Presus Shasa

Embed Size (px)

Citation preview

Presentasi Kasus

Presentasi Kasus

ENSEFALOPATIHEPATIK

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh :

Shabrina Ari Rahmaniar20070310027Dosen Pembimbing :

Dr. Warih, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2008

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ENSEFALOPATIHEPATIKDisusun Oleh :

Shabrina Ari Rahmaniar

20070310027

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pembimbing

dr.Warih Tjahjono,Sp.PD

PENDAHULUAN

Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa ; sedangkan dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis hormon dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran normal darah splanknikus. Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum (Akil., 1998).Koma hepatikum dalam khasanah ilmu kedokteran disebut ensefalopita atau hepatic encephalopathy. Ada 2 jenis enselafalopati hepatik berdasarkan ada tidaknya edema otak, yaitu Portal Systemic Encephalopathy (PSE) dan Acute Liver Failure (Hardjosastro., 2002).

Ensefalopati Hepatik (EH) merupakan salah satu penyulit sirosis hepatis akibat pintasan partosismatik yang terjadi karena hipertensi portal. Ensefalopati portal sistemik kronik ini ditandai oleh kelainan psikiatrik dan neurologik yang dapat berkembang dari gangguan mental ringan sampai koma hepatic (Akil., 1998).

Ensefalopati Hepatik adalah suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang luas, dapat timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut maupun yang menahun ditandai adanya gangguan tingkah laku, gejala neurologik, astriksis, berbagai derajat gangguan kesadaran sampai koma, dan kelainan elektro ensefalografi (Blei., 1999).

BAB ILAPORAN KASUSI. IDENTITAS

Nama: Ny. S

Umur: 62 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama: Islam

Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Melikan Lor BantulTanggal Masuk Rumah Sakit: 10 Oktober 2011Bangsal: Nusa Indah Utama, kelas I

Dokter yang merawat: Dr. Warih, SpPD

Koasisten: Shabrina Ari RahmaniarII. SUBYEKTIVE

A. Keluhan Utama : Penurunan KesadaranB. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 4 HSMRS. (Alloanamnesis) Sejak 1 hari yll pasien mengeluarkan BAB merah seperti darah dan keluar busa dari mulut pasien.Keluhan Sistem Sistem SSP:Penurunan kesadaran (+), Pusing (-), Demam (+),

Sistem Integumentum: Kulit pucat (+), Kuning (-), Kebiruan (-)

Sistem Kardiovaskular: Pucat (+) Berdebar-debar (-), Nyeri dada (-)

Respirasi: Sesak (-), Batuk (-), Pilek (-)

Gastrointestinal: Mual (-), Muntah (-), Kembung (-), Diare (-), BAB darah (+), Flatus (+), makan-minum NGT (+)

Urogenital:BAK (+) sedikit, nyeri waktu BAK (-), Ayang-ayangan (-)

Musuloskeletal: Nyeri sendi (-), kaki merasa bengkak (-)

C. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM (-) Riwayat HT (-)

Riwayat CH (-)

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM (+)

Riwayat HT (+)

Riwayat CH (+)III. OBYEKTIVE

A. Kesan Umum

Koma / GCS : 3 (E1M1V1)B. Vital Sign

Tensi : 110/70

Nadi: 92x/menit

Respirasi: 20x/menit

Suhu: 38,2o C

C. Pemeriksaan Fisik

1. Kulit:Pucat (+), Ikterik (-), Eritem (-)2. Kepalaa. Mata : Oedem Palpebra (-), CA +/+, SI -/-b. Hidung: Nafas cuping hidung (-), Epistaksis (-)c. Mulut:Bibir pucat (-), Bibir sianosis (-), Lidah kotor (-), Lidah eritem (-), d. Leher:Pembesaran lln (-), tiroid tidak membesar, JVP meningkat (-)

3. Dada

a. Paru

Inspeksi:Dada terlihat normal, tidak ada ketinggalan gerakPalpasi: Ketinggalan gerak (-), Fremitus kanan = kiri

Perkusi:Sonor (+) kanan=kiri

Auskultasi: Suara vesikuler, Rongki (-), Wheezing (-)

b. Jantung

Inspeksi:Ictus kordis tidak tampak

Palpasi: Ictus kordis tidak kuat angkat

Perkusi:Pembesaran Jantung (-)

