21
Esti Puspitaningrum E0012135 ( 2012) Eka Nurjanah E0012129 (2012)  Nabella Rizki Al Fitri E0011211 (20 11) USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUATAN OTONOMI KHUSUS BERBASIS INTEGRATED LOCA L WISDOM SEBAGAI LANGKAH INTEGRASI ORGANISASI PAPUA MERDEKA DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA BIDANG KEGIATAN: PKM GT Diusulkan oleh: UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 i

Penguatan Otonomi Khusus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 1/21

Esti Puspitaningrum E0012135 (2012)

Eka Nurjanah E0012129 (2012)

 Nabella Rizki Al Fitri E0011211 (2011)

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PENGUATAN OTONOMI KHUSUS BERBASIS INTEGRATED LOCAL

WISDOM SEBAGAI LANGKAH INTEGRASI ORGANISASI PAPUA

MERDEKA DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK 

INDONESIA

BIDANG KEGIATAN:

PKM GT

Diusulkan oleh:

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

i

Page 2: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 2/21

ii

Page 3: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 3/21

KATA PENGANTAR 

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan yang telah

diberikan dalam menyelesaikan program krestivitas mahasiswa yang berjudul

“Penguatan Otonomi Khusus Berbasis  Integrated Local Wisdom Sebagai

Langkah Integrasi Organisasi Papua Merdeka dalam Bingkai Negara

Kesatuan Republik Indonesia”. Ini merupakan hasil akumulasi dari kerja keras

 penulis sebagai bentuk realisasi dari hasil cipta, rasa, dan karsa penulis yang

inovatif dalam berkreasi. Proses terselesaikannya penyusunan ini tidak terlepas

dari pihak-pihak yang turut membantu. Penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih kepada:

1. Ibu Prof. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberikan izin dan sarana kepada penulis dalam penyusunan ini;

2. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan ini;3. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberi semangat dalam

 penyusunan ini; dan

4. Semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan ini yang tidak 

mungkin penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis menyadari ketidaksempurnaan yang dimiliki, oleh

karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan, demi terwujudnya tulisan

yang lebih baik di masa mendatang. Semoga dari gagasan yang penulis tuangkan

ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara, aamiin.

Surakarta, 21 Maret 2013

Penulis

iii

Page 4: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 4/21

DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................i

Lembar Pengesahan............................................................................................ii

Kata Pengantar...................................................................................................iiiDaftar Isi.............................................................................................................iv

Ringkasan............................................................................................................v

PENDAHULUAN

Latar Belakang................................................................................................1

Tujuan dan Manfaat Penulisan.......................................................................2

GAGASAN

Kondisi Kekinian Pencetusan Gagasan..........................................................2

Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya..................................................4

Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom bagi

Papua...............................................................................................................6Pihak-Pihak yang Membantu dalam Mengimplementasikan Gagasan..........8

Langkah-Langkah Strategis yang Harus Dilakukan.......................................9

KESIMPULAN

Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom: Langkah Integrasi

OPM dalam Bingkai NKRI.........................................................................11

Teknik Implementasi Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local 

Wisdom.........................................................................................................12

Prediksi Keberhasilan Gagasan....................................................................13

Daftar Pustaka...................................................................................................13

Daftar Riwayat Hidup Penulis...........................................................................14

iv

Page 5: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 5/21

RINGKASAN

Penulisan gagasan ini berangkat dari sebuah keprihatinan yang mendalam

mengenai kekacauan kondisi persatuan NKRI yang disebabkan oleh berlarutnyakonflik Papua yang dimotori oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Penting

kiranya untuk mengetahui sumber-sumber konflik Papua, karena dengan cara

yang demikian akan mudah pula untuk menemukan sebuah formulasi

 penyelesaian konflik yang tepat sasaran. Salah satu faktor munculnya konflik 

Papua adalah kondisi orang Papua yang semakin terasingkan di tanahnya sendiri

dalam berbagai lini kehidupan. Ironis memang, ketika seorang tuan rumah mati

kelaparan di tanahnya sendiri yang begitu kaya. Marjinalisasi ini membuat orang

Papua berupaya bangkit untuk merebut hak atas daerahnya. Kebangkitan ini

didasari semangat kedaerahan yang telah sejak lama diwarisakan oleh nenek 

moyang mereka berupa nilai-nilai luhur daerahnya.

Otonomi khusus yang diresolusikan pemerintah di Papua pun, nyatanyatidak membawa dampak yang signifikan. Justru yang terjadi adalah otonomi

khusus ini melahirkan masalah-masalah baru, seperti korupsi dan etnosentrisme.

Ave Lefaan (2011) menyebutkan adanya otonomi khusus juga membawa dampak 

serius terhadap semakin menonjolnya praktik politik identitas yang merujuk pada

etnosentrisme. Oleh karena itu berdasarkan hipotesis awal, bisa dikatakan bahwa

 penenonjolan sifat kedaerahan yang teraktualisasi dalam kearifan lokal masing-

masing daerah di Papua ikut melandasi semangat separatis yang diakomodasi oleh

OPM. Berangkat dari latar belakang ini, maka mendorong penulis untuk mencari

sebuah formulasi penyelesaian konflik Papua secara efektif serta efisien dengan

muara tujuan berupa pengintegrasian OPM ke dalam bingkai NKRI.

Kearifan lokal yang mengandung kekayaan falsafah hidup masyarakat

setempat seharusnya mampu memendekan jarak keterasingan orang Papua yang

sedang terjadi tersebut. Oleh karena kearifan lokal tersebut menjelma sebagai

nilai-nilai yang menjadi ruh pembangunan masyarakat Papua. Bisa dipastikan

 pembangunan berbasis kearifan lokal ini mampu meredam konflik-konflik yang

timbul. Namun dewasa ini kearifan lokal yang merepresentasi kekhasan suatu

daerah justru dijadikan sebagai pemantik semangat kedaerahan yang akhirnya

 berujung pada gerakan separatis. Oleh karena itu, agar kearifan lokal dapat

menjadi dasar semangat pelaksanaan otonomi khusus, maka kearifan lokal harus

dilengkapi sifat yang mencirikan adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam

kesatuan semangat nasionalisme. Integrated local wisdom merupakan rumusan yang selaras dengan cita-cita

 penyatuan semangat kedaerahan dan nasionalisme.  Integrated  dalam bahasa

Indonesia berarti “yang digabungkan”. Sehingga dapat dirumuskan makna dari

integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan yang mengandung

kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakat setempat dan telah

mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan.  Adanya penyatuan dengan

nilai-nilai kebangsaan ini akan mengendalikan seseorang dari keinginan untuk 

memisahkan diri dari kesatuan bangsanya. Pada tahapan lebih lanjut, integrated 

local wisdom  tidak hanya  terpaku pada  tataran teoritis, namun merasuk pada

tataran praktik otonomi khusus Papua yang sedang berlangsung dengan berbagai

reformasi yang akan dilakukan disemua lini pembangunan Papua.

