Upload
others
View
29
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PERCEIVED STRESS, EFIKASI DIRI, GRATITUDE,
DUKUNGAN SOSIAL, DAN FAKTOR DEMOGRAFI TERHADAP
RESILIENSI PENYANDANG AUTOIMUN
1 SKRIPSI
2 Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam
memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
3
4
5 Oleh :
6 Vega Ayu Arasibenginiate
7 11140700000106
8
9 FAKULTAS PSIKOLOGI
10 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
11 JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
iii
v
MOTTO
“Love Yourself, Live Your Life”
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Juli 2019
C) Vega Ayu Arasibenginiate
D) Pengaruh Perceived stress, efikasi diri, gratitude, dan dukungan sosial terhadap
resiliensi penyandang autoimun
E) x + 70 halaman + 4 lampiran
F) Resiliensi merupakan faktor penting yang membuat seseorang mampu
menghadapi, mengatasi, bahkan menjadi lebih kuat dalam melewati keadaan
yang sulit. Bagi seorang penyandang autoimun, memiliki resiliensi yang baik
merupakan hal yang penting untuk mampu bertahan dan melewati seluruh
rangkaian proses pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh perceived stress, efikasi diri, syukur, dan dukungan sosial
terhadap resiliensi penyandang autoimun.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel penyandang
autoimun berjumlah 220 orang dengan melibatkan komunitas autoimun di
Indonesia. Pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan teknik non-
probability sampling. Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari The
Brief Resilience Scale yang dikembangkan oleh Smith et al (2008), Perceived
stress Scale yang dikembangkan oleh Cohen (1988), The New General Self-
Efficacy Scale yang dikembangkan oleh Chen et al (1997), The Gratitude
Questionnaire-Six Item Form (GQ-6) yang dikembangkan oleh McCullough,
Emmons, dan tsang (2001), dan The Multidimensional Scale of Perceived
Social Support yang dikembangkan oleh Zimet et al (1988). CFA
(Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur
dan teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
adalah analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan perceived stress, efikasi diri, syukur, dan dukungan sosial
terhadap resiliensi penyandang autoimun dengan proporsi varians 22,8%.
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor terdapat satu variabel yang signifikan,
yaitu perceived psychological scale. Variabel tersebut memberikan pengaruh
positif terhadap resiliensi penyandang autoimun.
G) Bahan bacaan: 49; 8 Buku + 33 Jurnal + 6 Artikel + 2 Skripsi
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Vega Ayu Arasibenginiate
D) The Effect of Perceived Psychological Stress, Self-Efficacy, Gratitude, and
Social Support on the Resilience in Autoimmune Patients
E) x + 70 pages + 4 attachments
F) Resilience is a factor that enables a person to produce, encourage, and even
become stronger through difficult circumstances. For a resident of drug abuse
rehabilitation, having good resilience is a very important thing to be able to
complete all rehabilitation processes. The purpose of this research is to know
the effect of perceived psychological scale, self-efficacy, gratitude, and social
support on the resilience in resident of autoimmune’s patient.
This study used a quantitative approach with 220 samples and applies in
Community Of Autoimmune Indonesia. Sampling was done using non-
probability sampling technique. This reasearch used four was adopted
measurements of The Brief Resilience Scale developed by Smith et al (2008),
Perceived stress Scale developed by Cohen (1988), The New General Self-
Efficacy Scale developed by Chen et al (1997), The Gratitude Questionnaire-
Six Item Form (GQ-6) yang developed by McCullough, Emmons, and tsang
(2001), and The Multidimensional Scale of Perceived Social Support
developed by Zimet et al (1988). CFA (Confirmatory Factor Analysis) is used
to analyze the validity of measurements, and data analysis technique used to
analyze the research is multiple regression analysis.
Based on the results of major hypothesis test, the first conclusion obtained from
this study is there is a significant effect of perceived psychological stress, self-
efficacy, gratitude, and social support on the resilience of autoimmune’s patient
with 22.8% as proportion of variant. Based on the minor hypothesis test there
is one significant variables, namely perceived psychological stress. These
variables have a positive effect on the resilience in resident of autoimmune’s
patient.
G) Reading Materials: 49; 8 Books + 33 Journals + 6 Articles + 2 Thesis
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya, dan para penerus
perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak arahan, bimbingan, motivasi, dan masukan yang sangat
berarti dengan segenap kesabarannya.
3. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psikolog selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membantu, mendukung, memberi motivasi dan masukan
selama masa perkuliahan.
4. Komunitas beserta responden yaitu Komunitas Autoimun Indonesia,
SAHARA (Sahabat Rheumatoid Arthritis), LDHS (Lima Dasar Hidup Sehat)
ix
terima kasih telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di komunitas tersebut.
5. Seluruh dosen dan staff Fakutas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Sutaryo, Ibu Muntasirah, beserta kedua adik
penulis Zaskia Nailah Nashirah, dan Naurah Khalilah Aryora, terima kasih atas
semua doa restu, dukungan, motivasi dan sumber inspirasi serta semangat luar
biasa yang telah kalian berikan kepada penulis untuk selalu meneruskan
perjuangan ini agar mencapai yang terbaik.
7. Diah Lestari, Fauzi Farhan, Ricky Agus, Tri Projo Firmansah, Indra Rukmana,
Muhammad Ilham Fahreza, dan Robi Zulkarnaen terima kasih telah selalu ada
menemani penulis dari semester satu, hingga sekarang dalam keadaan suka
maupun duka, selalu memberikan semangat pada penulis dan mendoakan yang
terbaik untuk penulis.
8. Trya Dara Ruidahasi, Arin Husnayain, Lina Maretasari, Muhammad Sofwan
Chofid, Nadia Salsabila Hartin, Ellisa Dwi Yuliana, Feby Rhomana Sari, Niki
Yuniarti, dan Farida Gusti Anggraeni terima kasih telah memberikan banyak
inspirasi, selalu ada menemani penulis dalam suka maupun duka, selalu
mendengarkan keluh kesah penulis, selalu memberikan semangat, saran dan
bantuan yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
x
9. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2014, terima kasih telah menjadi
teman-teman yang baik, memberikan inspirasi, semangat dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan semangat
serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun.
Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, 1 Agustus 2018
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………..... ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..iii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………. iv
MOTTO……………………………………………………………………...…...v
ABSTRAK .............................................................................................................vi
ABSTRACT……………………………………………………………………..vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1-11
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 9
1.2.1. Pembatasan Masalah ................................................................. 9
1.2.2. Perumusan Masalah ................................................................ 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 11
1.3.1. Tujuan Penelitian .................................................................... 11
1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 11
BAB 2. LANDASAN TEORI ........................................................................ 12-33
2.1. Resiliensi ........................................................................................... 12
2.1.1. Pengertian Resiliensi ............................................................... 12
2.1.2. Dimensi Resiliensi… .............................................................. 13
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi ........................ 15
2.1.4. Alat Ukur Resiliensi ................................................................ 18
2.2. Perceived Stress................................................................................. 19
2.2.1. Pengertian Perceived Stress .................................................... 19
2.2.2. Dimensi Perceived Stress ....................................................... 20
2.2.3. Alat Ukur Perceived Stress ..................................................... 21
2.3. Efikasi Diri ........................................................................................ 21
2.3.1. Pengertian Efikasi Diri ............................................................ 21
2.3.2. Dimensi Efikasi Diri ............................................................... 22
2.3.3. Alat Ukur Efikasi Diri………………………… ....... ……......23
2.4 Gratitude…………………………………………… ................. ……… 24
2.4.1. Pengertian Gratitude ..................................................................... 24
xii
2.4.2. Dimensi Gratitude ........................................................................ 25
2.4.3. Alat Ukur Gratitude ....................................................................... 26
2.5 Dukungan Sosial…………………………………………… . ……… 26
2.4.1. Pengertian Dukungan Sosial ......................................................... 26
2.4.2. Dimensi Dukungan Sosial ............................................................. 28
2.4.3. Alat Ukur Dukungan Sosial ........................................................... 29
2.5. Kerangka Berpikir ............................................................................. 29
2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 32
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 34-50
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 34
3.2. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Variabel ...................... 34
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ................................................................. 36
3.3.1. Skala Resiliensi .............................................................................. 37
3.3.2. Skala Perceived Stress ................................................................... 37
3.3.3. Skala Efikasi Diri ........................................................................... 38
3.3.4. Skala Gratitude .............................................................................. 38
3.3.5. Skala Dukungan Sosial ........................................................ 39
3.4. Uji Validitas Konstruk ....................................................................... 40
3.4.1. Uji Validitas Item Resiliensi .......................................................... 42
3.4.2. Uji Validitas Item Perceived Stress ............................................... 43
3.4.3. Uji Validitas Item Efikasi Diri ...................................................... 44
3.4.4. Uji Validitas Item Gratitude .......................................................... 46
3.4.4. Uji Validitas Item Dukungan Sosial .................................... 47
3.5. Teknik Analisis data .......................................................................... 48
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS DATA ...................................................... 51-61
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ......................................................... 51
4.2. Analisis Deskriptif Variabel..................................................................... 52
4.3. Kategorisasi Skor Variabel ...................................................................... 53
4.4. Uji Hipotesis Penelitian ...................................................................... 55
4.4.1. Pengujian Proporsi Varians ........................................................ 59
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...................................... 62-66
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 62
5.2. Diskusi ..................................................................................................... 62
5.3. Saran ........................................................................................................ 66
5.3.1. Saran Metodologis ........................................................................... 66
5.3.2. Saran Praktis .................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format skoring skala likert lima pilihan jawaban……….. 36
Tabel 3.2 Format skoring skala likert tujuh pilihan jawaban…...……. 36
Tabel 3.3 Blueprit skala resiliensi…………………………………… 37
Tabel 3.4 Blueprint skala Perceived Stress…………………………... 38
Tabel 3.5 Blueprint skala Efikasi Diri...……………………………… 38
Tabel
Tabel
3.6
3.7
Blueprint skala Gratitude………..…………...…………….
Blueprint skala Dukungan Sosial…………………………..
39
39
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item resiliensi…..…..………………………… 43
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Perceived Stress…………………….. 44
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Efikasi Diri………………….…………. 45
Tabel
Tabel
3.11
3.12
Muatan Faktor Item Gratitude……….…..……………………
Muatan Faktor Item Dukungan Sosial……………………..
46
48
Tabel 4.1 Gambaran Umum Penyandang Autoimun………………… 51
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif................................................................ 52
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi…………….…............................ 53
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel………………………………… 54
Tabel 4.5 R Square………………………….……………................... 55
Tabel 4.6 Anova pengaruh seluruh IV terhadap DV……………..…... 56
Tabel 4.7 Koefisien Regresi..............…………………………………….. 57
Tabel 4.8 Proporsi Varians………………………………………………… 60
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir……………………………….. 32
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran
1
2
Surat Keterangan……………………………………...
Kuesioner Penelitian……….…………………………….
72
73
Lampiran 3 Syntax dan Path Diagram…..……………………………. 82
Lampiran 4
Output Regresi………..………………………………….. 87
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Resiliensi merupakan atribut psikologi yang dibutuhkan oleh individu untuk
bangkit dari keterpurukan dan pengalaman traumatis dengan cepat. Resiliensi
adalah sebuah konsep yang menunjukkan hubungan adaptif antara seseorang dan
lingkungan sekitar, yaitu hubungan penyesuaian atau adaptasi yang dilakukan
individu dalam menghadapi ancaman dan tantangan lingkungan (McCubbin, 2001).
Goldstein dan Brooks (2005), menjelaskan bahwa resiliensi mengurangi
tingkat faktor resiko, dan meningkatkan level faktor pelindung. Resiliensi
mengurangi timbulnya kondisi mudah terserang dan meningkatkan kompetensi
individu dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. Menurut Masten dan
Coatsworth (dalam Goldstein & Brooks, 2005) ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam mempelajari resiliensi. Pertama, adanya ancaman yang signifikan. Seseorang
tidak dapat dikatakan sebagai individu yang resilien jika ia tidak menghadapi
ancaman atau kesengsaraan yang mengancam perkembangan psikologisnya.
Kedua, hasil yang baik. Seseorang dikatakan resilien jika ia berhasil menghadapi
ancaman atau kesengsaraan dengan baik.
Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Santrock (1995)
menyatakan bahwa setiap manusia akan menghadapi situasi krisis. Situasi krisis
yang dihadapi oleh manusia adalah situasi dimana seseorang mengalami masalah
yang akan menimbulkan rasa tertekan, seperti stres, konflik, kesulitan, kegagalan,
dan tantangan. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam
2
menghadapi keadaan sulit atau pengalaman negatif. Ada kalanya individu dapat
menerima setiap kejadian dengan lapang dada dan mampu bersikap adaptif, tapi
ada juga yang larut dalam keterpurukan. Atribut psikologi yang dibutuhkan oleh
individu agar dapat menerima kejadian dan mampu bersikap adaptif dengan cepat
inilah yang disebut dengan resiliensi. Jika tidak memiliki kemampuan resiliensi,
maka individu akan larut dalam keterpurukan dalam waktu yang lama.
Resiliensi kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan. Salah satu masalah
kesehatan yang membutuhkan resiliensi adalah penyakit kronis. Menurut Sarafino
(2006) penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan.
Individu merasa tertekan ketika menjalankan proses pengobatan dan dampak dari
pengobatan yang dijalani. Seringkali individu yang mengalami penyakit kronis
kerap merasa terpuruk atas kondisinya, karena merasakan tekanan seperti
kecemasan, sulit berkonsentrasi, putus asa yang berlebihan, hingga hilangnya
semangat hidup, maka dari itu mereka membutuhkan resiliensi untuk bangkit dari
keterpurukan. Individu yang tidak memiliki resiliensi dalam menghadapi penyakit
kronis adalah individu yang terus meratapi hal buruk yang menimpanya sehingga
tidak mudah bangkit menjadi orang yang kuat (Sugeng, Prayogi, & Agung, 2016.)
Kasus lainnya, tingginya resiko kematian penyakit lupus dan diagnosa yang
sering terlambat dapat menimbulkan dampak psikologis pada para pasien. Mereka
harus menghadapi penurunan kondisi fisik, perubahan fisik tersebut menjadikan
para pasien merasa minder, gelisah, dan perasaan lain yang berkecamuk dan
membutuhkan daya adaptasi yang luar biasa supaya memiliki perasaan optimis
3
untuk bertahan hidup dan sembuh. Karena jika tidak, mereka akan terus larut dalam
keterpurukan dan akan menyebabkan hilangnya semangat hidup, hal ini
memungkinkan terjadinya kematian (Prasetyo dan Kustanti, 2014).