Auskultasi: S1-S2 reguler, bising (-)

4. Abdomen

Inspeksi: Supel, perut tidak membesar, jaringan parut (-)Auskultasi: Peristaltik usus (+) N

Palpasi: Nyeri tekan (-), masaa (-), Ascites (-)Perkusi:Timpani (+) 5. Extrimitas

: Oedem (-), Akral hangat

D. Pemeriksaan Penunjang1. Darah LengkapPARAMETERHASILNILAI NORMAL

HB13.312 - 16 gr%

AL (ANGKA LEUKOSIT)8.64 - 10 ribu/ul

AE (ANGKA ERITROSIT)4.514.0 - 5.0 juta/ul

AT (ANGKA TROMBOSIT)226150 - 450 ribu/ul

HMT (HEMATOKRIT)40.536 - 46 %

HITUNG JENIS LEUKOSIT

Eosinofil02 - 4 %

Basofil00 - 1 %

Batang02- 5%

Segmen6651 - 67 %

Lymposit2620 - 35 %

Monosit84 - 8 %

GLUKOSA SEWAKTU154< 200 gr/dl

UREUM DARAH13717 - 43 mg/dl

KREATININ DARAH2.190.6 - 1.1 mg/dl

SGOT74< 31 u/l

SGPT30< 31 u/l

PROTEIN TOTAL7.946.2 - 8.4 mg/dl

ALBUMIN2.983.5 - 5.5 mg/dl

GLOBULIN4.96

CHOLESTROL180< 220 mg/dl

HDL CHOLESTROL18> 39 mg/dl

LDL CHOLESTROL138< 115 mg/dl

TRIGLISERID119< 200 mg/dl

ASAM URAT DARAH 15.732.3 - 6.1 mg/dl

BILIRUBIN TOTAL6.830.2 1 mg/dl

BILIRUBIN DIREK6.630 0.2 mg/dl

BILIRUBIN INDIREK0.210.2 0.8 mg/dl

NATRIUM139.4135 - mmol/l

KALIUM4.643.5- mmol/l

CHLORIDA111.998 - mmol/l

2. Urine LengkapPARAMETERHASILNILAI NORMAL

REDUKSINEGNEG

BILIRUBINPOS (++)NEG

KETONTRACE (+/-)NEG

BJ1.0251.015 - 1.025

BloodPOS (+++)NEG

PH5.04.8 - 7.4

ProteinPOS (+++)NEG

Urobilinogen1.00.2 E.U/dl

NitritPOSITIFNEG

Leukosit EsteraseTRACE (+/-)NEG

Sedimen :

Eritrosit> 500 - 1

Leukosit 4 - 5.1 - 6.

Sel EpitelPOS (+)POSITIF

Kristal :

Ca OksalatNEGNEG

Asam UratNEGNEG

AmorfNEGNEG

SilinderNEGNEG

EritrositNEGNEG

Leukosit EsteraseNEGNEG

GranulaNEGNEG

BakteriPOSITIFNEG

Lain-lainJAMUR (+)NEG

3. EKG

: Irama Sinus, frekuensi normal

4. Ro Thorak: Pulmo dan Cor dalam batas NormalIV. DIAGNOSIS KERJA

Enselopati Hepatika V. TERAPI

O2 2-3 lt/menitInj. Cefotaxim 1gr / 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1ampInf. Loading NS 250 CC

Aminofusin Hepar : Nacl = 1:1

Allupurinol 2x 1

Pl: GDS/pagi

VI. Follow Up Harian

TanggalPerjalanan PenyakitTerapi

10/10/11GDS : 154S : (Alloanamnesis) pasien mengalami penurunan kesadaran sejak hari minggu (4 hr yll).Sejak 1 hr yg ll BAB mengeluarkan darah dan keluar busa dari mulut. Riwayat : HT (+) DM (+) CH (+)

O : KU : Koma

VS :

TD : 110/70 R : 20x/menit

N : 92 x/ menit S : 37,5

Mata : Ca -/- SI +/+

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem (-)

