40
Perkembangan Industri Galangan Kapal di Indonesia Dari Zaman Kerajaan hingga Era Reformasi HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA FROM THE ERA OF THE KINGDOM TO THE ERA OF THE REFORM

PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

25

DIREKTORI

IP E R I N D O

www.kemenangan.co.id | [email protected]

(021) 4207083, 4241371

We supply various types of boat fenders like Tug Boat Fender, V Fender,Cylindrical Fender, D Fender, Pneumatic Fender, Airbag,

Inflatable Buoy & Fender

PT KEMENANGANSince 1954

Perkembangan Industri Galangan Kapal di Indonesia

Dari Zaman Kerajaan hinggaEra Reformasi

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIAFROM THE ERA OF THE KINGDOM TO THE ERA OF THE REFORM

Page 2: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

26DIREKTORI

IP E R I N D O

Page 3: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

27

DIREKTORI

IP E R I N D O

Periode Kerajaan

Pada masa kerajaan, Indonesia telah di kenal memiliki armada-armada laut yang handal dan digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat mau-pun pemerintahan seperti kegiatan perdagangan, hubungan antarbangsa, militer dalam rangka pertahanan dan keamanan negara, maupun perikanan.

The Kingdoms Period

From the times of the kingdoms, Indonesia has been known for its leading naval fleets used for several social activities as well as government activities such as trading, international relations, military for defense and security of the nation, and fishing.

Sumber: www.hurahura.wordpress.com

Perkembangan Industri Galangan Kapal di Indonesia

Dari Zaman Kerajaan hinggaEra Reformasi

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIAFROM THE ERA OF THE KINGDOM TO THE ERA OF THE REFORM

Page 4: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

28DIREKTORI

IP E R I N D O

Kerajaan Samudera Pasai, Majapahit, Sriwijaya, Bone, Ternate telah memanfaatkan kapal sebagai alat transportasi. Pada masa Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7 Masehi, armada laut Indonesia telah berkembang dan mampu melayari lautan di berbagai belahan dunia seperti Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Selatan, Samudera Hindia dan Samudera Fasifik.

Kapal yang digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya maupun masyarakat pada masa itu adalah kapal-kapal berbahan baku kayu. Kapal yang dibangun rata-rata berkapasitas antara 200 hingga 300 gross tonnage (GT). Dalam operasionalnya, kapal tradisional tersebut digerakkan oleh layar.

Hingga kini, kapal-kapal tradisional ini masih dapat dijumpai di berbagai tempat di Indonesia seperti Kapal Patorani di Sulawesi Selatan, Kapal Jakung di Bali, Kapal Kora di Maluku, Kapal Gilekan Lete di Madura Jawa Timur, Kapal Sandeq di Sulawesi Barat, Kapal Pencalang di Provinsi Riau dan Kapal Pinisi di Sulawesi Selatan.

Periode Belanda

Indonesia dibawah pemerintahan Hindia Belanda tidak serta merta mengalami perubahan yang sangat berarti dalam hal sejarah dan perkembangan industri galangan kapal modern sebagai-mana yang telah berkembang di Eropa. Meskipun demikian, melalui Pe-merintahan Hindia Belanda, masya rakat Indonesia bisa mulai mengenal industri galangan modern.

The kingdom of Samudera Pasai, Majapahit, Sriwijaya, Bone, Ternate used ships as a means of transportation. At the time of the Sriwijaya Empire of the 7th century the Indonesian naval fleet has developed and sailed oceans in several parts of the world such as Southeast Asia, East Asia, South Asia, Indian Ocean and Pacific Ocean.

Ships used by the Sriwijaya Empire and the people use at that time were the ships had capacity of average 200 to 300 gross ton (GT). Operationally, traditional ships were moved by sails.

Till today, traditional ships can still be found in several parts of Indonesia such as Patorani in South Sulawesi, Jakung in Bali, Kora in Maluku, Gilekan Lete in Madura East Java, Sandeq in West Sulawesi, Pencalang in the Riau Province and Pinisi in South Sulawesi.

Dutch Period

Indonesia under the East India government did not just change significantly in history and developed modern shipyard industry as it was developing in Europe. Nevertheless, through the East India government, Indonesia’s society began to know modern shipyards. .

Bab01

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 5: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

29

DIREKTORI

IP E R I N D O

Pemerintah Hindia Belanda pertama kali membangun fasilitas galangan kapal di Indonesia pada abad ke-17 Masehi yang berlokasi di Pulau Seribu. Secara wilayah, Hindia Belanda memilih Pulau Seribu karena lokasinya yang dekat dengan Batavia tempat dimana Hindia Belanda mengendalikan  perdagangan, kekuasaan  militer  dan politiknya  untuk menguasai wilayah nusantara.

Fasilitas galangan kapal di Pulau Seribu tersebut, dimanfaatkan oleh Hindia Belanda untuk memperbaiki dan me-rawat kapal-kapal tradisional yang digunakan oleh Hindia Belanda untuk

The East India government first built shipyard facilities in Indonesia in the 17th century located in Pulau Seribu (Thousand Islands). Territorially East India chose Pulau Seribu because its location is near Batavia where Dutch East India control trade, military power and politics to dominate the nusantara region.

The shipyard facility on Seribu Island (Kep. Seribu) was used by the Dutch East Indies to repair and maintain traditional vessels used by the Dutch East Indies to

Batavia in 1649 by Adam Willaerts

Bab01

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 6: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

30DIREKTORI

IP E R I N D O

menguasai Indonesia, sedangkan kapal-kapalnya tetap dibangun di Eropa, khususnya di Belanda sendiri.

Pada abad ke-19, di Eropa telah berkembang kapal-kapal modern dengan bahan baku baja dengan penggerak utama adalah mesin (enggine) dan propeller. Pada abad ke-19 itu juga, Indonesia mulai mengenal industri galangan kapal modern saat sebagian besar negara-negara di Asia jatuh dan dikuasai bangsa-bangsa Eropa.

Sejarah Galangan

Galangan pertama yang diresmikan Hindia Belanda adalah Marine Establishment 1849 yang berpusat di Surabaya, yang saat ini telah berganti nama menjadi PT. PAL (Persero). Galangan ini dibangun Hindia Belanda dengan ide awalnya adalah untuk mendirikan sarana perawatan kapal perang milik Hindia Belanda. Pada masa Jepang, namanya berganti dengan Kaigun SE 20-24 BUTAI dengan fungsi yang sama.

Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan Indonesia, namanya berganti menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL), dan sekarang dikenal sebagai PT PAL Indonesia (Persero). Pada abad 19 tersebut, Hindia Belanda membangun sejumlah fasilitas galangan kapal lainnya di Indonesia. Galangan kapal modern tersebut adalah Dok dan Perkapalan Tanjung Priok yang dibangun pada tahun 1891, sekarang telah dimerjer bersama beberapa perusahaan galangan kapal lainnya, seperti PT Pelita Bahari

control Indonesia, while the ships were still built in Europe, especially in the Netherlands itself.

In the 19th century Europe began to develop modern ships of steel with propelled engines. In this century Indonesia started to learn about modern shipyards when most part of Asia fell under the domination European nations.

History of Dockyards

The first dockyard inaugurated by the East India government was the Marine Establishmenr 1849 located in Surabaya, which now has changed its name to PT PAL. The initial idea to build this dockyard was to service warships owned by the government. During the Japanese Occupation the name chaged to Kaigun SE 20-24 BUTAI with the same purpose.

In 1949, after the transfer of sovereignty to Indonesian government its name became Penataran Angkatan Laut (PAL), and now it is officially known as PT PAL Indonesia (Persero). During the 19th century, East India built a number of other dockyards in Indonesia. This modern dockyard was named Dok dan Perkapalan Tanjung Priok built in 1891 and have been merged with other shipyards such as PT Pelita Bahari

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 7: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

31

DIREKTORI

IP E R I N D O

(Persero), PT Dok Kodja (Persero), PT IPPA Gaya Baru (Persero), yang kemudian menjadi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero). Setelah Dok dan Perkapalan Tanjung Priok, pada masa Hindia Belanda juga berdiri sejumlah perusahaan galangan kapal modern yakni berturut-turut Dok dan Perkapalan Surabaya, Jawa Timur (1910), Pakin Shipyard di Jakarta (1924), IPPA Shipyard di Cirebon, Jawa Barat (1926), Alir Manjaya Shipyard, Palembang (1930).

