter adalah:

i. Ritme reguler: jarak R-R sama

Page 19: pbl 29 echi

ii. Atrial rate bervariasi antara 250-340 denyut per menit. Ventrikel rate bervariasi, pada

tipe konduksi 2:1 ventrikel rate biasanya sekitar 150 denyut per menit.

iii. Bentuk "sawtooth" atau gelombang F pada lead II, III, dan aVF. Kadang-kadang

gelombang F ini tidak terlihat karena bertemu dengan kompleks QRS.

Atrial flutter memiliki variasi bentuk; yang paling sering adalah "isthmus-dependent

counterclokwise atrial flutter", diikuti oleh "isthmus-dependent clockwisw atrial flutter", dan

atypical atrial flutter. Seperti yang disebutkan di atas, pada atrium terbentuk jalur aksesoris

dengan impuls listrik yang terus-menerus berputar dengan cepat yang melibatkan daerah

atrium yang besar. Variasi yang terbanyak adalah counterclockwise artinya impuls elektrik

berputar dalam sirkuit sirkus dengan arah yang berlawanan arah jarum jam. Apapun

bentuknya jalur ini menghasilkan denyut atrium yang bervariasi antara 250-340 denyut per

menit. \

Denyut ventrikular pada atrial flutter biasanya lebih lambat dibandingkan dengan denyut

atrial yang disebabkan oleh hambatan impuls pada nodus AV. Nodus AV melindungi

ventrikel dari denyut atrium yang cepat dengan hanya mengijinkan sebagian kecil dari impuls

yang masuk untuk melewati nodus Av. Oleh karena itu biasanya kita jumpai dua (2:1) atau

tiga (3:1) denyut atrium dengan satu denyut ventrikel.

Gambar 3. Gambaran EKG Atrial Flutter dengan “Sawtooth apprearance”

Page 20: pbl 29 echi

PATOFISIOLOGI

Takikardia ventrikel (VT) adalah istilah umum yang mencakup setiap irama minimal

3 denyut (beats) lebih cepat dari 100 denyut per menit, yang timbul dari ventrikel. Tanpa

menghiraukan mekanisme aritmia, tingkat keparahan gejala klinis menentukan tahap urgensi

dimana VT harus segera ditangani. Selama VT, cardiac output berkurang karena denyut

jantung cepat dan kurangnya kontraksi atrium yang terkoordinasi. Iskemia dan mitral

insufisiensi juga dapat menyebabkan intoleransi hemodinamik.Kolapsnya hemodinamik lebih

mungkin terjadi jika terdapat disfungsi ventrikel kiri yang mendasari atau bila terjadi

denyutan yang sangat cepat. Cardiac output berkurang dapat mengakibatkann perfusi

miokard berkurang, respon inotropik memburuk, dan degenerasi sehingga terjadinya fibrilasi

ventrikel yang mengakibatkan kematian mendadak.

Hipoperfusi pada syok menyebabkan terganggunya pasokan oksigen ke sel (lebih tepatnya,

ke mitokondria) sehingga metabolisme sel terganggu dan akibatnya, pembentukan ATP

berkurang. Hipoperfusi juga mencetuskan refleks aktivasi sistem simpatis yang meningkatkan

kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Selain itu,

terjadi pengeluaran katekolamin, angiotensin, vasopresin, serta endotelin yang akan

meningkatkan tonus pembuluh darah agar tekanan perfusi dapat dipertahankan dan perfusi

menjadi cukup.

Hipoksia membeat jaringan berusaha mengekstrasi oksigen semaksimal mungkin agar

kebutuhan metabolisme tercukupi. Ketika segala refleks pertahanan tersebut sampai pada

batas toleransi dan hipoksia tidak teratasi, maka mitokondria akan terganggu, dan

pembentukan ATP menurun. Semua sistem dalam tubuh pun tidak berfungsi sehingga terjadi

kegagalan organ menyeluruh, seperti gagal otak, gagal jantung, vasoplegia,penumpukan asam

laktat, gagal ginjal, gagal sistem pencernaan yang diikuti dengan perpindahan kuman dan

bahan toksin ke aliran darah (translokasi), dan berakhir dengan kematian. Kegagalan organ

multipel dan kematian berbanding lurus dengan lama dan beratnya hipoksia.