A : Enselopati Hepatika

O2 2-3 lt/menit

Inj. Cefotaxim 1gr / 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1amp

Inf. Loading NS 250 CC

Aminofusin Hepar : Nacl = 1:1

Allupurinol 2x 1

Pl: GDS/pagi

11/10/11S : (Alloanamnesis)

Pasien mengalami penurunan kesadaran +

BAB mengeluarkan darah +

Keluar busa dari mulut +

O : KU : Koma

VS :

TD : 110/80 R : 28x/menit

N : 88 x/ menit S : 37Mata : Ca -/- SI +/+

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem (-)

A : Enselopati Hepatika

02 2-3 lt/menit

Diit Hepar Aminofusin Hepar : Nacl = 1 : 1 25 tpm Inj. Cefotaxim 1gr / 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1amp

Allupurinol 1x 1

Hepamer 1 amp dilarutkan dalam 100 cc Nacl habis dalam 4 jam

Inj. Vit K 3x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

Kalnex 2 x 1 amp

Inj. Sohobion 1 amp/24 jam

12/10/11GDS: 202S : (Alloanamnesis)

Pasien mengalami penurunan kesadaran +

O : KU : Koma

VS :

TD : 110/70 R : 20x/menit

N : 68 x/ menit S : 37,4

Mata : Ca -/- SI +/+

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)

A : Enselopati Hepatika

02 2-3 lt/menit

Diit Hepar

Aminofusin Hepar : Tutofusin 20 tpm

Diit Hepar

Inj. Cefotaxim 1 gr/ 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Allupurinol 1 x1 Inj. Vit K 1 amp/ 8jam Laxadin syr 3 x 1 cth

Kalnex 2 x 1 Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Pl : GDS/ pagi

13/10/11GDS : 215S : (Alloanamnesis)

Pasien mengalami penurunan kesadaran +

O : KU : Koma

VS :

TD : 130/80 R : 20x/menit

N : 72 x/ menit S : 37,9

Mata : Ca -/- SI -/-

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)

A : Enselopati Hepatika

Aminofusin Hepar : Tutofusin 20 tpm

Diit Hepar

Inj. Cefotaxim 1 gr/ 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Allupurinol 1 x1 Inj. Vit K 1 amp/ 8jam Laxadin syr 3 x 1 cth Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Inj. Hepamers 1 amp/ 12 jam drip NS habis dalam 4 jam

RI 4-0-4

Pl : GDS/ pagi

14/10/11GDS: 255S : (Alloanamnesis)

Pasien mengalami penurunan kesadaran (+)O : KU : Koma

VS :

TD : 130/80 R : 20x/menit

N : 80 x/ menit S : 37,8

Mata : Ca -/- SI -/-

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)

A : Enselopati Hepatika

Aminofusin Hepar : Tutofusin 20 tpm

Diit Hepar

Inj. Cefotaxim 1 gr/ 8 jam

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp Allupurinol 1 x1 Inj. Vit K 1 amp/ 8jam Laxadin syr 3 x 1 cth Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Inj. Hepamers 1 amp/ 12 jam drip NS habis dalam 4 jam

RI 4-0-4Pl : GDS/ pagi

15/10/11GDS : 231S :

O : KU : Koma

VS :

TD : 130/90 R : 20x/menit

N : 92 x/ menit S : 37,3Mata : Ca -/- SI -/-Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)

A : Enselopati Hepatika

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Inj. Cefotaxim 1 gr/ 8 jam

Inj. Rantin 1 amp/12 jam

Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Inj. Heparin 1 amp/ 12 jam drip NS habis dalam 4 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 3 x 4 ui

Pl : GDS/ pagi

17/10/11GDS : 253S : (Alloanamnesis)Batuk (+)

Bicara sulit (+)

Sudah sadar (+)

Nyeri perut (+)

O : KU : lemah

VS :

TD : 120/80 R : 20x/menit

N : 112 x/ menit S : 38,5

Mata : Ca -/- SI -/-Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)A : Enselopati Hepatika Sirosis Hepatis

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Inj. Cefotaxim 1 gr/ 8 jam

Inj. Rantin 1 amp/12 jam

Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Inj. Hepamers 1 amp/ 12 jam drip NS habis dalam 4 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 3 x 6 ui

