Upload
others
View
35
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM PEMBANGUNAN
KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN TAMBRAUW
PROVINSI PAPUA BARAT
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kampung Werur Distrik Bikar)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Oleh :
ANSELMUS YAPPEN
NIM 17610056
PROGRAM MAGISTER (S-2)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
i
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM PEMBANGUNAN
KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN TAMBRAUW
PROVINSI PAPUA BARAT
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kampung Werur Distrik Bikar)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Oleh :
ANSELMUS YAPPEN
NIM 17610056
PROGRAM MAGISTER (S-2)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
iv
Motto
”dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan
kepadamu apa yang diinginkan hatimu.” (Mazmur 37:4).
v
Persembahan
Tesis ini aku mempersembahkan kepada :
1. Istriku yang tercinta Costansa O. Turay dan ketiga anak-anakkuyakni Aurora Emma Yappen, Eliazer Piet Yappen dan Ancelma E.Yappen yang sangat aku cintai dalam hidupku ini.
2. Ayahku Petrus Yappen (Almarhum) dan ibuku Emma Paraibabo(Almarhuma) yang telah melahirkan aku kedalam dunia ini dansudah membesarkan aku, kamu adalah orang terhebat dan sangatberarti dalam hidupku.
3. Saudara dan Saudari kandungku yang telah lahir bersama aku dalamsatu kandungan dan dari satu darah yaitu Kakak Gr. YakobusYappen, Kakak Stevanus Yappen, Kakak Dominggus Yappen, KakakRosalina Yappen, Kakak Maria Yappen dan Kakak Welmince Mayor.
4. Semua pihak, keluarga dan sahabatku yang aku tidak menyebutkansatu persatu.
Terimah kasih atas Doa dan dukungannya baik secara spiritual maupunmaterial sehingga saya boleh selesaikan tesis ini.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM
PEMBANGUNAN KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN
TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT” yang dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar kesarjanaan Strata 2 (S-2).
Terselesaikannya penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam proses penelitian
maupun selama penulisan. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Supardal, M.Si, selaku Dosen pembimbing utama yang juga
Direktur Program Magister (S-2) Program Studi Ilmu Pemerintahan, Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan
selama penyusunan tesis.
2. Bapak Dra. B. Hari Saptaning Tyas, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji tesis ini serta memberikan
masukan yang sangat berarti demi kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Drs. Jaka Triwidaryanta, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji tesis ini serta memberikan
masukan yang sangat berarti demi kesempurnaan tesis ini.
vii
4. Bapak/Ibu Dosen Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu atas ilmu yang telah diberikan selama masa studi.
5. Staf Sekertariat Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta, atas bantuannya dalam mengurus
keperluan akademik dan administrasi selama penulis melaksanakan studi.
6. Pemerintah Kabupaten Tambrauw yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan kepada penulis untuk studi lanjut pada Program Studi Magister (S-
2) Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
7. Pemerintah Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw yang telah menerima penulis
selama melakukan penelitian dan memberikan data untuk penyusunan tesis
ini.
8. Pemerintah Kampung, Badan Permusyawaratan Kampung (BPD), Tokoh
Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Perempuan di Kampung
Werur Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw yang telah menerima penulis
selama melakukan penelitian dan memberikan data untuk penyusunan tesis
ini.
9. Kepala Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw Bapak Ferdinand Mofu,
S.Km sebagai motor penggerak selama penulis menempuh pendidikan
Magister (S-2) di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”
Yogyakarta hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
viii
10. Kedua orang tuaku (Mama dan Bapak), Kakak, Adik, dan keluarga besar
yang ada di Kabupaten Tambrauw atas kepercayaan, kesabaran, dukungan
moril dan materi serta semangat yang tak pernah berhenti sehingga menjadi
kekuatanku selama menyelesaikan tesis ini. Kalian adalah orang yang paling
berarti dalam hidupku.
11. Istriku dan anak-anakku yang menjadi saluran berkat bagi hidupku dan
menjadi kekuatanku selama menempuh pendidikan Magister (S2) di Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
12. Teman-teman seperjuangan Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta angkatan 20B kelas
khusus dari Kabupaten Tambrauw untuk keceriaan dan kenangan serta telah
menjadi bagian dalam perjalanan studiku.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca dan semua pihak.
Yogyakarta, Oktober 2019
Penulis
ANSELMUS YAPPEN
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iii
MOTTO ..................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
INTISARI ................................................................................................... xiii
ABSTRACT ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Fokus Penelitian .................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6
E. Kerangka Konseptual ............................................................ 7
1. Pengelolaan ...................................................................... 7
2. Otonomi Khusus .............................................................. 11
3. Pembangunan Kampung .................................................. 23
F. Metode Penelitian ................................................................. 29
1. Jenis Penelitian ................................................................. 29
2. Obyek Penelitian .............................................................. 30
3. Lokasi Penelitian .............................................................. 30
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian ............................... 30
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 32
6. Teknik Analisis Data ........................................................ 34
BAB II. PROFIL KAMPUNG WERUR ............................................ 37
A. Sejarah Terbentuknya Kampung Werur ............................... 37
x
B. Kepemimpinan di Kampung Werur ...................................... 41
C. Luas Wilayah Kampung Werur ............................................ 42
D. Letak Kampung Werur ......................................................... 43
E. Data Penduduk Kampung Werur .......................................... 44
F. Mata Pencarian Penduduk Kampung Werur ......................... 45
G. Pendidikan ............................................................................. 46
H. Sarana dan Prasarana ............................................................ 47
I Budaya Tari ........................................................................... 47
J Struktur Kampung Werur ..................................................... 48
K Nama-Nama Aparatur Kampung Werur ............................... 49
L Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Kampung ................... 49
M Kelembagaan di Kampung Werur ........................................ 52
N Dasar Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kampung
Werur .................................................................................... 52
O Data Pembangunan di Kampung Werur ............................... 53
BAB III. ANALISIS PENGELOLAAN DANA OTONOMI
KHUSUS DI KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR
KABUPATEN TAMBRAUW TAHUN 2017....................... 54
A. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kampung Werur
Distrik Bikar Tahun 2017 ..................................................... 54
1. Perencanaan ..................................................................... 55
2. Pengorganisasian .............................................................. 73
3. Pelaksanaan atau Realisasi Kegiatan ............................... 75
4. Pengawasan ...................................................................... 78
5. Dampak dalam Pengelolaan Dana Otonomi Khusus
di Kampung Werur Distrik Bikar Tahun 2017 ................ 81
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus Kampung Werur 2017 ...................... 86
1. Faktor Pendukung dalam Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus Kampung Werur 2017 ......................................... 86
2. Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Dana Otonomi
xi
Khusus Kampung Werur 2017.......................................... 88
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 91
A. Kesimpulan ........................................................................... 91
B. Saran ..................................................................................... 94
xii
Daftar Tabel
No. Judul Tabel Hal1.1 Pemilihan Informan ............................................................................... 32
2.1 Penggunaan Lahan ................................................................................ 432.2 Penduduk Kampung Werur ................................................................... 442.3 Mata Pencaharian Penduduk Kampung Werur ..................................... 452.4 Pendidikan ............................................................................................. 462.5 Sarana dan Prasarana Kampung Werur ................................................ 472.6 Data Pembangunan di Kampung Werur ............................................... 53
3.1 Besaran Alokasi Dana Otonomi Khusus di Kampung WerurDistrik Bikar Kabupaten Tambrauw Tahun 2017 ................................. 55
3.2 Kegiatan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kampung Werur2017 Tahap I ......................................................................................... 75
3.3 Kegiatan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kampung Werur2017 Tahap II ........................................................................................ 76
3.4 Kelompok Kerja pada Pengelolaan Dana Otonomi Khusus KampungWerur 2017 ........................................................................................... 77
xiii
INTISARI
Penelitian ini terkait dengan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalamPembangunan Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw ProvinsiPapua Barat. Kampung Werur merupakan salah satu Kampung yang beradadiwilayah Distrik Bikar di Kabupaten Tambrauw di Papua Barat. Sebagai wilayahyang masih membutuhkan banyak perkembangan dan pembangunan untukmembantu agar masyarakat dapat hidup lebih layak dan menerima aksespendidikan serta kesehatan dari pemerintah. Penelitian ini dimaksudkan untukmenganalisis bagaimana pengelolaan dana otonomi khusus untuk pembangunanKampung di Distrik Bikar. Hal ini untuk menjawab dinamika yang terjadi atas prokontra masalah pengelolaan dana khusus yang dipertanyakan oleh banyakkalangan.
Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian iniadalah Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung WerurDistrik Bikar Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Adapun informan yangterlibat dalam penelitian ini sebanyak 10 (Sepuluh) orang yaitu Kepala DistrikBikar, Sekretaris Distrik Bikar, Kepala Kampung Werur, Sekretaris KampungWerur, Ketua Bamuskam Kampung Werur dan Tokoh Masyarkat KampungWerur. Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini adalah observasi,wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis Data dalam penelitian ini terhadapPengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur DistrikBikar Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat dengan cara pengumpulan data,pemilihan data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan saran. TeknikPengumpulan Data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dandokumentasi. Teknik analisis Data dalam penelitian ini terhadap PengelolaanDana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur Distrik BikarKabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat dengan cara Pengumpulan Data,Reduksi Data, Penyajian Data dan Kesimpulan
Hasil penelitian ini terkait dengan Pengelolaan Dana Otonomi Khususdalam Pembangunan Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten TambrauwProvinsi Papua Barat Tahun 2017 dapat dilakukan melalui tahapan pembanguanyaitu Perencanaan, Pengorganisasian Masyarakat, Pelaksanaan atau RealisasiKegiatan, dan Pengawasan. Dan hasil yang diperoleh dari Pengelolaan DanaOtonomi Khusus Kampung Werur Tahap I dan II tahun 2017 dapat direalisasikandalam bentuk 3 (tiga) kegiatan pembangunan yaitu : Pembangunan RumahMasyarakat 1 Unit (Rp 80,000,000.00), Bantuan Biaya Kesehatan/Honor KaderPosyandu (Rp 10,000,000.00), dan Bantuan Biaya Pendidikan bagi MahasiswaStudi Akhir (Rp 10,000,000.00). Maka realita menunjukan bahwa 100% DanaOtonomi Khusus Kampung Werur tahun 2017 dapat dikelola dengan baik olehPemerintah Kampung Werur walaupun belum optimal sebagaimana idealnya.
