35
PEMEKARAN WILAYAH : MENIMBULKAN MASALAH BARU OLEH : KURNIAWAN T ARIEF KATA PENGANTAR Karya Ilmiah ini dibuat pertama kali pada bulan tahun 2009 oleh penulis sewaktu menjabat dalam LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa) Unswagati dan terus disempurnakan hingga saat ini. Rekomendasi karya ilmiah ini pada semester ke 1 tahun 2009 pernah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan ditembuskan ke Presiden RI dalam membuat kebijakan perpanjangan Moratorium pembentukan daerah/wilayah baru, dan pernah disampaikan ke Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan DPRD Kota Cirebon sebagai jawaban atas wacana Tim P3C (Panitia Pembentukan Propinsi Cirebon) yang sebelumnya telah membuat Statuta Pembentukan Propinsi Cirebon yang hingga hari ini masih menjadi pro-kontra di tengah masyarakat Ciayumajakuning. Rangkuman essay ini berhak disebarluaskan dan digandakan ke semua kalangan yang memerlukan dengan syarat mencantumkan nama asli penulis yang tercantum diatas.

Pemekaran wilayah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemekaran wilayah

PEMEKARAN WILAYAH : MENIMBULKAN MASALAH BARU

OLEH : KURNIAWAN T ARIEF

KATA PENGANTAR

Karya Ilmiah ini dibuat pertama kali pada bulan  tahun 2009 oleh

penulis sewaktu menjabat dalam LEM (Lembaga Eksekutif

Mahasiswa) Unswagati dan terus disempurnakan hingga saat ini.

Rekomendasi karya ilmiah ini pada semester ke 1 tahun 2009

pernah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan

ditembuskan ke Presiden RI dalam membuat kebijakan

perpanjangan Moratorium pembentukan daerah/wilayah baru, dan

pernah disampaikan ke Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan

DPRD Kota Cirebon sebagai jawaban atas wacana Tim P3C (Panitia

Pembentukan Propinsi Cirebon) yang sebelumnya telah membuat

Statuta Pembentukan Propinsi Cirebon yang hingga hari ini masih

menjadi pro-kontra di tengah masyarakat Ciayumajakuning.

Rangkuman essay ini berhak disebarluaskan dan digandakan ke

semua kalangan yang memerlukan dengan syarat mencantumkan

nama asli penulis yang tercantum diatas.

BAB I

Page 2: Pemekaran wilayah

PENDAHULUAN

Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang mengiringi

penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian

besar daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar

Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir 2008, pertambahan

daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu

terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam

triwulan akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru.

Sehingga, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 522 buah,

yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota. "Sungguh

disayangkan terberituknya daerah baru itu tidak berbanding lurus

dengan peningkatan dan kesejahteraan masyarakat, pelayanan

umum, dan daya saing daerah. Bahkan sebaliknya, di hampir

sebagian besar daerah otonom baru itu, pertumbuhan

kesejahteraan cenderung menurun, pelayanan publik cenderung

stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka," kata

Mendagri Mardiyanto.(Pikiran Rakyat,23/02/2009)

Jika dibandingkan dengan negara tetangga Filipina, jumlah

provinsi di Indoensia memang relatif lebih sedikit. Filipina hingga

tahun 2002, memiliki 79 provinsi dari jumlah penduduk sebesar

86.241.697 jiwa dan luas daratan diperkirakan 300.000 km. Anggota

Komisi II DPR RI Idrus Marham berpendapat, sebagian besar daerah

hasil pemekaran pasca-reformasi gagal dan hanya sebagian kecil

yang memenuhi harapan. Karena itu, pemekaran daerah harus

dihentikan hingga ada kajian terbaik mengenai kewilayahan.

Usulan pemekaran yang terjadi sekarang lebih banyak karena

prakarsa maupun pernyataan orang tertentu. Jumlah terbanyak

usulan pemekaran daerah selama ini berasal dari Legislatif/kepala

Page 3: Pemekaran wilayah

derah. Kenyataannya, keinginan atau usulan pemekaran daerah

selama ini minim dari kajian yang semestinya dilakukan. Keinginan

memekarkan wilayah sekarang ini sangat elitis dan cenderung

dipolitisir. Akibatnya, tujuan pemekaran wilayah itu lebih banyak

akibat ambisi kekuasan para elite. Pemekaran wilayah menjadi alat

tawar menawar antara masyarakat dengan tokoh yang ingin

menjadi pemimpin di wilayah baru itu.