v

Page 6: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 6/21

vi

Page 7: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 7/21

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

OPM kembali melakukan penyerangan terhadap Tentara NasionalIndonesia (TNI) (www.kompas.com). Penyerangan ini berarti juga sebagai bentuk 

 penyerangan terhadap kedaulatan negara, karena TNI merupakan representasi dari

kedaulatan negara Indonesia. Gerakan-gerakan separatisme yang terus menerus

dilancarkan oleh OPM tentu menjadi ancaman terhadap kesatuan negara. Bentuk 

 NKRI dalam tatanan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia menjadi harga mati

 bagi seluruh komponen bangsa. Peletakan rumusan ini pada pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 semakin

mempertegas betapa pentingnya suatu kesatuan tanah air dari Sabang sampai

Merauke dalam konstelasi Republik Indonesia. Oleh karena itu NKRI tidak 

menghendaki adanya usaha-usaha pemisahan diri dari satu kesatuan teritorial

negara Indonesia. OPM melalui perlawanan-perlawanan fisiknya sebagai usahamemerdekakan Papua telah menimbulkan ketidakstabilitasan terhadap pertahanan

dan keamanan di Papua, sehingga kondisi ini dapat memantik timbulnya konflik-

konflik lain. Akumulasi dari konflik-konfilk yang ada serta perlawanan-

 perlawanan OPM akan semakin memperburuk kesatuan NKRI.

Sepanjang sejarah bergabungnya Papua ke dalam Republik Indonesia sejak 

tahun 1963, daerah ini terus menerus menjadi titik pertumpahan darah. Berbagai

catatan menunujukan bahwa kekerasan oleh aparat negara terhadap rakyat Papua

terjadi sejak awal 1960-an (Camel Budiarjo dan Liem Soie Liong, 1984). Tahun-

tahun 1998 hingga 2006 adalah masa yang diwarnai secara dominan catatan

tentang kekerasan politik, utamanya oleh aparat keamanan, baik TNI maupun

 polisi (Muridan S. Widjojo, 2006). Ketidakadilan, maraknya pelanggaran HAM

hingga ketidaksamaan ras antara orang Papua (pengertian orang Papua merujuk 

 pada Pasal 1 huruf t UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Provinsi Papua) dengan orang Indonesia kebanyakan, menjadikan dalih-dalih

separatisme ini semakin rumit. Hal tersebut membuat masalah Papua merdeka

 bukan hanya sekedar keinginan untuk sejahtera di tanahnya sendiri, namun

menurut Frans Maniagasi (2001) permasalahan Papua merdeka adalah pertaruhan

sebuah hak asasi politik yang menyangkut harga diri atau  pride dari suatu

komunitas sosial di muka bumi, yang namanya bangsa Papua. Oleh karena itu,

 jika pemerintah mampu mengarahkan “ pride” tersebut kepada kepemilikan Papua

dan Indonesia yang tak terpisahkan, maka akan menjadi ahrmonosasi yang berdampak positiv.

Bukan berarti pemerintah Indonesia diam saja terhadap polemik yang ada

tersebut. Beberapa langkah yang bertujuan untuk menghentikan gerakan OPM

telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan diakomodasikannya keinginan

orang Papua untuk hidup dalam pembangunan Papua yang bernafaskan budaya-

 budaya luhurnya. Yakni melalui pemberian otonomi khusus yang mengedapankan

 peran serta masyarakat Papua secara langsung. Otonomi khusus yang telah

 berlangsung selama sebelas tahun nyatanya belum banyak memberi kesejahteraan

kepada orang Papua, sehingga belum mampu pula meredam gerakan OPM. Oleh

sebab ada disintegrasi pada pelaksanaan otonomi khusus yang tidak seperti

seharusnya yang diharapkan. Sebagai bukti Badan Pusat Statistik (BPS)

Page 8: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 8/21

2

menyebutkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua pada tahun 2009

sebayak 760.300, tahun 2010 sebanyak 761.600, dan tahun 2011 sebanyak 

944.790. Angka yang terus saja meningkat ini mengindikasikan bahwa ada yang

salah dalam pola pembangunan yang sedang dilakukan di Papua.

Situasi konflik yang terus terjadi memperlihatkan bahwa dibutuhkannyasegera suatu alat pengendali atas pelaksanaan otonomi khusus agar terhindar dari

kesewenang-wenangan. Alat pengendali ini harus mampu menampung kehendak 

 pemerintah, agar Papua tetap menjadi bagian dari NKRI, serta mampu menjaga

ke-Papua-an di tanah Papua. Local wisdom yang biasa disebut dengan kearifan

lokal yang memuat hikmah-hikmah kehidupan masyarakat asli dianggap mampu

menjadi alat pengendali ini. Menurut ketua MPR RI, Taufiq Kiemas

(www.mpr.go.id/ ) kearifan lokal dan kultural lokal harus dikedepankan untuk 

 penyelesaian konflik. Di sisi lain penenonjolan kearifan lokal dapat menimbulkan

fanatisme daerah yang berujung pada separatisme, sehingga diperlukan rumusan

khusus mengenai bentuk kearifan lokal yang cocok guna meredam gerakan OPM.

Oleh karena itu kajian mengenai penguatan kearifan lokal sebagai solusi penyelesaian konflik, termasuk konflik dengan OPM harus dilaksanakan secara

mendalam, agar dalam implementasinya mampu memecahkan permasalahan

dengan tepat demi mewujudkan kekokohan persatuan NKRI.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Memberi solusi penyelesaian terhadap gerakan separatis OPM melalui

 penguatan integrated local wisdom yang terintegrasi dalam otonomi khusus

demi terwujudnya kekokohan NKRI; dan

 b. Memberi gambaran mengenai model penguatan keraifan lokal yang dapat

dijadikan solusi penyelesaian konflik Papua demi terwujudnya kekokohan NKRI.