Pada masa itu, Hindia Belanda mem-bangun fasilitas galangan kapal modern hanya untuk memperbaiki kapal-kapal berbahan baku baja, sedangkan pembangunan kapalnya tetap dilaksana-kan di negara mereka Eropa. Meskipun demikian, proses interaksi penggunaan teknologi modern dalam kegiatan pembangunan dan perawatan kapal modern mulai masuk dan dikenal di Indonesia.

Namun, perusahaan galangan kapal di Indonesia akhirnya tercatat

(Persero), PT Dok Kodja (Persero), PT IPPA Gaya Baru (Persero), named PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero).

After Dok dan Perkapalan Tanjung Priok, during the time of the East India, other shipyards were also built such as Dok dan Perkapalan Surabaya, East Java (1910), Pakin Shipyard in Jakarta (1924), IPPA Shipyard in Cirebon, West Java (1926), Alir Manjaya Shipyard, Palembang (1930).

In those days, East India built modern dockyards to repair steel ships while construction of these ships were still done in Europe. However, the interaction process of modern technology in the building and maintenance of modern ships started to come in and was known in Indonesia.

However, Indonesian dockyard companies was finally recorded as

lancercell.wordpress.com/sejarah-panjang-pt-palPelabuhan di Surabaya 1946-1950. (Arsip Nasional Belanda)

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 8: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

32DIREKTORI

IP E R I N D O

pernah memproduksi kapal modern dengan bahan baku baja. Galangan pembangunnya adalah PT Pakin Shipyard Jakarta. Kapal yang dibangun adalah jenis tongkang yang dalam operasionalnya ditarik dengan kapal tunda. Meski belum di ketahui tahun pembangunannya, akan tetapi kapal tersebut telah diguna-kan untuk memenuhi kebutuhan transshipment atas muatan kapal-kapal Hindia Belanda yang tidak bisa merapat ke dermaga/pelabuhan akibat kondisi alur pelayaran yang dangkal dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai.

Hingga akhirnya Belanda kalah perang dan kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia beralih ke Jepang, masyarakat Indonesia belum mengenal galangan kapal modern seperti yang telah berkembang di Eropa. Kegiatan pem-bangunan kapal baru maupun reparasi kapal masih menggunakan sumber daya manusia (SDM) inti dari Belanda, hanya pekerja-pekerja kasarnya saja yang berasal dari pribumi Indonesia.

Periode Jepang

Periode Jepang menjajah Indonesia (1942-1945) merupakan periode Perang Dunia II. Meski menguasai Indonesia, Jepang tidak merta memusnahkan galangan modern yang dibangun selama Indonesia berada pada kekuasaan Hindia Belanda. Jepang justru memanfaatkan galangan kapal modern tersebut untuk perawatan dan perbaikan kapal-kapal berbahan baku baja hasil rampasan dari Hindia Belanda.

producers of steel modern ships. The producer was PT Pakin Shipyards Jakarta. The type of ship produced was of the barge type which was operationally pulled by a tugboat. Although it is not known when it was built but the ship had been used to fulfil the need for transshipment of cargo from East India ships which could not dock on account of the shallow waters and inadequate harbor facilities.

Until the Dutch lost the war and power in East India was transferred to Japan, Indonesian society still had not known modern shipyards as in Europe. Development activities of building new ships and repairs were still using main manpower from Holland. Only rough labor was from Indonesia.

Japanese Period

The period that Japan colonized Indonesia (1942-1945) was the period of World War II. Although Japan controlled Indonesia the country did not just demolish modern shipyards built by East India. In fact Japan made use of the modern shipyards to maintenance and repair steel ships plundered from East India.

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 9: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

33

DIREKTORI

IP E R I N D O

Meskipun jumlah industri kapal modern tidak bertambah, akan tetapi selama Indonesia berada dalam penguasaan Jepang, sejarah dan perkembangan industri galangan kapal justru semakin membaik. Sejalan dengan ambisi Jepang untuk memperkuat kekuatan militer mereka, Jepang juga ingin memperkuat armada kapal mereka dengan me-manfaatkan bahan baku yang ada di Indonesia, terutama Pulau Jawa.

Sejarah mencatat, pada masa Indonesia dikuasai Jepang, berdiri Sekolah Teknik Perkapalan, setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) pertama di Indonesia pada tahun 1942 di Semarang, Jawa Tengah. Pada periode ini, masyarakat Indonesia mulai mengenal teknik membangun kapal yang diajarkan melalui lembaga pendidikan formal di sekolah tersebut.

Although the modern ship industry did not grow but as long as the Japanese colonized Indonesia the history and development of shipyards became better. In line with the Japanese ambition to strengthen their military power, Japan also wanted to strengthen her armada by using raw materials available in Indonesia particularly in Java.

History recorded that during the Japanese period Shipping Technical School, the same level as Junior High School in Indonesia was set up in 1942 in Semarang, Central Java. In this period Indonesia started to the technique of building ships taught through formal education in this school.

Pusat kota Semarang tahun 1930-an. Sumber foto: tirto.id

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 10: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

34DIREKTORI

IP E R I N D O

Lulusan Sekolah Teknik Perkapalan dipekerjakan untuk membangun ratusan kapal penunjang logistik perang Jepang berbahan baku kayu yang industrinya dipusatkan di tiga daerah di Jawa Tengah yakni Lasem, Jepara dan Tegal. Kapal-kapal yang dibangun lulusan sekolah tersebut berkapasitas 300-400 dead weight tonnage (DWT).

Setelah mendirikan Sekolah Teknik Perkapalan, Jepang kemudian mendiri-kan Sekolah Pelayaran setingat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) di sejumlah daerah di Indonesia seperti di Semarang, Cilacap, Tegal dan Jakarta. Lulusan dari sekolah pelayaran tersebut dipekerjakan untuk mengoperasikan kapal-kapal penunjang logistik perang milik Jepang yang dibangun oleh para lulusan dari Sekolah Teknik Perkapalan.

Hasilnya, kapal-kapal buatan putera-puteri Indonesia itu, mampu bekerja dengan baik untuk memasok kebutuhan logistik perang tentara Jepang di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara dan Jepang. Kapal-kapal tersebut tetap beroperasi hingga akhirnya Jepang kalah dan Indonesia menyatakan merdeka. Akan tetapi, sekolah yang didirikan selama Jepang berkuasa masih berdiri hingga Indonesia memasuki periode kemerdekaan.

Periode Setelah Merdeka

Setelah Indonesia merdeka, industri galangan tidak langsung dapat ber-kembang. Baru pada tahun 1950-an, industri galangan kapal di Indonesia mulai menggeliat. Bahkan untuk pertama

Graduates of this Shipping Technical School were employed to build hundreds to support Japanese logistical ships for the war using wood centered in three Central Java areas namely Lasem, Jepara and Tegal. The ships built by these graduates had a capacity from 300 to 400 dead weight tons (DWT).

After setting up The Shipping Technical School Japan set up others the level of Senior High School in several areas such as in Semarang, Cilacap, Tegal and Jakarta. Graduates of these schools were employed to operate war logistic support ships built by the Shipping Technical School.

The result, ships built by Indonesian hands worked well to supply the logistical war needs of the Japanese military in East Asia, Southeast Asia and Japan. These ships continued operating until Japan lost and Indonesia declared independence. Bur schools set up during the Japanese period still exist till Indonesia entered independence period.

After Independence Period

After Indonesia declared independence the shipyard industry did not immediately develop. Only in the 1950s the shipyard in Indonesia began to move. For the first

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 11: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

35

DIREKTORI

IP E R I N D O

kalinya, beroperasi perusahaan galangan modern yang mampu memproduksi kapal berbahan baku baja.

Galangan tersebut adalah Carya Shipyard (1951), Djanra Shipyard (1951), Tirta Jaya Shipyard (1951) dan Menara Shipyard (1951). Keempat galangan tersebut beroperasi setelah mengakuisisi galang-an kapal milik Belanda. Galangan ter-sebut sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia, menggunakan tenaga ahli Indonesia dan mampu memproduksi kapal berbahan baku baja dengan kapasitas sampai dengan 500 dead weight tonnage (DWT).