Mantan Menteri Keuangan Sri MuIyani merasa prihatin jika

lahirnya provinsi, kabupaten serta kota yang baru mengakibatkan

ratusan miliar rupiah habis untuk membangun kantor bupati,

gubernur serta wall kota yang baru disertai kantor DPRD yang baru

hingga pembuatan baju seragam yang baru. "Saya sering diminta

oleh bupati dan wali kota baru untuk membantu membangun kantor

perbendaharaan negara yang baru dan kemudian kantor jaksa,

polisi yang baru,akibat pemekaran itu. Pada hal seharusnya dana itu

dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta

memperbaiki pelayanan publik," kata Sri Mulyani. .(Pikiran

Rakyat,23/02/2009)

Banyak para ahli mengingatkan, banyaknya komplikasi yang

timbul sebagai akibat dari pelaksanaan pemekaran di Indonesia,

maka persetujuan untuk dapat melakukan pemekaran di masa

mendatang perlu dilakukan secara ketat dan sangat hati-hati. Untuk

keperluan ini, maka kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah

menentukan jumlah provinsi, serta kabupaten/kota yang dapat

dimekarkan sampai tahun 2025 mendatang. Kajian ini perlu

dilakukan agar pengambil keputusan, baik eksekutif maupun

legislatif, dapat menentukan sampai jumlah berapa sebaiknya

pemekaran daerah dapat dilakukan di Indonesia pada tahun 2025

mendatang. Khusus untuk kajian bidang sosial ekonomi, maka

Page 4: Pemekaran wilayah

jumlah provinsi maksimum untuk Indonesia sampai tahun 2025

mendatang adalah tidak lebih dari 39 provinsi. Jumlah provinsi yang

telah ada di Indonesia sampai tahun 2009 adalah 33 provinsi.

Dengan demikian, masih terdapat peluang untuk melakukan

pemekaran daerah baru sebanyak enam provinsi lagi sampai tahun

2025 mendatang. Namun demikian, persetujuan untuk mengizinkan

pemekaran daerah itu harus dilakukan secara ketat dan sangat hati-

hati. Persetujuan daerah otonomi baru itu pun harus memperhatikan

dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, baik dari segi sosial,

ekonomi dan keuangan untuk daerah pemekaran baru maupun

daerah induk serta kepentingan nasional secara keseluruhan.

Menurut Pakar Otonomi Daerah Eko Prasojo (2007) Pemekaran

memang tidak boleh diharamkan, tetapi pemekaran yang tidak

tepat menyebabkan inefisiensi penggunaan keuangan negara.

Sebab bagaimanapun, kekuatan keuangan negara untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah memiliki keterbatasan. Problem

pemekaran terjadi karena kepentingan politik elite lebih menonjol

daripada kepentingan kesejahteraan masyarakat. Secara politis,

pemekaran juga diartikan sebagai "pembukaan" lapangan pekerjaan

politik menjadi anggota DPRD dan lapangan jabatan baru lain yang

muncul sebagai konsekuensi terbentuknya daerah otonom.

Pemekaran juga sekaligus membuat konfigurasi baru kekuatan

partai politik di daerah yang dimekarkan yang bisa saja berbeda

dengan daerah induknya. Terkait dengan implementasi kebijakan PP

129/2000, bisa dikatakan bahwa persetujuan politik pemekaran

daerah sering berada "dalam ruang gelap". Ukuran persetujuan

lebih sering dilakukan secara administratif oleh tim konsultan,

sedangkan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tidak berdaya

Page 5: Pemekaran wilayah

untuk menolak pemekaran. Prosedur pemekaran daerah (OTDA )

pun diusulkan sebaiknya berasal dari pemerintah dan tidak dari

DPR, sehingga pembahasan terhadap kelayakan bersama dengan

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dapat dilakukan

dengan baik berdasarkan data dan informasi yang tersedia dari

kementerian terkait. Pengusulan itu pun harus memenuhi

persyaratan administrasi susuai dengan ketentuan yang berlaku

yang menyangkut dengan surat persetujuan dari pihak yang

berwenang seperti DPRD dan kepala daerah yang bersangkutan.

Sementara semakin jauh dari ibu kota daerah maka akan

semakin tertinggal pula daerah itu, sehingga para elite dari

masyarakat yang berada di daerah yang tertinggal itu berupaya

untuk menghadirkan pemerintahan sendiri. Ketiga, dan ini sering

tidak diungkap sebagai alasan tertulis, adalah upaya untuk bagi-

bagi kekuasaan di tingkat lokal. Perputaran elite di tingkat yang

begitu lambat, bahkan sejumlah elite daerah yang sudah keenakan

di kursi kekuasaan dan jabatan, terus mempertahankannya dengan

berbagai cara, sehingga muncul kecemburuan dari para elite lain

yang juga haus kekuasaan. Alasan pertama dan kedua tentu saja

dapat kita benarkan baik secara sosiologis maupun secara yuridis,

sedangkan alasan ketiga yang mendominasi munculnya daerah-

daerah pemekaran baru adalah sebuah dosa politik yang dilakukan

oleh elit politik terhadap rakyatnya. Sebuah kesalahan memaknai

otonomi daerah.