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai

 berikut:

a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

 bagi negara atas permasalahan dilihat dari sudut teori; dan

 b. Penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan di bidang karya

ilmiah dengan kajian permasalahan yang sama.

GAGASAN

Kondisi Kekinian Pencetusan Gagasan

Otonomi khusus yang diberikan kepada Papua menjadi solusi paling

kekinian guna memperpendek jarak konflik antara OPM dengan NKRI. Otonomi

khusus ini dibangun guna membuka kesempatan yang sebesar-besaranya bagi

 putra Papua termasuk OPM untuk menjalankan perannya sebagai pelaku utama

dalam pembangunan daerahnya. Hal ini terlihat dari sebagian besar pasal dalam

UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang

merepresentasikan kesempatan tersebut. Sebagai contoh pasal 12 mencantumkan

ketentuan “orang asli Papua” sebagai syarat dalam pencalonan Gubernur dan

Wakil Gubernur. Kekhususan otonomi di Papua juga terlihat dari adanya badan

 pemerintahan berupa Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi

Page 9: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 9/21

3

kultural orang asli Papua. Badan ini memiliki kewenangan-kewenangan khusus di

 pemerintahan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua.

Berbagai macam kekhususan yang telah diberikan dalam kewenangan

otonomi khusus nyatanya belum memecahkan masalah utama, yakni peredaman

gerakan separatis OPM. Ada berbagai hal yang menjadi musababnya. Hasil penelitian Tim Papua LIPI, menjelaskan bahwa sumber konflik Papua mencakup

empat isu strategis sebagai berikut: sejarah integrasi Papua ke wilayah NKRI;

kekerasan politik dan pelanggaran HAM; gagalnya pembangunan di Papua; dan

marjinalisasi orang Papua.

Tabel 1. Persoalan, Konteks dan Kontradiksi Narasi (Muridan S.Widjodjo

dkk, 2009)

Persoalan Konteks Narasi dominan

(nasionalis

Indonesia)

 Narasi tandingan

(nasionalis Papua)

Sejarah

integrasi,status politik,

dan identitas

 politik 

Peralihan

kekuasaan dariBelanda ke

Indonesia dan

 perang dingin

Teritorial Papua

 bagian NKRI

Status politik 

sudah sah melaui

Pepera dan

Resolusi PBB

Integrasi =

 pembebasan dari

kolonialisme

Orang Papua bukan

 bagian dari Indonesia

Pepera tidak sah karena

tidak mempresentasikan

aspirasi rakyat Papua

Integrasi=kolonialisasi

Indonesia

Kekerasan

 politik dan

 pelanggaranHAM

Rezim

otoritarianisme

orde baru dankapitalisme

internasional

Kekerasan = cara

untuk menjaga

 NKRI

Kekerasan

adalah

 pelanggaran HAM

Kegagalan

 pembangu-

nan

Rezim

otoritarianisme

orde baru dan

kapitalisme

internasional

Pembangunan=

upaya

modernisasi orang

Papua

Pembangunan= migrasi

tenaga kerja dari luar 

Papua dan marjinalisasi

orang Papua

Inkonsistensi

kebijakan

otonomi

khusus danmarjinalisasi

Reformasi dan

demokratisasi

Otonomi khusus=

diletakan dalam

konteks integrasi

nasional dan pembangunan

Otonomi khusus

= pelurusan sejarah

Papua, perlindungan

hak-hak orang Papua, pembangunan untuk 

orang Papua dan

rePapuanisasi

Pemberian otonomi seharusnya akan semakin memperkukuh kepemilikan

tanah air oleh masyarakat di daerah. Ada tiga argumentasi mendasar yang

melandasi asumsi otonomi daerah memperkuat dimensi kebersamaan dalam

 NKRI menurut Hari Sabarno (2008), yakni:

a. Otonomi daerah merupakan kebijakan dan pilihan strategis dalam rangka

memelihara kebersamaan nasional di mana hakikat khas daerah tetap

dipertahankan dalam wadah NKRI;

Page 10: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 10/21

4

 b. Melalui otonomi daerah pemerintah menguatkan sentra ekonomi kepada daerah

dengan memberikan kesempatan daerah untu mengurusnya sendiri; dan

c. Otonomi daerah akan mendorong pemantapan demokrasi politik di daerah

dengan landasan desentralisasi yang dijalankan secara konsisten dan

 proporsional. Nyatanya pada satu sisi yang lain, pemberian kewenangan khusus untuk 

mengurus sendiri pemerintahannya menimbulkan suatu fanatisme daerah yang

semakin memperkokoh keinginan suatu daerah untuk memisahkan diri.

Pelaksanaan otonomi khusus perlu didasarkan pada konsep kearifan lokal

demi kokohnya NKRI sebagaimana diargumentasikan oleh Hari Sabarno di atas.

Moendardjito (2011) menyatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai

kearifan lokal karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang,

dengan bercirikan (a) mampu bertahan terhadap budaya luar; (b) memiliki

kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; (c) mempunyai

kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli; (d)

mempunyai kemampuan mengendalikan; dan (e) mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Sesungguhnya jika berpatokan pada ciri- ciri tersebut,

kekhasan daerah (implikasi dari adanya kearifan lokal) tidak akan menimbulkan

fanatisme daerah, namun nyatanya masih saja ada fanatisme tersebut, seperti yang

terjadi di tanah Papua. Oleh karena itu perlu suatu penyatuan kearifan lokal

dengan nilai-nilai nasionalisme yang mengakar pada rasa cinta tanah air. Hal

inilah yang nantinya dirumuskan sebagai integrated local wisdom.

Solusi yang Pernah Diterapkan Sebelumnya

Konflik Papua yang terus-menerus mengancam kesatuan NKRI sepanjang

sejarah, membuat pemerintah pusat mengeluarkan beberapa kebijakan yang padaawalnya diharapkan mampu menjadi pemecahan masalah atas kasus ini.