Resiliensi dibutuhkan individu penderita penyakit kronis untuk dapat bertahan
dan bangkit selama menjalani masa pengobatan. Becker dan Newsom (2005) telah
melakukan investigasi kualitatif selama 10 tahun untuk mengeksplorasi manajemen
penyakit kronis di Amerika Afrika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
resiliensi adalah faktor yang signifikan untuk manajemen penyakit kronis di antara
individu di kemudian hari. Tahun berikutnya, Chan, Lai, dan Wong (2006)
menyelidiki hubungan antara resiliensi dan status hasil individu dengan penyakit
kronis jantung koroner. Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang memiliki daya
tahan lebih tinggi cenderung meningkatkan kualitas hidup dalam kesehatan fisik,
dibandingkan dengan mereka yang memiliki daya tahan lebih rendah.
Secara global, pada tahun 2012 diperkirakan 56 juta orang meninggal karena
penyakit kronis. Salah satu contoh dari penyakit kronis tersebut ialah penyakit
autoimun. Saat ini, angka kejadian penyakit kronis terus meningkat, diantaranya
yaitu penyakit lupus, salah satu jenis dari penyakit autoimun (Situasi Lupus di
Indonesia, 2016).
Shomon (2002) menyatakan bahwa penyakit autoimun adalah bentuk dari
disfungsi kekebalan tubuh. Para Ilmuwan telah mengidentifikasi 80 s/d 100
penyakit autoimun. Penyakit ini kronis dan bisa mengancam nyawa, serta
menyerang setiap kalangan usia. Penyakit autoimun lebih banyak menyerang
wanita. Penyakit autoimun menduduki peringkat pertama dari daftar sepuluh topik
4
kesehatan paling populer. Penyakit autoimun adalah salah satu dari 10 penyebab
utama kematian (Autoimmune Disease List, 2017).
Fenomena penyakit autoimun akhir-akhir ini cenderung meningkat di dunia
maupun Indonesia. National Institutes of Health (NIH) memperkirakan hingga 23,5
juta orang Amerika menderita penyakit autoimun dan prevalensinya terus
meningkat. Menurut data American Autoimmune Related Diseases Association,
ada sekitar 50 juta orang Amerika terkena gangguan autoimun. Organisasi
Kesehatan Dunia atau WHO mencatat jumlah penderita penyakit lupus di seluruh
dunia dewasa ini mencapai lima juta orang, dan di Indonesia mencapai sekitar
1.250.000 orang (Situasi Lupus di Indonesia, 2016).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), diketahui bahwa
terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus, dengan 550
pasien diantaranya meninggal dunia. Penyakit autoimun memerlukan jangka waktu
yang panjang untuk masa pengobatan. Sebuah studi menyebutkan bahwa
autoimmune hepatitis (AIH) memerlukan jangka waktu pengobatan dari 7 sampai
43 tahun. (Srivastava & Boyer, 2010). Masa pengobatan penyakit autoimun yang
memerlukan jangka waktu panjang ini menyebabkan individu kerap mengalami
keterpurukan. Individu yang memiliki kemampuan resiliensi cenderung akan
mampu bertahan dibandingkan dengan individu yang tidak memiiliki kemampuan
resiliensi, mereka akan larut dalam keterpurukan dan menyebabkan kondisi mereka
tidak stabil bahkan tidak membaik.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Helga (2016) terhadap 6
penyandang lupus, diperoleh hasil bahwa setelah memperoleh diagnosa lupus 83%
5
penyandang mengalami kondisi psikologis seperti drop, sedih, kecewa, kaget, putus
asa, dan takut karena menderita penyakit yang langka. Hal inilah yang
menyebabkan para penyandang membutuhkan resiliensi. Kemudian, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Febriani dan Wahyudi (2018), 8 dari 17 penyandang
Guillain Barre Syndrome, salah satu jenis dari autoimun, memiliki tingkat resiliensi
di atas rata-rata. Mereka memiliki seluruh karakteristik resiliensi yang kuat namun
masih harus memperkuat resiliensi mereka. Pollock, Christian, dan Sands (dalam
Sarafino & Smiths: 2011) menyatakan bahwa individu yang mampu mengatasi
masalah kesehatan kronis cenderung memiliki kepribadian resilien yang
memunginkan mereka melihat sisi baik atau menemukan makna dari situasi sulit.
Upaya mencapai resiliensi memerlukan beberapa faktor pendukung. Kumpfer
(1999) menyebutkan faktor pembentuk resiliensi terdiri atas stressor, konteks
lingkungan eksternal, individu-proses interaksi lingkungan, karakteristik internal
individu, proses resiliensi, dan positive outcome. Sedangkan menurut McCubbin
(2001), faktor-faktor yang memengaruhi resiliensi adalah faktor internal yaitu self-
esteem dan efikasi diri, juga faktor eksternal yaitu dukungan dari orang sekitar.
Kemudian menurut Grotberg (1997) faktor yang membentuk resiliensi adalah
tempramen, inteligensi, budaya, usia, dan jenis kelamin.
Faktor pertama yang digunakan dalam penelitian ini untuk membentuk
resiliensi adalah stres. Cohen (2013) menyimpulkan bahwa stres memiliki
hubungan yang erat dengan masalah kesehatan. Individu yang menderita penyakit
dapat mengalami stress. Prasetyo dan Kustanti (2014) menyatakan bahwa individu
penyandang lupus, cenderung berisiko mengalami kondisi emosional yang negatif
6
seperti cemas, stres atau bahkan depresi. Reaksi tersebut sesungguhnya muncul
karena mereka berusaha untuk berdaptasi. Ketika para penyandang membangun
adaptasi dengan konstruksi yang negatif maka beresiko cenderung mengalami
depresi, sedangkan jika konstruksi adaptasinya positif maka mereka dapat
mencapai resiliensi yang optimal. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat
bagaimana penyandang autoimun memaknai stres yang dihadapi selama menderita
penyakit autoimun atau disebut dengan perceived stress.
Perceived stress merupakan tekanan psikologis atau stres yang terjadi ketika
individu merasa bahwa tuntutan lingkungan melebihi dari kemampuan adaptasi
individu tersebut dan bagaimana individu memaknainya (Cohen, 2013). Individu
dengan kemampuan memaknai stres dengan baik dapat membantunya dalam usaha
bangkit dari keterpurukan.
Selain stres, peneliti memperhitungkan faktor penting lainnya yang
membentuk resiliensi, yaitu efikasi diri. Efikasi diri adalah salah satu faktor internal
yang mempengaruhi resiliensi, karena apabila seseorang memiliki keyakinan dalam
dirinya mengenai kemampuannya untuk mengorganisir tugas untuk mencapai suatu
tujuan tertentu, maka akan membantu individu tersebut untuk dapat beradaptasi
dengan baik dalam suatu kondisi sulit. McCubbin (2001) merumuskan salah satu
faktor internal pembentuk resiliensi, yaitu efikasi diri sebagai suatu keyakinan
bahwa individu dapat menguasai lingkungannya dan menangani secara efektif
masalah yang timbul dalam hidupnya.
Hasil penelitian Hamill (2003) menyimpulkan bahwa efikasi diri adalah
kompetensi dalam menghadapi kesulitan yang sedang dihadapi. Efikasi diri
7
merupakan mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi masalah dan beradaptasi
dengan dampak stres psikologis yang ditimbulkan oleh kejadian traumatis (Ong,
2006). Dalam penelitian ini, peneliti memperhitungkan faktor efikasi diri sebagai
usaha resiliensi agar dapat melihat keyakinan penyandang autoimun dalam
beradaptasi dan menangani penyakit yang dideritanya.
Peneliti memperhitungkan faktor internal lainnya yang dapat memengaruhi
resiliensi, yaitu gratitude. Peterson dan Seligman (2004) melihat bahwa di tengah
ketidakberdayaannya, manusia selalu memiliki kesempatan untuk melihat hidup
secara lebih positif. Salah satu keutamaan yang dimiliki individu untuk bisa
memandang hidup secara lebih positif adalah melalui gratitude.
Gratitude membuat seseorang memiliki pandangan yang lebih positif dan
perspektif secara lebih luas mengenai kehidupan, yaitu pandangan bahwa hidup
adalah suatu anugerah (Peterson & Seligman, 2004). Hasil penelitian Hwei dan
Abdullah (2017) menyimpulkan bahwa, gratitude dapat membangun hubungan
positif dan terima kasih kepada dukungan yang diterima individu untuk
menghadapi peristiwa negatif sehingga menghasilkan resiliensi. Peneliti ingin
mengetahui resiliensi penyandang autoimun jika dibentuk oleh gratitude.
Selain faktor internal, dibutuhkan faktor eksternal untuk mendukung resiliensi.
Kumpfer (1999) menyebutkan faktor lain pembentuk resiliensi adalah konteks
lingkungan eksternal, salah satunya adalah dukungan sosial. Peneliti akan
menggunakan dukungan sosial dalam upaya mendukung resiliensi.
Dukungan sosial mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh
orang lain, tetapi itu juga merujuk pada perasaan atau persepsi seseorang bahwa
8
kenyamanan, kepedulian, dan bantuan tersedia jika diperlukan yaitu, dukungan
yang dirasakan. Dukungan yang diterima dan dirasakan dapat memiliki efek yang
berbeda pada kesehatan (Sarafino & Smith, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Raisa dan Ediati (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
dukungan sosial dengan resiliensi pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Wanita. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh
dukungan sosial terhadap resiliensi penyandang autoimun.
Selain faktor pembentuk resiliensi yang telah disebutkan, peneliti
memperhitungkan adanya faktor lain yang memengaruhi resiliensi, yaitu usia dan
jenis kelamin. Grotberg (1997) menyebutkan usia dan jenis kelamin di dalam
rumusan faktor pembentuk resiliensi. Penelitian lain oleh Barends (2004)
menunjukkan bahwa faktor demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
bahasa memiliki hubungan yang signifikan dengan resiliensi. Di Indonesia sendiri,
penelitian oleh Rinaldi (2010) menunjukkan hal yang sama bahwa laki-laki lebih
resilien dibanding wanita. Peneliti mempertanyakan apakah jenis kelamin juga
berpengaruh terhadap resiliensi penyandang autoimun?
Berdasarkan uraian di atas, mengenai perceived stress, efikasi diri,gratitude,
dan dukungan sosial yang dapat memengaruhi resiliensi maka penulis mengajukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Perceived Stress, Efikasi Diri,Gratitude,
Dukungan Sosial dan Faktor Demografi terhadap Resiliensi Penyandang
Autoimun”.
9
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka objek yang diteliti dibatasi hanya mengenai
pengaruh perceived stress,efikasi diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor
demografiterhadap resiliensi penyandang autoimun. Adapun batasan konstruk
mengenai masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Resiliensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai ketahanan terhadap
penyakit, adaptasi, dan pertumbuhan, kemampuan untuk bangkit kembali atau pulih
dari stres (Smith, 2008).
2. Perceived stress yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tekanan psikologis
atau stres yang terjadi ketika individu merasa bahwa tuntutan lingkungan melebihi
dari kemampuan adaptasi individu tersebut (Cohen, 2013).
3. Efikasi Diriyang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahwa suatu keyakinan
yang dimiliki oleh individu mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu hal
(Bandura, 2008).
4. Gratitude yang dimaksud dalam penelitian ini adalahsifat yang mempengaruhi,
emosi, atau suasana hati terhadap peran orang lain dan juga pengalaman yang
didapat selama hidup (McCullough, Emmons, & Tsang, 2001).
5. Dukungan Sosial yang dimaksud sebagai sebuah pertukaran sumber daya antara
minimal dua individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk
membantu,dengan tiga sumber dukungan yaitu family, friend,dan significant
other(Zimet, 1988).
10
6. Aspek demografi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah usia dan jenis
kelamin.
7. Subjek dalam penelitian ini adalah penyandang autoimun dalam komunitas
Autoimun Indonesia
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, perumusan masalah yang
muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama yang signifikan perceived
stress, efikasi diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografiterhadap
resiliensi penyandang autoimun?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan perceived stress terhadap resiliensi
penyandang autoimun?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan efikasi diri terhadap resiliensi
penyandang autoimun?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan gratitude terhadap resiliensi penyandang
autoimun?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi family pada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi penyandang autoimun?
6. Adakah pengaruh yang signifikan dimensi friend pada variabel dukungan sosial
terhadap resiliensi penyandang autoimun?
7. Adakah pengaruh yang signifikan dimensi significant otherpada variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi penyandang autoimun?
11
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan usia terhadap resiliensi penyandang
autoimun?
9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap resiliensi
penyandang autoimun?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perceived stress,efikasi
diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografiterhadap resiliensi
penyandang autoimun. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui variabel
atau dimensi mana yang memiliki pengaruh terbesar terhadap variabel resiliensi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambahkan hasil-hasil penelitian
tentang resiliensi, perceived stress, efikasi diri, gratitude,dukungan sosial, dan
faktor demografi, terutama pada penyandang autoimun. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi literature bagi khazanah kajian psikologi,
yaitu psikologi kesehatan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan terhadap pihak terkait yaitu
para penyandang autoimun untuk dapat resilien dan terus semangat serta
termotivasi dalam menjalani pengobatan penyakit autoimun.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Resiliensi
2.1.1 Pengertian Resiliensi
Resiliensi merupakan konstruk psikologiyang digunakan untuk mengetahui,
mendefinisikan dan mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan
berkembang pada kondisi yang menekan (adverse condition) dan untuk mengetahui
kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan
(McCubbin, 2001).
Connor dan Davidson (2003) menyatakan resiliensi merupakan kemampuan
individu untuk menghadapi kondisi kesulitan atau penderitaan. Resiliensi pada diri
individu akan membuat individu mampu untuk dapat mengatasi kesulitan yang
dihadapi dalam kehidupannya yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dengan
kualitas personal yang dimilikinya, diharapkan individu yang mengalami kesulitan
dalam hidup dapat bangkit dan tidak kalah dengan keadaan.
Smith et. al. (2008) memaparkan resiliensi sebagai ketahanan terhadap
penyakit, adaptasi, dan pertumbuhan, kemampuan untuk bangkit kembali atau
pulih dari stres. Kesimpulan tersebut didapatkan setelah mereka melakukan uji
coba alat ukur resiliensi baru yang diciptakan untuk menilai kemampuan untuk
bangkit kembali atau pulih dari stres.
Berdasarkan pemaparan dari berbagai definisi resiliensi di atas, peneliti
merujuk pada definisi resiliensi yang dikemukakan oleh Smith et. al. (2008) yang
memaparkan resiliensi sebagai ketahanan terhadap penyakit, adaptasi, dan
13
pertumbuhan, kemampuan untuk bangkit kembali atau pulih dari stres. Definisi ini
sesuai dengan tujuan peneliti untuk mengetahui resiliensi pada penyandang
autoimun agar mereka tetap bertahan dalam menjalani masa pengobatan yang lama
dan tidak tahu sampai kapan akan berlangsung.