Konflik di antara para elite lokal itu dalam memperebutkan

kekuasaan dan jabatan sering tak bisa dihindari, termasuk di

dalamnya melibatkan rakyat (arus bawah) dalam wujud konflik

horizontal (antara lain terbukti pada kasus Mamassa, Sulawesi

Selatan, dan Morowali, Sulawesi Tengah,Tapanuli Utara dll).

Page 6: Pemekaran wilayah

Akibatnya, dengan berbagai cara pula berupaya memekarkan

daerah sehingga bisa memperoleh jabatan atau kekuasaan di

daerah baru itu. Apalagi bagi mereka yang sudah berjasa dalam

memperjuangkan daerah pemekaran, sudah memosisikan diri

sebagai pihak yang harus dapat bagian jatah kursi jabatan atau

politik dan kekuasaan di daerah baru itu. Pemekaran Daerah telah

menguras enerji Pemerintah Provinsi dan prosesnya sering

menimbulkan ketidakstabilan daerah.

Pemekaran sering kurang memperhatikan aspek kemampuan

daerah (yang akan dimekarkan). Sebaiknya ketentuan tentang

pemekaran harus lebih mengedepankan faktor-faktor yang dimiliki

daerah yang berkaitan langsung dengan kemampuan daerah

pemekaran untuk menyelenggarakan pelayanan publik lebih baik

dibandingkan dengan daerah induknya. Pemekaran saat ini lebih

tinggi bobot politiknya daripada aspek kondisi obyektif daerah.

Harus ada audit independent yang komprehensif yang mengevaluasi

kelayakan pemekaran dan ada masa transisi untuk pemekaran yang

diawasi oleh daerah induk. Setelah menunjukkan kinerja yang baik

baru dimekarkan.

DASAR PEMIKIRAN

1. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

2. UU No  25  Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

3. PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah

Page 7: Pemekaran wilayah

4. UU Nomor 32 Tahun 2004

5. Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon ( P3C ) pada tahun 2009

MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN KAJIAN

1. Membuat analisa kebijakan berdasarkan kajian akademis yang

berimbang

2. Memperoleh rekomendasi untuk kemudian diolah menjadi sebuah

referensi  kebijakan secara empiris

3. Membuat literature terapan berdasar literature yang berasal dari

berbagai data dan studi yang dapat dijadikan pembanding serta

penyeimbang kebijakan

4. Mengawal proses pendewasaan politik local yang berimplikasi bagi

kesejahteraan masyarakat wilayah regional bukan untuk  aspirasi

satu kelompok local yang berkepentingan saja

5. Memfollow up dan merangsang terciptannya good-governance dan

goodpolitical will bagi iklim birokrasi pemerintahan di Wilayah III

Cirebon

BAB II

PEMBAHASAN

menurut PP 78 2007 Sasaran pemekaran daerah  yang diharapkan

sebagai implementasi Otonomi daerah adalah :

1. Tercapainya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-

undangan pusat dan daerah,

Page 8: Pemekaran wilayah

2. Meningkatnya kerjasama antar pemerintah daerah.

3. Terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif,

efisien, dan akuntabel.

4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur

pemerintah daerah yang profesional dan kompeten.

5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara

transparan, akuntabel, dan profesional 

6. Tertatanya daerah otonom baru.

Guru besar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia,

Prof. Dr. Eko Prasojo dkk, dalam makalah "Grand Desain Penataan

Daerah dari Aspek Sosial, Politik dan Budaya" menyebutkan,

pemekaran daerah akan diikuti oleh pembagian, bahkan pemecahan

sumber daya yang dimiliki daerah. Pembagian ataupun pemecahan

itu terjadi baik di tingkat elite maupun masyarakat, bahkan antara

elite dengan massa, sehingga konflik merupakan rangkaian

konsekuensi ikutan yang sulit dihindari. Kemudian beberapa

permasalahan yang timbul akibat pelaksanaan otonomi daerah

adalah

1.         Penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat

selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi

sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.

2.         Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya

ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris

mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat

pemerintahan di daerah.

3.         Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat

dan antar-daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam,

sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas

sumber daya manusia.

Page 9: Pemekaran wilayah

4.         Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang

menghambat penyelenggaraan otonomi daerah Salah wacana politik

lokal yang cukup hangat sejak otonomi penuh ini adalah pemekaran

wilayah. akhir-akhir ini merupakan salah satu tema politik yang

menggelembung dimasyarakat.

Menurut Laode Ida ( 2005) ada beberapa alasan yang muncul

ketika sebuah daerah dimekarkan; Pertama, dikaitkan dengan

rentang kendali suatu wilayah daerah yang dianggap terlalu luas,

sehingga untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang

bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat,

dipandang perlu menghadirkan suatu institusi dan struktur

pemerintahan daerah baru. Alasan ini terkait dengan upaya

meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah daerah terhadap

masyarakatnya. Kedua, dalam rangka menciptakan pemerataan

pembangunan, karena kenyataannya konsentrasi kegiatan dan

pertumbuhan pembangunan (ekonomi) selalu berada di ibu kota

pemerintahan daerah dan wilayah sekitarnya.