Page 21: pbl 29 echi

Gbr 4. Patofisiologi takikardi ventrikel

TATALAKSANA

Pertolongan emergency

Resusitasi jantung paru

Resusitasi jantung paru/ Cardio Pulmo Resusitation (CJP/CRP) terdiri dari pemberian

bantuan sirkulasi dan napas, dan merupakan terapi umum yang bisa diterapkan pada semua

kasus henti jantung/paru. Namun tindakan ini tidak menegakkan diagnosis akurat sehingga

terapi spesifik. Bila tersedia, bisa diberikan sedini mungkin untuk menyelamatkan nyawa.

Menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan semua fasilitas yang ada,

misalnya anamnesis dari pertolongan pertama (perawat, petugas ambulans), menemukan

resep atau obat bebas dalam saku, pemeriksaan fisik, EKG segera dan foto toraks. 8

Page 22: pbl 29 echi

Prinsip utama mendasari RJP adalah:

a. Ketetapan: terapi ditujukan untuk mengembalikan pasien pada kehidupan yang

berkualitas. Jika ini tidak memungkinkan, pertimbangkan apakah RJP tidak perlu

dilakukan. Perintah untuk jangan berusaha melakukan resusitasi dibuat berdasarkan

kemungkinan keberhasilan RJP segera yang berhubungan dengan usia dan penyakit

pasien, kemungkinan mengembalikan hidup berkualitas yang berlangsung lama

(berhubungan dengan kualitas hidup sebelumnya), keinginan pasien dan kerabatnya,

yang harus dipenuhi.

b. Kecepatan: setelah kegagalan sirkulasi/napas total terjadi hipoksia vena dalam waktu

3-4 menit (kecuali ada hipotermia berat). Selanjutnya, segera terjadi anoksia jantung

yang menghambat pemulihan sirkulasi. Hukuman bagi diagnosis dan terapi yang tidak

tepat dan terlambat adalah kematian pasien.

Cara melakukan RJP/CRP adalah seperti berikut: 8

1. Minta bantuan tambahan sesegera mungkin

2. Lakukan penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi (Airway, Breathing, Circulation)

atau ABC dan terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD/AED). Jika korban tidak

memberi respons terhadap goyangan/teriakan, balikkan badannya, buka dan lakukan

inspeksi jalan napas. Singkirkan sumbatan. Tentukan dalam 10 detik apakah pasien

bernapas normal dengan melihat gerakan dada, dengarkan suara napas pada mulut pasien

dan rasakan udara pada pipi doktor.

3. Jika pasien bernapas normal, baringkan pasien pada posisi pemulihan. Jika hanya ada

upaya bernapas yang lemah, berikan 2 kali napas buatan, secara perlahan dan efektif ke

dalam mulut (masing-masing sebanyak 700-1000ml), dengan hidung pasien ditutup,

cukup untuk membuat dada naik turun.

4. Setelah 2 kali napas efektif (lakukan sebanyak 5 kali atau lebih), periksa sirkulasi (denyut

karotis atau femoral). Jika sirkulasi tidak ada, mula lakukan kompresi dada, menekan

sternum ke bawah 4-5 cm, dengan kecepatan 100 kali/menit, bergantian 15 kompresi tiap

2 kali napas. Kompresi dada mengembalikan 30% perfusi otak normal. Lanjutkan bagian

ini sampai timbul gerakan atau pasien bernapas.