2.1.2 Dimensi Resiliensi
Resiliensi berdasarkan hasil penelitian menggunakan The Brief Resilience Scale
yang dilakukan oleh Smithbersifat unidimensional, atau hanya satu dimensi saja.
Dijelaskan bahwa skala ini dirancang untuk menilai kemampuan agar bangkit
kembali atau pulih dari stres sebagai dimensi utama dari resiliensi(Smith, et.al.
2008).
Selain itu, menurut Reivich and Shatte (2002), resiliensi terdiri dari tujuh
dimensi yang dapat dipelajari:
1. Emotion awareness and regulation, atau kesadaran dan regulasi emosi
merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk tetap tenang dan
mampu mengendalikan perasaannya di bawah tekanan.
2. Impulse control, individu yang tidak memiliki pengendalian terhadap impulsnya
merupakan individu dengan id yang tingi namun tidak mempunya cukup
superego untuk menahan id-nya tersebut. Pengendalian impuls melibatkan
kemampuan untuk mengendalikan tindakan, perilaku dan emosi secara realistis
selama kesulitan.
3. Optimism, individu yang memiliki resiliensi tinggi adalah ia yang memiliki
optimisme dalam kehidupannya lebih bahagia, sehat, dan lebih produktif.
14
Individu yakin dan memiliki harpan yang baik dan percaya bahwa dirinya dapat
mengontrol langkah dalam hidupnya.
4. Causal analysis, merujuk pada kemampuan individu untuk berpikir secara
fleksibel, melihat masalah dari banyak perspektif yang berbeda untuk
mengidentifikasi secara tepat akar dari persoalan yang tengah ia hadapi. Untuk
melakukan identifikasi terhadap suatu masalah, terdapat tiga pendekatan yang
biasa digunakan oleh individu, yaitu:
a. Personal (me-not-me), merupakan suatu pola pikir individu yang
beranggapan bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab segala persoalan
tidak menyenangkan yang terjadi dalam hidupnya.
b. Permanent (always-not-always), merupakan suatu pola pikir yang dimiliki
individu bahwa ia berkeyakinan bahwa orang lain yang berada dalam satu
sistem yang sama dengan dirinya adalah penyebab dari persoalan yang
tengah dihadapinya.
c. Pervasive (everything-not-everything), merupakan suatu pola pikir
individu yang terus berusaha mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya, untuk mengatasi persoalan yang tengah dihadapinya saat ini
melalui tindakan yang dapat ia lakukan.
5. Empathy, merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk dapat
membaca psikologis dan emosi yang tengah dirasakan oleh orang lain di
sekitarnya, dengan melihat ekspresi wajah, intonasi suara, dan body language
untuk kemudian mengetahui perasaan yang tengah orang lain rasakan.
15
6. Self-efficacy, merupakan suatu aspek yang merepresentasikan keyakinan
individu bahwa ia mempunyai kemampuan untuk dapat keluar dari masalah yang
sedang dihadapinya, dan melampau masalah tersebut dengan sukses
7. Reaching out, individu yang memiliki reaching out merupakan individu yang
mempunyai kemampuan untuk dapat memahami dirinya sendiri dengan baik dan
menemukan arti serta tujuan hidupnya melalui kesulitan yang tengah ia jalani.
Peneliti menggunakan dimensi berdasarkan hasil penelitan The Brief Resilience
Scale yang dilakukan oleh Smith untuk meneliti upaya individu agar bangkit
kembali atau pulih dari stres. Kemampuan untuk dapat memulihkan individu yang
sakit itu diniliai sangat penting.
2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Resiliensi
Menurut Kumpfer (1999), faktor-faktor yang memengaruhi resiliensi yaitu:
1. Stressor, stressor mengaktifkan proses resiliensi dan menciptakan
ketidakseimbangan atau gangguan homestatis dalam individu atau organisasi.
Tingkat stres yang dirasakan oleh individu tergantung pada persepsi, penilaian
kognitif, dan interpretasi dari stressor sebagai ancaman.
2. Konteks lingkungan eksternal, meliputi keseimbangan antara faktor resiko dan
faktor pelindung dalam lingkungan eksternal individu (misalnya keluarga,
masyarakat, teman sebaya).
3. Proses interaksi lingkungan seseorang, mencakup proses transaksional antara
individu dengan lingkungannya, ketika individu baik aktif maupun pasif berusaha
untuk memahamitantangan atau lingkungan yang sulit untuk membangun
lingkungan yang lebih protektif.
16
4. Karakter internal individu, meliputi spiritual, kognitif, sosial/perilaku, fisik dan
emosional/afektif kompetensi atau kekuatan yang diperlukan untuk berhasil
dalam tugas perkembangan, budaya, dan lingkungan pribadi yang beda.
5. Proses resiliensi, yaitu kemampuan resiliensi dibentuk dalam jangka pendek atau
jangka panjang terhadap stres yang membantu individu untuk bangkit kembali
dari stres.
6. Positive outcome, adaptasi hidup yang suksees dalam tugas perkembangan yang
mendukung adaptasi positif dan tumbuh menjadi individu resilien.
Sedangkan menurut McCubbin (2001), faktor-faktor yang memengaruhiresiliensi
adalah:
1. Internal protective factor, merupakan faktor protektif yang bersumber dari diri
individu seperti self-esteem, efikasi diri, kemampuan mengatasi masalah,
regulasi emosi dan optimisme.
2. External protective factor, merupakan faktor protektif yang bersumber dari luar
individu, missalnya support dari keluarga dan lingkungan.
Kemudian menurut Grotberg (1997), beberapa faktor yang
memengaruhiresiliensi pada seseorang, yaitu:
1. Temperamen, memengaruhibagaimana seorang individu bereaksi terhadap
rangsangan.
2. Inteligensi, kemampuan untuk memanfaatkan konsep-konsep abstrak secara
efektif.
3. Budaya, perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang
berbeda dalam mempromosikan resiliensi.
17
4. Usia, usia memengaruhiresiliensi. Anak-anak yang lebih muda lebih tergantung
pada sumber-sumber dari luar, dan anak yang lebih tua bergantung pada sumber-
sumber dari dalam dirinya.
5. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memengaruhidalam perkembangan
resiliensi.
Menurut Resnick, et al(2011), terdapat empat faktor yang memengaruhi
resiliensi pada individu, yaitu:
1. Self-Esteem, memiliki self-esteemyang baik pada masa individu dapat membantu
individu dalam menghadapi kesengsaraan.
2. Dukungan sosial, dukungan sosial sering dihubungkan dengan resiliensi bagi
mereka yang mengalami kesulitan dan kesengsaraan akan meningkatkan
resiliensi dalam dirinya ketika pelaku sosial yang ada di sekelilingnya memiliki
supportterhadap penyelesaian masalah atau proses bangkit kembali.
3. Emosi positif, emosi positif sangat dibutuhkan ketika menghadapi suatu situasi
yang kritis dan dengan emosi positif dapat mengurangi stres secara lebih baik.
4. Spiritualitas, pengamalan yang dibentuk oleh individu dan masyarakat selama
menjalani kehidupuan.
Berdasarkan penjelasan mengenai berbagai faktor dari beberapa tokoh diatas,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan faktor stress, efikasi diri dan
gratitudedari spiritualitas sebagai faktor internal individu yang dapat memengaruhi
resiliensi danjuga berfokus pada faktor eksternal yaitu dukungan sosial, serta
variabel demografi yaitu usia dan jenis kelamin yang juga merupakan faktor
pembentuk resiliensi.
18
2.1.4 Alat Ukur Resiliensi
Beberapa alat ukur yang telah digunakan dalam pengukuran resiliensi dalam
penelitian adalah:
1. Resilience Quotient Test.
Skala ini disusun oleh Reivich dan Shatte (2002), bersifat multidimensional
dengan tujuh dimensi dan terdiri dari 56 item. Memiliki internal
consistencymasing-masing dimensi 0,729 emotion control (EC), 0,705 impulse
control (IC), 0,662 optimism (OP), 0,702 causal analysis (CA), 0,7333 empathy
(EM), 0,755 self-efficacy (SE), 0,774 reaching out (RO).
2. Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC)
Skala ini disusun oleh Connor dan Davidson (2003), bersifat multidimensional
dengan lima dimensi (personal competence, trust effects of stress, acceptance
of change and secure relationships, control, spiritual influences).dan terdiri
dari 23 item valid (α = 0,923).
3. Brief Resilience Scale (Skala Resiliensi Singkat)
Skala ini disusun oleh Smith et.al. (2008), bersifat unidimensional dan terdiri
dari 6 item valid (α = 0,784).
Alat ukur untuk mengukur resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah The Brief Resilience Scale yang disusun oleh Smith (2008) dengan
pertimbangan untuk melihat kemampuan individu agar bangkit dan pulih dari stres
dan penyesuaian dengan kondisi penyandang autoimun, agar mereka tidak
kelelahan saat mengisi kuesioner yang akan diberikan.
19
2.2 PerceivedStress
2.2.1 Pengertian Perceived Stress
Tekanan psikologis atau stres terjadi ketika individu merasa bahwa tuntutan
lingkungan melebihi dari kemampuan adaptasi individu tersebut.Umumnya,
kejadian stres diperkirakan memengaruhipatogenesis penyakit fisik dengan
menyebabkan keadaan afektif negatif (misalnya, perasaan cemas dan depresi), yang
akan memberikan efek langsung pada proses biologis atau pola perilaku yang
memengaruhirisiko penyakit(Cohen, 2013).
Perceived stress adalah perasaan atau pikiran yang dimiliki seseorang terhadap
hal-hal dalam kehidupannya yang dapat membuatnya stres serta kemampuannya
untuk mengatasi stres tersebut (Varghese, Norman, Thavaraj, 2015). Kupriyanov
dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah
atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau
dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun
termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain,
stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun.
Berdasarkan pemaparan dari berbagai definisi di atas, peneliti merujuk pada
definisi stress yang dikemukakan oleh Cohen (2013) yang menyatakan bahwa
tekanan psikologis atau stres terjadi ketika individu merasa bahwa tuntutan
lingkungan melebihi dari kemampuan adaptasi individu tersebut.Umumnya,
kejadian stres diperkirakan memengaruhipatogenesis penyakit fisik dengan
menyebabkan keadaan afektif negatif (misalnya, perasaan cemas dan depresi), yang
20
akan memberikan efek langsung pada proses biologis atau pola perilaku yang
memengaruhirisiko penyakit.
2.2.2 Dimensi Perceived stress
Perceived stress berdasarkan hasil penelitian menggunakan Perceived Stress Scale
(PSS)yang dilakukan oleh Cohen dengan merujuk kepada definisinyabersifat
unidimensional, atau hanya satu dimensi saja. Dijelaskan bahwa skala ini dirancang
untuk menilai persepsi seseorang mengenai stres, perasaan dan juga pemahaman
mereka selama beberapa bulan terakhir mengenai stres.
Hewitt, Flett, dan Mosher (1992) menjelaskan dua dimensi stres, yaitu:
1. Perceived distress. Reaksi afeksi negatif seperti kesal, marah, gugup, dan
tertekan karena ketidakmampuan dalam mengendalikan stressor.
2. Perceived control, rasa percaya diri, merasa mampu mengatasi stres dan
mengatasi kekhawatiran dalam kehidupan.
Kemudian, menurut Lazarus (dalamKupriyanov dan Zhdanov,2014) stres dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Eustress, merupakan respon positif terhadap stressor.
2. Distress,merupakan respon negatif terhadap stressor.
Penelitian ini akan menggunakan dimensi dari Perceived Stress Scale
(PSS)bersifat unidimensional yang menjelaskan penilaian seseorang mengenai
stres, dan juga pemahaman mereka selama beberapa bulan terakhir mengenai stres.
21
2.2.3 Alat Ukur Perceived stress
1. Profile Mood States (POMS)
Skala ini disusun oleh McNair, et al (1981), bersifat multidimensional dengan enam
dimensi mood (tension-anxiety, depression, anger-hostility, vigor, fatigue, dan
confusion) dan terdiri dari 65 item (α = 0.91).
2. Perceived Stress Scale (PSS)
Skala ini disusun oleh Cohen (1983), bersifat unidimensional untuk mengukur
persepsi terhadap stres dan terdiri dari 10 item (α = 0.78).
3. Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS)
Skala ini disusun oleh Lovibond dan Lovibond (1995), bersifat multidimensional
tiga dimensi (depression, anxiety, dan stress)dan terdiri dari 21 item (α = 0.88).
Penelitian ini akan menggunakan alat ukur Perceived Stress Scale (PSS)
bersifat unidimensional yang mengukur persepsi seseorang terhadap stres dan
terdiri dari 10 item. Peneliti menggunakan alat ukur ini untuk melihat bagaimana
penyandang autoimun menilai kejadian yang dianggap sebagai stressor dalam
kondisi menderita autoimun selama beberapa bulan terakhir.
2.3 Efikasi Diri
2.3.1 Pengertian Efikasi Diri
Efikasi diri pada awalnya didefinisikan sebagai jenis harapan yang hampir spesifik
dan berkaitan dengan kepercayaan individu terhadap kemampuannya untuk
melakukan perilaku atau rangkaian perilaku tertentu yang diperlukan untuk
mencapai suatu hasil tertentu (Bandura, 1977). Definisi efikasi diri tentunya telah
diperluas, namun tetap mengacu pada definisi bahwa efikasi diri adalah
22
kepercayaan individu tentang kemampuannya untuk mengendalikan kejadian yang
memengaruhikehidupannya (Bandura, 1989).
Reivich and Shatte (2002) merumuskan efikasi diri sebagai suatu keyakinan
bahwa individu dapat menguasai lingkungannya dan menangani secara efektif
masalah yang timbul dalam hidupnya. Individu yang memiliki efikasi diri yang
tinggi tetap menjaga komitmennya untuk memecahkan masalah yang tengah
dihadapinya dan tidak akan menyerah jika cara yang mereka tempuh untuk
memecahkan masalah tersebut belum berhasil, melainkan mencari cara lain yang
paling sesuai dengan keadaan yang tengah dihadapinya tersebut.
Berdasarkan pemaparan dari berbagai definisiefikasi diri di atas, peneliti
merujuk pada definisi yang dipaparkan oleh Bandura (1989) yang menyatakan
bahwa efikasi diri adalah kepercayaan individu tentang kemampuannya untuk
mengendalikan kejadian yang memengaruhikehidupannya.
2.3.2 Dimensi Efikasi Diri
Efikasi diri berdasarkan hasil penelitian menggunakan New General Self Efficacy
Scale yang mengacu pada teori Bandura(1997) bersifat unidimensional. Dijelaskan
bahwa dalam skala ini, dimensi mengenai efikasi dirihanya fokus untuk
menjabarkan efikasi diri dengan menjelaskan upaya individu untuk beradaptasi
dengan situasi yang mereka hadapi.