Departemen Dalam Negeri sesungguhnya pernah melakukan

evaluasi terhadap daerah otonom baru itu. Berdasarkan hasil

evaluasi Depdagri tahun 2007, terhadap 148 daerah otonom baru

yang dibentuk mulai tahun 1999 sampai 2005, diperoleh gambaran

banyaknya daerah otonom baru yang tidak atau belum mampu

menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebenarnya, pemerintah telah

mengantisipasi dari obsesi tuntutan pemekaran daerah atau

pembentukan daerah otonom itu. Salah satunya yaitu pemerintah

memperketat persyaratan pembentukan derah pemekaran yang

tertuang dalam Paraturan Pemerintah (PP) No. 78/2007 tentang Tata

Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Untuk

membentuk sebuah provinsi minimal harus ada lima (5)

kabupaten/kota

Page 10: Pemekaran wilayah

PP No. 78/2007 itu merupakan penyempumaan dari PP No.

129/2000. PP No. 129/2000 tentang Persyaratan dan Pembentukan

Derah Pemekaran, mensyaratkan, pembentukan provinsi minimal

harus ada 3 kabupaten/kota, pembentukan kabupaten/kota minimal

3 kecamatan.Pengaturan lainnya yakni batas usia daerah otonom

baru dapat dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk

provinsi, dan tujuh tahun untuk kabupaten/kota. PP itu pun tentang

persyaratan pembentukan daerah pemekaran itu nantinya akan

memuat pula tantang kajian daerah yang akan dimekarkan. Pada PP

No. 129/2000, kajian terhadap daerah pemekaran itu hanya memuat

tujuh kriteria kuantitatif. Maka dalam RPP akan memuat 11 penilaian

kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. ( Pasal 6 PP 78 2007)

Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor :

1. Kependudukan,

2. Kemampuan Keuangan,

3. Kemampuan Ekonomi masyarakat,

4. Sosial Budaya,

5. Sosial Politik

6. Potensi Daerah,

7. Luas Daerah,

8. Pertahanan,

9. Keamanan,

10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

11. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru

dilaksanakan dengan dua cara yaitu:

a. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Pemerintah.

b. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Hak Inisiatif

DPR/DPRD

Page 11: Pemekaran wilayah

Mekanisme pemekaran daerah melalui Pemerintah didasarkan

pada UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi dengan UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua UU

tersebut mengatur mengenai pembentukan daerah dan sebagai

aturan pelaksananya diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000

tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,

Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Karena UU Nomor 22

Tahun 1999 telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, maka

pelaksanaan pembentukan daerah juga sekarang mengacu pada PP

Nomor 78 Tahun 2007. Dalam UU dan peraturan tersebut

dinyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi

persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Mekanisme

pemekaran daerah melalui hak inisiatif DPR didasarkan pada hak

legislasi DPR dalam membentuk UU yang salah satunya adalah UU

Pembentukan Daerah. DPR mengajukan usulan UU Pembentukan

Daerah berdasarkan usulan masyarakat yang disampaikan kepada

DPR. Dalam beberapa tahun terakhir, usulan pembentukan

beberapa daerah dilakukan melalui mekanisme hak inisiatif DPR

sehingga alasan politis lebih dominan dibandingkan alasan teknis.

Bahkan dari hasil wawancara terungkap bahwa Kepala Pemerintah

dari daerah induk sendiri awalnya tidak tahu adanya usulan

pemekaran daerah dari masyarakatnya yang disampaikan ke DPR.

Sebagaimana diketahui, dalam PP 78 2007 tentang syarat

pembentukan daerah baru yaitu :

Pasal 4

(1) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan

penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada

wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif,

teknis, dan fisik kewilayahan.

(2)       Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran

kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang

Page 12: Pemekaran wilayah

bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus

memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Pasal 5

(1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) meliputi:

a. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan

menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan

pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;

b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama

bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan

pembentukan calon provinsi;

c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan

pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon

provinsi; dan

e. Rekomendasi Menteri.

(2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),meliputi:

a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan

pembentukan calon kabupaten/kota;

b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan

pembentukan calon kabupaten/kota;

c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan

calon kabupaten/kota;

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon

kabupaten/kota; dan

e. Rekomendasi Menteri.

(3)       Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dan ayat (2)huruf a diproses berdasarkan

aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.

Page 13: Pemekaran wilayah

(4)       Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat

setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD kabupaten/kota

yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3).

Pasal 6

(1)     Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi

faktor kemampuan ekonomi,potensi daerah, sosial budaya, sosial

politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,keamanan,

kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan

rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan

hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum

dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Pemerintah ini.

(3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah

otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya

mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator

faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi

daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat

mampu atau mampu.

