14
Peluncuran dan Bedah Buku MENEROBOS BADAI Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus Karya I Nyoman Wijaya Pembahas I.B.G. Pujaastawa MENYIMAK KIPRAH SANG GURU BESAR Kerjasama Pusat Kajian Hindu dengan Fakultas sastra Unud Denpasar, 28 Desember 2012

Pembahas I.B.G. Pujaastawa fileBagi sebagian besar mahasiswa, penelitian etnografi suku-suku bangsa NTB dan NTT dirasakan menjadi beban, terutama biaya penelitian yang sepenuhnya harus

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Peluncuran dan Bedah Buku

MENEROBOS BADAI

Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus

Karya I Nyoman Wijaya

Pembahas

I.B.G. Pujaastawa

MENYIMAK KIPRAH SANG GURU BESAR

Kerjasama Pusat Kajian Hindu dengan Fakultas sastra Unud

Denpasar, 28 Desember 2012

PEMBAHASAN

Terbitnya buku “Menerobos Badai

Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti

Ngurah Bagus” patut diapresiasi.

Prof. Bagus, pemikir besar yang

memberi inspirasi sekaligus memotivasi

kesadaran mengenai pentingnya peran

kebudayaan dalam pembangunan dan

pentingnya pembangunan kebudayaan

itu sendiri.

Apresiasi terhadap kepiawaian dan

keuletan sejarawan Nyoman Wijaya

dalam mendeskripsikan sosok Prof.

Bagus sebagai tokoh intelektual di Bali

secara luas dan mendalam.

Nyoman Wijaya, salah satu dari segelintir

intelektual muda yang tergolong memiliki

hubungan bersifat informal dan akrab

dengan Prof. Bagus.

Deskripsi tentang biografi intelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus

yang begitu luas dan mendalam membuka ruang yang cukup luas bagi

siapa saja yang berminat untuk membahasnya.

Pembahasan ini akan lebih difokuskan pada kiprah intelektual Prof.

Bagus sejak awal dekade delapan puluhan, tatkala pembahas mulai

menuntut ilmu di Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas

Udayana (1981) kemudian berlanjut sebagai tenaga pengajar di jurusan

yang sama.

Penekanan pada bagian-bagian yang

tercecer dan luput dari perhatian

sang penulis biografinya

Siapa Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus?

Sebelum pembahas duduk di bangku kuliah, nama

Prof. Bagus hampir tak pernah terlintas di benak

pembahas.

Begitu pula sebelumnya pembahas sangat buta

tentang ilmu antropologi.

Hal di atas antara lain disebabkan oleh kurikulum

sekolah menengah atas (SMA) pada masa itu kurang

memberi ruang terhadap muatan kebudayaan.

Terbitnya buku Biografi Prof. Bagus yang ditulis oleh

Nyoman Wijaya ini tentunya telah mengisi ruang-

ruang kosong saya tentang sosok Prof.

Pemegang Otoritas Tunggal

Di samping modal intelektualitasnya, popularitas Prof. Bagus sebagai

seorang antropolog kiranya tidak dapat dilepaskan dengan eksotisme

pulau Bali dan perkembangan dunia akademis di Bali kala itu.

Keunikan budaya dan keindahan alam Pulau Bali tidak hanya menarik

minat para wisatawan, tetapi juga menggugah perhatian para peneliti

asing untuk melakukan penelitian tentang berbagai aspek kebudayaan

Bali serta dinamika pariwisata Bali dengan segala implikasinya.

Sementara perkembangan dunia akademis khususnya bidang ilmu

antropologi di Bali saat itu yang baru memasuki fase awal, menjadikan

Prof. Bagus sebagai pemegang otoritas tunggal untuk studi-studi

tentang kebudayaan di Bali.

Pintu masuk bagi para peneliti asing yang

tertarik menjadikan Bali sebagai fokus

risetnya sekaligus sebagai kamus untuk

kebudayaan Bali (Dharma Putra)

Barulah pada akhir dekade sembilanpuluhan supremasi Prof.

Bagus di bidang ilmu antropologi mulai mendapat tandingan, di

antaranya dari Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A; dosen

Undiksha yang berhasil meraih gelar doktor untuk bidang ilmu

antropologi di Universitas Indonesia.

Prof. Bagus menunjukkan sikap ilmiahnya dengan merekrut Prof.

Bawa Atmadja menjadi tenaga pengajar S2 dan S3 Kajian Budaya.

Sebagaimana Prof. Bagus, Prof. Bawa

Atmadja juga gemar melakukan penelitian,

menulis artikel di berbagai jurnal dan surat

kabar, sebagai pembicara dalam berbagai

seminar, dan menerbitkan sejumlah buku.

Lebih mudah memahami karya tulisnya daripada mendengarkan

ceramahnya.