Pada periode tahun 1960-an, melalui Undang-Undang No.86 tahun 1958, Pemerintah melaksanakan nasionalisasi sejumlah perusahaan milik Belanda, termasuk perusahaan galangan kapal. Galangan kapal yang dinasionalisasi dan kemudian menjadi perusahaan galangan kapal milik negara adalah Dok Tanjung Priok, Pakin Shipyard, IPPA Shipyard, Dok Surabaya dan Air Menjaya Shipyard.

time modern shipyards were capable of producing steel ships.

These shipyards were Carya Shipyard (1951), Djanra Shipyard (1951), Tirta Jaya Shipyard (1951) and Menara Shipyard (1951). These four shipyards operated after taking over Dutch shipyards. These companies were fully-owned by Indonesian citizens, using Indonesian skilled workers and capable of producing steel ships with a capacity of 500 dead weight ton (DWT).

In the 1960s through Law No.86 Year 1958, the government nationalized a number of Dutch companies including shipyards. Nationalized shipyards which later became state-owned shipyards were Dok Tanjung Priok, Pakin Shipyard, IPPA Shipyard, Dok Surabaya dan Air Menjaya Shipyard.

sejarah-negara.com

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 12: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

36DIREKTORI

IP E R I N D O

Sejalan kian besarnya kebutuhan angkutan laut dalam negeri, sejumlah galangan swasta dan Pemerintah mulai berdiri. PT Kapin Shipyard adalah galangan swasta pertama yang berdiri pada tahun 1963 yang kemudian disusul PT Adiguna Shipyard (1968), PT Daya Radar Utama (1972), Intan Sekunyit Shipyard (1974), PT Jasa Marina Indah (1977) dan PT Dumas Shipyard (1978), PT Mariana Bahagia (1980). Sedangkan perusahaan galangan milik negara yang didirikan adalah PT Kodja Shipyard (1964), PT Waiame Shipyard (1965), PT Pelita Bahari Shipyard (1974) dan PT Industri Kapal Indonesia (1977).

Berkembangnya industri galangan kapal turut mendorong industri penunjangnya untuk berkembang guna mendukung industri galangan. Pada tahun 1964, Pemerintah mendirikan PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) yang disusul dengan berdirinya perusahaan industri baja yakni PT Krakatau Steel (Persero) pada tahun 1970 dan lembaga pembiayaan kemaritiman yakni PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) pada tahun 1974.

With the growth of needs for domestic sea transportation private shipyards and government ones began to be built. PT Kapin Shipyard was the first private shipyard set up in 1963 followed by PT Adiguna Shipyard (1968), PT Daya Radar Utama (1972), Intan Sekunyit Shipyard (1974), PT Jasa Marina Indah (1977) dan PT Dumas Shipyard (1978), PT Mariana Bahagia (1980). While state-owned shipyards were PT Kodja Shipyard (1964), PT Waiame Shipyard (1965), PT Pelita Bahari Shipyard (1974) and PT Industri Kapal Indonesia (1977).

The development of the shipyard industry also pushed the supporting industry to develop in support of the shipyard idustry. In 1964 the government established PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) followed by PT Krakatau Steel (Persero) in 1970 and maritime financing institution PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) in 1974.

dumas.co.id

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 13: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

37

DIREKTORI

IP E R I N D O

Pada tahun 1974, NV Menara Trading, Tegal, sekarang menjadi PT Sanur Marindo Shipyard, berhasil memproduksi kapal berbahan baku baja dengan kapasitas 1.000 DWT yang merupakan kapal pertama dan terbesar yang pernah dibangun oleh galangan kapal nasional pada masa itu. NV Menara Trading juga tercatat sebagai galangan pertama di Indonesia yang mengekspor kapal produksi nasional setelah era kemerdekaan. Ekspor tersebut di-laku kan ke Jepang setelah perseroan tersebut menerima order tiga unit kapal penangkap ikan dari Jepang masing-masing berkapasitas 180 GT.

Sejak saat ini, industri galangan di Indonesia kian tumbuh dan dipercaya pasar dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan perkembangan industri kapal tetap menggeliat pada saat Pemerintah membuat kebijakan scrapping pada 1984 yang mengakibatkan perkembangan industri pelayaran menurun.

Pada tahun 1978, Presiden Suharto memerintahkan BJ Habibie dan Soedomo untuk mempersiapkan PAL menjadi industri pembangunan kapal baru. Tahun 1979 PAL (Penataran Angkatan Laut) menjadi Perum PAL dan tahun 1980 menjadi persero PT Pabrik Kapal Indonesia atau disingkat menjadi PT PAL Indonesia (Persero). Pada tahun 1981, PT PAL Indonesia (Persero) mulai memodernisasi PAL dengan cara merekrut karyawan dan dikirim ke Jerman untuk membangun kapal NAVY. PT PAL pertama kali

In 1974, NV Menara Trading, Tegal, now known as PT Sanur Marindo Shipyard, succeeded in producing steel ship with a capacity of 1.000 DWT which was the first and the biggest ever built by a national shipyard at that time. NV Menara Trading is also recorded as the first shipyard in Indonesia that exported nationally produced ships after independence was declared. The export was to Japan after the company received an order for three fishing boats from Japan with a capacity of 180 GT.

From now on, the Indonesian shipyard industry keeps on growing and is trusted by the national as well as overseas market. It keeps growing even when the government issues the scrapping policy in 1984 which cause the development of the shipping industry to slow down.

In 1978, President Suharto ordered BJ Habibie and Soedomo to prepare PAL to become the new ship building industry. In 1979 PAL (Penataran Angkatan Laut) became Perum PAL and in 1980 became persero PT. Pabrik Kapal Indonesia or abbreviated to PT. PAL Indonesia (Persero).

In 1981, PT PAL Indonesia (Persero) started modernizing by recruiting employees and sent them to Germany to build a Navy ship. PT PAL for the first time build a war ship in 1981 which was of the

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 14: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

38DIREKTORI

IP E R I N D O

membangun kapal perang pada tahun 1981 yakni kapal jenis Fast Patrol Boat (FPB) 57 milik TNI AL dan membangun kapal FPB 28 milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pada tahun 1985, PT PAL Indonesia (Persero) mulai membangun kapal niaga diatas 1.000 DWT yaitu kapal tanker 3.500 DWT pesanan PT Pertamina (Persero) yang dilanjutkan dengan pembangunan

Fast Patrol Boat (FPB) 57 type owned by the Indonesian Navy and built FPB 28 for the Customs and Excise Directorate.

In 1985, PT PAL Indonesia (Persero) started building a commercial ship over 1.000 DWT which was a tanker of 3.500 DWT ordered by PT Pertamina (Persero) followed by a 6.500 DWT tanker in 1989

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 15: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

39

DIREKTORI

IP E R I N D O

kapal tanker 6.500 DWT pada tahun 1989, dan kapal yang sejenis dibangun di PT Pelita Bahari (Persero).

Pada tahun 1986, Pemerintah mem-pelopori sinergi galangan dan pelayaran melalui proyek pengadaan kapal Caraka Jaya Tahap I (General Cargo 3.650 DWT ) dan Caraka Jaya Tahap II (Semi Kontainer 4.180 DWT) sehingga industri galangan kapal nasional semakin bergairah.

and a similar one was built at PT Pelita Bahari (Persero).

In 1986, the government pioneered a synergy of the shipyard and shipping through a supply project Caraka Jaya Phase I (General Cargo 3.650 DWT) and Caraka Jaya II Phase II (Semi Kontainer 4.180 DWT) to the point that the national shipyard industry became so full of passion.

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 16: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

40DIREKTORI

IP E R I N D O

Pada Proyek Pembangunan Kapal Caraka Jaya Tahap I, empat galangan kapal nasional menerima manfaat yakni PT PAL, PT Dok Tanjung Priok, PT Pelita Bahari Shipyard dan PT Kodja Bahari. Sedangkan pelayaran yang terlibat adalah PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero), PT Meratus Line, PT Tanjung dan PT Pelpn.

Kemudian pada tahun 1991, 11 galangan kapal nasional terlibat dalam proyek Pembangunan dua unit Kapal Caraka Jaya Tahap II yang terdiri dari 12 kapal general cargo 3.650 DWT dan 12 kapal semi kontainer 4.180 DWT dengan total tonnage mencapai 86.600 DWT. Galangan tersebut adalah PT PAL (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Dok dan Per kapalan Kodja Bahari (dulu PT Dok Tanjung Priok, PT Pelita Bahari dan PT Kodja), PT Intan Sekunyit Palembang, PT Jasa Marina Indah, PT Inggom Shipyard, PT Noahtu Shipyard, PT Adiguna Shipyard dan PT Dumas Tanjung Perak Shipyards.

