Upload
ardy-serizawa
View
30
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SP
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TUAN M. DENGAN MEDIS
STRABISMUS
DI SUSUN OLEH :
NAMA
: ARDY SEPTIANTO
NPM
: PK 115 011 156
KELAS / SEMESTER : C / VIII
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATA INDONESIA JAYA PALU
TAHUN AJARAN 2015
LAPORAN PENDAHULUANA. DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. (Sidarta Ilyas, 2001)
Strabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja. (Tamin Radjamin, dkk. 1984)Strabismus adalah suatu cabang ilmu penyakit mata yang mempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persyaratan.Strabismus adalah kedudukan kedua bola mata yg bisa berbeda arah satu sama lain pada defiasi dari posisi sejajar bisa ke segala arah.Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan. Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling. (http://www.klikdokter.com)
Dalam ilmu kedokteran khususnya mata, istilah JULING disebut juga STRABISMUS/SQUINT/CROSSED-EYE. JULING adalah keadaan dimana kedua mata tidak straight atau tidak terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada kedua sumbu/as mata. Orang tua sering mengekspresikan atau mengatakan sebagai mata anak kami tidak fokus. (http://www.anakku.net/forum/mata-julingstrabismus)
B. ANATOMI
a. Otot dan Persyarafan Gerakan Mata dikontrol oleh enam otot ekstrim okular yaitu :1. Empat Otot rektus
Muskulus Rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersyarafi oleh saraf ke III {Okulomotor}
Muskulus Rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya bola mata kearah temporal & otot ini dipersyarafi oleh saraf ke IV {Abdusen}
Muskulus Rektus superior,kontraksinya akan menghasilkan Elevasi, Aduksi & Intorsi bola mata dan otot ini dipersyarafi ke III
Muskulus rektus Inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada abduksi, ekstorsi dan pada abduksi, dan abduksi 23 pada depresi otot ini dipersyarafi ke III2. Dua Otot Obligus Muskulus Obligus superior,kontraksinnya akan menghasilakn depresi intorsi bila berabduksi 39 ,depresi sat abdusi 51 dan bila sedang depresi akan berabduksi .otot ini dipersyarafi saraf ke IV (troklear) Muskulus Obligus inferior ,dngn aksi primernya ekstorsi dlm abduksi sekunder oblik inferior adlah elevasi dlm abduksi.otot ini dipersyarafi saraf ke III b. FasiaOtot rektus dan oblik diselubungi fasia.didekat titik intersi otot-otot ini, Fasia melanjutkan diri menjadi kapsul Tenon yg terdapat diantara sklera & konjungtiva, fasia yg menyatu dengan struktur tulang orbita berfungsi sebagai ligamen pengontrol otot-otot ekstraokuler dan membatasi rotasi bola mata.C. FISIOLOGIa. Aspek Motorik
Fungsi masing masing otot :
1. Musculus Ralateralis mempunyai fungsi tunggal untuk abduksi mata
2. Musculus Rektus medialis untk aduksi ,sedang otot yg lain mempunyai fungsi primer & sekunder tergantung posisi bola mata.OtotKevia primerKerja sekunder
Rektus lateralabduksi-
Rektus medialabduksi-
Rektus superiorelavasiAduksi,intorsi
Rektus inferior depresiAduksi,ekstorsi
Oblik superiordepresiIntorsi,abduksi
Oblik inferiorelavasiEkstorsi,abduksi
Pergerakan dua bola mata (Binokuler) :
1. Hukum HeringPada setiap arah gerakan mata secara sadar ,maka otot2 yg berpasangan akan terdapat sejumlah rangsangan dalam jumlah yg sama besr sehingga menghasilkan gerakan yg tepat & lancer.2. Yoke MusclesPada setiap gerakan mata yang terkoordinir ,otot dari satu mata akan berpasaangan dengan otot mata yang lain untuk menghasilkan gerakan mata dalam 6 arah kordinal
Ganguan pergerakan :Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat mengimbabgi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilan mata menjadi strabismus,diplopia.
