21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia internasional yang sangat panjang telah berhasil mengantarkan negara-negara terhadap banyaknya perubahan, misalnya seperti semakin banyaknya negara yang melakukan hubungan antara negara yang satu dengan yang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan nasionalnya. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan nasional tersebut, negara-negara melakukan hubungan internasional yang berisikan perjanjian-perjanjian atau kebijakan-kebijakan yang telah disepakati bersama. Hubungan internasional didefinisikan sebagai suatu interaksi antara beberapa faktor dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, kesatuan sub-nasional, seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu-individu. 1 Situasi politik internasional masih menempatkan negara sebagai aktor utama meskipun aktor non-negara (perusahaan transnasional, organisasi non- pemerintah internasional, gerakan sosial internasional, individu dan lainnya) ikut mempengaruhi situasi politik internasional. Indonesia dalam melakukan hubungan internasional senantiasa mengumumkan suatu bentuk kehidupan 1 Anak Agung Banyu Perwita, Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, h.4.

PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · biasa (extraordinary crime).6 Salah satu contoh pelanggaran HAM yang juga termasuk sebagai kategori kejahatan terhadap kemanusian, yaitu pasca

  • Upload
    dinhnhu

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia internasional yang sangat panjang telah berhasil

mengantarkan negara-negara terhadap banyaknya perubahan, misalnya seperti

semakin banyaknya negara yang melakukan hubungan antara negara yang satu

dengan yang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan nasionalnya.

Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan nasional tersebut, negara-negara

melakukan hubungan internasional yang berisikan perjanjian-perjanjian atau

kebijakan-kebijakan yang telah disepakati bersama. Hubungan internasional

didefinisikan sebagai suatu interaksi antara beberapa faktor dalam politik

internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi

non-pemerintah, kesatuan sub-nasional, seperti birokrasi dan pemerintah

domestik serta individu-individu.1

Situasi politik internasional masih menempatkan negara sebagai aktor

utama meskipun aktor non-negara (perusahaan transnasional, organisasi non-

pemerintah internasional, gerakan sosial internasional, individu dan lainnya) ikut

mempengaruhi situasi politik internasional. Indonesia dalam melakukan

hubungan internasional senantiasa mengumumkan suatu bentuk kehidupan

1 Anak Agung Banyu Perwita, Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu HubunganInternasional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, h.4.

2

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak

mencampuri urusan dalam negeri negara lain, penolakan penggunaan kekerasan,

serta konsultasi dan mengutamakan konsensus dalam pengambilan suatu

keputusan. Suatu hubungan internasional dikatakan ideal adalah pada saat

hubungan-hubungan tersebut mengikuti rule of law, dalam hal ini norma-norma

hukum internasional.2 Dengan mengikuti norma-norma yang berlaku tersebut,

menandakan bahwa hukum internasional mengandung nilai normatif dalam artian

hukum internasional memiliki ikatan moral yang nantinya akan membangun

hubungan internasional yang ideal yakni penuh dengan perdamaian dan kerjasama

antar negara.