Inj. Caprol 2 x 1 amp dilarutkan dalam 100 cc Nacl habis dalam setengah jam

Sistenol 3 x 1

18/10/11GDS : 233S : (Alloanamnesis) Nyeri perut (+)

Batuk (+)

Buyer (+)

Semalam tidak bisa tidur (+)

Sedikit sudah dapat komunikasi dengan keluargaO : KU : Apatis, lemah VS :

TD : 120/80 R : 20x/menit

N : 92 x/ menit S : 37,5

Mata : Ca -/- SI -/-Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)A : Sirosis Hepatis

Enselopati Hepatika Dispepsia

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Diit Hepar

Inj. Meropenex 3 x 1 gr

Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 3 x 6 ui

Inj. Caprol 2 x 1 amp dilarutkan dalam 100 cc Nacl habis dalam setengah jam Sistenol 3 x 1

Kanamycin tab 3x 1

19/10/11GDS : 210

HB : 9.7

AL : 6.0

AE :2.96

AT : 142

HMT:28.3

EOS : 2BAS : 1

BAT : 1

SEG : 79

LYM:13

MONO: 5

S : (Alloanamnesis) Tidak bisa tidur (+)

Batuk (+)

Sudah BAB 2 x lembek hitam

Decubitus di telinga kiri dan punggung

merah dan sakit (+)

O : KU : Apatis, lemah VS :

TD : 120/80 R : 16x/menit

N : 88 x/ menit S : 36Mata : Ca -/- SI -/-Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+)

Odem kaki (+/+)A : Sirosis Hepatis

Enselopati HepatikaDispepsia

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Diit Hepar

Inj. Meropenex 3 x 1 gr

Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 8-6-6 Sistenol 3 x 1

Kanamycin tab 3x 1

Lasgan 1 x 1

20/10/11GDS : 141S : (Alloanamnesis) BAB masih kehitaman (+)

Batuk (-)

Decubitus di telinga kiri dan punggung

merah dan sakit (+)O : KU : Sedang, Sadar VS :

TD : 110/70 R : 20x/menit

N : 80 x/ menit S : 36,2Mata : Ca -/- SI +/+

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+) Odem kaki (+/+)A : Sirosis Hepatis

DM2NO

Enselopati Hepatika

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Diit Hepar

Inj. Cefotaxim 2 x 1 (H1)

Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 8-6-6

Sistenol 3 x 1

Kanamycin tab 3x 1

Lasgan 1 x 1

Mebo Cream

Hepamers 1 amp/ 24 jam habis dalam 4 jam dilarutkan dalam 100 cc Nacl

Strocain 2 x 1 (kp)

Dulcolax Sups

21/10/11GDS : 121S : Nyeri perut (+) mules (+)Decubitus di telinga kiri dan punggung

merah dan sakit (+)O : KU : Koma

VS :

TD : 110/70 R : 20x/menit

N : 92 x/ menit S : 37,5

Mata : Ca -/- SI +/+

Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+)

Odem kaki (+/+)A : Sirosis Hepatis

DM2NO

Enselopati Hepatika

Aminofusin Hepar : Tutofusin

Diit Hepar

Inj. Cefotaxim 2 x 1 (H2) Inj. Vit K 1 amp/ 8jam

Inj. Sohobion 1 amp/ 24 jam

Inj. Metoclorpamid 1 amp/ 8 jam

Allupurinol 1 x1

Laxadin syr 3 x 1 cth

RI 8-6-6

Sistenol 3 x 1

Kanamycin tab 3x 1

Lasgan 1 x 1

Mebo Cream

Hepamers 1 amp/ 24 jam habis dalam 4 jam dilarutkan dalam 100 cc Nacl

Strocain 2 x 1 (kp)

22/10/11GDS : 92HB : 10.4

AL : 5.2

AE : 3.24

AT : 171

HMT:31.1

EOS : 2

BAS : 1

BAT : 0

SEG : 70

LYM : 21

MONO : 6

PROTEIN TOTAL : 5.64

ALBUMIN : 1.69

GLOBULIN:

3.95

S : Pasien merasa sudah membaik Nyeri Perut (+)Pusing (+)Decubitus di telinga kiri dan punggung masih

merah dan sakit (+)O : KU : Sedang, CM VS :