Setidaknya ada dua jenis pemecahan masalah dominan yang pernah digulirkan

 pada konflik Papua ini. Kedua jenis pemecahan masalah tersebut, adalah sebagai

 berikut:

1. Pendekatan militer  

Upaya penumpasan terhadap gerakan separatis pada masa orde baru

 banyak dilakukan melalui pendekatan militer. Pada konteks politik saat itu,

 pendekatan militer menjadi hal yang dianggap legal demi kesatuan NKRI. Oleh

karena itu pergolakan konflik kekerasan pun banyak terjadi dan berakibat pula

 pada banyaknya pelanggaran HAM di tanah Papua. Jumlah korban yang

muncul dari berbagai publikasi masih sangat spekulatif, bervariasi antara 100ribu jiwa hingga 500 ribu jiwa. Sayangnya sampai saat ini belum ada upaya

investigasi secara tuntas dan komprehensif dalam menangani pelanggaran

HAM yang ada, sehingga hak-hak korban untuk mendapatkan pertanggung

 jawaban pun hanya sebatas angan. Hal ini disebabkan oleh logika negara yang

 bersifat konstruksi nasionalisme-militer. Oleh karena itu pencederaan terhadap

HAM yang telah terjadi dianggap bukan termasuk pelanggaran.

Pendekatan militer yang dilakukan oleh pemerintah ini, sungguh

 berbanding terbalik dengan kehendak masyarakat Papua. Imbasnya bukan

 persatuan yang diperoleh, tapi justru membuat semakin solidnya gerakan OPM

untuk menentang pemerintahan Indonesia. Hal ini tidak lain dikarenakan

adanya rasa ketidakpuasan orang Papua kepada Indonesia yang dianggap telah

Page 11: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 11/21

5

merampas kemerdekaan mereka. Pendekatan militer yang bersifat represif 

hanya akan memperburuk citra pemerintahan di mata orang Papua, hingga

dapat menimbulkan prasangka otoriter. Oleh karena pemerintahan di mata

mereka hanya mau mengeruk kekayaan alam Papua, tapi setelahnya

memerangi orang Papua dengan senjata.2. Pelimpahan otonomi khusus kepada Papua

Kegagalan pendekatan milter sebagai solusi menumpas gerakan OPM,

membuat pemerintah merancang suatu solusi yang lebih humanis, yaitu melalui

 pelimpahan otonomi khusus kepada Provinsi Papua. Otonomi khusus ini

sendiri merupakan permintaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang

ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. 4 Tahun 1999. Disebutkan dalam TAP

MPR tersebut sebagai berikut “integrasi bangsa dipertahankan di dalam wadah

 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tetap menghargai

kesetaraan dan keseragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya

melalui penetapan daerah Otonomi Khusus yang diatur dengan undang-

undang”. Kemudian lebih lanjut, otonomi khusus ini diregulasi dalam UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang mewakili

hasil kompromi pemerintah dengan para pemimpin dan intelektual Papua

dalam usahanya mencari solusi bagi berbagai permasalahan Papua secara

menyeluruh.

Setelah hampir sebelas tahun otonomi khusus ini dijalankan, mulailah

terlihat beberapa kekacauan (error spot ) yang memicu lahirnya berbagai

konflik kecil serta bergejolaknya kembali OPM. Menurut Muridan S. Widjojo

dkk (2006) setidakya ada empat persoalan yang mewarnai pelaksanaan

otonomi khusus, yaitu sebagai berikut:

1. Dugaan adanya korupsi

Dugaan adanya penyalahgunaan dana oleh pemerintahan daerah Papua

dapat diinidikasi melalui beberapa kasus. Dalam laporan Badan

Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Papua tahun 2007 disebutkan

 bahwa MPR melakukan pemberian tunjangan dan intensif yang melebihi

 jumlah yang disebutkan dalam Pemendagri sebesar 400 Milyar pada tahun

2006. Pengalokasian APBD pun ditengarai terdapat penyalahgunaan yang

tidak sesuai dengan peraturan pemerintah pusat. Tahun 2008 pendidikan

hanya mendapatkan 4,19% dari total anggaran APBD dan hanya 30% dari

sisa anggaran APBD (http://www.fokerlsmPapua.org/ ). Padahal ketentuan

dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (4) mewajibkan prioritas anggaran

 pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari keseluruhan jumlah APBD.Penyalahgunaan anggaran ini tentu saja berimbas pada keberlangsungan

 pembangunan masyarakat Papua. Salah satunya yakni terbukti berdasarkan

data BPS terlihat adanya prosentase yang tinggi mengenai penduduk miskin

 pada tahun 2011, yaitu 31,92% untuk Provinsi Papua Barat serta 31,98%

untuk Provinsi Papua. Angka ini menempati angka terbesar pertama dan

kedua se-Indonesia serta mengalami peningkatan jika dibandingkan pada

tahun 2010 yang memiliki persentase 34,88% dan 36,80%.

2. Representasi orang Papua melalui MRP

Persoalan ini menyangut ketidakberhasilan MRP untuk memperjuangkan

aspirasi orang Papua mengenai identitas budaya mereka. Misalnya

 perjuangan MPR untuk menjadikan bendera bintang kejora dan simbol

Page 12: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 12/21

6

 burung mambruk menjadi bendera dan simbol budaya orang Papua

ditanggapi oleh PP No. 37/2007 yang melarang penggunaan simbol-simbol

separatis sebagai simbol-simbol budaya dan daerah. Kondisi ini menjadikan

orang Papua merasa menjadi orang asing di tanah mereka sendiri.

3. Pemekaran Kabupaten dan ProvinsiPemekaran Provinsi dilakukan sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden No.

45 tahun 2003 yang berisi mengenai implementasi UU No. 45 tahun 1999

yang mengatur tentang pemekaran Irian Jaya menjadi Irian Jaya Timur,

Irian Jaya Tengah, dan Irian Jaya Barat. Usaha pemekaran ini dianggap

kurang tepat diberlakukan pada saat itu. Kondisi sumber daya manusia serta

fasilitas yang belum siap menjadi kendala utama. Selain itu usaha

 pemekaran ini dianggap dapat memecah belah orang Papua.

4. Konflik antar umat beragama

Konflik-konflik kecil yang terjadi akhir-akhir ini sebenarnya tidak hanya

dilakukan oleh antar umat beragama, namun juga antar suku. Seperti yang

terjadi pada tanggal Selasa, 10 Juli 2012 yang melibatkan warga suku Danidan suku Ekari atau yang terjadi juga pada Selasa, 24 juli 2012 antara warga

kampung Amole dengan kampung Harapan (http://news.okezone.com/ ).