Kata kunci: Pengelolaan Dana Otsus, Pembangunan Kampung Werur.
xiv
ABSTRACT
The research is related to the Management of the Special AutonomyFund in the development of the village of Werur. Werur village is one of thevillages including the bikar sub-district government area , Tambrauw Regency,West Papua Province. As an area that still needs development to help improveliving standards, get access to education, and health from the government. Thestudy was intended to analyze the management of special autonomy funds for theconstruction of the werur village. the results of research to answer the dynamicsthat occur over the pros and cons of the problem of managing special funds thatare questioned by public.
This type of research is descriptive qualitative. The object of thisresearch is the Management of Special Autonomy Funds in the development ofWerur Village, Bikar District, Tambrauw Regency, West Papua Province. therewere ten informants involved in this research, namely the Head and Secretary ofBikar District, the Head and Secretary of Werur Village, the Chairperson ofBamuskam (village consulting agency) Kampung Werur and the CommunityLeader of Kampung Werur. Data collection techniques in this study wereobservation, interviews and documentation. Data analysis techniques in this studyof the Guiding Function in the Administration of Village Government by the Headof Bikar District, Tambrauw Regency, West Papua Province by collecting data,selecting data, presenting data and drawing conclusions also suggestions. Datacollection techniques in research are observation, interviews and documentation.Data analysis techniques in research on the Management of Special AutonomyFunds in the development of Werur Village, Bikar District, Tambrauw Regency,West Papua Province by means of Data Collection, Data Reduction, DataPresentation and Conclusion.
The results of this study related to the Management of the SpecialAutonomy Fund in the Development of Werur Village in 2017 can be donethrough the development phase, namely: Planning, Community Organizing,Implementation or Realization of Activities, and Supervision. The results of theManagement of the Special Autonomy Fund of Werur Village Phase I and II in2017 realized in the three development activities. first, the Construction of Housesfor the Community of 1 Unit (Rp. 80,000,000.00). Secondly, the Health Costs /Posyandu Cadre Assistance cost (Rp. 10,000,000.00), and Third, Education CostAssistance for Final Study Students (Rp. 10,000,000.00). So, the reality showsthat 100% of Special Autonomy Fund in 2017 is well managed by theGovernment of the Werur Village even though it has not been as optimal asideally.
Keyword: Special Autonomy Fund Management, Werur VillageDevelopment.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Tambrauw sebagai Kabupaten yang baru dibentuk pada
tahun 2008, Kabupaten Tambrauw di Papua Barat memiliki beban yang cukup
besar dalam membangun wilayahnya. Wilayah Papua merupakan Daerah
Otonomi Khusus Indonesia yang ditentukan karena beberapa pertimbangan,
seperti kondisi geografis, politik, konflik serta kesejahteraan masyarakat
(Tabuni dkk, 2016). Pemberlakuan kebijakkan Otonomi Khusus bagi Papua
diharapkan mampu menjadi sarana percepatan pembangunan dibidang
pendidikan tanah Papua sehingga dapat sejajar dengan daerah lain di Indonesia
(Tabuni dkk, 2016) mengingat secara geografis dan politis wilayah ini masih
tertinggal.
Namun upaya yang dilakukan tidak cukup untuk pembanguan di
Papua, sehingga pemerintah Indonesia mengeluarkan solusi dengan
mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2001 yang
memberikan Otonomi Khusus kepada wilayah Irian Jaya serta mengubah
namanya menjadi Papua. Otonomi Khusus (Otonomi Khusus) bagi Provinsi
Papua pada dasarnya adalah kewenangan Khusus yang diakui dan diberikan
bagi propnsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Khusus mulai diberlakukan di Provinsi Papua pada tahun
2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi
2
Khusus bagi Provinsi Papua, kemudian untuk Provinsi Papua Barat
pemberlakuan Otonomi Khusus diberikan melalui Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang. Di samping itu,
dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat juga dialokasikan Dana tambahan infrastruktur. Besaran
Dana tambahan infrastruktur ini disepakati antara Pemerintah dengan DPR, dan
penggunaannya diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur.
Dana Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafond Dana
Alokasi Umum (DAU) Nasional, terutama ditujukan untuk pembiayaan
pendidikan dan kesehatan; yang masing-masing minimal 30% (tiga puluh
persen) dan 15% (lima belas persen) (DPR RI, 2013).
Otonomi Khusus disini mencakup pada banyak bidang dan diharapkan
akan mengurangi ketertinggalan di wilayah Papua. Dalam prakteknya,
pemberlakuan Otonomi Khusus disini masih mengalami beberapa
permasalahan, seperti belum dilaksanakannya dengan maksimal serta
mengalami banyak masalah internal. Laporan dari jurnal yang diterbitkan oleh
DPR RI (2013) menyebutkan bahwa pelaksanaan Otonomi Khusus dianggap
gagal mencapai tujuan dasarnya yaitu melakukan pembangunan Papua, dan
bukan melakukan pembangunan di atau untuk Papua. Namun, dalam tulisan
yang sama disebutkan bahwa terdapat hal-hal positif terkait dengan
pelaksanaan Otonomi Khusus, diantaranya adalah, tidak sedikit pihak, terutama
3
dari kalangan pemerintahan dan pelaksana percepatan pembangunan Papua
(UP4B) yang secara tidak langsung menyatakan bahwa pembangunan Papua
telah berhasil dilaksanakan sebagaimana terlihat dari sejumlah perubahan dan
kemajuan yang berhasil diraih.
Penelitian tentang Pengelolaan Dana Otonomi Khusus disini menjadi
kajian yang menarik ketika dikaitkan dengan pengembangan wilayah baru
yang berada di kawasan daerah Khusus itu sendiri. Pembahasan tentang
Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ini beberapa kali sudah dibahas
sebelumnya, seperti yang telah dibahas dalam laporan DPR RI tahun 2013
menyebutkan bahwa efektifitas Dana Otonomi Khusus berpotensi rendah
karena tidak ada strategi (Renstra), tidak ada sanksi terinci dan tegas (Kasus
Papua), sehingga berpotensi diselewengkan karena Silpa Otonomi Khusus
makin lama makin besar tanpa aturan dalam pemanfaatannya (NAD). BPK
Jayapura (2018) juga menulis hal yang sama yang menyatakan bahwa Dana
Otonomi Khusus Provinsi Papua merupakan salah satu sumber pendanaan
utama bagi APBD Provinsi Papua. Penggunaan Dana Otonomi Khusus ini
diprioritaskan untuk bidang-bidang tertentu guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Provinsi Papua agar sama bahkan lebih baik dari provinsi-provinsi
lain di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya, 2015) membahas bahwa
penggunaan Dana Otonomi Khusus di Papua selama ini masih belum
transparan. Bagaimana dana tersebut dikelola dan rinciannya masih belum
disebutkan secara detail. (Hartati, 2016) menyebutkan bahwa Pengelolaan
4
Dana Otonomi Khusus disini akan berjalan lurus/seimbang dengan indeks
pembangunan manusia. Selain itu (Iha, 2015) menyebutkan bahwa sejak
diberlakukannya Otonomi Khusus yang hingga kini sudah berjalan selama 14
tahun, ternyata belum mampu mensejahterakan rakyat Papua dengan baik,
padahal dengan sumber kekayaan alam yang melimpah seharusnya Papua
mampu untuk meningkatkan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat. Sejak
tahun 2001 pemberian dana dalam rangka Otonomi Khusus sudah mencapai Rp
28 triliun diluar dana pertimbangan lainnya, namun begitu belum memberikan
dampak perubahan yang signifikan di tanah Papua atas dana yang sebanyak itu
(Iha, 2015). Kenyataan seperti ini, apabila pemerintah tidak mengambil
langkah maju yang tepat bagi peningkatan perekonomian dan kasejahteraan
orang Papua, sampai masa berakhirnya undang-undang Otonomi Khusus yaitu
selama 25 tahun sesuai amanat undang-undang tersebut, sangat memungkinkan
memberikan peluang bagi rakyat Papua untuk meminta solusi lain karena
ketidakberhasilan implementasi Otonomi Khusus. Salah satu cara yang perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai persoalan yang terkait dengan
implementasi Otonomi Khusus adalah melalui penelitian agar dapat dicarikan
solusi pemecahannya (Iha, 2015).
Hasil penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Tabuni dkk (2016)
menyebutkan bahwa pemberlakuan Otonomi Khusus telah memberikan peran
yang singnifikan kepada pemerintah daerah untuk perumusan kebijakan dan
program pembanguan yang berpihak kepada rakyat, namun dalam
implementasi masih terdapat masalah dan masih belum mencapi tujuan
5
daripada Otonomi Khusus karena masih banyak masyarakat yang belum
mersakan keberhasilan kesejahteraan dalam bidang pendidikan dan segala
bidang pembanguan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Douw (2018) yang menunjukkan bahwa Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus Provinsi Papua memang telah terlaksana sesuai dengan aturan yang
berlaku, namun dalam pelaksanaannya ada yang berhasil dan belum berhasil
atau gagal. Pelaksanaan penggunaan Dana Otonomi Khusus ini membutuhkan
pengawasan yang lebih sehingga nantinya dapat bermanfaat dan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Berdasarkan beberapa literatur tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Papua sudah berjalan
sebagaimana mestinya namun masih terbilang gagal dalam hal efektifitas
implementasinya.
Kampung Werur merupakan salah satu Kampung yang berada
diwilayah Distrik Bikar di Kabupaten Tambrauw di Papua Barat. Sebagai
wilayah yang masih membutuhkan banyak perkembangan dan pembangunan
untuk membantu agar masyarakat dapat hidup lebih layak dan menerima akses
pendidikan serta kesehatan dari pemerintah. Penelitian ini dimaksudkan untuk
menganalisis bagaimana Pengelolaan Dana Otonomi Khusus untuk
pembangunan Kampung di Distrik Bikar. Hal ini untuk menjawab dinamika
yang terjadi atas pro kontra masalah Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang
dipertanyakan oleh banyak kalangan.
B. Fokus Penelitian
6
Fokus pada penelitian ini adalah :
1. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur
tahun 2017.