TD : 1210/80 R : 24x/menit

N : 72 x/ menit S : 36,2Mata : Ca -/- SI -/-Leher : Lnn : ttb , JVP (-)

Thorax : Pulmo :Vesikular (+/+)

Cor : S1 & S2 Reguler

Abdomen : Supel (+) Peristaltik (+) NT (-)

Extreminitas : Akral hangat (+)

Odem kaki (+/+)A : Sirosis Hepatis DM2NO

Enselopati Hepatika Cefila 2 x 100 mg Vit K tab 3 x 1 Sohobion tab 1x1

Metoclorpamid 3 x 1 RI 8-6-6 Lasgan 1 x 1 Mebo Cream Laxadin syr 3 x 1 cth

Kalnex 2 x 1 amp

PULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKAENSEFALOPATIHEPATIK

I. DEFINISI

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian (Corwin., 2001). Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati (Stein 2001). Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al., 1995).II. KLASIFIKASI

Klasifikasi EH yang banyak dianut adalah : 1. Menurut cara terjadinya a. EH tipe akut : Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk jatuh dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan, hepatitis karena obat dan racun, sindroma reye atau dapat pula pada sirosis hati.b. EH tipe kronik :Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun. Suatu contoh klasik adalah EH yang terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.

2. Menurut faktor etiologinya a. EH primer / Endogen Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati yang difus nekrosis sel hati yang meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi, berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada siridis hepar disebabkan fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem kolateral, ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal / kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat. b. EH Sekunder / Eksogen Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah mempunyai kelainan hati. Faktor-faktor antara lain adalah:1. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah : o Dehidrasi / hipovolemia o Parasintesis abdomen o Diuresis berlebihan 2. Pendarahan gastrointestinal 3. Operasi besar 4. Infeksi berat 5. Intake protein berlebihan 6. Konstipasi lama yang berlarut-larut 7. Obat obat narkotik/ hipnotik 8. Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan 9. AzotemiaIII. PATOFISIOLOGI