Pada bantuan hidup lanjut (bila alatnya tersedia) boleh dilakukan BHD, tempelkan elektroda

EKG dan didiagnosa irama jantung: 8

Page 23: pbl 29 echi

i. Fibrilasi ventrikel (VF), takikardia ventrikel (VT) tanpa denyut adalah penyebab tersering

henti jantung yang dapat disembuhkan. Tingkat keberhasilan menurun sebanyak 7- 10%

untuk tiap penundaan defibrilasi. Beri muatan pada defibrilator dan beri tiga kejutan

dengan energi 200 J, 200 J dan 360 J. Setelah berhasil melakukan kardioversi, mungkin

terjadi asistol dan/atau denyut lemah (kekagetan miokardial) transien (≥ 10 detik) : maka

lakukan RJP selama 1 menit setelah 3 kejutan sebelum evaluasi ulang irama jantung. Jika

VF dan VT menetap, amankan jalan napas endotracheal tube, masker laring (laryngeal

mask airway [LMA]), pasang ventilator dengan kecepatan 12 napas/menit menggunakan

oksigen 100%. Pasan jalur intravena perifer (jalur sentral tidak aman selama melakukan

RJP). Berikan adrenalin untuk memperbaiki efikasi RJP. Efek α- adrenergik

menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tekana perfusi miokard dan otak. VF/VT

yang refrakter mungkin merespons terhadap kejutan lanjutan atau pemberian amiodaron,

lidokain atau prokainamid intravena.1 Lanjutkan sampai sirkulasi kembali, atau diambil

keputusan untuk berhenti. Berikan bikarbonat jika pH ≥7,1 pada overdosis trisiklik, atau

jika ada hiperkalemia.

ii. Asistol biasanya lethal. Pertimbangkan untuk memberi atropin. Blok jantung komplit

merespons terhadap pemasangan pacu (eksternal atau transvena) dan/atau isoprenalin.

Hati-hati terhadap asistol palsu: VF dengan voltase rendah, atau pemasangan elektroda

yang tidak tepat.

Gbr 5. Skema penatalaksanaan syok kardiogenik

.

Page 24: pbl 29 echi

Gambar 6. Alur tatalaksana untuk pasien takikardi dengan pulse

Manajemen emergency pasien sopor-koma

Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai

stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi

akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang

dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun manajemen pada

Page 25: pbl 29 echi

pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien, menegakkan

diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit tersebut. 9

Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada beberapa

pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu:

1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut?

2. Apakah jalan napas baik?

Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan

karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya

kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi

merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi

yang adekuat.

Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi

lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien

stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan face

mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.

3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin?

Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan

dahulu baik medis maupun neurologis.

4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya?

Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan

mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan keadaan

pasien sebelum kejadian.

Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan terapi

emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain:

1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah

mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance Cardiac

Life Support (ACLS).

2. Pasang jalur intravena (iv line)

3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus dilakukan

secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani secara cepat

sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti

jantung, atau trauma)

Page 26: pbl 29 echi

4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :

Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)

Hitung darah lengkap

Analisa gas darah

Kalsium dan magnesium

Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)

5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes fungsi

tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia.

6. Lakukan pemasangan folley catheter

7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks.

8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari

penyebab koma tidak jelas. Diantaranya:

Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien dari

koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke ensefalopati). Harus

diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglikemi dapat menyebabkan

konsumsi thiamin yang berlebihan dan memperburuk keadaan pasien.

50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv

Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan intoksikasi

opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.

Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma dicurigai

karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3mg dan jangan

diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat

menimbulkan kejang.

Page 27: pbl 29 echi

Gambar 7. Alur tatalaksana untuk pasien tanpa pulse

Page 28: pbl 29 echi

Non- medika mentosa

Tatalaksana syok dimulai dengan pemulihan perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Diagnosis

harus juga segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Kebutuhan

oksigen jaringan harus segera dicukupi dengan mengoptimalkan penyediaan oksigen dalam

darah. Volume cairan intravaskular juga harus dicukupi agar volume beban hulu maksimal.