a. Tonus yang berlebihan
b. Paretic /paralitic
c. Hambatan mekanikb. Aspek Sensorik
Pada penglihatan binokuler yanag normal bayangan dari objek yang menjadi perhatian jatuh pada kedua fovea mata, impuls akan berjalan sepanjang optic pathway menuju cortex talis dan diterima sebagai bayangan tunggal.D. ETIOLOGI
a. Faktor Keturunan
Genetik Patternnya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnyasudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.b. Kelainan Anatomi
1. Kelainan otot ekstraokuler Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot2. Kelainan pada vascial structureAdanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
3. Kelainan dari tulang-tulang orbitaKelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
c. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.d. Fovea tidak dapat menangkap bayangan.e. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.f. Kelainan Sensoris
Defect yang mencegah pembentukan bayangan di retina dengan baik, antara lain :
Kekeruhan media
Lesi di retina
Ptosis berat
Anomali refraksi (terutama yang tidak terkoreksi)
g. Kelainan Inervasi
1. Gangguan proses transisi dan persepsiGangguan ini menyebabkan tidak berhasilnya proses fusi.
2. Gangguan inervasi motorik
Insufficiency atau escessive tonik inervation dari bagian supra nuklear
Insufficiency atau exessive inneration dari salah satu atau beberapa otot.E. KLASIFIKASI
a. Menurut Arah Deviasi1. Exotropia (Strabismus Divergen)
Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan
Paling sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
Pengobatan : tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini memerlukan tindakan operasi.
2. Esotropia
Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia Dibagi menjadi :
Esotropia InfantilPaling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
Esotropia Didapat
Esotropia Dasar
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang dekat.
Tanda klinik : Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata (anisometropia).
Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata. Pengobatan :
Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang ditutup ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan dengan Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
Operasi
Akomodatif EsotropiaTerjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
Esotropia akomodatif karena hiperophiaHiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu. Kombinasi Keduanya
Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral, biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen. Penyebabnya :
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS (Central Nervous System), Trauma.
Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
Pengobatan : Operasi pada parese yang permanen
Pada orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba, karena trauma dapat ditunggu sampai 6 bulan, karena kemungkinan ada perbaikan sendiri. Selama periode ini dapat dilakukan oklusi pada mata yang paralitik untuk menghindari diplopia.3. Hypotropia Deviasi satu mata kebawah yang nyata dengan pemberian nama deviasi vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa memperhitungkan penyakit spesifik yang menyebabkan arah pandangan satu mata ke bawah (juling ke bawah).4. Hypertropia : juling ke atasDeviasi satu mata keatas yang nyataPenyebab :
Kelainan anatomi congenital Pelekatan pita fibrosa abnormal Cidera kepala tertutup Tumor orbita, kerusakan batang otak dan penyakit sistemik seperti miastemia gravis ,sklerosis multiple dan penyakit grave.b. Menurut Manifestasinya
1. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Penyebab:
Herediter Anatomik Kelainan refraksi Kelainan persyarafan, sensorimotorik Kombinasi factor diatas2. Heterophoria : strabismus laten (belum terlihat jelas)Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan reflek fusi.
c. Menurut Sudut Deviasi
1. Comitant Strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi
2. Non Comitant Strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler, karenaya sering disebut paralytic strabismus.d. Menurut Kemampuan Fiksasi Mata
1. Unilateral Strabismus : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan2. Alternating Strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
e. Menurut Waktu Berlangsungnya Strabismus
1. Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan
2. Pada keadaan tertentu misalnya lelah, demam, dll. Mata kadang-kadang tampak berdeviasi, kadang-kadang normal.
f. Sindrome A dan V
Pada pola A terlihat lebih banyak esodeviasi / lebih sedikit exodeviasi pada pandangan keatas dibandingkan dengan pandangan ke bawah.Pola V menunjukkan lebih sedikit esodeviasi / lebih banyak exodeviasi pada pandangan ke atas dibandingan dengan pandangan kebawah.F. WOC
G. MANIFESTASI KLINISa. Mata lelah
b. Sakit kepala
c. Penglihatan kabur
d. Ambliopia
e. Fiksasi silang
f. Hipermetropi
g. Diplopia
h. Hyperopia
i. Deviasi pada mataH. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. E-chart / Snellen ChartPemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
b. Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
1. Objektif dengan optal moschope2. Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya3. Dengan oklusi / menutup cat mata
c. Menentukan anomaly refraksiDilakukan retroskopi setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %d. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif seperti pada orang dewasa.