Belum ada patagonesis yang diterima untuk menjelaskan proses terjadinya EH. Beberapa hipotesis yang paling sering dijadikan acuan penatalaksanaan EH adalah (1) Hipotesis ammonia, (2) Hipotesis neurotoksi sinergis, (3) Hipotesis neurotransmitter palsu, (4) Hipotesis GABA / benzodiazepine (Budihusodo., 2002).Sedangkan faktor-faktor yang sangat mungkin terlibat dalam terjadinya EH adalah :1. Pengaruh neurotoksin endogen yang tidak cukup didetoksifisikasikan oleh hati sirotik. 2. Fungsi astroglia yang abnormal disertai gangguan sekunder fungsi neuron. 3. Kelainan permeablitas sawar darah-otak. 4. Perubahan neurotransmiter intraserebral beserta reseptornya. Dalam arti yang sederhana, EH dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intosikiasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak di metabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bilda terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (pataologis atau akibat pembedahan) yang memungkinkan adanya darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati (Price et al., 1995).Metabolit yang bertanggung jawab atas timbulnya EH tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intosikasi otak oleh hasil pemecahan metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati atau karena pirau (Price et al., 1995).EH pada penyakit hati kronik biasanya dipercepat oleh keadaan seperti : perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, pemberian diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia dan pemberian morfin, sedatif, atau obat-obatan yang mengandung ammonia (Abou-assi., 2001).Hingga kini belum seluruhnya dapat dipahami patogenesis EH, namun pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penelitian terhadap penderita maupun dari binatang percobaan, telah mengungkapkan beberapa masalah penting tentang patogenesisnya. EH tidak disebabkan oleh salah satu faktor tunggal, melainkan oleh beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama (Blei., 1999).Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa E terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang langsung tanpa melalui hati, serta adanya kerusakan dan gangguan faal hati yang berat. Kedua keadaan ini menyebabkan bahan-bahan tosik yang berasal dari usus tidak mengalami metabolisme di hati, dan selanjutnya tertimbun di otak (blood brain barrier) pada penderita EH yang memudahkan masuknya bahan-bahan tosik tersebut ke dalam susunan saraf pusat.Ketika pasien sirosis hati telah mengalami hipertensi portal, terbuka kemungkinan untuk terjadinya pintasan portosistemik, yang dapat berakibat masuknya neurotoksin yang berasal dari saluran cerna (merkaptan, amonia, mangan, dll) ke dalam sirkulasi sistemik. Pintasan portosistemik dapat juga terjadi akibat tindakan bedah anastomosis portokaval atau TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic stent shunt) yang dilakukan untuk mengatasi hipertensi portal. Neurotoksin yang dapat menembus sawar darah otak akan berakumulasi di otak dan menimbulkan gangguan pada metabolisme otak. Permeabilitas sawar darah - otak memang mengalami perubahan pada pasien sirosis hati dekompensasi, sehingga lebih mudah ditembus oleh metabolit seperti neurotoksin (Budihusodo., 2001).Terdapat 5 proses yang terjadi di otak yang dianggap sebagai mekanisme terjadinya EH/koma hepatik, yaitu : 1. Peningkatan permeabilitas sawar otak (BBB). 2. Gangguan keseimbangan neurotransmitter 3. Perubahan (energi) metabolisme otak. 4. Gangguan fungsi membran neuron. 5. Peningkatan endogenous BenzodiazepinDiduga toksin serebral berperan melalui satu atau lebih daripada mekanisme ini. Patogenesis di atas merupakan konsep yang uniform, namun antara koma pada PSE dan FHF terdapat beberapa perbedaan-perbedaan. Misalnya pada PSE, toksin serebral tertimbun secara perlahan-lahan, apabila disertai faktor pencetus terjadinya koma. Sebaliknya pada EH/koma akibat FHF, karena proses begitu akut, maka faktor yang berperan adalah masuknya bahan toksis ke dalam otak secara tiba-tiba, menghilangnya bahan pelindung, perubahan permeablitas dan integrasi selular pembuluh darah otak serta edema serebral. Beberapa bahan toksik yang diduga berperan : 1. Ammonia Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan lambung. Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui pengaruh langsung terhadap membran neuron, Mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi siklus kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel. Peneliti lain mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring dengan beratnya kelainan rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran ammonia pada EH tidak berdiri sendiri. Tetapi bersama-sama zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga kenaikan kadar ammonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme otak yang terganggu (Blake A., 2003).2. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus mengalami metaolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di otak, dan bersama-sama ammonia menyebabkan timbulnya koma (Blake A., 2003).3. Gangguan keseimbangan asam amino Asam Amino Aromatik ( AAA) meningkat pada EH karena kegagalan deaminasi di hati dan penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC) akibat katabolisme protein di otot dan ginjal yang terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik (Blake A., 2003)AAA ini bersaing dengan AARC untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah pada EH. Termasuk AAA adalah metionin, fenilalanin, tirosin, sedangkan yang termasuk AARC adalah valin, leusin, dan isoleusin (Blake A., 2003)4. Asam lemak rantai pendek Pada EH terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti asam butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral penyebab EH. Bahan-bahan ini bekerja dengan cara menekan sistem retikuler otak, menghemat detoksifikasi ammonia (Gitlin., 1996).5. Neurotramsmitter palsuNeurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA), oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. Neurotransmitter palsu merupakan inhibitor kompepetif dari true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine) pada sinaps di ujung saraf, yang kadarnya menurun pada penderita PSE maupun FHF (Gitlin., 1996).Penelitian menunjukkan bahwa GABA bekerja secara sinergis dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks, menempati reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ. Pengikatan reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga menekan fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan koordinasi motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut untuk keperluan (Gitlin., 1996).6. Glukagon Peningkatan AAA pada EH/ koma hepatik mempunyai hubungan erat dengan tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan beban nitrogen. Karena hormon ini melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada penyakit hati terutama bila terdapat sirkulasi kolateral (Blake A., 2003).7. Perubahan sawar darah otak Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel terhadap berbagai macam substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial seperti neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum khususnya FHF ditemukan kerusakan kapiler, rusaknya hubungan endotel, terjadi edema serebri sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan dari otak akan masuk dengan mudah seperi fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam amino lainnnya meningkat di dalam otak (Gitlin., 1996).IV. GAMBARAN KLINIS