Dimensi dari New General Self Efficacy Scale merujuk kepada teori Bandura
(1997) yang menyatakan bahwa efikasi diri terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
1. Magnitude, berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi. Pandangan
penerimaan dan keyakinan seseorang terhadap suatu tugas yang berbeda-beda.
23
Seorang magnitude yang tinggi akan melihat dirinya mampu menyelesaikan
tugas yang sulit sekalipun.
2. Generality, menunjukan sejauh mana seseorang yakin akan kemampuannya
dalam menghadapi berbagai situasi, dimulai dengan melakukan aktivitas yang
biasa dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi.
3. Strenght, dimensi ini berkaitan dengan kekuatan penilaian tentang kecakapan
individu. Dimensi ini mengacu pada derajat kemampuan individu terhadap
keyakinan atau harapan yang dibuatnya.
Penelitian ini akan mengunakan dimensi berdasarkan hasil penelitian New
General Self Efficacy Scale yang mengacu pada teori Bandura (1997)dan bersifat
unidimensional. Pemilihan dimensi ini menyesuaikan dengan kondisi penyandang
autoimun dalam beradaptasi dengan penyakit yang diderita.
2.3.3 Alat ukur Efikasi Diri
Beberapa alat ukur yang telah digunakan dalam pengukuran efikasi diri dalam
penelitian adalah:
1. General Self Efficacy Scale (SGSE)
Alat ukur ini disusun oleh Shere et al(1982), bersifat multidimensional dengan
tiga dimensi (self-perceptions of behavior initiation, effort, dan persistence) dan
terdiri dari 17 item (α = 0.89)
2. New General Self Efficacy Scale (NGSE)
Alat ukur ini disusun oleh Chen dan Gully (1997) yang merupakan
pengembangan dari General Self Efficacy Scale (SGSE), bersifat unidimensional
24
untuk mengukur upaya individu dalam beradaptasi dengan situasi yang baru dan
terdiri dari 8 item (α = 0.85).
3. Self-Efficacy for Rehabilitation Outcome Scale (SER)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Drenna dan Owen mengikuti Bandura (1997)
bersifat unidimensional untuk mengukur keyakinan individu mengenai
kemampuan mereka untuk menampilkan perilaku terkait dengan rehabilitasi fisik
dan terdiri dari 12 item (α = 0.94).
Penelitian ini akan menggunakan alat ukur New General Self Efficacy Scale
yang dibuat oleh Chen dan Gully (1997) bersifat unidimensional dan terdiri dari
8 item. Pemilihan alat ukur ini disesuaikan dengan kondisi penyandang autoimun,
untuk melihat upaya individu beradaptasi dengan situasi baru yang mereka hadapi
dan pertimbangan agar penyandang autoimun tidak memerlukan waktu yang
lama untuk mengisi kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti.
2.4 Gratitude
2.4.1 Pengertian Gratitude
Lazarus (1994) menyatakan bahwa gratitude adalah emosi empatik yang dihasilkan
saat individu menyadari bahwa mereka mengalami keadaan yang menguntungkan
dan dapat berempati dengan usaha yang telah dikeluarkan orang lain untuk mereka.
McCullough, Emmons, dan Tsang (2002) memaparkan gratitude dapat dianggap
sebagai sifat yang mempengaruhi, emosi, atau suasana hati terhadap peran orang
lain dan juga pengalaman yang didapat selama hidup.
Gratitude adalah rasa terima kasih dan gembira sebagai respon atas suatu
pemberian, baik dari orang lain dalam suatu bentuk yang nyata, atau perasaan damai
25
secara alamiah. Rasa terima kasih dibedakan menjadi personal dan transpersonal.
Rasa terimakasih personal adalah rasa terimakasih kepada orang lain, sedangkan
rasa terima kasih transpersonal adalah rasa terima kasih kepada Tuhan, atau kepada
alam semesta (Peterson & Seligman, 2014).
Peneliti merujuk pada definisi yang dikembangkan oleh McCullough,
Emmons, dan Tsang (2002) yang memaparkan gratitude dapat dianggap sebagai
sifat yang memengaruhi, emosi, atau suasana hati terhadap peran orang lain dan
juga pengalaman yang didapat selama hidup.
2.4.2 Dimensi Gratitude
Gratitude berdasarkan hasil penelitian menggunakan Gratitude Questionaire-Six
Items Form (GQ-6)yang dilakukan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang
(2001)bersifat unidimensional,menilai perbedaan individu dalam kecenderungan
berterima kasih dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini akan menggunakan
dimensi yang bersifat unidimensional berdasarkan hasil penelitian McCullough,
Emmons, dan Tsang (2001).
Fitzgerald (1998) menyatakan gratitude terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a. Apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu.
b. Keinginan atau kehendak baik yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.
c. Kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi dan kehendak
baik yang dimilikinya.
Penelitian ini akan menggunakan dimensi berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh McCullough, Emmons, dan tsang (2001) bersifat unidimensional
26
yang menilai perbedaan individu dalam kecenderungan berterima kasih dalam
kehidupan sehari-hari.
2.4.3 Alat Ukur Gratitude
1. The GRAT (Gratitude, Resentment, and Appreciation Test)
Alat ukur ini disusun oleh Watkins et al (1998) bersifat multidimensional dengan
tiga dimensi (resentment, simple appreciation, dan social appreciation) dan
terdiri dari 44 item (α = 0.91).
2. The Gratitude Adjective Checklist
Alat ukur ini disusun oleh McCullough, Emmons, dan tsang (2002) bersifat
multidimensional dengan tiga dimensi (grateful, thankful, dan appreciative)dan
terdiri dari tiga item (α = 0.87).
3. Gratitude Questionaire-Six Items Form (GQ-6)
Alat ukur ini disusun oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2002), bersifat
unidimensional untuk mengukur penilaian individu terhadap kecenderungan
berterima kasih dalam kehidupan sehari-hari dan terdiri atas 6 item (α = 0.82).
Peneliti menggunakan alat ukur Gratitude Questionaire-Six Items Form (GQ6),
terdiri atas satu dimensi dan juga 6 item, untuk melihat peran gratitude dalam
memengaruhiemosi dan juga penyesuaian dengan kondisi penyandang autoimun.
2.5Dukungan Sosial
2.5.1 Pengertian Dukungan Sosial
Cobb (1976) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi yang menuntut
seseorang meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang. Selain itu, dukungan sosial
juga menerima dorongan atau pengorbanan, semangat dan nasihat dari orang lain.
27
Zimet et. al. (1988) mendefiniskan dukungan sosial sebagai sebuah pertukaran
sumber daya antara minimal dua individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak
bertujuan untuk membantu. Dukungan sosial sebagai faktor postif yang membantu
dalam pemeliharaan kesehatan maupun dalam pemulihan penyakit. Dukungan
sosial dapat berasal dari lingkungan sekitar seperti family, friend dan significant
other. Tingkat dukungan sosial yang tinggi akan mengurangi gejala kegelisahan
dan juga depresi.
Dukungan sosial mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh
orang lain, atau menerima dukungan. Tetapi itu juga merujuk pada perasaan atau
persepsi seseorang bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan tersedia jika
diperlukan yaitu, dukungan yang dirasakan. Dukungan yang diterima dan dirasakan
dapat memiliki efek yang berbeda pada kesehatan (Sarafino & Smith, 2011).
Dari berbagai pemaparan yang disampaikan oleh para ahli, peneliti merujuk
pada definisi dukungan sosial yang dikemukakan oleh Zimet et. al. (1988) yang
menyatakan bahwa dukungan sosial sebagai sebuah pertukaran sumber daya antara
minimal dua individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk
membantu. Dukungan sosial sebagai faktor postif yang membantu dalam
pemeliharaan kesehatan maupun dalam pemulihan penyakit. Dukungan sosial dapat
berasal dari lingkungan sekitar seperti family, friend dan significant other.
28
2.4.2 Dimensi Dukungan Sosial
Zimet et. al. (1988) menyebutkan bahwa dukungan sosial terdiri dari tiga dimensi:
a. Family, dukungan keluarga atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh keluarga
terhadap individu seperti membantu dalam membuat keputusan maupun
kebutuhan secara emosional
b. Friend, dukungan teman atau bantuan-bantuan yang diberikan oleh teman-teman
individu seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari maupun bantuan dalam
bentuk lainnya.
c. Significant Other, dukungan dari orang yang istimewa atau bantuan-bantuan
yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan individu seperti
membuat individu merasa nyaman dan merasa dihargai.
Kemudian dimensi dukungan sosial menurut Sarafino dan Smith (2011) yaitu:
b. Emotional atau esteem support, menyampaikan empati, kepedulian,
penghargaan positif, dan dorongan terhadap orang tersebut.
c. Tangible atau instrumental support, melibatkan bantuan langsung, membantu
dengan tugas-tugas di saat stres.
d. Informational support, memberikan saran, arahan, atau umpan balik tentang
bagaimana orang tersebut melakukan sesuatu.
e. Companionship support, ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu
bersama orang tersebut.
Penelitian ini akan menggunakan dimensi oleh Zimet et.al (2008) yang
menyatakan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari lingkungan sekitar seperti
family, friend, significant other.
29
2.4.3 Alat ukur Dukungan Sosial
1. Percieved Social Support-Family (PSS-Fa) and Friend (PSS-Fr)
Alat ukur ini disusun oleh Procidano dan Heller (1983) bersifat multidimensional
dengan dua dimensi (family dan friend) dan terdiri dari 10 versi item dari PSS-Fa
dan 10 versi item dari PSS-Fr (α = 0.91 dan 0.92)
2. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL
Alat ukur ini disusun oleh Cohen dan Hoberman (1985), bersifat multidimensional
dengan empat dimensi (tangible support, appraisal support, self-esteem support,
dan belonging support) dan terdiri dari 40 item (α = 0.83).
3. The Multidimensional Scale of Perceived Social Support
Alat ukur disusun oleh Zimet et. al. (1988), bersifat multidimensional dengan tiga
dimensi (family, friend,dan significant other)dan terdiri dari 12 item (α 0.88).
Penelitian ini akan menggunakan alat ukur The Multidimensional Scale Of
Perceived Social Support (Zimet, 1988) untuk mengukur peniliaian individu
terhadap sumber-sumber dukungan sosial yang diterima selama menjalani masa
pengobatan, yaitu family, friend, dan significant other.
2.5 Kerangka Berpikir
Resiliensi merupakan suatu usaha individu untuk bangkit dari keterpurukan
yang dapat terbentuk karena faktor internal maupun eksternal individu. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor internal yang membentuk resiliensi yaitu
perceived stress, efikasi diri, dan gratitudeserta faktor eksternal individu yaitu
dukungan sosial dan faktor demografi.
30
Faktor internal yang pertama adalah perceived stress. Cohen (2013) menyatakan
bahwa tekanan psikologis atau stres terjadi ketika individu merasa bahwa tuntutan
lingkungan melebihi dari kemampuan adaptasi individu tersebut. Penelitian Ong
(2006) menunjukan resiliensi dapat membantu individu untuk menghindari stress.
Maka dari itu, peneliti ingin melihat bagaimana persepsi seseorang dalam
menghadapi kejadian yang dianggap sebagai stres sebagai upaya resiliensi untuk
bangkit dari kejadian negatif yang dialami oleh individu.
Faktor internal kedua yaitu efikasi diri. Menurut Bandura (2008),efikasi diri
adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Penelitian Hamill (2003)
menyimpulakan efikasi diriadalah kompetensi dalam menghadapi kesulitan yang
sedang dihadapi, tingkat efikasi diri yang tinggi memiliki pengaruh signifikan
terhadap kecakapan resiliensi, hal ini membuktikan bahwa efikasi diri memiliki
pengaruh dalam usaha resiliensi seseorang. Disumsikan bahwa jika seseorang
memiliki efikasi diri yang tinggi, maka resiliensi pada diri individu juga akan tinggi.
Kemudian faktor internal terakhir yaitu gratitude. McCullough, Emmons, dan
Tsang (2002) memaparkan gratitude dapat dianggap sebagai sifat yang
memengaruhi, emosi, atau suasana hati terhadap peran orang lain dan juga
pengalaman yang didapat selama hidup.Hasil penelitian oleh Hwei dan Abdullah
(2017) menyimpulkan bahwa, gratitude dapat membangun hubungan positif dan
terima kasih kepada sumber dukungan yang diterima individu untuk menghadapi
peristiwa negatif sehingga menghasilkan resiliensi di bawah kondisi stres. Peneliti
31
ingin melihat apakahgratitude yang dimiliki penyandang autoimun
dapatmeningkatkan resiliensi mereka dalam menghadapi penyakit yang diderita.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga diperhitungkan oleh peneliti, dalam
penelitian ini yaitu dukungan sosial. Zimet et. al. (1988) menjabarkan dukungan
sosial sebagai sebuah pertukaran sumber daya antara minimal dua individu yang
dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk membantu. Dukungan sosial
sebagai faktor postif yang membantu dalam pemeliharaan kesehatan maupun dalam
pemulihan penyakit. Penelitian Ediati (2016) menunjukkan terdapat hubungan
positif antara dukungan sosial dengan resiliensi. Dalam hal ini, diasumsikan
individu yang mendapatkan dukungan sosial tinggi dari lingkungan sekitar akan
memiliki resiliensi tinggi dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya.
Faktor demografi juga diperhitungkan oleh peneliti, yaitu usia dan jenis kelamin.
Penelitian Barends (2004) menunjukkan bahwa faktor demografi meliputi usia,
jenis kelamin, ras, dan bahasa memiliki hubungan yang signifikan dengan resiliensi.
Hasil penelitian oleh Rinaldi (2010) menunjukan laki-laki lebih resilien dibanding
wanita. Diasumsikan usia individu memengaruhibagaimana resiliensi yang dapat
dicapai, dan peneliti mempertanyakan apakah jenis kelamin memengaruhiresiliensi
penyandang autoimun.
32
Berikut merupakan bagan dari kerangka berpikir penelitian:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
2.8 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah resiliensi yang merupakan
dependent variable, bergantung pada tinggi rendahnya skor pada independent
variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu perceived stress, efikasi
diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografi.
Berdasarkan kerangka berpikir penelitian di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Resiliensi
Usia
Jenis Kelamin
Perceived stress
Efikasi Diri
Gratitude
Dukungan Sosial
Family
Significant Other
Friend
33
Hipotesis mayor:
Ha: “Perceived stress, efikasi diri,gratitude, dukungan sosial, usia, dan jenis
kelamin secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
resiliensi.
Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu:
H1 : Ada pengaruh yang signifikan perceived stress terhadap resiliensi penyandang
autoimun.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan efikasi diriterhadap resiliensi penyandang
autoimun.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan gratitude terhadap resiliensi penyandang
autoimun.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi family dalam variabel dukungan sosial
terhadap resiliensi penyandang autoimun.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi friend dalam variabel dukungan sosial
terhadap resiliensi penyandang autoimun.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi significant other dalam variabel
dukungan sosial terhadap resiliensi penyandang autoimun.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan usia terhadap resiliensi penyandang autoimun.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelaminterhadap resiliensi penyandang
autoimun.