Adapun perusahaan pelayaran yang terlibat adalah PT Bahari Haluan S, PT Meratus Line, PT Lumintu Sinar Perkasa, PT Samudera Mas Nusantara, PT Inti Lintas TN, PT Panurjawan, PT Kresna AL, PT Pagaruyung Pelayaran, PT Mukmin Segara, PT Pelni (Persero) dan PT Mas Line,

Pada tahun 1990, Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Singapura melaui kerja sama Sijori (Singapura-Johor dan Riau) menyepakati kerja sama ekonomi yang mengatur perdagangan khusus antara lain pembebasan pajak impor dan pajak

At the Ship Building Project Project Caraka Jaya Phase I, four national shipyards benefited and they were PT PAL, PT Dok Tanjung Priok, PT Pelita Bahari Shipyard and PT Kodja Bahari. While in the shipping area those involved were PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero), PT Meratus Line, PT Tanjung dan PT Pelpn.

Than in 1991, 11 national shipyards were involved in Phase II of Caraka Jaya Ship Project for the building of 2 units consisting of 12 general cargo ships 3.650 DWT and 12 semi-container ships 4.180 DWT with a total tonnage of 86.600 DWT. The shipyards were PT PAL (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (dulu PT Dok Tanjung Priok, PT Pelita Bahari dan PT Kodja), PT Intan Sekunyit Palembang, PT Jasa Marina Indah, PT Inggom Shipyard, PT Noahtu Shipyard, PT Adiguna Shipyard and PT Dumas Tanjung Perak Shipyards.

While shipping companies involved were PT Bahari Haluan S, PT Meratus Line, PT Lumintu Sinar Perkasa, PT Samudera Mas Nusantara, PT Inti Lintas TN, PT Panurjawan, PT Kresna AL, PT Pagaruyung Pelayaran, PT Mukmin Segara, PT Pelni (Persero) and PT Mas Line,

In 1990, Governments of Indonesia, Malaysia and Singapore through Sijori Cooperation (Singapura - Johor and Riau) agreed to economic cooperation organizing special trade like free import tax and value added tax. Batam and

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 17: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

41

DIREKTORI

IP E R I N D O

pertambahan nilai. Batam dan Karimun adalah dua daerah yang kemudian berkembang menjadi Free Trade Zone (FTZ) sehingga industri galangan kapal berdiri bak jamur.

Pada tahun 1992, Pemerintah me-nerbitkan UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran. Meskipun kehadiran UU tersebut memiliki dampak terhadap angkutan laut nasional, akan tetapi tidak mampu memberikan dampak yang positif terhadap terkembangan industri galangan nasional.

Pada tahun 1995, Pemerintah meresmikan Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) di Surabaya. LHI merupakan fasilitas rekayasa teknologi bidang perkapalan dan bangunan apung lainnya dilengkapi dengan fasilitas modern berskala industri dan terbesar di Asia Tenggara antara lain Towing Tank (TT), Monoevering Ocean Engineering Basin (MOB) dan Cavitation Tunnel (CT) serta fasilitas pendukung lainnya yaitu Bengkel Model Kapal, Bengkel Mesin, Bengkel Model Propeller dan Drawing Office.

Pada tahun 1992, PT PAL Indonesia (Persero) mulai serius menggarap pasar luar negeri untuk kapal-kapal berskala besar seiring dengan dibangunnya fasilitas galangan graving dock ukuran 50.000 DWT yang dijadwalkan ber-operasi pada tahun 1994.

Pada tahun 1993, PT PAL Indonesia (Persero) memperoleh kontrak pertama Dry Cargo Vessel 18.500 DWT dari Inggris sebanyak dua unit plus opsi dua

Karimun were two areas which later developed into Free Trade Zone (FTZ) resulting in the unprescented growth of the shipyard industry.

In 1992, the government issued Law No.21 year 1992 about shipping. Although the Law impacted on the national sea transportation it did not provide a positive impact on the development of the national shipyard industry.

In 1995, the government inaugurated Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) in Surabaya. LHI is an engineering facility for technology in the shipping and other floating construction equipped with modern industry facilities which are the biggest in Southeast Asia such as Towing Tank (TT), Monoevering Ocean Engineering Basin (MOB) dan Cavitation Tunnel (CT) and other supporting facilities such as Ship Shaped Repair Shop, Engine Repair Shop, Propeller Shaped Repair Shop and Drawing Office.

In 1992, PT PAL Indonesia (Persero) started seriously to go after overseas markets for big tonnage ships in line with the construction of graving dock facilities for 50.000 DWT which was scheduled to be operated in 1994.

In 1993, PT PAL Indonesia (Persero) received the first order for 2 units Dry Cargo Vessel 18.500 DWT from England get the first contract Dry Cargo Vessel

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 18: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

42DIREKTORI

IP E R I N D O

unit. Kemudian diikuti dengan kontrak-kontrak pembangunan kapal tanker PT Pertamina (Persero) 17.500 DWT dan kapal kontainer 400 TEUs (setara 6.500 DWT) dan tiga unit kapal kontainer 1.600 TEUs (setara dengan 24.000 DWT) untuk PT Djakarta Lloyd (Persero) serta Open Hatch Bulk Carrier 45.000 DWT dari Jerman, Hongkong, Singapura, dan Turki. Sampai tahun 1998, terdapat 30-an kontrak kapal baru pesanan luar negeri dan dalam negeri yang diterima PT PAL Indonesia (Persero).

Pada saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998 sehingga men-dorong adanya reformasi, sejumlah industri galangan kapal di Indonesia ikut terkena dampaknya. Meskipun demikian, sejumlah galangan kapal masih me-laksanakan kegiatan utamanya yakni pembangunan kapal baru dan perbaikan kapal (repair). PT PAL Indonesia (Persero) misalnya, yang sudah memulai kegiatan ekspor kapal sejak tahun 1990-an, masih terus melakukan ekspor kapal bahkan sampai sekarang.

Satu galangan kapal nasional yakni PT Jasa Marina Indah juga masih mencatatkan diri sebagai galangan kapal nasional yang masih mampu melaksanakan ekspor kapal sebanyak 10 unit kapal masing-masing tiga unit di ekspor ke Jepang dan tujuh unit di ekspor ke Belanda.

Seiring dengan meningkatnya ekspor batu bara, pada tahun 2000, investasi untuk pengembangan industri galangan kapal di Batam, Kepulauan Riau

18.500 DWT dari Inggris with an option for two more units. This was followed by orders for tankers from PT Pertamina (Persero) 17.500 DWT and container 400 TEU (6500 DWT) and three containers 1.600 TEU (24.000 DWT) for PT Djakarta Lloyd (persero) and Open Hatch Bulk Carrier 45.000 DWT from Germany, Hongkong, Singapore, and Turkey. Until 1998 32 orders from overseas and domestic companies were received by PT PAL Indonesia (Persero).

When Indonesia suffered monetary crisis in 1998 leading to reformation a number of shipyards were also impacted. Nevertheless, other shipyards continued to carry out the main activity of building new ships and ship repairs. PT PAL Indonesia (Persero) for example, which already exported ships since the 1990s, continued to do even now.

One national shipyard PT Jasa Marina Indah was recorded also as a national shipyard that was still capable of exporting 10 ships consisting of three to Japan and seven to the Netherlands.

With the increase in coal exports in 2000, investment for the development of shipyards in Batam, Riau archipelago, grew drastically. Because supported by

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 19: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

43

DIREKTORI

IP E R I N D O

meningkat drastis. Karena didukung Batam sebagai kawasan Free Trade Zone, maka perusahaan galangan di pulau tersebut berdiri bak jamur.

Secara umum selama Era Reformasi, industri galangan kapal di Indonesia tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Beberapa galangan swasta menghadapi masalah keuangan karena faktor nilai tukar rupiah yang terus melemah. Kondisi itu berlangsung hingga adanya Inpres No.5 tahun 2005 yang menandai dimulainya pelaksanaan kebijakan nasional azas cabotage di Indonesia.