ASPEK- ASPEK PENENTU KEBERHASILAN

Perencanaan bagi program-program pelaksanaan

pembangunan memerlukan informasi yang dapat menyajikan

gambaran sebenarnya di lapangan (represent reality). Semua

informasi yang ada  tersebut berguna sebagai penunjang bagi

analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat

dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas

yang baik dan dari sumber yang terpercaya dikarenakan

kecermatan dan konsistensi data sangat diperlukan untuk

Page 14: Pemekaran wilayah

mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di kemudian

hari secara dini.

Analisa yang akan dibuat dalam makalah ini berdasarkan

referensi dari PP 78 2007 pasal 22 ayat 1 dan 2 dimana di pasal

tersebut disebutkan bahwa daerah otonom baru dapat dihapus

kembali apabila setelah melalui proses evaluasi terhadap kiner4ja

penyelenggaraan pemerintahan dan evaluasi kemampuan

penyelenggaraan otonomi daerah dinyatakan tidak mampu dan

mengalami disorientasi tujuan penyelanggaraan otonomi daerah

dan pemekaran wilayah

ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Aspek kesejahteraan masyarakat adalah satu syarat mutlak

yang paling nyata terasa dalam penilaian berhasil/ tidaknya

pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu lingkup wilayah.

Cakupan penilaian itu meliputi indeks Pembangunan Manusia

yang terkomposisi dari aspek pendidikan, kesehatan, daya

beli,akses pelayanan public, dan pemenuhanan sarana dan

prasarana.

ASPEK PELAYANAN PUBLIK

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan

sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang

publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di

Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan

Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan

publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Page 15: Pemekaran wilayah

1.            Pelayanan publik atau pelayanan umum yang

diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan

barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti

misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik

swasta.

2.            Pelayanan publik atau pelayanan umum yang

diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi

menjadi :

a.       Yang bersifat primer dan,adalah semua penye¬diaan

barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di

dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan

pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya

adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan

pelayanan perizinan.

b.      Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan

barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi

yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya

karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir

2008 menyebutkan bahwa Kota Cirebon menempati peringkat ke-41

dengan skor 3,82. Peringkat IPK ini adalah peringkat ke 9 tingkat

kota dengan Indeks korupsi terparah Se-Indonesia.survei yang

dilakukan oleh Transparency International Indonesia dan

Departemen Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara

dilaksanakan sejak September hingga Desember 2008.itu

melibatkan responden pengusaha (60%), pejabat publik (30%), dan

tokoh masyarakat (10 %). Dan survey pada tahun 2010 pun, Kota

Cirebon kembali di daulat menjadi kota terkorup se Indonesia

dengan berada pada peringkat ke 1 dengan perolehan hasil poin

3,61 sama dengan kota Pekanbaru.

Page 16: Pemekaran wilayah

Yang menjadi pertanyaan kembali adalah, ‘ Bagaimana bisa

mencapai tujuan dari manfaat otonomi derah yang sudah

disebutkan dalam pendahuluan makalah ini, apabila SDM aparatur

dan Institusi public yang ada di kota Cirebon belum mampu untuk

mengemban amanah yang seharusnya. Dikarenakan budaya korupsi

sudah sangat tidak layak untuk ditutup-tutupi keberadaanya di

lingkungan intistusi pelayanan public yang ada di wilayah Cirebon.

Ironis memang, manakala SDM aparatur belum memilki kesiapan,

mereka sudah bernafsu untuk mengelola SDA secara lebih leluasa

tanpa adanya pengawasan yang lebih intens dan kontuinitas.

ASPEK DAYA SAING DAERAH

Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan terdiri dari 4

(empat) komponen utama, yaitu :

(1)        Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan

produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses

memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu,

pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis

pembangunan manusia,

(2)        Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh

kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi

dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di

dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini,

(3)        Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan

harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga

generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik,

manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi,

(4)        Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh

masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus

berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-

proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.

REKOMENDASI

Page 17: Pemekaran wilayah

11 penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran.

( Pasal 6 PP 78 2007) Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor :

1.                  Kependudukan,

2.                  Kemampuan Keuangan,

3.                  Kemampuan Ekonomi masyarakat,

4.                  Sosial Budaya,

5.                  Sosial Politik

6.                  Potensi Daerah,

7.                  Luas Daerah,

8.                  Pertahanan,

9.                  Keamanan,

10.              Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

11.              Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

Kesebelas penilaian kuantitatif tersebut akan kami urai berdasarkan

data yang terhimpun untuk menghasilkan sebuah rekomendasi dan

pernyataan sikap.

1.                  Kependudukan

Tabel 1.