Spektrum klinis EH sangat luas yang sama sekali asimtomatik hingga koma hepatik. Simpton yang acap kali dijumpai pada EH klinis antara lain perubahan personalitas, iritabilitas, apati, disfasia, dan rasa mengantuk disertai tanda klinis seperti asteriksis, iritabilitas, gelisah, dan kehilangan kesadaran (koma). Manifestasi klinis EH biasanya didahului oleh dekompensasi hati dan adanya faktor pencetus yang berupa keadaan amoniaagenik seperti makan protein berlebih, perdarahan gastrointestinal atau program obat sedatif. Manifestasi EH adalah gabungan dari ganguan mental dan neurologik. Gambaran klinik EH sangat bervariasi, tergantung progresivitas penyakit ini, penyebab, dan ada tidaknya berdasarkan status mental, adanya asteriksis,serta kelainan EEG, manifestasi neuropsikiatri pada EH dapat dibagi atas stadium (Tabel.1). Di luar itu terdapat sekelompok pasien yang asimtomatik, tetapi menunjukkan adanya kelainan pada pemeriksaan EEG dan / atau psikometrik. Contoh uji piskometrik yang populer ialah NCT (Number Conection Test). Kelompok inilah yang digolongkan sebagai ensefalopatia hepatik subklinis atau laten (EHS). Para peneliti mendapatkan bahwa proporsi EHS jauh lebih besar daripada EH klinis (akut maupun kronik), yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus sirosis hati dengan hipertensi portal (Budihusodo., 2001).

V. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat penyakit pemeriksaan fisik dan laboratorium (Gitlin., 1996).1. Anamnesis Riwayat penyakit hati Riwayat kemungkinan adanya faktor-faktor pencetus. Adakah kelainan neuropsikiatri : perubahan tingkah laku, kepribadian, kecerdasan, kemampuan bicara dan sebagainya. 2. Pemeriksaan fisik Tentukan tingkat kesadaran / tingkat ensefalopati. Stigmata penyakit hati (tanda-tanda kegagalan faal hati dan hipertensi portal). Adanya kelainan neuroogik : inkoordinasi tremor, refleks patologi, kekakuan. Kejang, disatria. Gejala infeksi berat / septicemia. Tanda-tanda dehidrasi. Ada pendarahan gastrointestinal.3. Pemeriksaan laboratorium a. Hematologi Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis lekosit. Jika diperlukan : faal pembekuan darah.b. Biokimia darah Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein, kolestrol, fosfatase alkali. Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BNU), kreatinin serum. Kadar amonia darah. Atas indikasi : HbsAg, anti-HCV,AFP, elektrolit, analisis gas darah. c. Urin dan tinja rutin 4. Pemeriksaan lain (tidak rutin) (Stein., 2001).a. EEG (Elektroensefaloram) dengan potensial picu visual (visual evoked potential) merupakan suatu metode yang baru untuk menilai perubahan dini yang halus dalam status kejiwaan pada sirosis.b. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada pecandu alkohol).c. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.VI. PENATALAKSANAAN1. EH tipe akut Pengelolaan baik tipe/endogen maupun tipe sekunder/eksogen, pada prinsipnya sama yaitu terdiri dari tindakan umum dan khusus. Bagi tipe sekunder/eksogen diperlukan pengelolaan faktor pencetusnya (Gitlin., 1996).a. Tindakan umum1. Penderita stadium III-IV perlu perawatan suportif nyang intensif : perhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter forley. 2. Pemantauan kesadaran, keadaan neuropsikiatri, system kardiopulmunal dan ginjal keseimbangan cairan, elektrolit serta asam dan basa. 3. Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas protein gram/hari (peroral, melalui pipa nasogastrik atau parental).

