Upload
bayu-mustaqim-wicaksono
View
216
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Aplikasi rainwater harvesting pada bangunan komersial (gudang).
Citation preview
Proyek Hujan
Anda pasti bertanya-tanya apa itu proyek hujan. Proyek ini merupakan sebuah inisiatif
pengaplikasian metode rainwater harvesting system sistem pemanenan air hujan pada
bangunan dengan tingkat konsumsi air yang tinggi. Pasalnya, selama ini pemanenan air hujan
masih berfokus pada skala rumah tangga atau lingkungan. Masih sulit ditemukan bangunan
komersial yang memproduksi sendiri airnya melalui pemanenan air hujan.
Kini, sudah saatnya para pengusaha terlibat lebih jauh dalam gerakan go green ini, bukan
malah menyedot air tanah secara besar-besaran. Penggunaan sistem pemanenan air hujan
merupakan kontribusi pengusaha untuk menjadikan usahanya lebih ramah lingkungan.
Apalagi, isu mengenai air kian sensitif sekarang ini.
Selain itu, pengusaha juga akan diuntungkan secara ekonomi karena terjadi efisiensi biaya
pengadaan air. Harga air yang semakin hari semakin mahal tentu menjadi momok. PDAM
Kota Surabaya contohnya, mematok harga air pada bangunan komersial antara 4.000 rupiah
hingga 10.000 rupiah per meter kubik air, tergantung jumlah pemakaian dan tipe usaha.
Harga air dari penyedia air non-PDAM bahkan mencapai Rp24.000/m3.
Proyek hujan rencananya akan dimulai oleh salah satu perusahaan logistik di gudangnya di
Surabaya. Menurut rencana, hasil pemanenan air hujan ini akan memenuhi kebutuhan air
bersih untuk 100 pekerjanya setiap hari.
Pada tahap awal, harus dihitung jumlah air yang dibutuhkan oleh seluruh pekerja. Hingga
kini, belum ada acuan baku mengenai kebutuhan air per orang per hari. Namun, berdasarkan
pengamatan lapangan dan dukungan pustaka (SNI 03-7065-2005), diambil nilai kebutuhan
air sebanyak 50 m3/orang/hari. Artinya, dalam 30 hari, gudang harus mendapatkan suplai air
sebanyak 150.000 liter dan selama setahun (313 hari, Minggu libur dan belum termasuk libur
nasional dan cuti bersama) dibutuhkan 1.565.000 liter.
Jika kebutuhan air itu dipenuhi melalui air PDAM, maka perusahaan harus bersiap
menyediakan 14.867.500 rupiah hanya untuk kebutuhan air bersih saja. Jika tidak ada
jaringan air PDAM, biaya yang dikeluarkan lebih membengkak, 37.560.000 rupiah. Belum
lagi bila dihitung dalam jangka panjang, berapa banyak uang yang akan dihemat jika
pengusaha tidak menggunakan air dari pihak lain.
Selanjutnya, harus diketahui berapa jumlah air hujan yang dapat dimanfaatkan. Data ini
dihasilkan dari perkalian nilai curah hujan dengan luas atap. Karena tidak semua air hujan
yang jatuh ke atap dapat dimanfaatkan, kalikan dengan koefisien antara 0,70,95,
disesuaikan dengan sejauh mana kemampuan atap untuk menangkap hujan.
Nilai curah hujan yang dipakai adalah nilai normal curah hujan (nilai rata-rata curah hujan
selama 30 tahun). Data ini dapat diminta di stasiun meteorologi atau stasiun klimatologi
terdekat, atau dari publikasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Selanjutnya, hasil perhitungan volume air yang dibutuhkan dan volume air hujan
disandingkan. Dari situ dapat diketahui berapa kebutuhan tandon / tempat penampungan air
yang harus dibangun. Volume air yang dapat ditampung di tandon adalah sama dengan
jumlah kekurangan air pada musim kemarau (jika kemaraunya menerus) atau jumlah
kekurangan air terbesar antara musim hujan dan kemarau (jika musim kemarau diselingi
hujan).
Air hujan yang tidak tertampung di tandon, dapat disalurkan ke sumur resapan air dan
menjadi sumber air tanah. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua lahan cocok untuk
pembuatan sumur resapan. Sedikitnya ada tiga faktor yang harus diperhatikan: koefisien
permeabilitas tanah, tinggi muka air tanah, dan jarak antara sumur resapan dengan septic
tank, resapan limbah, dan sumur air bersih.
Pada masa mendatang, seyogianya semakin banyak pengusaha dan perusahaan yang
memunculkan inisiatif ramah lingkungan lainnya atau meniru contoh-contoh yang telah ada.
Bumi kita adalah tanggung jawab bersama.