Perguruan Tinggi

Untuk merespon atas kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang kelautan dan perkapalan, sejak tahun 1960-an hingga 1970-an, sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, baik perguruan tinggi swasta maupun negeri, telah membuka Jurusan bahkan Fakultas bidang Kelautan dan Perkapalan.

Perguruan tinggi yang membuka program studi/jurusan bahkan Fakultas bidang Kelautan dan Perkapalan yakni Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya (1961), Universitas Hasanuddin, Universitas Patimura, Universitas Indonesia, Universitas Hang Tuah, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Institut Teknologi Aditama, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Deponegoro, Universitas Darma Persada, Universitas Atawahana. (*)

the Free Trade Zone in Batam, shipyards in this island grew by leaps and bounds.

Generally during the Reformation Era, the shipyard industry in Indonesia did not experience significant growth. Several private shipyards faced financial problems due to the drop in the rupiah exchange rate. This condition continued until Presidential Instruction No.5 Year 2005 which was the start of the national policy of cabotage in Indonesia.

Higher Learning Institutions

In response to the need for human resources (HR) in the field of shipping and marine science, since the 1960s till the 1970s, a number of higher learning institutions from the private and state-owned university, started to open study programs even faculties on Marine Science and Shipping.

Higher Learning Institutions which opened this study program or even faculties were Sepuluh November Institute of Technology (ITS) Surabaya (1961), Hasanuddin University, Patimura University, University of Indonesia, Hang Tuah University, Veterans National Development University, Aditama Institute of Technology, Muhammadiyah University of Surabaya, Deponegoro University, Darma Persada University, Atawahana University . (*)

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab01

Page 20: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan
Page 21: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

@ptpal_indonesia

@ptpal_indonesia

www.pal.co.idwww.bumn.go.id/pal

PT PAL Indonesia (PERSERO)

PT PAL Indonesia (Persero) Hadir Sebagai Garda Terdepan Pengembangan Industri Maritim, Pertahanan Nasional dan Energi!

Kapasitas Docking PT PAL Indonesia (Persero) Mencapai 894.000 DWT Per Tahun!

Keberadaan PT PAL Indonesia (Persero)

tentu memiliki peran yang sangat penting dan

strategis dalam mendukung pengembangan industri

maritim serta pertahanan nasional dan membawa

Indonesia sebagai pemimpin pasar maritim global.

Selama lebih dari 39 Tahun, PT PAL

Indonesia (Persero) bersama sekitar 1.500 karyawan

telah menguasai pengembangan produk-produk

berkualitas di bidang industri maritim, pertahanan

nasional dan energi di antaranya adalah :

1. Landing Platform Dock Ship 125 m

2. Missile-equipped Fast Attack Ship 60 m

3. Missile-equipped Light Frigate 105 m

4.Diesel Electric Submarine U209/1400

5.Wellhead Platform Up To 2600 Ton

6.Heat Exchanger in BOP Up To 625 MW

Selain itu, PT PAL Indonesia (Persero) mendapatkan kepercayaan dari Kementerian Pertahanan RI, TNI Angkatan Laut RI untuk dapat mengembangkan kapal selam yang akan dibangun secara mandiri, dengan penerapan teknologi tertinggi membuat hadirnya PT PAL Indonesia (Persero) membawa Indonesia sebagai negara satu-satunya di Asia Tenggara yang mampu membangun kapal selam. Kapal Selam Diesel Elektrik Chang Bogo Class U209/1400 menjadi bukti membanggakan karya anak bangsa!

“HOME OF INDONESIAN SUBMARINE”

copyright 2019 pt pal indonesia (persero)

Selain produk utama di atas, PT PAL Indonesia

(Persero) hadir untuk menjadi pembangun,

pemelihara dan penyedia jasa rekayasa untuk

kapal atas permukaan dan bawah permukaan serta

Engineering, Procurement dan Construction di

bidang energi melalui salah satu unit bisnis

Pemeliharaan dan Perbaikan.

Jasa Pemeliharaan dan Perbaikan PT PAL

Indonesia (Persero) meliputi produk kapal maupun

non kapal dengan kapasitas Docking hingga

894.000 DWT per tahun. Jasa yang disediakan

adalah annual/special survey dan overhaul bagi

kapal niaga, kapal perang, pemeliharaan dan

perbaikan sistem elektronika dan sistem

persenjataan, (SPM) Overhaul Single Point Mooring

serta produk rekayasa lainnya.

Page 22: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

46DIREKTORI

IP E R I N D O

Periode Azas Cabotage

Pada dasarnya, Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional merupakan harapan baru bagi industri kapal di Indonesia. Akan tetapi, kebijakan tersebut tidak memberikan imbas yang positif dan maksimal terhadap industri galangan

Perkembangan Industri Galangan Kapal di Indonesia

Dari azas Cabotage hinggaTol Laut

THE DEVELOPMENT OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIAFROM THE CABOTAGE PRINCIPLE TO THE SEA TOLL

CABOTAGE PRINCIPLE PERIOD

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

Cabotage Principle Period

Basically, Presidential Instruction (Inpres) No. 5 of 2005 concerning the Empowerment of National Shipping Industry is a new hope for the ship industry in Indonesia. However, the policy does not provide positive and maximum effects for the national shipyard industry

Page 23: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

47

DIREKTORI

IP E R I N D O

kapal nasional dikarenakan kebijakan yang dibangun belum berpihak kepada industri galangan.

Salah satu penyebabnya karena azas cabotage yang dianut di Indonesia bukan sepenuhnya azas cabotage dimana kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia, dibangun di dalam negeri, diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional. Sedangkan azas cabotage yang diberlakukan di Indonesia adalah kegiatan angkutan laut di dalam negeri wajib menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia serta kapal dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional.

Selain itu, instruksi tersebut kurang menyasar industri galangan. Padahal melalui Inpres No.5 tahun 2005, Pemerintah menugaskan kepada delapan institusi kementerian dan lembaga untuk bahu membahu guna membesarkan industri kemaritiman di Indonesia, tidak terkecuali industri galangan kapal. Melalui Inpres, Pemerintah menginstruksikan bahwa pengadaan kapal yang menggunakan uang negara wajib dilakukan di dalam negeri.

Di bidang perpajakan, Presiden menginstruksikan Menteri Keuangan untuk mengatur kembali tata cara pelaksanaan berbagai kebijakan fiskal yang telah ada untuk memberikan

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

due to its policies made are not yet in favor of the shipyard industry.

One reasons reason is that the cabotage principle adopted in Indonesia is not fully the cabotage principle where domestic sea transportation activities are carried out by using Indonesian-flagged ships, built domestically, manned by an Indonesian crew and operated by the national shipping company. While the cabotage principle that is applied in Indonesia is that a domestic sea transportation activity must use Indonesian-flagged ship and manned by Indonesian crew as well as owned by national shipping companies.

In addition, these instructions did not fully target the shipyard industry. In fact, through Inpres No.5 of 2005, the Government assigned eight ministries and institutions to work together to grow the maritime industry in Indonesia, including the shipyard industry. The Inpres instructed that the procurement of ships using state budget must be done domestically.

In the field of taxation, the President instructed the Minister of Finance to rearrange the procedures for implementing various existing fiscal policies to provide tax facilities to the

Page 24: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

48DIREKTORI

IP E R I N D O

shipping and national shipping industry in accordance with applicable tax provisions.

In the shipping industry, the President instructed the Minister of Industry to encourage the growth and development of the domestic shipping industry, including the people’s shipping industry, both large businesses and medium businesses, as well as small and cooperative businesses by:

1. Develop design centers.2. Develop research and development

activities.3. Develop ship standardization and ship

components.4. Develop raw material industry dan ship

components.5. Provide incentives to constructing and

shipping companies that construct and repair ships in the country and who imported ship from abroad by implementing a production return scheme.

The president also instructed that the construction of ships by using states budget (APBN / APBD) in national shipping industry has to take into account the provisions of legislation of government goods/ services procurement.

Whereas if the ship procurement funding comes from abroad, the construction of the ship was attempted to use as much as possible local content and

fasilitas perpajakan kepada industri pelayaran dan perkapalan nasional sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Di bidang industri perkapalan, Presiden menginstruksikan agar Menteri Per-industri an dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perkapalan dalam negeri, termasuk industri perkapalan rakyat, baik usaha besar, usaha menengah, usaha kecil maupun usaha koperasi dengan cara:

1. Mengembangkan pusat-pusat design.2. Mengembangkan kegiatan penelitian

dan pengembangan.3. Mengembangkan standarisasi dan

komponen kapal.4. Mengembangkan industri bahan baku

dan komponen kapal.5. Memberikan insentif kepada perusaha-

an pelayaran yang membangun dan mereparasi kapal di dalam negeri dan yang mengadakan kapal dari luar negeri dengan menerapkan skim imbal produksi.