Wilayah Jumlah Penduduk

Kota Cirebon      284.226 jiwa

Kabupaten Cirebon  2. 449. 529 Jiwa

Kabupaten Kuningan  1. 703. 818 Jiwa

Kabupaten

Majalengka

 1. 207. 556 Jiwa

Kabupaten

Indramayu

 1. 102. 354 Jiwa

Sumber : BPS Jabar 2008

Tingkat Kepadatan Penduduk : 144,23/km2

Page 18: Pemekaran wilayah

Menurut Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat,

Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) laju

pertumbuhan penduduk alami Kota Cirebon saat ini 1,68 persen.

Adapun laju pertumbuhan penduduk yang juga dihitung dari angka

urbanisasi bisa lebih dari 1,7 persen. Pertambahan penduduk

tersebut didominasi perpindahan warga dari kabupaten-kabupaten

di sekitarnya. Mengacu pada data BPMP2KB, jumlah penduduk alami

Kota Cirebon bulan Mei 2009 sebanyak 270.445 jiwa. Adapun

berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlahnya sudah lebih dari

290.000 jiwa. Sementara berdasar dari data BPS, jumlah penduduk

Kota Cirebon tahun 1970 sebanyak 178.529 jiwa dan mengalami

peningkatan menjadi 273.101 jiwa pada tahun 2000.

Dengan demikian apabila tidak ada pengendalian angka

kelahiran dan migrasi, diperkirakan jumlah penduduk yang menetap

di Kota Cirebon bisa mencapai 400.000 jiwa pada 2019. Jumlah itu

sudah melebihi daya tampung ideal Kota Cirebon yang luasnya

hanya 37 kilometer persegi itu.

Bahkan jumlah penduduk Kota Cirebon bisa enam kali lipat

pada siang hari, mencapai 2 juta jiwa. Setelah jam lima sore,

jumlahnya hanya tinggal 270.000-an jiwa.. Hal ini terjadi karena

Kota Cirebon merupakan magnet bagi penduduk di wilayah

sekitarnya, seperti Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Indramayu.

Hampir seluruh kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, jasa, dan

wisata, berpusat di Kota Cirebon. (Indra Yusuf)

Jumlah total penduduk di lima wilayah yang ada adalah

sebanyak 6.437.631 jiwa. Artinya, berdasarkan data jumlah

penduduk yang ada, Rekomendasinya adalah : harus ada suatu

penhimpunan data dan Studi analisa statistic secara empiris dan

faktual yang mampu mewakili seluruh penduduk Wilayah III Cirebon

apakah menolak/menerima pembentukan provinsi baru berdasarkan

mekanisme kajian derah yang disebutkan dalam PP 78 2007

Page 19: Pemekaran wilayah

2.                  Kemampuan Keuangan

-   Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas        :            329.805

-   Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas         :            23.948

-   Jumlah DAU                                                :           2.148.741.056

-   Jumlah PDS                                          :            195.325.844  

Menurut UU No 25 Tahun 1999 , tingkat kemampuan keuangan

suatu pemerintahan daerah adalah salah satu factor penentu

kecepatan dan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah.

Sumber penerimaan daerah terdiri atas :

1.    Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain

Pendapatan Asli Daerah;

2.    Dana Perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil Pajak dan Bagi

Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus;

3.    Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Dari Wacana diatas dapat dilihat bahwa sebetulnya sumber

penerimaan dominan bagi APBD adalah dari Pajak Daerah,

(Sumber.Kajian Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah )

Sebagaimana diketahui pajak memiliki kepastian tinggi, dipungut

berdasarkan landasan legal yang kuat dan tidak terkait dengan

pemberian layanan tertentu.Struktur penerimaan yang cukup kokoh

ini walaupun demikian tetap menyimpan peluang untuk mengalami

keguncangan, apabila PAD mengalami penurunan yang drastis,

sementara Dana Perimbangan tidak terlalu besar. Artinya perlu

dilakukan upaya untuk selalu menjaga penerimaan PAD dan tingkat

pertumbuhannya, agar kapasitas pembangunan daerah tetap

terjaga. Seandainya penerimaan pajak mengalami penurunan atau

relatif konstan, maka hal ini dapat menjadi ancaman bagi kapasitas

Page 20: Pemekaran wilayah

pembangunan daerah yang baru dimekarkan. Atas kajian yang

dilakukan, maka kami merekomendasikan :

Perlu dilakukan terlebih dahulu penguatan kemampuan

ekonomi masyarakat yang tentunya setelah pembentukan wilayah

baru, nantinya masyarakatlah yang paling terbebani dengan

perimbangan keuangan wilayah baru yang merupakan konsistensi

pemekaran wilayah sebagai penyandang dana retribusi serta pajak –

pajak daerah yang akan semakin besar mengikuti besaran

kebutuhan biaya pembangunan awal dari Pemekaran dan

pembentukan wilayah baru.