Salah satu hubungan internasional yang dilakukan Indonesia adalah

hubungan bilateral dengan Amerika Serikat. Hubungan bilateral tersebut dilandasi

oleh adanya semangat yang sama untuk mendorong terus berkembangnya

kerjasama di antara kedua negara di berbagai sektor kehidupan. Menurut Didi

Krisna dalam Kamus Politik Internasionalnya, mengatakan bahwa: “Hubungan

bilateral merupakan keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling

mempengaruhi atau terjadi hubungan timbal balik antara dua pihak atau dua

negara.”3

Hubungan bilateral yang digambarkan tersebut tidak terlepas dari

2 Hata, 2010, Hukum Internasional (Sejarah dan Perkembangan Hingga Pasca PerangDingin), Setara Press, Malang, h. 5.

3 Didi Krisna, 1993, Kamus Politik Internasional, PT. Grasindo, Jakarta, h. 18.

3

kebutuhan akan kepentingan nasional masing-masing negara untuk mengadakan

hubungan dan menjalin kerjasama antar negara dan tidak bergantung pada negara

yang berdekatan saja melainkan juga negara yang secara geografis letaknya

berjauhan. Negara-negara menjunjung tinggi tujuan-tujuan tertentu untuk

menciptakan perdamaian dengan memperhatikan kerjasama politik, sosial,

kebudayaan, dan struktur ekonomi sehingga menghasilkan suatu hubungan di

antara para pihak menjadi lebih harmonis. Akan tetapi, hubungan bilateral dalam

hubungan internasional tidak selalu di warnai dengan adanya kerjasama,

melainkan juga adanya konflik yang timbul terhadap penyelenggara hubungan-

hubungan internasional tersebut. Suatu konflik akan berubah menjadi sengketa

apabila salah satu pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas

atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai

penyebab kerugian atau kepada pihak lain.4

Pada saat pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang ke II (dua)

yaitu Soeharto, beliau menjalin hubungan kerjasama dengan Amerika Serikat

dalam bidang militer. Negara super power merupakan negara barat yang memiliki

kekuatan dan keunggulan yang mendominasi dalam bidang ekonomi, politik,

militer maupun bidang yang lainnya. Indonesia dengan leluasa diberikan fasilitas

untuk mengimpor peralatan militer yang dibutuhkan untuk memproduksi

4 Siti Megandianty Adam dan Takdir Rahmadi, 1997, Sengketa dan Penyelesaiannya, BuletinMusyawarah No. 1 Tahun I, Indonesian Center for Environment Law, h. 1, dalam Skripsi RirinBidasari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, h. 25.

4

persenjataan militernya dan mendapatkan pelatihan pendidikan langsung oleh

Amerika Serikat mengenai pertahanan atau militer. Tidak dapat dipungkiri bahwa

kedudukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pun menjadi semakin kuat dan

semakin maju berkat bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat.

Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat mengalami krisis

kepercayaan ketika terjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada

tahun 1991 berupa aksi penembakkan oleh aparat militer Indonesia terhadap para

demonstran di Timor Timur5 yang menyebabkan Indonesia mendapat embargo

dari Amerika Serikat. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 39 Tahun

1999 tentang HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM merupakan

perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok individu terhadap orang

lain, terlepas apakah pelakunya terkait dengan kekuasaan (authority) dan/atau

pelakunya sedang menjalankan kewenangannya sebagai aparatur Negara (state

agent). Pelanggaran HAM pada hakekatnya digolongkan sebagai kejahatan luar

biasa (extraordinary crime).6 Salah satu contoh pelanggaran HAM yang juga

termasuk sebagai kategori kejahatan terhadap kemanusian, yaitu pasca jajak

pendapat yang terjadi di Timor Timur pada tahun 1999.7

5 Artidjo Alkostar, 2004, Pengadilan HAM, Indonesia, dan Peradaban, PUSHAM UII,Yogyakarta, h.6.

6 Andrey Sujatmoko, 2015, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Rajawali Pers, Jakarta,h. 31.

7 Ibid, h. 132.

5

Embargo yang di terapkan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia

berupa pelarangan lalu lintas barang, baik dalam kegiatn ekspor maupun impor,8

terutama dalam hal pengadaan senjata. Akibatnya, Indonesia mengalami kesulitan

dalam pemenuhan Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) yang dipergunakan

khususnya dalam menjaga stabilitas pertahanan dan keamanan negara.

Indonesia kemudian mencoba untuk menyelesaikan perselisihannya

dengan Amerika Serikat melalui jalan damai, mengingat prinsip itikad baik dalam

menyelesaikan sengketa Internasional secara damai harus diutamakan.9 Hukum

Internasional berperan sangat penting dalam penyelesaian sengketa Internasional,

dimana Hukum Internasional merupakan media atau wadah yang memberikan

aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketa Internasional. Hukum Internasional tidak menganjurkan

penggunaan kekerasan atau peperangan dalam proses penyelesaian sengketanya.10

Penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi langsung dari

ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang melarang negara melakukan

kekerasan dalam hubungannya satu sama lain.11

Terkait dengan embargo senjata yang diberikan oleh Amerika Serikat

8 M. Marwan, Jimmy P., 2009, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, h. 192.

9 Huala Adolf, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,h. 15.

10 Ibid, h. 8.

11 Ambarwati, Denny Ramdhany, dan Rina Rusman, 2009, Hukum Humaniter Internasionaldalam Studi Hubungan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 160.