Selain itu, harus dipertimbangkan pemberian zat inotropik untuk merangsang miokard dan

vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer, kecuali jika ada syok kardiogenik.

Untuk menghitung delivery oksigen (DO2), digunakan rumus Nunn-Freeman, yaitu: 5

Penyediaan oksigen dalam darah (DO2)= curah jantung x kandungan oksigen dalam darah

Curah jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup. Isi sekuncup

dipengaruhi oleh kecukupan cairan dalam sistem kardiovaskuler (beban hulu), kemampuan

kontraksi jantung (kontraktilitas), dan tahanan dalam pembuluh darah (beban hilir)

Untuk mengoptimalkan kandungan oksigen dalam darah, komponen yang harus diperbaiki

adalah hemoglobin, saturasi oksigen, dan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. Saturasi

dan tekanan parsial oksigen dioptimalkan melalui pemberian terapi oksigen dan/atau bantuan

napas.

Agar perfusi dapat memenuhi kebutuhan metabolit dan oksigen jaringan, TD harus sekurang-

kurangnya 70-80 mmHg, yang dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.

A (airway). Jalan napas harus bebas, bila perlu menggunakan intubasi,

B (breathing). Pernapasan harus terjamin, bila perlu menggunakan ventilasi buatan dan

pemberian oksigen 100%.

C (circulation). Dapat diatasi dengan pemberian cairan.

Tatalaksana syok kardiogenik terdiri dari tatalaksana cairan, oksigenasi, pengendalian

disritmia, penggunaan inotropik dan vasopresor, dan bila ada penggunaan IABP (intra aortic

balloon pump) yang diikuti dengan revaskularisasi.

Medika mentosa

Pemilihan inotropik harus cermat sebab inotropik yang bekerja melalui sistem simpatis dapat

meningkatkan kematian. Pada penanggulangan infark miokard harus dicegah pemberian

cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Selain itu, harus diperhatikan juga

oksigenasi darah yang memadai dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.5

Page 29: pbl 29 echi

KOMPLIKASI

Kematian mendadak akibat penyakit jantung.

PROGNOSIS

Ventrikel takikardi/fibrilasi merupakan penyebab kematian mendadak terbanyak. Adanya

gejala-gejala awal dan fraksi ejeksi ventrikel, mungkin, merupakan penentu prognosis

terpenting. Pingsan akibat ventrikel takikardi biasanya memiliki prognosis yang buruk.

Kesimpulan

Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai

stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi

akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang

dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Penyebab primer syok

kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga curah jantung

menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri akibat infark

miokard dengan elevasi ST. Selain karena disfungsi miokard, penurunan kontraktilitas

jantung, obstruksi aliran ventrikel ke luar jantung, kelainan pengisian ventrikel, disritmia, dan

defe septum juga turut menggagalkan fungsi jantung.

Daftar Pustaka

1. Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. In: Ventricular arrythmias. 6 th ed:

Lippincott Williams &Wilkins;2010.p. 96-7,135, 138

2. Jonathan Gleade. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit

Erlangga.2007;p 24-5

3. Arif Muttaqin, Prof. Elly Nurachmach.pengantar Keperawatan Klien dengan

Gangguan Sistem Kardiovaskular. Penerbit Salemba Medika. Jakarta,2009;p 178

4. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti

Setiati. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed. IV. Pusat Penerbitan FKUI,

2006. Hal.1533-35

5. Wahyu B, Rupii, Puspunegoro. Masalah ilmu bedah dan pertimbangan dasar. EGC.

2006. Hal. 156-65.

Page 30: pbl 29 echi

6. Price, William. Patofisiologi. Edisi 6. EGC. 2006. Hal. 1105.

7. Aritmia Ventrikel.n M.Yamin, Sjaharuddin Harun. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi V. Jilid II. 2009; 1623-9.

8. Patrick Darvey, Medicine at a glance, Blackwell Science Ltd, 2006, hal.131-34.