e. Cover Test : menentukan adanya heterotropiaf. Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoriag. Hirsberg Test
Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
1. Penderita melihat lurus ke depan
2. Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua mata pederita
3. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.h. Prisma + cover test
Mengubah arah optic garis pandangi. Uji Krimsky
Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
j. Pemeriksaan gerakan mata Pemeriksaan pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui .kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
Pemeriksaan pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea ,kedua objek akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.I. PENATALAKSANAAN
a. Orthoptic1. OklusiMata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.2. Pleotic3. Obat-obatan4. Latihan dengan synoptophoneb. Memanipulasi akomodasi
1. Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai2. Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Penutup MataJika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
d. Suntikan toksin botulin
e. Operatif
1. Recession : memindahkan insersio otot
2. Resertion : memotong otot ekstraokuler
J. KOMPLIKASI
a. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya.
b. Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.c. Anomalus Retinal Correspondens
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
d. Defect otot
Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata.
e. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.KONSEP ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian
1. Biodata : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan
2. Keluhan utama :
- Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat ganda.
3. Riwayat penyakit sekarang
- Penyimpangan pengihatan
- Penggunaan kacamata dengan kelainan ruang yang jauh antara mata kanan dan kiri
- Adanya trauma mata
- Terlihat mata ambliopia dan histagmus
- Mata hipermetropi
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma kepala, infeksi mata, pengobatan lase.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus.
6. Pemeriksaan fisik
- TTV ( tensi, suhu, nadi, respiratorik)
- Mata terlihat tidak lurus
- Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik
Aktifitas :- Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya penglihatan.
- Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena luka operasi
Rasa aman : - Pasien gelisah karena mata merasa lelah
- Nyeri kepala
Persepsi sensori penglihatan : Kedua bola matanya tidak focus pada satu tempat ketika melihat suatu benda
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori kerusakan otot penggerak mata.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam gangguan persepsi sensori dapat teratasi dengan criteria hasil
a. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
b. Mengenai gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
c. Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan Intervensi
a. Tentukan ketajaman dan kerusakan otot penggerak mata.
Rasional : Apakah bilateral atau hanya satu mata sehingga memudahkan menentukan prosedur yang tepat untuk melakukan intervensi lanjutan.
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
c. Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari ansietas.
Rasional : menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung / tak kenal ukuran tempat tidur
d. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi dan sering menyentuh, dorong orang terekat tinggal dengan pasien.
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung2. Gangguan citra tubuh perubahan penampilan mata sekunder terhadap strabismus / juling.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam gangguan citra tubuh dapat teratasi dengan criteria hasil:
a. Menggunakan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan.
b. Mendemontrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil perawtan diri / tanggung jawab peran. Intervensi :
a. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.
Rasional : untuk mengurangi antisietas dan mengidentifikasi gangguan citra tubuhnya.
b. Penjelasan berbagai kesalahan konsep individu terhadap perawatan diri atau memberi perawatan.
Rasional : agar pasien mampu melakukan perawatan diri
c. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional, dukung keluarga ketika mereka berupaya untuk beradaptasi.
Rasional : keluarga mampu memahami kondisi pasien
d. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama
Rasional : memulihkan kepercayaan diri3. Resti injuri strabismus (terbentuknya bayangan ganda)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resti injuri dapat teratasi dengan criteria hasil.
a. Menyatakan pemahaman faktr yang terlibat dalam kemungknan cedera
b. menunjukkan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktr resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Botasi aktifitasi seperti menggerakan kepala tiba-tiba.
Rasional : Menurunkan TIO
b. Penatalaksanaan ruang
Rasional : mengurangi rasiko injuri dan memudahkan pasien melakukan aktifitas
c. Kolaburasi dengan keluarga untuk membantu aktifitas pasien
Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi berkurangnya resiko injuri
d. Jelaskan pada pasien tentang orientasi ruangan dan factor yang memungkinkan resiko injuri
Rasional : Pasien memahami dan melakukan tindakan yang tida membahayakan dirnya.4. Ansietas prosedur pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ansietas dapat teratasi dengan criteria hasil :
a. Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
b. Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas, derjat pengalaman nyeri / timbulna gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional : faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri potensi siklus ansietas dan mempengaruhi upaya pengontrol TIO
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman hati dengan cara memahami pasien, tekankan bahwa semua orang merasakan cemas dari waktu ke waktu perlihatkan rasa empati.