6

terhadap Indonesia sebagai reaksi atas sejumlah insiden yang dilakukan oleh

aparat militer Indonesia ternyata menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum

internasional. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa pertanyaan dapat

dikemukakan, antara lain: Bagaimana dampak yang dirasakan oleh Indonesia atas

pemberlakuan embargo senjata oleh Amerika Serikat; Serta bagaimana hukum

internasional mengatur masalah upaya penyelesaian sengketa kedua belah pihak.

Beradasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

mengkaji permasalahan tersebut ke dalam bentuk skripsi dengan judul

“ANALISIS TERHADAP SENGKETA EMBARGO SENJATA ANTARA

INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI SUDUT

PANDANG HUKUM INTERNASIONAL”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Penulis mengangkat beberapa

permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah dampak hukum terhadap Indonesia atas pemberlakuan

embargo senjata oleh Amerika Serikat Ditinjau dari Perspektif Hukum

Internasional?

2. Bagaimanakah upaya penyelesaian embargo senjata antara Indonesia dengan

Amerika Serikat Ditinjau dari Perspektif Hukum Internasional?

7

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai usulan penelitian ini

dan untuk menghindari penyimpangan dari permasalahan yang diangkat, maka

diperlukan suatu batasan dalam membahas permasalahan yang dikemukakan.

Batasan ruang lingkup dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup permasalahannya meliputi

pembahasan mengenai faktor penyebab terjadinya embargo senjata di

Indonesia serta dampak hukum terhadap Indonesia sebagai akibat penerapan

embargo senjata oleh Amerika Serikat.

2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup permasalahannya meliputi

pembahasan mengenai penyelesaian kasus sengketa embargo senjata dari

perspektif hukum internasional, dan upaya penyelesaian embargo senjata

antara Indonesia dan Amerika Serikat.

1.4 Tujuan Penelitian

Adanya suatu penelitian tidak terlepas dari adanya suatu tujuan yang ingin

dicapai. Untuk itu penulis memberikan beberapa tujuan yang dirangkum

sedemikian rupa ke dalam bentuk tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan

dari penelitian ini adalah:

8

a. Tujuan Umum:

1. Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi terutama dalam bidang

penelitian yang dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk melatih diri dalam

usahanya menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

3. Untuk mengetahui secara umum mengenai sengketa embargo senjata yang

terjadi antara Indonesia dan Amerika Serikat.

b. Tujuan Khusus:

1. Untuk menganalisis dampak hukum terhadap Indonesia atas

pemberlakuan embargo senjata oleh Amerika Serikat ditinjau dari

perspektif hukum internasional.

2. Untuk menganalisis upaya penyelesaian embargo senjata antara Indonesia

dan Amerika Serikat ditinjau dari perspektif hukum internasional.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dirangkum ke dalam manfaat teoritis dan

manfaat praktis, yaitu:

9

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai dampak yang

dialami Indonesia sebagai akibat berlakunya embargo senjata oleh Amerika

Serikat, mengetahui peran hukum internasional dalam mengatur hubungan hukum

antar negara yang bersengketa, dan juga untuk memahami tentang upaya

penyelesaian sengketa embargo senjata antara Indonesia dan Amerika Serikat

apabila dikaitkan dengan hukum internasional.

b. Manfaat praktis

1. Bagi mahasiswa Fakultas Hukum khusunya bagian Hukum Internasional,

diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap pengetahuan dan

wawasan mengenai disiplin ilmu Hukum Internasional khususnya mengenai

pengenaan sanksi embargo.