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaiman Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan
Kampung Werur tahun 2017?
2. Apakah Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus di Kampung Werur?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam
Pembangunan Kampung Werur tahun 2017.
b. Untuk mengetahui apakah Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kampung Werur.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
7
Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori tentang Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus yang berfokus pada pembangunan Kampung.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara Khusus bagi
Pemerintah Kampung Werur Distrik Bikar, dan secara umum bagi
Pemerintah Kampung lain yang ada di wilayah Pemerintahan Distrik
Bikar Kabupaten Tambrauw dalam hal Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus bagi Pembangunan Kampung.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah keterkaitan antara teori-teori atau konsep
yang mendukung dalam penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam
menyususun sistimatis penelitian. Kerangka konseptual menjadi pedoman
peneliti untuk menjelaskan secara sistimatis teori yang digunakan dalam
penelitian.
1. Pengelolaan
Pengelolaan berasal dari kata kelola yang dapat diartikan sebagai
memimpin, mengendalikan, mengatur, dan mengusahakan supaya lebih
baik, lebih maju dan sebagianya serta bertanggungjawab atas pekerjaan
tertentu. Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan, Pengelolaan juga bisa
8
diartikan penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan
manajemen, yaitu suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan (Handayaningrat, 1990; 9).
Pengelolaan pada dasarnya adalah pengendalian dan pemanfaatan
semua sumber daya yang menurut seuatu perencanaan diperlukan untuk atau
penjelesaian suatu tujuan kerja tertentu serta pemanfaatan sumber daya
manusia atau pun sumber daya lainnya yang dapat diwujudkan dalam
kegiatan pembangunan dalam suatu daerah tertentu serta mencapai tujuan
kesejahteraan masyarakat.
Istilah Pengelolaan sama dengan manajemen yaitu menggerakan,
mengorganisasikan, dan mengarahkan usaha manusia untuk memanfaatkan
secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai tujuan tertentu,
Pengelolaan bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan akan rangkaian
kegiatan yang meliputi fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efesien (Adisasmita, 2011: 22).
Menurut (Handoko, 2012:8) Pengelolaan adalah proses yang
membantu merumuskan suatu kebijakan dan tujuan organisasi atau proses
yang memberikan pengawasan pada suatu yang terlibat dalam pelaksanaan
dan pencapaian tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas
penyusunan menyimpulkan bahwa pengeloaan merupakan suatu rangkaian
9
kegiatan yang meliputi merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi
kegiatan manusia dengan menmanfaatkan material dan fasilitas yang ada
untuk mencapai tujuan yang tertentu secara efektif dan efisien.
Handoko mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu
pengetahuan (sice) yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan
dan membuat sistim kerja sama ini menjadi lebih bermanfaat bagi
kemanusian. Menurut Handoko manajemen telah memenuhi persyaratan
untuk disebut bidang ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari untuk itu
yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori-teori ini
masih terlalu umum dan subyektif, tetapi teori manajemen selalu diuji dalam
praktek sehingga manajemen sebagai ilmu terus berkembang (Handoko,
2011:11)
Manajemen meningkatkan tujuan tercapainya dengan efektif dan
efisien, dua kata tersebut mengandung arti bahwa efisien berarti
mengerjakan sesuatu yang benar (doing things rights) sedangkan efektifitas
adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the rights). Efektifitas
merupakan suatu kemampuan untuk memilih tujuan yang dapat atau
peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
kata lain efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode
(cara) yang tepat untuk mencapai tujuan (Budiyono, 2004: 25).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dapat diketahui bahwa
istilah Pengelolaan mempunyai makna sebagai berikut :
10
a. Proses, cara perbuatan pengelola.
b. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan orang lain.
c. Proses membantu merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi.
d. Proses yang memberikan pengawasan pada suatu hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan Pengelolaan adalah
suatu proses kegiatan melalui dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pengendalian sampai dengan proses pertanggung jawaban.
Pengelolaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses
manajemen suatu kerjasama orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama dengan sistematis, efisien. Efektif, dalam Encilklopedia
of the sosial seiences dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses
pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Menurut Soewarno Handayaningrat Pengelolaan juga bisa diartikan
penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan manajemen,
yaitu suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan Pengelolaan pada dasarnya adalah
pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut seuatu
perencanaan diperlukan untuk atau penyelesaian suatu tujuan kerja tertentu
serta pemanfaatan sumber daya manusia ataupun sumber daya lainnya yang
11
dapat diwujudkan dalam kegiatan pembangunan dalam suatu daerah tertentu
serta mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat (Handayaningrat, 1990; 9).
Dari uraian di atas, maka Pengelolaan merupakan rangkaian
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, petunjuk,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan program pembangunan pada
organisasi pemerintah maupun organisasi swasta agar semua kegiatan dapat
terlaksana dengan baik.
2. Otonomi Khusus
Otonomi Khusus disini berangkat dari konsep desentralisasi yang
dianut oleh Indonesia sebagai bagian dari sistem pemerintahan. Dalam
konteks ini, Parsons mendefinisikan desentralisasi sebagai pembagian
(sharing) kekuasaan pemerintahan antara kelompok pemegang kekuasaan di
pusat dengan kelompok-kelompok lainnya agar masing-masing kelompok
memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup
teritorial suatu negara (Hidayat, 2007). Scligman (dalam Suryadinata, 1993)
memaknai desentralisasi adalah “the process of decentralization denotes the
transference of authority, legislative or administrative, from a higher level
of government to a lower”. Suatu proses penyerahan wewenang dari
pemerintah yang lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan, kepada
pemerintah yang lebih rendah derajatnya, menyangkut bidang legislatif atau
administratif.
Selanjutnya, dalam studi desentralisasi, praktik desentralisasi
terbagi atas dua bentuk utama, yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi
12
administrasi. Penerapan desentralisasi politik diharapkan sebagai upaya
untuk mencegah pembuatan keputusan secara sentralistik dan mengurangi
dominasi pemerintah pusat dalam keputusan politik di daerah, memperluas
otonomi di daerah dan sebagai strategi untuk menciptakan stabilitas politik.
Dalam hal ini, desentralisasi merupakan tindakan pendemokrasian agar
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
mempergunakan hak-hak demokrasi. Sementara, desentralisasi administratif
dimaksudkan untuk mewujudkan efisiensi dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan (Hidayat, 2007).
“Pengelolaan merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan,pengorganisasian, petunjuk, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanprogram pembangunan pada organisasi pemerintah maupun organisasiswasta agar semua kegiatan dapat terlaksana dengan baik’’
Dalam konteks ini, Van Der Pot (dalam Supriatna, 1993) melihat
desentralisasi dalam dua kategori, yaitu: pertama, desentralisasi teritorial
(teritoriale decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga dari daerah masing-masing (otonom); kedua,
desentralisasi fungsional (functional decentralisatie), yaitu; pelimpahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu. Tujuan dari desentralisasi semacam ini dikehendaki agar
kepentingan-kepentingan tertentu tadi diselenggarakan sendiri oleh
golongan-golongan yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam hal ini
kewajiban pemerintah hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh golongan kepentingan tertentu saja. Ranis dan
Stewart (dalam UNDP, 2004) mengklasifikasikan format sistem
13
desentralisasi dalam tiga kategori, yakni: pertama, dekonsentrasi (pegawai
pemerintah pusat bekerja di daerah); kedua; delegasi (pemerintah pusat
mendelegasikan kekuasaannya ke tingkat daerah); dan ketiga, devolusi
(pemerintah pusat mengalihkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah).
“Pelimpahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan juga pelimpahankekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingantertentu yang ada di daerahnya masing-masing dengan tujuan pembangunandi daerah maju dan berkembang disertai dengan pengembangan potensisumber daya alam demi kesejahteraan masyarakat’’
Dalam konteks ini, Van Der Pot (dalam Supriatna, 1993) melihat
desentralisasi dalam dua kategori, yaitu: pertama, desentralisasi teritorial
(teritoriale decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga dari daerah masing-masing (otonom); kedua,
desentralisasi fungsional (functional decentralisatie), yaitu; pelimpahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu. Tujuan dari desentralisasi semacam ini dikehendaki agar
kepentingan-kepentingan tertentu tadi diselenggarakan sendiri oleh
golongan-golongan yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam hal ini
kewajiban pemerintah hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh golongan kepentingan tertentu saja. Ranis dan
Stewart (dalam UNDP, 2004) mengklasifikasikan format sistem
desentralisasi dalam tiga kategori, yakni: pertama, dekonsentrasi (pegawai
pemerintah pusat bekerja di daerah); kedua; delegasi (pemerintah pusat
mendelegasikan kekuasaannya ke tingkat daerah); dan ketiga, devolusi
(pemerintah pusat mengalihkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah).
14
Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam Undang-Undang Nomor.
23 Tahun 2014 yang merupakan landasan operasional penyelenggaraan
pemerintahan daerah telah memberikan arahan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan daerah didasarkan pada tiga asas pemerintahan. Pertama, asas
dekonsentrasi, merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau sebagai perangkat pusat di
daerah. Kedua, asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
NKRI. Ketiga, asas tugas pembantuan (medebewind), yaitu penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan dari daerah keDesa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
Desentralisasi Asimetris (asymmetrical decentralization) adalah
pemberlakuan kewenangan Khusus pada wilayah-wilayah tertentu dalam
suatu negara, yang dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Penerapan desentralisasi asimetris merupakan sebuah manifestasi
dari usaha pemberlakuan istimewa. Konsep tersebut sebenarya sudah mulai
dijalankan, yaitu dengan adanya beberapa daerah Otonomi Khusus seperti
Provinsi Papua, Pemerintahan Aceh, DKI Jakarta dan yang terakhir
Provinsi DIY. Keempat provinsi ini secara legal formal sudah memperoleh
pengakuan dari negara. Inti dari desentralisasi asimetris adalah terbentuknya
ruang geraka implementasi dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan
pemerintahan diluar ketentuan umum dan Khusus. Titik berat desentralisasi
15
asimetris terletak di provinsi, karena level Kabupaten dan Kota sudah cukup
terakomodasi dalam perundangan pemerintahan daerah selama ini.