Konsep “Jengah”

Sering melontarkan konsep “jengah” dalam memotivasi mahasiswa

untuk mengeksplorasi berbagai aspek kebudayaan Bali yang selama

ini lebih banyak dilakukan oleh peneliti asing. Konsep ini juga kerap

digunakan untuk memotivasi masyarakat lokal dalam menghadapi

kontestasi bisnis di bidang pariwisata.

Baliologi dan Eksvansi Wilayah Kajian Antropologi Unud

Terkait Proyek Baliologi dekade delapan puluhan, banyak orang

berpikir bahwa tema-tema skripsi S 1 akan lebih diarahkan untuk

mengeksplorasi berbagai aspek etnografi manusia Bali. Namun di luar

dugaan, Prof. Bagus justru mengarahkan mahasiswa Jurusan

Antropologi untuk mengeksplorasi etnografi suku-suku bangsa NTB

dan NTT. Sementara berbagai kajian tentang aspek-aspek kebudayaan

Bali lebih banyak digarap oleh Tim Peneliti Baliologi yang dipimpinnya

sendiri.

Bagi sebagian besar mahasiswa, penelitian etnografi suku-sukubangsa NTB dan NTT dirasakan menjadi beban, terutama biayapenelitian yang sepenuhnya harus ditanggung oleh mahasiswa yangbersangkutan.

Tampaknya Prof. Bagus cukup memahami masalah ini denganmemberi rekomendasi kepada para mahasiswa untuk mendapatkanKridit Mahasiswa Indonesia (KMI) yang besarnya Rp.750.000 untukmasing-masing mahasiswa.

Memasuki dekade sembilanpuluhan, wilayah kajian etnografiJurusan Antropologi Unud tidak hanya mencakup Bali, NTB, danNTT saja, tetapi juga diperluas hingga Timor-Timur dan SulawesiSelatan (Tana Toraja). Meskipun kala itu pemerintah tidak lagimengucurkan bantuan KMI.

Kalimat yang kerap disampaikannya di dalam kelas untukmemotivasi mahasiswa melakukan penelitian di luar daerah : “….sebagai seorang antropolog saudara tidak boleh menjadi katakdalam tempurung. Saya ingin antropolog Udayana tidak hanya dapatmenguasai Bali, tetapi juga menguasai Nusa Tenggara, bahkanNusantara…..”

Sebelumnya tidak ada yang tahu tentang gagasan besar apa

gerangan yang tersembunyi dalam benak Prof. Bagus yang begitu

gencar mengarahkan mahasiswa untuk menulis skripsi dengan

tema-tema etnografi Nusa Tenggara dan beberapa daerah lainnya di

Indonesia.

Pertemuan dengan James Fox

Etnografer NTT

Saatnya peneliti asing menggunakan tulisan kita sebagai

referensi

Gagasan besar menerbitkan buku Potret Manusia dan Kebudayaan

Nusa Tenggara dengan meramu skripsi-skripsi mahasiswa sebagai

bahan mentahnya.

Anehnya, Prof. Bagus melarang untuk mengkomunikasikan gagasan

besar ini, karena khawatir gagasannya dicuri oleh pihak lain tanpa

menyebut siapa pihak yang dimaksud.

Obsesi yang Terbengkelai

Begitu banyaknya gagasan besar dan mutakhir yang bersemayam dibenak Prof. Bagus, terkadang membuat gagasan-gagasansebelumnya terbengkelai.

Penyusunan buku Potret Manusia dan

Kebudayaan Nusa Tenggara itu tidak

kunjung terealisasi.

Sebelumnya, hal serupa juga terjadi

terhadap penerbitan buku Eka Dasa

Rudra dan Pola-pola Relasi Patron Klion

pada Masyarakat Bali.

Mengembangkan dan Mengkritisi Kebudayaan

dan Pariwisata Bali

Tahap awal pandangan optimis (revitalisasi

budaya Bali),

Tahap Lanjut pandangan kritis (Kajian

Budaya).

Lebih berkutat di tataran dunia akademis

(teoritis) terkait dengan pengembangan lembaga

keilmuan (Ilmu Pariwisata dan Kajian Budaya).

Pada tataran praktis khususnya dalam

kerjasama penyusunan kebijakan dengan

pemerintah daerah lebih didominasi oleh Wayan

Geriya.

Terbit Terbatas

Keuletan Nyoman Wijaya dalam melacak karya-karya Prof. Baguspatut diacungi jempol, mengingat dari sekian banyak karyanyahanya sebagian kecil yang diterbitkan (itu pun dalam bentukterbitan terbatas yang tidak diperjual-belikan).

Selebihnya tersimpan di berbagaiinstansi atau sebagai koleksi pribadipihak-pihak yang kebetulanberuntung memilikinya.

Terbatasnya penerbitan karya-karya Prof. Bagus dapat membuatkurang dikenalnya nama besar Prof. Bagus di kalangan generasiberikutnya. Namun demikian, kekhawatiran tersebut telah sedikitterobati dengan diterbitkannya buku biografi Prof. Bagus yangdisusun oleh Nyoman Wijaya ini.

TERIMA KASIH