Rasional : pasien merasa tidak sendiri dalam menghadapi ansietasnya.
c. Berikan informasi yang akurat tentang pembedahan
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan / harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan. 5. Resti infeksi prosedur tindakan pembedahan mata
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resti infeksi dapat teratasi dengan criteria hasil:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi Intervensi :
a. Diskusikan pentingnya mencucui tangan sebelum menyentuk / mengobati mata
Rasional : menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencega kontaminasi area operasi.
b. Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata setelah operasi
Rasional : mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
c. Observasi diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh:
Kemerahan, kelopak bengkak, identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi infeksi.
Rasional : infeksi mata terjadi 2 3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi adanya infeksi yang meningkat.
d. Berikan obat sesuai indikasi, abbiotik (tropical, parenteral / sub konjungtiva)
Rasional : sediaan topical digunakan secara profilaksi, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. 6. Kurang pengetahuan kurang informasi tentang prosedur pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam kurang pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Menyatakan pemahaman tentang proses pengobatan
2. Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan Intervensi :
a. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, br tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Rasional : Pengawasan periodic menurunkan resiko implikasi serius
b. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
Rasional : dapat bereaksi silang / campur dengan obat yang diberikan
c. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selam hari pembedahan / penutup pada matanya.
Rasional : mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
d. Identifikasi tanda / gejala memerlukan upaya evaluasi medis contoh: nyeri tajam tiba-tiba penurunan penglihatan, kelopak bengkak, kemerahan, mata berair.
Rasional : intervensi ini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.
DAFTAR PUSTAKABrunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
http://www.anakku.net/forum/mata-julingstrabismushttp://www.babyshare.wordpress.com/2008/06/01/strabismus-mata-juling/http://www.jec-online.comhttp://www.klikdokter.comhttp://www.klinikmatanusantara.comhttp://www.lensaprofesi.blogspot.comhttp://www.optiknisna.info/strabismus-memandang-tak-bisa-lurus.htmlIlyas, Sidarta. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Kuncoro. Fungsi Sensorineural, Unit 14.
Linda Jual, Carpenito. 1987. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : Buku Kedokteran. Radjamin, Tamin. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : Airlangga University Press.
Vaughan, Daniel. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta : MedikaLAPORAN KASUSI. DATA UMUM
Nama: Tn. MUmur: 18 tahun
Jenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Ds. Sugih Waras
Pekerjaan: Buruh TaniStatus: Belum kawin
II. DATA DASAR
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh matanya sering merasa lelah dan penglihatannya berkurang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan akhir-akhir ini dirinya susah memfokuskan penglihatannya dan klien merasa susah jika melihat sesuatu pada jarak dekat. Keluarga mengatakan bahwa mata klien seperti juling kedalam. Klien juga sering merasa nyeri pada mata ketika memaksakan waktu melihat jarak dekat. Klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya.c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan bahwa dirinya sejak kecil susah melihat dengan jarak dekat.d. Riwayat Penyakit KeluargaKlien mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klien tidak pernah memeriksakan matanya dan tidak pernah memakai kacamata.
f. Riwayat PsikososialHubungan pasien dengan keluarga, perawat dan orang lain baik. Pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan tindakan pengobatan.III. PEMERIKSAAN FISIKa. Keadaan Umum
Baik, kesadaran composmentis
Koordinasi gerak bagus
Klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya
Klien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.b. Riwayat psikososial Klien terlihat menarik diri, apatis
Emosi labil, gampang marah
Bertanya tentang penyakitnya
c. Pemeriksaan head to toe1. Kepala dan leher
Bentuk kepala simetris
Keadaan kulit bersih, lembab, tidak pucat
Tidak ada lesi dan tonjolan pada kulit
Mata tidak simetris, OS menyimpang ke dalam
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar getah bening
Klien tampak mengedip-ngedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan. Hidung simetris, tidak ada hipersekresi, dan kepatenannya baik.2. Thoraks
RR 20 x/mnt, reguler Bentuk dada simetris
Nyeri dada tidak ada
Bunyi perkusi paru resonan
Suara nafas vesikuler Ekspansi dada maksimal
Nadi 88 x/mnt, reguler
TD 120/80 mm Hg
3. Abdoment
Tidak ada tonjolan dan lesi pada perut
Kulit bersih, lembab
Perkusi suara timpani
Bising usus 8 x/mnt4. Ekstremitas
Tonus otot dalam batas normal
44
44
Tidak ada tonjolan atau lesi di kulit
Akral hangat
CRT < 2 detik
d. Pemeriksaan Penunjang7. Cover test : OS bergulir ke temporal untuk memfiksasi pada saat tertutup