Dalam konsep desentralisasi, pemberian status Khusus pada
wilayah tertentu dalam suatu negara biasanya didasarkan atas pertimbangan
historis, politik, keberagaman etnik dan budaya, akselerasi pembangunan,
dan sebagainya (Van Houten, 2004). Dalam konteks ini Van Houten (2004)
mengungkapkan :
“The legally astablilished power of distinctive, non soverigh ethniccommunities or ethnically distinc territories to make substancial publicdicisions and execute publik policy independently of other sources ofauthority in the state., but subject to the overall legal order of the state. Inorder words, in our understanding outhonomy denotes the exercise ofexclusive jurisdiction by distinctive no-sovereign ethnic communities or thepopulation of ethnically distinc territories”
Pencermatan terhadap ungkapan Van Houten tersebut setidaknya
mencakup dua aspek. Pertama, dalam konteks kewilayahan, konsepsi
otonomi dapat diklasifikasikan sebagai otonomi wilayah (territorial
authonomy) dan otonomi non wilayah (non territorial authonomy). Kedua,
dalam konteks fungsional, konsepsi otonomi dapat diklasifikasi: otonomi
asimetris dan otonomi umum. Hannum mensinyalir, setidaknya ada dua
manfaat yang dapat diperoleh dari pemberlakuan desentralisasi asimetris
(asymmetric decentralization) atau otonomi asimetris (asyimmetric
authonomy). Pertama, sebagai solusi terhadap kemungkinan terjadinya
konflik etnis, atau konflik-konflik fisik lainnya. Kedua, sebagai respon
demokratis dan damai terhadap keluhan/masalah yang dihadapi kelompok
kaum minoritas yang hak-haknya selama ini cenderung dilanggar/kurang
16
diperhatikan (Djojosoekarto dkk., 2008). Hal ini kemudian berlaku dalam
penetapan daerah Otonomi Khusus Papua yang juga menjadi pilihan bagi
pemerintah Indonesia sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi di
Indonesia, sebagai solusi terhadap kemungkinan terjadinya konflik etnis,
atau konflik-konflik fisik lainnya. Dan juga sebagai respon demokratis dan
damai terhadap keluhan/masalah yang dihadapi kelompok kaum minoritas
yang hak-haknya selama ini cenderung dilanggar/kurang diperhatikan dalam
kehidupan bermasyarakat pada suatu daerah.
Pada dasarnya, Otonomi Khusus Papua adalah pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri dalam kerangka NKRI. Melalui pemberlakuan
Otonomi Khusus Papua, maka, terdapat hal-hal mendasar yang hanya
berlaku di Provinsi Papua dan tidak berlaku di provinsi lain di Indonesia,
sebaliknya terdapat pula hal-hal yang berlaku di daerah lain yang tidak
diberlakukan di Provinsi Papua. Konstruksi Undang-Undang Otonomi
Khusus dibangun berlandaskan pada sejumlah pernyataan bermakna
filosofis, sebagaimana tertuang dalam konsiderans menimbang yang
mengandung sejumlah pengakuan antara lain:
a. Pengakuan atas cita-cita dan tujuan NKRI
b. Pengakuan bahwasanya masyarakat Papua adalah insan ciptaan Tuhan
dan bagian dari umat manusia yang beradab
c. Pengakuan terhadap adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat Khusus
17
d. Pengakuan bahwasanya penduduk asli Provinsi Papua adalah salah satu
rumpun dari ras Melanesia dan merupakan bagian dari suku-suku bangsa
di Indonesia yang memiliki keragaman budaya, sejarah, adat istiadat, dan
bahasa
e. Pengakuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan,
memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung
terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
f. Pengakuan bahwa Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam
Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat asli
g. Pengakuan adanya kesenjangan Provinsi Papua dengan provinsi lain di
Indonesia.
Dasar hukum dari pelaksanaan Otonomi Khusus menurut DPR RI
(2013) adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2008
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
18
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan atara Pemerintah Pusat dan Daerah
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia55 tahun
2005 tentang Dana Perimbangan
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan jangka Menengan Nasional tahun 2004-2009
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Disamping itu, dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus kepada
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga dialokasikan Dana tambahan
infrastruktur. Besaran Dana tambahan infrastruktur ini disepakati antara
Pemerintah dengan DPR, dan penggunaannya diutamakan untuk pendanaan
pembangunan infrastruktur. Provinsi Papua dan Papua Barat adalah daerah
19
yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah, namun
masyarakatnya mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan daerah lain
di Indonesia. Ketertinggalan perekonomian masyarakat, minimnya
penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas, jaringan infrastruktur
yang masih memprihatinkan, hingga persoalan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM) merupakan permasalahan mendasar di wilayah
ini. Oleh karena itu, untuk memperkecil ketertinggalan dengan daerah lain,
maka pemerintah memberikan Dana Otonomi Khusus kepada Provinsi
Papua dan Papua Barat. Pemberian Dana Otonomi Khusus ini didasarkan
pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan
terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia,
supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak,
dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (DPR RI, 2013).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 20021 tentang
Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat adalah kewenangan Khusus yang
diakui dan dibeikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi hak-hak dasar masyarakat Papua. Pengertian
menurut praktisinya, keKhususan Otonomi Papua berarti ada dua hal dasar
yang hanya berlakuh di Papua dan kemungkinan tidak berlaku di daerah
lain, di Negara Indonesia yang tidak diterapkan di Papua. (Menurut
Serajung dikutip Nugroho, D, 2000 : 46)
20
Istilah “Otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah diartikan
sebagai kebebasan Rakyat Papua mengatur dan mengurus dirinya sendiri
sekaligus untuk kebebasan pemerintahnya sendiri. Mengatur dan
memanfaatkan Alam Papua untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyatnya. Tidak meninggalkan tanggungjawab untuk ikut serta mendukung
penyelenggaraan pemerintah pusat dan penting adalah kebebasan untuk
menentukan strategi pembangunan sosial, budaya, politik sesuai dengan
karakteristik. Hal penting sebagai bagian dari pembangunan jati diri orang
yang seutuhnya yang ditunjukkan melalui simbol-simbol daerah seperti,
lagu, bendera dan lambang.Istilah “Khusus” hendak diartikan sebagai
perlakuan berbeda yang di berikan kepada Provinsi Papua karena
kekhususan yang dimiliki. Kekhususan tersebut menyangkut hal-hal seperti
perlindungan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk sejarah politik,
penegakan demokrasi dan hak asasi manusia (Agus Semule, Otonomi
Khusus, jalan tengah bagi masalah konflik provinsi Papua, Jayapura:
Cendrawasi Press, 2007:49-50 ).
Pemberlakuan Otonomi Khusus adalah mewujudkan kehadiran,
penegakkan supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, Demokrasi,
Agama, Budaya Adat dalam percepatan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat papua dalam rangka
kesetaraan dan keseimbangan dengan provinsi lain. Terutama penghormatan
dan pengakuan hak-hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak intelektual,
21
hak kesejahteraan, hak politik, hak kultur, hak perempuan, hak ulayat dan
hak kebebasan (Socratez Sofiyan Yoman, 2009:200-201).
Otonomi menurut bahasa yunani “autos” berarti sendiri dan
“nomos” yang berarti aturan. Jadi, Otonomi diartikan sebagai kemerdekaan
dan kebebasan penyelenggaran pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah
berarti kebebasan untuk mengambil keputusan baik politik maupun
administrasi berdasarkan prakarsa sendiri artinya menjalankan pemerintahan
daerah tanpa ikut campur tangan pemerintah pusat. Hakekat Otonomi
Daerah untuk mengembangkan manusia Indonesia yang otonom, yang
memberikan kekuasaan bagi terkuaknya potensi-potensi individu secara
optimal. Individu-individu otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan
otonomi yang hakiki. Oleh karena itu, penguatan Otonomi Daerah harus
membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap pelaku dan rambu-
rambu yang disepakati bersama sebagai rambu-rambu jaminan tercapainya
sosial older.
Disimpulkan Desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah
Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, sedangkan Otonomi
Daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan perundang-undangan. Penyelenggaraan pemerintah
daerah terlepas dari pemerintah pusat, itu berarti terlepas dari pemerintah
pusat, kecuali ada lima bidang yang harus diatur oleh pemerintah pusat.
22
Terlepas dari pengertian desentralisasi dan Otonomi Daerah, dua kebijakan
ini diberlakukan dalam rangka membuka ruang demokrasi dan menegakan
Hak Asasi Manusia ditingkat lokal Indonesia.
Kajian secara etimologis menunjukan bahwa istilah desentralisasi
berasal dari bahasa latin “de” artinya lepas dan “centrum” artinya pusat.
Jadi, desentralisasi dari asal kata “de dan centrum” yang berarti lepas dari
pusat, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri
selanjutnya, pemerintah Indonesia memisahkan mengenai Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Tidak cukup bila
pelimpahan kewenangan kepada Pemerintah Daerah saja, maka Pemerintah
Pusat menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Otonomi Daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi
Daerah), kajian lain yang pernah dikemukakan oleh Rondeli dan Cheema
membagi empat tipe desentralisasi yaitu; dekonsentrasi, distribusi,
kewenangan dalam struktur pemerintah. Delegasi adalah pendelegasian
manajemen dan pengambilan keputusan asas fungsi-fungsi tertentu yang
sangat spesifik kepada organisasi tidak dibawah kontrol pemerintah.
Devolusi: penyerahan fungsi otoritas pemerintah pusat kepada pemerintah
23
otonom. Swastanisasi adalah penyerahan beberapa tanggungjawab kepada
organisasi-organisasi swasta (Julianto,2006 ; 51-52).
Dapat disimpulkan bahwa Otonomi adalah pemberian hak dan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daearh untuk
mengatur dan mengurus daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah
pusat, memberi kewenangan dan kewajiban untuk mengurus urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan
dan memberikan kebebasan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang
ada untuk penggunaan yang sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya untuk
kepentingan dan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut.
3. Pembangunan Kampung
Pembangunan Kampung di Distrik Bikar disini diartikan secara
literal dalam membangun fisik Kampung guna memberdayakan masyarakat.
Pembangunan fisik dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, dengan maksud untuk
mengadakan kegiatan ke arah perubahan yang lebih baik dan perubahan
tersebut dapat dilihat secara kongkrit, nyata dari bentuk perubahannya.