Semua hipotesis penelitian di atas akan dijadikan hipotesis nol untuk diuji secara
statistik.
34
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah penyandang autoimun yang sedang menjalani
proses pengobatan autoimun dan bergabung dalam beberapa komunitas, yaitu
Komunitas Autoimun Indonesia, SAHARA (Sahabat Rheumatoid Arthritis), dan
LDHS (Lima Dasar Hidup Sehat). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 220 penyandang autoimun yang terdaftar dalam komunitas Autoimun
Indonesia, SAHARA, dan LDHS.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalahnon-probability
sampling dengan jenisconvenience sampling. Teknik ini dilakukan dengan meminta
kesediaan pada calon sampel yang berada dalam kondisi yang memungkinkan
dalam komunitas populasi untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dengan
cara mengisi kuesioner onlinedari peneliti.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah resiliensi pada
penyandang autoimun. Sementara variabel bebas (independent variable) dalam
penelitian ini adalah perceived stress, efikasi diri, gratitude, dukungan sosial,usia,
dan jenis kelamin.
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Resilensi sebagai ketahanan terhadap penyakit, adaptasi, dan pertumbuhan,
kemampuan untuk bangkit kembali atau pulih dari stres.Resiliensi akan diukur
35
dengan skala hasil adaptasi dari Brief Resilience Scale yang disusun oleh Smith
et. al. (2008).
2. Perceived stress yaitu tekanan psikologis atau stres yang timbul ketika individu
merasa bahwa tuntutan lingkungan melebihi dari kemampuan adaptasi individu
tersebut, yang dipicu oleh peristiwa negatif. Perceived stressakan diukur dengan
skala hasil adaptasi Perceived Stress Scale yang disusun oleh Cohen (1988).
3. Efikasi diriadalah suatu keyakinan yang dimiliki oleh individu mengenai
kemampuannya untuk melakukan suatu hal. Efikasi diriakan diukur dengan skala
hasil adaptasi dari New General Self-Efficacy Scale yang disusun oleh Chen et.
al. (1997).
4. Gratitude adalah perasaan memaparkan gratitude dapat dianggap sebagai sifat
yang mempengaruhi, emosi, atau suasana hati terhadap peran orang lain dan juga
pengalaman yang didapat selama hidup. Gratitudeakan diukur dengan kuesioner
hasil adaptasi dari Gratitude Questionaire-Six Items Form (GQ-6)yang
dikembangkan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001).
5. Dukungan sosial sebagai sebuah pertukaran sumber daya antara minimal dua
individu yang dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk membantu.
Dukungan sosial akan diukur dengan skala hasil adaptasi dari The
Multidimensional Scale of Perceived Social Support yang disusun oleh Zimet et.
al. (1988).
36
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini berbentuk skala model likert. Instrumen
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari lima alat ukur, yaitu alat ukur
resiliensi, alat ukur perceived stress, alat ukur efikasi diri, alat ukur gratitude, dan
alat ukur dukungan sosial. Alat ukur resiliensi, perceived stress, dan efikasi diri
menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai
1 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 5. Kemudian, alat ukur gratitude dan
dukungan sosial menggunakan tujuh pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju
(STS) dengan nilai 1 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 7.
Penilian terhadap butir unfavorable dinilai melalui Sangat Tidak Setuju (STS)
dengan nilai 5 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 1, dan Sangat Tidak Setuju
(STS) dengan nilai 7 dan Sangat Setuju (SS) dengan nilai 1. Perhitungan skor tiap-
tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Format skoring skala likert lima pilihan jawaban
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Netral Setuju Sangat
Setuju
Favorable 1 2 3 4 5
Unfavorable 5 4 3 2 1
Tabel 3.2
Format skoring skala likert tujuh pilihan jawaban
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Agak
Tidak
Setuju
Netral Agak
setuju
Setuju Sangat
Tidak
setuju
Favorable 1 2 3 4 5 6 7
Unfavorable 7 6 5 4 3 2 1
37
Pada penelitian ini, skala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu skala resiliensi,
skala perceived stress, skala efikasi diri, skala gratitude, dan skala dukungan sosial,
sebagai berikut:
3.3.1. Resiliensi
Pengukuranresiliensi menggunakan alat ukur adaptasi dari Brief Resilience Scale
(Skala Resiliensi Singkat) yang disusun oleh Smith et. al. (2008), bersifat
unidimensional dengan 6 item dengan model likert skala 1 sampai 5 (Sangat Tidak
Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, Sangat Setuju).Peneliti menggunakan alat ukur
ini dengan pertimbangan penyesuaian terhadap kondisi penyandang autoimun.
Adapun blue print dari skala resiliensi ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Blue print Skala Resiliensi
Dimensi Contoh Item Fav Unfav Jumlah
Resiliensi Saya cenderung bangkit kembali dengan cepat
setelah masa-masa sulit 1,3,5 2,4,6 6 item
Total 6 item
3.3.2. Perceived stress
Pengukuran perceived stress dalam penelitian ini akan menggunakan skala adaptasi
dari Perceived Stress Scale yang disusun oleh Cohen (1988), bersifat
unidimensional terdiri dari 10 item dengan model skala likert 1 sampai 5. Peneliti
menggunakan skala ini dengan pertimbangan Perceived Stress Scale mengukur
persepsi seseorang mengenai stres selama beberapa bulan terakhir. Adapun blue
print dari skala perceived stressdapat dilihat pada tabel 3.3 sebagai berikut:
38
Tabel 3.3
Blue printSkala Perceived stress
Dimensi Contoh Item Fav Unfav Jumlah
Perceived
Stress
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda kesal karena suatu kejadian yang tidak
terduga?
4,5,7,8 1,2,3,9,10
10 item
Total 10 item
3.3.3. Efikasi Diri
Pengukuran efikasi diri dalam penelitian ini menggunakan skala adaptasi dari New
General Self-Efficacy Scale yang disusun oleh Chen et. al. (1997), bersifat
unidimensional dan terdiri dari 8 item dengan model likert skala 1 sampai 5. Peneliti
menggunakan skala ini dengan pertimbangan penyesuaian terhadap kondisi
penyandang autoimun. Adapun blue print dari skala efikasi diri ini dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Blue printSkalaEfikasi Diri
Dimensi Contoh Item Fav Jumlah
Efikasi Diri Saya akan berhasil mengatasi banyak
tantangan.
1,2,3,4,5,6,7,8 8 item
Total 8 item
3.3.4 Gratitude
Pengukuran gratitude dalam penelitian ini adalah skala yang dikembangkan oleh
McCullough, Emmons, dan Tsang (2001), terdiri dari 6 item dengan model likert
skala 1 sampai 7 (Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Agak Tidak Setuju, Netral,
Agak setuju, Setuju, Sangat Tidak Setuju). Peneliti menggunakan skala ini dengan
pertimbangan penyesuaian terhadap kondisi penyandang autoimun agar tidak
kelelahan dalam mengisi kuesioner. Adapun blue print dari skala gratitude ini dapat
dilihat pada tabel berikut:
39
Tabel 3.6
Skala blue print Gratitude
Dimensi Contoh Item Fav Unfav Jumlah
Gratitude Saya memiliki banyak hal dalam
hidup yang patut disyukuri.
1,2,4,5 3,6 6 item
Total 6 item
3.3.5. Dukungan Sosial
Pengukuran dukungan sosial dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari
skala The Multidimensional Scale of Perceived Social Support yang terdiri dari tiga
dimensi dan total 12 item dimana setiap 4 item mewakili dimensi; family, friend,
dan significant other dengan model likert skala 1 sampai 7. Peneliti menggunakan
skala ini karena mengidentifikasikan faktor penting sumber dukungan sosial.
Adapun blue print dari skala dukungan sosialini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7 Blue print Skala Dukungan Sosial
No Aspek Indikator Contoh Item Fav Jumlah
1 Family a. ada dukungan keluarga Keluarga saya
benar-benar
mencoba
untuk
membantu
saya.
3,4,8,11 4 item
b. ada dukungan emosional dari
keluarga
c. dukungan keluarga dalam
penyelesaian masalah
d. dukungan keluarga dalam
pengambilan keputusan
2 Friend a. ada dukungan teman Saya dapat
membicarakan
masalah saya
kepada teman-
teman saya
6,7,9,12 4 item
b. dukungan keberadaan dari
teman
c. dukungan emosional dari
teman
d. dukungan teman dalam
penyelesaian masalah
3 Significant
other
a. ada dukungan dari orang
tertentu
Ada orang-
orang yang
peduli dengan
perasaan saya.
1,2,5,10 4 item
b. ada dukungan emosional dari
orang tertentu
c. dukungan rasa nyaman dari
orang tertentu
d. dukungan perasaan dari orang
tertentu
Total 12 item
40
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas
instrumen yang dipakai, yaitu 1) Brief Resilience Scale, 2) Perceived Stress Scale,
3) New General Self-Efficacy, 4)Gratitude Questionnaire Six Item Form (GQ-6),5)
The Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Untuk menguji validitas
konstruk alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
Confirmatory Faktor Analysis (CFA).CFA adalah suatu bagian dari analisis faktor
yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing item valid dalam mengukur
konstruk yang hendak diukur.Prosedur uji validitas konstruk dengan CFA adalah
sebagai berikut (Umar, 2012):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Disusun hipotesis teori bahwa seluruh item yang disusun adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis)
bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefiniskan (teori
unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut dengan matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis
41
pada butir 2 adalah benar, maka semestinya item hanya mengukur satu faktor
saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah :
1. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam
halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual).
2. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian diestimasi (dihitung) korelasi
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item berdasarkan
hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑ atau
dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan (p>0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya, teori
yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
yang dapat dilakukan seleksi terhadap item menggunakan 3 kriteria, yaitu:
1. Item yang muatan faktornya tidak signifikan di drop karena tidak
memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
2. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga di drop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun
demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya
unfavorable atau negatif sudah sesuai (di reverse) skornya sehingga menjadi
42
positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada jawaban benar
ataupun salah.
3. Item juga dapat di drop jika residual (kesalahan pengukuran) berkorelasi
dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti bahwa item
tersebut mengukur juga hal selain konstruk yang hendak diukur.
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL 8.70.
Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam subab berikut:
3.4.1 Uji Vailiditas Item Resiliensi
Dalam perhitungan data Confirmatory factor Analysis (CFA) satu faktor dari
konstruk resiliensi diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 71.99,df = 9, P-
value = 0.00000, skor RMSEA = 0.179. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000
< 0.05, sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 6.21, df =
5, P-value = 0.28666, RMSEA = 0.033, dengan P-value > 0.05, artinya model ini
sudah fit. Dengan demikian, item yang ada pada konstruk resiliensi ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu resiliensi.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
43
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
resiliensi disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Resiliensi
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.19 0.07 2.83
2 0.48 0.08 6
3 0.22 0.07 3.24
4 0.16 0.07 2.4
5 -0.45 0.08 -5.75 X
6 1.04 0.12 8.96
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, setelah dilakukan pengujian CFA, lima item memiliki
muatan faktor positif dan memiliki t > 1.96 dan satu item memiliki muatan faktor
negatif. Sehingga terdapat satu item yang harus di-drop dari konstruk resiliensi,
yaitu item nomor 5 harus di-drop dari konstruk resiliensi.
3.4.2 Uji Validitas Item Perceived stress
Dalam perhitungan data Confirmatory factor Analysis (CFA) satu faktor dari
konstruk perceived stress diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 322.50, df
= 35, P-value = 0.00000, skor RMSEA = 0.194. Dari hasil tersebut nilai P-value =
0.00000 < 0.05, sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 27.89, df
= 22, P-value = 0.17939, RMSEA = 0.035, dengan P-value > 0.05, artinya model
ini sudah fit. Dengan demikian, item yang ada pada konstruk perceived stress ini
hanya mengukur satu faktor saja, yaitu perceived stress.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
44
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
perceived stress disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Perceived stress
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.63 0.06 9.8
2 0.88 0.06 14.6
3 0.79 0.06 13.92
4 0.08 0.07 1.13 X
5 0.29 0.07 4.48
6 -0.65 0.06 -10.64 X
7 0.15 0.07 2.28
8 -0.22 0.07 -3.24 X
9 0.86 0.06 15.39
10 0.91 0.05 16.77
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, setelah dilakukan pengujian CFA, tujuh item memiliki
muatan faktor positif serta t > 1.96, dan tiga item memiliki muatan faktor negatif.
Sehingga item nomor 4,6, dan 8 harus di-drop dari konstrukperceived stress.
3.4.3 Uji Validitas Item Efikasi Diri
Dalam perhitungan data Confirmatory factor Analysis (CFA) satu faktor dari
konstruk efikasi diri diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 319.01, df = 20,
P-value = 0.00000, skor RMSEA = 0.261. Dari hasil tersebut nilai P-value =
0.00000 < 0.05, sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 12.01, df
45
= 9, P-value = 0.21264, RMSEA = 0.039, dengan P-value > 0.05, artinya model ini
sudah fit. Dengan demikian, item yang ada pada konstruk efikasi diri ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu efikasi diri.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran efikasi
diri disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Efikasi Diri
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.67 0.06 10.85
2 0.85 0.05 15.58
3 0.92 0.05 17.86
4 0.93 0.05 17.99
5 0.93 0.05 18.08
6 0.86 0.05 15.73
7 0.66 0.06 10.69
8 0.74 0.06 12.77
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96, atau t < 1.96. Berdasarkan
kriteria, seluruh item efikasi dirimerupakan item yang valid berdasarkan dua
kriteria yang dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor tidak boleh memiliki nilai
negatif, nilai t value memiliki nilai t > 1.96 atau t < 1.96. Dengan demikian, item-
item tersebut tidak ada yang di-drop.
46
3.4.4 Uji Validitas Item Gratitude
Dalam perhitungan data Confirmatory factor Analysis (CFA) satu faktor dari
konstruk gratitudediperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 47.16, df = 9, P-
value = 0.00000, skor RMSEA = 0.139. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000
< 0.05, sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 7.37, df =
7, P-value = 0.39162, RMSEA = 0.015, dengan P-value > 0.05, artinya model ini
sudah fit. Dengan demikian, item yang ada pada konstruk gratitude ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu gratitude.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran gratitude
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Gratitude
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.99 0.05 20.17
2 0.87 0.05 16.17
3 0.47 0.06 7.36
4 0.83 0.06 15
5 0.78 0.06 13.74
6 -0.15 0.07 -2.29 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
47
Berdasarkan tabel 3.11, setelah dilakukan pengujian CFA, lima item memiliki
muatan faktor positif serta t > 1.96, dan satu item memiliki muatan faktor negatif.