2. Bagi Pemerintahan khususnya bagi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan

bagi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan), diharapkan

dapat memberikan kemudahan dalam mendapatkan infromasi tentang

pengalaman embargo di Tanah Air serta membantu menyediakan informasi

yang mudah dipahami oleh pembaca pada umumnya mengenai dampak

hukum akibat penerapan sanksi embargo dan upaya penyelesaian pengenaan

sanksi embargo antara Indonesia dan Amerika Serikat.

10

1.6 Landasan Teoritis

1.6.1 Teori Realisme Politik Internasional

Menurut Hans J. Morgenthau, “teori realisme politik internasional

merupakan suatu teori yang memiliki keterkaitan dengan sifat manusia

(human nature) seperti yang sesungguhnya ada dan dengan proses sejarah

seperti yang sesungguhnya terjadi”.12 Hubungan Internasional dalam

ranah politik memiliki hubungan yang erat dengan Hukum Internasional.

Segala bentuk permasalahan-permasalahan internasional yang terjadi

antara kedua belah pihak yang bersangkutan harus segera diselesaikan

dengan cara yang wajar dan adil bagi para pihak.13 Terdapat aturan dan

ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional yang harus dipatuhi oleh

masyarakat internasional dalam berhubungan antar negara. Ketentuan

tersebut terangkum dalam 6 prinsip pokok, yaitu:14

1. The Principle of the Sovereign Equality of All States (Kesamaan

Kedaulatan Semua Negara). Hal tersebut terdapat dalam Pasal 2 Ayat

(1) Piagam PBB, “The organizations are based on the principle of the

12 Totok Sarsito, 1993, Teori Realisme Politik Internasional (Hans J. Morgenthau): SuatuAnalisis dan Kritik, Sebelas Maret University Press, Surakarta, h. 12.

13 J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional II: edisi kesembilan, Aksara PersadaIndonesia, h. 171.

14 Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 110-114.

11

sovereign equality of all its members (Organisasi bersendikan pada

prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dari semua anggota).”

2. The Principle Non Intervention in The Internal Affairs of Other States

(Larangan Intervensi dalam Masalah-masalah Internal Negara Lain).

Prinsip tersebut diakomodasikan dalam Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB,

“Nothing contained in the present Charter shall authorize the United

Nations to intervene in matters which are essentially within the

domestic jurisdiction of any state or shall require the Member to

submit such matters to settlement under the present Charter; but the

principle shall not prejudice the application of enforcement measures

under Capter VII (Tidak ada satu ketentuan pun dalam Piagam ini

yang memberi kuasa kepada Piagam BB untuk mencampuri urusan-

urusan yang pada hakekatnya termasuk urusan dalam negeri sesuatu

negara atau mewajibkan anggota-anggotanya untuk menyelesaikan

urusan-urusan demikian menurut ketentuan-ketentuan Piagam ini;

akan tetapi prinsip ini tidak mengurangi ketentuan mengenai

penggunaan tindakan-tindakan pemaksaan seperti tercantum dalam

Bab VII)”.

3. The Principle of Non Use of Force (Larangan Penggunaan Kekerasan).

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang

menyebutkan, “All Members shall refrain in their international

12

relations from the threat or use of force against the territorial integrity

or political independence of any state, or in any other manner

inconsistent with the purposes of the United Nations (Segenap anggota

dalam hubungan internasional mereka, menjauhkan diri dari tindakan

mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah

atau kemerdekaan politik sesuatu negara lain atau dengan cara apapun

yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB)”.

4. Peaceful Settlement of Disputes (Penyelesaian Sengketa Secara

Damai). Ketentuan prinsip tersebut terdapat dalam Pasal 2 Ayat (3)

Piagam PBB yang berbunyi, “All Members, shall settle their

international disputes by peaceful means in such a manner that

international peace and security, and justice, are not endangered

(Segenap anggota PBB harus menyelesaikan persengkataan

internasional dengan jalan damai dan mempergunakan cara-cara

sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional,

serta keadilan tidak terancam)”.