Konflik-konflik yang berlatarbelakang suku, ras, dan agama (SARA) pun

sering terjadi. Konflik-konflik ini merupakan akumulasi dari ketidakstabitan

keamanan di Papua pasca perlawanan OPM. Otonomi khusus mempertajam

 penonjolan sifat kedaerahan yang berujung pada gerkan separatis.

Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom bagi Papua

Pemberian otonomi khusus pada Papua sebenarnya merupakan alternatif 

terbaik untuk mengadakan pembangunan yang berkeadilan sosial. Oleh sebab,

otonomi daerah (bentuk khusus) merupakan sarana demokrasi terbaik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk masyarakat di daerah sebagaimana

diamanahkan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (2). Kerakyatan atau demokrasi

menghendaki partisipasi daerah otonom yang disertai badan perwakilan sebagai

wadah (yang memperluas) kesempatan rakyat berpartisipasi (Pipin Syarifin dan

Dedah Jubaedah, 2006). Demokrasi ini akan membawa pada pembangunan Papua

yang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Pada kenyataannya alternatif yang

dianggap terbaik ini, belum mampu secara maksimal melakukan perannya sebagai

katalisator pembangunan. Padahal otonomi khusus Papua sudah berjalan selama

sebelas tahun.

Ketidakmampuan otonomi khusus mengadakan pembangunan yang

 berkeadilan sosial kemudian berdampak pada semakin menguatnya keinginan

sebagian masyarakat Papua untuk memisahkan diri. Mereka ini tergabung dalam

gerakan OPM yang menyadari bahwa perlu suatu kemerdekaan untuk 

membangun Papua yang berkekayaan alam melimpah tanpa campur tangan

 pemerintah Indonesia. Berdasarkan pengkajian, ketikmampuan otonomi khusus

ini disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:

a. Inkonsistensi beberapa pasal dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus bagi Provinsi Papua terhadap cita-cita pembangunan Papua

Pasal 40 ayat (1) berbunyi “Perizinan dan perjanjian kerja sama yang telah

dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain

tetap berlaku dan dihormati”. Pasal ini salah satunya berkaitan dengan kontrak 

Page 13: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 13/21

7

Freeport yang tidak lagi bisa diganggu keberlangsungannya, karena orang

Papua pada pasal tersebut diwajibkan untuk menghormatinya. Penghormatan

ini berarti harus mengubur keinginan mereka untuk mengusik kontrak yang

sudah ada. Padahal kasus Freeport inilah yang sering dijadikan isu pokok OPM

untuk melegalkan keinginan mereka merdeka. Pasal ini juga berhubungandengan pasal 43 ayat (3) yang mengatur tentang pelaksanaan hak ulayat. Pada

 pasal ini, diatur pula mengenai keharusan orang Papua menghormati

 penguasaan hak ulayat oleh pihak swasta. Lagi-lagi orang Papua dinomor 

duakan dalam pembangunan tanah kelahirannya sendiri.

 b. Pelaksanaan dan pengawasan otonomi khusus Papua yang tidak 

 berkesinambungan

Data BPS pada tahun 2011 menunjukan adanya perbedaan yang sangat

signifikan mengenai jumlah penduduk miskin di desa dan kota Provinsi Papua,

yaitu sebesar 35.270 penduduk kota dan 909.530 penduduk desa yang

kebayakan dihuni oleh orang asli Papua. Ketidakmampuan pemerintah untuk 

menyejahterakan orang Papua secara merata, mengindikasikan bahwa masihadanya tebang pilih dalam pemenuhan hak-hak ekonomi masyarakatnya.

Dengan begini, orang Papua asli akan semakin merasa tersisihkan dari proses

 pembangunan yang ada. Kemudian hal ini dapat menguatkan tekad OPM untuk 

merdeka demi keberlangsungan eksistensi mereka. Adanya indikasi korupsi

menunjukan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat

terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Papua.

c. Pergeseran makna demokrasi ke arah penguatan fanatisme kedaerahan

Pemberian kesempatan yang luas kepada orang asli Papua untuk ikut

 berperan aktif dalam pembangunan Papua meningkatkan semangat kedaerahan

yang bersifat fanatisme. Ave Lefaan (2011) menyebutkan adanya otonomi

khusus juga membawa dampak serius terhadap semakin menonjolnya praktik 

 politik identitas yang merujuk pada etnosentrisme. Oleh karena itu, kemudian

 bermunculan semangat kedaerahan yang berbasis etnik atau ras untuk 

menguasai wilayah kesatuan masyarakatnya secara monopoli. Kondisi ini

menimbulkan berbagai tuntutan pemekaran daerah di berbagai kelompok ras

yang ada di Papua. Tidak disetujuinya pemekaran akan membawa dampak 

 pada keinginan memisahkan diri seperti gerakan OPM.

Alasan ketiga berupa pergeseran makna demokrasi ke arah penguatan

fanatisme kedaerahan inilah yang paling membuka peluang timbulnya keinginan

untuk memisahkan diri dari kesatuan NKRI. Hal ini pula yang terjadi pada OPM,

yangmana kelompok ini merasakan adanya marjinalisasi orang Papua.Marjinalisasi orang asli Papua ditandai dengan semakin sedikitnya orang asli

Papua yang berada di tanah Papua, dan sebaliknya orang pendatang (imigran)

tumbuh secara pesat. Oleh sebab itu, OPM menggunakan dalih bahwa nilai

kultural Papua yang secara khusus mencirikan Papua saling terpisah dengan

kebudayaan Indonesia, sehingga orang Papua tidak bisa menyatu dengan para

imigran.

Nilai-nilai kultural kedaerahan seharusnya mampu menjadi aset

 pembangunan, bukan sebaliknya. Nilai-nilai kulural yang juga dipahami sebagai

kearifan lokal (local wisdom) merupakan nilai-nilai atau gagasan suatu daerah

setempat yang mengandung kebijaksanaan, kearifan, keteladanan serta bernilai

 baik yang mengakar dan diikuti oleh masyarakat setempat. Kebijakan lokal yang

Page 14: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 14/21

8

mengakar dan dianggap sakral, menyebabkan pelaksanaannya dapat lebih efisien

dan efektif, karena mudah diterima masyarakat (Herlina Astari, 2011).