Dengan kata lain bahwa perubahan itu identik dengan adanya wujud atau
bentuk dari pembangunan seperti adanya gedung-gedung, sarana
perumahan, sarana peribadatan, sarana pembuatan jalan, sarana pendidikan,
dan sarana umum lainnya (Fuji, 2015). Pembangunan fisik, seperti jalan,
jembatan, lapangan terbang, gedung, pelabuhan, dan lain sebagainya jelas
24
sekali berpijak pada ruang yang ada dipermukaan bumi. Pembangunan
fisisk dilakukan agar masyarakat dapat menggunakan sarana infrastruktur
yang ada untuk menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari. Contoh kongkrit
dari pembangunan fisik dipedesaan seperti pembangunan jembatan yang
menghubungkan suatu Desa ke Desa lain yang dilintasi oleh sungai. 2014
anta
a. Pembangunan pemanfaatan serta pemeliharaan infrastruktur dan
lingkungan Desa antara lain: tambatan perahu, jalan pemukiman, jalan
Desa antar pemukiman ke wilayah pertanian, pembangkit listrik tenaga
mikrohidro, lingkungan pemukiman masyarakat Desa,dan infrastruktur
Desa dan lainnya sesuai kondisi Desa.
b. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan antara lain: air bersih berskala Desa dan sanitasi lingkungan.
c. Pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu, sarana dan prasarana
kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
d. Pembangunan pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain: taman bacaan masyarakat,
pendidikan anak usia dini, balai pelatihan/kegiatan belajar masysrakat,
pengembangan dan pembinaan sanggar seni, dan sarana dan prasarana
pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa.
e. Pengembangan uasaha ekonmi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain:
pasar Desa, pembentukan dan pengembangan Badan usaha milik Desa,
25
penguatan permodalan badan usaha milik Desa, pembibitan tanaman
pangan, penggilingan padi, lumbung Desa, pembukaan lahan pertanian,
Pengelolaan usaha utang Desa sesuai kondisi Desa.
f. Lingkungan hidup antara lain: penghijauan, pembuatan terasering,
pemeliharaan hutan bakau, perlindungan mata air, pembersihan daerah
aliran sungai, perlindungan terumbu karang, dan kegiatan lainnya sesuai
kondisi Desa.
g. Bidang pembinaan kemasyarakatan antara lain: pembinaan lembaga
kemasyarakatan, penyelenggraan ketentraman dan ketertiban, pembinaan
kerukunan umat beragama, pengadaan sarana dan prasaran olah raga,
pembinaan lembaga adat, pembinaan kesenian dan sosial budaya
masyarakat dan kegiatan lain yang sesuai dengan kondisi Desa.
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan
melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana
Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan, pembangunan Desa
meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pemerintah Desa menyusun Perencanaan Pembangunan Desa
sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota dan dilaksanakan sesuai dengan rencana
kerja pemerintah Desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ).
26
Bidang pemberdayaan masyarakat antara lain: pelatihan usaha ekonomi,
pertanian, perikanan dan perdagangan, pelatihan teknologi tepat guna,
pendidikan, dan penyuluhan bagi Kepala Desa, perangkat Desa, dan Badan
Perwakilan Desa, peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: kader
pemberdayaan masyarakat Desa, kelompok usaha ekonomi produktif,
kelompok tani, kelompok masyarakat miskin, kelompok nelayan, kelompok
pengrajin dan kelompok lain sesuai kondisi Desa (Sudarmanto, 2015: 15-
16).
Menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pembangunan Desa adalah upaya
peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa. Perencanaan pembangunan adalah proses
tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan
melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan Desa. Adapun tujuan
pembangauanan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan suber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan.
27
Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana, pengembangan ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-
Undang Desa menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu Desa membangun dan
mambangun Desa yang diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan
Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh pemerintah Desa dan
masyarakat Desa dengan gotong-royong serta memanfaatkan kearifan lokal
dan sumber daya alam Desa, pelaksanaan program sektor yang masuk ke
Desa diinformasikan kepada pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan
rencana pembangunan Desa, masyarakat Desa berhak mendapat informasi
dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan
pembangunan Desa (Pristiyanto, 2015: 10).
Pembangunan Desa dilakukan pada wilayah Desa itu sendiri,
secara singkat disebut pembangunan Desa, maupun antar wilayah Desa-
Desa yang berdekatan atau disebut kawasan pedesaan. Pembangunan
kawasan pedesaan merupakan perpaduan pembangunan antar Desa dalam
suatu Kabupaten sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas
pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di kawasan
pedesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Oleh karena itu,
rancangan-rancangan pembangunan kawasan pedesaan dibahas bersama
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
28
Kabupaten, dan Pemerintah Desa. Pembanguanan Desa sangat dekat dengan
konsep pembangunan Desa dan Desa membangun bahkan kedua konsep
tersebut seringkali menimbulkan pertanyaan dan perdebatan mengenai
perbedaan dan persamaannya secara rinci perbedaan kedua konsep tersebut
adalah sebagai berikut yaitu:
a. Membangun Desa
Membangun Desa mengurangi keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan,
sekaligus membangun kesejahteraan dengan melibatkan pemerintah
Kabupaten dalam merencanakan, membiayai, dan melaksanakan, sedangkan
peran Desa berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
dengan hasil pembangunan infrastruktur Desa yang lebih baik, tumbuhnya
Kota-Kota kecil sebagai pusat pertumbuhan dan penghubung transaksi
ekonomi Desa Kota.
b. Desa Membangun
Menjadikan Desa sebagai basis penghidupan-penghidupan masyarakat
secara berkelanjutan dan menjadikan Desa sebagai ujung depan yang dekat
dengan masyarakat, serta Desa yang mandiri, dan peran pemerintah daerah
memfasilitasi, supervisi dan pengembangan kapasitas Desa, sedangkan
peran Desa sebagai aktor (subyek) utama yang merencanakan, membiayai
dan melaksanakan dan pemerintah Desa menjadi ujung depan
penyelenggaraan pelayanan publik bagi warganya (Pristiyanto, 2015: 12).
Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian suatu
perubahan, pembangunan disini diartikan sebagai bentuk perubahan yang
29
sifatnya direncanakan; setiap orang atau kelompok orang tertentu akan
mengharapkan perubahan yang mempunyai bentuk lebih baik bahkan
sempurna dari keadaan yang sebelumnya: untuk mewujudkan harapan ini tentu
harus memerlukan suatu perencanaan. Pembangunan secara berencana lebih
dirasakan sebagai suatu usaha yang lebih rasional dan teratur bagi
pembangunan masyarakat yang belum atau baru berkembang (Subandi: 2011:
9-11 ).
Dalam bidang sosial, usaha-usaha pembangunan pada umumnya
diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap dalam masyarakat
yang lebih kondusif bagi pembaharuan, pembangunan dan pembinaan bangsa,
dalam hal ini termasuk pengembangan motivasi kegairahan usaha yang bersifat
produktif dan yang lebih penting adalah dapat dikembangkan suatu proses
pendewasaan masyarakat melalui pembinaan dan dorongan serta adanya
energi.
Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok : pertama,
masalah materi yang mau dihasilkan dan dibagi, dan kedua, masalah manusia
yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia pembangun.
Bagaimanapun juga, pembangunan pada akhirnya harus ditujukan pada
pembangunan manusia; manusia yang dibangun adalah manusia yang kreatif,
dan untuk kreatif ini manusia harus merasa bahagia, aman, dan bebas dari rasa
takut, pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi
masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin mendekati
tata masyarakat yang dicita-citakan, dalam proses transformasi itu ada dua hal
30
yang perlu diperhatikan yaitu, berkelanjutan (continuity) dan perubahan
(change), tarikan antara keduanya menimbulkan dinamika dalam
perkembangan masyarakat.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif, penelitian kualitatif deskriptif adalah pendekatan penelitian
dimana data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-gambar dan
bukan angka. Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara, catatan
lapangan atau memo dan dukumentasi lainnya, yang merupakan proses
kegiatan mendiskripsikan secara logis, sistimatis dan empiris terhadap
fenomena-fenomena sosial yang terjadi untuk direkonstruksikan, untuk
mengungkap kebenaran sebagai bentuk realisasi yang bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan (Iskandar, 2009: 24). Oleh
karena itu,diperlukan wawancara mendalam dengan subyek penelitian yang
hanya bisa dilakukan dengan metode kualitatif. Tujuan dari penelitian
kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang utuh dan menyeluruh
tentang suatu fenomena dengan berupaya mendiskripsikan dan memahami
proses dinamis yang trejadi berkanan dengan gejala yang diteliti
(Poerwandari, 2003:25).
Penelitian ini akan menjelaskan tentang gambaran Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus Dalam pembangunan Kampung Werur di Distrik Bikar
Kabupaten Tambrauw tahun 2017. Data yang akan didapatkan dari sini
31
adalah tentang gambaran Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang selama
ini sudah dilakukan.
2. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten
Tambrauw Provinsi Papua Barat.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten
Tambrauw Provinsi Papua Barat.
4. Tenik Pemilhan Subyek Penelitian
Dengan penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan
pertimbabangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan infoman.
Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi. Teknik yang
digunakan adalah purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006: 85). Selanjutnya menurut Arikunto
(2010: 183) pemilihan sampel secara purposive pada penelitian ini akan
berpedoman pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :
a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau
karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri polpulasi.
b. Subyek yang diambil sebagai sample benar-benar merupakan subyek
yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi
(key subjectis).
32
c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan.
Dalam penelitian ini, informan penelitian akan diambil dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Bekerja dalam Pengelolaan Dana Otonomi Khusus
b. Mengetahui tentang proses pembangunan Kampung Werur dengan baik
c. Merupakan pegawai Pemerintah Kampung yang memiliki pengalaman
kurang lebih tiga tahun.
Teknik pemilihan subyek sering disebut dengan metode penentuan
sumber data, yaitu menentukan informan, sebagai tempat untuk memperoleh
data. Moleong (2010:132) mendeskripsikan subyek penelitian sebagai
informan yang artinya, orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Adapun
subyek penelitian ini sebanyak 10 orang informan yang tertera pada tabel
dibawah ini.