Sehinggaitem nomor 6 harus di-drop dari konstruk gratitude.
3.4.5 Uji Validitas Item Dukungan Sosial
Dalam perhitungan data Confirmatory factor Analysis (CFA) satu faktor dari
konstruk dukungan sosial diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 524.20, df
= 54, P-value = 0.00000, skor RMSEA = 0.206. Dari hasil tersebut nilai P-value =
0.00000 < 0.05, sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 28.24, df
= 20, P-value = 0.10394, RMSEA = 0.043, dengan P-value > 0.05, artinya model
ini sudah fit.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
dukungan sosial disajikan pada tabel berikut:
48
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Dukungan Sosial
No Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Family
1 0.98 0.05 19.72
2 0.96 0.05 18.93
3 0.82 0.06 14.44
4 0.86 0.05 15.75
Friend
5 1.03 0.06 18.61
6 0.89 0.06 14.41
7 0.97 0.06 16.43
8 0.74 0.06 12.14
Significant
Other
9 0.92 0.05 17.39
10 0.99 0.05 19.72
11 1.04 0.05 20.47
12 0.98 0.05 19.60
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, setelah dilakukan pengujian CFA, seluruh item dukungan
sosialmerupakan item yang valid berdasarkan dua kriteria yang dijelaskan
sebelumnya yaitu muatan faktor tidak boleh memiliki nilai negatif, nilai t value
memiliki nilai t > 1.96 atau t < 1.96. Dengan demikian, item-item tersebut tidak ada
yang di-drop.
3.5.Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai hubungan antara perceived
stress,efikasi diri, gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografi yang
memengaruhiresiliensi, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis).
Dalam penelitian ini, variabel independen sebanyak 7 buah, sedangkan
variabel dependen sebanyak 1 buah sehingga susunan persamaan regresi penelitian
adalah:
49
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+e
Jka dituliskan variabelnya maka:
Y = resiliensi
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = perceived stress
X2 = efikasi diri
X3 = gratitude
X4 = family
X5 = friend
X6 = significant other
X7= umur
X8= jenis Kelamin
e = residu
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara reiliensi (DV) dengan perceived stress, efikasi diri,
gratitude, dan dukungan sosial (IV). R2 menunjukan variasi atau perubahan
dependent variable (Y) yang disebabkan oleh independent variable (X) atau yang
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh independent variable (X) terhadap
dependent variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari resiliensi
yang dijelaskan oleh perceived stress, efikasi diri, gratitude, dan dukungan sosial.
Untuk mendapatkan nilai R2 digunakan rumus sebagai berikut:
𝑅2 = 𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
Keterangan:
R2 = Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan IV
SSreg – Jumlah kuadrat regresi yang dihitung setelah koefisien regresi diperoleh
SSy = Jumlah kuadrat dari DV (Y)
50
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikansi F-test.
Selain itu juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat apakah
pengaruh IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini alah R2 itu sendiri
dengan df-nya, yaitu sejumlah IV yang dianalisis sedangkan penyebutnya (1-R2)
dibagi dengan df-nya (N-k-1) dimana N adalah total sampel untuk df dari pembagi
sebagai numerator sedangkan df penyebut sebagai denumorator. Adapun rumus
untuk uji F terhadap R2 adalah:
𝐹 = 𝑅2 𝑘⁄
(1 − 𝑅2) (𝑁 − 𝑘 − 1)⁄
Keterangan:
R2 = proporsi varians
K = banyaknya independent variable
N = ukuran sampel
Di mana K adalah banyaknya IV dan N adalah besarnya sampel. Apabila
nilai F itu signifikan (p<0,5), maka berarti seluruh IV secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Adapun langkah berikutnya
menguji signifikansi pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Hal ini dilakukan
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96 maka berarti
IV yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV, dan
sebaliknya. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah:
𝑡𝑖 =𝑏𝑖
𝑆𝑏𝑖
Di mana bi adalah koefisien regresi untuk IV dan Sbi adalah standar error
sampling.
51
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Total sampel dalam penelitian ini adalah 220 orang penyandang autoimun yang
tergabung dalam komunitas Autoimun Indonesia, SAHARA (Sahabat Rheumatoid
Arthritis) dan LDHS (Lima Dasar Hidup Sehat).
Tabel 4.1
Gambaran Umum Penyandang Autoimun
Jumlah Presentasi
Usia: 15 – 60 Mean = 36.5818
SD = 11.70597
Jenis Kelamin: Laki-laki 13 5.9
Perempuan 207 94.1
Jenis Penyakit: Systemic Lupus Erythematosus 64 29.1
Scleroderma 4 1.8
Rheumatoid Arthritis 76 34.5
Sjogren Syndrome 21 9.5
Multiple Sclerosis 5 2.3
Dan lain-lain 50 22.7
Lama diagnosa: 1 - 5 tahun 126 57.3
6 10 - tahun 60 27.3
≥ 10 tahun 34 25.5
Jenis pengobatan: Obat 199 90.5
Herbal 9 4.1
Terapi 8 3.6
Dan lain-lain 4 1.8
Jumlah 220
52
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
sebanyak 220 orang, terdapat 5.9% merupakan laki-laki dan 94.1% merupakan
perempuan. Kemudian rata-rata usia dalam penelitian ini adalah kisaran 36 tahun.
Jenis autoimun yang paling banyak diderita adalah Rheumatoid Arthritis
dengan jumlah sebesar 76 orang (34.5%). Rentang waktu diagnosa dalam penelitian
ini berada dominan pada waktu 1 sampai 5 tahun yaitu dengan jumlah sebesar 126
orang (57.3%). Jenis pengobatan yang paling banyak dilakukan dalam penelitian
ini adalah obat dengan jumlah sebesar 199 orang (90.5%).
4.2 Analisis Deskriptif Variabel
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis akan melakukan analisis deskriptif. Hasil
analisis deskriptif adalah hasil gambaran mengenai data dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, hasil analisis deskriptif akan menyajikan nilai minimum,
maksimum, mean, dan standard deviasi serta kategorisasi tinggi dan rendahnya
skor variabel penelitian. Gambaran mengenai hasil deskriptif akan disajikan dalam
bentuk tabel dibawah ini:
Tabel 4.2
Analisis Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Resiliensi 220 31.37 69.20 50.000 8.162209
Perceived stress 220 30.71 70.01 50.000 9.45910
Efikasi Diri 220 15.53 63.46 50.000 9.70659
Gratitude 220 5.18 5.33 50.000 9.69706
Family 220 19.58 57.63 50.000 9.92730
Friend 220 23.56 60.63 50.000 9.69559
Significant Other 220 18.87 57.61 50.000 9.98890
Valid N (listwise) 220
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai
mean dari seluruh variabel adalah 50. Selain itu, nilai minimum dari resiliensiadalah
53
31.37 dengan nilai maksimum 69.2, dan SD = 8.16209. Kedua, perceived stress
dengan nilai minimum = 30.71, nilai maksimum = 70.01, dan SD = 9.45910. Ketiga,
efikasi diridengan nilai minimum = 15.53, nilai maksimum = 63.46, dan SD =
9.70659. Keempat, gratitude dengan nilai minimum = 5.18, nilai maksimum =
55.33, dan SD = 9.69706. Kelima, family dengan nilai minimum = 19.58, nilai
maksimum = 57.63, dan SD = 9.92730. Keenam, friend dengan nilai minimum =
23.56, maksimum = 60.63, dan SD = 9.69559. Ketujuh, significant other dengan
nilai minimum = 18.87, maksimum = 57.61, dan SD = 9.98890.
4.3 Kategori Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian, maka
hal yang perlu dilakukan adalah kategorisasi terhadap data penelitian dengan
menggunakan standar deviasi dan mean dan t-score . Dalam hal ini, ditetapkan
norma pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Norma Skor Kategorisasi
Norma Interpretasi
X < Mean - 1Standar Deviasi Rendah
X > Mean + 1Standar Deviasi Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi kategori
masing-masing variabel. Masing-masing variabel akan dikategorikan sebagai
rendah, dan tinggi. Selanjutnya akan dijelaskan perolehan nilai persentasi
kategorisasi untuk variabel resiliensi,perceived stress, efikasi diri,gratitude, dan
dukungan sosial pada tabel 4.4.
54
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi
Variabel Rendah Tinggi
Resiliensi 113 (51.4%) 107 (48.6%)
Perceived stress 101 (45.9%) 118 (53.6%)
Efikasi Diri 96 (43.6%) 124 (56.4%)
Gratitude 66 (30.0%) 154 (70.0%)
Family 70 (31.8%) 150 (68.2%)
Friend 90 (40.9%) 130 (59.1%)
Significant Other 64 (29.1%) 156 (70.9%)
Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan bahwa pada variabel resiliensi, 48.6% dari total
responden memiliki tingkat resiliensi tinggi, sementara 51.4% responden memiliki
tingkat resiliensi rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden
yang diteliti, resiliensi yang paling dominan berada pada kategori rendah. Pada
variabel perceived stress, 53.6% dari total responden memiliki tingkat perceived
stress tinggi, dan 45.9% responden meiliki tingkat perceived stress rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat perceived
stress yang paling dominan berada pada kategori tinggi. Pada variabel efikasi diri,
56.4% dari total responden memiliki tingkat efikasi diri tinggi, dan 43.6%
responden memiliki tingkat efikasi diri rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari
keseluruhan responden yang diteliti, tingkat efikasi diri yang paling dominan
berada pada kategori tinggi. Pada variabel gratitude, 70.0% dari total responden
memiliki tingkat gratitude tinggi, dan 30.0% responden memiliki tingkat gratitude
rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat
gratitude yang paling dominan berada pada kategori tinggi. Pada variabel family,
68.2% dari total responden memiliki tingkat family tinggi, dan 31.8%
55
respondenmemiliki tingkat family rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari
keseluruhan responden yang diteliti, tingkat family yang paling dominan berada
pada kategori tinggi. Pada variabel friend, 59.1% dari total responden memiliki
tingkat friend tinggi, dan 40.9% responden memiliki tingkat friend rendah. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat friend paling
dominan berada pada kategori tinggi. Pada variabel significant other, 70.9% dari
total responden memiliki tingkat significant other tinggi, dan 29.1% responden
memiliki tingkat significant other rendah. Dapat disimpulkan dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat significant otherdominan pada kategori tinggi.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab tiga. Dalam
regresi ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R Square untuk mengetahui
presentase (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent
variable, kedua apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara
signifikan terhadap dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau
tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent variable. Langkah
pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya
untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
R square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .478a 0.228 0.199 7.30504 a. Predictors: (Constant), perceived stress, efikasi diri, gratitude, dukungan sosial.
56
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa diperoleh R Square sebesar 0.228 atau 22.8%.
Artinya proporsi varian dari resiliensi yang dijelaskan oleh perceived stress, efikasi
diri, gratitude, dan dukungan sosial adalah sebesar 22.8%, sedangkan 77.2%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua penulis menguji apakah seluruh independen memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada
tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Anova Pengaruh seluruh IV terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 3329.979 8 416.247 7.800 .000b
Residual 11259.721 211 53.364
Total 14589.700 219 a. Predictors: (Constant), perceived stress, efikasi diri, gratitude, dukungansosial.
b. Dependent Variable:R
Berdasarkan uji F pada tabel 4.6, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada
kolom paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. jadi, dengan demikian
hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh perceived stress,efikasi
diri,gratitude, dan dukungan sosial terhadap resiliensi” ditolak. Artunya, ada
pengaruh positif yang signifikanperceived stress, efikasi diri, gratitude, dan
dukungan sosial terhadap resiliensi.
Langkah selanjutnya, penulis melihat koefisien regresi dari masing-masing
IV. Jika sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yan signifikan terhadap resiliensi. Adapun
besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap
resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.7.
57
Tabel 4.7
Koefisien regresi
Model
Coefficientsa
t Sig. Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 19.389 6.195 3.130 .002
Perceived Stress .371 .055 .429 6.745 .000*
Efikasi Diri .072 .068 .085 1.039 .300
Gratitude .081 .074 .096 1.031 .304
Family .016 .072 .020 .225 .822
Friend -.064 .074 -.077 -.871 .385
Significant Other -.012 .082 -.014 -.141 .888
Usia .393 .803 .031 .490 .625
Jenis Kelamin 3.162 2.103 .092 1.503 .134
a. Dependent Variable: R
Berdasarkan tabel 4.7, maka persamaan regresinya sebagai berikut: (*signifikan)
Resiliensi’ = 19.389 + 0.371 *perceived stress+ 0.072 efikasi diri +0.081 gratitude
+ -0.016 family + -0.064 friend + -0.012 significant other + 0.393 usia + 3.162
jenis kelamin.
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat satu
variabel yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu perceived stress.
Sementara tujuh variabel lain tidak signifikan.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independen
variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel perceived stress
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.371 dengan taraf signifikansi .000 (sig <
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
perceived stress terhadap resiliensi ditolak. Artinya variabel perceived stress
pengaruhnya signifikan terhadap resiliensi. Arah dari koefisien positif menjelaskan
58
bahwa semakin tinggi variabel perceived stress, maka semakin tinggi pula
resiliensi.
2. Variabel efikasi diri
Diperolah nilai koefisien regresi sebesar 0.072 dan taraf signifikansi .300 (sig >
0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh efikasi
diri terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel efikasi diri pengaruhnya tidak
signifikan secara positif terhadap resiliensi.
3. Variabel gratitude
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.081 dan taraf signifikansi .304 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh gratitude
terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel gratitude pengaruhnya tidak
signifikan secara positif terhadap resiliensi.
4. Variabel family
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.016 dan taraf signifikansi .882 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh family
terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel family pengaruhnya tidak signifikan
secara positif terhadap resiliensi.
5. Variabel friend
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.064 dan taraf signifikansi .385 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh friend
terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel friend pengaruhnya tidak signifikan
secara negatif terhadap resiliensi.
59
6. Variabel significant other
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.012 dan taraf signifikansi .888 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
significant other terhdaap resiliensi diterima.
7. Variabel usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.393 dan taraf signifikansi .625 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh umur
terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel umur pengaruhnya tidak signifikan
secara positif terhadap resiliensi.
8. Variabel jenis kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 3.162 dan taraf signifikansi .134 (sig >
0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh jenis
kelamin terhadap resiliensi diterima. Artinya variabel jenis kelamin pengaruhnya
tidak signifikan secara positif terhadap resiliensi.
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih
kuat. Dalam hal ini, penulis menggunakan koefisien regresi yang terstandarisasi
(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi mana
yang menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap variabel dependen. Variabel
perceived stress memiliki pengaruh yang paling kuat dengan nilai β = .429.