Presiden juga menginstruksikan agar pembangunan kapal yang biaya pengadaannya dibebankan kepada APBN/APBD wajib dilaksanakan pada industri perkapalan nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan peratur-an perundang-undangan me ngenai pengadaan barang/jasa pemerintah;

Sedangkan jika pendanaan pengada-an kapal berasal dari luar negeri, pembangunan kapal tersebut diupaya-kan menggunakan sebanyak-banyaknya

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

Page 25: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

49

DIREKTORI

IP E R I N D O

technology transfer. As for maintenance activities and repair of ships using APBN/APBD have to be carried out on the national shipping industry while taking into account the provisions legislation regarding procurement of government goods/services.

After the Inpres was published in 2007, The National Ship Design and Engineering Center (NASDEC) was established at the Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) which according to the plan will be prepared by the Government to become the Central Office in order to support the national maritime program, especially design and ship engineering.

muatan lokal dan melakukan alih tek-nologi. Adapun kegiatan pemeliharaan dan reparasi kapal-kapal yang biayanya dibebankan kepada APBN/APBD wajib dilakukan pada industri perkapalan nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaanbarang/jasa pemerintah.

Setelah Inpres tersebut terbit, pada tahun 2007, berdiri The National Ship Design and Engineering Center (NASDEC) di Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya yang menurut rencana akan dipersiapkan Pemerintah menjadi Balai Besar dalam rangka mendukung program kemaritiman nasional, khususnya design dan rekayasa kapal.

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

Page 26: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

50DIREKTORI

IP E R I N D O

Shipping Law

In 2008, the Government issued Law No. 17 of 2008 about Shipping which regulates the shipyard industry. This is the first time for Indonesia where the national shipyard industry becomes part of a law.

Under the Shipping Law, the Government has the obligation to carry out guidance shipbuilding industry. Article 56 confirms that the development and procurement of national water transport fleets are carried out in order empower national water transport and strengthen the shipping industry which is carried out in an integrated manner with the support of all related sectors.

Whereas article 57 verse 2 states the strengthening of the national shipping industry must be carried out by the Government by:

a. Establish integrated shipping industry area;

b. Develop a center for ship design, national research and development;

c. Develop standardization and components of ships by using as much as

possible local content and transfer technology;

d. Develop industrial raw materials and ship components;

e. Provide incentives to national water transport companies that build and/or repair ships in the country and/or ones procuring ships from abroad;

UU Pelayaran

Pada tahun 2008, Pemerintah me nerbit-kan Undang-Undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang diantaranya mengatur tentang industri galangan kapal. Ini adalah kali pertama bagi Indonesia dimana industri galangan kapal nasional masuk dan menjadi bagian dari sebuah UU.

Berdasarkan UU Pelayaran, Pemerintah memiliki kewajiban melakukan pembina-an terhadap industri galangan kapal. Pasal 56 menegaskan pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat industri per-kapalan yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.

Sedangkan pasal 57 ayat 2 menyatakan penguatan industri perkapalan nasional wajib dilakukan oleh Pemerintah dengan:

a. Menetapkan kawasan industri per-kapalan terpadu;

b. Mengembangkan pusat desain, pe-neliti an, dan pengembangan industri kapal nasional;

c. Mengembangkan standarisasi dan komponen kapal dengan mengguna-kan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan melakukan alih teknologi;

d. Mengembangkan industri bahan baku dan komponen kapal;

e. Memberikan insentif kepada per-usaha an angkutan perairan nasional yang membangun dan/atau me-reparasi kapal di dalam negeri dan/atau yang melakukan pengadaan kapal dari luar negeri;

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

Page 27: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

51

DIREKTORI

IP E R I N D O

f. Build ships in the national shipbuilding industry if costs procurement is derived from State Expenditure Budget or Regional Expenditure Budget (APBN/APBD);

g. Build ships whose funding comes from abroad with use as much local content as possible and carry out the transfer technology;

h. Maintain and repair state-budget ships in the national shipping industry.

What is meant by “integrated shipping industry area” is the industrial center which includes construction facilities, maintenance, repair and care which is integrated with its supporting industries, such as ship materials, machinery, and ship equipment. Whereas what is meant by “raw materials and ship components” include materials, spare parts, and ship equipment.

In 2008, the government issued Presidential Regulation (Perpres) No. 28 of 2008 about National Industrial Policy. Based on the Perpres, the Government places the national shipping industry as one of the transport industry clusters from six national industry priority clusters.

f. Membangun kapal pada industri galangan kapal nasional apabila biaya pengadaannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD);

g. Membangun kapal yang pendanaan-nya berasal dari luar negeri dengan menggunakan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan pelaksanaan alih teknologi;

h. Memelihara dan mereparasi kapal pada industri perkapalan nasional yang biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD).

Yang dimaksud dengan “kawasan industri perkapalan terpadu” adalah pusat industri yang meliputi antara lain fasilitas pembangunan, perawatan, perbaikan, dan pemeliharaan, yang terintegrasi dengan industri penunjangnya, seperti material kapal, permesinan, dan perlengkapan kapal. Sedangkan yang dimaksud dengan “bahan baku dan komponen kapal” antara lain material, suku cadang, dan perlengkapan kapal.

Pada tahun 2008, pemerintah me-nerbitkan Peraturan Presiden No.28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Berdasarkan Perpres tersebut, Pemerintah menempatkan industri perkapalan nasional sebagai salah satu klaster industri alat angkut dari enam klaster prioritas industri nasional.

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Bab02

Page 28: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

52DIREKTORI

IP E R I N D O

In 2009, the Government issued a Minister of Industry Regulation (Menperin) No.124 of 2009 concerning the Roadmap of Shipping Industry Development Cluster. The government expects, from roadmap, Indonesian shipyards industry can grow and be highly competitive.

The target to be achieved in the roadmap is in 2025 the national shipyard industry has production facilities that can build and repair, and maintain high-tech vessels with sizes up to 300,000 DWT supported by technology infrastructure and ship components/equipment industry that are getting stronger in the country.

Pada tahun 2009, Pemerintah menerbit-kan Peraturan Menteri Perindustrian (Menperin) No.124 tahun 2009 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Kluster Industri Per-kapal an. Pemerintah mengharapkan, dari road map, industri galangan kapal Indonesia bisa bangkit dan berdaya saing tinggi.

Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam roadmap tersebut adalah pada 2025 Industri galangan kapal nasional memiliki fasilitas produksi yang mampu membangun serta memperbaiki dan merawat kapal berteknologi tinggi dengan ukuran hingga 300.000 DWT yang didukung oleh infrastruktur teknologi serta industri komponen/peralatan kapal yang semakin kuat di dalam negeri.

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 29: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

53

DIREKTORI

IP E R I N D O

Based on the Minister of Industry Regulation, the national shipyard industry is divided into three groups. First, upstream industry groups, namely industries that produce products needed by the shipping industry. They consist of ferro/steel and non-ferro materials, namely aluminum and brass, fiber glass, wood, rubber, plastic, glass, textile, marine paint, welding electrode, and cathodic protection.

Secondly, the industrial group between the industries that provide ship components such as propulsion engines, deck machines, electrical machineries, navigation equipment, telecommunications and other equipment.

Third, downstream industries including the offshore building industry (BLP), industry with products of various types of vessels such as tankers, cargo ships, container ships, bulk ships, fishing boats, passenger ships, ferries, warships, special ships, tug boats and so on.

While the scope of shipping industry activities consists of five clusters namely ship industry cluster, cluster of ship equipment and facilities, cluster of ship repair industry, cluster of ship scrapping industry, and cluster of offshore building industry.

In 2010, shipyard business actors were incorporated into the Association of Indonesian Ship and Offshore Facilities Company (IPERINDO) declared the Awakening of Shipping and National

Berdasarkan Permenperin tersebut, industri galangan kapal nasional dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok industri hulu yakni industri yang menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh industri perkapalan yang mencakup ferro/baja dan non-ferro yaitu aluminium dan kuningan, fibre glass, kayu, karet, plastik, kaca, tekstil, marine paint, welding electrode dan cathodic protection.

