12
Plasmodium vivax SEJARAH HOSPES Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina NAMA PENYAKIT Plasmodium vivaks menyebabkan penyakit malaria vivaks yang juga disebut malaria tersiana. DISTRIBUSI GEOGRAFIS Plasmodium vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah Mekong) dan Selatan (Srilangka dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua Nuigini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di Afrika, terutama Afrika

Plasmodium vivax tugas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Plasmodium vivax tugas

Plasmodium vivax

SEJARAH

HOSPES

Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya

adalah nyamuk Anopheles betina

NAMA PENYAKIT

Plasmodium vivaks menyebabkan penyakit malaria vivaks yang juga disebut

malaria tersiana.

DISTRIBUSI GEOGRAFIS

Plasmodium vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina

Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika

Selatan dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah

Mekong) dan Selatan (Srilangka dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik

seperti Papua Nuigini, kepulauan Solomon dan Vanuatu. Di Afrika, terutama Afrika

Barat dan Utara, spesies ini jarang ditemukan. Di Indonesia Plasmodium Vivax tersebar di

seluruh kepulauan dan pada musim kering, umumnya di daerah endemi mempunyai

frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain.

MORFOLOGI

Page 2: Plasmodium vivax tugas

DAUR HIDUP

Dengan tusukan nyamuk anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke

peredaran darah perifer manusia; setelah ± jam sporozoit masuk dalam sel hati dan

tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45

mikron dan membentuk ± 10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit

atau daur eksoeritrosit primer yang berkembangbiak secara aseksual dan prosesnya

disebut skizogoni hati.

Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif

kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk

ke peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni

darah). Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk

cincin, besarnya ± eritrosit. Dengan pulasan Giemsa sitoplasmanya berwarna biru,

inti merah,mempunya vakuol yang besar. Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi

P.vivax ukurannya lebih besar dari eritrosit lainnya, berwarna pucat, tampak titik halus

berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama disebut titik Schuffner. Kemudian

trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sagat aktif sehingga

sitoplasmanya tampak berbentu ameboid. Pigmen parasit menjadi makin nyata dan

berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12 – 18 buah

merozoit dan mengisi seluruh eritosit dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau di

pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron.

Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit, sehingga

gambaran dalam sediaan darah tidak uniform.

Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin,

yaitu makrogametosit dan mikrogameosit (gametogoni) yang bentuknya bulat atau

lonjong, mengisi hampir seluruh erotrosit dan masih tampak titik Schuffner di sekitarnya.

Page 3: Plasmodium vivax tugas

Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil,

padat dan berwarna merah. Mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna

pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat, dan difus. Inti biasanya terletak

ditengah. Butir – butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas

dan tersebar pada sitoplasma.

Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari

pada suhu 20oC dan 8 – 9 hari pada suhu 27oC. Dibawah 15oC perkembangan secara

seksual tidak mungkin berlangsung.

Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30 – 40 butir pigmen berwarna kuning

tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12 – 17 hari, tetapi pada beberapa

strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama

dimulai dengan sindrom prodromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual, dan malaise

umum. Pada relaps sindrom prodomal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2

– 4 hari pertama, kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi

dan sore hari, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada

permulaan penyakit tidak teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing –

masing mempunyai saat sporulasi tersendiri, hingga demam tidak teratur. Kemudian

kurva demam menjadi teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam terjadi

pada siang atau sore hari dan mulai jelas dengan stadium menggigil, panas dan

berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat mencapai 40.6oC (105oF) atau lebih. Mual dan

muntah, pusing, mengantuk atau gejala lain akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi

hanya berlangsung sementara. Anemia pada serangan pertama biasanya belum jelas atau

tidak berat, tetapi pada malaria menahun menjadi lebih jelas. Trombositopenia sering

ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah pemberian obat antimalaria.

Malaria vivaks yang berat pernah dilaporkan di Uni Soviet, India, Pakistan,

Turki, Afganistan dan Irak. Komplikasi dapat berupa gangguan pernapasan sampai acute

respiratory distress syndrome, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, ruptur limpa, kejang

yang disertai gangguan kesadaran. Pada penderita ini, P.vivax sebagai penyebab

Page 4: Plasmodium vivax tugas

dibuktikan dengan teknik PCR. P. falciparum tidak ditemukan baik dengan pemeriksaan

konvensional, rapid test ataupun PCR. Walaupun jarang terjadi, komplikasi umumnya

ditemukan pada orang non-imun, sehingga pada kelompok tertentu malaria vivaks dapat

membahayakan jiwa penderitanya, selain kelemahan yang disebabkan oleh relapsnya.

Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan

mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun limpa menjadi sangat besar,

keras dan kenyal. Trauma kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan

ruptur limpa, tetapi hal ini jarang terjadi.

Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P.vivax sedikit dalam

peredaran darah tepi. Tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah

banyak. Suatu serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung

beberapa minggu dengan serangan demam yang berulang. Demam lama kelamaan

berkurang dan dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan karena sistem imun penderita.

Selanjutnya, setelah periode tertentu (beberapa minggu – beberapa bulan), dapat

terjadi relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan

periode terjadinya relaps, P.vivax dibagi atas tropical strain dan temperate

strain.Plasmodium vivax tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek

(setelah 35 hari) dan frekuensi terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate

strain. Hal ini dapat ditemukan pada infeksi P.vivax di Indonesia yang telah diobati

secara radikal. Sebaliknya, pada temperate strain yang ditemukan di Korea Selatan,

Madagaskar, Eropa dan Rusia relaps terjadi 6 – 10 bulan setelah permulaan infeksi.

DIAGNOSIS

1. Diagnosis dengan mikroskop cahaya

Sediaan darah dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk

pemeriksaan dengan mikroskop dan sampai sekarang masih digunakan sebagai

baku emas untuk diagnosis rutin. Sediaan darah malaria dapat digunakan untuk

identifikasi spesies maupun menghitung jumlah parasit.

Page 5: Plasmodium vivax tugas

Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeiksa 100 lapang

pandang mikroskop dengan pembesaran 500-600/1000 yang setara dengan 0,20 µl

darah. Jumlah parasit dapat dihitung per lapang pandang mikroskop. Metode semi-

kuantitatif untuk menghitung parasit (parasit count) pada sediaam darah tebal

adalah sebagai berikut :

+ = 1-10 parasit per 100 lapangan

++ = 11-100 parasit per 100 lapangan

+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan

++++ = >10 parasit per 1 lapangan

Hitung parasit secara kuantitatif dapat dilakukan dapat dilakukan dengan

menghitung jumlah parasit per 200 leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah

leukosit rata-rata 8000/µl darah, sehingga jumlah parasit dapat dihitung sebagai

berikut:

Parasit/µl darah = ∑ parasit dalam 20 leukosit x 40

Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapagan

pandang mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya

4.500.000 eritrosit/µ darah (perempuan) atau 5.000.000 eritrosit/µl darah pada

laki-laki. Kemudian jumlah parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit

dalam 25 lapang pandang mikroskop dan total parasit dihitung sebagai berikut:

Parasit/µl darah = X Jumlah eritrosit/µl

2. Metode lain tanpa menggunakan mikroskop (Metode ini mendeteksi protein

atau asam nukleat yang berasal dari parasit).

Page 6: Plasmodium vivax tugas

Rapid antigen detection test (RDT)

Dasarnya adalah immunochomatography pada kertas nitrocellulose.

Dengan cara ini berbagai protein parasit yang spesifik dapat dideteksi dalam darah

dari ujung jari penderita. Enzim lactate dehydrogenase yang dihasilkan berbagai

spesies plasmodium dapat digunakan untuk menyatakan infeksi non-falciparum

seperti P. vivax. Rapid test malaria ini telah dicoba di berbagai daerah endemis

malaria di dunia, termasuk di Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena

hasilnya dapat dibaca dalam waktu ± 15 menit. Selain itu tes ini dapat dilakukan

oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alatnya

sederhana, kecil dan tidak memerlukan aliran listrik. Secara umum rapid test

mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.

Kelemahan rapid test adalah :

1) Kurang sensitif bila jumlah parasit dalam darah rendah (kurang dari

100 parasit/µl darah)

2) Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)

3) Antigen yang masih beredar beberapa hari-minggu setelah parasit

hilang memberikan reaksi positif palsu

4) Gametosit muda (immature), bukan yang matang (mature) mungkin

masih dapat dideteksi

5) Biaya tes ini cukup mahal

6) Tidak stabil pada suhu ruang 30oC

Hasil positif palsu yang disebabkan antigen residual yang beredar dan

gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala.

Selain itu juga pada pada orang yang mengandung faktor rhematoid. Seharusnya

tidak mengakibatkan over threatment bila test ini digunakan untuk menunjang

diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.

Keterangan:

Diagnosis malaria vivaks ditetapkan dengan menemukan parasit P.vivax

pada sediaan darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan Rapid test dapat

terlihat garis positif baik sebagai pen-LDH dan/atau Pv-LDH. Rapid test

Page 7: Plasmodium vivax tugas

sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk

menghindari false negative.