4.4.1 Pengujian Proporsi Varians pada setiap variabel Independen
Selanjutnya penelitian ini ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari
masing-masing independent variable (IV) terhadap resiliensi. Besarnya proporsi
varian pada resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:
60
Tabel 4.8
Proporsi Varians
Model R
R
square
R Square
Change F change df1 df2
Sig.F
Change
1 .488a .201 .201 54.796 1 218 .000
2 .460b .212 .011 2.982 1 217 .086
3 .464c .215 .004 .993 1 216 .320
4 .464d .216 .000 .066 1 215 .798
5 .468e .219 .004 1.022 1 214 .313
6 .468f .219 .000 .010 1 213 .920
7 .469g .220 .001 .180 1 212 .672
8 .478h .228 .008 2.260 1 211 .134
Predictors: (Constant). Perceived stress, efikasi diri, gratitude, family, friend, significant
other, usia, jenis kelamin
Berdasarkan data pada tabel 4.8 proporsi varians masing-masing independent
variabel dan signifikansi dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel perceived stress memberikan sumbangan sebesar 20.1% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 54.796 dan
df2 = 218.
2. Variabel efikasi diri memberikan sumbangan sebesar 1.1% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 2.982
dan df2 = 217.
3. Variabel gratitude memberikan sumbangan sebesar 0.4% dalam varian
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = .993
dan df2 = 216.
4. Variabel family memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistic dengan F = .066 dan df2 =
215.
61
5. Variabel friend memberikan sumbangan sebesar 0.4% dalam varian resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 1.022 dan df2
= 214.
6. Variabel significant other memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = .010
dam df2 = 213.
7. Variabel umur memberikan sumbangan sebesar 0.1% dalam varians resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = .180 dan df2 =
212.
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam varians
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 2.260
dan df2 = 211.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat 1 variabel independen,
yaitu perceived stress yang signifikan sumbangannya terhadap resiliensi, jika
dilihat dari besarmya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan
penambahan variabel independen (sumbangan proporsi varian yang diberikan).
62
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian
ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari perceived
stress, efikasi diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografi terhadap
resiliensi penyandang autoimun. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor
yang menguji signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependent
variable, diperoleh ada satu variabel yang signifikan memengaruhiresilensi, yaitu
perceived stress.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa secara umum, jumlah perempuan yang
menderita penyakit autoimun lebih banyak dibandingkan laki-laki, dengan jumlah
sebesar 207(94.1%) orang perempuan dan 13 (5.9%) laki-laki. Hasil ini sesuai
dengan survei yang disebutkan oleh Autoimmune Disease List(2017) yang
menyatakan bahwa penyakit autoimun lebih banyak menyerang perempuan
dibandingkan laki-laki.
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memengaruhiresiliensi penyandang Autoimun. Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan R square sebesar 0.228 atau 22.8%. Hal ini berarti bahwa variabel
perceived stress, efikasi diri,gratitude, dukungan sosial, dan faktor demografi
memberikan pengaruh terhadap perubahan variabel resiliensi sebesar 22.8%.
Dengan demikian perubahan variabel resiliensi sebesar 77.2% sisanya dapat
63
dijelaskan oleh variabel selain perceived stress, efikasi diri, gratitude, dukungan
sosial, dan faktor demografi.
Perceived stress memberikan pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi
penyandang Autoimun. Tekanan psikologis atau stres terjadi ketika individu merasa
bahwa tuntutan lingkungan melebihi dari kemampuan individu tersebut. Tingkat
stres yang dialami seorang individu pun tergantung dari bagaimana ia
memaknainya, hal tersebut yang memengaruhitingkat resiliensi.Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Petrie (2010), yang menyatakan bahwa
ada hubungan signifikan antara perceived stress atau stres yang dirasakan dengan
resiliensi remaja yang mengalami fibrosis kistik.
Lazarus (dalam Kupriyanov & Zhdanov, 2014) membagi stres menjadi dua,
yaitu eustress dan distress. Eustress adalah respon positif terhadap stressor, dan
distressadalah respon negatif terhadap stressor. Kemudian, merajuk pada teorilevel
arousal, bahwa pengelolaan pikiran, emosi, dan perilaku yang baik diperlukan
untuk mengatasi ketakutan atau kecemasan dalam menghadapi pengalaman yang
tidak menyenangkan. Kriteria level arousal yang akan meningkatkan performa
adalah sedang. Pada penelitian ini, penulis melihat bagaimana persepsi penyandang
autoimun dalam menilai kejadian yang dianggap menjadi pemicu stres melihat
perasaan dan juga pemahaman mereka selama beberapa bulan terakhir mengenai
stres.
Para penyandang autoimun berupaya mengelola stressoryang mereka alami
menjadi eustress, dan berusaha untuk selalu menjaga stabilitas pikiran, emosi, dan
juga perilaku agar tingkat arousal atau gairah yang mereka miliki berada pada
64
tingkat sedang, sehingga performa mereka dalam kehidupan sehari-hari dapat
terkelola dengan baik.
Dalam penelitian ini, variabel yang tidak signifikan adalah efikasi, gratitude,
dukungan sosial, dan faktor demografi. Variabel efikasi diri tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap resiliensi. Hal ini berkaitan dengan keyakinan yang
dimiliki oleh individu mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu hal dan
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.Hasil penelitian menyatakan bahwa skor
efikasi diri yang tinggi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi
(Taylor & Reyes, 2012.). Skor efikasi diri akan meningkat ketika individu
mengatasi keadaan yang lebih sulit, namun dalam penelitian ini tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap resiliensi.
Variabel gratitude tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap resiliensi. Hal
ini berkaitan dengan sifat yang mempengaruhi, emosi, atau suasana hati terhadap
peran orang lain dan juga pengalaman yang didapat selama hidup. Variabel
gratitude memberikan sumbangan terhadap resiliensi sebesar 0.4 % dan memiliki
nilai koefisien regresi 0.081 dengan sig. sebesar .320. Dengan demikian variabel
gratitude secara positif tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
resiliensi. Artinya, sifat yang memengaruhemosi, atau suasana hati dan juga
pengalaman tidak berpengaruh terhadap resiliensi penyandang autoimun. Hasil
penelitian oleh Kumar dan Dixit (2014) menyatakan bahwa gratitude memiliki
hubungan yang positif namun lemah terhadap resiliensi.
Dimensi family, friend, dan significant other yang terdapat dalam variabel
dukungan sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Hal
65
ini berkaitan dengan dukungan sosial sebagai faktor positif yang membantu dalam
pemeliharaan kesehatan maupun dalam pemulihan penyakit. Dukungan sosial dapat
berasal dari lingkungan sekitar seperti family, friend dan significant other.Peneliti
melakukan survei kepada beberapa penyandang autoimun dan menemukan fakta
bahwa sebagian dari penyandang memilih untuk tidak bergantung kepada siapapun
karena merasa bahwa mereka adalah beban bagi orang-orang di sekitarnya.
Variabel faktor demografi, yaitu usia dan jenis kelamin tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Jang (2012) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa gender tidak memberikan hubungan langsung terhadap
resiliensi. Hasil yang serupa tampak pada penelitian ini yang menyatakan bahwa
tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan gender terhadap resiliensi.
Terdapat persamaan penyebaran sampel pada kedua penelitian ini, yaitu jumlah
yang tidak merata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kelebihan dari penelitian ini adalah menggunakan responden penyandang
autoimun dengan ruang lingkup yang besar yaitu penyandang autoimun dalam
beberapa komunitas di Indonesia. Keterbatasan dalam melakukan penelitian ini
adalah dalam mengingatkan kembali penyandang untuk mengisi kuesioner. Hal ini
dipicu oleh kondisi brain fog yang mereka alami menyebabkan sebagian lupa
mengisi kuesioner. Kondisi brain fog adalah saat sistem kekebalan tubuh
menempatkan otak dalam mode “energy saver” untuk menghemat energi guna
melawan infeksi, kondisi ini menyebabkan gangguan konsentrasi, memori kerja,
dan kelancaran memori. Perlu kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dengan
penyandang agar memberikan informasi yang dibutuhkan, juga ketelitian untuk
66
memeriksa kuesioner yang telah diisi penyandang untuk dipastikan telah mengisi
seluruh informasi yang dibutuhkan.
5.3 Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. Saran yang penulis
berikan akan berdasarkan dengan temuan dalam penelitian yang dilakukan.
5.3.1 Saran Metodologis
Adapun saran metodologis berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians resiliensi yang dijelaskan
oleh semua independent variabel perceived stress, efikasi diri, gratitude,
dukungan sosial, dan aspek demografi adalah sebesar 22,8%, artinya masih
terdapat faktor lain yang belum diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini, penulis
menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti dan menganalisis
pengaruh variabel lain yang juga memiliki pengaruh terhadap resiliensi.
2. Penulis selanjutnya diharapkan bisa langsung turun lapangan dan melakukan
penyebaran dengan metode yang lebih baik untuk memastikan tidak ada
responden yang kebingungan dan agar seluruh item diisi dengan baik.
5.3.2. Saran Praktis
Adapun saran praktis berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:
67
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi komunitas
untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhiresiliensi
penyandang autoimun, khusunya perceived stress, efikasi diri,gratitude, dan
dukungan sosial. Resiliensi yang tinggi merupakan faktor internal yang penting dan
dibutuhkan penyandang autoimun untuk berhasil beradaptasi dan menjalani proses
pengobatan. Dimana resiliensi yang tinggi dipengaruhi oleh tingkat perceived
stress, efikasi diri, gratitude, dan dukungan sosial.
2. Pada dimensi perceived stress yang dihasilkan penelitian menunjukkan bahwa
dimensi ini memiliki pengaruh yang signifikan dengan sumbangan paling besar
terhadap resiliensi. Untuk itu komunitas penyandang autoimun hendaknya juga
memberikan kegiatan positif untuk semakin mendorong meningkatnyaperceived
stresspenyandang yang sedang menjalani proses pengobatan. Pada dasarnya setiap
komunitas sudah memiliki banyak kegiatan untuk para penyandang, dalam hal ini
agar lebih difokuskan misalnya dalam memberikan pemahaman atau pelatihan,
seperti management stress dan umpan balik untuk melatih persepsi dalam menilai
stress, agar para penyandang autoimun dapat mengendalikan stres yang mereka
hadapi dengan baik dan memengaruhi tingkat keberhasilan resiliensi mereka.
68
DAFTAR PUSTAKA
AARDA. (2016). Autoimmune Disease List. Diakses pada November 2017 dari
https://www.aarda.org/diseaselist/
AARDA. (2016). Women & Autoimunity. Diakses pada November 2017 dari
https://www.aarda.org/who-we-help/patients/women-and-autoimmunity/
Bandura, A. (1989). Human agency in social cognitive theory. American
Psychologist, 44, 1175-1184.
Bandura, A., Nancy, E. A. (1977). Analysis self-efficacy theory of behavioral of
behavioral change. Cognitive Therapy and Research.
Barends, M.S. (2004). Overcoming adversity: an investigation of the role of
resilience construct in the relationship between socioeconomic and
demographic factors and academic coping [Thesis]. Africa: University of the
Western Cape.
Becker, G., & Newsom, E. (2005). Resilience in the face of serious illness among
chronically ill african americans in later life. Journal of Gerontology: Social
Sciences.. Vol:60(4), 214–223.
Brown, D. L. (2008). African American resiliency: Examining racial socialization
and social support as protective factors. Journal ofBlack Psychology.
Cahyaningtyas, Helga. (2016). Strategi Coping Stress Pada Penderita Lupus.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Chan, I. V. Y. W. S., Lai, J. C. L., & Wong, K. W. N. (2006). Resilience is
associated with better recovery in Chinese people diagnosed with coronary
heart disease. Vol: 21, 335–349.
Chen, Gilad. Stanley M. Gully, & Dov Eden. (2001). Validation of a new general
self-efficacy scale. Organizational Research Method. Sage Publication.
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. American
Psychosomatic Society, Inc.
Cohen, S., Janicki-deverts, D., & Miller, G. E. (2013). Psychological stress and
disease. Vol: 298(14), 1685–1687.
Cohen, Sheldon. (1994). Perceived stress scale. Mind Garden.
69
Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new resilience scale:
the connor-davidson resilience scale 9CD-RISC). Wiley-Liss,Inc Research
Article.
Ediati, R. A. (2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada
narapidana di lembaga permasyarakatan kelas IIA wanita Semarang.
Jurnal Empati, 5, 537-542.
Febriani, H., & Wahyudi, H. (2018). Studi deskriptif mengenai resiliensi pada
pasien guillain barre syndrome di Cgc Kota Bandung. 988–994.
Fitzgerald, P (1998). Gratitude and justice. Ethics, 109, 119-153.
Goldstein, S. & Robert Brooks. (2005). Handbook of resilience in children. United
States of America: Springer Science + Business Media, Inc.
Grotberg, E. H. (1997). The international resilience research project. UAB: Civitan
International Research Center.
Grotberg, E. H. (2001). Resilience programs for children in disaster. Ambulatory
Child Health, Blackwell Science Ltd.
Hamill, S. K. (2001). Resilence and self efficacy: the importance of efficacy
beliefs and coping mechanisms in resilient adolescents. 115-146.
Hewitt, Flett & Mosher. (1992). The perceived stress scale: Factor structure and
relation to depression symptoms in a psychiatric sample. Journal of
Psychopathology and Behavioral Assessment, 14 (3), 1-20.
Hwei, Low Kah. Haslee Abdullah. (2013). Acceptance, forgiveness, and
gratitude: predictors of resilience among university students. Malaysian
Online Journal of Counseling.Malaysia: University of Malaya.
Jang, J. (2012). The effect of social support type on resilience. Alabama: Thesis.
University of Alabama.
Kemenkes, RI. (2016). INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI: Situasi Lupus di Indonesia.
Kompas.com. (2016). Mengapa Pasien Autoimun Semakin Banyak. Diakses pada
November 2017 dari
http://health.kompas.com/read/2016/12/14/135052423/mengapa.pasien.autoi
mun.semakin.banyak.
70
Kumar, Arun. Vidushi Dixit. (2014). Forgiveness, gratitude, and resilience among
Indian youth. Indian Journal of helath and Wellbeing. Delhi: Indian
Association of Heath.
Kupriyanov, R., & Zhdanov, R. (2014). The Eustress Concept : Problems and
outlooks. Vol:11(2), 179–185.
Lazarus, R.S., & Lazarus, B. N. (1994). Passion and reason: Making sense of our
emotions. New York: Oxford University Press.
Mccubbin, L. (2001). Challenges to the definition of resilience by. California:
American Psychological Association.
McCullough, E. Michael. et al. (2002). The Grateful Disposition: A Conceptual
and Empirical Topography. Journal of Personality and Social
Psychology. Washington: American Psychological Association.