Keselarasan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat membuat kearifan

lokal pantas dijadikan sebagai pedoman pembangunan dalam suatu konsep

otonomi daerah maupun otonomi khusus. Bukan justru dijadikan sebagai dasar semangat kedaerahan yang memisahkan diri dari rasa nasionalisme.

Dewasa ini terdapat pergeseran makna kearifan lokal sebagai sifat

kedaerahan dan sifat penyatuan rasa kedaerahan dalam kesadaran nasionalisme

sebagai bangsa. Oleh karena itu, agar kearifan lokal dapat menjadi dasar semangat

 pelaksanaan otonomi daerah maupun otonomi khusus, maka kearifan lokal harus

dilengkapi sifat yang mencirikan adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam

kesatuan semangat nasionalisme.  Integrated local wisdom merupakan rumusan

yang selaras dengan cita-cita penyatuan semangat kedaerahan dan nasionalisme.

 Integrated  dalam bahasa Indonesia berarti “yang digabungkan”. Sehingga dapat

dirumuskan makna dari integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan

yang mengandung kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakatsetempat dan telah mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan. Adanya

 penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan ini akan mengendalikan seseorang dari

keinginan untuk memisahkan diri dari kesatuan bangsanya. Pada tahapan lebih

lanjut, integrated local wisdom  tidak hanya  terpaku pada  tataran teoritis, namun

merasuk pada tataran praktik-praktik otonomi daearah ataupun otonomi khusus

yang sangat bersinggungan dengan pembangunan daerah.

Tataran teori maupun praktik mengenai integrated local wisdom akan

direfleksikan pada pelaksanaan otonomi khusus Papua. Dengan demikian tidak 

ada lagi salah penafsiran terhadap makna kearifan lokal yang seringkali dijadikan

dalih gerakan-gerakan separatisme. Penerapan integrated local wisdom

menggunakan pendekatan-pendekatan yang humanis dengan penyadaran secara

 berkesinambungan melalui praktik-praktik ketatanegaraan.

Para Pihak yang Membantu dalam Mengimplementasikan Gagasan

Upaya mengimplementasikan otonomi khusus yang berbasis integrated 

local wisdom di Papua memerlukan kerjasama antar berbagai pihak. Pihak-pihak 

ini antaralain:

a. Pemerintah pusat

Berdasarkan kewenangannya sebagai eksekutif, pemerintah pusat memiliki

kewajiban untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan

urusan pemerintah daerah. Oleh karena itu dalam hal ini, pemerintah bertugas

untuk memastikan bahwa pembangunan kedaerahan berintegrasi dengan

 pembangunan nasional.

 b. Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Sebagai subjek utama pelaksana otonomi khusus, pemerintah daerah provinsi

Papua dan provinsi Papua Barat berwenang untuk melaksanakan berbagai

urusan pemerintahannya dan mengendalikan pengurusan urusan pemerintahan

yang mengadung unsur penonjolan etnik tertentu. Selain itu sebagai upaya

integrasi OPM ke dalam bingkai NKRI, maka perlu pengikutsertaan anggota

OPM dalam pemerintahan dengan didasari semangat integrated local wisdom.

Page 15: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 15/21

9

c. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Adanya inkonsistensi UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Provinsi Papua perlu diadakannya suatu amandemen terhadap undang-undang

ini. Oleh karena itu badan legislatif bersama pemerintah membahas dan

memutuskan amandemen ini. Amandemen yang ada harus didasari olehkonsepsi otonomi khusus berbasis integrated local wisdom.

d. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM berwenang untuk memberikan pengawasan dan penyambung lidah

masyarakat Papua. Oleh karena itu, sebagai lembaga kontrol perannya sangat

dibutuhkan.

e. Masyarakat Papua

Sebagai subjek dan objek utama pembangunan Papua, masyarakat Papua

 berwenang untuk terlibat aktif dalam pembangunan Papua. pengertian orang

Papua merujuk pula pada naggota OPM. Selain itu mereka juga berperan untuk 

memastikan dan dipastikan bahwa pembangunan yang ada bukan merupakan

upaya marjinalisasi orang Papua asli dan bukan bersifat etnosentris yangmengancam NKRI.

f. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Sebagai objek usaha integrasi kepada bingkai NKRI, OPM berwenang untuk 

ikut disertakan dalam mengadakan pembangunan Papua dalam konstelasi

 NKRI. Dengan begitu, akan timbul rasa kepemilikian terhadap Papua sekaligus

Indonesia karena telah didasari semangat integrated local wisdom. Ikut serta

ini dapat berupa secara langsung terlibat dalam pemerintahan ataupun secara

tidak langsung

g. Majelis Rakyat Papua (MRP)

MRP sebagai badan pemerintahan yang berwenang dalam perlindungan hak-

hak orang Papua, pada otonomi khusus berbasis integrated local wisdom, juga

memiliki peran yang sama, namun diperluas pula pada pembangunan-

 pembangunan nasional yang berhubungan dengan rakyat Papua. Yakni apakah

 pembangunan tersebut berkeadilan untuk orang Papua ataukah tidak. Selain itu

MRP juga memiliki kewajiban untuk menyelaraskan nilai kedaerahan dengan

nilai nasionalisme yang terangkum dalam konsep integrated local wisdom

dalam seluruh aspek pembangunan rakyat Papua.

Langkah – Langkah Strategis yang Harus Dilakukan

Langkah-langkah yang hendaknya dilakukan untuk penerapan otomi

khusus berbasis integrated local wisdom, adalah sebagai berikut:

1. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang penting dari upaya

 penguatan kearifan lokal ini. Tahap perencanaan diadakan untuk membuat

langkah-langkah selanjutnya mampu tepat sasaran serta terarah. Oleh karena

itu dibutuhkan dua langkah konkrit, yaitu penelitian kebijakan serta

 penyusunan road map.