5. Respect for Human Rights (Penghormatan terhadap HAM). Prinsip

tersebut setidaknya tercermin dalam tujuh pasal Piagam PBB, yaitu

Pasal 1 ayat (3), Pasal 13 ayat (1)b, Pasal 55c, Pasal 62 ayat (2), Pasal

68, dan Pasal 76c, Pasal 1 ayat (3). Salah satu Pasal yaitu Pasal 1 ayat

(3) yang berbunyi, “To achieve international cooperation in solving

13

international problems of an economic, social, cultural, or

humanitarian character, and in promoting and encouraging respect

for human rights and for fundamental freedoms for all without

distinction as to race, sex, language, or religion (Mewujudkan

kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan

internasional di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang

bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta menganjurkan adanya

penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-

kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa,

jenis, bahasa, atau agama)”.

6. Prinsip Right to Self Determination (Hak Menentukan Nasib Sendiri).

Pelaksanaan menentukan nasib sendiri dari dominasi luar merupakan

prinsip yang diterima secara bulat oleh masyarakat internasional.

Suatu kerjasama internasional selalu berlandaskan atas konsep

dasar mengikatnya hukum internasional yang terdiri dari beberapa teori,

antara lain:

1. Kehendak Bersama atau Common Consent

Dalam teori kehendak bersama, dinyatakan bahwa kekuatan

mengikatnya hukum internasional adalah kehendak negara. Kehendak

14

negara merupakan persetujuan bersama dari negara-negara berdaulat

untuk mengikatkan diri pada kaidah-kaidah hukum internasional.15

2. Pacta Sunt Servanda

Dalam teori ini, disebutkan bahwa pacta sunt servanda merupakan

salah satu norma dasar dalam hukum, dan erat kaitannya dengan asas

itikad baik untuk menaati dan menghormati setiap perjanjian, serta

tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat usaha-

usaha mencapai maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri, baik

sebelum perjanjian itu mulai berlaku maupun setelah perjanjian itu

mulai berlaku.16

1.6.2 Gambaran tentang Politik Internasional

Gambaran tentang politik internasional tidak lebih merupakan

gambaran tentang bagaimana hubungan antara fenomena-fenomena yang

ditemui kedalam suatu pengetahuan yang utuh, sistematis, dan secara logis

dapat dipahami. Dalam suatu tulisan dari Charles A. McClelland yang

berjudul What is International Relations? mengatakan bahwa: “karakter

dasar dari hubungan internasional berasal dari organisasi-organisasi

15 Sefriani, 2011, Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalamPerspektif Filsafat Hukum, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, h. 414.

16 Wayan Partiana, 2005, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 2, Mandar Maju, Bandung,h. 263.

15

jaringan-jaringan masyarakat yang terpisah-pisah dan juga berasal dari

hubungan-hubungan yang diakui antara organisasi-organisasi yang

terpisah ini ….. studi hubungan internasional dibatasi oleh kepentingan

dalam hubungan, pertukaran dan interaksi (McClelland, 1971: 39).”17

Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai teori realisme

politik internasional sebagai suatu gambaran dan penjelasan untuk

memaparkan sistem gagasan Morgenthau, yaitu:

1. Negara Sebagai Aktor di Panggung Politik Internasional

Politik internasional atau politik dunia menurut Morgenthau,

pada hakekatnya merupakan “a struggle for power” (perjuangan untuk

memperoleh kekuasaan). Morgenthau juga menyatakan bahwa “aktor

di panggung politik internasional adalah negara (state atau nation)”.18

Akan tetapi tidak semua tindakan negara yang ditunjukkan kepada

negara lain itu adalah politik dan juga tidak semua negara pada setiap

saat memiliki keterlibatan yang sama luasnya dalam ranah politik

internasional.