8. Cover Uncover Test : pada saat okluder dilepas, OS bergulir ke temporal untuk fiksasi.
9. Hisberg test : satu refleks cahaya jatuh tepat di pinggir pupil. Besar penyimpangan 1510. Pengindraan :PemeriksaanODOS
Visus
Gerakan bola mata
Segmen anterior :
Palpebra
Konjunctiva
Kornea
Pupil
Lensa
Segmen posterior :
Retina
Lain-lain6/40
Simetris
Bleparospasme tidak ada
Hiperemi tidak ada
Kuning kecoklatan
Iris shadow +
Agak keruh
Tidak ada tear, hole, blast
Lapang pandang kabur relatif1/300
Simetris
Bleparospasme tidak ada
Hiperemi tidak ada
Kuning kecoklatan
Iris shadow
Keruh
Tidak ada tear, hole, blast
Kabur seluruh lapang pandang
IV. ANALISA DATA
Analisa DataEtiologiMasalah
DS : Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat.DO :
OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
Strabismus
Kehiangan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman
Gangguan persepsi sensori : penglihatanGangguan persepsi sensori : penglihatan
DS : Klien mengatakan sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekat.DO :
Klien tampak mengedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan TTV : RR: 20 x/mnt
TD: 120/80mmHg
Nadi: 88 x/mnt
Suhu: 36,5 C
Klien gampang marah, emosi labil
Klien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.Daya akomodasi mata
Terus-menerus, tidak dikoreksi
Penyimpangan otot mata
strabismus
Tidak dikoreksi
TIO
Nyeri
Gangguan rasa nyaman : NyeriGangguan rasa nyaman : Nyeri
DS : Klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanyaDO : Klien terlihat menarik diri, apatis, Emosi labil, gampang marah
strabismus
Perubahan fungsi dan struktur mata
Perasaan negatif terhadap diri sendiri
Gangguan harga diriGangguan harga diri
DS : klien mengatakan tidak mengetahui kelainan pada matanya dan tidak pernah memeriksakan matanya.
DO: klien banyak bertanya tentang penyakitnya, klien tampak gelisah, klien tidak memakai kacamata.hipermetropi
Akomodasi mata
Terus menerus, tidak dikoreksi
Penyimpangan bola mata
strabismus
Tidak dikoreksi
Kurang pengetahuanKurang Pengetahuan
DS : Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah memeriksakan matanya
DO : Klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya.OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporalStrabismus
Pandangan mata kabur
Kehilangan persepsi jarak, ukuran, kedalaman
Disorientasi lingkungan
Resiko cideraResiko Cidera
V. DIAGNOSA
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran, dan kedalaman yang ditandai dengan penglihatan berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat. OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d peningkatan TIO yang ditandai dengan Klien mengatakan sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekat. Klien tampak mengedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan. TTV : RR: 20 x/mnt, TD: 120/80mmHg, Nadi: 84 x/mnt, Suhu: 36,5 C K, gampang marah, emosi labil, lklien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.3. Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata yang ditandai dengan klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya, klien terlihat menarik diri, apatis, emosi labil, gampang marah.4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi yang ditandai dengan klien mengatakan memeriksakan dirinya, klien banyak bertanya tentang penyakitnya, klien tampak gelisah, klien tidak memakai kacamata.
5. Resiko cedera b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran dan kedalaman yang ditandai dengan klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah memeriksakan matanya klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya, OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.VI. INTERVENSI
1. Diagnosa : Gangguan sensori penglihatan b/d lapang pandang yang menurun.
Tujuan :
Jangka panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera yang dapat menyebabkan infeksi maupun komplikasi penyakit.
