Upload
khairina-fadhilawati
View
128
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
absorpsi
Citation preview
Pembahasan Prosedur
Percobaan kali ini berjudul Studi Absorbsi Obat secara In Vitro dengan tujuan
untuk mempelajari pengaruh pH terhadap absorbsi obat melalui saluran
pencernaan secara in vitro. In vitro berarti percobaan d i l akukan d i l ua r
t ubuh a t au pada kond i s i l ab o ra to r i um . P ro f i l pH vs ke l a ru t an
mem ber ikan gam ba ran da r i ke l a ru t an oba t pada be r baga i pH ,
yan g dapa t men un jukkan j i k a sua tu oba t bersifat basa akan larut
pada media asam. Demikian juga sebaliknya obat yang bersifat asam
akan larut dalam media basa. Absorbsi secara biologi dapat didefinisikan
sebagai proses menyerap atau asimilasi zat ke dalam sel atau ke jaringan dan
organmelalui difusi atau osmosis, seperti dalam penyerapan nutrisi oleh sistem
pencernaan,atau penyerapan obat ke dalam aliran darah. Absorpsi sistemik suatu
obat dari saluran cerna tergantung pada rate limiting step (jika sediaan
obat berbentuk tablet), sifat fisiko-kimia, dan anatomi fisiologi tempat absorpsi.
Banyak h a l y a n g m e m p e n g a r u h i k e c e p a t a n a b s o r p s i , d a n
u m u m n y a a b s o r p s i o b a t s e c a r a p a s i f dipengaruhi oleh derajad
ionisasi dimana jika berhadapan dengan membran sel, membran sel
akan lebih permeabel terhadap bentuk obat yang tidak terionkan
dibandingkan dengan bemtuk terionkan karena membran sel terdiri atas lipid
dan protein.
Perbedaan pH pada tempat absorpsi dapat mempengaruhi jumlah obat yang
diserap olehsaluran pencernaan. Pada percobaan ini untuk membuktikan
hal tersebut, maka asam salisilatakan ditempatkan pada dua tempat
absorpsi yaitu pada pH larutan buffer 1,2 dan 7,5 dimana pada kondisi
pH 1,2 mengggambarkankondisi cairan lambung sedangkan pH larutan
buffer 7,5men ggam bar kan kond i s i c a i r an i n t e s t i na l . Ca i r an
l am bung bua t an i n i d ib ua t t anpa peps in , sedangkan cairan intestin
yang digunakan tanpa pankreatin. Asam HCl merupakan obat golongan
asam. Sehingga berdarkan teori like dissolves like, dalam buffer asam asam,
senyawa tersebut akan berada dalam bentuk bebas (bentuk
molekulnya). Sebaliknya, jika asam HCl berada dalam lingkungan basa
yaitu pada pH bu f f e r 7 ,5 maka a sam HCl akan be rada da l am
ben tuk t e r i onkan yang l eb ih banyak daripada bentuk molekulnya.
Karena lapisan membran sel banyak tersusun oleh lipid, maka obat
yang berada dalam bentuk molekul akan lebih mudah melewati
membran. Sedangkan obat dalam bentuk terionkan karena bersifat polar
akan kesulitan melalui membran sel yang bersifat lipofilik.
Prosedur awal yang dilakukan adalah menentuan α maksimum, ka rena
pada pan j ang gelombang maksimum akan membeikan kepekaan (sensitivitas)
yang tinggi, disamping itu juga un tuk member ikan ke sa l ahan yang
kec i l . Dan pan j ang ge lombang yang digunakan dalam percobaan ini
adalah 277 nm dan membuat kurva baku, membuat kurva baku agar
diperoleh persamaan regresi linear yang diperlukan untuk pencarian kadar obat
yang terabsorpsi.
Selanjutnya menentuan absorpsi pada usus halus tikus. Hewan percobaan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah tikus karena diperkirakan memiliki
saluran pencernaan yang hampir sama dengan manusia. Disamping itu
juga harganya yang relatif murah dam pemeliharaannya yang lebih
mudah dibandingkan hewan percobaan l a i nny a . Pada percobaan ini tikus
yang digunakan sejumlah 3 ekor, salah satunya sebagai replikasi. Da r i n i l a i
ab so rbans i yan g d ipe ro l eh d i t en t ukan kada r oba t mas ing -
mas ing s am pe l deng an menggunakan persamaa kurva baku yang telah ada.
Sebe lum d igunakan hewan pe rcoba an d ip uasakan t e r l eb ih
dahu lu s e l ama 24 j am , namun tetap diberi minum air masak. Tikus dibunuh
dengan eter, pengorbanan dlakukan secara kimia tidak secara fisik karena
ditakutkan akan merusak organ tikus yang akan digunakan dalam
percobaan. Setelah tikus dikorbankan, perut dibedah menggunakan
gunting sepanjang linea mediana dan ususnya dikeluarkan. Usus sepanjang
15 cm dibawah pylorus dibuang karena t e rdapa t ke l en j a r pankreas dan
muara ductus colectivus dan dikhawatirkan masih dipengaruhi oleh keasaman
lambung. Kemudian 20 cm dibawahnya dipotong untuk percobaan. B a g i a n
u s u s y a n g d i g u n a k a n u n t u k p e r c o b a a n t e r s e b u t
m e r u p a k a n d u o d e n u m . Dig unak an bag i an duodennu m dengan
pe r t im bangan bahwa d ib ag i an t e r s eb u t menun juk kan absorpsi
obat yang paling cepat karena adanya villi dan mikrovilli yang
menyebabkan luasnya permukaan tempat absorpsi.