Ditegaskan oleh Morgenthau bahwa “Karena suatu bangsa

mengejar politik luar negeri sebagai suatu organisasi yang legal yang

17 Totok Sarsito, op.cit, h.22.

18 Ibid, h.23.

16

disebut negara, agen-agennya bertindak sebagai wakil dari bangsa itu

dipanggung internasional. Mereka berbicara atas nama negara,

mendefinisikan tujuannya, memelihara, meningkatkan serta

mendemonstrasikan powernya. Mereka ini adalah individu-individu

yang apabila muncul sebagai bangsanya dipanggung internasional,

memperluas power dan mengejar kebijaksanaan bangsanya. Inilah arti

empirik atau power atau politik luar negeri suatu negara”.19

2. Perimbangan Kekuatan Sebagai Suatu Interaksi, Kebijakan Interaksi,

dan Sistem Interaksi

Menurut Morgenthau, interaksi yang terjadi di antara negara-

negara yang saling berjuang untuk memelihara, meningkatkan ataupun

mendemonstrasikan power yang mereka miliki akan menciptakan

suatu situasi interaksi, kebijakan interaksi, dan sistem interaksi yang

disebut sebagai “balance of power” atau perimbangan kekuatan.20

1.7 Metode Penelitian

19 Ibid, h.24.

20 Ibid, h.26.

17

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah

dengan melakukan penelitian secara ilmiah, yaitu suatu metode yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa permasalahan dengan jalan menganalisanya

dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang timbul. Untuk dapat

dikatakan dinyatakan skripsi, maka diperlukan suatu metode yang tentunya

bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang

bersahaja. Adapun metedologi penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam usulan penelitian ini adalah jenis

penelitian hukum normatif,21 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka yang terdiri dari penelitian asas-asas hukum,

penelitian inventarisasi hukum positif, penelitian terhadap sistematik hukum,

penelitian yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-

undangan, dan penelitian sejarah hukum.

b. Jenis Pendekatan

Terdapat beberapa jenis pendekatan dalam penelitian hukum normatif,

antara lain:

21 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 29.

18

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach)

2. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)

3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)

5. Pendekatan Frasa ( Words & Phrase Approach)

6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach).

Jenis pendekatan yang digunakan dalam membahas usulan penelitian

ini adalah:

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach), yang dilakukan dengan

menelaah kasus-kasus yang secara khusus berkaitan dengan embargo

senjata antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk mendapatkan

informasi tambahan terkait penulisan skripsi ini.

2. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach), dilakukan

dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.22

3. Pendekatan Sejarah (The Historical Approach), dilakukan dengan

menelaah asal mula dan sebab-sebab terjadinya kerusuhan di Dili Timor

22 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,h. 93.

19

Timur hingga pemberlakuan embargo senjata terhadap Indonesia oleh

Amerika Serikat.

c. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang diperoleh untuk melakukan penelitian

yang bersifat normatif ini adalah melalui tiga sumber bahan hukum, yaitu

terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terutama

berpusat pada peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer

adalah bahan hukum yang merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.23 Dalam penulisan

skripsi ini, bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Arms Trade Treaty, Deklarasi mengenai Prinsip-Prinsip Keadilan

Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan Tahun 1985,

Konvensi Den Haag Tahun 1907, Konvensi Wina Tahun 1969, Piagam

PBB, Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dan

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat

atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu

23 Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.47.

20

secara khusus yang memberikan petunjuk bagi penulis atas penelitian

yang diteliti.24 Bahan hukum sekunder terdiri atas: buku literatur, jurnal

hukum, skripsi, makalah, internet dengan menyebut nama situsnya.

3. Bahan hukum tersier yang merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia.25

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam usulan penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum

diperoleh dari teknik studi dokumen. Studi dokumen merupakan suatu

langkah awal dari setiap penelitian hukum, baik normatif maupun

sosiologis.26 Teknik studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan bahan

hukum terhadap sumber kepustakaan yang sesuai dan berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pengumpulan bahan-bahan

hukum tersebut diperoleh melalui:

1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan

instrumen hukum nasional dan intrumen hukum internasional yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

24 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 32.

25 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, op.cit, h. 119.

26 Ibid, h. 68.

21

2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif, yaitu menggambarkan

secara lengkap tentang aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah dan

menyajikan data dari objek penelitian, sehingga diperoleh kesimpulan yang

bersifat umum dengan susunan yang sistematis.