Jangka pendek : pandangan klien tidak begitu kabur
Kriteria Hasil :
Klien berpartisipasi dalam pengobatan
Tidak terjadi kehilangan ketajaman penglihatan lebih lanjut
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Tidak terjadi infeksi ataupun komplikasi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan cara mengobrol dengan klien R/: menjalin hubungan yang meyakinkan
2) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat dengan menggunakan snellen chartR/: perkembangan penurunan visus mata berbeda sehingga dapat menentukan bagian mata yang ditangani lebih dulu
3) Berikan patch mata pada klien.R/: Membantu memfokuskan pandangn klien.4) Motivasi klien untuk latihan melihat dengan menggunakan patch mata.R/: Membiasakan klien, membantu mengurangi derajat deviasi bola mata.5) Observasi tanda dan gejala disorientasi
R/: dapat meningkatkan kecemasan dan resiko cedera
6) Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
R/: untuk mempertajam penglihatan dan penurunan resiko infeksi
7) Kolaborasi dalam pemberian obat medriasis (atropine, skopalamin).R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi.2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan TIOTujuan :
Jangka panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam TIO berkurang sehingga nyeri terkontrol Jangka pendek : klien menyatakan nyeri berkurang.Kriteria Hasil :
Klien tampak tenang dan tidak gelisah Klien menyatakan nyeri berkurang / terkontrolIntervensi :
1) Kaji skala nyeri (1-10)
R/: membantu menentukan tindakan perawatan yang tepat2) Anjurkan klien istirahat dalam ruangan R/: ketenangan dapat meningkatkan kenyamanan dan waktu istirahat.3) Posisikan fowler R/: meningkatkan kenyamanan.4) Kolaborasi dalam pemberian obat anti nyeri (analgesik) dan pemberian obat mual (anti emetik) R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi.3. Diagnosa : Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata
Tujuan :
Jangka panjang : Setelah mendapatkan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam diharapkan klien mampu mengembalikan konsep diri yang stabil. Jangka pendek : klien kembali memiliki kepercayaan diri.Kriteria Hasil :
Klien tampak tenang dan tidak gelisah
Klien tidak menarik diri
Klien kembali bergaul dengan lingkungan sekitar.
Intervensi :
1) Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
R/: Membantu mengembalikan kepercayaan diri klien2) Tidak membiarkan klien mengisolasi diri R/: Membantu agar klien dapat meningkatkan konsep dirinya3) Bantu klien untuk mengekspresikan pikiran R/: Membantu klien menyalesaikan masalah yang dialaminya.4) Bantu klien dalam mengurangi ansietas yang ada.R/: Dengan penurunan ansietas, klien akan merasa bebannya terkurangi4. Diagnosa : Kurang pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi
Tujuan :
Jangka panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam klien bisa melakukan prosedur yang didinstruksikan dengan benar dan dapat menjelaskan alasan tindakan tesebut.
Jangka pendek : klien menyatakan pemahamannya terhadap kondisi, prognosis dan pengobatan.Kriteria Hasil :
Melakukan instruksi / anjuran dengan benar.
Dapat menjawab dan bertanya kepada pemberi pelayanan
Aktif dan rutin melakukan pengobatan
Ingat selalu akan informasi yang didapat dan dijadikan sebagai ilmu.
Tidak melakukan pengobatan diluar nalar (seperti ke dukun, dll).
Intervensi :
1) Memberi info secara lisan pada klien dan keluarga.R/: info lisan lebih mudah diingat dan keluarga bisa mengingatkan jika klien lupa.
2) Diskusi dengan klien, menanyakan pengetahuan klien tentang penyakitnya.
R/: mengetahui tingkat pengetahuan da penurunan resiko menerima obat yang dikontraindikasikan (dari tempat kebiasaanya berobat).
3) Tunjukkan cara yang benar tentang cara pemberian obat seperti tetes mata / salep mata. Izinkan klien mengulang tindakan.
R/: meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menunjukkan kompetensi dirinya.
4) Dorong klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
R/: pola hidup sehat membuat hidup lebih tenang, jauh dari infeksi tambahan dan menurnkan respon emosi.
5) Tekankan periksa rutin
R/: penting untuk mengawasi perkembangan penyakit dan kemajuan penyembuhan, memungkinkan intervensi dini, dan mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.
5. Diagnosa : Resiko cedera b/d lapang pandang yang menurun
Tujuan :
Jangka panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera (kecacatan). Jangka pendek : klien tidak mengalami disorientasi.Kriteria Hasil :
Dapat mengenali sumber-sumber bahaya
Pola hidup yang melindungi diri dari cedera
Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.Intervensi :
1) Beri posisi yang nyaman bagi klien dan tidak berbahaya.
R/: memberikan kenyamanan sekaligus menurunkan resiko cedera
2) Batasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silau
R/: menekan resiko klien terjatuh / cedera karena pandangan yang kabur
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi seperti kebingungan mengenali benda dan situasi.
R/: meningkatkan kecemasan dan resiko cedera
4) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi dengan memakai kacamata katarak.
R/: digunakan untuk mencegah dan melindungi dari cedera kecelakaan.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat.