Penelitian kebijakan merupakan langkah-langkah yang ditujukan untuk 

meneliti beberapa hal sebagai berikut:

1. Jenis kebijakan seperti apa yang diinginkan oleh orang Papua dan OPM;

2. Cara seperti apa yang diinginkan orang Papua dan OPM dalam

implementasi kebijakan tersebut;

Page 16: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 16/21

Page 17: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 17/21

11

melakukan pengawasan yang baik. Pengalokasian dana juga harus

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan jangan hanya terfokus pada

kuantitas pembangunan fisik, namun juga kualitas pelayanan dan

sebagainya.

Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung yaitumelalui media elektonik, cetak maupun internet secara efektif, efisien, cerdas

dan menarik. Sosialisasi ini menjadi penting karena tidak semua orang

memiliki concern yang besar terhadap pemerintah. Sedangkan

4. Tahap eksekusi

Tahap eksekusi ini merupakan tahap action dari poin-poin perwujudan

integrated local wisdom yang telah direncanakan dan disiapkan. Tahap

eksekusi ini dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, yang meliputi

 pendidikan, sosial budaya, ekonomi, dan politik. Pelaksanaan otonomi khusus

 berbasis integrated local wisdom ini ditekankan pada partisipasi orang Papua

dalam rangka bersama-sama membangun tanah kelahirannya demi majunya

 pembangunan Indonesia secara menyeluruh.5. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi menjadi tahap akhir otonomi daerah berbasis integrated 

local wisdom. Tahap evaluasi dapat dilakukan secara periodik dan sistematik 

 pada kesatuan kerja. Tahap evaluasi ini penting untuk mengetahui progress dan

kekurangan kebijakan yang telah dilaksanakan.

KESIMPULAN

Otonomi Khusus Berbasis Integrated Local Wisdom: Langkah Integrasi OPM

dalam Bingkai NKRIPergeseran makna kearifan lokal sebagai sifat kedaerahan kepada

fanatisme kedaerahan yang berujung pada gerakan separatis menjadi problema di

tengah pelaksanaan otonomi khusus yang mengedepankan kekhasan daerah. Oleh

karena itu, agar kearifan lokal dapat menjadi dasar semangat pelaksanaan otonomi

khusus, maka kearifan lokal harus dilengkapi sifat tambahan yang mencirikan

adanya penyatuan rasa kedaerahan dalam kesatuan semangat nasionalisme.

 Integrated local wisdom merupakan gagasan terbaru untuk mewujudkan misi

tersebut.  Integrated  dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “yang

digabungkan”, sedangkan local wisdom berarti “kearifan lokal”. Sehingga dapat

dirumuskan makna dari integrated local wisdom adalah nilai-nilai kedaerahan

yang mengandung kebijaksanaan dan kebenaran yang diikuti oleh masyarakatsetempat dan telah mengalami penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan. Adanya

 penyatuan dengan nilai-nilai kebangsaan ini akan memperkecil keinginan daerah

untuk memisahkan diri dengan kesatuan NKRI.

Pada tahapan lebih lanjut, integrated local wisdom merasuk pula pada

tataran praktik otonomi khusus yang sangat bersinggungan dengan pembangunan.

Papua sebagai wilayah yang mendapatkan wewenang otonomi khusus sangat

membutuhkan penjelmaan konsepsi otonomi khusus berbasis integrated local 

wisdom. Oleh karena selama ini, sifat kedaerahan tidak dibangun secara optimal

dalam koridor kebangsaan, namun justru menjadi legalitas semangat gerakan

separatis. Hal inilah yang terjadi pada OPM. Pada tujuan akhir, diharapkan

melalui otonomi khusus berbasis integrated local wisdom akan terwujud Papua

Page 18: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 18/21

12

yang berkesatuan dan berkeadilan sosial dalam integrasinya pada NKRI, sehingga

tidak akan ada lagi gerakan semacam OPM yang ingin memisahkan diri dari

 NKRI.

Teknik Implementasi Otonomi Khusus Berbasis  Integrated Local Wisdom

bagi Papua

Ada beberapa teknik pendekatan yang dilakukan guna pelaksanaan

otonomi khusus berbasis integrated local wisdom, yakni sebagai berikut:

1. Pendekatan pendidikan

Pendidikan merupakan gerbang utama pembangunan Sumber Daya

Manusia (SDM) Papua. Oleh karena itu pembangunan SDM ini harus dijiwai

oleh integrated local wisdom, agar tidak membunuh karakter asli orang Papua

dan menjauhkan orang Papua dari kesatuan bangsa Indonesia. Penguatan

integrated local wisdom melalui pendekatan pendidikan ini dapat dilakukan

dengan dimasukannya integrated local wisdom dalam kurikulum pendidikan

sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Selain itu diluar lembaga pendidikan, dapat dilakukan melalui penyelenggaraan seminar ataupun

 penelitian terkait integrated local wisdom. Melalui optimalisasi pendekatan

 pendidikan baik secara intern maupun ekstern, diharapkan semakin munculnya

rasa cinta Papua dalam naungan NKRI pada hati para generasi muda.

2. Pendekatan sosial budaya

Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan sosial budaya erat kaitannya

dengan penghidupan kembali warisan-warisan budaya Papua yang telah turun

temurun. Warisan-warisan budaya ini kemudian diintegrasikan kepada

kebudayaan nasional, melalui pemberian legalitas budaya nasional terhadap

warisan tersebut. Papua dikenal sebagai daerah yang sangat kaya akan bentuk-

 bentuk budayanya, yaitu diantaranya:a. Wowipits yaitu sebutan untuk para pemahat piawai dari suku Asmat.

Kepiawaian ini terlihat pada tifa (alat musik sejenis gendang kecil), perahu,

dayung, perisai, patung, topeng dan rumah hunian;

 b. Tarian diantaranya tari Cenderawasih yang menceritakan keindahan burung

cenderawasih, Ethor kasuari dan yang merupakan tarian penyambutan bagi

mereka yang pulang dari perang dan lain-lain;

c. Senjata berupa pisau belati yang terbuat dari tulang kaki dan bulu burung

kasuari, busur serta panah; dan

d. Upacara-upacara adat yang menandai naiknya seseorang pada tingkat

kehidupan tertentu, contohnya kelahiran, menjelang dewasa, dan lain-lain.

Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan sosial budaya ini merupakan

salah satu langkah pemberhentian marjinalisasi orang Papua.