Usus kemudian dibersihkan dari lipid yang menempel di dalam larutan NaCl
0,9% b/v. Usus juga harus dibersihkan dari sisa makanan yang menempel
agar proses absorpsi bisa berjalan dengan normal. Selama preparasi
usus harus selalu direndam dalam larutan NaCl 0,9% b/v. S e l a i n i t u
p r e p a r a s i u s u s j u g a t i d a k b o l e h t e r l a l u l a m a u n t u k
m e n g h i n d a r i k e m u n g k i n a n terjadinya kematian usus. Bagian anal
digunakan sebagai control. Ujung anal dari potongan usus tersebut diikat dengan
benang, kemudian dengan menggunakan batang gelas yang berdiameter 2 mm
usus tersebut dibalik, sehingga bagian mukosa terletak di luar. Kanula
dimasukkan ke ujung oral dari usus yang belum terikat.
Gambar 1. Bagan alat untuk percobaan absorpsi in vitro hasil modifikasi alat
Crane dan Wilson.
1 = tabung gelas. 2 = kanula yang dibuat dari gelas. 3 = pipa gelas untuk
oksigen. 4 = pipa gelas untuk keluarnya gas. 5 = tutup karet. 6 = usus halus tikus
yang dibalik. 7 = cairan mukosa. 8 = cairan serosal.
Keun tungan da r i metode ini adalah:
•Merupakan metode sedrehana dan reprodusibel
•Dapat membedakan proses absorpsi secara aktif dan pasif
•Dapa t d i l akukan un tuk menge t ahu i dae r ah pada u sus ha lu s
dengan abso rps i optimal terutam dalam kasus transport aktif
Selama jalannya percobaan bagian usus tersebut tidak boleh
bergesekan dengan benda lain seperti pinset atau dipengang dengan
tangan karena apabila usus tersentuh, akan merusak villi usus yang berada
diluar terbut sehingga akan mempengaruhi proses absorpsi dan hasil yang didapat
akan tidak valid.
Usus diukur denga panjang efektif 7 cm yang sebelumnya diisi dengan cairan
serosal 1,4 ml yang terdiri dari larutan natrium klorida 0,9% b/v yang merupakan
larutan fisiologis. Fungsi dari penambahan larutan fisologis tersebut dimaksudkan
untuk mengkondisikan usus supaya sama dengan cairan fisiologis
tubuh. Kantong usus yang sudah diisi cairan serosal ini dimasukkan ke dalam
tabung yang sudah diisi cairan mucosal 75 ml (yang mengandung bahan obat)
pada suhu 37oC agar kondisinya sama dengan suhu tubuh. Suhu ini harus
dikendalikan dan variasi suhu harus dihindari sebab adanya variasi
suhu padakebanyakan obat dapat mempengaruhi laju kelarutan karena kenaikan
suhu dapat meningkatkan energi kinrtik molekul dan meningkatkan
kecepatan difusi. Kantong usus untuk kontrol dilakukan dengan cara yang
sama, tetapi dengan menggunakan cairan mucosal tanpa obat.
Selama percobaan berlangsung, seluruh bagian usus dijaga agar dapat
terendam dalam cairan mucosal dan selalu dialiri gas oksigen dengan kecepatan
kira-kira 100 gelembung per menit untuk menjaga aktifitas sel dan untuk menjaga
agar sel-sel usus tetap hidup..
Pada waktu tertentu kadar obat dalam cairan serosal ditentukan. Untuk
penentuan ini seluruh cairan serosal diambil melalui kanula dan segera dicuci
dengan larutan 0,9% b/v natrium klorida sebagai pembilas, kemudian diisi lagi
dengan 1,4 ml larutan 0,9 % b/v natrium klorida.
Cara Analisis:
Diambil 1 ml sampel kemudian ditambah dengan 2 ml larutan seng sulfat 5 %
dan 2 ml barium hidroksida 0,3 N maka akan terjadi endapan berwarna putih
yang merupakan protein. Adanya protein dalam sampel perlu
d i h i l a n g k a n k a r e n a p r o t e i n m e m i l i k i k r o m o f o r y a n g
d a p a t m e n y e r a p s i n a r U V s e h i n g g a dikhawatirkan akan
mempengaruhi nilai absorbansi yang diperoleh . Larutan dikocok dan
dipusingkan selama 5 menit untuk menyempurnakan pemisahan. Ambil bagian
yang jernih kemudian dibaca pada panjang gelombang maksimum.
Catatan : cairan mucosal terdiri dari : 0,01 M asetosal dalam cairan lambung
buatan tanpa pepsin (pH 1,2) dan dalam cairan usus buatan tanpa pankreatin (pH
7,5). Cairan serosal terdiri dari 1,4 ml larutan 0,9% b/v natrium klorida.
Evaluasi data :
a. Dibuat grafik hubungan antara jumlah dan kadar obat yang ditranspor
sebagai fungsi waktu
b. Dihitung Pm (permeabilitas) dan lag time
c. Dihitung Ka (tetapan kecepatan absorpsi)
d. Bandingkan parameter di atas pada pH 1,2 dan pH 7,5