R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan ketepatan terapiIMPLEMENTASINoDiagnosaTindakan keperawatanTTD
11a. Bina hubungan saling percaya dengan cara mengobrol dengan klienb. Berikan patch mata pada klien.
c. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat dengan menggunakan snellen chart.
d. Motivasi klien untuk latihan melihat dengan menggunakan patch mata.e. Observasi tanda dan gejala disorientasif. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak dan tetes matag. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat medriasis (atropine, skopalamin).
22a. Mengkaji skala nyeri (1-10)b. Menganjurkan klien istirahat dalam ruanganc. Memposisikan fowlerd. Menghindari mual muntah dengan pemberian makanan sedikit tapi sering 2 jam sekali, 4-5 sendok makan dan bentuk makanan lembeke. Berkolaborasi dalam pemberian obat anti nyeri (analgesik) dan pemberian obat mual (anti emetik)
33a. Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
b. Tidak membiarkan klien mengisolasi diri
c. Bantu klien untuk mengekspresikan pikiran
d. Bantu klien dalam mengurangi ansietas yang ada.
44a. Memberi info secara lisan pada klien dan keluargab. Berdiskusi dengan klien, menanyakan pengetahuan klien tentang penyakitnya.
c. Menunjukkan cara yang benar tentang cara pemberian obat seperti tetes mata / salep mata. Izinkan klien mengulang tindakan.d. Mendorong klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat
e. Menekankan periksa rutin
55a. Memberi posisi yang nyaman bagi klien dan tidak berbahaya.b. Membatasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silauc. Mengobservasi tanda dan gejala disorientasi seperti kebingungan mengenali benda dan situasi.d. Meminta keluarga menjauhkan benda-benda yang berbahaya dari jangkauan klien.e. Mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi dengan memakai kacamata katarakf. Meningkatkan orientasi lingkungan bagi klien.
EVALUASINoJam/tanggalDiagnosaEvaluasi
11S = Klien mengatakan penglihatannya masih kurang fokus, susah melihat pada jarak dekat.
O = OD : visus 2,5 D, gerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal. TD : 120/70 mmHg S : 36,8 0C N : 84 x/menit RR : 20 x/menitA = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 3, 4, 5, 7 dilanjutkan
22S = Klien mengatakan masih merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekatO = Klien sudah tidak mengedip-kedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan.
TD : 120/70 mmHg
S : 36,8 0C
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Klien sudah lebih tenang Klien masih memegangi matanyaA = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 2, 3, 4 dilanjutkan.
33S = Klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanyaO = Klien sudah mau keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain.
Klien tidak menutupi matanya jika bertemu orang lain.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 1, 2, 3, 4 dilanjutkan
44S = klien mengatakan tidak mengetahui kelainan pada matanya dan tidak pernah memeriksakan matanya.O = Klien tampak tenang dan tidak gelisah Klien sudah memakai kacamata.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 2, 3, 4 dilanjutkan
S = Klien mengatakan penglihatannya masih kurang fokus, susah melihat pada jarak dekat.O = Klien tampak berhati-hati dalam beraktivitas Klien sudah memakai kacamata.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Intervensi 1, 2, 3, 4, 5 dilanjutkan
Dischart Planning1. Anjurkan klien untuk rutin latihan melihat dengan menggunakan patch mata.2. Ingatkan klien untuk teratur menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
3. Anjurkan kepada keluarga untuk menerima klien apa adanya dan tidak membiarkan klien mengisolasi diri.4. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu membantu klien mengekspresikan pikiran5. Beritahu keluarga agar sedapat mungkin mengurangi stressor ansietas yang ada6. Dorong klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
7. Tekankan periksa rutin
8. Beritahu klien untuk membatasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silau
9. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk mengatur lingkungan rumah seaman mungkin untuk klien penderita.