3. Pendekatan politik 

Penguatan kearifan lokal melalui pendekatan politik dilakukan sebagai

upaya pengendali pelaksanaan otonomi khusus. Otonomi khusus yang

membawa dampak KKN serta etnosentrisme harus dikembalikan pada nilai-

nilai falsafah hidup orang Papua yang syarat dengan nilai-nilai luhur yang

dibawa sejak nenek moyang mereka. Pendekatan politik ini hendaknya juga

disertai dengan dibukanya kesempatan bagi anggota OPM untuk terlibat secara

aktif di dalam pemerintahan untuk jabatan-jabatan publik. Dengan begitu,

diharapkan akan semakin tumbuh perasaan memiliki terhadap Papua dan

Page 19: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 19/21

13

Indonesia, karena ada keterikatan struktural pemerintahan yang dimiliki.

Keterasingan OPM dari pemerintahan membuat mereka selalu berprasangka

 buruk terhadap NKRI. Padahal pemerintah telah bekerja secara maksimal demi

 pembangunan Papua yang berkeadilan sosial. Pendekatan politik hendaknya

tidak dilakukan melalui pendekatan militer yang bersifat represif.4. Pendekatan ekonomi

Pendekatan ekonomi sebagai pemenuhan kesejahteraan orang Papua

menjadi langkah penting dalam penguatan integrated local wisdom. Apabila

tercipta kesejajaran kesejahteraan ekonomi pada seluruh lapisan masyarakat

Papua, maka konflik-konflik yang memicu goyahnya kesatuan NKRI tidak 

akan terjadi lagi. Pendekatan ekonomi ini dapat dilakukan dengan

 pemberdayaan ekonomi orang Papua melalui UKM yang memasarkan hasil

karya produksi mereka. Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam seharusnya

digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Hal ini sesuai dengan

yang telah diamanatkan UUD 1945 pasal 33 ayat (3). Oleh karena itu penting

untuk diadakan amandemen pada Pasal 40 ayat (1) dan 43 ayat (3) UU No. 21tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Prediksi Keberhasilan Gagasan

Otonomi khusus berbasis integrated local wisdom diyakini akan dapat

mencapai tujuan akhirnya yakni memperkokoh kesatuan NKRI. Oleh karena

 grand desaign otonomi khusus berbasis integrated local wisdom memiliki

formulasi lengkap dan mendasar untuk meredam grakan separatis yam]ng

dilakukan oleh OPM. Tujuan akhir ini dapat dicapai apabila ada sinergi yang

 berkesinambungan antar pihak yang berwenang serta adanya kekuatan komitmen

secara bersama-sama untuk membangun Papua. Oleh karena itu, diharapkan

semua pihak termasuk seluruh rakyat Indonesia menaruh perhatian yang besar kepada pembangunan Papua ini. Oleh sebab selama ini Papua terus menerus

memperlihatkan gejolak-gejolak separatisme yang secara makro ikut mengganggu

stabilisas pertahanan dan keamanan negara. Melalui perhatian dari seluruh

komponen bangsa dapat memunculkan rasa perasatuan untuk memiliki negara

Indonesia bersama-sama di hati para orang Papua bahkan anggota OPM. Apabila

syarat-syarat ini diwujudkan, kemanfaatan dari adanya otonomi khusus berbasis

integrated local wisdom akan dapat dirasakan secara nyata oleh rakyat Papua

khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKABuku dan Jurnal

Astri, Herlina. 2011.  Penyelesaian Konflik Sosial Melalui Penguatan Kearifan

 Lokal . Aspirasi. Vol. 2 No. 2.

Budiarjo, Camel, dan Liem Soie Liong. 1984. West Papua: The Obliterationof A

 People. London: Tapol.

Jubaedah, Dedah dan Pipin Syarifin. 2006.  Pemerintahan Daerah di Indonesia.

Bandung: CV. Pustaka Setia.

Lefaan, Ave. 2011.  Membangun Papua dalam Konteks KeIndonesiaan. Jurnal

Kebijakan Publik. Vol. 2.

Page 20: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 20/21

14

Maniagasi, Frans. 2001.  Masa Depan Papua: Merdeka. Otonomi Khusus dan

 Dialog . Jakarta: PT. Dyatama Milenia.

Sabarno, Hari. 2008.  Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.

Jakarta: Sinar Grafika.

Widjojo, Muridan S. 2006.  Nasioanalist and Separatist Discourses in Cyclical Violence in Papua. Indonesia. Asian Journal of Science. Vol 34. No 3.

Widjojo, Muridan S. 2009.  Papua Road Map: Negoitating the Past, Improving 

the Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI Yayasan TIFA dan Yayasan

Obor Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi

Papua.

Internet

www.bps.go.id , diakses pada tanggal 18 Maret 2013.

www.kompas.com/read/OPM-Kembali-Serang-TNI , diakses pada tanggal 18

Maret 2013.

www.fokerlsmPapua.org/  , diakses pada tanggal 18 Maret 2013.

www.mpr.go.id/ taufiq-kiemas-kearifan-lokal-dan-kultur-lokal  dikedepankan-

untuk-selesaikan-berbagai-konflik , diakses tanggal 18 Maret 2013.

www.OkezoneNews.com/Warga Kwamki Timika Bentrok Lagi. Lima Rumah

 Dibakar dan Bentrok Dua Kampung Kembali Terjadi di Timika.

www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/Konflik Sosial  Terjadi di Mimika,

diakses 18 Maret 2013.

Daftar Riwayat Hidup Penulis

Ketua Kelompok 

 Nama lengkap : Esti Puspitaningrum

 NIM : E0012135

Tempat, tanggal lahir : Ngawi, 31 Oktober 1994

Alamat : Dsn. Gunting II, Rt 02/ Rw 07, Ds. Dempel

Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi

Contact person : 085790410464

Alamat email : [email protected]

Status pendidikan : Mahasiswa Semester II Jurusan Ilmu

Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Sebelas Maret

Anggota Kelompok 

Anggota I

 Nama lengkap : Eka Nurjanah

 NIM : E0012129

Tempat, tanggal lahir : Wonogiri, 12 Desember 1993

Alamat : Danukusuman RT.04/10,Serengan,

Surakarta

Contact person : 089630487945

Alamat email : [email protected]

Page 21: Penguatan Otonomi Khusus

7/29/2019 Penguatan Otonomi Khusus

http://slidepdf.com/reader/full/penguatan-otonomi-khusus 21/21