b. Tindakan khusus 1. Mengurangi pemasukan protein (Gitlin., 1996) > Diet tanpa protein untuk stadium III-IV > Diet rendah protein (nabati) (20gram/hari) untuk stadium I-II. Segera setelah fase akut terlewati, intake protein mulai ditingkatkan dari beban protein kemudian ditambahkan 10 gram secara bertahap sampai kebutuhan maintanance (40-60 gram/ hari). 2. Mengurangi populasi bakteri kolon (urea splitting organism). > Laktulosa peroral untuk stadium I-II atau pipa nasogastrik untuk stadium III-IV, 30-50 cc tiap jam, diberikan secukupnya sampai terjadi diare ringan. > Lacticol (Beta Galactoside Sorbitol), dosis : 0,3-0,5 gram/hari.> Pengosongan usus dengan lavement 1-2x/hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomisin 1% sehingga didapat pH = 4)> Antibiotika : neomisisn 4x1-2gram/hari, peroral, untuk stadium I-II, atau? melalui pipa nasogastrik untuk stadium III-IV. > Rifaximin (derifat Rimycin), dosis : 1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.3. Obat-obatan lain Penderita koma hepatikum perlu mendapatkan nutrisi parenteral. Sebagai langkah pertama dapat diberikan cairan dektrose 10% atau maltose 10%, karena kebutuhan karbohidrat harus terpenuhi lebih dahulu. Langkah selanjutnya dapat diberikan cairan yang mengandung AARC (Comafusin hepar) atau campuran sedikit AAA dalam AARC (Aminoleban) : 1000 cc/hari. Tujuan pemberian AARC adalah untuk mencegah masuknya AAA ke dalam sawar otak, menurunkan katabolisme protein, dan mengurangi konsentrasi ammonia darah. Cairan ini banyak dibicarakan akhir-akhir ini.L-dopa : 0,5 gram peroral untuk stadium I-II atau melalui pipa nesogastrik untuk stadium III-IV tiap 4 jam.Hindari pemakaian sedatva atau hipnotika, kecuali bila penderita sangat gelisah dapat diberikan diimenhidrimat (Dramamine) 50 mg i.m: bila perlu diulangi tiap 6-8 jam. Pilihan obat lain : fenobarbital, yang ekskresinya sebagian besar melalui ginjal. Vit K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa? nasogastrik. Obat-obatan dalam taraf eksperimental : o Bromokriptin (dopamine reseptor antagonis) dalam dosis 15 mg/hari dapat memberi perbaikan klinis, psikometrik dan EEG. o Antagonis benzodiaepin reseptor (Flumazenil), memberi hasil memuaskan, terutama untuk stadium I-II.4. Pengobatan radikal Exchange tranfusio, plasmaferesis, dialysis, charcoal hemoperfusion, transpalantasi hati (Gitlin., 1996).c. Pengobatan radikal 1. Koreksi gangguan keseimbangan cairan, elekrtrolit, asam basa. 2. Penggulangan perdarahan saluran cerna 3. Atasi infeksi dengan antibiotika yang tepat dalam dosis adekuat. 4. Hentikan obat-obatan pencetus EH; obat-obatan hepatotoksik, diuretika atau yang menimbulkan konstipasi.

2. EH tipe Kronik Prinsip-prinsip pengobatan EH tipe kronik (Blei., 1999).a. Diet rendah protein, maksimal 1 gram / kg BB terutama protein nabati. b. Hindari konstipasi, dengan memberikan laktulosa dalam dosis secukupnya (2-3 x 10 cc/hari). c. Bila gejala ensefalopati meningkat, ditambah neomisin 4x1 gram / hari. d. Bila timbul aksaserbasiakut, sama seperti EH tipe akut. e. Perlu pemantauan jangka panjang untuk penilaian keadaan mental dan neuromuskulernya. f. Pembedahan elektif : colony by pasis, transplantasi hati, khususnya untuk EH kronik stadium III-IV.VII. PROGNOSISPerbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan pengeloaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita EH tergantung dari : a. Penyakit hati yang mendasarinya. b. Faktor-faktor pencetus c. Usia, keadaan gizi. d. Derajat kerusakan parenkim hati. e. Kemampuan regenerasi hati.DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung

2. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell

3. Nurdjanah S. Koma Hepatik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV jilid II, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI., 2006 hal 445-8

4. Kusumobroto O Hernomo, Koma Hepatik, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi I, Jakarta, Jayabadi, 2007

5. Hayes, P.C., Mackay, T.W, 1997,Buku Saku Diagnosis dan Terapi, 393, EGC, Jakarta.

6. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Enselofati Hepatik dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 Volume 1, EGC., Hal 499-501.

24