Kedua, kelompok industri antara yakni industri yang menyediakan komponen kapal seperti mesin penggerak, mesin geladak, electrical mechineries, peralatan navigasi, telekomunikasi dan peralatan lainnya.

Ketiga, industri hilir termasuk industri bangunan lepas pantai (BLP), industri dengan produk berbagai jenis kapal seperti tanker, kapal kargo, kapal kontainer, kapal curah, kapal ikan, kapal penumpang, kapal ferry, kapal perang, kapal khusus, kapal tunda dan sebagainya.

Sedangkan ruang lingkup kegiatan industri perkapalan terdiri dari lima klaster yakni klaster industri kapal, klaster industri peralatan dan perlengkapan kapal, klaster industri perbaikan kapal, klaster industri permotongan (scrapping) kapal dan klaster industri bangunan lepas pantai (offshore).

Pada 2010, pelaku usaha galangan kapal yang tergabung ke dalam Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) mendeklarasikan Industri Perkapalan

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 30: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

54DIREKTORI

IP E R I N D O

Offshore Industry. The declaration is a real response to shipyard business actors towards the implementation of Presidential Instruction No.5 of 2005 and Law No. 17 of 2008 concerning Shipping.

In 2012, for the first time, the Government through the Ministry of Transportation c.q The Directorate General of Land Transportation builds three units a 5,000 GT Roro Passanger (Ropax) vessel in a domestic shipyard. There are three building dockers involved, namely PT Mariana Bahagia, PT Dhumas Tanjung Perak, and PT Daya Radar Utama. The three vessels are operated to strengthen the transportation of Merak-Bakauheni crossings.

In 2013, a program of building nine crewboat aluminium ships was rolled out which is the result of synergy among the Executing Special Task Force of Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas), Ministry Of Industry, Ministry of Transportation, Cooperation Contract Contractors (K3S), IPERINDO and INSA (Indonesian National Shipowners’ Association). The Success of national shipyards in completing this project make Indonesia recorded as one of the countries in the world which has capability of building ships with aluminum raw material.

In 2014, the Government issued Presidential Regulation 48 of 2014 concerning Masterplan for the

dan Industri Lepas Pantai Nasional Bangkit. Deklarasi ini adalah respon nyata pada pelaku usaha galangan terhadap implementasi Inpres No.5 tahun 2005 dan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal Perhubungan Darat membangun tiga unit kapal Roro Passanger (Ropax) berkapasitas 5.000 GT di galangan dalam negeri. Ada tiga galangan pembangun yang terlibat yakni PT Mariana Bahagia, PT Dhumas Tanjung Perak shipyard dan PT Daya Radar Utama. Ketiga kapal tersebut dioperasikan untuk memperkuat angkutan penyeberangan lintas Merak-Bakauheni.

Pada tahun 2013, bergulir program pembangunan sembilan unit kapal crewboat aluminium yang merupakan hasil sinerji antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKKMigas), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S), IPERINDO dan INSA (Indonesian National Shipowners’ Association). Keberhasilan galangan kapal nasional dalam menyelesaikan proyek ini menjadikan Indonesia tercatat sebagai salah satu negara di dunia yang mampu membangun kapal dengan bahan baku aluminium.

Pada tahun 2014, Pemerintah menerbitkan Perpres No.48 tahun 2014 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 31: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

55

DIREKTORI

IP E R I N D O

Acceleration and Expansion of 2011 Indonesian Economic Development (MP3EI) 2025. MP3EI maps Indonesia into six economic corridors, namely Java, Sumatra, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Maluku Papua. MP3EI focus mainly on eight main programs, namely agriculture, mining, energy, industry, marine, tourism, and telematics as well as strategic area development. The eight main programs consist of 22 main economic activities, one of which is the shipping industry.

Based on the MP3EI document, Surabaya, Gresik, Lamongan and Tuban regions will be developed into a national shipping industrial area on Java. The selection of the area cannot be separated from consideration of concentration geography of the shipping, port, logistics system and university businesses found in Java.

Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. MP3EI memetakan Indonesia ke dalam enam koridor ekonomi yakni Jawa, Sumatra, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Papua. Fokus dari pengembangan MP3EI ini diletakkan pada delapan program utama, yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama, salah satunya adalah kegiatan industri perkapalan.

Berdasarkan dokumen MP3EI, wilayah Surabaya, Gresik, Lamongan dan Tuban akan dikembangkan menjadi kawasan industri perkapalan nasional di Pulau Jawa. Pemilihan daerah tersebut tidak lepas dari pertimbangan adanya konsentrasi secara geografis dari bisnis perkapalan, pelabuhan, sistem logistik, dan universitas yang terdapat di wilayah Pulau Jawa.

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 32: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

56DIREKTORI

IP E R I N D O

Still in 2014, IPERINDO and INSA (Indonesian National Shipowners’ Association) signed a purposeful Memorandum of Understanding (MoU) to jointly increase the use of vessels produced by domestic shipyard. However, this collaboration has little impact on shipyard industry which is shown to be still lacking in orders for new ships member of INSA to domestic shipyards.

Sea Toll

In 2015, the Government issued Presidential Regulation (Perpres) No.10 2015 regarding the Coordinating Ministry of Maritime Affairs. Main task of this ministry is to carry out coordination, synchronization and controlling the affairs of the ministry in the administration of government in the field of maritime.

The ministries that are under the Coordinatiing Ministry of the Maritime Affairs is the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), Ministry of Transportation, Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, Ministry Tourism, and other institutions deemed necessary.

In 2015, the Government started the Sea Toll program in order to realize Indonesia as the World Maritime Axis. With basic thinking that the sea is the future of Indonesian civilization, the Sea Toll program starts to run.

Masih pada tahun 2014, IPERINDO dan INSA (Indonesian National Shipowners’ Association) menandatangani Memoran-dum of Understanding (MoU) yang bertujuan untuk secara bersama-sama meningkatkan penggunaan kapal hasil produksi galangan dalam negeri. Akan tetapi, kerja sama ini kurang berdampak terhadap industri galangan kapal yang diperlihatkan masih minimnya order kapal baru anggota INSA kepada galangan kapal dalam negeri.

Tol Laut

Pada tahun 2015, Pemerintah menerbit-kan Peraturan Presiden (Perpres) No.10 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman. Tugas utama kementerian ini adalah menyelenggarakan koordinasi, singkronisasi dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman.

Kementerian-kementerian yang berada dibawah koordinasi Kementerian bidang Kemaritiman adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata, dan instansi lain yang dianggap perlu.

Pada tahun 2015 tersebut, Pemerintah memulai program Tol Laut dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dengan pemikiran dasar bahwa laut adalah masa depan peradaban Indonesia, maka program Tol Laut tersebut mulai dijalankan.

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 33: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

57

DIREKTORI

IP E R I N D O

One of them is ordering hundreds of ships in domestic shipyards by the Ministry of Transportation.

In an effort to realize the realization of the Sea Toll in the program to realize Indonesia as Maritime Axis, 2015 to 2016 Government through The Ministry of Transportation (Kemenhub) built 188 ships spending around Rp.11,840 trillion. This is the largest ship project that the Government has ever done. (Source: Berita Biro Komunikasi dan Informasi Publik-Rabu, 16 September 2015). It can even be said that after two decades down, the national shipbuilding industry can return to victory during 2015 to 2017. This happened because the Government implemented the Sea Tol program by building hundreds of ships in domestic shipyards.

The construction of 188 ships is intended for the Traffic Directorate and Sea Freight, built with 2 units of type 500 DWT, 2 units of type 200 DWT, type 2,000 GT as many as 25 units, type 1,200 GT as many as 20 units, 11 units of type 750 DWT, semi-container ship of 100 TEUs as many as 15 units, 20 units of rede ships, 5 units of cattle vessels. Whereas for the Navigation Directorate, the Ministry of Transportation builds 10 unit of beacon vessel and 5 unit beacon observation boats. Whereas for the Directorate of Sea and Coast Guard Units (KPLP) consists of

Salah satunya adalah dengan memesan seratusan kapal di galangan kapal dalam negeri oleh Kementerian Perhubungan.