Resiko perubahan
Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
Kurang tahu tentang perawatan, obat, da komplikasi
Kurang pengetahuan
Kurang pajanan info
ansietas
Post Op
Kurang pengetahuan mengenai perawatan post op
Resti infeksi
Nyeri Akut
Trauma pembedahan
Intervensi bedah
Ada prosedur invasif ke area pembedahan
Aktivitas aktif
Resti Cidera
G3 penglihatan
Mengganggu fungsi otot
Mengganggu inervasi nervus
Dgn memindahkan insersi otot / memotong ekstraokuler
G3 harga diri
Takut orang lain menolak
Perubahan (-) thd diri/peran
G3 sensori
G3 penerimaan sensori
G3 penglihatan
Ansietas
ketajaman penglihatan
Intervensi pembedahan
Pre Op
Perubahan fungsi & struktur mata
Strabismus / Juling
Penyimpangan posisi bola mata
Syarat penglihatan binokuler tidak normal
Fungsi mata tidak bekerja dengan baik
Disposisi kedua mata
Gangguan SSP untk mensintesa kedua bayangan yg diterima kedua mata mjd sensasi bayangan tunggal
Gejala awal strabismus
Terlebih jika letak tumor di makula
Pandangan kabur
Mengganggu penglihatan binokuler normal
Nyeri
TIO
Akomodasi meningkat
Kelainan refleks
retinoblastoma
Tumor ganas utama intraokuler
Lesi di retina
Lensa berkabut
Pengembunan spt mutiara keabuan pd pupil
Cahaya dipendarkan, tidak ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina
Genetik
Gangguan perkembangan
Radiasi sinar UV saat hamil
Katarak kongenital
Kekeruhan media
Kelainan sensori
Retinopati
Komplikasi
Hiperglikemi lama
Penyimpangan posisi bola mata
Kelainan struktur fascial
Kelainan hubungan fascia otot ekstraokuler
DM
Kelainan anatomi
Dr ortu yg menderita strabismus
Janin jg terkena strabismus yang didapat dari strabismus orang tua
Efek pd janin
Kelainan genetik
Ibu hamil
Faktor keturunan
Bayangan yang datang tidak sejajar bola mta
Kelainan anatomi otot mata bawaan
Kelainan saraf otot pergerakan bola mata
Bayangan tidak jatuh pada Fovea
Fovea tidak dapat mengkoreksi bayangan yang datang
Terjadi aniseikonia
Susunan reseptor terganggu
Strabismus / Juling
Tonus otot mata tidak seimbang
Kontraksi otot mata tidak sama
Kelainan arah bola mata
Panjang otot bola mata tidak sama
Arah bola mata tidak sama
Bayangan yang datang tidak jelas/ganda
Sinyal ke otak terganggu
Gangguan sensori penglihatan
Orientasi lingkungan menurun
Resiko cedera
Kelainan pada mata
Hubungan social menurun
Koping inefektif
Gangguan konsep diri
Resti infeksi
Perawatan kurang efektif
Post op
Insisi recession/resection
Orientasi lingkungan menurun
resti cidera fisik
G3 sensori penglihatan
Bayangan yang datang tak jelas
Sinyal ke otak terganggu
Pre op
G3 konsep diri
Koping inefektif
Hubungan sosial menurun
Kelainan pada mata
Ansietas
Kurang pengetahuan
Kurang pajanan informasi
Kurang pengetahuan
STRABISMUS
Kelainan arah bola mata
Kontraksi otot mata tidak sama
Tonus otot mata tidak seimbang
Kelainan syaraf otot pergerakan bola mata
Trauma
Arah bola mata tidak sama
Panjang otot bola mata tak sama
Kelainan anatomi mata bawaan
Bayangan tidak jatuh pada fovea
Susunan reseptor terganggu
Terjadi aniseikonia
Fovea tidak dapat mengoreksi bayangan yang datang
Bayangan yang datang tidak sejajar
Kelainan bentuk bola mata
Faktor keturunan
Trauma
Kelainan otot ekstraokuler, kelainan tulang orbita
Gangguan harga diri
Perasaan (-) terhadap diri sendiri
Perubahan fungsi dan struktur mata
Resiko cidera
ansietas
Disorientasi lingkungangan
Gangguan persepsi sensori
ansietas
Kurang pengetahuan
Pengetahuan perawatan post op kurang
Resti infeksi
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
nyeri
Perawatan kurang baik
Luka insisi
operasi
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
nyeri
TIO
Kurang pengetahuan
Tidak dikoreksi
Kehilangan persepsi jarak, ukuran & kedalaman
Pandangan mata kabur, diplopia
STRABISMUS
Ketidakseimbangan gerakan otot mata
Kurang pengetahuan
Terus menerus, tak dikoreksi
Daya akomodasi mata
Mata berusaha untuk melihat secara maksimal
Penyimpangan bola mata
Kelainan sensoris
Kelainan anatomi
genetik