TERAPI PENGOBATAN

Prinsip dasar pengobatan malaria vivaks adalah pengobatan radikal yang

ditunjukkan terhadap stadium hipnozoit di sel hati dan stadium lain yang berada di

eritrosit.

Sejak tahun 1989, P. vivax yang resisten klorokuin mulai dilaporkan di Papua

Nugini, selanjutnya dari berbagai daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian timur.

Hal yang sama juga di temukan di Myanmar dan India. Untuk menghadapi hal ini

pengobatan klorokuin selama 3 hari dilakukan bersamaan dengan primakuin selama 14

hari. Dengan cara ini, maka primakuin akan bersifat sebagai skizontisida darah selain

membunuh hipnozoit di sel hati. Obat lain sebagai alternatif yang dapat diberikan adalah

artesunat-amodiakuin, dihidroartemisinin-piperakuin, atau non-altemisinin seperti

meflokuin dan atovaquone-proguanil.

Plasmodium vivax yang toleran terhadap primakuin mula-mula dilaporkan dari

timor leste pada tahun 1993. Sejumlah tentara Australia yang bertugas di daerah tersebut

terinfeksi P.vivax dan setelah kembali ke negaranya diobati secara radikal. Tentara

Australia tersebut ternyata tetap menderita relaps walaupun sudah diberikan klorokuin 3

hari dan primakuin 1 x 1 tablet (15 mg) selama 14 hari. Penelitian yang dilakukan di

Muangthai memperlihatkan bahwa peningkatan dosis primakuin menjadi 30 mg/hari

dapat mengatasi masalah ini. Pemeriksaan kadar glukosa 6 fosfat dihidrogenase dalam

darah penderita, perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya anemia hemolitik.

EPIDEMIOLOGY

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: Plasmodium vivax tugas

1. Mendis K, Sina BJ, Marchesini P, Carter R. The neglected burden of Plasmodium

vivax malaria. Am J Trop Med Hyg 2001; 64 (1,2) S97-106.

2. Ree HI. Unstable vivax malaria in Korea. Korean J Parasitol 2000; 38 (3): 119 –

38.

3. Brillman J. Plasmodium vivax malaria from Mexico- a problem in the Unite

States. West J Med 1978;147: 469 – 73.

4. Oh MD, Shin H, Shin D, Kim U, Lee S, Kim N et al. Clinical features of vivax

malaria. Am J Trop Med Hyg 2001; 65 (2). 143 – 6.

5. Beg MA, Khan R, Baig SM, Gulzar, Hussain R, Smego RA Jr. Cerebral

invovement in benign tertian malaria. Am J Trop Med Hyg 2002; 67: 230 – 2.

6. Ozsoy MF, Oncul O, Pekkafali Z, Pahsa A, Yenen OS. Splenic complications in

malaria: report of two cases from Turkey (case report). J Med Microbiol 2004;

53: 1255 – 8.

7. Kochar DK, Saxwna V, Singh N, Kochar SK, Kumar SV, Das A. Plasmodium

vivax malaria. Emerg Infect Dis 2005; 11: 132 – 4.

8. Spudick JM, Garcoa LS. Graham DM, Haake DA. Diagnostifc and therapeutic

pitfalls associated with primaquine-tolerant Plasmodium vivax. J Clin Microbiol

2005; 43: 978-81.

9. Cogswell FB. The hypnozoite and relapse in primate malaria. Clin Microbiol Rev

1992; 5: 26-35.

10. Baird JK. Chloroquine resistance in Plasmodium vivax. Antimicrob Agents

Chemother 2004; 48: 4075-83.

11. Kitchener SJ, Auliff AM, Rieckmann KH. Malaria in the AustralianDefence

Force during and after participation in the International Force in East Timor

(INTERFET). Med J Aust 2000; 173: 583-5.

12. Wilairatana P, Silachamroon U, Krudsood S, Singhasivanon P, Treeprasertuk S,

Bussaratid V et al. Efficacy of primaquine regimens for primaquine-resistant

Plasmodium vivax malaria in Thailand. Am J Trop Med Hyg 1999; 61: 973-7.

13. Pukrittayakamee S, Vanijanonta S, Chantra A, Clemens R, White HJ. Blood

stage antimalarial efficacy of primaquine in Plasmodium vivax malaria. J Infect

Dis 1994; 169: 932-5.

14. Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;

15: 66-77