Dalam upaya merealisasikan terwujud-nya Tol Laut dalam program mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim, 2015 hingga 2016 Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membangun 188 unit kapal yang menghabiskan dana sekitar Rp 11,840 triliun. Ini menjadi proyek kapal terbanyak yang pernah dilakukan Pemerintah. (Sumber: Berita Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Rabu, 16 September 2015). Bahkan dapat dikatakan bahwa setelah selama dua dekade terpuruk, industri galangan kapal nasional dapat kembali berjaya selama 2015 hingga 2017. Hal itu terjadi karena Pemerintah melaksanakan program Tol Laut dengan membangun seratusan kapal tersebut pada galangan kapal dalam negeri.

Pembangunan 188 unit kapal ter-sebut   diperuntukan untuk Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, dibangun kapal dengan tipe 500 DWT sebanyak 2 unit, tipe 200 DWT sebanyak 2 unit, tipe 2.000 GT sebanyak 25 unit, tipe 1.200 GT sebanyak 20 unit, tipe 750 DWT sebanyak 11 unit, kapal semi kontainer 100 TEUs sebanyak 15 unit, kapal rede sebanyak 20 unit, kapal ternak sebanyak 5 unit.  Sedangkan untuk Direktorat Kenavigasian, Kemenhub membangun kapal yang meliputi kapal induk perambuan sebanyak 10 unit  dan kapal pengamat perambuan sebanyak 5 unit.  Sedangkan untuk  Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), terdiri

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 34: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

58DIREKTORI

IP E R I N D O

25 class 1 type FPV (Fast Partol Vessel) patrol boats, 5 units of type 1 patrol type MDPS, 2 units of class II patrol boats, 6 units of class III aliminium patrol boats, 10 units of class IV patrol boats, and 25 units of class V patrol vessels.

This does not include ship orders from other agencies and institutions such as the Directorate Customs and Excise, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Pertamina (Persero), The Police of the Republic of Indonesia, the Navy, the Army, the Ministry Defense, National Search and Relief Agency (Basarnas), Agency National Disaster anagement (BNPB), private companies and so on.

On large ship orders from the Government, especially the Ministry of Transportation and agencies and other institutions, dozens of shipyard companies in Indonesia are involved directly. During this period, domestic ship orders set the highest record in the history of shipyards in Indonesia because they had never before been happened.

In 2015, a national private shipyard, PT Steadfast Marine handed over a unit of Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) type dredger to the buyer, namely Damen Shipyard. This TSHD type dredger was the first time Damen had made it outside Europe.

dari kapal patroli kelas 1 tipe FPV (Fast Partol Vessel) sebanyak 25 unit, kapal patroli kelas 1 tipe MDPS sebanyak 5 unit, kapal patroli kelas II sebanyak 2 unit, kapal patroli kelas II sebanyak 2 unit), kapal patroli kelas III  aliminium sebanyak 6 unit kapal patroli kelas IV sebanyak 10 unit dan  kapal patroli kelas V sebanyak 25 unit.

Hal ini belum termasuk order kapal dari instansi dan lembaga lain seperti Direktorat Bea dan Cukai, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Pertamina (Persero), Kepolisian Republik Indonesia, PT Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, Kementerian Pertahanan, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), perusahaan swasta dan sebagainya.

Pada order kapal yang besar dari Pemerintah khususnya Kemenhub maupun badan dan lembaga lainnya, puluhan perusahaan galangan kapal di Indonesia terlibat langsung. Pada periode inilah, order kapal dalam negeri menciptakan rekor tertinggi dalam sejarah galangan kapal di Indonesia karena sebelumnya belum pernah terjadi.

Pada tahun 2015, galangan swasta nasional yakni PT Steadfast Marine menyerahkan satu unit kapal keruk jenis Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) kepada pemesannya yakni Damen Shipyard. Kapal keruk jenis TSHD ini merupakan yang pertama kalinya dibuat oleh Damen di luar Eropa.

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 35: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

59

DIREKTORI

IP E R I N D O

Still in 2015, the Government issued a Government Regulation No. 69 of 2015 and No.193 of 2015 Minister of Finance Regulation concerning Value Added Non-collected Tax. Through this PP, the Government provides incentives in the form of not-collected VAT. The advantages of this facility are all taxes Inputs that have been paid by Taxable Entrepreneurs can still be credited, so that it is not charged in the selling price.

The main problem in the shipyard from tax facilities is the necessity do restitution on taxes paid by shipyard. In this case, the terms and process are submission of restructuring is not easy and takes a long time so at finally this facility is not able to be utilized by national shipyards for streamline shipyard operational costs.

In 2017, the national shipyard PT Daya Radar Utama (DRU) handed over the largest crude oil tanker owned by PT Pertamina (Persero) which had been built by a private shipyard. Besides at DRU, PT Pertamina (Persero) also ordered the tanker with a dead weight of 17,500 DWT at other private shipyards namely PT Multi Ocean Shipyard and PT Angrek Hitam, both are based in the Riau Islands.

In 2017, the national shipyard PT PAL Indonesia (Persero) was recorded to be the first shipyard in Southeast Asia that

Masih pada tahun 2015 tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan No.193 tahun 2015 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak Dipungut. Melalui PP ini, Pemerintah memberikan insentif berupa PPN tidak dipungut. Keunggulan dari fasilitas ini adalah semua Pajak Masukan yang sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak tetap dapat dikreditkan, sehingga tidak dibebankan dalam harga jual.

Problematika utama galangan dari fasilitas pajak tersebut ini adanya keharusan melakukan restitusi atas pajak yang dibayarkan dimana persyaratan dan proses pengajuan restritusi tidak mudah dan memakan waktu yang lama sehingga pada akhirnya fasilitas ini tidak mampu dimanfaatkan oleh galangan nasional untuk mengefisiensikan biaya operasional galangan.

Pada tahun 2017, galangan kapal nasional PT Daya Radar Utama (DRU) menyerahkan kapal tanker minyak mentah milik PT Pertamina (Persero) terbesar yang pernah dibangun galangan kapal milik swasta di luar Batam.  Selain di DRU, PT Pertamina (Persero) juga memesan kapal tanker dengan berbobot mati 17.500 DWT tersebut di galangan swasta lainnya yakni PT Multi Ocean Shipyard dan PT Angrek Hitam yang berbasis di Batam.

Pada tahun 2017, galangan nasional PT PAL tercatat menjadi galangan pertama di Asia Tenggara yang memiliki

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 36: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

60DIREKTORI

IP E R I N D O

has infrastructure for manufacturing submarine. The construction of the submarine infrastructure is aimed at meeting the target of making 12 submarine units ordered by the Ministry Defense of the Republic of Indonesia in order to strengthen the Alutsista.

For the Government, there are a number of reasons why the shipyard industry must developed. First, the economic value of the shipyard industry globally has a very large value. Secondly, the shipyard industry is labor intensive and capital intensive industries that are able to create jobs quite large with a fairly high added value. Third, the shipyard industry will strengthen national defense equipment.

The shipyard industry is the parent industry of supporting industries so that the development of this industry will also help develop other industries. It also gives a large chain effect to the industrialization process in a country. As an imagination in the construction of a ship, 65%-70% costs incurred are the purchase of raw materials and equipment. (*)

infrastruktur untuk pembuatan kapal selam. Pembangunan infrastruktur kapal selam tersebut bertujuan untuk me-menuhi target pembuatan 12 unit kapal selam yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dalam rangka memperkuat Alutsista.

Bagi Pemerintah, ada sejumlah alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan. Pertama, nilai ekonomis industri galangan kapal secara global memiliki nilai yang sangat besar. Kedua, industri galangan kapal merupakan industri padat karya dan padat modal yang mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar dengan nilai tambah yang cukup tinggi. Ketiga, industri galangan kapal akan memperkuat alat pertahanan negara.

Industri galangan kapal adalah industri induk dari industri pendukung sehingga berkembangnya industri ini akan turut mengembangkan industri lain yang akan memberikan efek rantai yang besar kepada proses industrialisasi dalam suatu negara. Sebagai bayangan, dalam pembangunan sebuah kapal, 65%-70% biaya yang dikeluarkan adalah pembelian bahan baku dan peralatan. (*)

Bab02

HISTORY OF SHIPYARD INDUSTRY IN INDONESIA

Page 37: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan
Page 38: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

62DIREKTORI

IP E R I N D O

Page 39: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan

63

DIREKTORI

IP E R I N D O

Page 40: PT KEMENANGAN D I R RI Perkembangan Industri Galangan