3.                  Kemampuan Ekonomi Masyarakat

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, pemerataan pendapatan dan

memperluas kesempatan kerja. Untuk mengukur perkembangan

ekonomi di suatu daerah dapat diamati melalui pertumbuhan

ekonomi makro dan indikator ekonomi lainnya. Di samping itu, data

statistik dan indikator ekonomi dapat digunakan untuk menganalisis

dan menentukan arah kebijaksanaan serta mengevaluasi hasil

pembangunan.

Salah satu indikator ekonomi yang diperlukan untuk

mendapatkan gambaran mengenai perekonomian regional secara

makro adalah data PDRB.

-   PDRB Non Migas/ Kapita                  : 89.723.995,64

-   Pertumbuhan Ekonomi                       : 8,9 %

-   Kontribusi PDRB Non Migas             : 19,10 %

Rekomendasi : acuan Penguatan Kemampuan Keuangan Daerah

sebagai subsistem Penopang APBD Pembangunan daerah yang

salah satunya bersumber dari sektor kemampuan ekonomi

masyarakat dalam hal Pajak dan Retribusi yang nantinya akan di

bebankan ke masyarakat.

Page 21: Pemekaran wilayah

4.                  Sosial Budaya

Dalam Jawa Barat Ada 2 subsistem kebudayaan, pertama;

Kebudayaan Masyarakat Sunda, ;kedua, kebudayaan Masyarakat

Pantura/Cirebon. Apabila dua macam budaya yang ada dijadikan

sebagai agitasi pembentukan wilayah baru karena masyarakat

cenderung berpandangan bahwa masyarakat Cirebon bukan bagian

dari kebudayaan sunda, kami menyarankan baiknya banyak –

banyak membaca literature tentang sejarah kebudayaan Cirebon.

5.                  Sosial Politik

-           Rasio Jumlah Penduduk yng Memiliki hak

Pilih                                : 4.605.147

-           Rasio IPK ( Indeks Persepsi

Korupsi )                                                : 3,82 (Nilai 1-10)

Rekomendasi : Perbaiki dan tingkatkan terlebih dahulu indeks

Kualitas SDM dalam goodgovernance culture yang ada sebelum

mengelola SDA.

6.                  Potensi Daerah

a.                  Sosial

-   Perbandingan PNS pada Penduduk               : 8,51 %

-   Rasio prasarana jalan bagi kendaraan             : 0,002

-   Rasio tenaga kesehatan                                   : 3,50

-   Rasio Fasilitas Kesehatan                               : 1,56  

b.                  Ekonomi

-   Rasio Pertokoan                                              : 0.15

-   Rasio Pasar                                                      : 0,08

-   Rasio Bank dan Lembaga Keuangan              : 0,28

Page 22: Pemekaran wilayah

c.                  Pendidikan

-   Pekerja yang Berpendidikan Terakhir SLTA  : 40,50 %

-   Pekerja yang Berpendidikan Sarjana              : 20,25 %

-   Pekerja yang berpendidkan dibawah SMA    : 39,25 %

7.                  Luas Daerah

-   Luas wilayah III Cirebon                                : 4.517,32 Km

-   Pemanfaatan Luas Wilayah                            : 7 %

8.                  Pertahanan

-   Rasio perbandingan aparat Pertahanan

dan Keamanan dengan luas wilayah               : 1 : 66,31 Km

9.                  Keamanan

Idem

10.              Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Tabel 2. Angka IPM dan Komponennya

Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006 *)

N

o Kabupaten/ KotaIPM

2004 2005 2006

(

1

)

(2) (33) (34) (35)