Tabel. 1.1
Pemilihan Informan
No Nama JenisKelamin
Umur(Thn)
Pendi-dikan
Jabatan
1 Baryeta Pupela P 55 S1 Ka. Distrik Bikar2 Yance Padwa L 47 SMA Ka. Kampung3 Korneles Mambrasar L 68 SMEA Sekretaris
Kampung4 Hans Mambrasar L 61 SMP Ketua
Bamuskam5 Soleman Mambrasar L 60 SD Anggota
Bamuskam6 Susana Mambrasar P 55 S1 Tokoh
Perempuan
33
7 Elsa Mayor P 69 SMKK TokohMasysrakat
8 Mesak Wanma P 30 S1 Ketua TPKK9 Davit Yesnath L 30 S1 Sekretaris
Distrik10 Fredek Padwa L 65 SD Tokoh
MasyarakatSumber : Kampung Werur 2019
5. Teknik Pengumpulan Data
Pada pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode opservasi dan wawancara. Alasan menggunakan
metode tersebut adalah kesesuaian dengan masalah yang diungkapkan
dalam penelitian ini. Pengumpulan data penelitian kualitatif tidak
mengumpulkan data melalui instrumen yang dibuat untuk mengukur
variabel penelitian, namun pengumpulan data dengan berinteraksi secara
simbolik dengan subyek penelitian (Iskandar, 2009: 25).
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah obyek
yang bersangkutan dan sumber data sekunder ialah teman subyek, orang tua
subyek, subyek, tetangga subyek, atau orang lain yang masih berkaitan
dengan subyek (Iskandar, 2009: 26).
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan
dilakukan ada tiga, antara lain sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan
34
bercakap-cakap secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan
dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton
(Poerwandari, 2003:25) dalam proses wawancara, wawancara ini
menggunakan pedoman umum wawancara serta mencantumkan isu-isu
yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin
tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.
b. Observasi
Di samping wawancara, penilitian ini juga melakukan metode
obsevasi. Menurut (Poerwandi 2003: 25) adalah observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang
tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam obyek penelitian.
Dalam penelitian ini obsevasi dibutuhkan untuk dapat
memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat
dipahami dalam konteksnya. Observasi yang dilakukan adalah observasi
terhadap subyek, perilaku subyek selama wawancara, interaksi subyek
dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relavan sehingga dapat
memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
c. Dokumentasi
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara,
agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa
harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subyek. Dalam
pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah
mendapatkan ijin dari subyek untuk menggunakan alat tersebut pada saat
35
wawancara berlangsung. Menurut (Arikunto 2010:28), teknik
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa
catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
rekam medik, agenda, dan lain sebagainya. Teknik dokumentasi ini
merupakan penelaah terhadap referensi-referensi yang berhubungan
dengan fokus permasalahan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data menjadi tahap penting dalam riset kualitatif,
yakni sebagai faktor utama dalam menentukan sebuah riset berkualitas atau
tidak. Sebab pada tahap ini peneliti dituntut untuk membuat transkrip dari
proses pengumpulan data. Huberman dan Miles (dalam Bugin, 2003:63)
mengatakan bahwa analisis data dan pengumpulan data memperlihatkan
sifat interaktif, sebagai suatu sistem dan merupakan siklus. Pengumpulan
data ditempatkan sebagai komponen yang merupakan bagian integral dari
kegiatan analisis data. Hal ini seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Bagan 1.1
Komponen-komponen Analisis Data Interaktif Huberman dan
Miles (dalam Bungin, 2003:63)
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
PENYAJIAN DATA
KESIMPULAN-KESIMPULANPENAFSIR/FERIVIKASI
36
Langkah yang harus dilakukan sebelum analisis dilakukan adalah :
a. Analilsis pada tahap pertama dilakukan sejak awal pengumpulan data
dengan maksud untuk mencari dan menentukan fokus serta untuk
mempertajam pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara;
b. Analisis pada tahap kedua dilakukan setelah data yang telah banyak
terkumpul. Peneliti kemudian memilah-milah dan mengelompokkan data
yang telah ada berdasarkan tema atau kategori-kategori yang telah
ditentukan sebelumnya;
c. Analisis pada tahap ketiga dilakukan setelah semua data dianggap cukup,
peneliti mulai melihat hubungan-hubungan antara tema atau fenomena
secara menyeluruh dan sistematis, kemudian peneliti melakukan suatu
kontekstualisasi antara tujuan dan target penelitian dengan berbagai
macam temuan nyata atau riil yang ada di lapangan;
d. Setelah itu peneliti melakukan interpretasi dan melakukan evaluasi serta
reduksi terhadap terhadap data yang ada untuk mendalami tentang
gambaran kecerdasan adversitas pada teknisi luar.
37
BAB II
PROFIL KAMPUNG WERUR
A. Sejarah Terbentuknya Kampung Werur
Komunitas Suku Biak di Kampung Werur adalah migran dari
Kampung Mamoribo Biak Barat yang kini dikenal dengan sebutan Suku Biak
Karon (Bikar) yang pengertiannya bahwa suku biak yang mendiami daerah
atau wilayah Karon yang artinya Daerah Ombak. Nama Karon dipatri oleh para
leluhur. Sejak abad ke lima belas, suku ini terkenal sebagai pelaut yang unggul
dalam Perang Hongi di Teluk Cenderawasi dan Kepala burung Tanah Papua
sampai ke luar tanah Papua, (Philipina, Australia dan lain-lain). Untuk itu
secara Khusus kami ulas cikal bakal Kampung Werur yang dipandang perlu
diketehui karena penuh dengan suka duka. Suku Biak yang terdiri dari 7
(Tujuh) marga antara lain marga Mirino, Paraibabo, Yappen, Mayor,
Mambrasar, Sarwa dan Padwa sejak abad ke delapan belas mendiami Myos Su
(Pulau Dua ) dan sama sekali tidak ada rencana untuk menjejaki daratan dan
semua pada berdomisili di Myos Su karena disana sangat strategis dan
berpotensi ekonomis dengan hasil laut yang melimpah. Tetapi seiring jalannya
waktu dengan populasi penduduk yang bertambah maka terjadi persaingan
kepemilikkan tanah maka, hubungan kekeluargaan mulai renggang, begitupun
terjadi sistim kepemimpinan pemirintahan yang menekan akibatnya satu marga
memjejaki daratan untuk berkebun (marga paraibabo) pada tahun 1908 yang
hanya pergi pulang (senin-sabtu).
38
Kemudian terjadi lagi perselisihan antara dua marga yaitu marga
mayor dan mirino sehingga pada tahun 1928 dipindahkan secara paksa dari
Myos Su ke Sausapor, disusul marga Paraibabo, kemudian marga Yappen.
Kependudukan di Sausapor berjalan seiring terbentuknya Pemerintah Distrik
Tahun 1930, kurang lebih sepuluh tahun, penduduk lain masih berdomisili di
Myos Su, yaitu marga Mayor dan marga Mambrasar. Sejak tahun 1943 tentara
Jepang memasuki daerah ini dengan cara-cara kekerasan sehingga kerja paksa
dan tawanan diberlakukan dan tidak sedikit warga yang dibantai dan ditawan
dibawa ke Yefman dan Babo oleh tentara Jepang untuk bekerja membangun
benteng-benteng pertahanan tentara Jepang. Penderitaan suku Biak dan suku
Karon saat itu sangat mencekam karena tindakan kekerasan dari tentara Jepang
sehingga korban berjatuhan dimana-mana dan kehilangan harta benda karena
pantai utara daerah ini dikuasai oleh tentara Jepang.
Dengan demikian semua aktifitas masyarakat lumpuh total baik di
Sausapor maupun di Myos Su. Tetapi tepatnya tanggal 30 Juli 1944 Tentara
Sekutu Amerika mendarat dini hari di Werur dan membangun pertahanannya
termasuk membangun bandara. Pada tanggal 31 Juli 1944 pertahanan tentara
Jepang dihancurkan oleh tentara sekutu Amerika dan untuk penumpasan
tentara Jepang secara bebas dan terbuka maka warga suku Biak di Sauasapor
dan Myos Su dipindahkan ke Numfor (Kameri) pulau Biak, kurang lebih satu
tahun dan pada bulan Desember 1945 keluarga besar Suku Biak dikembalikan
atau dipulangkan kembali dari Numfor ke Sausapor dan Myos Su dari tempat
pengungsian.
39
Pemindahan secara resmi pada tanggal 5 Februari 1946 dari Myos Su
(pulau dua) kedaratan. Peran warga di saat itu sedikitnya dikendalikan oleh
agama, karena peran pemerintah saat itu lumpuh akibat perang dunia ke dua
maka, perpindahan secara resmi disesuaikan dengan memanfaatkan Ulang
Tahun Injil masuk di Tanah Papua tanggal 5 Februari 1946. Pemindahan
masyarakat atau Jemaat Immanuel dari Myos Su ke Daratan (Werur) dan
otomatis memiliki seorang Kepala Kampung, dimana Kepala Kampung pada
saat itu dipercayakan kepada Bapak Frans Yappen sebagai Kepala Kampung
Werur pertama, dan saat semua marga lengkap berada di Kampung Werur
(Mirino, Paraibabo, Yappen, Mambrasar, Sarwa, Sisdifu, Warsa, Rumansra)
karena baru kembali dari pengungsian di Numfor.
Proses pembangunan rumah-rumah hunian disaat itu sangat mudah
karena memanfaatkan sisa sisa peninggalan perang dunia kedua. Setelah
setahun kemudian Pemerintah Hindia Belanda menetapkan seorang Kepala
Distrik untuk mengaktifkan pemerintah Distrik, Bistir Dominggus Ihalaw.
Pemerintah Distrik tidak berjalan lama di Kampung Werur sehingga hanya dua
setengah tahun terpaksa harus dikembalikan ke Sausapor. Tahun 1950 juga
dengan demikian beberapa marga turut serta pindah ke Sausapor yaitu, marga
Mirino, Sisdifu, Warsa, Rumansra, dan beberapa marga lain, sedangkan empat
marga lain yaitu Paraibabo, Mayor, Mambasar, Yappen menetap di Werur.