Meetdoctor. (2017). Inilah Penyebab Kasus Penyakit Autoimun Terus Meningkat.
Diakses pada November 2017 dari https://meetdoctor.com/article/inilah-
penyebab-kasus-penyakit-autoimun-terus-meningkat
Ong, A. D., Bergeman, C. S., Bisconti, T. L., & Wallace, K. A. (2006).
Psychological resilience, positive emotions, and successful adaptation to
stress in later life. Journal of Personality and Social Psychology. Vol: 91 (4),
730–749.
Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (n.d.). (2004). Character strengths and virtues:
a handbook and classification.Washington: American Psychologycal
Association.
Prasetyo, A. R., & Kustanti, E. R. (2014). Bertahan dengan lupus: Gambaran
resiliensi pada odapus. Vol:13(2), 139–148.
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience factor. New York: Random House,
Inc.
Resnick, B. Gwyther, L,P., & Roberto. K, A. (2011). Resilience in aging: concepts,
research, and outcomes. New York: Springer.
Rinaldi. (2010). Resiliensi pada masyarakat kota padang ditinjau dari jenis kelamin.
Jurnal Psikologi Volume 3. Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Padang.
Santrock, John. (1995). Life Span Development. Jakarta: Erlangga.
71
Sarafino, Edward P. Timothy W. Smith. (2011). Health Psychology:
Biopsychosocial Interactions. Wiley: John Wiley & Sons, Inc.
Shomon, Mary J. (2002). Living well with Autoimmune disease. New York: Harper
Collins Publisher.
Singh, K & Nan Yu, X. (2010). Psychometric evaluation of the connor-davidson
resilience scale (CD-RISC) in a sample of Indian student. J Psychology,
1, 23-30.
Smith, B. W., Dalen, J., Wiggins, K., Tooley, E., Christopher, P., & Bernard, J.
(2008). The Brief Resilience Scale: Assessing the ability to bounce back.
International Journal of Behavioral Medicine.
Srivastava, S., & Boyer, J. L. (2010). Psychological stress is associated with
relapse in type1autoimmune hepatitis. 1439–1447.
Sugeng., Prayogi, A.S, & Agung, G.A.K (2016). Hubungan antara resiliensi
dengan tingkat kecemasan pasien kanker. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes, 7 (3), 149-155.
Tirto.id. (2016) Gangguan Autoimun: Pengkhianat dalam Tubuh Manusia. Diakses
pada November 2017 dari https://tirto.id/gangguan-autoimun-pengkhianat-
dalam-tubuh-manusia-cc6o
Trull, Timothy J. Mitchell J. Prinsten. (2013). Clinical Psychology: Eight Edition.
Canada: Jon-David Hague.
Umar J. (2015). Confirmatory Factor Analysis.Bahan Ajar Perkuliahan.Fakultas
Psikologi UIN Jakarta.
Varghese RP, Norman TSJ, Thavaraj HS. (2015). Perceived stress and self
efficacy among college students: a global review. International journal of
human resource management and research. Vol: 5 (3), 15-24.
Watkins, Philip C. et al. (2003). Gratitude And Happiness: Development Of A
Measure Of A Gratitude, And Relationships With Subjective well Being.
Social Behavior And Personality. Society for Personality Research.
Zimet, Gregory D. et al. (1988). The multidimensional scale of perceived social
support. Journal of personality assesment. Lawrence Erlbaum Associates.
72
LAMPIRAN 1
73
LAMPIRAN 2 KUESIONER
Informed Consent
Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya setuju untuk
secara sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Vega Ayu
Arasibenginiate mengenai resiliensi penyandang Autoimun. Data yang saya
berikan adalah data yang sebenar-benarnya dan saya menyetujui bahwa data saya
akan digunakan dalam keperluan penelitian.
Nama : …………………………………………………………………
No. HP : …………………………………………………………………
Peneliti Partisipan
Vega Ayu Arasibenginiate ( )
74
Kuesioner Penelitian
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi / Siang / Sore,
Salam sejahtera, semoga Anda selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang
Maha Esa. Saya Vega Ayu Arasibenginiate, mahasiswi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini sedang
melakukan penelitian skripsi mengenai penampilan sehari-hari.
Bersama dengan hal ini, saya mohon bantuan Anda untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. Penelitian ini berisikan sekumpulan pernyataan yang harus
dijawab sesuai dengan apa yang Anda rasakan atau Anda alami. Tidak ada jawaban
benar maupun salah dalam setiap pernyataan. Data yang Anda berikan dijamin
kerahasiaannya karena kuesioner ini bersifat anonim dan akan dipergunakan hanya
untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan Anda menjadi partisipan penelitian ini, saya ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hormat
saya,
Vega Ayu Arasibenginiate
75
SKALA 1
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan
apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda dengan memberi
tanda checklist () pada bulatan yang tersedia. Semakin ke kanan bulatan, Anda
merasa semakin sering merasa atau mengalami keadaan seperti pada pernyataan
yang ada. Sebaliknya, semakin kiri bulatan yang Anda isi, Anda semakin merasa
tidak sama sekali merasa atau mengalami keadaan seperti pada pernyataan.
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya menyukai tantangan. STS SS
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda mendekati dengan selalu
merasa (isi item)
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya cenderung bangkit kembali dengan
cepat setelah masa-masa sulit STS SS
2. Saya memiliki kesulitan untuk melewati
peristiwa yang penuh tekanan. STS SS
3. Tidak butuh waktu lama untuk pulih dari
kejadian yang penuh tekanan. STS SS
4. Sulit bagi saya untuk mengingat saat
kejadian buruk terjadi. STS SS
5. Biasanya saya mengalami masa-masa sulit
dengan sedikit masalah. STS SS
6.
Saya cenderung membutuhkan waktu yang
lama untuk mengatasi rintangan dalam
hidup saya.
STS SS
76
SKALA 2
Berikut ini terdapat beberapa pertanyaan mengenai apa yang Anda rasakan dalam
sebulan terakhir. Anda diminta untuk mengemukakan seberapa sering Anda
merasakan hal tersebut dengan memberi tanda () pada bulatan yang tersedia.
Semakin ke kanan bulatan, Anda merasa selalu merasakan seperti pertanyaan yang
ada. Sebaliknya, semakin kiri bulatan, Anda semakin merasa tidak pernah
merasakan seperti pertanyaan yang ada.
Contoh
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Kamu terlihat bersemangat. Tidak Pernah Selalu
NO PERNYATAAN JAWABAN
1.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda kesal karena suatu kejadian yang tidak
terduga?
Tidak Pernah Selalu
2.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa tidak dapat mengendalikan hal
penting dalam hidup Anda? Tidak Pernah Selalu
3. Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa gugup dan stres? Tidak Pernah Selalu
4.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa yakin dengan kemampuan
Anda dalam menangani masalah pribadi
Anda?
Tidak Pernah Selalu
5.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa bahwa segala sesuatunya
berjalan sesuai dengan keinginan Anda?
Tidak Pernah Selalu
6.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat
mengatasi semua hal yang seharusnya
dilakukan?
Tidak Pernah Selalu
7.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda bisa mengendalikan gangguan dalam
hidup Anda?
Tidak Pernah Selalu
77
NO PERNYATAAN JAWABAN
8. Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa dalam kondisi puncak? Tidak Pernah Selalu
9.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda marah karena hal-hal yang tidak bisa
Anda kendalikan?
Tidak Pernah Selalu
10.
Dalam sebulan terakhir, seberapa sering
Anda merasa kesulitan sangat menumpuk
sehingga Anda tidak bisa mengatasinya?
Tidak Pernah Selalu
78
SKALA 3
Anda diminta untuk merespon setiap pernyataan dengan memberi tanda checklist
() pada bulatan yang tersedia. Semakin ke kanan bulatan, Anda sangat setuju
dengan pernyataan yang ada dan sebaliknya.
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya merasa bahwa diri saya adalah orang
yang dermawan. STS SS
NO PERNYATAAN JAWABAN
1.
Saya akan mencapai sebagian besar tujuan
yang telah saya tetapkan untuk diri saya
sendiri.
STS SS
2. Saat menghadapi tugas yang sulit, saya yakin
bahwa saya akan dapat menyelesaikannya. STS SS
3. Secara umum, saya berpikir bahwa saya dapat
mendapatkan hasil yang penting bagi saya. STS SS
4.
Saya percaya bahwa saya dapat berhasil
dengan maksimal pada setiap usaha yang saya
tetapkan.
STS SS
5. Saya akan berhasil mengatasi banyak
tantangan. STS SS
6. Saya yakin bahwa saya dapat mengerjakan
berbagai tugas secara efektif. STS SS
7.
Dibandingkan dengan orang lain, saya dapat
melakukan sebagian besar tugas dengan sangat
baik.
STS SS
8. Bahkan ketika melewati hal yang sulit, saya
bisa tampil cukup baik. STS SS
79
SKALA 4
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk merespon setiap
pernyataan dengan memberi tanda checklist () pada bulatan yang tersedia.
Semakin ke kanan bulatan, Anda sangat setuju dengan pernyataan yang ada.
Sebaliknya, semakin kiri bulatan, Anda semakin sangat tidak setuju dengan
pernyataan yang ada.
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya merasa bahwa dunia tidak adil. STS SS
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya memiliki banyak hal dalam hidup yang
patut digratitudei.
STS SS
2.
Jika saya harus menulis apa yang saya
gratitudei, itu akan menjadi daftar yang
panjang.
STS SS
3. Saat saya melihat dunia, saya tidak melihat
banyak hal yang dapat saya gratitudei.
STS SS
4. Saya berterima kasih kepada banyak orang. STS SS
5.
Saat saya semakin tua, saya lebih dapat
menghargai orang, kejadian, dan situasi yang
terjadi dalam sejarah hidup saya.
STS SS
6. Sudah lama waktu berlalu sebelum saya
berterima kasih kepada sesuatu atau seseorang.
STS SS
80
SKALA 5
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Anda diminta untuk merespon setiap
pernyataan dengan memberi tanda checklist () pada bulatan yang tersedia.
Semakin ke kanan bulatan, Anda sangat setuju dengan pernyataan yang ada.
Sebaliknya, semakin kiri bulatan, Anda semakin sangat tidak setuju dengan
pernyataan yang ada.
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Saya merasa bahwa diri saya berguna. STS SS
NO PERNYATAAN JAWABAN
1. Ada orang yang siap membantu di saat saya
membutuhkan.
STS SS
2. Ada orang yang siap sedia untuk saya berbagi
kegembiraan dan juga kesedihan.
STS SS
3. Keluarga saya benar-benar mencoba untuk
membantu saya.
STS SS
4.
Saya mendapatkan bantuan dan dukungan
emosional yang saya butuhkan dari keluarga
saya.
STS SS
5. Saya memiliki orang-orang yang merupakan
sumber penghiburan bagi saya.
STS SS
6. Teman-teman saya benar-benar mencoba
untuk membantu saya.
STS SS
7. Saya dapat mengandalkan teman-teman say
ajika ada sesuatu yang salah.
STS SS
8. Saya dapat membicarakan masalah saya
kepada keluarga saya.
STS SS
9. Saya memiliki teman untuk berbagi
kegembiraan dan juga kesedihan.
STS SS
10. Ada orang-orang yang peduli dengan perasaan
saya.
STS SS
11. Keluarga saya bersedia membantu saya dalam
membuat keputusan.
STS SS
12. Saya dapat membicarakan masalah saya
kepada teman-teman saya.
STS SS
81
Data Identitas
Usia : ………………………………………………………………….
Jenis Kelamin : ………………………………………………………………….
Agama : ………………………………………………………………….
Status : …………………………………………………………………
Pendidikan : …………………………………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………………………………
Sudah berapa lama didiagnosa penyakit Autoimun? :………………………………
Jenis penyakit Autoimun yang didiagnosa? : …………………………………
Jarak dari rumah ke tempat pengobatan? (km) : …………………………………
Frekuensi control ke tempat pengobatan? (bulan) : ……………………………
Jenis terapi? : …………………………………………………………………
Ketika Anda mengalami flare, apakah ada pendekatan spiritual atau aktivitas
keagamaan yang dilakukan? : ………………………………………………
Jika ada, berupaapa? :………………………………………………………….
82
LAMPIRAN 3 SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
a. Resiliensi
UJI VALIDITAS KONSTRUK RESILIENSI
DA NI=6 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=RESILIENSI.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
RESI
FR TD 3 1 TD 3 2 TD 4 3 TD 5 4
PD
OU TV SS MI
83
b. Perceived Stress
UJI VALIDITAS KONSTRUK PSY STRESS
DA NI=10 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=PSYSTRESS.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PSYSTRESS
FR TD 5 4 TD 2 1 TD 7 4 TD 7 5 TD 9 2 TD 9 6 TD 8 2 TD 3 1 TD 10 2 TD 9 1
TD 8 7 TD 8 4 TD 8 5
PD
OU TV SS MI
84
c. Efikasi Diri
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF EFFICACY
DA NI=8 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=SELFEFFICACY.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SELF
FR TD 8 7 TD 7 6 TD 8 6 TD 2 1 TD 3 1 TD 6 3 TD 7 5 TD 4 1 TD 7 3 TD 5 2
TD 6 2
PD
OU TV SS MI
85
d. Gratitude
UJI VALIDITAS KONSTRUK GRATITUDE
DA NI=6 NO=220 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=GRATITUDE.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
GRAT
FR TD 6 3 TD 5 4
PD
OU TV SS MI
86
e. Dukungan Sosial
UJI VALIDITAS CFA DUKSOS
DA NI=12 NO=220 MA=KM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
KM SY FI=DUKSOS.COR
MO NX=12 NK=3 PH=ST TD=SY
LK
FAMILY FRIEND SIGOTHER
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 2 LX 6 2 LX 7 2 LX 8 2 LX 9 3 LX 10 3 LX 11 3 LX 12
3
FR TD 4 3 TD 11 1 TD 11 8 TD 11 9 TD 9 6 TD 12 10 TD 8 3 TD 12 6 TD 11 9 TD 7 6 TD 11 1
TD 6 5 TD 7 5
FR TD 5 3 TD 12 8 TD 8 6 TD 6 3 TD 7 3 TD 6 4 TD 11 3 TD 12 6 TD 12 10 TD 11 9 TD 6 5
TD 6 4 TD 12 8
FR TD 8 7 TD 11 10 TD 12 11 TD 1 3 TD 1 3 TD 9 3 TD 4 3 TD 1 3 TD 9 3 TD 3 2 TD 4 2 TD
10 6 TD 10 6
FR TD 12 6 TD 12 11 TD 11 9 TD 10 8 TD 12 7 TD 10 7 TD 12 7 TD 10 3 TD 10 8 TD 12 4
PD
OU TV SS MI
87
LAMPIRAN 4 OUTPUT REGRESI
Lampiran Hasil Uji Regresi
88
Proporsi Varians