1  Kab. Bogor  68,10 68,99 69,79

2  Kab. Sukabumi 67,56 68,54 69,04

3  Kab. Cianjur 66,18 66,79 67,44

4  Kab. Bandung 68,52 69,16 70,41

Page 23: Pemekaran wilayah

5  Kab. Garut 66,31 67,03 68,61

6 Kab.

Tasikmalaya 68,46 69,08 69,74

7  Kab. Ciamis **  70,89 71,08 71,95

8  Kab. Kuningan 68,00 68,80 69,17

9  Kab. Cirebon 63,97 64,58 65,51

1

0 Kab. Majalengka 68,01 68,52 68,81

1

1 Kab. Sumedang 70,65 71,40 71,66

1

2 Kab. Indramayu 63,24 64,48 65,72

1

3 Kab. Subang 68,20 68,47 69,06

1

4 Kab. Purwakarta 68,86 69,52 69,85

1

5 Kab. Karawang 65,04 66,35 66,95

1

6 Kab. Bekasi 73,78 73,92 71,08

1

7 Kota Bogor 74,64 74,94 75,09

1

8 Kota Sukabumi 73,96 74,58 75,09

1

9 Kota Bandung 77,17 77,42 77,48

2

0 Kota Cirebon 71,92 72,52 73,05

2

1 Kota Bekasi  74,95 75,48 75,65

2  Kota Depok 76,85 77,81 77,97

Page 24: Pemekaran wilayah

2

2

3 Kota Cimahi 73,83 75,16 75,25

2

4

 Kota

Tasikmalaya 71,05 71,62 72,33

2

5 Kota Banjar ** 71,52 71,82 71,94

Jawa Barat 68,36 69,35 70,28

Sumber :Kompilasi Data Kab/kota Jawa barat

11.              Rentang Kendali Penyelenggaraan Pemerintahan.

-   Rata – rata Jarak Kab/kota ke pemerintah Pusat        : 120 Km

-   Rata – rata waktu Tempuh Ke Pemerintah Pusat       : 1, 5 Jam

KESIMPULAN

Pemekaran daerah otonom baru dalam implementasinya

memang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri

dandemokratis.Namun,  Tujuan ini dapat diwujud nyatakan melalui

peningkatan profesionalisme birokrat daerah untuk dapat

menyelenggarakan pemerintahan yang efisien dan efektif, dapat

meningkatkan pelayanan dasar publik, dapat menciptakan

kesempatan lebih luas untuk masyarakat, serta dapat akses

langsung pada unit‐unit pelayanan publik yang tersebar dan mudah

dijangkau oleh masyarakat pedesaan maupun kota.

Rata‐rata tingkat kesejahteraan masyarakat di Daerah

Otonom Baru (DOB) sebelum pemekaran umumnya lebih sejahtera

dibandingkan rata‐rata Daerah Induknya, akan tetapi perkembangan

peningkatan kesejahteraan ini semakin menurun. Hal ini ditunjukan

dengan pertumbuhan ekonominya semakin terkejar oleh

Page 25: Pemekaran wilayah

pertumbuhan ekonomi di Daerah Induknya. Artinya perkembangan

kinerja di DOB relative tidak lebih baik dibandingkan perkembangan

kinerja di daerah Induknya. Pemekaran daerah juga berdampak

negatif terhadap APBN dan APBD Provinsi. Berbagai konsekuensi

biaya pemekaran, diantaranya: berkurangnya rata‐rata DAU tiap

daerah, total DAK prasarana dari APBN meningkat tapi DAK tiap

daerah menurun, pembiayaan instansi‐instansi vertikal di daerah,

pembiayaan sarana‐sarana pelayanan umum, dana pendamping

DAK dari APBD, serta dana bantuan dari APBD Provinsi induk.

Selama 3 tahun terakhir, ratarata beban biaya provinsi baru, tiap

tahun sekitar Rp 56 Milliar.  Mekanisme insentif perlu diciptakan

bagi daerah otonom baru yang kinerjanya kurang baik dibandingan

sebelum pemekaran, serta bersedia untuk digabungkan kembali

dengan daerah induk, misalnya gunakan dana penyesuaian untuk

pembiayaan insentif fiskal mendorong penggabungan. Mekanisme

disinsentif bagi daerah yang ingin melakukan pemekaran daerah

otonom baru sebenarnya mudah diterapkan, asalkan mekanisme

pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang

berlaku, yaitu sebagaimana dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 serta

dalam PP 78 tahun 2007, dimana pembentukan daerah harus

memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan.

Hasil survei menunjukkan semua daerah pemekaran baru tidak

mempunyai dokumentasi mengenai berbagai indikator teknis, serta

batas fisik yang masih diperdebatkan antara Daerah Induk dan

daerah Otonom Baru.( Analisis manfaat dan biaya pemekaran derah,

Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan Tim

Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun

2008) Begitu juga, persyaratan administratif masih dipertanyakan.

Dari hasil studi kajian ini, disarankan perlu dilakukan

moratorium pemekaran daerah, serta penerapan mekanisme

Page 26: Pemekaran wilayah

pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang

berlaku, yaitu harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan

fisik kewilayahan.

DAFTAR PUSTAKA

-   Proceeding workshop nasional Penguatan Pelaksanaan Kebijakan

Desentralisasi Fiskal di Jakarta, 6‐7 Desember 2006. Departemen

Keuangan, Jakarta.

-   Tuerah, N. 2006. “Analisis Pemekaran Daerah Terhadap Pelayanan

Publik.” Jakarta

-   USAID dan DRSP. 2007. ”Proses Sosial‐Politik Pemekaran: Studi

Kasus Di sambas Dan Buton.” Democratic Reform Support Project

(DRSP)

-   World Bank dan DSF. 2007. “Cost And Benefit Of Pemekaran;

Summary of Findings.”

-   Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon. 2009 ‘ hasil kajian dan tata

Ruang’. P3C.Cirebon

-   Penelitian Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan

Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun

2008 ‘ Analisis manfaat dan Biaya Pemekaran daerah ‘. Jakarta.

-   Antara.2009 ( munawar Mandailing ) 

-   Judieth siegel.2008 ‘ Isu – isu Demokrasi, kontitusionalisme dan

demokrasi yang sedang bangkit ‘.Biro Program Informasi

Internasional/departemen Luar negeri AS.