Seiring jalannya waktu kebutuhan lain mulai terasa seperti pendidikan, tempat
ibadah dengan sendirinya mendesak maka sekolah rakyat (tiga kelas) dibangun
atau pindah dari Wowei ke Werur, begitupun rumah ibadah dibangun darurat
40
dan berfungsi sebagai sekolah rakyat, guru Infandi disaat itu mengajar
kemudian diganti dengan guru Rumbewas.
Pemerintah Hindia Belanda disaat itu memulai perhatiannya kembali
setelah Ibu Kota Distrik Sausapor berfungsi menyelenggarakan Roda
Pemerintahan. Pergantian Kepala Kampung dilaksanakan tahun 1955 dari
Bapak almarhum Frans Yappen kepada almarhum Demiaus Mambrasar.
Kepemimpinan almarhum Demianus Mambrasar tidak banyak yang dibuat
karena Pemerintah Hindia Belanda enggan peduli dengan masyarakat di
Kampung-Kampung tetapi masyarakat saat itu memiliki kepemimpinan adat
yang merangkul kebersamaan melalui tokoh-tokoh adat di marga masing-
masing untuk saling menghidupkan.
Pada tahun 1960 Pemerintah Hindia Belanda meminta utusan-utusan
yang dinamakan Dewan New Gunea Raed untuk sebuah Resolusi (Persiapan
Pemerintah Papua Barat). Maka dari Kampung Werur diwakili tujuh orang
utusan, sehingga pada tanggal 1 Desember 1961 secara serentak di tanah Papua
menaikkan bendera bintang kejora, sehingga terjadilah konfrontasi antara
Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Indonesia yang kenal dengan
Trikora (Tiga Komando Rakyat), di wilayah Kepala burung umumnya dan
Khususnya di Werur dan Sausapor, Raja Ampat (Gebe) Ibu Herlina dan
Kumanto sempat berhadapan dengan tentara Belanda akhibatnya Herlina dan
Kumanto bersama anak-anak buahnya ditangkap oleh tentara Belanda dan
ditahan. Tahun 1963 Irian Barat diamankan oleh Tentara PBB karena kondisi
saat itu cukup genting terutama di Perairan Arafura dan Raja Ampat.
41
Sejak pembentukkan Kampung Werur pada tanggal 5 Februari 1946
sampai sekarang ini, Kampung Werur masih didiami oleh Suku Biak dengan
beberapa marga yaitu :
1. Marga Mayor
2. Marga Mambrasar
3. Marga Yappen
4. Marga Padwa
5. Marga Sarwa
6. Marga Paraibabo
Dan beberapa pendatang yang mendiami Kampung Werur baik
sebagai pengusaha, penempatan petugas atau Aparatur Sipil Negara (ASN),
kebanyakan didominasi oleh tenaga pengajar atau guru dan tenaga medis.
Werur merupakan Kampung tua atau Kampung induk, sehingga sampai
sekarang ini telah memekarkan beberapa Kampung, yaitu :
1. Kampung Wertim
2. Kampung Werwaf
3. Kampung Wertam
4. Kampung Suyam
5. Kampung Bukit
B. Kepemimpinan di Kampung Werur
Sejak terbentuknya Kampung Werur pada tahun 1946, kepemimpinan
Kepala Kampung di Werur Sudah melakukan pergantian sebanyak delapan
42
kali. Adapun Kepala Kampung yang pernah memimpin Kampung Werur
sebagai berikut :
1. Frans Yappen tahun 1946 sampai tahun 1955
2. Demianus Mambrasar tahun 1955 sampai dengan tahun 1959
3. Cundrat Mayor tahun 1959 sampai tahun 1968
4. Yonathan Mambrasar tahun 1975 sampai tahun 1990
5. Fredik Mayor tahun 1990 sampai tahun 1997
6. Korneles Mambrasar tahun 1997 sampai tahun 2013
7. Yance Padwa tahun 2013 sampai tahun 2018
8. Adiryanus Mambrasar tahun 2018 sampai sekarang
C. Luas Wilayah Kampung Werur
Secara administarsi Kampung Werur adalah bagian dari Wilayah
Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw, dengan luas wilayah Kampung Werur
adalah 300 x 700 m2. Dari luas wilayah tersebut ini merupakan tempat
pemukiman perumahan penduduk dan perkantoran, balai Kampung, tempat
wisata, jalan Kampung dan tempat pemakaman umum. Sedangkan tanah
lainnya untuk pertanian dan perkebunan.
Perincian penggunaan lahan di Kampung Werur tercantum dalam tabel
sebagaimana mestinya.
43
Tabel. 2.1
Penggunaan Lahan
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Tanah Pemukiman 11
2 Tanah Pariwisata Sepanjang Pantai
3 Tanah Perkantoran 1/3
4 Tanah Pertanian 12 ha
5 Lain-lain 5
Sumber : Kampung Werur 2019
Pada tabel penggunaan lahan di Kampung Werur, lahan-lahan yang
ada di Kampung Werur tanahnya digunakan untuk tanah pemukiman
masyarakat bahkan tanah untuk pembangunan fasilitas pemerintah berupa
perkantoran fasilitas lainnya dan pantai yang indah untuk kegiatan pariwisata
dan juga tanah pertanian yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan
pertanian dan aktivits masyarakat.
D. Letak Kampung Werur
Secara Geografis Kampung Werur berbatasan dengan beberapa
Kampung-Kampung antara lain :
1. Sebelah barat berbatasan dengan Kampung Bukit.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Wertam
3. Sebelah utara berbatasan dengan laut Pasifik
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Wertim dan Werbes.
44
E. Data Penduduk Kampung Werur
Tabel. 2.2
Penduduk Kampung Werur
Kelompok Umur (Thn) Jenis Kelamin
Jumlah L P
0 – 16 Tahun 29 34 63
17 – 45 Tahun 76 84 160
46 – 70 Tahun ke atas 87 72 159
Jumlah Total 382
Sumber : Kampung Werur 2019
Jumlah Penduduk Kampung Werur pada tahun 2016-2017 berjumlah
382 jiwa yang terdiri dari 73 Kepala keluarga. Sesuai jumlah penduduk
Kampung Werur seperti yang tertera dalam tabel di atas, maka ketersedian
tenaga kerja dapat diklasifikasi berdasarkan usia. Untuk jumlah tenaga kerja
sesuai kelompok usia maka tabel maka sangat siap untuk dipekerjakan di
berbagai bidang mata pencairan, baik sebagai, petani, buruh bangunan,
nelayan, pengusaha, maupun sebagai aparatur sipil negara. Bila diliahat dalam
tabel maka kelompok usia produktif sanagat dominan, ini menandakan bahwa
penduduk Kampung Werur siap melaksanakan pembangunan demi
terwujudnya masyarakat yang makmur dan mandiri.
45
F. Mata Pencarian Penduduk Kampung Werur
Tabel. 2.3
Mata Pencarian Penduduk Kampung Werur
No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah
1. Petani 73
2. Nelayan 13
3 ASN 13
4 Pensiunan 1
5 Pertukangan 7
6 Pengusaha 1
7 Pedagang 3
8 Montir 2
9 TNI 1
10 Polisi 2
Jumlah 116
Sumber : Kampung Werur 2017
Mata pencaharian utama masyarakat Kampung Werur adalah petani
ini dikarenakan ketersediaan lahan yang ada dan lahan untuk bertani rata-rata
merupakan milik sendiri, sehingga hampir sebagian besar masyarakat
Kampung Werur bermata pencaharian adalah petani, walaupun ada sebagian
kecil masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Sebagian kecil dari nelayan ini
bisa dikatakan sebagai mata pencaharian sampingan saja, karena para nelayan
ini, mereka juga memiliki lahan untuk bertani, mata pencaharian sebagai
nelayan di Kampung Werur sedikit sekali ini disebabkan oleh sarana penunjang
untuk para nelayan belum memadai atau masih secara tradisional, belum
dilengkapi dengan dengan sarana yang moderen. Kedua mata pencaharin ini
yang lebih menonjol di Kampung Werur dan disusul, PNS pertukangan, dan
lainnya, lebih jelasnya dapat dilihat tabel di atas.
46
G. Pendidikan
Tabel. 2.4
Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
1. Yang belum sekolah 55
2. Yang tidak berijazah 80
3. Yang berijazah SD 90
4. Yang berijazah SLTP 70
5. Yang berijazah SMU 45
6. Yang berijazah SMK 13
7. D I 7
8. D II 3
9. DIII 2
10. S I 17
11. S II
12 S III
Jumlah 382
Sumber : Kampung Werur 2018
Untuk tingkat Pendidikan di Kampung Werur sesuai tabel di atas
menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan sudah di atas rata-rata ini dilihat dari
jumlah tamatan dari berbagai tingkat pendidikan yang ada, baik dari sekolah
dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah umum, perguruan
tinggi, walaupun untuk strata dua dan strata tiga belum ada, tetapi ini
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Kampung Werur akan pendidikan
sangat penting dan bisa bersaing dalam dunia pendidikan.
47
H. Sarana dan Prasarana
Tabel. 2.5
Sarana dan Prasarana Kampunng Werur
No Sarana Dan Prasarana Jumlah
1. Kantor Kampung 1 unit
2. Balai Kampung 1 unit
3 Gereja 2 unit
4 Taman Kanak-Kanak 1 unit
5 Sekolah Dasar 1 unit
6 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 unit
7 Sekolah Menengah Umun 1 unit
8 Puskesmas Pembantu 1 unit
9 Rumah Penduduk 61 unit
Jumlah Total 70 unit
Sumber : Kampung Werur 2018
Sarana dan Prasarana yang ada di Kampung inilah sebagai penunjang
bagi masyarakat Kampung Werur unutuk melaksanakan aktifitas sehari-hari,
baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan Kepala Kampung
dan aparat Kampung kepada masyarakat, pelayanan dibidang kerohanian,
tempat tinggal masyarakat (rumah).
I. Budaya Tari
Ada budaya tari yang berpengaruh luas dalam kehidupan masyarakat
Kampung Werur yaitu tari Yosim Pancar (Yospan). Tari tersebut telah lama
hidup di tengah masyarakat dan tari Yosim Pancar merupaka budaya yang
sudah turun temurang dari orang tua sampai generasi sekarang termasuk
masyarakat yang ada di Kampung Werur. Tari Yosim Pancar adalah tari
pergaulan Suku Biak yang dikenal pada zaman dahulu sabagai tari pergaulan
muda-mudi. Tari Yospan dikenal sejak nenek moyang, tari Yospan banyak
dimainkan pada cara pesta adat seperti pesta perkawinan, penejemputan tamu,
48
acara pembayaran maskawin dan acara adat lainnya. Tari Yospan cukup lama
menghilang atau puna seiring dengan masuknya pengaruh kehidupan modern
dan musik-musik moderen dan pengaruh lain seperti goyang disko, regge, dan
lainnya yang mempengaruhi Yospan di Kampung Werur. Tari Yospan diangkat
untuk perlombaan, tari Yospan diminati oleh kelompok-kelompok usia yang
hampir merata di Kampung Werur. Busana yang digunakan dalam memainkan
tari Yospan adalah busana pesta yang sopan dan indah untuk dipakai ketika
menari, agar dapat menampilkan keindahan dan keserasian bagi mereka yang
menikmatinya.
J. Struktur Kampung Werur
Sumber : Kampung Werur 2017
Kepala Kampung
Sekretaris
Kampung
Kaur pemerin
tahan
Kaur
pembangunan Kaur
Umum Sie.Admini
strasi
Urusan
Keuangan
Sie.Kesra
49
K. Nama-nama Aparatur Kampung Werur :
1. Kepala Kampung : Yance Padwa
2. Sekretaris Kampung : Korneles Mambrasar
3. Kaur Pemerintahan : Firlep Padwa
4. Kaur Pembangunan : Yusak Mambrasar
5. Kaur Umum : Yonas Padwa
6. Kaur Uruan Keuangan : Susance Sisdifu
7. Sie Kesra : Martina Warnares
8. Sie Administrasi : Baslik Mayor
L. Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Kampung
1. Tugas Kepala Kampung
a. Menyelenggarakan Pemerintah Kampung, melaksanakan Pembangunan
Kampung, pembinaan kemasyarakatan Kampung dan pemberdayaan
masyarakat Kampung.
b. Memimpin penyelenggaraan Pemerintah Kampung
c. Mengangkat dan memberhantikan perangkat Kampung
d. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset Kampung
e. Menetapkan peraturan Kampung
f. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Kampung
g. Membina kehidupan masyarakat Kampung,dan membina ketentraman
dan ketertiban masyarakat Kampung.
50
2. Tugas Sekretaris Kampung
a. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan
b. Mengkordinasikan tugas-tugas dan membina kepala urusan
c. Membantu Pelayanan Ketatausahaan kepada Kepala Kampung
d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kampung.
3. Tugas Kepala Urusan Pemerintahan
Membantu Kepala Kampung dalam melaksanakan Pengelolaan
administrasi kependudukan, administrasi pertanahan, pembinaan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat Kampung, mempersiapkan bahan
perumusan kebijakan penataan, kebijakan penyusunan produk hukum
Kampung.
4. Tugas Kepala Urusan Umum
Membantu sekretaris Kampung dalam melakasanakan administrasi
umum, tata usaha dan kearsipan, Pengelolaan inventaris kekayaan Kampung
serta mempersiapkan agenda rapat dan laporan.
5. Tugas Kepala Urusan Pembangunan
a. Membantu Kepala Kampung dibidang teknis dan administratif
pelaksanaan Pengelolaan pembangunan masyarakat Kampung.
b. Membantu Membina Perekonomian Kampung.
c. Mengajukan pertimbangan kepada Kepala Kampung baik menyangkut
rancangan peraturan Kampung maupun hal-hal yang bertalian dengan
pembangunan Desa.
51
d. Penggalian dan pemaanfaatan Kampung.
6. Tugas Kepala Urusan Keuangan
a. Membantu Sekretaris Kampung dalam melaksanakan pengelolaan
sumber pendapatan Kampung, Pengelolaan administrasi keuangan
Kampung dan mempersiapkan bahan penyuluhan APB Kampung.
b. Pelaksanaan Pengelolaan Administrasi Keuangan Kampung.
c. Persiapan Bahan Penyususnan APB Kampung.
d. Pelaksanaan Tugas Lain yang diberikan oleh Sekretaris Kampung.
7. Tugas Kepala Seksi Kesejahteraan
Kepala Seksi Kesejahteraan bertugas membantu Kepala Kampung
sebagai pelaksana tugas operasional. Tugas operasional di bidang
kesejahteraan meliputi peleksanaan pembangunan sarana prasarana
Kampung, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas
sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olah raga dan karang
taruna. Pelaksanaan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan
kewajiban masyarakat, meningkatkan upaya partisipasi masyarakat,
pelestarian nilai sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan
ketenagakerjaan.
8. Tugas Kepala Seksi Administrasi
Pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan pemerintahan
Kampung pada Buku Administrasi Umum, terdiri dari ;
a. Buku Data Peraturan Kampung
52
b. Buku Data Keputusan Kampung
c. Buku Infentaris Kampung
d. Buku Data Aparat Pemerintah Kampung
e. Buku Data Tanah milik Kampung/Tanah Kas Kampung
f. Buku Tanah di Kampung
g. Buku Agenda
h. Buku Ekspedisi.
M. Kelembagaan di Kampung Werur
Kampung Werur mempunyai satu Struktur lembaga Kampung yaitu Badan
Pemusyawaratan Kampung (BAMUSKAM ), yaitu;
1. Ketua : Hans Mambrasar
2. Sekretaris : Soleman Mambrasar
3. Anggota Bamuskam :
a. Yakoba Mambrasar
b. Regina Mambrasar
c. Fredek Padwa
N. Dasar Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kampung Werur
Yang menjadi dasar atau Regulasi Dana Otonomi Khusus di Provinsi
Papua Barat adalah “ Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 53 Tahun 2018,
Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus Dalam Rangka
Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat.
53
O. Data Pembangunan di Kampung Werur
Tabel. 2.6
Data Pembangunan di Kampung Werur
No. Tahun Kegiatan
1. 2015 -Rehap Kantor Kampung
-Rehap Balai Kampung
2. 2016 -Pembangunan Jembatan Jalan dalam Kampung
-Honor Kader Posyandu
-Beasiswa untuk Mahasiswa
3. 2017 -Pembangunan 1 unit rumah tipe 36
-Honor Kader Posyandu
-Beasiswa untuk Mahasiswa tugas akhir
Sumber : Kampung Werur 2017
97
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Jurnal :
Bintoro, Tjokroamidjojo. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
PT. Gunung Agung.
BPK. 2018. Pengaturan Terkait Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Otonomi
Khusus Pada Provinsi Papua. [Online]. Available at
http://jayapura.bpk.go.id/wp-content/uploads/2018/02/Tulisan-Hukum-
Otonomi Khusus.pdf diakses pada 30 Oktober 2018.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Douw, T.A. 2018. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua
Berdasarkan Prinsipprinsip Pengelolaan Keuangan Negara Yang Baik
(Good Financial Governance) (Studi Kasus Dana Otonomi Khusus
Provinsi Papua Tahun Anggaran 2016). Tesis. Universitas Atmajaya.
Djojosoekarto, Agung dkk. 2008. Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia;
Pembelaja- ran Dari Kasus Aceh, Papua, DKI Jakarta, dan Yogyakarta.
Jakarta: Kemitraan.
DPR RI. 2013. Kajian Atas Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Dana Otonomi
Khusus Provinsi Papua, Papua Barat Dan Provinsi Aceh. [Online].
Available at
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/bpkdpd_Analisa_Pengelolaan_
&_Pertanggungjawaban_Dana_Otonomi
Khusus_Prov._Papua,_Papua_Barat_&_NAD20130304142912.pdf
diakses pada 30 Oktober 2018.
Fuji. 2015. Pengertian Pembangunan Fisik. [Online]. Available at
http://www.trigonalmedia.com/2015/07/pengertian-
pembangunanfisik.html diakses pada 30 Oktober 2018.
Hidayat, Syarif. 2007. Too Much Too Soon: Local State Elite’s Perspective On
And The Puzzle Of Contemporary Indonesian Regional Autonomy Policy.
Jakarta: Rajawi Pers.
Iha, C. 2015. Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Khusus Di Dist Rik Kayuni Kabupat
En Fak-Fak Propinsi Papua Barat. [Online]. Available at
https://media.neliti.com/media/publications/158813-ID-evaluasi-
pelaksanaan-otonomi-Khusus-di-d.pdf diakses pada 30 Oktober 2018
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press.
Mulyana, D. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2003. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nazir, M.. 2003, Metode Penelitian, Salemba Empat, Jakarta.
Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku. Jakarta:
LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supriatna, T. 1993. Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Bumi
Aksara.
98
Suryadinata, E. 1993. Kebijaksanaan Pembangunan dan Pelaksanaan Otonomi
Daerah: Perkembangan Teori dan Penerapan. Bandung: Ramadhan.
Tabuni, D. Dkk. 2016. Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus (Studi Kasus
Tentang Pelayanan Publik Bidang Pendidikan) Di Kabupaten Lanny Jaya
Provinsi Papua. [Online]. Available at
https://media.neliti.com/media/publications/163229-ID-implementasi-
kebijakan-otonomi-Khusus-st.pdf diakses pada 30 Oktober 2018.
UNDP. 2004. Memahami Desentralisasi. Yogyakarta: Pembaruan.
Van Houten, Peter. 2004. The International Politics of Authonomy Regimes.
London: University of Cambridge.
Wijaya, A.H. 2015. Kajian Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Di Kabupaten
Asmat. Jurnal Kajian Ekonomi Dan Keuangan Daerah.
Peraturan Perundang-Undangan :
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pembangunan Desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun
2001
Website :
(Online).Availableat http://jayapura.bpk.go.id/wp-content/upload/2018/02/Tulisan
Hukum-Otonomi Khusus.pdf diakses pada 30 Oktober 2018.
(Online). Available at htt://jayapura.bpk.go.id/wp-content/uploads/2018/Tulisan-
Hukum-Otonomi Khusus.pdf diakses pada 30 Oktober 2018.
(Online). Available at https://media. Neliti.com/media/publications/158813-ID-
evaluasi-pelaksanaan-otonomi-Khusus-di-d.pdf diakses pada 30 Oktober
2018 .